Nama : Maulana N.F.A Tanggal Praktikum : 28 Maret 2016 NIM : 1504592 Tanggal Laporan Judul Praktikum : Pemeriksaan Mikroorganisme dari : 06 April 2016 Makanan Kaleng (Pemeriksaan Mikroorganisme dari kornet, sarden dan buah kaleng). BAB VI PEMBAHASAN Masa simpan makanan kaleng dapat tahan hingga lebih dari 1 (satu) tahun, tetapi apabila dalam kaleng telah mengalami penyok walaupun masa simpan yang tertera dalam kemasan terbilang masih lama atau jenis kerusakan lainnya, harus diwaspadai. Mungkin saja ada mikroorganisme yang masuk ke dalam produk tersebut. Tetapi tidak menutup kemungkinan mikroorganisme dapat tumbuh pada kaleng yang dilihat langsung oleh mata dalam kondisi yang bagus, mungkin saja masih tetap ada mikroorganisme yang tumbuh dalam produk tersebut. Pada praktikum ini, dalam produk sari buah dengan suhu penyimpanan 30°C dan juga dalam kondisi kaleng bagus terdapat 109 (seratus Sembilan) koloni dan 76 (tujuh puluh enam) koloni untuk kondisi yang rusak. Untuk koloni yang dihasilkan pada sari buah dengan kaleng yang rusak, telah mengalami pengenceran sebanyak 5 (lima) kali atau 10-5 sedangkan kaleng normal tidak mengalami pengenceran. Bila dikalikan dengan faktor pengencerannya maka jumlah bakterinya adalah 109 100 = 109, sedangkan untuk kaleng rusak jumlahnya 76 10−5 = 760.000. Sehingga jumlah mikroorganisme pada produk sari buah dengan kondisi kaleng rusak lebih banyak dari pada kaleng normal. Praktikan tidak dapat menyimpulkan secara tepat mikroorganisme yang ada pada sampel-sampel yang telah diuji. Namun, dapat diuraikan beberapa kemungkinan mikroorganisme yang dapat hidup dengan kondisi yang telah praktikan lakukan seperti perlakuan suhu. Lebih jelasnya diuraikan di bawah ini. 6.1. Jenis mikroorganisme yang terdapat dalam makanan kaleng Mikroorganisme yang dapat tumbuh pada produk-produk kaleng secara komersial diantaranya Bacillus stearothermophilus, Clostridium thermosaccharolyticum, dan Desulfotomaculum nigrificans, bakteri tersebut mengandung spora dan termasuk jenis bakteri pembusuk termofil. Bacillus coagulans, Bacillus licheniformis, Clostridium sporogenes, dan Clostridium butyricum, bakteri tersebut termasuk dalam bakteri mesofilik berspora. Bacillus cereus, Clostridium perfringens, dan Clostridium botulinum termasuk jenis bakteri patogen dan menurut jenis suhunya termasuk dalam golongan termofil (Sopandi dan Wardah, 2014, hlm. 64). Jay, Loessner, dan Golden (2005, hlm. 435) berdasarkan pH, mikroorganisme yang dapat tumbuh yang menyebabkan pembusukkan dalam produk makanan yang dikalengkan adalah sebagai berikut: 1. Asam lemah (pH>4.6) Pada kategori ini makanan yang dimaksud adalah daging, hasil laut, susu, dan beberapa beberapa sayuran. Makanan tersebut dirusak oleh jenis termofilik seperti Geobacillus stearothermophilus, dan B. coalugans, menghasilkan sulfide seperi Clostridium nigrificans, dan C. bifermentans, dan atau menghasilkan gas seperti Thermoanaerobacterium thermosaccharolyticum. Kerusakan yang diakibatkan oleh jenis mesofilik yaitu yang disebabkan oleh pembusuk anaerob. Dan kerusakan yang diakibatkan oleh produksi toksin yaitu Clostridium botulinum yang menghasilkan botulinum yang mengakibatkan botulism. 2. Asam (pH 3.7-4.6) Pada kategori ini jenis makanannya adalah tomat, kacang, dan buah ara/tinn. Kerusakan yang diakibatkan oleh jenis termofilik adalah tipe B. coalugans. Jenis mesofilik adalah P. polymyxa, P. macerans, Thermoanaerobacterium C. pasteurianum, thermosaccharolyticum, C. butryicum, lactobacilli, dan lain-lain. 3. Asam kuat (pH<4.0) Jenis makanannya adalah buah-buahan dan produk sayuran seperi sauerkraut, pickles, dan forth. Biasanya jenis makanan tersebut dirusak oleh mesofil tidak berspora yaitu kapang, jamur, Alicyclobacillus spp., dan atau bakteri asam laktat, dan jamur Byssochlamys. Jay, Loessner, dan Golden (2005, hlm. 436) karakteristik organisme yang dapat ditemukan dalam produk pangan yang dikalengkan adalah sebagai berikut: 1. 2. Organisme mesofilik a. Anaerob pembusuk. b. Anaerob butirat. c. Rasa asam. d. Lactobacilli. e. Kapang. f. Jamur. Organisme termofilik a. Anaerob termofilik memproduksi sulfide b. Flat-four spores (berspora datar) c. Termofilik anaerob tidak memproduksi sulfide. Jay, Loessner, dan Golden (2005, hlm. 437) berikut merupakan kondisi pembusukan yang diakibatkan oleh mikroorganisme pada kondisi asam dan rendah asam pada produk kaleng. 