MODUL PERKULIAHAN TEORI KOMUNIKASI Teori-Teori Komunikasi Interpretif dan Kritis Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Advertising &MarketingCommunications Tatap Muka 13 Kode MK Disusun Oleh 85004 Sugihantoro, S.Sos, M.Ikom Abstract Kompetensi Modul ini membahas mengenai teori- Setelah mempelajari modul ini teori komunikasi intrpretif dan kritis yang diharapkan mahasiswa memahami terdiri dari komunikasi interpretif, mengenai teori-teori komunikasi fenomenologi, interaksionalisme intrpretif dan kritis yang terdiri dari teori simbolik, dan dramaturgis.. komunikasi Interpretif, fenomenologi, interaksionalisme simbolik dan dramaturgis.. Teori-Teori Komunikasi Intepretif 1.1. Fenomenologi Berdasarkan uraian Littlejohn & Foss (2009:57), teori-teori dalam tradisi fenomenologis berasumsi bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasi pengalamanpengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya. Tradisi ini memperhatikan pada pengalaman sadar seseorang. Pernahkah Anda terlentang pada malam hari dan menatap bintang-bintang dari tempat yang benar-benar gelap? Pada masa kanak-kanak, hampir semua orang mulai bertanya tentang pertanyaan-pertanyaan kosmologis ketika mereka memandang langit dan memikirkan luasnya jagat raya. Cahaya, kecepatan, waktu, kejadian, energi, pergerakan, dan jarak, ada untuk kita ketahui dengan melihat ke langit malam serta kita dengan sadar memikirkan makna semuanya. Mungkin kita dapat memperluas pengalaman kita dengan menggunakan teleskop, melihat gambar dengan bantuan hubble space telescope, serta membandingkan jarak dan waktu berdasarkan astronomi dengan benda-benda yang lebih dekat dengan rumah. Proses mengetahui dengan pengalaman langsung merupakan wilayah kajian fenomenologis. Gagasan Utama dari Tradisi Fenomenologis Menurut penjelasan Littlejohn & Foss (2009:57), istilah phenomenon mengacu pada kemunculan sebuah benda, kejadian, atau kondisi yang dilihat. Oleh karena itu, fenomenologis merupakan cara yang digunakan manusia untuk memahami dunia melalui pengalaman langsung. Anda hendak mengetahui sesuatu dengan sadar menganalisis serta menguji persepsi dan perasaan Anda tentangnya. Maurice Merleau-Ponty; pakar dalam tradisi ini menuliskan bahwa “semua pengetahuan akan dunia, bahkan pengetahuan ilmiah saya, diperoleh dari pengalaman akan dunia.” Dengan demikian, fenomenologi membuat pengalaman nyata sebagai data pokok sebuah realitas. Semua yang dapat Anda ketahui adalah apa yang Anda alami. “Fenomenologi berarti membiarkan segala sesuatu menjadi jelas sebagaimana adanya. Jika Anda ingin mengetahui apa arti cinta, maka Anda jangan bertanya kepada ahli psikologi. Anda harus berpegang pada pengalaman Anda tentang cinta. Stanley Deetz menyimpulkan tiga prinsip dasar fenomenologi antara lain: 1) Pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar – kita akan mengetahui dunia ketika kita berhubungan dengannya. 2) Makna benda terdiri atas kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Dengan kata lain, bagaimana Anda berhubungan dengan benda menentukan maknanya bagi 2016 2 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Anda. Sebagai contoh, Anda akan mengambil kajian teori komunikasi dengan serius sebagai pengalaman di bidang pendidikan ketika Anda mengalaminya sebagai sesuatu yang akan memberikan pengaruh positif pada kehidupan Anda. 3) Bahwa bahasa merupakan kendaraan makna. Kita mengalami dunia melalui bahasa yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia itu. Kita mengetahui kunci karena bahasa yang kita hubungkan dengan “menutup,” “membuka,” “besi,” “besi,” dan sebagainya. Proses interpretasi penting bagi kebanyakan pemikiran fenomenologis. Interpretasi terkadang dikenal dalam istilah bahasa Jerman dengan verstchen (pemahaman), merupakan proses menentukan makna dengan pengalaman. Dalam tradisi