Modul Pendidikan Agama Islam [TM10]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Pendidikan
Agama
Pendidikan dan Kompetensi
Fakultas
Program Studi
Tatap Muka
09
Kode MK
Disusun Oleh
MK90002
Rusmulyadi, M.Si.
Abstract
Kompetensi
Pokok bahasan dalam bab ini
menjelaskan tentang makna
pendidikan dalam Islam dan
pentingnya penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam
rangka penguatan kompetensi umat
Islam.
Tujuan instruksional pembelajaran yang
hendak dicapai adalah agar mahasiswa
mampu memahami dan menjelaskan
perspektif Islam tentang pendidikan dan
perlunya umat Islam untuk
meningkatkan kompetensi diri dalam hal
penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pendidikan dan Kompetensi
1. Perspektif Islam tentang Pendidikan
Pendidikan meliputi keseluruhan tingkah laku manusia yang dlakukan demi
memperoleh kesinambungan, pertahanan dan peningkatan hidup. Dalam bahasa
agama, demi memperoleh ridla atau perkenan Allah. Sehingga keseluruhan tingkah
laku tersebut membentuk keutuhan manusia berbudi luhur (akhlaqul karimah), atas
dasar percaya (iman) kepada Allah dan tanggung jawab pribadi di hari akhirat.
Karena itu pendidikan tidak terbatas hanya kepada pengajaran. Di sinilah peran
penting orang tua dalam mendidik anak dalam kesehariannya.
Karena itu, meskipun ada guru yang dapat bertindak sebagai pendidik, namun peran
mereka tidak akan dapat menggantikan peran orang tua secara sepenuhnya. Peran
orang tua adalah adalah peran tingkah laku, teladan dan pola-pola hubungannya
dengan anak yang dijiwai dan disemangati oleh nilai-nilai keagamaan menyeluruh.
Disinilah lebih-lebih akan terbukti benarnya pepatah “bahasa perbuatan adalah lebih
fasih daripada bahasa ucapan” (lisan-u’l hal-I afshah-u min lisan-il-maqal). Jadi jelas
pendidikan menuntut tindakan percontohan lebih banyak daripada pengajaran
verbal.
Pendidikan dalam Islam, hendaknya berkisar antara dua dimensi hidup, yaitu
penanaman rasa taqwa kepada Allah SWT dan pengembangan rasa kemanusian
kepada sesama. Penanaman taqwa sebagai dimensi pertama hidup ini dimulai
dengan pelaksanaan kewajiban agama berupa ibadah-ibadah. Dan pelaksanaan itu
harus disertai dengan penghayatan yang sedalam-dalamnya akan makna ibadah
tersebut, sehingga ibadah itu tidak dikerjakan semata sebagai ritus formal belaka,
melainkan dengan keinsafan mendala akan fungsi edukatifnya bagi kita.
Nilai taqwa kepada Allah itu kemudian dapat dikembangan dengan menghayati
keagungan dan kebesaran Allah lewat perhatian kepada alam semesta beserta
segala isinya, dan kepada lingkungan sekitar. Sebab menurut Al-Qur’an hanyalah
mereka yang memahami alam sekitar dan menghayati hikmah dan kebesaran yang
terkandung di dalamnya sebagai ciptaan ilahi yang dapat dengan benar-benar
merasakan kehadiran Allah sehingga bertaqwa kepada-Nya. Allah SWT berfirman:
2016
2
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
“Tidakkah engkau perhatikan bahwa Allah menurunkan air dari langit, kemudian
dengan air itu kami hasilkan beraneka buah-buahan dalam berbagai warna. Dan di
gunung pun ada garis-garis putih dan merah dalam berbagai corak warna, juga ada
yang hitam kelam. Demikian pula manusia, binatang melata dan ternak, semuanya
terdiri dari berbagai corak warna. Sesungguhnya yang bertaqwa kepada Allah dari
kalangan para hamba-Nya ialah orang-orang yang berpengetahuan. Sesungguhnya
Allah Maha Mulia dan Maha Pengampun” (QS. Fathir, 35: 27-28).
