Bab I Pendahuluan A.Latar Belakang Istilah fenomena sudah menjadi sebuah kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah hanya sekedar kata yang sudah biasa di pakai atau hanya sebuah istilah yang manjadi kata penghias dalam pembicaraan. atau hanya pengalaman panca indra kita, yang kita ungkapkan kepada orang lain.. Menurut hemat penulis, sudah sepantasnyalah jika kita berbicara mengenai fenomenologi, pasti tidak lepas dari suatu terminologi “what is it?”(Apa itu?). Terdorong dari kemauan untuk memahami secara lebih mendalam tentang apa itu fenomenologi. Pertanyaan inilah yang selalu “terngiang-ngiang” dalam benak penulis, sehingga mengantarkan kepada suatu pengertian yang mendalam mengenai konsep Fenomenologi. Secara material penulisan karya ini memiliki tujuan yang mendasar, yaitu sebagai pembuka cakrawala pengetahuan tentang teori sosial exchange theory dan coordinated management of meaning theory pada umumnya, dan fenomenologi pada khususnya, mengingat pengetahuan tentang teori merupakan pengetahuan yang memerlukan energi yang cukup untuk mempelajarinya, hingga mampu masuk ke “relung” terdalam dari teori komunikasi. B.Rumusan Masalah 1. Apa itu tradisi fenomenologis ? 2. Apa itu social exchange theory ? 3. Apa itu coordinated management theory ? 4. Apa hubungan antara tradisi fenomenologis dengan social exchange theory dan coordinated management theory ? C.Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengemukakan teori fenomenologis dalam ilmu pengetahuan dan melengkapi tugas mata kuliah teori komunikasi. 1 Bab II Pembahasan A. Tradisi Fenomenologis Pengertian Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata fenomena dan logos. Fenomena berasal dari kata kerja Yunani “phainesthai”yang berarti menampak, dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena bercahaya. Dalam bahasa kita berarti cahaya. Secara harfiah fenomena diartikan sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan. Tradisi fenomenologis memfokuskan perhatian kepada pengalaman seseorang. Fenomenologi berusaha untuk memahami bagaimana orang membangun makna. Teoriteori komunikasi yang masuk pada pengelompokan tradisi fenomenoligis berpandangan bahwa manusia itu menginterpretasikan (pemberian makna) pada pengalaman mereka. Tradisi fenomenologis menekankan kegiatan persepsi dan interpretasi kepada suatu pengalaman manusia. Jadi , proses untuk mengetahui atau proses pemberian makna dari pengalaman langsung ini merupakan wilayah pembahasan fenomenologis. Pada dasarnya fenomenologi adalah suatu tradisi pengkajian yang digunakan untuk mengeksplorasi pengalaman manusia (Littlejohn). Maksud dari asumsi ini adalah manusia aktif dalam memahami dunia disekelilingnya dari pengalaman hidupnya dan aktif menginterpretasikan pengalaman tersebut.Asumsi pokok fenomenologi adalah manusia secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dengan memberikan makna atas sesuatu yang dialaminya. Oleh karena itu interpretasi merupakan proses aktif untuk memberikan makna atas sesuatu yang dialami manusia. Jadi, manusia akan memberikan makna pada peristiwa yang ia alami. Jika terdapat pengalaman baru manusia akan memaknainya dan begitu seterusnya. Stanley Deetz, mengemukakan tiga prinsip dasar Fenomenologi, yakni : 1. Pengetahuan adalah kesadaran. Pengetahuan tidak disimpulkan dari pengalaman, namun ditemukan secara langsung dari pengalaman sadar. Jadi, Kita akan mengetahui sesuatu ketika kita mendapatkan pengalaman. 2 2. Memaknai sesuatu hal dari kehidupan manusia. Memberikan makna pada suatu objek. Dengan kata lain, bagaimana kita memandang suatu objek itu bergantung pada makna yang kita berikan kepada objek tersebut. 