Psikologi Sosial 2 - Universitas Mercu Buana

advertisement
Modul ke:
Psikologi Sosial 2
PsikoDinamika Kelompok
Fakultas
PSIKOLOGI
Program Studi
Psikologi
www.mercubuana.ac.id
Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si
Psikologi Sosial
PsikoDinamika Kelompok
Kerja Sama
Pola kerja sama (cooperation) menekankan bahwa
individu sering terlibat dalam perilaku prososial
(tindakan yang menguntungkan orang lain tetapi
tidak memiliki keuntungan nyata atau segera bagi
orang yang melakukannya).
Kerjasama melibatkan situasi dimana kelompok
bekerja secara bersama-sama untuk mendapatkan
tujuan yang sama.
Kooperasi atau kerjasama
Kerja sama adalah perilaku dimana kelompok
bekerja secara bersama-sama untuk mendapatkan
tujuan yang sama (Baron dan Byrne, 2005).
Kerjasama dapat menjadi sangat menguntungkan
bahkan melalui proses tersebut kelompok dapat
memperoleh hasil yang tidak pernah mereka harap
dapat dicapai sendirian, namun mengejutkan kerja
sama tidak selalu tercipta.
Kerjasama adalah perilaku yang terjadi ketika
kita mempercayai orang-orang atau kelompok
dengan siapa kita berinteraksi dan bersedia
untuk berkomunikasi dan berbagi dengan
orang lain, mengharapkan keuntungan diri
melalui peningkatan manfaat yang dapat
diberikan melalui perilaku bersama (De Dreu,
2010; Komorita & Parks, 1994, ).
Secara umum, kita dapat mengatakan bahwa
ketika individu atau kelompok berinteraksi
mereka dapat mengambil baik posisi koperasi
(kerjasama atau kompetitif (De Dreu, 2010;
Komorita & Taman, 1994).
Ketika kita bekerja sama, pihak yang terlibat
bertindak dengan cara yang mereka anggap
akan menguntungkan untuk diri mereka
sendiri dan orang lain.
Kompetisi
Di sisi lain, ketika kita terlibat dalam
kompetisi, kita mencoba untuk mendapatkan
sebanyak mungkin keuntungan atau imbalan
yang terbatas untuk diri kita sendiri, dan pada
saat yang sama kita bekerja untuk
mengurangi kemungkinan keberhasilan pihak
lain.
Meskipun persaingan tidak selalu berbahaya,
dalam beberapa kasus, pihak yang kalah
dapat merasa bahwa kepentingan mereka
belum terpenuhi secara memadai dan dapat
mengatribusi penyebab hasil kekalahan
tersebut kepada pihak lawan (Miller, 2001).
Dalam kasus tersebut, ketidakadilan yang
dirasakan atau tidak fair, persaingan dapat
menimbulkan konflik, di mana pihak yang
berkompetisi terlibat dalam kekerasan dan
permusuhan (De Dreu, 2010).
Kerja Sama dan Kompetisi
Orang- orang dalam berkelompok berinteraksi
secara kooperatif. Mereka saling membantu,
berbagi informasi dan bekerjasama demi
keuntungan bersama (Taylor, Peplau, dan
Sears, 2009).
Diwaktu lain, anggota kelompok mungkin
bersaing. Mereka mendahulukan tujuan
individualnya dan berusaha mengalahkan
anggota lain (Taylor, Peplau, dan Sears, 2009).
.
Dilema Sosial
Brewer dan Kramer (1986) memandang
bahwa dilema sosial eksis atau terjadi setiap
kali hasil kumulatif dari pilihan individual yang
masuk akal menjadi bencana kolektif.
Dilema sosial membuat kepentingan jangka
pendek individu bertentangan dengan
kepentingan jangka panjang kelompok.
Dilema sosial (social dilemma)
• Dilema sosial adalah situasi dimana kepentingan diri
bertentangan dengan kesejahteraan kelompok dalam waktu
jangka panjang atau situasi dimana keinginan individu
menghasilkan konsekuensi yang tidak diinginkan oleh
kelompok.
