MODUL PERKULIAHAN Business Ethic And Good Governance Ethical Decision Making : Personal and Professional Contexts Fakultas Program Studi FEB Magister Manajemen Tatap Muka 02 Kode MK Disusun Oleh MK35040 Cecep Winata Abstract Kompetensi Berbagai keputusan harus diambil baik secara personal maupun secara propesional Mahasiswa mampu memahami bagaimana pengambilan keputusan baik personal maupun profesional Pembahasan Pendahuluan Etika menjadi ilmu ketika kemungkinan etis (asas dan nilai-nilai yang dianggap baik dan buruk) diterima suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika disini sama artinya dengan filsafat moral. Pengertian etis menurut Kamus Bahasa Indonesia berhubungan (sesuai) dengan etika dan atau asas perilaku yang disepakati secara umum. Etik merupakan suatu pertimbangan sistimatis tentang suatu perilaku benar atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral ke dalam situasi nyata dan bertindak dalam kehidupan yang dilandasi nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak menggunakan masalah etik untuk menggambarkan etika suatu profesi atau yang dikenal dengan istilah kode etik profesional. Misalnya, kode etik Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), kode etik Ikatan Bankir Indonesia (IBI), dan kode etik jurnalistik. Nilai-nilai (values) adalah keyakinan seseorang tentang penghargaan suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap atau perilaku seseorang. Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan sebagai perilaku personal. Moral hampir sama dengan etika. Biasanya merujuk pada standar personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan praktek profesional. Beberapa Pengertian Yang Berkaitan Dengan Dilema Etik: 1. Etik adalah norma-norma yang menentukan baik buruknya tingkah laku manusia, baik itu sendirian maupun bersama-sama dan mengatur hidup ke arah tujuannya (Pastur Scalia,1971). 2. Kode etik merupakan suatu tatanan etika yang disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial. Namun, jika ada kode etik yang memiliki sanksi ringan atau pun berat, maka itu masuk dalam kategori norma hukum. 2012 2 Business Ethic and Good Governance Cecep Winata Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3. Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, dan pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan serta sebagai pedoman dalam berperilaku. Tujuan kode etik adalah agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pelanggan (customer). Selain itu, adanya kode etik ini juga mencegah dari perbuatan yang tidak professional. Teori Dasar Pembuat Keputusan Teori etika adalah perumusan yang jelas dan sistematis dari kajian falsafah tentang perilaku moral atau kerangka berpikir apakah suatu perbuatan dapat diterima dan dinilai dari pendekatan moral. Kegunaan etika menurut Magnis adalah sebagai berikut: 1. Mencapai suatu pendirian moral dalam pergolakan pandangan. Kadangkala paramedis dihadapkan pada pertentangan pandangan mengenai metode baru pengobatan. Contohnya mengawinkan pengobatan herbal tradisional dengan pengobatan modern. Dalam hal ini etika memiliki fungsi menemukan pendirian moral terkait dengan pengobatan mana yang terbaik. 2. Membantu agar tidak kehilangan orientasi. Pergolakan nilai dan kaidah moral didalam masyarakat kadangkala membuat seseorang kehilangan orientasi. Contohnya orientasi dunia kesehatan. Sejatinya, orientasi dunia kesehatan adalah mengatasi penyakit. Namun, seiring dengan berkembangnya era industri, orientasi dunia kesehatan tampaknya tak kuasa menahan perkembangan tersebut. Kini orientasi industri jasa kesehatan boleh jadi bukan lagi mengutamakan kesembuhan pasien, melainkan seberapa besar nilai rupiah yang bisa diperoleh. Peran etika, dalam mengatasi persoalan ini sangat besar. Sebab, etika dapat mengembalikan keseimbangan dan meletakkan dasar pelayanan kesehatan pada kedudukan yang semestinya. Jadi meskipun orientasi secara global telah berubah, namun jasa pelayanan kesehatan harus tetap pada domainnya. Dimana nilai kemanusiaan dan pertolongan pada yang membutuhkan menjadi landasan utama dunia kesehatan. 