3. Bahasa adalah ‘kendaraan makna’ maksudnya adalah dengan bahasalah kita dapat memaknai suatu objek. Contohnya kita mendapatkan sebuah pengalaman dan melalui bahasalah kita dapat mendefenisikan dan menjelaskan makna dari pengalaman tersebut. Dalam tradisi ini mengatakan bahwa bahasa adalah mewakili suatu pemaknaan terhadap benda. Jadi, satu kata saja sudah dapat memberikan pemaknaan pada suatu hal yang ingin di maknai. Tiga kajian pemikiran umum dalam tradisi fenomenologis: 1. Fenomenologi Klasik. Menurut Edmund Husserl pendiri fenomenologi modern, pengalaman secara individu adalah jalan yang tepat untuk menemukan realitas. Hanya melalui ‘perhatian sadar’ (conscious attention), kebenaran dapat diketahui. Kita harus mengesampingkan segala sesuatu agar fokus memaknai sesuatu dengan sebenarbenarnya. Percaya pada kebenaran hanya bisa didapatkan melalui pengarahan pengalaman, maksudnya yaitu hanya mempercayai suatu kebenaran dari sudut pandangnya tersendiri atau obyektif. 2. Fenomenologi Persepsi. Pendukung tradisi Fenomenonolis menolak pandangan Husserl tentang Fenomenologi Klasik. Mereka justru mendukung gagasan bahwa pengalaman adalah subjektif, tidak objektif sebagaimana pandangan Fenomenologi Klasik. Dengan demikian, suatu objek atau peristiwa memengaruhi objek atau peristiwa lainnya. 3. Fenomenologi Hermeneutik. Lebih luas dalam bentuk penerapan dari fenomenologi persepsi. Suatu kebenaran tidak dapat diketahui dengan hanya menggunakan analisis yang hati-hati tetapi melalui pengalaman alami yang terbentuk melalui penggunaan bahasa. Bahasa dimasukkan bersama dengan makna dan secara terus-menerus memengaruhi pengalaman kita akan kejadian dan situasi. Jadi , intinya pandangan ini berupaya menghubungkan pengalaman dengan bahasa dan interaksi sosial . 3 B. Social Exchange Theory Dalam social exchange theory (teori pertukaran sosial), interaksi manusia adalah transaksi ekonomi. Seseorang akan berupaya untuk meminimalisir biaya dengan memaksimalkan imbalan. Teori Pertukaran Sosial secara umum menganggap bahwa bentuk dasar dari hubungan sosial adalah sebagai suatu transaksi dagang, dimana orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Teori pertukaran sosial adalah teori dalam ilmu sosial yang menyatakan bahwa dalam hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling mempengaruhi. Teori ini menjelaskan bagaimana manusia memandang tentang hubungan kita dengan orang lain. Hubungan yang positif adalah hubungan di mana nilainya merupakan angka positif; maksudnya, penghargaan lebih besar daripada pengorbanan. Hubungan di mana nilainya adalah angka negatif (pengorbanan melebihi penghargaan) cenderung negatif untuk para partisipannya. Teori Pertukaran Sosial bahkan melangkah lebih jauh dengan memprediksikan bahwa nilai dari sebuah hubungan memengaruhi hasil akhir atau apakah orang akan meneruskan suatu hubungan atau mengakhirinya. Hubungan yang positif biasanya dapat diharapkan untuk bertahan, sedangkan hubungan yang negatif mungkin akan berakhir. Empat konsep pokok dari teori pertukaran sosial, yaitu : 1. Pengorbanan adalah elemen dari sebuah hubungan yang memiliki nilai negatif bagi seseorang 2. Penghargaan adalah elemen-elemen dalam sebuah hubungan yang memiliki nilai positif 3. Nilai akhir adalah suatu penilaian apakah seseorang akan meneruskan hubungannya atau mengakhirinya 4. Tingkat perbandingan yang menunjukkan ukuran baku yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Asumsi mengenai sifat dasar manusia : 1. Manusia mencari penghargaan dan menghindari hukuman. Pemberian penghargaan berarti seseorang tersebut telah memenuhi kebutuhannya dan menghindari hukuman maksudnya adalah menghindari apa yang tidak diinginkan. contohnya, sebuah pasangan menikmati waktu 4 kebersamaan mereka, mereka termotivasi untuk menghabiskan waktu bersamasama. Dengan menghabiskan waktu bersama-sama mereka telah memenuhi kebutuhannya. 