MODUL PERKULIAHAN Pendidikan Agama Pendidikan dan Kompetensi Fakultas Program Studi Tatap Muka 09 Kode MK Disusun Oleh MK90002 Rusmulyadi, M.Si. Abstract Kompetensi Pokok bahasan dalam bab ini menjelaskan tentang makna pendidikan dalam Islam dan pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka penguatan kompetensi umat Islam. Tujuan instruksional pembelajaran yang hendak dicapai adalah agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan perspektif Islam tentang pendidikan dan perlunya umat Islam untuk meningkatkan kompetensi diri dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan dan Kompetensi 1. Perspektif Islam tentang Pendidikan Pendidikan meliputi keseluruhan tingkah laku manusia yang dlakukan demi memperoleh kesinambungan, pertahanan dan peningkatan hidup. Dalam bahasa agama, demi memperoleh ridla atau perkenan Allah. Sehingga keseluruhan tingkah laku tersebut membentuk keutuhan manusia berbudi luhur (akhlaqul karimah), atas dasar percaya (iman) kepada Allah dan tanggung jawab pribadi di hari akhirat. Karena itu pendidikan tidak terbatas hanya kepada pengajaran. Di sinilah peran penting orang tua dalam mendidik anak dalam kesehariannya. Karena itu, meskipun ada guru yang dapat bertindak sebagai pendidik, namun peran mereka tidak akan dapat menggantikan peran orang tua secara sepenuhnya. Peran orang tua adalah adalah peran tingkah laku, teladan dan pola-pola hubungannya dengan anak yang dijiwai dan disemangati oleh nilai-nilai keagamaan menyeluruh. Disinilah lebih-lebih akan terbukti benarnya pepatah “bahasa perbuatan adalah lebih fasih daripada bahasa ucapan” (lisan-u’l hal-I afshah-u min lisan-il-maqal). Jadi jelas pendidikan menuntut tindakan percontohan lebih banyak daripada pengajaran verbal. Pendidikan dalam Islam, hendaknya berkisar antara dua dimensi hidup, yaitu penanaman rasa taqwa kepada Allah SWT dan pengembangan rasa kemanusian kepada sesama. Penanaman taqwa sebagai dimensi pertama hidup ini dimulai dengan pelaksanaan kewajiban agama berupa ibadah-ibadah. Dan pelaksanaan itu harus disertai dengan penghayatan yang sedalam-dalamnya akan makna ibadah tersebut, sehingga ibadah itu tidak dikerjakan semata sebagai ritus formal belaka, melainkan dengan keinsafan mendala akan fungsi edukatifnya bagi kita. Nilai taqwa kepada Allah itu kemudian dapat dikembangan dengan menghayati keagungan dan kebesaran Allah lewat perhatian kepada alam semesta beserta segala isinya, dan kepada lingkungan sekitar. Sebab menurut Al-Qur’an hanyalah mereka yang memahami alam sekitar dan menghayati hikmah dan kebesaran yang terkandung di dalamnya sebagai ciptaan ilahi yang dapat dengan benar-benar merasakan kehadiran Allah sehingga bertaqwa kepada-Nya. Allah SWT berfirman: 2016 2 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id “Tidakkah engkau perhatikan bahwa Allah menurunkan air dari langit, kemudian dengan air itu kami hasilkan beraneka buah-buahan dalam berbagai warna. Dan di gunung pun ada garis-garis putih dan merah dalam berbagai corak warna, juga ada yang hitam kelam. Demikian pula manusia, binatang melata dan ternak, semuanya terdiri dari berbagai corak warna. Sesungguhnya yang bertaqwa kepada Allah dari kalangan para hamba-Nya ialah orang-orang yang berpengetahuan. Sesungguhnya Allah Maha Mulia dan Maha Pengampun” (QS. Fathir, 35: 27-28). Dalam ayat itu disebutkan bahwa yang benar-benar bertaqwa dan takut kepada Allah hanyalah al-‘ulama (para ulama). Al-‘ulama yang dimaksud adalah orang-orang yang berpengetahuan, yakni mereka yang senantiasa memperhatikan alam raya dan gejala alam, seperti turunnya hujan dari langit, tumbuhnya tanam-tanaman berkat air itu dan hasilnya yang terdiri dari bermacam-macam buah-buahan dalam berbagai warna. Yang dimaksud dengan al-‘ulama dalam ayat itu juga adalah mereka yang memperhatikan gejala umat manusia dan kehidupan mereka, secara biologis dan fisik yang bermacam-macam warna, dapat juga secara sosiologis dan cultural yang terdiri dari berbagai “warna” paham hidup, ideologi dan budaya. Dan akhirnya yang dimaksud dengan al-‘ulama dalam ayat itu ialah mereka yang memperhatikan, mempelajari dan meneliti, seluruh dunia flora seperti tersebut di atas. Dalam Al-Qur’an banyak sekali firman Allah yang bernada perintah atau anjuran agar manusia memperhatikan alam seperti itu, yang pada pokoknya bertujuan menginsafkan manusia akan kebesaran dan keagungan Allah. Karena keinsafan itu merupakan unsur amat penting