semiotik, interpretasi dianggap terpisah dari realitas, tetapi dalam fenomenologi, interpretasi biasanya membentuk apa yang nyata bagi seseorang. Anda tidak dapat memisahkan realitas dari interpretasi. Interpretasi merupakan proses aktif pikiran dan tindakan kreatif dalam mengklarifikasi pengalaman pribadi. Interpretasi melibatkan maju mundur antara mengalami suatu kejadian atau situasi dan menentukan maknanya, bergerak dari yang khusus ke yang umum dan kembali lagi ke yang khusus, dikenal dengan istilah hermeneutic circle. Kita membuat interpretasi akan sebuah kejadian atau pengalaman serta kemudian menguji interpretasi tersebut dan sekali lagi melihat dengan cermat pada detail kejadian – proses berkelanjutan dalam memperbaiki makna kita. Misalnya seseorang wanita yang memiliki hubungan yang cukup kuat dengan ayahnya. Pengalaman itu membentuk dasar pemahamannya tentang hubungan dengan laki-laki. Interpretasi ini mungkin akan berlanjut silih berganti dalam kehidupan ketika ia terus bolak-balik antara mengalami hubungan dan menginterpretasikannya secara jelas dengan pengalaman baru. Keragaman dalam Tradisi Fenomenologis Menurut Littlejohn & Foss (2009:58), tiga kajian pemikiranumum membentuk beberapa tradisi fenomenologis; 1) Fenomenologi klasik 2) Fenomenologi persepsi 3) Fenomenologi hermeneutik Fenomenologi klasik biasany dihubungkan dengan Edmund Husserl, pendiri fenomenologi modern. Husserl yang menulis selama pertengahan abad-20, berusaha mengembangkan metode yang meyakinkan kebenaran melalui kesadaran yang terfokus. Baginya, kebenaran dapat diyakinkan melalui pengalaman langsung dengan catatan kita 2016 3 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id harus disiplin dalam mengalami segala sesuatu. Hanya melalui perhatian sadaralah kebenaran dapat diketahui. Agar dapat mencapai kebenaran melalui perhatian sadar, bagaimana juga, kita harus mengesampingkan atau mengurungkan kebiasaan kita. Kita harus menyingkirkan kategori-kategori pemikiran dan kebiasaan-kebiasaan dalam melihat segala sesuatu agar dapat mengalami sesuatu dengan sebenar-benarnya. Dalam hal ini, benda-benda di dunia menghadirkan dirinya pada kesadaran kita. Pendekatan Husserl dalam fenomenologis sangat obyektif; dunia dapat dialami tanpa harus membawa kategori pribadi seseorang agar terpusat pada proses. Masih berdasarkan uraian Littlejohn & Foss (2009:58), bertentangan dengan Husserl, pada ahli (fenomenologi saat ini menganut ide bahwa pengalaman itu subyektif bukan obyektif dan percaya bahwa subyektivitas merupakan bentuk penting sebuah pengetahuan. Maurice Merleau Ponty, tokoh penting dalam tradisi kedua ini, dihubungkan dengan apayang disebut dengan fenomenologi persepsi – sebuah reaksi yang menentang obyektivitas sempit milik Husserl? Baginya, manusia merupakan sosok gabungan antara fisik dan mental yang menciptakan makna di dunia. Kita mengetahui sesuatu hanya melalui hubungan pribadi kita dengan benda tersebut. Sebagai manusia, kita dipengaruhi oleh dunia, tetapi kita juga mempengaruhi dunia dengan bagaimana kita mengalaminya. Baginya lagi, segala sesuatu tidak ada dengan sendirinya dab terpisah dari bagaimana semuanya diketahui. Agaknya, manusia memberikan makna pada benda-benda di dunia, sehingga pengalaman fenomenologis apa pun tentunya subyektif. Jadi, terdapat dialog antara manusia sebagai penafsir dan benda yang mereka tafsirkan. Cabang yang ketiga, fenomenologis hermeneutik, agak mirip dengan yang kedua, tetapi tradisinya lebih luas dalam bentuk penerapan yang lebih lengkap pada komunikasi. Fenomenologi hermeneutik dihubungkan dengan Marin Heidegger, utamanya dikenal karena karyanya dalam philosophical hermeneutik (nama alternatif bagi pergerakannya). Fisolosinya juga dikenal dengan hermeneutic of dasein yang berarti interpretasi keberadaan. Hal yang paling penting bagi Heidegger