MODUL PERKULIAHAN Psikologi Sosial 2 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kerjasama, Kompetisi, Pengertian Dilema Sosial Faktor-faktor yang mempengaruhi kerjasama Kondisi ketidakpastian dalam situasi dilema sosial Keadilan distributif dan heuristik dalam dilema sosial; Perbedaan individu dalam dilema sosial; Menyelesaikan dilema sosial Fakultas Program Studi Psikologi Psikologi Tatap Muka Kode MK 06 61017 Abstract 6 Psikologi Sosial II Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si Setiawati Intan SAvitri, S.P. M.Si Kompetensi Kompetisi, Kerjasama,dan Dilema Sosial Pengertian, Faktor-faktor yang mempengaruhi kerjasama; Kondisi ketidakpastian dalam situasi dilema sosial; Keadilan distributif dan heuristik dalam dilema sosial; Perbedaan individu dalam dilema sosial; Menyelesaikan dilema sosial 2016 Disusun Oleh Mahasiswa mampu memahami proses kerjasama, memahami kondisi ketidakpastian dalam dilema sosial, dan penyelesaian dilema sosial Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kerja Sama dan Kompetisi • Terkadang orang dalam berkelompok berinteraksi secara kooperatif. Mereka saling membantu, berbagi informasi dan bekerjasama demi keuntungan bersama. Diwaktu lain, anggota kelompok mungkin bersaing. Mereka mendahulukan tujuan individualnya dan berusaha mengalahkan anggota lain. • Kerja sama adalah perilaku dimana kelompok bekerja secara bersama-sama untuk mendapatkan tujuan yang sama. Kerjasama dapat menjadi sangat menguntungkan bahkan melalui proses tersebut kelompok dapat memperoleh hasil yang tidak pernah mereka harap dapat dicapai sendirian, namun mengejutkan kerja sama tidak selalu tercipta. Seringkali anggota dari suatu kelompok mencoba untuk menkoordinasikan usaha-usaha mereka tetapi gagal. • Pertanyaan kunci yang muncul adalah: Mengapa anggota kelompok tidak selalu mengkoordinasikan aktifitas mereka dalam cara ini? Satu jawaban langsung, mereka tidak berkerja sama karena beberapa tujuan yang ingin mereka raih terkadang tidak dapat dibagi dalam sebuah kelompok. Dalam kasus seperti itu, kerjasama tidak memungkinkan dan konflik dapat berkemabang cepat selagi setiap orang (atau kelompok) berusaha memaksimalkan hasil mereka masing-masing (Tjosvold, 1993). Pola kerja sama (cooperation) menekankan bahwa individu sering terlibat dalam perilaku prososial-tindakan yang menguntungkan orang lain tetapi tidak memiliki keuntungan nyata atau segera bagi orang yang melakukannya. Sementara perilaku seperti itu sangat sering terjadi, pola yang lain dimana pertolongan bersifat timbal balik dan menguntungkan kedua belah pihak bahkan lebih umum lagi. Kerjasama melibatkan situasi dimana kelompok bekerja secara bersama-sama untuk mendapatkan tujuan yang sama. Dilema sosial (social dilemma) Dilema sosial adalah situasi dimana kepentingan diri bertentangan dengan kesejahteraan kelompok dalam waktu jangka panjang atau situasi dimana keinginan individu menghasilkan konsekuensi yang tidak diinginkan oleh kelompok. Dalam istilah teknis dilema sosial adalah situasi dimana pilihan jangka pendek yang paling menguntungkan bagi 2016 6 Psikologi Sosial II Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id individu pada akhirnya akan menimbulkan hasil negatif bagi semua pihak yang terkait. Brewer dan Kramer (1986) dilema sosial eksis atau terjadi setiap kali hasil kumulatif dari pilihan individual yang masuk akal menjadi bencana kolektif. Dilema sosial membuat kepentingan diri jangka pendek individu bertentangan dengan kepentingan jangka panjang kelompok (yang mencakup individu). Ketidakpastian dalam dilema sosial Banyak situasi dimana kerjasama seharusnya dapat berkembang, tetapi tidak demikian halnya yang melibatkan sebuah kondisi yang disebut dilema sosial adalah situasi dimana setiap orang yang terlibat dapat meningkatkan