Dalam ayat itu disebutkan bahwa yang benar-benar bertaqwa dan takut kepada Allah
hanyalah al-‘ulama (para ulama). Al-‘ulama yang dimaksud adalah orang-orang yang
berpengetahuan, yakni mereka yang senantiasa memperhatikan alam raya dan
gejala alam, seperti turunnya hujan dari langit, tumbuhnya tanam-tanaman berkat air
itu dan hasilnya yang terdiri dari bermacam-macam buah-buahan dalam berbagai
warna. Yang dimaksud dengan al-‘ulama dalam ayat itu juga adalah mereka yang
memperhatikan gejala umat manusia dan kehidupan mereka, secara biologis dan
fisik yang bermacam-macam warna, dapat juga secara sosiologis dan cultural yang
terdiri dari berbagai “warna” paham hidup, ideologi dan budaya. Dan akhirnya yang
dimaksud dengan al-‘ulama dalam ayat itu ialah mereka yang memperhatikan,
mempelajari dan meneliti, seluruh dunia flora seperti tersebut di atas.
Dalam Al-Qur’an banyak sekali firman Allah yang bernada perintah atau anjuran agar
manusia memperhatikan alam seperti itu, yang pada pokoknya bertujuan
menginsafkan manusia akan kebesaran dan keagungan Allah. Karena keinsafan itu
merupakan unsur amat penting dalam menumbuh rasa taqwa, maka pendidikan
harus pula meliputi hal-hal yang nota bene diperintahkan Allah dalam Al-Qur’an.
Dalam bahasa Al-Qur’an, dimensi hidup Ketuhanan ini juga disebut jiwa rabbaniyah
(QS. Ali Imran, 3: 79) atau ribbiyah (QS. Ali Imran, 3: 146). Dan jika coba diperinci
apa saja wujud nyata atau substansi jiwa rabbaniyah itu, maka aka didapatkan nilainilai keagamaan pribadi yang amat penting dan harus ditanamkan kepada setiap
anak didik. Kegiatan menanamkan nilai-nilai itulah yang sesungguhnya akan menjadi
inti kegiatan pendidikan. Di antara nilai-nilai yang amat mendasar ialah:
 Iman
Yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Allah. Jadi tidak cukup hanya
percaya kepada adanya Allah, melainkan harus meningkat menjadi sikap
mempercayai kepada adanya Allah dan menaruh kepercayaan kepada-Nya.
2016
3
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
 Islam
Sebagai kelanjutan adanya iman, maka sikap pasrah kepada-Nya (yang
merupakan makna asal perkataan arab “islam”), dengan meyakini bahwa apa
pun yang datang dari Allah tentu mengandung hikmah kebaikan, yang tidak
mungkin diketahui seluruh wujudnya oleh manusia yang dlaif.
 Ihsan
Yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau
berada bersama kita dimana pun kita berada. Oleh karenanya, maka kita harus
berbuat, berlaku dan bertindak menjalankan sesuatu dengan sebaik mungkin dan
penuh rasa tanggung jawab, tidak setengah-setengah dan tidak dengan sikap
sekadarnya saja.
 Taqwa
Yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita, kemudian kita
berusaha berbuat hanya sesuatu yang diridlai Allah, dengan menjauhi atau
menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridlai-Nya.
 Ikhlas
Yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata demi
memperoleh ridla Allah dan bebas dari pamrih lahir dan batin. Tertutup maupun
terbuka. Dengan sikap ikhlas orang akan mampu mencapai tingkat tertinggi nilai
karsa batinnya dan karya lahirnya, baik pribadi maupun sosialnya.
 Tawakkal
Yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah, dengan penuh harapan kepadaNya dan keyakinan bahwa Allah akan kita dalam mencari dan menemukan jalan
yang terbaik. Karena kita beriman kepada Allah, maka tawakkal adalah suatu
kemestian.
