BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan temuan

advertisement
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan temuan hasil penelitian dalam disertasi ini, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Persepsi keadilan ekualitas berpengaruh lebih besar daripada persepsi keadilan ekuitas pada niat
bekerjasama individu melakukan konsumsi berkelanjutan.
2. Kesadaran dilema sosial memediasi secara parsial pengaruh antara persepsi keadilan ekuitas
pada niat bekerjasama individu melakukan konsumsi berkelanjutan. Temuan ini terbukti dari
tetap signifikannya pengaruh persepsi keadilan ekuitas pada niat bekerjama individu melakukan
konsumsi berkelanjutan dengan nilai koefisien regresi yang lebih rendah dibandingkan nilai
koefisien regresi jika tidak melibatkan variabel pemediasi.
3. Kesadaran dilema sosial tidak memediasi pengaruh antara persepsi keadilan ekualitas pada niat
bekerjasama individu melakukan konsumsi berkelanjutan pada aturan keadilan ekualitas.
Temuan ini ditunjukkan dari tidak signifikannya pengaruh variabel pemediasi pada variabel
dependen ketika disertakan bersama dengan variabel independen.
4. Kelangkaan sumberdaya memoderasi pengaruh persepsi keadilan pada niat bekerjasama
individu melakukan konsumsi berkelanjutan. Pada kondisi sumberdaya langka, niat bekerjasama
partisipan lebih tinggi jika diterapkan aturan keadilan ekualitas. Pada kondisi sumberdaya yang
tidak langka, niat bekerjasama partisipan lebih tinggi jika diterapkan aturan keadilan ekuitas.
170
5. Anonimitas individu memoderasi pengaruh persepsi keadilan pada niat bekerjasama individu
melakukan konsumsi berkelanjutan. Pada situasi anonim, analisis interaksi menunjukkan bahwa
niat bekerjasama partisipan lebih tinggi pada aturan keadilan ekualitas. Hal sebaliknya pada
situasi akuntabel, niat bekerjasama partisipan tinggi jika diterapkan aturan keadilan ekuitas.
5.2. Dampak Teoritis
Dalam disertasi ini terjadi fertilisasi silang antara ranah konsumsi berkelanjutan
(sustainable consumption scholarship) dan ranah keadilan lingkungan (environmental justice
scholarship). Upaya ini untuk membuktikan sinyalemen Nada-Rajah (2010) yang menyatakan
bahwa isu keadilan dan isu konsumsi keberlanjutan tidak sejalan. Nada-Rajah (2010) menyatakan
bahwa terdapat perbedaan motif antara isu keadilan dan isu keberlanjutan. Perilaku konsumsi
berkelanjutan berfokus pada adanya perilaku konsumsi individu yang berlebih-lebihan dan
menempatkan individu sebagai sumber permasalahan lingkungan. Di sisi lain, keadilan
berfokuskan pada kesenjangan distribusi akses sumberdaya yang dirasakan individu dan melihat
individu sebagai korban karena hak-haknya untuk mendapatkan akses sumberdaya dilanggar
(Middlemis, 2008). Seyfang dan Pavoola (2006) telah berusaha melakukan fertilisasi silang antara
perilaku konsumsi berkelanjutan dengan keadilan. Upaya Seyfang dan Paavola (2006) ini tidak
menggunakan perspektif dilema sosial sebagai bagian dari upaya memahami perilaku konsumsi
yang berkelanjutan. Menurut Jackson (2005b), terdapat hubungan antara konsumsi berkelanjutan
dengan keadilan lingkungan. Perilaku konsumsi yang berlebih-lebihan mengakibatkan terjadinya
penurunan mutu lingkungan. Dalam konteks ini, individu dapat berposisi menjadi pelaku (dalam
perspektif konsumsi berkelanjutan) dan korban (dalam perspektif keadilan lingkungan). Perbedaan
individu sebagai pelaku dan korban kerusakan lingkungan tidak selalu mudah untuk diketahui.