3. Tidak naif atau tidak ekstrim. Kemajuan kadangkala menjebak seseorang pada tindakan naif ataupun tindakan ekstrim. Contoh konkrit adalah tata rias. Di era modern seperti saat ini, tata rias menjadi 2012 3 Business Ethic and Good Governance Cecep Winata Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id hal yang hampir mutlak bagi kaum hawa. Namun di bidang kesehatan, tata rias bukanlah suatu ketentuan standar seorang perawat dalam melayani pasien dengan baik. Selain itu, seseorang juga tidak perlu bersikap ekstrim atas suatu hal yang mungkin bertentangan dengan keyakinan hidupnya. Contoh, seorang perawat memegang teguh keyakinan agamanya sehingga menolak merawat seorang homoseksual karena dianggap bertentangan dengan prisip hidupnya. Hal ini justru akan menyulitkan tugas keperawatannya dalam memberi pelayanan tanpa diskriminasi, dan banyak kepentingan pasien serta pengobatan yang terabaikan. 4. Menemukan dasar kemantapan didalam iman dan kepercayaan. Etika juga memberi pertimbangan atas fungsi agama dalam semua aspek. Contohnya, banyak agama melarang aborsi kecuali atas dasar pertimbangan medis. Selain memberi batasan, nilai dalam agama dapat pula dipertimbangkan sebagai sebagai kebenaran dalam rangka mencegah tindakan yang tidak perlu dilakukan. Prinsip etika merupakan penuntun dalam membuat keputusan etik praktek professional (Fry, 1991). Teori etik digunakan dalam pembuatan keputusan bila terjadi konflik antara prinsip dan aturan. Pendekatannya dapat menggunakan etika deontologi dan teleologi. Etika Deontologi Deontologi adalah sebuah istilah yang berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban dan ‘logos’ berarti ilmu atau teori. Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai keburukan, deontologi menjawab, “karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang”. Sejalan dengan itu, menurut etika deontologi, suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama. Kini juga merupakan salah satu teori etika terpenting. Ada tiga prinsip yang harus dipenuhi: 1. Supaya tindakan punya nilai moral, maka itu harus dijalankan berdasarkan kewajiban. 2. Nilai moral dari tindakan tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu, melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu. Artinya, kalau pun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik. 2012 4 Business Ethic and Good Governance Cecep Winata Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3. Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip di atas, kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal. Dengan kata lain, suatu tindakan dianggap baik karena tindakan itu memang baik pada dirinya sendiri, sehingga merupakan kewajiban yang harus dilakukan. Sebaliknya, suatu tindakan dinilai buruk secara moral sehingga tidak menjadi kewajiban untuk kita lakukan. Bersikap adil adalah tindakan yang baik, dan sudah kewajiban kita untuk bertindak demikian. Sebaliknya, pelanggaran terhadap hak orang lain atau mencurangi orang lain adalah tindakan yang buruk pada dirinya sendiri sehingga wajib dihindari. Bagi Kant, hukum moral dianggap sebagai perintah tak bersyarat atau imperatif kategoris yang berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan tempat. Perintah bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan kalau orang menghendaki akibatnya, atau kalau akibat dari tindakan itu merupakan hal yang diinginkan dan dikehendaki oleh orang tersebut. Sedang perintah tak bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan begitu saja tanpa syarat apapun, yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tersebut atau tidak. Dengan demikian, etika deontologi sama sekali tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut apakah baik atau buruk. Akibat dari suatu tindakan tidak pernah diperhitungkan untuk menentukan kualitas moral suatu tindakan. Hal ini akan membuka peluang bagi subyektivitas dari rasionalisasi yang menyebabkan kita ingkar akan kewajibankewajiban moral. Teori deontologi dikembangkan menjadi lima prinsip, yaitu: 1. Kemurahan hati 2. Keadilan 3. Otonomi 4. Kejujuran 5. Ketaatan Etika Teleologi Etika teleologi adalah mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan 2012 5 Business Ethic and Good Governance Cecep Winata Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan. Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan “kebijaksanaan” objektif di luar manusia . Contoh dari etika teleologi, setiap agama mempunyai tuhan dan kepercayaan yang berbeda-beda. Karena itu aturan setiap agama pun berbeda-beda. Ada dua aliran etika teleologi, yaitu egoisme etis dan utilitarianisme. Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Seseorang tidak mempunyai kewajiban moral selain untuk menjalankan apa yang paling baik bagi dirinya sendiri. Jadi, menurut egoisme etis, seseorang tidak mempunyai kewajiban alami terhadap orang lain. Meski mementingkan diri sendiri, tapi bukan berarti egoisme etis menafikan tindakan menolong. Mereka yang egoisme etis tetap saja menolong orang lain, asal kepentingan diri itu bertautan dengan kepentingan orang lain. Atau menolong yang lain merupakan tindakan efektif untuk menciptakan keuntungan bagi diri sendiri. Menolong di sini adalah tindakan berpengharapan. Bukan tindakan yang ikhlas tanpa berharap pamrih tertentu Unsur Yang Terlibat Dalam Membuat Keputusan Etis Nilai dan Kepercayaan Kode Etik Teori Atau Prinsip Etika Kerangka Pembuat Keputusan Keputusan Tindakan Moral Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Secara Etis: Tingkat Pendidikan Rhodes (1985) berpendapat bahwa semakin tinggi latar belakang pendidikan seseorang akan membantu seseorang tersebut membuat suatu keputusan etis. Salah satu tujuan dan program pendidikan tinggi bagi professional adalah meningkatkan keahlian kognitif dan kemampuan membuat keputusan. (Pardue,1987). 2012 6 Business Ethic and Good Governance Cecep Winata Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sedang penelitian oleh Hoffman, Donoghue dan Duffield (2004) menunjukkan bahwa taraf pendidikan dan pengalaman tidak terkait secara signifikan dengan pembuatan keputusan etis. Pengalaman Pengalaman sering kali disebut sebagai faktor penting yang mempengaruhi pembuatan keputusan, dan hal ini perlu diperhatikan secara lebih jauh. Yung (1997), mengusulkan pengalaman yang lalu dalam menangani dilema etik mempengaruhi seseorang dalam mengembangkan pembuatan keputusan etis. Hasil temuan dari sebuah penelitian yang dilaksanakan Cassels dan Redman (1989) tentang perawat yang sedang menjalani studi tingkat sarjana menunjukkan bahwa pengalaman yang lalu dalam menangani masalah-masalah etika atau dilema etik dalam asuhan keperawatan dapat membantu proses pembuatan keputusan yang beretika. Oleh karena itu, penggalian pengalaman lalu yang lain dari pengalaman keperawatan secara umum memungkinkan pendekatan yang lebih relevan. Faktor Agama dan Adat Istiadat Agama serta latar belakang adat istiadat merupakan faktor utama dalam membuat keputusan etis. Setiap orang disarankan memahami nilai yang diyakini maupun kaidah agama yang dianutnya. Untuk memahami ini dibutuhkan proses. Semakin tua seseorang akan semakin banyak pengalaman dan belajar, serta mereka akan lebih mengenal siapa dirinya dan nilai yang dimilikinya. (Suhaemi, 2003). Selain faktor agama, faktor adat istiadat juga berpengaruh pada seseorang dalam pembuatan keputusan etik. Faktor adat istiadat yang dimiliki perawat atau pasien sangat berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etik. Misalnya, setiap rumah sakit mempunyai aturan menunggu dan persyaratan pasien yang boleh ditunggu. Tapi hal ini sering tidak dihiraukan oleh keluarga pasien dengan alasan rumah jauh atau pasien tidak tenang bila tidak ditunggu keluargannya, dan lain-lain. Hal ini sering menimbulkan masalah etik bagi perawat antara membolehkan dan tidak membolehkan keluarga menemani pasien di Rumah sakit. (Suhaemi, 2003). Komisi Etik Komisi etik merupakan suatu faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan etis yang dibuat oleh perawat dalam praktiknya (Ellis dan Hartley, 2001). Sedangkan Ramsey (1999) menjelaskan bahwa Komisi Etik Keperawatan memberi 2012 7 Business Ethic and Good Governance Cecep Winata Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id forum bagi perawat untuk berbagi perhatian dan mencari solusi pada saat mereka mengalami dilema etik yang tidak dijelaskan oleh dewan etik kelembagaan. Komisi etik tidak hanya memberi pendidikan dan menawarkan nasehat, melainkan pula mendukung rekan-rekan perawat dalam mengatasi dilema etik yang ditemukan dalam praktik sehari-hari. Dengan adanya komisi etik, perawat mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk semakin terlibat secara formal dalam pengambilan keputusan yang etis dalam organisasi perawat kesehatan. (Haddad,1998). Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pada abad ke-20 ini, manusia telah berhasil mencapai tingkatan pengetahuan dan teknologi yang meliputi berbagai bidang. Manusia telah menjelajahi ruang angkasa dan mendarat di beberapa planet selain bumi. Sistem komunikasi antar negara dapat dilaksanakan secara lansung meski tempat dan jaraknya ribuan kilometer. (Suhaemi, 2003). Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas hidup serta mampu memperpanjang usia manusia dengan ditemukannya berbagai mesin mekanik kesehatan, cara prosedur baru, dan bahan/obat baru. Misalnya, klien dengan gangguan ginjal yang dapat diperpanjang usiannya berkat adanya mesin hemodialisis. Wanita yang mengalami kesulitan hamil dapat dibantu dengan inseminasi. Kemajuan ini menimbulkan pertanyaan yang berhubungan dengan etika. (Suhaemi, 2003). Legislasi dan Keputusan Yuridis Saat ini, aspek legislasi dan bentuk keputusan yuridis tentang masalah etik kesehatan sedang menjadi topik yang banyak dibicarakan. Hukum kesehatan telah menjadi suatu bidang ilmu dan perundang-undangan baru yang banyak disusun untuk menyempurnakan perundang-undangan lama atau untuk mengantisipasi perkembangan masalah hukum kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan undang-undang praktik keperawatan dan keputusan menteri kesehatan yang mengatur registrasi dan praktik perawat. (Suhaemi, 2003). Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan.Setiap perubahan sosial atau legislasi menyebabkan timbulnya suatu tindakan yang merupakan reaksi perubahan tersebut. Legislasi merupakan jaminan tindakan menuntut hukum, sehingga orang yang bertindak tidak sesuai hukum dapat menimbulkan suatu konflik. (Ellis, Hartley, 1990 dalam Suhaemi, 2003). 2012 8 Business Ethic and Good Governance Cecep Winata Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Strategi Penyelesaian Permasalahan Etis 1. Menentukan Apakah Ada Masalah Etis Atau Dilema. Apakah ada konflik nilai, atau hak-hak, atau tanggung jawab profesional? Misalnya, mungkin ada masalah penentuan nasib sendiri dari remaja versus kesejahteraan keluarga. 2. Mengidentifikasi Nilai-Nilai dan Prinsip-Prinsip Kunci yang Terlibat Makna Apa. Keterbatasan biasanya melekat pada nilai-nilai bersaing. Contohnya, informasi rahasia yang diadakan dalam suatu kontrak kerja yang berupa pasal kerahasiaan adalah mutlak. Oleh karena itu, keputusan pihak ketiga dapat memperoleh atau tidak akses untuk konten yang sensitif harus terlebih dahulu ada kontak dengan klien. 3. Rank nilai-nilai etis atau prinsip-prinsip profesional dalam penilaian yang paling relevan dengan masalah atau dilema. Apa alasan yang dapat diberikan untuk memprioritaskan bersaing satu nilai atau prinsip lainnya? Contohnya, hak klien untuk memilih program yang menguntungkan, tindakan yang bisa membawa penderitaan atau menyakiti orang lain yang akan terpengaruh. 4. Mengembangkan rencana tindakan yang konsisten dengan etika prioritas yang telah ditetapkan sebagai pusat. Apakah kita berunding dengan klien dan kolega tentang potensi risiko dan konsekuensi dari program alternatif tindakan? Dapatkah kita mendukung atau membenarkan rencana aksi dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang didasarkan rencana? 5. Rencana melaksanakan, memanfaatkan praktek keterampilan dan kompetensi yang paling sesuai. Bagaimana kita akan menggunakan keterampilan inti pekerjaan sosial seperti komunikasi sensitif, negosiasi terampil, dan kompetensi budaya. Misalnya, rekan kerja terampil atau komunikasi pengawasan dan negosiasi memungkinkan seorang rekan terganggu untuk melihat atau dampaknya pada klien dan mengambil tindakan yang tepat. 2012 9 Business Ethic and Good Governance Cecep Winata Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 6. Merefleksikan hasil etis pada proses pengambilan keputusan. Bagaimana kita mengevaluasi konsekuensi dari proses untuk mereka yang terlibat seperti klien, para profesional, dan agen. Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan etis, antara perawat dan dokter tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan pendapat. Bila ini berlanjut dapat menyebabkan masalah komunikasi dan kerjasama, sehingga menghambat perawatan pada pasien dan kenyamanan kerja. (Mac Phail,1988). Salah satu cara menyelesaikan masalah etis adalah dengan melakukan rounde (Bioetics Rounds) yang melibatkan perawat dengan dokter. Rounde ini tidak difokuskan untuk menyelesaikan masalah etis tetapi untuk melakukan diskusi secara terbuka tentang kemungkinan terdapat permasalahan etis. Model penyelesaian masalah Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua atau lebih landasan moral suatu tindakan, tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan kondisi dimana setiap alternatif memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan stres pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai profesional, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan. Menurut Thompson dan Thompson (1985), dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Didalam dilema etik tidak ada yang benar atau yang salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangka Konsep Pemecahan Masalah Dilema Etik Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan/pemecahan masalah secara ilmiah, antara lain: 1. Model pemecahan masalah (Megan,1989). Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik: 2012 10 Business Ethic and Good Governance Cecep Winata Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id a. Mengkaji situasi. b. Mendiagnosa masalah etik moral. c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan. d. Melaksanakan rencana. e. Mengevaluasi hasil. 2. Kerangka pemecahan dilema etik (Kozier & Erb, 1989). a. Mengembangkan data dasar. Untuk melakukan ini memerlukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin meliputi: Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan keterlibatannya. Apa tindakan yang diusulkan. Apa maksud dari tindakan yang diusulkan. Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang diusulkan. b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi. c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan. d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut. e. Mengidentifikasi kewajiban perawat. f. Membuat keputusan. 3. Model Murphy dan Murphy. a. Mengidentifikasi masalah kesehatan. b. Mengidentifikasi masalah etik. c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan. d. Mengidentifikasi perannya. e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan. f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif keputusan. g. Memberi keputusan. h. Mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut hingga sesuai dengan falsafah umum. i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya. 4. Model Curtin. 2012 11 Business Ethic and Good Governance Cecep Winata Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id a. Mengumpulkan berbagai latar belakang informasi yang menyebabkan masalah. b. Identifikasi bagian-bagian etik dari masalah pengambilan keputusan. c. Identifikasi orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan. d. Identifikasi semua kemungkinan pilihan dan hasil dari npilihan itu. e. Aplikasi teori, prinsip dan peran etik yang relevan. f. Memecahkan dilema. g. Melaksanakan keputusan. 5. Model Levine – Ariff dan Gron. a. Mendefinisikan dilema. b. Identifikasi faktor-faktor pemberi pelayanan. c. Identifikasi faktor-faktor bukan pemberi pelayanan. d. Pikirkan faktor-faktor tersebut satu persatu. e. Identifikasi item-item kebutuhan sesuai klasifikasi. f. Identifikasi pengambil keputusan. g. Kaji ulang pokok-pokok dari prinsip-prinsip etik. h. Tentukan alternatif-alternatif. i. Menindaklanjuti. 6. Langkah-langkah menurut Purtillo dan Cassel (1981). Purtillo dan Cassel menyarankan empat langkah dalam membuat keputusan etik: a. Mengumpulkan data yang relevan. b. Mengidentifikasi dilema. c. Memutuskan apa yang harus dilakukan. d. Melengkapi tindakan. 7. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson (1981) mengusulkan 10 langkah model keputusan biotis: a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual. b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi. c. Mengidentifikasi issue etik. d. Menentukan posisi moral. e. Menentukan posisi moral pribadi dan profesional. f. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait. g. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada. 2012 12 Business Ethic and Good Governance Cecep Winata Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Langkah-Langkah Pengambilan Keputusan yang Etis: 1. Menentukan fakta-fakta. 2. Mengidentifikasi para pemegang kepentingan dan mempertimbangkan situasisituasi dari sudut pandang mereka. 3. Mempertimbangkan alternatif-alternatif yang tersedia juga disebut dengan “imajinasi moral”. 4. Mempertimbangkan bagaimana sebuah keputusan dapat memengaruhi para pemegang kepentingan, membandingkan dan mempertimbangkan alternatifalternatif berdasarkan: Konsekuensi-konsekuensi. Kewajiban-kewajiban, hak-hak, prinsip-prinsip. Dampak bagi integritas dan karakter pribadi. 5. Membuat sebuah keputusan. 6. Memantau hasil. Langkah pertama dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab secara etis adalah menentukan fakta-fakta dalam situasi tersebut, membedakan faktafakta dari opini belaka, adalah hal yang sangat penting. Perbedaan persepsi dalam bagaimana seseorang mengalami dan memahami situasi dapat menyebabkan banyak perbedaan etis.Sebuah penilaian etis yang dibuat berdasarkan penentuan yang cermat atas fakta-fakta yang ada merupakan sebuah penilaian etis yang lebih masuk akal daripada penilaian yang dibuat tanpa fakta. Seseorang yang bertindak sesuai dengan pertimbangan yang cermat akan fakta telah bertindak dalam cara yang lebih bertanggung jawab secara etis daripada orang yang bertindak tanpa pertimbangan yang mendalam. Langkah kedua dalam pengambilan keputusan yang etis yang bertanggung jawab mensyaratkan kemampuan untuk mengenali sebuah keputusan atau permasalahn sebagai sebuah keputusan etis atau permasalahan etis. Langkah ketiga melibatkan satu dari elemen vitalnya. Kita diminta untuk mengidentifikasi dan mempertimbangkan semua pihak yang dipengaruhi oleh 2012 13 Business Ethic and Good Governance Cecep Winata Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sebuah keputusan, orang-orang ini biasa disebut dengan para pemangku kepentingan (stakeholder). Langkah selanjutnya dalam proses pengambilan keputusan adalah membandingkan dan mempertimbangkan alternatif-alternatif, membuat suatu spreadsheet mental yang mengevaluasi setiap dampak tiap alternatif yang telah dipikirkan terhadap masing-masing pemegang kepentingan yang telah identifikasi. Salah satu cara yang paling mudah adalah menempatkan diri terhadap posisi orang lain. Sebuah elemen penting dalam evaluasi ini adalah pertimbangan cara untuk mengurangi, meminimalisasi atau mengganti konsekuensi kerugian yang mungkin terjadi atau meningkatkan dan memajukan konsekuensi-konsekuensi yang mendatangkan manfaat. Selain itu juga perlu mempertimbangkan kewajiban, hakhak dan prinsip-prinsip, serta dampak bagi integritas dan karakter pribadi. Langkah kelima adalah pengambilan keputusan yang diakhiri dengan evaluasi yang merupakan langkah terakhir dalam proses pengambilan keputusan sebagai sarana untuk menilai apakah keputusan kita sudah berdampaka baik atau malah tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Ketika Pengambilan Keputusan yang Etis Tidak Berjalan Baik: Mengapa Orang “baik” Melakukan Tindakan “buruk”? Seseorang melakukan hal yang tidak etis karena rasa ketidaktahuan, tapi terkadang ketidaktahuan telah ditetapkan dan disengaja. Rintangan kognitif terkadang mempertimbangkan alternatif-alternatif yang terbatas. Ketika berhadapan dengan sebuah situasi yang memiliki dua alternatif pemecahan yang jelas, terkadang kita hanya mempertimbangkan dua jalan keluar yang jelas, melupakan kenyataan kemungkinan adanya alternatif lain. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab mengharuskan kita untuk mendisiplinkan diri dalam menyelidiki metode tambahan dari pemecahan masalah. Pada umumnya, kita juga lebih nyaman dengan aturan keputusan yang disederhanakan. Sebuah aturan keputusan yang sederhana memberikan ketenangan bagi banyak pengambil keputusan. Kita terkadang memilih alternatif yang memenuhi kriteria keputusan yang minimal, dikenal juga dengan istilah satisficing (memuaskan). Kita memilih pilihan yang mencukupi, pilihan yang dapat diterima manusia, walaupun itu bukan yang terbaik. 