 Syukur
Yaitu sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan, dalam hal ini atas segala
nikmat dan karunia Allah yang tak terbilang banyaknya, yang dianugerahkan
Allah kepada kita. Sikap bersyukur sebenarnya sikap optimis kepada hidup ini
dan pandangan senantiasa berpengharapan kepada Allah. Karena itu sikap
2016
4
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
bersyukur kepada Allah adalah sesungguhnya sikap bersyukur kepada diri
sendiri.
 Sabar
Yaitu sikap tabah menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir dan
batin, fisiologis mapun psikologis, karena keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa
kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Jadi sabar adalah
sikap batin yang tumbuh karena kesadaran akan asal dan tujuan hidup, yaitu
Allah SWT.
Pendidikan tidak dapat dipahami sebatas pengajaran. Karena keberhasilan
pendidikan tidak cukup diukur dengan hal-hal yang bersifat kognitif atau
pengetahuan tentang suatu masalah semata. Justru yang lebih penting bagi umat
Islam ialah seberapa jauh tertanam nilai-nilai kemanusian yang mewujud nyata
dalam tingkah laku dan budi pekertinya sehari-hari. Dan perwujudan nyata nilai-nilai
tersebut dalam tingkah laku dan budi pekerti sehari-hari akan melahirkan budi luhur
atau akhlaqul karimah.
Terkait dengan hal tersebut, patut direnungkan sabda Rasul:
“Yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga ialah taqwa kepada Allah
dan keluhuran budi. Tiada sesuatu apapun yang dalam timbangan (nilainya) lebih
berat daripada keluhuran budi”
Keterkaitan yang erat antara taqwa dan budi luhur itu adalah juga makna keterkaitan
antara iman dan amal shaleh, shalat dan zakat, hubungan dengan Allah dan
hubungan dengan sesama manusia. Pendeknya terdapat keterkaitan yang mutlak
antara nilai ketuhanan sebagai dimensi hidup pertaman manusia yang bersifat
vertikal dengan kemanusiaan sebagai dimensi kedua hidup manusia yang bersifat
horizontal.
Nilai-nilai kemanusian yang harus ditanamkan dalam pendidikan di antaranya
adalah:
 Silaturahmi (shilat al-rahm)
Yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara
saudara, kerabat, handai taulan, tetangga dan seterusnya. Di antara sifat utama
Allah adalah kasih sayang (rahm, rahmah). Maka manusia pun harus cinta
2016
5
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kepada sesamanya, agar Allah cinta kepadanya. “Kasihilah kepada orang di
bumi, maka Allah yang ada di langit akan kasih kepadamu”
 Persaudaraan (ukhuwah)
Yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih antara sesama kaum beriman (biasa
disebut ukhuwah islamiyah), seperti disebutkan, dalam Al-Qur’an (surat alHujurat, 49: 10-12), yang intinya ialah hendaknya kita tidak mudah merendahkan
golongan yang lain, kalau-kalau mereka itu lebih baik daripada kita sendiri, tidak
saling menghina, saling mengejek, banyak berprasangka, suka mencari-cari
kesalahan orang lain, dan suka mengumpat (membicarakan keburukan
seseorang yang tidak ada di depan kita).
 Persamaan (al-musawah)
Yaitu pandangan bahwa semua manusia, tanpa memandang jenis kelamin,
kebangsaan atau pun kesukuannya, dan lain-lain, adalah sama dalam harkat dan
martabat. Tinggi rendah manusa hanya ada dalam pandangan Allah yang tahu
kadar ketaqwaan seseorang (QS. Al-Hujurat, 49: 13)
 Adil (adl)
Yaitu wawasan yang seimbang dalam memandang, menilai atau menyikapi
sesuatu atau seseorang, dan seterusnya. Jadi tidak secara apriori menunjukkan
sikap positif atau negative. Sikap kepada sesuatu atau seseorang, dilakukan
hanya setelah mempertimbangkan segala segi tentang sesuatu atau seseorang
tersebut secara jujur dan seimbang, dengan penuh i’tikad baik dan bebas dari
prasangka. Sikap ini disebut juga tengah (wasth) dan Al-Qur’an menyebutkan
kaum beriman dirancang oleh Allah menjadi golongan tengah (ummat wasath)
agar dapat menjadi saksi untuk sekalian umat manusia (QS. Al-Baqarah, 2: 143)
 Baik sangka (husn-uzh-zhann)
Yaitu sikap penuh baik sangka kepada sesama manusia, berdasarkan ajaran
agama bahwa manusia itu pada asal dan hakekat aslinya adalah baik, karena
diciptakan Allah dan dilahirkan atas fithrah atau kejadian asal yang suci.