adalah pengalaman alami yang tidak terelakkan terjadi dengan hanya tinggal di dunia. Baginya, realitas sesuatu itu tidak diketahui dengan analisis yang cermat atau pengurangan, melainkan oleh pengalaman alami yang diciptakan oleh penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Sesuatu yang nyata adalah apa yang dialami melalui penggunaan bahasa dalam konteksnya; “kata-kata dan bahasa bukanlah bungkusan yang didalamnya segala sesuatu dimasukkan demi keuntungan bagi yang menulis dan berbicara. Akan tetapi, dalam kata dan bahasa, segala sesuatunya ada. Komunikasi merupakan kendaraan yang menentukan makna berdasarkan pengalaman. Ketika berkomunikasi, Anda mencari cara-cara baru dalam melihat dunia – pidato Anda mempengaruhi pikiran Anda dan nantinya makna baru tercipta oleh pikiran itu. Bahasa dimasukkan 2016 4 bersama dengan Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom makna dan secara Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id terus-menerus mempengaruhi pengalaman kita akan kejadian dan situasi. Konsekuensinya tradisi fenomenologi ini – yang menyatukan pengalaman dengan interaksi bahasa dan sosial – tentunya sesuai dengan kajian komunikasi. Bagi kebanyakan ahli, tradisi fenomenologis itu naif. Bagi mereka, kehidupan dibentuk oleh kekuatan-kekuatan yang kompleks dan saling berhubungan, hanya beberapa di antaranya saja dapat diketahui dengan sadar pada satu waktu, Anda tidak dapat menginterpretasi sesuatu dengan sadar hanya dengan melihat dan memikirkannya. Pemahaman yang sesungguhnya datang dari analisis yang cermat terhadap sistem efek. Pada bagian selanjutnya, kita akan membahas tradisi yang umumnya dihubungkan dengan bentuk teori ini. 1.2. Interaksionalisme Simbolik Berdasarkan uraian Rohim (2009:75), teori interaksi simbolik berinduk pada perspektif fenomenologis. Istilah fenomenologis, menurut Natanson, merupakan satu istilah generik yang merujuk pada semua pandangan ilmu sosial yang menganggap kesadaran manusia dan makna obyektifnya sebagai titik sentral untuk memperoleh pengertian atas tindakan manusia dalam sosial masyarakat. Pada tahun 1950-an dan 1960-an perspektif fenomenologis mengalami kemunduran. Surutnya perspektif fenomenologis memberi kemungkinan bagi para ilmuwan untuk memunculkan teori baru dalam bidang ilmu sosial. Kemudian muncullah teori interaksi simbolik yang segera mendapat tempat utama dan mengalami perkembangan pesat hingga saat ini. Max Weber adalah orang yang turut berjasa besar dalam memunculkan teori interaksi simbolik. Beliau pertama kali mendefinisikan tindakan sosial sebagai sebuah perilaku manusia pada saat individu memberikan suatu makna subyektif terhadap perilaku yang ada. Sebuah tindakan bermakna sosial manakala tindakan tersebut timbul dan berasal dari kesadaran subyektif dan mengandung makna intersubyektif. Artinya, terkait dengan orang di luar dirinya. Teori interaksi simbolik dipengaruhi oleh struktur sosial yang membentuk atau menyebabkan perilaku tertentu yang kemudian membentuk simbolisasi dalam interaksi sosial masyarakat. Teori interaksi simbolik menuntut setiap individu mesti proaktif, refleksif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang unik, rumit dan sulit diinterpretasikan. Teori interaksi simbolik menekankan dua hal: 1) Manusia dalam masyarakat tidak pernah lepas dari interaksi sosial 2) Bahwa interaksi dalam masyarakat mewujudkan dalam simbol-simbol tertentu yang sifatnya cenderung dinamis. Pada dasarnya teori interaksi simbolik berakar dan berfokus pada hakikat manusia adalah makluk relasional. Setiap individu pasti terlibat relasi dengan sesamanya. Tidaklah 2016 5 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id mengherankan bila kemudian teori interaksi simbolik mengedepankan bila dibandingkan dengan teori-teori lainnya. Alasannya adalah diri manusia muncul dalam dan