6.2. Kerusakan yang terjadi dalam makanan kaleng oleh mikroorganisme Jenis bakteri pembusuk termofil, umumnya berasal dari tanah dan air yang digunakan untuk blansing. Bakteri tersebut tidak akan bermigrasi, tumbuh dan menyebabkan kerusakan pada pangan ketika disimpan pada suhu yang lebih rendah dari 30°C. Spora akan bermigrasi ketika produk kaleng tersebut disimpan pada suhu lebih tinggi dari 40°C. Kondisi tersebut berlaku untuk jenis bakteri mesofil, dan untuk spora dari jenis termofil dapat berada dalam produk pangan yang dikalengkan dan dipanaskan pada suhu lebih rendah dari 100°C (Sopandi dan Wardah, 2014, hlm. 64). Bacillus coagulans dapat bermigrasi, tumbuh, dan menyebabkan kerusakan pangan yang dikalengkan, sehingga pangan tersebut mempunyai pH rendah, terutama pada produk tomat. Sebaliknya, Staphylococcus aureus akan bermigrasi, tumbuh, dan menyebabkan keracunan makanan bila dikonsumsi, dan memiliki pH yang tinggi. Indikator yang dapat digunakan untuk menentukan kondisi bahan pangan yang dikemas (Afrianto, 2008, hlm. 272-273) adalah sebagai berikut: 1. Flat sour, kaleng tidak cembung, tetapi isinya sangat asam; 2. Flipper, kaleng terlihat normal, namun akan cembung kea rah yang berlawanan; 3. Springer, salah satu ujung datar, sedangkan ujung lainnya cembung; 4. Swell (cembung), dibedakan menjadi soft swell dan hard swell karena adanya bakteri yang menghasilkan gas. Berikut merupakan ciri-ciri yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pada kornet menurut Astawan (dalam Savitri, dkk, 2014): 1. Flat sour Flat sour merupakan kondisi terjadinya kerusakan karena akibat aktivitas mikroba tanpa memproduksi gas, dan memberikan cita rasa yang asam dengan kondisi kaleng yang baik atau tidak terjadi penggembungan. Hal tersebut terjadi karena proses sterilisasi yang tidak baik. 2. Penggembungan kaleng (swells) Penggembungan kaleng terjadi akibat adanya aktivitas mikroba yang dapat memproduksi gas sehingga kaleng kelebihan muatan yang menyebabkan terjadi penggembungan. 3. Stack burn Stack burn terjadi akibat pendinginan yang tidak sempurna. Sehingga produknya menjadi lunak, berwarna gelap, dan tidak layak untuk dikonsumsi. 4. Kaleng yang penyok Kaleng yang penyok akan memberikan celah walaupun tidak kasat mata terlihat, sehingga memberi kesempatan mikroba untuk masuk. Penyok terjadi karena adanya benturan secara mekanis pada saat proses pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan sebagainya. 5. Kaleng yang bocor dan berkarat Kebocoran kaleng dapat disebabkan oleh proses pengalengan yang kurang baik, atau dapat tertusuk oleh benda-benda tajam pada saat penyimpanan atau pengangkutan. Kaleng bentuk oval jarang mengalami kerusakan bila dibandingkan dengan kaleng berbentuk silinder. Kaleng yang berkarat mencerminkan bahwa produk telah lama diproduksi atau disimpan pada tempat yang kurang tepat terutama pada kondisi yang lembap. BAB VII KESIMPULAN Praktikum yang telah dilaksanakan dan penguraian dalam pembasan praktikan menyimpulkan, bahwa: 1. Mikroorganisme yang terdapat pada makanan kaleng secara garis besarnya dapat ditumbuhi bakteri B. coalugans, Clostridium stearothermophilus, bifermentans Thermoanaerobacterium Clostridium botulinum. pasteurianum, asam seperti kuat C. polymyxa, P. butryicum, lactobacilli, dan yang nigrificans, C. thermosaccharolyticum P. mikroorganisme Geobacillus dapat macerans, lain-lain. tumbuh pada C. Dalam produk makanan yang dikalengkan yaitu jamur contohnya Byssochlamys dan kapang. 2. Kerusakan dikalengkan yang dapat terjadi dilihat dalam secara produk langsung makanan dari yang penampakkan kaleng luarnya, dan ada pula yang tidak terlihat secara langsung kerusakan produk tersebut, karena beberapa mikroorganisme tidak mengeluarkan hasil respirasinya ketika tumbuh. Untuk produk makanan yang dikalengkan rusak akan merubah dari rasa, rasa yang ditimbulkan menjadi asam, dan dapat pula tidak berasa, tergantung produk yang dikalengkan. Beberapa mikroorganisme dapat pula menjadi penyebab keracuanan makanan dan infeksi bila dikonsumsi, seperti Clostridium botulinum toksin botulinum yang mengakibatkan botulism. yang menghasilkan DAFTAR PUSTAKA Afrianto, dkk. (2008). Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan. Jilid dua. Jakarta: Depdiknas. Jay, J. Loessner, M. dan Golden, D. (2005). Modern Food Microbiology. Edisi ketujuh. New York: Springer. Savitri, R, dkk. (2014). Potensi Komoditi Daging Sebagai Bahan Agroindustri yang Mengandung Lemak. Malang: Universitas Brawijaya Sopandi, T. dan Wardah. (2014). Mikrobiologi Pangan Teori dan Praktik. Yogyakarta: Andi.