Sehingga
manusia
itu
pun
pada
hakikat
aslinya
berkecenderungan kepada kebenaran dan kebaikan (hanif).
2016
6
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
adalah
makhluk
 Rendah hati (tawadlu)
Yaitu sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemulian hanya milik
Allah, maka tidak sepantasnya manusia “mengklaim” kemulian itu kecuali dengan
pikiran yang baik dan perbuatan yang baik, yang itu pun hanya Allah yang akan
menilainya (QS. Fathir, 35: 10). Lagi pula, kita harus rendah hati karena “Di atas
setiap orang yang tahu (berilmu) adalah Dia yang Maha Tahu (Maha Berilmu)”
(QS. Yusuf, 12: 76). Apalagi kepada sesama orang beriman, sikap rendah hati
adalah suatu kemestian.
 Tepat janji (al-wafa’)
Salah satu sifat orang yang benar-benar beriman ialah sikap selalu menepati janji
(QS. Al-Baqarah, 2: 177). Dalam masyarakat dengan pola hubungan yang lebih
kompleks dan luas, sikap tepat janji lebih-lebih lagi merupakan unsur budi luhur
yang amat diperlukan dan terpuji.
 Lapang dada (insyirah)
Yaitu sikap penuh kesediaan menghargai orang lain dengan pendapat dan
pandangan-pandangannya.
Sikap
terbuka
dan
toleran
serta
kesediaan
bermusyawarah secara demokratis terkait erat sekali dengan lapang dada ini.
 Dapat dipercaya (al-amanah)
Salah satu konsekuensi iman ialah amanah atau kepribadian diri yang dapat
dipercaya. Amanah sebagai budi luhur adalah lawan dari khianat (khiyanah) yang
amat tercela.
 Perwira (‘iffah atau ta’affuf)
Yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong (jadi tetap rendah hati), dan
tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang
belas kasihan orang lain dan mengharapkan pertolongannya (QS. Al-Baqarah:
273)
 Hemat (qawamiyah)
Yaitu sikap tidak boros (israf) dan tidak pula kikir (qatr) dalam menggunakan
harta, melainkan sedang (qawam) antara keduanya (QS. Al-Furqan, 25: 67).
Orang yang boros digambarkan Al Qur’an sebagai teman setan (QS. al-Isra, 17:
26)
2016
7
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
 Dermawan (al-munfiqun, menjalankan infak)
Yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesedian yang besar untuk menolong
sesama
manusia,
terutama
mereka
yang
kurang
beruntung
dengan
mendermakan sebagian dari harta benda yang dikaruniakan dan diamanatkan
Allah kepada mereka. Sebab manusia tidak akan memperoleh kebaikan sebelum
mendermakan sebagian harta benda yang dicintainya itu (QS. Ali Imran, 3: 17
dan 93).
2. Pendidikan dan Penguasaan IPTEK
Pendidikan sebagai upaya membekali anak dengan didik dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi sudah ada sejak wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad
SAW.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam, Dia mengajar
manusia apa yang tidak diketahuinya” (QS. al-Alaq: 1-5)
Firman Allah tersebut mengajarkan kepada manusia untuk menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi. Perintah pertama adalah ‘iqra yang berarti bacalah,
dimana kata ini terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari kata
menghimpun ini lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami,
meneliti, mengetahui cirri sesuatu, dan membaca teks tertulis maupun tidak (M.
Quraish Shihab, 1996). Jadi ayat ini saja, memerintahkan kita untuk mempelajari
ilmu baik yang diketahui maupun tidak.