melalui interaksi dengan yang di luar dirinya. Interaksi itu sendiri membutuhkan simbol-simbol tertentu. Simbol itu biasanya disepakati bersama dalam skala kecil ataupun skala besar. Simbol misalnya bahasa, tulisan dan simbol lainnya yang dipakai, bersifat dinamis dan unik Keunikan dan dinamika simbol dalam proses interaksi sosial menuntut manusia harus lebih kritis, aktif dan kreatif dalam menginterpretasikan simbol-simbol yang muncul dalam interaksi sosial. Penafsiran yang tepat atas simbol tersebut turut menentukan arah perkembangan manusia dan lingkungan. Sebaliknya, penafsiran yang keliru atas simbol dapat menjadi petaka bagi hidup manusia dan lingkungannya. Keterbukaan individu dalam mengungkapkan dirinya merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam interaksi simbolik. Hal-hal lainnya yang juga perlu diperhatikan ialah pemakaian simbol yang baik dan benar sehingga tidak menimbulkan kerancuan interpretasi. Setiap subyek mesti memperlakukan individu lainnya sebagai subyek dan bukan obyek. Segala bentuk apriori mesti dihindari dalam menginterpretasikan simbol yang ada. Ini penting supaya unsur subyektif dapat diminimalisasi sejauh mungkin. Pada akhirnya interaksi melalui simbol yang baik, benar dan dipahami secara utuh akan membidani lahirnya berbagai kebaikan dalam hidup manusia. Awal perkembangan interaksionalisme simbolik dapat dibagi menjadi dua aliran / mazhab, yaitu aliran/mazhab Chicago yang dipelopori oleh Herbert Blumer, melanjutkan penelitian yang dilakukan George Herbert Mead. Blumer menyakini bahwa studi manusia tidak bisa diiselenggarakan dalam cara yang sama dari ketika studi tentang benda mati. Peneliti perlu mencoba empati dengan pokok materi, masuk pengalamannya dan usaha untuk memahami nilai dari tiap orang. Blumer dan pengikutnya menghindarkan kuantitatif dan pendekatan ilmuah dan menekankan riwayat hidup, autobiografi, studi kasus, buku harian, surat dan nondirective interview. Blumer terutama sekali menekankan pentingnya pengamatan peserta dalam studi komunikasi. Lebih lanjut, tradisi Chicago melihat orang-orang sebagai kreatif, inovatif, dalam situasi yang tidak dapat diramalkan. Masyarakat dan diri dipandang sebagai proses, yang bukan struktur untuk membekukan proses adalah untuk menghilangkan intisari hubungan sosial. Tradisi yang kedua aliran/mazhab Iowa mengabil lebih dari satu pendekatan ilmiah. Manford Kuhn dan Carl Dipan, apra pemimpinnya, percaya konsep interactionist itu bisa diterapkan. Walaupun Kuhn menerima ajaran dasar interaksionalisme simbolik, ia berargumentasi bahwa metode sasaran jadilah lebih penuh keberhasilan dibanding “yang lembut” metode yang dipekerjakan oleh Blumer. Salah satu karya Kuhn adalah suatu teknik pengukuran yang terkenal dengan sebutan twenty staement test. 2016 6 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1.3. Dramaturgis Istilah dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan. Dramaturgi dicetuskan oleh Erving Goffman pada tahun 1959 yang termuat dalam karyanya berjudul Presentation of Selt in Eveyday Life. Menurut Littlejohn dan Foss (2009:127), Erving Goffman, salah satu pakar sosiologi yang terkenal pada abad ke-20 menggunakan sebuah metafora dramatis untuk menjelaskan bagaimaan para pelaku komunikasi menghadirkan dirinya. Susunan sehari-hari dipandang sebagai sebuah tahapan dan manusia dianggap sebagai para pemain yang menggunakan performa untuk mengesankan penonton. Ketika kita memasuki situasi apapun, maka kita menghadirkan sebuah presentasi atau performa - kita harus memutuskan bagaimana menempatkan diri, apa yang harus dikatakan, dan bagaimana harusnya kita bertindak. Goffman memulai dengan anggapan bahwa seseorang harus memahami kejadian yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Interpretasi sebuah situasi merupakan definisi dari situasi tersebut. Ketika