hasil individual mereka dengan bertindak menang sendiri / egois, tetapi jika semua orang melakukan hal yang sama, hasil akhir yang didapat oleh semua orang akan berkurang (Komorita dan Parks, 1994). Sebagai hasilnya, orang-orang dalam situasi seperti ini harus berurusan dengan motif campuran (mixed motive): terdapat alasan untuk bekerja sama (menghindari hasil negatif untuk semua orang) tetapi juga alasan untuk berkompetisi melakukan yang terbaik bagi diri sendiri. Bagaimanapun juga jika hanya satu atau sedikit orang yang terlibat dalam perilaku ini, mereka akan diuntungkan sementara yang lain dirugikan. Perbedaan individu dalam menyelesaikan dilema sosial Ilustrasi klasik dari situasi Dilema Sosial (Prisoners Dilemma:kerjasama atau kompetisi) Perilaku narapidana 1 Tidak Mengaku Perilaku narapidana 2 Mengaku 3 bulan Hukuman untuk Napi 2 1 tahun 10 tahun 6 Hukuman untuk Napi 1 1 tahun 10 tahun Mengaku 2016 Tidak mengaku 8 tahun 8 tahun 3 bulan Psikologi Sosial II Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Penjelasan gambar diatas adalah terkait dilema narapidana, bentuk sederhana dari dilema sosial, dua orang dapat memilih untuk bekerja sama atau untuk berkompetisi satu sama lain. Jika keduanya memilih untuk bekerja sama, masing-masing menerima hasil yang memuaskan. Jika keduanya memilih untuk berkompetisi maka masing-masing menerima hasil yang negatif, jika yang satu memilih untuk berkompetisi sedangkan yang lain memilih untuk bekerja sama, yang pertama menerima hasil yang jauh lebih baik daripada yang kedua, hasil ini mengindikasikan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi pilihan yang dibuat orang dalam situasi yang mengandung motif campuran seperti ini. Karena individu yang menghadapi dilema sosial terkadang bertindak mementingkan diri sendiri dan terkadang mementingkan kelompok. Tidak mengejutkan beberapa faktor yang diidentifikasi dalam diskusi kompetisi dan kerjasama juga relevan dengan dilema sosial: 1. Struktur imbalan dan situasi akan sangat berpengaruh 2. Tindakan mengingatkan orang terhadap norma kerjasama sosial Menyelesaikan dilema sosial Faktor-faktor lain juga penting dalam memecahkan dilema sosial (Kerr dan Park, 2001). Orientasi nilai dan tujuan seseorang – apakah kooperatif, kompetitif atau individualis – dapat mempengaruhi cara orang tersebut menghadapi dilema sosial. Besarnya kelompok juga berpengaruh. Dalam kelompok besar, efek perilaku egosi satu orang akan tidak kelihatan. Hubungan antar individu juga penting. Kita akan meninggalkan kepentingan diri kita, jika kita mengenal dan peduli pada orang dalam kelompok dan jika kita ingin terus berinteraksi dengan mereka dimasa depan. Komunikasi diantara individu juga dapat meningkatkan kerjasama. Diskusi akan membuka kesempatan bagi individu untuk membuat komitmen terbuka untuk bekerja sama. Menciptakan kebersamaan kelompok dapat meningkatkan tendensi untuk menahan diri dan menggunakan sumber daya secara bijak, khususnya dalam kelompok kecil. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerjasama Meskipun terdapat banyak faktor yang menentukan apakah individu akan memilih untuk bekerja sama dengan orang lain dalam situasi yang mengandung motif campuran yang dimunculkan oleh dilema sosial, terdapat tiga faktor tampak menjadi utama: 2016 6 Psikologi Sosial II Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1. Kecenderungan pada timbal balik Timbal balik (reciprocity) adalah faktor yang paling pasti diantara ketiga faktor. Sepanjang hidup kita cenderung mengikuti prinsip ini, memperlakukan orang lain sebagaimana mereka telah memperlakukan kita (Pruitt dan Carnevale, 1993). Dalam memilih apakah akan kerjasama atau berkompetisi, kita tampaknya mempertimbangkan prinsip timbal balik ini. Ketika orang lain bekerjasama dengan kita dan mengesampingkan kepentingan pribadinya, biasanya kita akan melakukan hal yang sama sebagai balasannya. Sebaliknya jika mereka tidak bersikap baik dan memaksakan kepentingan pribadi, kita juga akan melakukan hal yang sama (Kerr dan Kaufman-Gilliland, 1994). Psikolog evolusioner menekankan bahwa kecenderungan untuk menerapkan prinsip timbal balik dalam kerjasama tidak terbatas pada manusia; hal ini juga telah diobservasi pada binatang (misalnya pada kelelawar dan simpanse, Buss, 1999). Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan yang menarik; karena “orang-orang yang curang” (mereka yang tidak bekerja sama setelah menerima perlakuan yang baik) sering mendapatkan keuntungan, bagaimana kecenderungan kuat pada prinsip timbal balik dapat berevolusi? Sebuah kemungkinan jawaban disediakan oleh teori Altruisme Timbal Balik (Reciprocal Altruism), Cosmides dan Tooby (1992), teori ini menyatakan bahwa dengan berbagi sumberdaya (resources) seperti makanan, organisme, meningkatkan kemungkinan mereka untuk bertahan dan kemungkinan bahwa mereka akan mewariskan gen pada generasi berikutnya. Lebih jauh, mereka cenderung berbagi dalam cara tertentu sehingga penerima memperoleh keuntungan cukup besar sedangkan usaha yang dikeluarkan oleh penyedia cukup minimal. 2. Orientasi pribadi menyangkut kerjasama Secara spesifik, temuan penelitian memperlihatkan bahwa individu dapat memiliki satu dari tiga orientasi yang berbeda terhadap situasi yang meliputi dilema sosial, diantaranya (DeDreu dan McCusker, 1997 Van Lange dan Kuhlman, 1994): 1) Orientasi kooperatif, Dimana mereka memilih untuk memaksimalkan hasil akhir bersama yang diterima oleh semua orang yang terlibat. 2) Orientasi individualistik Dimana fokus utamanya adalah untuk memaksimalkan hasil mereka sendiri. 3) Orientasi kompetitif Fokus utamanya adalah untuk mengalahkan orang lain 2016 6 Psikologi Sosial II Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Orientasi diatas memiliki dampak besar pada bagaimana orang bertindak pada banyak situasi, jadi hal tersebut merupakan faktor penting sehubungan dengan tercipta atau tidak terciptanya kerjasama. 3. Komunikasi Penalaran umum menunjukkan bahwa jika individu dapat mendiskusikan situasi dengan orang lain, mereka mungkin akan segera menyimpulkan bahwa pilihan yang terbaik untuk setiap orang adalah bekerja sama; bagaimanapun hal ini akan bermanfaat bagi semua yang terlibat. Namun sangat mengejutkan, penelitian awal pada kemungkinan ini menghasilkan fakta campuran. Dalam berbagai situasi, kesempatan bagi anggota kelompok untuk berkomunikasi satu sama lain mengenai apa yang seharusnya mereka lakukan tidaklah meningkatkan kerjasama. Sebaliknya, anggota kelompok tampaknya menggunakan kesempatan ini terutama untuk mengancam satu sama lain sehingga hasilnya kerjasama tidak terjadi (Deutsch dan Krauss, 1960, Stech dan Mc Clintock, 1981). Terdapat penemuan penelitian mengarah pada kesimpulan yang lebih optimis, tampaknya komunikasi antara anggota kelompok dapat menghasilkan peningkatan kerjasama jika terdapat beberapa kondisi tertentu (Kerr dan KaufmanGilliland, 1994; Sally, 1998). Secara spesifik dampak yang menguntungkan dapat dan memang terjadi jika anggota kelompok membuat komitmen pribadi untuk bekerjasama satu sama lain dan jika komitmen ini didukung oleh norma pribadi yang kuat untuk menghargainya (Kerr dkk, 1997) Keadilan distributif dan heuristik dalam dilema sosial Upaya mewujudkan keadilan sosial dapat dimulai dari penerapan model nilainilai kelompok. Namun harus diakui bahwa bahwa menjaga kebersamaan, menghargai dan mempercayai orang lain bukanlah hal yang mudah dipraktekkan. Manusia selalu menghadapi dilema sosial, yaitu konflik antara kepentingan pribadi versus pengorbanan diri untuk kepentingan bersama. Dalam menghadapi dilema ini, hampir dapat dipastikan bahwa setiap orang memilih kepentingan pribadi terlebih dulu. Tidak mengherankan bila orang kemudian berusaha untuk mendapatkan kebebasan sebesar-besarnya agar kepentingan pribadinya dapat diwujudkan. 