dalam menumbuh rasa taqwa, maka pendidikan harus pula meliputi hal-hal yang nota bene diperintahkan Allah dalam Al-Qur’an. Dalam bahasa Al-Qur’an, dimensi hidup Ketuhanan ini juga disebut jiwa rabbaniyah (QS. Ali Imran, 3: 79) atau ribbiyah (QS. Ali Imran, 3: 146). Dan jika coba diperinci apa saja wujud nyata atau substansi jiwa rabbaniyah itu, maka aka didapatkan nilainilai keagamaan pribadi yang amat penting dan harus ditanamkan kepada setiap anak didik. Kegiatan menanamkan nilai-nilai itulah yang sesungguhnya akan menjadi inti kegiatan pendidikan. Di antara nilai-nilai yang amat mendasar ialah: Iman Yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Allah. Jadi tidak cukup hanya percaya kepada adanya Allah, melainkan harus meningkat menjadi sikap mempercayai kepada adanya Allah dan menaruh kepercayaan kepada-Nya. 2016 3 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Islam Sebagai kelanjutan adanya iman, maka sikap pasrah kepada-Nya (yang merupakan makna asal perkataan arab “islam”), dengan meyakini bahwa apa pun yang datang dari Allah tentu mengandung hikmah kebaikan, yang tidak mungkin diketahui seluruh wujudnya oleh manusia yang dlaif. Ihsan Yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau berada bersama kita dimana pun kita berada. Oleh karenanya, maka kita harus berbuat, berlaku dan bertindak menjalankan sesuatu dengan sebaik mungkin dan penuh rasa tanggung jawab, tidak setengah-setengah dan tidak dengan sikap sekadarnya saja. Taqwa Yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita, kemudian kita berusaha berbuat hanya sesuatu yang diridlai Allah, dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridlai-Nya. Ikhlas Yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata demi memperoleh ridla Allah dan bebas dari pamrih lahir dan batin. Tertutup maupun terbuka. Dengan sikap ikhlas orang akan mampu mencapai tingkat tertinggi nilai karsa batinnya dan karya lahirnya, baik pribadi maupun sosialnya. Tawakkal Yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah, dengan penuh harapan kepadaNya dan keyakinan bahwa Allah akan kita dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik. Karena kita beriman kepada Allah, maka tawakkal adalah suatu kemestian. Syukur Yaitu sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan, dalam hal ini atas segala nikmat dan karunia Allah yang tak terbilang banyaknya, yang dianugerahkan Allah kepada kita. Sikap bersyukur sebenarnya sikap optimis kepada hidup ini dan pandangan senantiasa berpengharapan kepada Allah. Karena itu sikap 2016 4 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id bersyukur kepada Allah adalah sesungguhnya sikap bersyukur kepada diri sendiri. Sabar Yaitu sikap tabah menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir dan batin, fisiologis mapun psikologis, karena keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Jadi sabar adalah sikap batin yang tumbuh karena kesadaran akan asal dan tujuan hidup, yaitu Allah SWT. Pendidikan tidak dapat dipahami sebatas pengajaran. Karena keberhasilan pendidikan tidak cukup diukur dengan hal-hal yang bersifat kognitif atau pengetahuan tentang suatu masalah semata. Justru yang lebih penting bagi umat Islam ialah seberapa jauh tertanam nilai-nilai kemanusian yang mewujud nyata dalam tingkah laku dan budi pekertinya sehari-hari. Dan perwujudan nyata nilai-nilai tersebut dalam tingkah laku dan budi pekerti sehari-hari akan melahirkan budi luhur atau akhlaqul karimah. Terkait dengan hal tersebut, patut direnungkan sabda Rasul: “Yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga ialah taqwa kepada Allah dan keluhuran budi. Tiada sesuatu apapun yang dalam timbangan (nilainya) lebih berat daripada keluhuran budi” Keterkaitan yang erat antara taqwa dan budi luhur itu adalah juga makna keterkaitan antara iman dan amal shaleh, shalat dan zakat, hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia. Pendeknya terdapat keterkaitan yang mutlak antara nilai ketuhanan sebagai dimensi hidup pertaman manusia yang bersifat vertikal dengan kemanusiaan sebagai dimensi kedua hidup manusia yang bersifat horizontal. Nilai-nilai kemanusian yang harus ditanamkan dalam pendidikan di antaranya adalah: Silaturahmi (shilat al-rahm) Yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, handai taulan, tetangga dan seterusnya. Di antara sifat utama Allah adalah kasih sayang (rahm, rahmah). Maka manusia pun harus cinta 2016 5 