2012 14 Business Ethic and Good Governance Cecep Winata Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Baru sandungan lainnya tidak bersifat kognitif atau intelektual akan tetapi berkaitan dengan motivasi dan keinginan yang kuat. Terkadang orang-orang juga megambil keputusan yang belakangan mereka sesali karena mereka kurang memiliki keberanian untuk melakukan sebaliknya, tidak mudah untuk melakukan sesuatu yang benar. Membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis sepanjang hidup seseorang mungkin merupakan tantangan paling serius yang dihadapi semua orang. Hal yang paling mudah adalah bersikap pasif dan hanya menyesuaikan diri dengan ekspektasi sosial dan budaya, “mengikuti arus”. Pengambilan Keputusan Yang Etis Dalam Peran Manajerial Keadaan sosial dapat mempermudah ataupun mempersulit kita untuk bertindak sesuai dengan penilaian kita. Dalam dunia bisnis, terkadang konteks organisasi mempersulit kita untuk bertindak secara etis bahkan bagi orang yang berniat paling baik sekalipun, atau mempersulit orang yang tidak jujur untuk bertindak tidak etis. Tanggung jawab atas keadaan yang dapat mendorong perilaku etis dan menekan perilaku tidak etis jatuh kepada manajemen bisnis dan tim eksekutif. Dalam situasi bisnis, para individu harus mempertimbangkan implikasi etis dan pengambilan keputusan pribadi dan profesional (personal and professional decision making). Beberapa dari peran yang kita emban bersifat sosial: teman, anak, pasangan, warga negara, tetangga. Beberapa bersifat institusional: manajer, pengajar, pengacara, akuntan, auditor, analis keuangan, dan sejenisnya. Pengambilan keputusan dalam konteks ini menimbulkan pertanyaan yang lebih luas berkaitan dengan tanggung jawab sosial dan keadilan sosial. Dalam konteks bisnis, para individu mengisi peran sebagai karyawan, manajer, eksekutif senior, dan anggota dewan. Para manajer, eksekutif, dan anggota dewan memiliki kemampuan untuk menciptakan dan membentuk konteks organisasi di mana semua karyawan mengmbil keputusan. Oleh karena itu, mereka memiliki sebuah tanggung jawab untuk meningkatkan pengaturan organisasi yang mendorong perilaku etis dan menekan perilaku tidak etis. 2012 15 Business Ethic and Good Governance Cecep Winata Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Kozier B., Erb G., Berman A., & Snyder S.J. 2004. Fundamentals of Nursing Concepts, Process and Practice 7th Ed., New Jersey: Pearson Education Line ThompsonJ.B & Thopson H.O. 1981. Ethics in Nursing. Macmillan Publ. Co Carol T,Carol L, Priscilla LM. 1997. Fundamental Of Nursing Care, Third Edition, by Lippicot Philadelpia, New York. http://hafikoandresni005.blogspot.com/2013/06/makalah-dilema-etik.html. diakses tanggal 10 Maret 2015. Diandyt. 2012. “Definisi Dilema Etik”. http://diandyt.wordpress.com/2012/11/21/definisi-dilemaetika/. Diakses tanggal 10 Maret 2015. “DIlema Etik dan Pemecahannya”. http://naimah-naimahlaila.blogspot.com/p/dilema-etik-danpemecahanya.html. Diakses tanggal 8 Mei 2014. Nersdody. 2012. “Etik, Dilema Etik, dan Contoh Kasus”. http://nersdody.blogspot.com/2012/03/etikdilema-etik-dan-contoh- kasus.html. diakses tanggal 8 Mei 2014. Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius. Process and Practice. (7th ed). New Jerney: Pearson Education Line. Saputra, Robby. 2012. “Dilema Etis”. http://robbysaputrasiakper.blogspot.com/2012/04/dilema-etis.html. Diakses tanggal 8 Mei 2014. http://icka-imckaz.blogspot.com/2012/10/pengambilan-keputusan-yang-etis-dalam.html. diakses tanggal 10 Maret 2015. Hannah Arendt. Eichmann in Jerusalem : A report on the banality of Evil. New York: Penguin. 1994. Jane Addams. A modern Lear, survey 29, 1912. Cetak ulang 1994. John Dewey. The Moral writings of John Dewey. Amherst, New York: PRometheus books. 1994 Marylin Fischer. Ethical fund raising : Deciding what is right. Advancing philanthropy. 1994 Plato. Ion. The dialogues of Plato. Vol 4. Translation by Benjamin Jowett http://ateisindonesia.wikidot.com/pengambilan-keputusan-secara-etis 2012 16 Business Ethic and Good Governance Cecep Winata Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id