• Dilema sosial merupakan situasi di mana setiap orang dapat
meningkatkan perolehan individual mereka dengan bertindak
menang sendiri atau egois, namun jika orang melakukan hal
yang sama, hasil akhir yang diterima oleh semua orang akan
berkurang (Baron dan Byrne, 2005).
• Dalam istilah teknis dilema sosial adalah situasi dimana pilihan
jangka pendek yang paling menguntungkan bagi individu pada
akhirnya akan menimbulkan hasil negatif bagi semua pihak
yang terkait.
Penjelasan gambar diatas adalah terkait dilema narapidana,
bentuk sederhana dari dilema sosial.
Dua orang dapat memilih untuk bekerja sama atau untuk
berkompetisi satu sama lain.
Jika keduanya memilih untuk bekerja sama, masing-masing
menerima hasil yang memuaskan.
Jika keduanya memilih untuk berkompetisi maka masingmasing menerima hasil yang negatif, jika yang satu memilih
untuk berkompetisi sedangkan yang lain memilih untuk
bekerja sama,
Pihak pertama menerima hasil yang jauh lebih baik daripada
pihak kedua.
Ketidakpastian dalam dilema sosial
Banyak situasi dimana kerjasama seharusnya dapat
berkembang, tetapi tidak demikian halnya ketika
melibatkan sebuah kondisi yang disebut dilema sosial
adalah situasi dimana setiap orang yang terlibat
dapat meningkatkan hasil individual mereka dengan
bertindak menang sendiri / egois, tetapi jika semua
orang melakukan hal yang sama, hasil akhir yang
didapat oleh semua orang akan berkurang (Komorita
dan Parks, 1994).
Sebagai hasilnya, orang-orang dalam situasi
seperti ini harus berurusan dengan motif
campuran (mixed motive): terdapat alasan
untuk bekerja sama (menghindari hasil
negatif untuk semua orang) tetapi juga alasan
untuk berkompetisi melakukan yang terbaik
bagi diri sendiri. Bagaimanapun juga jika
hanya satu atau sedikit orang yang terlibat
dalam perilaku ini, mereka akan diuntungkan
sementara yang lain dirugikan.
Perbedaan individu dalam
menyelesaikan dilema sosial
Karena individu yang menghadapi dilema sosial terkadang
bertindak mementingkan diri sendiri dan terkadang
mementingkan kelompok. Tidak mengejutkan beberapa
faktor yang diidentifikasi dalam diskusi kompetisi dan
kerjasama juga relevan dengan dilema sosial:
1. Struktur imbalan dan situasi akan sangat berpengaruh
2. Tindakan mengingatkan orang terhadap norma kerjasama
sosial
Menyelesaikan dilema sosial
Faktor-faktor lain juga penting dalam memecahkan dilema
sosial (Kerr dan Park, 2001). Orientasi nilai dan tujuan seseorang
– apakah kooperatif, kompetitif atau individualis – dapat
mempengaruhi cara orang tersebut menghadapi dilema sosial.
Besarnya kelompok juga berpengaruh. Dalam kelompok besar,
efek perilaku egosi satu orang akan tidak kelihatan. Hubungan
antar individu juga penting.
Kita akan meninggalkan kepentingan diri kita,
jika kita mengenal dan peduli pada orang dalam
kelompok dan jika kita ingin terus berinteraksi
dengan mereka dimasa depan. Komunikasi
diantara individu juga dapat meningkatkan
kerjasama.
Diskusi akan membuka kesempatan bagi
individu untuk membuat komitmen terbuka
untuk bekerja sama.
Menciptakan kebersamaan kelompok dapat
meningkatkan tendensi untuk menahan diri dan
menggunakan sumber daya secara bijak,
khususnya dalam kelompok kecil.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kerjasama
Meskipun terdapat banyak faktor yang menentukan apakah
individu akan memilih untuk bekerja sama dengan orang lain
dalam situasi yang mengandung motif campuran yang
dimunculkan oleh dilema sosial, terdapat tiga faktor tampak
menjadi utama:
1. Kecenderungan pada timbal balik
2. Orientasi pribadi menyangkut kerjasama
3. Komunikasi
1. Kecenderungan pada timbal
balik (reciprocity)
Prinsip ini, memperlakukan orang lain sebagaimana
mereka telah memperlakukan kita (Pruitt dan
Carnevale, 1993).
Ketika orang lain bekerjasama dengan kita dan
mengesampingkan kepentingan pribadinya, biasanya
kita akan melakukan hal yang sama sebagai
balasannya. Sebaliknya jika mereka tidak bersikap
baik dan memaksakan kepentingan pribadi, kita juga
akan melakukan hal yang sama (Kerr dan KaufmanGilliland, 1994).
2. Orientasi pribadi menyangkut
kerjasama
• Orientasi kooperatif,
Dimana mereka memilih untuk
memaksimalkan hasil akhir bersama yang
diterima oleh semua orang yang terlibat.
• Orientasi individualistik
Dimana fokus utamanya adalah untuk
memaksimalkan hasil individual.
• Orientasi kompetitif
Fokus utamanya adalah untuk mengalahkan
orang lain
3. Komunikasi
Komunikasi antar anggota kelompok dapat
menghasilkan peningkatan kerjasama (Kerr
dan Kaufman-Gilliland, 1994; Sally, 1998).
Secara spesifik dampak yang menguntungkan
dapat diperoleh dan memang terjadi jika
anggota kelompok membuat komitmen
pribadi untuk bekerjasama satu sama lain dan
jika komitmen ini didukung oleh norma
pribadi yang kuat untuk menghargainya (Kerr
dkk, 1997).
Keadilan distributif dan
heuristik dalam dilema sosial
Upaya mewujudkan keadilan sosial dapat dimulai dari
penerapan model nilai- nilai kelompok. Namun harus diakui
bahwa menjaga kebersamaan, menghargai dan mempercayai
orang lain bukanlah hal yang mudah dipraktekkan.
Manusia selalu menghadapi dilema sosial, yaitu konflik antara
kepentingan pribadi versus pengorbanan diri untuk kepentingan
bersama (Faturochman, 2007). .
Dalam menghadapi dilema ini, hampir dapat dipastikan bahwa
setiap orang memilih kepentingan pribadi terlebih dulu. Tidak
mengherankan bila orang kemudian berusaha untuk
mendapatkan kebebasan sebesar-besarnya agar kepentingan
pribadinya dapat diwujudkan (Faturochman, 2007). .
Keadilan sosial ditinjau dari dimensi keadilan
distributif bermakna kesejahteraan bagi
semua pihak (Faturochman, 2007).
3 Jenis Keadilan Menurut Colquitt
( Sutrisna dan Rahyuda,
Keadilan distributif (distributive justice), keadilan dipandang
atas penilaian yang dibayarkan oleh kelompok pada anggota
seimbang berdasarkan usaha yang mereka berikan terhadap
kelompok (Blakely, 2005; Crow et al., 2012).
Keadilan prosedural (procedural justice), teori keadilan
prosedural mempersepsikan suatu aturan atau cara dan
prosedur yang dilakukan. (Chon et al., 2000).
Keadilan interaksional (interactional justice) mengacu pada
sejauh mana suatu otoritas yang diberikan terhadap
karyawan mampu dikomunikasikan dengan baik (Jawad et al.,
2012).
Dua poin yang layak dipertimbangkan dalam keadilan
distributif:
1. Penilaian mengenai keadilan distributif berasal dari sudut
pandang orang itu sendiri; kita yang melakukan
perbandingan dan kita yang memutuskan apakah bagian kita
adil secara relatif dibanding dengan anggota kelompok yang
lain (Greenberg, 1990)
2. Kita jauh lebih sensitif untuk menerima kurang daripada
yang seharusnya kita terima, dibandingkan dengan
menerima lebih daripada yang seharusnya kita terima.
Dengan kata lain self-serving bias bekerja kuat dalam
konteks ini (Greenberg, 1996; Diekmann dkk 1997)
3.
Download