171
Studi-studi dilema sosial menunjukkan bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan
dengan situasi lingkungan yang didiaminya (Kollock, 1998). Dilema sosial merupakan salah satu
bentuk penjelasan struktural keadilan lingkungan (Eek et al., 1999). Penjelasan adanya dilema
sosial ini makin nyata jika permasalahan lingkungan dipahami sebagai dilema sosial. Dalam
dilema sosial, keberlangsungan lingkungan hanya dapat terjadi jika terdapat kerjasama antar
individu.
5.3. Dampak Metodologis
Disertasi ini menggunakan variabel kesadaran dilema sosial sebagai variabel pemediasi
dalam model teoritis yang dibangun.
Selama ini penelitian-penelitian dilema sosial tidak
memasukkan fenomena dilema sosial dalam model teoritis. Gifford (2006) menyebutkan bahwa
penelitian-penelitian dilema sosial selama ini sering terlalu jelas dalam melakukan manipulasi
dilema sosial pada informan atau memasukkan situasi dilema sosial sebagai rerangka kerja yang
bersifat implisit. Akibatnya variabel dilema sosial tidak dimasukkan secara eksplisit dalam model
teoritis dilema sosial.
5.4. Dampak Praktis
Secara praktis, disertasi ini membantu dalam dua lingkup penelitian. Dalam lingkup
konsumen, disertasi ini membantu memberikan pengertian kepada individu tentang arti penting
dan dampak sosial dari perilaku konsumsi berkelanjutan yang dilakukannya. Perspektif dilema
sosial memberikan tambahan pemahaman bagi konsumen bahwa perilaku konsumsinya memiliki
potensi merugikan kepentingan bersama jika hanya mengutamakan kepentingan pribadinya atau
berpotensi menguntungkan kepentingan bersama jika perilaku konsumsi dilandasi pada kesadaran
dan rasa tanggung jawab bersama pada keberlanjutan lingkungan hidup. Sama halnya dengan
172
kewajiban membayar pajak yang bermanfaat bagi keberlangsungan pembangunan, maka
kesediaan konsumen untuk melakukan konsumsi berkelanjutan memiliki manfaat yang sama. Ide
pajak lingkungan atas jejak karbon individu (carbon footprint) merupakan ide yang bisa dipelajari.
Ide jejak karbon adalah ide yang menyatakan bahwa semakin besar karbon yang dilepaskan oleh
suatu negera, maka negara tersebut wajib memberikan kompensasi bagi negara-negara yang
berhasil menjaga karbon (Jackson, 2005a). Pemberian kompensasi ini disebut sebagai
perdagangan karbon. Dalam konteks individu, ide jejak karbon bisa menjadi dasar pemberlakuan
pajak lingkungan bagi pengguna energi yang besar.
Dalam lingkup sosial, disertasi ini membantu memberikan masukan dalam penyusunan
kebijakan publik yang berkaitan dengan masyarakat konsumen. Perspektif keadilan dan dilema
sosial menjadi acuan dalam setiap penyusunan kebijakan publik masyarakat konsumen, terutama
kebijakan yang berhubungan dengan isu permasalahan lingkungan. Berdasarkan perspektif
keadilan lingkungan, tidak boleh ada kebijakan publik yang merugikan sebagian sebagian anggota
masyarakat dibandingkan anggota masyarakat yang lain. Demikian juga dalam perspektif dilema
sosial, harus dibangun faktor-faktor yang mendukung adanya pengutamaan kepentingan bersama
dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan seperti adanya penegakan hukum,
keteladanan pemimpin dan program kampanye pengutamaan kepentingan bersama. Penegakan
hukum dilakukan dengan cara-cara penanaman norma keadilan, pembuatan peraturan yang disertai
dengan sanksi dan hadiah, serta penindakan hukum (law enforcement) yang tegas. Di sisi lain,
individu dalam situasi dilema sosial memiliki pretensi untuk membandingkan perilakunya dengan
perilaku individu lain (Biel, 2008). Hal ini mengingatkan betapa pentingnya keteladanan bagi
individu lain dalam kelompok. Adagium what you see what you get menunjukkan bahwa individu
cenderung meniru perilaku dari individu lain yang dilihatnya dalam lingkungan. Untuk mendorong
173
keteladanan dapat dilakukan dengan melibatkan orang-orang yang bisa diteladani (role model),
pendukung (endorser), dan pembuatan panduan perilaku (standard operating procedure). Hal
yang tak kalah penting juga adalah kampanye pengutamaan kepentingan bersama melalui
penanaman budaya ramah lingkungan seperti pendidikan dan pelatihan perilaku konsumsi
berkelanjutan.