2. Manusia adalah makhluk rasional. Bahwa manusia adalah makhluk rasional merupakan asumsi yang penting bagi teori pertukaran sosial. 3. Standar yang digunakan manusia untuk mengevaluasi pengorbanan dan penghargaan bervariasi seiring berjalannya waktu dan dari satu orang ke orang lainnya. semua orang menilai hubungan mereka dengan melihat pengorbanan dan penghargaan. dengan memprediksikan bahwa nilai dari sebuah hubungan memengaruhi hasil akhir atau apakah orang akan meneruskan suatu hubungan atau mengakhirinya. Sifat dasar dari suatu hubungan : 1. Hubungan memiliki sifat saling ketergantungan. Dalam suatu hubungan ketika seorang mengambil suatu tindakan dengan orang lain. Contohnya seorang kepala pimpinan sebuah perusahaan membutuhkan sekretaris, sebaliknya sekretaris juga membutuhkan pekerjaan tersebut. 2. Kehidupan berhubungan adalah sebuah proses. Pentingnya waktu dan perubahan dalam kehidupan suatu hubungan. Secara khusus waktu mempengaruhi pertukaran karena penglaman-pengalaman masa lalu menuntun penilaian mengenai penghargaan dan pengorbanan, dan penilaian ini mempengaruhi pertukaran-pertukaran selanjutnya. Contohnya Tono dan Tini bersahabat, Tono ahli pada pelajaran matematika, sedangkan Tini ahli pada pelajaran akuntansi. Mereka saling melengkapi pertemanan mereka semakin dekat Tono sering mentraktir Tini, dan Tini sering membantu Tono. Hubungan tersebut membuat proses persahabatan mereka erat hingga saat ini. C. Coordinated Management of meaning 5 Teori Coordinated Management of Meaning (CMM), atau bila kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah Teori Manajemen Makna Terkoodinasi, dikembang-kan oleh W. Barnett Pearce dan Vernon Cronen (1980). Menurut Pearce dan Cronen, orang-orang berkomunikasi berdasarkan aturan. Aturan tersebut tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi, tetapi juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain pada kita. Karena itu mereka berdua mencetuskan teori CMM (Coordinated Management of Meaning) yang dengan teori ini dapat membantu menjelaskan bagaimana individu saling menciptakan makna dalam sebuah percakapan. CMM memiliki beberapa asumsi, yaitu: 1. Manusia hidup dalam komunikasi Pearce (1989) berpendapat bahwa, “Komunikasi adalah, dan akan selalu, menjadi lebih penting bagi manusia dari yang seharusnya.” Maksudnya adalah, kita hidup dalam komunikasi. Dengan mengatakan demikian, Pearce menolak model-model komunikasi tradisional seperti model komunikasi linear, karena tidak bersifat timbalbalik. 2. Manusia saling menciptakan realitas sosial Terkadang, tampaknya individu-individu berkomunikasi untuk mengekspresikan emosi mereka dan untuk merujuk pada dunia disekeliling mereka. Akan tetapi, dari mana datangnya ‘individu’, ‘emosi’, dan ’peristiwa/ objek’? Semua ini dikonstruksikan dalam proses komunikasi. Realitas sosial (social reality) mengacu pada pandangan seseorang mengenai bagaimana makna dan tindakan sesuai dengan interaksi interpersonalnya. Ketika dua orang terlibat dalam pembicaraan, masing-masing telah memiliki banyak sekali pengalaman bercakap-cakap dimasa lalu dari realitas sosial sebelumnya. Percakapan