kita memasuki sebuah situaasi, kita cenderung menanyakan pertanyaan mental. Apa yang akan terjadi di sini. Jawaban kita mendasari sebuah pengertian dari situasi tersebut. Sering kali pengertian yang pertama tidak cukup dan tidak mungkin diperlukan sebuah pembacaan ulang, seperti dalam kasus lelucon praktis, yaitu sebuah kesalahan, kesalahpahaman, atau bahkan kebohongan. Definisi sebuah situasi dapat dibagi ke dalam bentuk-bentuk kepingan dan kerangka. Sebuah kepingan adalah sebuah rangkaian kegiatan seperti membuka lemari pendingin, mengambil susu, menuangkannya ke gelas, meminumnya, dan meletakkan gelas ke tempat cuci piring. Kerangka adalah sebuah pola organisasional dasar yang digunakan untuk menjelaskan kepingan. Misalnya kepingan kegiatan yang dituliskan mungkin akan dibentuk kerangka sebagai “meminum susu.” Analis kerangka juga terdiri dari menentukan bagaimana individu mengatu dan memahami perilaku mereka dalam sebuah situasi. Kerangka memungkinkan kita untuk mengenali dan memahami kejadian yang berarti, yaitu memberikan pengertian terhadap kegiatan kehidupan yang terus berlangsung. Sebuah kerangka kerja alam adalah sebuah kejadian alam yang harus bisa kita harus atasi, misalnya angin topan. Sebaliknya sebuah kerangka kerja sosial dipandang sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan dan dihasilkan oleh kecerdasan - seperti bermaksud untuk makan. Dua jenis kerangka kerja ini saling berhubungan karena makhluk-makhluk sosial bertindak dan selanjutnya dipengaruhi oleh ketentuan alam. 2016 7 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Selanjutnya, kerangka kerja merupakan model yang kita gunakan untuk memahami pengalaman kita seperti cara kita melihat sebuah kesatuan yang saling berhubungan. Sebuah kerangka kerja utama merupakan sebuah satuan organisasional dasar, seperti berbicara, makan, dan berpakaian, tetapi kerangka utama bisa diubah atau diganti menjadi kerangka kerja sekunder. Dalam kerangka kerja sekunder, prinsip organisasional dasar dari kerangka kerja utama digunakan untuk memenuhi bagian-bagian terakhir yang berbeda. Misalnya suatu pertandingan adalah sebuah kerangka kerja sekunder yang dibentuk setelah kerangka kerja pertama dari sebuah pertarungan atau kompetisi. Sebagian besar dari apa yang terjadi dalam kehidupan sosial manusia memiliki lapiran-lapisan pengertian dibalik tindakan dasar yang diambil. Oleh karena itu, makan dan minum kerakgna kerja utama dalam bertahan hidup, lebih sering daripada tidak, diubah ketika kita menyusun sebuah makan malam saat liburan atau pergi minum setelah pulang kerja ke dalam sebuah kerangka kerja ketika bergaul dengan teman sekerja dalam tujuan utamanya. Kegiatan komunikasi layaknya semua kegiatan, dipandang dalam konteks analisis kerangka. Sebuah perjumpaan muka terjadi ketika manusia saling berinteraksi dalam sebuah cara yang terfokus. Dalam sebuah perjumpaan muka, kita memiliki sebuah fokus tunggal tentang perhatian dan sebuah kegiatan mutual yang dirasakan. Dalam interaksi yang tidak terfokus di sebuah tempat umum, kita mengakui kehadiran orang lain tanpa terlalu memperhatikan. Misalnya, hal ini terjadi ketika kita sedang mengantri atau menunggu di halte bus. Dalam situasi yang tidak terfokus tersebut, kita dapat dengan mudah terlibat dalam sebuah pertemuan yang dapat dimulai ketika ada orang lain dalam antrian atau salah seorang penumpang membuka percakapan. Ketika sebuah pertemuan dimulai, ada sebuah kesepakatan bersama untuk meneruskan pertemuan hingga akhir. Pertemuan muka baik verbal maupun non verbal serta isyarat yang ditunjukannya, penting dalam menandai sifat hubungan sama seperti sebah makna bersama dari situasi tersebut. Orang-orang dalam pertemuan muka saling bergantingan jika menghadirkan drama. Menurut Goffman, jika kita membaca cerita, maka kita terlibat dalam penggambaran dramatis