2016 6 Psikologi Sosial II Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Keadilan sosial ditinjau dari dimensi keadilan distributif bermakna kesejahteraan bagi semua pihak. (Faturochman, 2007). Khusus berkaitan dengan penilaian keadilan, teori heuristik menambahkan bahwa penilaian terhadap prosedur lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan penilaian terhadap distribusi. Penilaian yang terakhir ini akan lebih mudah dilakukan bila ada perbandingan. Oleh karena itu, penjelasan-penjelasan psikologi tentang keadilan distributif seringkali dikaitkan dengan konsep-konsep perbandingan sosial (Folger dkk., 1983; Mark & Folger, 1984; Master & Smith, 1987). Lebih mudahnya menilai keadilan prosedural dibandingkan dengan menilai keadilan distributif memberikan peluang meningkatnya peran penilaian keadilan prosedural terhadap penilaian keadilan distributif. Hal ini sejalan dengan teori heuristik. Pola hubungan antara penilaian keadilan prosedural dan penilaian keadilan distributif diyakini bukan merupakan hubungan yang satu arah (Brockner & Wiesenfield; Van den Bos dkk., dalam ). Dari model interes pribadi dalam penilaian keadilan prosedural terbukti bahwa penilaian tersebut banyak dipengaruhi oleh upaya untuk mendapatkan keuntungan (Lind & Tyler, 1988). Dari sinilah muncul pengaruh penilaian keadilan distributif terhadap penilaian keadilan prosedural. Kepentingan pribadi yang terpuaskan akan meningkatkan penilaian keadilan distributif. Peningkatkan ini akan membawa imbas terhadap penilaian keadilan prosedural bila dilakukan sesudah terjadi distribusi. Kelompok sering terlibat dalam pemprosesan informasi secara bias untuk mencapai keputusan yang menjadi preferensi mereka dari awal atau untuk mendukung nilai umum seperti keadilan distributif. Keadilan distributif (kesetaraan) mengacu pada penilaian individual mengenai apakah mereka menerima bagian yang adil dari hasil akhir yang ada, bagian yang proporsional dengan kontribusi mereka pada kelompok (atau pada hubungan sosial manapun). Dengan kata lain, kita mencari keadilan distributive (distributive justice) kondisi dimana hasil-hasil akhir yang ada dibagi secara adil diantara anggota kelompok menurut apa yang telah dikontribusikan oleh setiap orang pada kelompok (Brockner dan Wiesenfeld; Greenbert dalam Baron dan Byrne, 2003). Dua poin yang layak dipertimbangkan dalam keadilan distributif: 1. Penilaian mengenai keadilan distributif berasal dari sudut pandang orang itu sendiri; kita yang melakukan perbandingan dan kita yang memutuskan apakah bagian kita adil secara relatif dibanding dengan anggota kelompok yang lain (Greenberg, 1990) 2. Kita jauh lebih sensitif untuk menerima kurang daripada yang seharusnya kita terima dibandingkan dengan menerima lebih daripada yang seharusnya 2016 6 Psikologi Sosial II Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kita terima. Dengan kata lain self-serving bias bekerja kuat dalam konteks ini (Greenberg, 1996; Diekmann dkk 1997) Daftar Pustaka Baron, A. R. & Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial. Penerbit Erlangga. Jakarta. Edisi kesepuluh. Faturochman, Ancok, D. 2001. DINAMIKA PSIKOLOGIS PENILAIAN KEADILAN. JURNAL PSIKOLOGI. No. 1, 41-60. Universitas Gadjah Mada. Faturochman. 2007. PSIKOLOGI KEADILAN UNTUK KESEJAHTERAAN DAN KOHESIVITAS SOSIAL. Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas Gadjah Mada. Taylor, E. S., Peplau, A. L., & Sears, O. D. 2009. Psikologi Sosial. Prenada Media Group. Jakarta. 2016 6 Psikologi Sosial II Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id