Disertasi ini menggunakan kombinasi pengetahuan konsumsi berkelanjutan dan keadilan
lingkungan. Kombinasi pengetahuan konsumsi berkelanjutan dan keadilan lingkungan
memberikan sinergi dalam bentuk perluasan cara pandang dalam memahami fenomena
lingkungan. Dalam perspektif keadilan lingkungan, perhatian perilaku konsumsi berkelanjutan
yang berfokus pada perilaku konsumsi yang berlebih-lebihan sebagai sumber permasalahan
lingkungan tidak mencukupi. Dalam pandangan pengetahuan keadilan lingkungan, permasalahan
lingkungan dapat bersumber dari perilaku konsumsi yang berkekurangan sebagai akibat dari
adanya permasalahan struktural yakni ketidaksetaraan akses sumberdaya. Hal yang sebaliknya
juga terjadi, dalam perspektif perilaku konsumsi berkelanjutan, permasalahan lingkungan bukan
hanya berkaitan dengan permasalahan ketidakadilan tetapi juga berkaitan dengan permasalahan
keperilakuan individu.
Sinergi antara pengetahuan keadilan lingkungan dan teori perilaku konsumsi berkelanjutan
memberikan pemahaman mengenai permasalahan lingkungan. pengetahuan keadilan lingkungan
menyoroti secara kritis sistem provisi yang ada dalam masyarakat seperti suku, agama, ras, daerah,
jenis kelamin dan usia. Penggoloangan masyarakat berdasarkan sistem provisi tersebut seakanakan menjadi alat pembatas akses pada sumberdaya. Ketidaksetaraan akses pada sumberdaya dan
keterikatan akses berdasar sistem provisi tersebut membuat perilaku konsumsi berkelanjutan tidak
bisa berlaku secara universal. Individu yang memiliki keterbatasan akses sumberdaya tidak bisa
174
diminta untuk berperilaku konsumsi berkelanjutan. Sebagai contoh , daerah pedesaan terbiasa
menggunakan kendaraan pribadi daripada transportasi publik karena ketiadaan angkutan publik di
pedesaan. Kebijakan pembatasan kendaraan pribadi dengan memberlakukan pajak kendaraan yang
tinggi dan kenaikan harga BBM tidak akan mudah mengubah perilaku konsumsinya. Pemahaman
makna konsumen dalam teori perilaku konsumsi berkelanjutan tidak bisa berlaku secara universal.
Berdasarkan pengetahuan keadilan lingkungan, konsumen terdiri atas berbagai golongan yang
masing-masing memiliki perbedaan jejak karbonnya (ecological footprint).
Pengetahuan konsumsi berkelanjutan sangat memperhatikan konsumsi material (material
consumption). Pengetahuan keadilan lingkungan banyak memperhatikan sisi struktural dan budaya
yang mempengaruhi individu. Sinergi kedua pengetahuan memberi warna baru bagi kedua
pengetahuan tersebut. Pemahaman konsumsi dari sisi material dan budaya atau dari sisi material
dan struktur memberi tambahan dimensi pemahaman perilaku konsumsi manusia sebagaimana
dituangkan oleh Pierre Bourdieu dalam Distinction (1986). Bourdieu menyatakan bahwa konsep
estetika seperti selera dalam masyarakat dipengaruhi oleh kelas sosial. Selain itu, kelas sosial juga
mempengaruhi minat, kesukaan dan kategori sosial. Perilaku konsumsi kemudian memiliki fungsi
sosial yang menegaskan kelas sosial. Pandangan Bourdieu ini menunjukkan bahwa perilaku
konsumsi tidak semata-mata bermakna tindakan mengkonsumsi material, tetapi juga memiliki
fungsi simbolik. Perilaku konsumsi berkelanjutan kemudian tidak cukup lagi didasarkan pada
pemahaman pada tindakan mengkonsumsi material, namun juga perlu memaknai arti simbolik dari
perilaku konsumsi manusia. Sebagai contoh, dalam masyarakat urban, pembelian mobil dan
konsumsi listrik yang tinggi tidak bisa dipisahkan dari aspek-aspek simbolik perilaku konsumsi
masyarakat.