untuk menghadirkan sebuah pandangan khusus tentang diri sendiri. Dalam menghadapi orang lain, kita menghadirkan karakter khusus kepada pendengar, layaknya dalam sebuah drama seorang actor yang memainkan sebuah peran khusus. Jika kerangka yang kita tawarkan diteirma, maka pendengar kita menerima karakterisasi yang kita berikan. Goffman yakin bahwa diri sendiri secara harfiah ditentukan oleh dramatisasi ini. Kita hanay perlu memikirkan situasi saat kita memproyeksikan gambaran tertentu dari diri kita. Kita mungkin berkelakukan berbeda kepada sahabat dan orang tua kita, serta tidak mungkin diri yang kita hadirkan kepada pengajar adalah hal yang sama yang kita hadirkan dalam sebuah pesta. Dalam sebagian besar situasi di mana kita berpartisipasi, kita memutuskan 2016 8 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sebuah peran dan melakukannya, memilih karakter yang menurut kita paling sesuai dengan adegannya dan memfasilitasi pencapaian tujuan kita. Ketika mencoba untuk menjelaskan sebuah situasi, kita tidak hanya member informasi mengenai diri sendiri, kita juga mendapatkan informasi mengenai orang lain dalam situasi tersebut. Proses pertukaran informasi ini memungkinkan manusia untuk mengetahui apa yang diharapkan dari mereka. Biasanya pertukaran ini terjadi secara tidak langsung, yaitu melalui pengamatan perilaku orang lain dan menyusun perilaku kita sendiri untuk memperoleh kesan dari orang alin. Goffman memberikan sebuah contoh mengenai seseorang yang bertujuan pda pengelolaan kesan; ia mungkin berharap agar mereka berpikir mengenai sesuatu yang baik tentangnya, agar mereka mengira bahwa dia memikirkan sesuatu yang baik tentang mereka, untuk merasakan bahwa sebenarnya ia merasakan sesuatu terhadap mereka, atau untuk mendapatkan kesan yang tidak jelas; ia mungkin berhadap untuk memastikan adanya keselarasan yang cukup, sehingga interaksinya dapat terus berlangsung atau untuk menipu, menyingkirkan, membingungkan, menyesatkan, menimbulkan kebencian, atau menghina mereka.” Oleh karena semua partisipan dalam sebuah situasi memproyeksikan pencitraan, sebuah definisi menyeluruh mengenai situasi tersebut muncul. Definisi umum ini biasanya tergabung menjadi saatu. Ketika definisi sudah tersusun, tekanan moral diciptakan untuk mempertahankannya dengan menekan kontradiksi dan keraguan. Seseorang dapat menambahkan ke dalam proyeksi, tetapi biasanya tidak bertentangan dengan pencitraan yang telah lebih dulu terbentuk. Organisasi masyarkat sendiri mendasarkan pada prinsip ini. Oleh karena itu, performa bukanlah sesuatu yang sepele, tetapi secara harfiah menjelaskan siapa kita sebagai seorang pelaku komunikasi. Pelaku komunikasi merupakan perwakilan diri, dan setiap orang bisa memiliki banyak bentuk diri, bergantung pada caracara ketika diri dihadirkan dalam banyak situasi yang dihadapi dalam kehidupan. *** 2016 9 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Cangara, Hafied. 2009. Komunikasi Politik; Konsep Teori dan Strategi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Effendy, Onong Uchjana. 2006. Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda Karya Litteljohn, Stephen W. 2009. Teori Komunikasi; Theories of Human Communication. Terjemahan oleh Mohammad Yusuf Hamdan. Jakarta: Salemba Empat. Mohammad, Shoelhi. 2009. Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media Pace, R. Wayne & Don F. Faules. 2005. Komunikasi Organaisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Terjemahan oleh Deddy Mulyana. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rohim, Syaiful. 2009. Teori Komunikasi; Perspektif, Ragam, dan Jakarta: Rineka Cipta. Aplikasi. Rudy, T. May. 2005. Komunikasi & Hubungan Masyarakat Internasional Bandung: Refika Aditama. 2016 10 Teori Komunikasi Sugihantoro, S.Sos, M.IKom Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id