yang kini terjadi, akan memunculkan realitas baru karena dua orang datang dengan sudut pandang yang berbeda. Melalui cara inilah dua orang menciptakan realitas sosial yang baru. 3. Transaksi informasi tergantung pada makna pribadi dan makna interpersonal Pada dasarnya, transaksi informasi tergantung pada makna pribadi dan interpersonal, sebagaimana dikemukakan oleh Donald Cushman dan Gordon Whiting (1972). Makna pribadi (personal meaning) didefenisikan sebagai makna yang dicapai 6 ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain sambil membawa pengalamannya yang unik kedalam interaksi. Makna pribadi mem-bantu orang-orang dalam penemuan; maksudnya, hal ini tidak hanya membuat kita mampu menemukan informasi tentang diri kita sendiri, melainkan juga membantu kita dalam penemuan kita mengenai orang lain. Ketika dua orang sepakat mengenai interpretasi satu sama lain, mereka dikatakan telah mencapai makna interpersonal (interpersonal meaning). Untuk mencapai ini mungkin akan membutuhkan waktu, karena hubungan bersifat kompleks dan dihadapkan pada berbagai isu komunikasi, tergantung dari per-masalahan mana yang sedang dibahas. Makna pribadi dan interpersonal didapat-kan dalam percakapan dan seringkali tanpa dipikirkan sebelumnya. Hierarki dari Makna yang Terorganisasi Hierarki dari makna yang terorganisasi merupakan salah satu ciri inti dari CMM, oleh karena itu hal ini akan dibahas dengan mendalam. Pada kasus ketika orang-orang bertemu, mereka harus berusaha menangani tidak hanya pesan-pesan yang dikirim pada mereka, melainkan juga pesan-pesan yang mereka kirimkan pada orang lain. Para teoretikus CMM mengemukakan enam level makna, yaitu isi (content), tindak tutur (speech act), episode (episodes), hubungan (relationship), naskah kehidupaan (life script), dan pola budaya (cultural pattern). Pola berbudaya Naskah kehidupan Hubungan Episode Tindak tutur Isi Content merupakan langkah awal dimana data mentah dikonversikan menjadi makna. Speech act 7 Yaitu tindakan-tindakan yang kita lakukan dengan berbicara, termasuk memuji, menghina, berjanji, mengancam, menyatakan, dan bertanya. Bisa dikatakan bahwa tindak tutur juga meliputi intonasi berbicara, sehingga kita bisa mengetahui maksud dari si pembicara tersebut. Episodes Episode adalah rutinitas komunikasi yang memiliki awal, pertengahan dan akhir yang jelas. Bisa dikatakan, episode mendeskripsikan konteks dimana seseorang bertindak. Relationship Suatu hubungan di mana dua orang menyadari potensi dan keterbatasan mereka sebagai mitra dalam sebuah hubungan. Level hubungan menyatakan bahwa batasan-batasan hubungan dalam parameter tersebut diciptakan untuk tindakan dan perilaku. Contoh: bagaimana pasangan harus berbicara kepada satu sama lain, atau topik apa yang di anggap tabu dalam hubungan mereka. Para teoretikus menggunakan istilah keterlibatan (enmeshment) untuk menggambarkan batasan di mana orang meng-identifikasi dirinya sebagai bagian dari suatu sistem hubungan. Life script Merupakan kelompok-kelompok episode masa lalu dan masa kini. Cobalah bayangkan naskah kehidupan sebagai autobiografi yang berkomunikasi dengan diri kita sendiri. Kita ada sebagaimana adanya kita sekarang karena naskah kehidupan yang pernah kita jalani. Cultural pattern Manusia mengidentifikasi diri mereka dengan kelompok tertentu dalam ke-budayaan tertentu. Lebih jauh lagi, tiap dari kita berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat kita. Nilai-nilai tersebut berkaitan dengan jenis kelamin, ras, kelas, dan identitas religius. Pola budaya atau arketipe, dapat dideskripsikan