Allah memerintahkan umat Islam untuk membaca, meneliti dan mengetahui. Lalu
apa yang harus dibaca, diteliti dan diketahui? Yang harus kit abaca adalah ayat-ayat
Allah, di antaranya:
1. Ayat yang tertulis, yaitu ayat yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Kita diminta untuk
membaca, mengerti, memahami dan melaksanakan apa saja yang terdapat di AlQur’an sebagai ketentuan Allah
2. Ayat yang tercipta, yaitu segala sesuatu yang diciptakan Allah yang meliputi
seluruh alam semesta seperti bumi, langit, bintang, matahari, bulan, tumbuh-
2016
8
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
tumbuhan, binatang dan sebagainya. Semua itu adalah ayat Allah yang wajib
dibaca, dipahami dan diteliti oleh manusia.
Manusia memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya seijin Allah.
Karena itu dalam Al-Qur’an banyak sekali bertebaran ayat yang memerintahkan
manusia untuk menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut, yaitu
menguasai ilmu. Berkali-kali Al-Qur’an menunjukkan betapa tinggi kedudukan orangorang yang berpengetahuan. Sesungguhnya pula ilmu pengetahuan mesti dipahami
dengan cara yang benar, sehingga tidak bertentangan dengan maksud yang
diturunkan oleh Allah SWT.
Dalam Al-Qur’an kita diperintahkan untuk mempelajari segenap fenomena alam
semesta. Di antara ayat yang terkait dengan hal ini adalah:
“Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di
angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi
orang-orang yang beriman” (QS. 16: 79)
Ayat ini sebenarnya mengajarkan kepada manusia, bagaimana burung dapat
terbang. Manusia yang berpikir akan timbul daya imaginasi, bagaimana seandainya
manusia
dapat
terbang
seperti
burung.
Ilmu
pengetahuan
modern
telah
mengantarkan pada ilmu auronotika, yaitu ilmu tentang penerbangan bahkan sampai
ke luar angkasa.
“Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia
menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang
kamu merasa ringan (membawanya) di waktu kamu berjalan dan kamu waktu
bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing,
alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu)”
(QS. 16: 80)
Ayat ini mengajarkan kepada manusia bagaimana membangun rumah dengan
bahan yang ada di alam dan ringan sifatnya. Selain itu ayat ini mengajarkan kepada
manusia tentang bagaimana membuat alat rumah tangga dan perhiasannya. Pada
saat ini, ilmu telah berkembang menjadi teknik arsitektur, teknik sipil, desain interior
dan seni rupa.
2016
9
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Cara Menguasai IPTEK
Penguasaan IPTEK membutuhkan cara atau metode untuk mempelajarinya. Pada
saat ini telah berkembang banyak metode pembelajaran dalam rangka IPTEK.
Beberapa metode pengajaran telah uraikan dalam Al-Qur’an, seperti:
QS. Al-Baqarah ayat 31-33, dimana Allah mengajarkan beberapa nama kepada
Nabi Adam, hal ini kemudian dikembangkan dengan metode hafalan
QS. Al-Alaq ayat 4-5, dimana Allah mengajarkan lewat kalam, hal itu kemudian
berkembang menjadi metode menulis dan membaca.
QS. Al-Mu’minuun ayat 78, dimana Allah menyuruh manusia untuk menggunakan
pendengaran, penglihatan dan hati untuk memperhatikan bukti kebesaran Allah.
QS. An-Nahl ayat 79, dimana Allah menyuruh manusia untuk memperhatikan
ciptaan Allah. Hal ini kemudian berkembang menjadi metode observasi atau
penelitian.
2016
10
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
1. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen
Agama, 1971
2. Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2004
3. Harun Nasution, Islam Rasional, Jakarta: Mizan, 1995
4. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996
5. Nurcholish Madjid, Islam: Pendidikan, Langkah Strategis Mempersiapkan SDM
Berkualitas, dalam Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar, Jakarta:
Paramadina & Logis Wacana Ilmu, 2001
6. Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat
Islam Modern, Jakarta: Graha Ilmu, 2007
2016
11
Pendidikan Agama Islam
Rusmulyadi, M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download