175
Fertilisasi silang antara konsumsi berkelanjutan dan keadilan lingkungan selanjutnya
membawa pada perlunya pemahaman lebih lanjut tentang kedaulatan konsumen. Kedaulatan
konsumen menyatakan bahwa konsumen memiliki kebebasan perilaku konsumsinya.
Pengadopsian keadilan lingkungan mendorong perlunya perilaku konsumen memiliki aspek sosial.
Perilaku konsumen memiliki dampak pada kebijakan publik. Perilaku konsumen yang
mengindahkan nilai-nilai keadilan akan membantu mewujudkan keadilan lingkungan dan keadilan
sosial. Dalam konteks ini, individu tidak hanya dapat berperan sebagai konsumen, tetapi juga dapat
berperan sebagai insan politik (political citizen) karena perilaku konsumsinya berpotensi
mempengaruhi kebijakan publik.
Kebijakan publik yang merupakan cerminan dari penerapan aturan niat bekerjasama dapat
dilakukan dengan lebih baik jika mempertimbangkan nilai-nilai kedilan. Kebijakan publik di
bidang lingkungan yang mendorong meningkatnya niat bekerjasama individu dapat dilakukan jika
mengingat prinsip-prinsip:
1. Adanya jaminan dampak positif kebijakan publik yang mendorong niat bekerjasama individu
dalam permasalahan lingkungan.
2. Adanya kompensasi bagi individu yang bersedia mengutamakan kepentingan bersama dan
mengorbankan kepentingan dirinya.
3. Adanya jaminan yang adil dalam melindungi ketersediaan sumberdaya, kepentingan generasi
sekarang dan generasi mendatang.
Salah satu contoh kebijakan publik yang berkaitan dengan isu lingkungan adalah
kebijakan transportasi. Kebijakan transportasi pada dasarnya merupakan kebijakan pengaturan
moda transportasi. Rendahnya penerimaan kebijakan transportasi terjadi karena kurangnya
176
penekanan dan kesadaran adanya manfaat yang berkeadilan bila mengutamakan kepentingan
bersama. Kampanye pengurangan penggunaan mobil pribadi yang dilakukan selama ini
(busway, 3in1, ERP, tarif mahal parkir) lebih dirasakan merugikan kepentingan pribadi. Manfaat
bagi kepentingan bersama dan kepentingan pribadi dari kebijakan tersebut belum dirasakan adil.
Manfaat dari penerimaan kebijakan publik seperti kemacetan lalu lintas yang berkurang, waktu
tempuh yang semakin singkat, minimalisasi dampak negatif polusi udara dan hemat BBM belum
dianggap mencukupi kepentingan pribadi individu tidak tercapai secara simultan. Oleh karena
itu kebijakan publik yang berkeadilan harus terus dipromosikan.
Studi keadilan mencoba memperbaiki keterbatasan dilema sosial pada situasi
sebenarnya. Pada situasi sebenarnya, individu tidak mengetahui seberapa besar dia akan
mendapat manfaat dari kontribusinya pada kepentingan bersama. Sebagai contoh, penyumbang
pajak, hanya mengetahui bahwa dia akan mendapat manfaat dari pembayaran pajaknya tetapi
dia tidak mengetahui seberapa besar manfaat yang dia dapatkan dari pembayaran pajaknya. Pada
situasi sebenarnya, individu menghadapi ketidakpastian manfaat dari kontribusinya selama ini.
Pemberian kontribusi pada situasi yang penuh ketidakpastian tidak akan menimbulkan minat
bagi individu untuk terus berkontribusi karena tidak memiliki kejelasan besarnya manfaat yang
akan didapatkannya.