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kepada sesamanya, agar Allah cinta kepadanya. “Kasihilah kepada orang di bumi, maka Allah yang ada di langit akan kasih kepadamu” Persaudaraan (ukhuwah) Yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih antara sesama kaum beriman (biasa disebut ukhuwah islamiyah), seperti disebutkan, dalam Al-Qur’an (surat alHujurat, 49: 10-12), yang intinya ialah hendaknya kita tidak mudah merendahkan golongan yang lain, kalau-kalau mereka itu lebih baik daripada kita sendiri, tidak saling menghina, saling mengejek, banyak berprasangka, suka mencari-cari kesalahan orang lain, dan suka mengumpat (membicarakan keburukan seseorang yang tidak ada di depan kita). Persamaan (al-musawah) Yaitu pandangan bahwa semua manusia, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan atau pun kesukuannya, dan lain-lain, adalah sama dalam harkat dan martabat. Tinggi rendah manusa hanya ada dalam pandangan Allah yang tahu kadar ketaqwaan seseorang (QS. Al-Hujurat, 49: 13) Adil (adl) Yaitu wawasan yang seimbang dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang, dan seterusnya. Jadi tidak secara apriori menunjukkan sikap positif atau negative. Sikap kepada sesuatu atau seseorang, dilakukan hanya setelah mempertimbangkan segala segi tentang sesuatu atau seseorang tersebut secara jujur dan seimbang, dengan penuh i’tikad baik dan bebas dari prasangka. Sikap ini disebut juga tengah (wasth) dan Al-Qur’an menyebutkan kaum beriman dirancang oleh Allah menjadi golongan tengah (ummat wasath) agar dapat menjadi saksi untuk sekalian umat manusia (QS. Al-Baqarah, 2: 143) Baik sangka (husn-uzh-zhann) Yaitu sikap penuh baik sangka kepada sesama manusia, berdasarkan ajaran agama bahwa manusia itu pada asal dan hakekat aslinya adalah baik, karena diciptakan Allah dan dilahirkan atas fithrah atau kejadian asal yang suci. Sehingga manusia itu pun pada hakikat aslinya berkecenderungan kepada kebenaran dan kebaikan (hanif). 2016 6 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id adalah makhluk Rendah hati (tawadlu) Yaitu sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemulian hanya milik Allah, maka tidak sepantasnya manusia “mengklaim” kemulian itu kecuali dengan pikiran yang baik dan perbuatan yang baik, yang itu pun hanya Allah yang akan menilainya (QS. Fathir, 35: 10). Lagi pula, kita harus rendah hati karena “Di atas setiap orang yang tahu (berilmu) adalah Dia yang Maha Tahu (Maha Berilmu)” (QS. Yusuf, 12: 76). Apalagi kepada sesama orang beriman, sikap rendah hati adalah suatu kemestian. Tepat janji (al-wafa’) Salah satu sifat orang yang benar-benar beriman ialah sikap selalu menepati janji (QS. Al-Baqarah, 2: 177). Dalam masyarakat dengan pola hubungan yang lebih kompleks dan luas, sikap tepat janji lebih-lebih lagi merupakan unsur budi luhur yang amat diperlukan dan terpuji. Lapang dada (insyirah) Yaitu sikap penuh kesediaan menghargai orang lain dengan pendapat dan pandangan-pandangannya. Sikap terbuka dan toleran serta kesediaan bermusyawarah secara demokratis terkait erat sekali dengan lapang dada ini. Dapat dipercaya (al-amanah) Salah satu konsekuensi iman ialah amanah atau kepribadian diri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budi luhur adalah lawan dari khianat (khiyanah) yang amat tercela. Perwira (‘iffah atau ta’affuf) Yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong (jadi tetap rendah hati), dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang belas kasihan orang lain dan mengharapkan pertolongannya (QS. Al-Baqarah: 273) Hemat (qawamiyah) Yaitu sikap tidak boros (israf) dan tidak pula kikir (qatr) dalam menggunakan harta, melainkan sedang (qawam) antara keduanya (QS. Al-Furqan, 25: 67). Orang yang boros digambarkan Al Qur’an sebagai teman setan (QS. al-Isra, 17: 26) 2016 7 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dermawan (al-munfiqun, menjalankan infak) Yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesedian yang besar untuk menolong sesama manusia, terutama mereka yang kurang beruntung dengan mendermakan sebagian dari harta benda yang dikaruniakan dan diamanatkan Allah kepada mereka. Sebab manusia tidak akan memperoleh kebaikan sebelum mendermakan sebagian harta benda yang dicintainya itu (QS. Ali Imran, 3: 17 dan 93). 