sebagai “gambaran yang sangat luas dari susunan dunia dan hubungan (seseorang) dengan susunan tersebut” (Cronen & Pearce, 1981). Maksudnya, hubungan seseorang dengan kebudayaan yang lebih besar menjadi relevan ketika menginterpretasikan makna. D. Hubungan Social Exchange Theory dan Coordinated Management of Meaning dengan Tradisi Fenomenologis 8 1. Hubungan social exchange theory dengan tradisi fenomenologis Fenomenologis dapat diartikan sebagai suatu gejala yang tampak pada sebuah peristiwa atau kejadian. Sedangkan tradisi fenomenologis menjelaskan bahwa bagaimana individu dapat memahami makna dari gejala yang terjadi berdasarkan pengalaman yang ia miliki. Dengan kata lain, tradisi fenomenologis menjadikan pengalaman sebagai ‘data utama’ dalam memahami realitas atau memahami arti dari sebuah fenomena. Social exchange theory menjelaskan bagaimana individu memandang hubungan interaksinya dengan orang lain. Hubungan sosial yang terjadi dipengaruhi oleh ganjara, penghargaan, pengorbanan, dan keuntungan. Bagaimana suatu hubungan dapat memberi keuntungan bagi masing-masing pihak. Hubungan yang baik berarti terdapat keuntungan yang saling memengaruhi antar individu yang berinteraksi. Hubungan tersebut berarti memiliki penghargaan yang lebih banyak dari pengorbanan sehingga hubungan tersebut akan bertahan. Sebaliknya jika pengorbanan lebih banyak dari penghargaan, hubungan tersebut biasanya akan terputus atau berhenti. Jadi hubungannya adalah bagaimana individu menilai seberapa penghargaan dan pengorbanan yang diperolehnya dalam sebuah hubungan untuk dapat menentukan kelanjutan dari hubungan tersebut. Untuk menilai itulah digunakan tradisi fenomenologis dimana pengalaman sebagai data utama dalam menilai penghargaan dan pengorbanan tersebut. 2. Hubungan coordinated management of meaning dengan tradisi fenomenologis Coordinated management theory menjelaskan bahwa bagaimana individuindividu menetapkan aturan dalam berkomunikasi untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan – aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senatiasa dikoordinasikan. Jadi hubungannya dengan tradisi fenomenologis adalah bagaimana individu menciptakan sebuah realitas melalui interaksi – interaksi individu dengan individu lainnya, sehingga membentuk suatu situasi sosial. Dimana dari situasi sosial tersebut terbentuklah percakapan – percakapan antar individu berdasarkan pengalaman yang akhirnya menciptakan sebuah realitas. Bab III Kesimpulan 9 A.Kesimpulan Fenomenologis dapat diartikan sebagai suatu gejala yang tampak pada sebuah peristiwa atau kejadian. Sedangkan tradisi fenomenologis menjelaskan bahwa bagaimana individu dapat memahami makna dari gejala yang terjadi berdasarkan pengalaman yang ia miliki. Dengan kata lain, tradisi fenomenologis menjadikan pengalaman sebagai ‘data utama’ dalam memahami realitas atau memahami arti dari sebuah fenomena. Social exchange theory menjelaskan bagaimana individu memandang hubungan interaksinya dengan orang lain. Hubungan sosial yang terjadi dipengaruhi oleh ganjara, penghargaan, pengorbanan, dan keuntungan. Bagaimana suatu hubungan dapat memberi keuntungan bagi masing-masing pihak. Hubungan yang baik berarti terdapat keuntungan yang saling memengaruhi antar individu yang berinteraksi Selain itu ada juga coordinated management theory menjelaskan bahwa bagaimana individu-individu menetapkan aturan dalam berkomunikasi untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan – aturan tersebut terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senatiasa dikoordinasikan. 10