Mengikuti saran Van Vugt (2009), untuk mengantisipasi ketidakberlanjutan kontribusi
individu, beberapa strategi bisa dilakukan Strategi tersebut didasarkan pada empat motif utama
dalam dilema sosial, yaitu pemahaman (understanding), rasa memiliki (belonging), percaya
(trusting) dan meningkatkan mutu (self enhancing). Pada tiap motif utama dapat dibangun
strategi yang berguna dalam menjaga kesinambungan berkontribusi bagi kepentingan bersama,
177
termasuk dalam upaya menjaga lingkungan. Berikut akan disajikan Tabel 5.1. yang menjelaskan
dampak praktis dari hasil studi.
5.5. Keterbatasan Penelitian
Disertasi ini memiliki beberapa keterbatasan yang dijelaskan sebagai berikut:
1.
Studi dilakukan dengan menggunakan desain eksperimen. Desain eksperimen dipilih
guna untuk mendapatkan validitas internal hubugan antar variabek yang akan diukur.
Keterbatasan dari desain eksperimen kemudian menjadi juga keterbatasan dari studi ini.
Desain eksperimen tidak dimaksudkan untuk mengutamakan tercapainya validitas
eksternal, sehingga aspek keterwakilan (representativeness) dan generalisasi tidak
menjadi pusat perhatian utama. Dalam desain eksperimen pusat perhatian terletak pada
aspek homogenitas partisipan.
2.
Studi ini menggunakan mahasiswa sebagai partisipan. Dalam studi ini, penggunaan
mahasiswa sebagai partisipan memiliki keunggulan sebagai berikut: kemudahan dalam
meraih homogenitas, pengendalian dan intelektualitas. Aspek homogenitas dan
pengendalian merupakan syarat penting dalam desain eksperimen laboratorium.
Homogenitas partisipan menyebabkan desain eksperimen laboratorium tidak bisa
menjawab pengaruh faktor-faktor lain yang tidak menjadi tujuan pengujian. Misalnya
pengaruh variabel disposisional, seperti jenis kelamin, kelas sosial, dan agama terhadap
variabel dependen kurang bisa dijelaskan.
178
Tabel 5.1. Dampak Praktis Hasil Penelitian
Motif
Utama
Intervensi Gambaran Intervensi
Tujuan
Intervensi
Hambatan
Potensial
pemahaman
informasi
Pemberian informasi dilakukan
untuk memberikan gambaran
konteks lingkungan fisik dan
sosial yang berpengaruh pada
individu
Meminimalisasi
ketidakpastian
lingkungan
Perubahan
lingkungan
sepenuhnya tidak
pasti.
Rasa
memiliki
identitas
Rasa memiliki diperlukan untuk
membangun identitas sosial
yang positif
Identitas sosial
positif akan
meningkatkan rasa
inklusivitas sebagai
bagian dari
masyarakat dan
menimbulkan
keinginan untuk
ambil bagian
berperan positif bagi
masyarakat
Persaingan
mendapatkan
sumberdaya dan
persaingan reputasi
berpotensi
menimbulkan
konsumsi berlebihlebihan
Percaya
kelembagaan
Kelembagaan sosial diperlukan
untuk membangun hubungan
sosial yang penuh percaya
Kelembagaan
membantu diterima
dan disebarkannya
norma hidup
bersama dan peran
lembaga untuk
mengelola norma
tersebut
Diperlukan otoritas
yang kuat untuk
menjaga norma, tata
aturan yang adil
Peningkatan
mutu diri
insentif
Insentif diperlukan untuk
meningkatkan kapasitas
individu sehingga lebih berdaya
Pemberian insenif
berarti pemberian
penghargaan bagi
individu yang
melakukan konsumsi
berkelanjutan dan
sanksi bagi individu
yang melakukan
konsumsi berlebihlebih an
Insentif ekonomi
dapat mengurangi
nilai-nilai rasa
percaya dan
moralitas.
Disertasi ini kurang mengeksplorasi pengaruh variabel disposisional. Pengikutsertaan
variabel disposisional dalam studi keadilan berpotensi memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang responden individu pada situasi keadilan tertentu.
179
3.
Eksperimen dilakukan dalam skala laboratorium. Dalam eksperimen laboratorium,
pengendalian variabel-variabel yang berpotensi menjadi variabel pengganggu untuk
mewujudkan tercapainya validitas internal sangat ketat dilakukan. Penggunaan
eksperimen laboratorium bermanfaat untuk menguji teori, namun keluaran desain ini
kurang lengkap jika digunakan untuk kepentingan praktis. Oleh karena itu diperlukan
tindak lanjut penelitian dengan menggunakan desain penelitian yang lain.
4.
Studi ini menggunakan desain penelitian eksperimen permainan barang publik.
Permainan barang publik bersifat subliminal. Eksperimen subliminal menempatkan
partisipan dalam situasi yang memiliki kesamaan karakteristik dengan situasi sebenarnya.
Selain eksperimen subliminal, eksperimen juga bisa dilakukan dalam bentuk eksperimen
situasi hipotesis (hypothethical situation). Dalam eksperimen situasi hipotesis, partisipan
diminta untuk menilai suatu situasi imajiner yang diberikan oleh fasilitator. Eksperimen
ini memiliki keunggulan, yaitu secara etis tidak menempatkan partisipan yang tanpa sadar
dihadapkan pada suatu perlakuan tertentu (treatment) sebagaimana yang dilakukan dalam
eksperimen subliminal. Di samping itu, eksperimen ini lebih mudah dan murah dalam
memobilisasi partisipan dibandingkan dengan eksperimen subliminal. Kelemahannya,
partisipan dalam eksperimen situasi hipotesis mudah menyadari bahwa mereka sedang
terlibat dalam suatu penelitian dan respon partisipan tidak berada dalam tataran
keperilakuan namun masih berada dalam tataran kognitif.
5.
Penelitian dalam disertasi ini bersifat bersifat one shot public good games. Disertasi ini
belum bisa memprediksi aspek-aspek keadilan untuk generasi mendatang. Masih
diperlukan penelitian keperilakuan lanjutan yang bersifat longitudinal dan mengarah pada
aspek-aspek intertemporal.
180
5.6. Agenda Penelitian Selanjutnya
Studi lanjutan perlu mempertimbangkan dampak dari faktor-faktor yang memiliki potensi
mempengaruhi perilaku konsumsi berkelanjutan individu dalam situasi dilema sosial. Faktorfaktor yang diperkirakan berpengaruh dan belum diteliti dalam penelitian ini adalah faktor
ketidakpastian lingkungan dan keanekaragaman individu.
1. Keanekaragaman individu
Keanekaragaman individu merupakan keniscayaan. Salah satu bentuk keanekaragaman
yang melekat pada diri individu adalah keanekaragaman akses dan kepemilikan sumberdaya.
Penelitian lanjutan dengan menggunakan responden atau partisipan yang beragam akan
memberikan pemahaman mengenai dilema sosial individu dalam melakukan konsumsi
berkelanjutan. Budescu, Rapoport dan Suleimanl ( 1990) melaporkan bahwa terdapat hasil yang
ambigu dari pengaruh keanekaragaman individu. Temuan yang pertama menunjukkan
keanekaragaman individu tidak memiliki perbedaan pengaruh dengan individu yang seragam
pada suatu penelitian dilema sosial. Namun juga terdapat temuan yang menunjukkan bahwa
keanekaragaman individu menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan permintaan
sumberdaya bersama bersama di kalangan individu.
2. Ketidakpastian lingkungan
Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi penghrapan individu (Budescu et al., 1990).
Ketidakpastian lingkungan mengakibatkan pengharapan individu pada individu lain mengalami
ketidakpastian juga. Pengharapan indiviu pada individu lain menjadi lebih beragam dan tidak
181
tentu sehingga kerjasama antar individu. Ketidakpastian lingkungan berkaitan dengan informasi
tentang risiko lingkungan dan penilaian individu pada sikap individu lain pada risiko. Kesediaan
individu bekerjasama pada situasi yang membutuhkan pengorbanan tergantung pada penilaian
tentang risiko ini. Studi lanjutan tentang pengaruh ketidakpastian lingkungan sangat berguna
untuk memprediksi perilaku individu dalam situasi yang membutuhkan pengorbanan dan
melibatkan ketidakpastian.
182
Download