2. Pendidikan dan Penguasaan IPTEK Pendidikan sebagai upaya membekali anak dengan didik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah ada sejak wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam, Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya” (QS. al-Alaq: 1-5) Firman Allah tersebut mengajarkan kepada manusia untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Perintah pertama adalah ‘iqra yang berarti bacalah, dimana kata ini terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari kata menghimpun ini lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui cirri sesuatu, dan membaca teks tertulis maupun tidak (M. Quraish Shihab, 1996). Jadi ayat ini saja, memerintahkan kita untuk mempelajari ilmu baik yang diketahui maupun tidak. Allah memerintahkan umat Islam untuk membaca, meneliti dan mengetahui. Lalu apa yang harus dibaca, diteliti dan diketahui? Yang harus kit abaca adalah ayat-ayat Allah, di antaranya: 1. Ayat yang tertulis, yaitu ayat yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Kita diminta untuk membaca, mengerti, memahami dan melaksanakan apa saja yang terdapat di AlQur’an sebagai ketentuan Allah 2. Ayat yang tercipta, yaitu segala sesuatu yang diciptakan Allah yang meliputi seluruh alam semesta seperti bumi, langit, bintang, matahari, bulan, tumbuh- 2016 8 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id tumbuhan, binatang dan sebagainya. Semua itu adalah ayat Allah yang wajib dibaca, dipahami dan diteliti oleh manusia. Manusia memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya seijin Allah. Karena itu dalam Al-Qur’an banyak sekali bertebaran ayat yang memerintahkan manusia untuk menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut, yaitu menguasai ilmu. Berkali-kali Al-Qur’an menunjukkan betapa tinggi kedudukan orangorang yang berpengetahuan. Sesungguhnya pula ilmu pengetahuan mesti dipahami dengan cara yang benar, sehingga tidak bertentangan dengan maksud yang diturunkan oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur’an kita diperintahkan untuk mempelajari segenap fenomena alam semesta. Di antara ayat yang terkait dengan hal ini adalah: “Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman” (QS. 16: 79) Ayat ini sebenarnya mengajarkan kepada manusia, bagaimana burung dapat terbang. Manusia yang berpikir akan timbul daya imaginasi, bagaimana seandainya manusia dapat terbang seperti burung. Ilmu pengetahuan modern telah mengantarkan pada ilmu auronotika, yaitu ilmu tentang penerbangan bahkan sampai ke luar angkasa. “Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawanya) di waktu kamu berjalan dan kamu waktu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu)” (QS. 16: 80) Ayat ini mengajarkan kepada manusia bagaimana membangun rumah dengan bahan yang ada di alam dan ringan sifatnya. Selain itu ayat ini mengajarkan kepada manusia tentang bagaimana membuat alat rumah tangga dan perhiasannya. Pada saat ini, ilmu telah berkembang menjadi teknik arsitektur, teknik sipil, desain interior dan seni rupa. 2016 9 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3. Cara Menguasai IPTEK Penguasaan IPTEK membutuhkan cara atau metode untuk mempelajarinya. Pada saat ini telah berkembang banyak metode pembelajaran dalam rangka IPTEK. Beberapa metode pengajaran telah uraikan dalam Al-Qur’an, seperti: QS. Al-Baqarah ayat 31-33, dimana Allah mengajarkan beberapa nama kepada Nabi Adam, hal ini kemudian dikembangkan dengan metode hafalan QS. Al-Alaq ayat 4-5, dimana Allah mengajarkan lewat kalam, hal itu kemudian berkembang menjadi metode menulis dan membaca. QS. Al-Mu’minuun ayat 78, dimana Allah menyuruh manusia untuk menggunakan pendengaran, penglihatan dan hati untuk memperhatikan bukti kebesaran Allah. QS. An-Nahl ayat 79, dimana Allah menyuruh manusia untuk memperhatikan ciptaan Allah. Hal ini kemudian berkembang menjadi metode observasi atau penelitian. 2016 10 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka 1. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama, 1971 2. Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2004 3. Harun Nasution, Islam Rasional, Jakarta: Mizan, 1995 4. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996 5. Nurcholish Madjid, Islam: Pendidikan, Langkah Strategis Mempersiapkan SDM Berkualitas, dalam Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar, Jakarta: Paramadina & Logis Wacana Ilmu, 2001 6. Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam Modern, Jakarta: Graha Ilmu, 2007 2016 11 Pendidikan Agama Islam Rusmulyadi, M.Si. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id