Pemeriksaan Mikroorganisme pada Minuman dan Makanan Kaleng Makanan kaleng adalah makanan yang diawetkan dengan pemanasan di dalam wadah yang tertutup secara hermetis. Pengepakan secara hermetis mencegah masuknya gas atau mikroorganisme ke dalam kaleng sehingga mencegah kontaminasi dari luar setelah kaleng ditutup tetap hermetis atau kaleng bocor (Fardiaz, 1992). Menurut Tatang Sopandi dan Wardah (2014) pangan yang dikalengkan adalah pangan yang dikemas dalam wadah kaleng tertutup dan diberi perlakuan panas tinggi. Pangan yang dikalengkan untuk memperoleh sterilisasi komersial dapat mengandung spora bakteri yang pada umumnya berasal dari tanah dan air yang digunakan untuk blansing. Pengalengan adalah proses menyimpan dalam wadah yang ditutupi rapat sehingga udara, zat lain dan organisme perusak atau pembusuk tidak dapat masuk. Makanan yang sudah dikalengakan lalu dipanaskan pada suhu tertentu dan pada waktu yang bertetapan agar bakteri, jamur tidak dapat hidup. Dengan demikian makanan yang disimpan dalam kaleng tersebut tidak mengalami proses pembusukan (Syarif dan Hariadi, 1992). Pangan yang mempunyai pH 4,6 dan dipanaskan dapat mematikan spora bakteri patogen. Namun, spora beberapa bakteri yang mempunyai daya tahan panas lebih tinggi dari C. Botolinum dapat bertahan hidup jika pemanasan tidak tepat. Pangan kalengan disebut steril secara komersial karena bebas dari organisme hidup. Spora yang bertahan hidup pada perlakuan panas tinggi dapat bergermanasi pada suhu 43oC atau lebih tinggi. Walaupun pH rendah dapat menghambat germinasi spora dan pertumbuhan C. Botolinum, spora bakteri asidurik termofilik dapat bergerminasi dan tumbuh ketika produk disimpan pada suhu yang hangat (Tatang Sopandi & Wardah, 2014). Menurut Tatang Sopandi dan Wardah (2014) terdapat 3 kerusakan pangan kalengan oleh mikroba, yaitu: 1. Pendinginan yang tidak cukup baik setelah pemanasan atau penyimpaan suhu tinggi menyebabkan germinasi dan pertumbuhan spora bakteri termofilik. 2. Pemanasan tidak cukup baik setelah pemanasan atau penyimpanan suhu tinggi menyebabkan germinasi baik sehingga mikroorganisme termofilik bertahan hidup dan tumbuh. 3. Kebocoran kaleng pengemas yang menyebabakan mikroba kontaminan masuk ke dalam pangan setelah pemansan dan melakukan pertumbuhan. Perlakuan panas, khususnya pada suhu internal 160oF atau lebih tinggi dapat membunuh kebanyakan mikroorganisme, kecuali beberapa bakteri termofil termasuk Micrococcus, dan beberapa Enterococcus, dan mungkin beberapa Lactobacillus, spora Bacillus, dan Clostridium (Tatang Sopandi & Wardah, 2014). Selama masa penyimpanan dalam kemasan hampa udara atau kemasan dengan modifikasi atmosfer, populasi bakteri akan meningkat dan berpengaruh terhadapmasa simpan dan kemamanan produk tersebut. Hal tersebut diperburuk oleh fluktuasi suhu penyimpanan dan kadar lemak produk endah, pH tinggi, dan aktivitas air (aw) tinggi. Menurut (Tatang Sopandi & Wardah (2014) minuman ringan adalah minuman yang tidak beralkohol,mengandung pemanis, asam, penambha flavor, pewarna, pengemulsi, dan pengawet. Beberapa minuman dari jus buah berkarbonasi maupun tidak berkarbonasi memiliki pH 2,5-4,0. Minuman ringan dapat mengandung berbagai jenis mikroorganisme mikroorganisme. Asidurik seperti kapang, khamir,bakteri asam alktat, dan asam asetat yang dapat tumbuh. Mikrorganisme pada minuman ringan pada umunya berasal dari lingkungan dan peralatan pengolahan. Beberapa bakteri patogen seperti bakteri Salmonella spp. dan E. Coli yang toleran terhadap asam dapat ditemukan dalam jus jeruk dan apel yang disimpan selama 30 hari. Flora indigenous, terutama Flavobacterium, Alcaligenes, Micrococcus, dan beberapa Pseudomonas dapat mengontaminasi dari luar air botol atau kaelng minuman, terutama pada kondisi sanitasi yang buruk (Tatang Sopandi & Wardah, 2014). Pada praktikum ini digunakan sampel sarden, kornet, dan yeos leci baik sampel yang bagus maupun yang sudah rusak untuk menguji mikroorganisme yang terdapat pada makanan dan minuman kaleng. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui kandungan bakteri pada makanan dan minuman kaleng. Selain itu, hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kerusakan mikroorganisme yang mungkin terjadi pada makanan kaleng. Pada praktikum ini digunakan suhu inkubasi yang berbeda, yaitu pada suhu 30oC dan 50oC. Adapun pada suhu indukabasi 30oC dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa pada sampel sarden rusak terdapat 15 koloni bakteri dan pada sampel sarden bagus terdapat 5 koloni. Sampel kornet rusak terdapat 13 koloni dan sampel kornet bagus terdapat 253 koloni. Sedangan pada sampel yeos leci rusak 76 koloni dan sampel yeos leci rusak terdapat 109 koloni. Inkubasi pada suhu 50oC yang dilakukan pada sampel yang sama hasilnya pada sampel sarden rusak 2 koloni dan sarden bagus 1 koloni. Kemudian pada sampel kornet rusak maupun bagus tidakterdapat koloni yang tumbuh. Terahir pada sampel yeos leci rusak pterdapat 4 koloni dan yeos leci bagus tidak terdapat koloni yang tumbuh. Adanya oloni bakteri yang tumbuh pada beberapa sampel bak itu pada sampel rusak dan bagus pada indukasi dengan suhu 30oC dan 50oC menandakan masih adanya kontaminan yang masuk pada makanan dan minuman. Sumber kontaminasi tersebut dapat berasal dari air dan alat yang digunakan maupun sanitasi yang buruk. Higienitas yang kurang pada proses penglahan makanan dan minuman kaleng juga dapat menjadi salah satu faktor masih adanya bakteri yang hidup bapa makanan dan minuman kaleng. KESIMPULAN 1. Makanan dan minumana kaleng adalah pangan yang dikemas dengan kemasan kaleng dan hampa udara dengan tujuan untuk mengawetkan atau meningkatkan masa simpan makanan dan minuman kaleng tersebut. 2. pH minuman kaleng pada umunya memiliki pH yang rendah, namun bakteri yang toleran terhadap pH rendah masih mungkin untuk tumbuh. 3. Makanan dan minuman kaleng dapat mengalami kontaminasi dari ari dan alat yang digunakan dalam proses produksi serta dari sanitasi yang buruk. DAFTAR PUSTAKA Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan. IPB Press, Bogor. Sopandi, T dan Wardah. 2014. Mikrobiologi Pangan [Teori dan Praktik]. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Syarif, R dan Hariadi, H. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta