BAB 42 APARATUR NEGARA BAB 42 APARATUR NEGARA I. PENDAHULUAN Untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan negara sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 melalui proses pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, dibutuhkan aparatur negara yang senantiasa konsisten dan konsekuen dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945, bersih, bertanggung jawab, berorientasi ke masa depan, serta penuh pengabdian dan memiliki kemampuan profesional dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Untuk itu, aparatur negara, yaitu keseluruhan lembaga dan pejabat negara serta pemerintahan negara yang meliputi aparatur kenegaraan dan aparatur pemerintahan, harus dibangun sehingga sebagai abdi negara dan abdi masyarakat mampu secara efisien dan efektif melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya atas penyelenggaraan negara dan pembangunan serta senantiasa mengabdi dan setia kepada kepentingan, nilai-nilai, dan cita-cita perjuangan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 547 Pembangunan aparatur negara pada hakikatnya merupakan upaya penyempurnaan, pendayagunaan, dan pembinaan keseluruhan unsur sistem administrasi negara yang pada pokoknya meliputi penataan organisasi, penyempurnaan ketatalaksanaan, pemantapan sistem manajemen, perbaikan sarana dan prasarana, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraannya sehingga memiliki disiplin, kemampuan profesional, wawasan pembangunan, dan semangat pengabdian kepada masyarakat, bangsa, negara, dan tanah air. Mengingat posisi dan peranan yang penting dari aparatur negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, pembangunan aparatur negara ditempatkan sebagai bagian tak terpisahkan dari, dan dimaksudkan sebagai upaya untuk dapat dengan sebaik-baiknya mendukung dan menyelenggarakan kegiatan penyusunan dan pelaksanaan strategi, kebijaksanaan dan program pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan di seluruh tanah air. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 mengamanatkan bahwa dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) pembangunan aparatur negara diarahkan untuk meningkatkan kualitas aparatur negara agar aparat negara lebih memiliki sikap dan perilaku yang berintikan pengabdian, kejujuran, tanggung jawab, disiplin, keadilan, dan kewibawaan sehingga dapat memberikan pelayanan dan pengayoman kepada masyarakat sesuai dengan tuntutan hati nurani rakyat. Sejalan dengan itu, perlu diupayakan penataan kewenangan yang rasional di antara jajaran dan peringkat aparatur negara sehingga terlaksana penyelenggaraan administrasi negara yang bersih, berwibawa, profesional, efisien, dan efektif. Selanjutnya, mengenai Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam (Repelita VI), GBHN 1993 menggariskan bahwa pembangunan aparatur negara diarahkan untuk mewujudkan aparatur negara yang andal serta mampu melaksanakan keseluruhan penyelenggaraan tugas pemerintahan umum dan pembangunan dengan efisien, efektif, dan terpadu, yang didukung oleh aparat negara 548 yang profesional, bertanggung jawab, bersih, dan berwibawa serta menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Di samping itu, GBHN 1993 juga mengamanatkan agar dalam Repelita VI pendayagunaan aparatur negara terus ditingkatkan, terutama yang berkaitan dengan kualitas, efisiensi pelayanan, dan pengayoman kepada masyarakat serta kemampuan profesional dan kesejahteraan aparatnya. Seiring dengan itu, dalam rangka mendorong kemajuan dan memperlancar pelaksanaan pembangunan secara merata di seluruh pelosok tanah air, serta meningkatkan perwujudan Wawasan Nusantara, hubungan kerja yang serasi antara aparatur pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam upaya makin mewujudkan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab terus dikembangkan atas dasar asas dekonsentrasi, desentra lisasi, dan tugas pembantuan secara proporsional dan realistis. Pembangunan aparatur negara dalam PJP II dan Repelita VI disusun dan diselenggarakan dengan berlandaskan pada pengarahan GBHN 1993 seperti tersebut di atas. II. PEMBANGUNAN APARATUR NEGARA DALAM PJP I Sejak awal orde baru disadari bahwa keberhasilan pembangunan akan ditentukan pula oleh kualitas dan kemampuan aparatur negara. Pembangunan aparatur negara dalam kurun waktu PJP I pada umumnya berisi proses pendayagunaan yang meliputi bidang organisasi kenegaraan dan pemerintahan, manajemen dan ketatalaksanaan pembangunan, sumber daya manusia, sistem pengawasan, serta penelitian dan pengembangan administrasi pemerintahan dan pembangunan. Hal tersebut dimaksudkan untuk makin meningkatkan dukungan dan kemampuan aparatur negara dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan secara lebih efisien dan efektif. 549 Pendayagunaan aparatur kenegaraan yang dilaksanakan dalam kurun waktu PJP I, bukan saja telah berhasil menempatkan dan memantapkan lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara dalam posisi dan fungsinya sebagaimana ditetapkan UUD 1945, melainkan juga telah menunjang lembaga-lembaga tersebut sehingga makin mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana diamanatkan konstitusi dan sesuai dengan dinamika kehidupan dalam masyarakat dan semangat demokrasi Pancasila. Meningkatnya kecerdasan, kesadaran, dan tanggung jawab masyarakat untuk berperan serta aktif dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan, yang memerlukan sikap tanggap aparatur kenegaraan, telah dapat diakomodasikan oleh aparatur kenegaraan tersebut dengan baik. Mengalirnya masukan kepada lembaga-lembaga tertinggi/tinggi negara menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga tersebut juga makin meningkat. Melembaganya mekanisme kepemimpinan nasional dalam PJP I dan berfungsinya pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam kurun waktu tersebut, membuka jalan tersalurnya berbagai tanggapan kritis, tetapi positif, yang disampaikan oleh DPR terhadap kebijaksanaan yang dilaksanakan oleh Pemerintah. Kemajuan pada lembaga-lembaga tinggi negara lainnya tampak antara lain dari makin meningkatnya usulan, pertimbangan, dan saran secara arif dan bermakna dari Dewan Pertimbangan Agung (DPA) kepada Presiden; makin meningkatnya peranan Badan Pemeriksa Keuangan (Bepeka) dalam melaksanakan tugasnya secara sistematis dalam pengawasan dan pemeriksaan atas tanggung jawab pemerintah dalam mengelola keuangan negara; serta makin mantapnya Mahkamah Agung (MA) dalam menetapkan putusannya dan menilai putusan-putusan badan peradilan di bawahnya, menunjukkan bahwa lembaga-lembaga tersebut makin mampu menampung aspirasi rakyat serta memahami permasalahannya secara proporsional. Dalam rangka pendayagunaan aparatur pemerintah pusat selama PJP I telah diterbitkan Keppres No. 44 Tahun 1974 tentang 550 Pokok-Pokok Organisasi Departemen sebagai landasan bagi penataan organisasi departemen-departemen. Berdasarkan Keppres tersebut ditetapkan susunan organisasi setiap departemen yang dituangkan dalam Keppres No. 45 Tahun 1974 tentang Susunan Organisasi Departemen yang menggantikan Keputusan Presidium Kabinet No. 15 dan 75 Tahun 1966 yang kemudian disempurnakan lagi dengan Keppres No. 15 Tahun 1984. Penataan juga dilakukan terhadap organisasi lembaga pemerintah nondepartemen (LPND), perwakilan RI di luar negeri, lembaga nonstruktural, dan unit pelaksana teknis (UPT). Upaya tersebut telah mengantisipasi dan menampung tugas dan fungsi departemen yang makin berkembang, mencegah duplikasi, kekosongan, meningkatkan koordinasi dan ketepatan rentang kendali, sehingga lebih dapat mendukung pelaksanaan tugas pemerintahan umum dan pembangunan secara lebih rasional, efisien, dan efektif. Selanjutnya, dalam rangka pendayagunaan aparatur peme rintah daerah telah diundangkan Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah menggantikan UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pemerintahan Daerah yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan pembangunan. Dengan diundangkannya UU No. 5 Tahun 1974, telah diletakkan landasan bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan saling hubungan antaraparatur pusat dan daerah menurut asas pendelegasian tugas pelaksanaan (dekonsentrasi), penyerahan urusan (desentralisasi), dan tugas pembantuan (medebewind). Di samping itu, dalam upaya memperkuat aparatur pemerintah daerah, telah diben tuk antara lain Sekretariat Wilayah/Daerah (Setwilda) Tingkat I dan Tingkat II serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tingkat I dan Tingkat II. Selain itu, telah dibentuk pula Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD), dinas dinas daerah, organisasi kecamatan dan organisasi sekretariat wilayah pemerintah kecamatan. Pendayagunaan kelembagaan tersebut meningkatkan kemampuan aparatur pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan di daerahnya . 551 Dalam rangka memantapkan penyelenggaraan dan perwujudan otonomi daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab dengan titik berat otonomi pada daerah tingkat II sebagaimana diundangkan dalam UU No. 5 Tahun 1974, telah dibentuk Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dengan Keppres No. 23 Tahun 1975. Selanjutnya, sebagai pelaksanaan dari UU No. 5 Tahun 1974 tersebut, telah diserahkan kepada pemerintah daerah beberapa urusan pemerintahan, antara lain urusan perkebunan besar, pariwisata, pekerjaan umum, pertambangan bahan galian golongan C, urusan kesehatan, serta lalu lintas dan angkutan jalan. Di samping itu, dalam rangka penataan hubungan keuangan pusat dan daerah telah ditetapkan beberapa ketentuan yang mengatur bagi hasil pajak dan bukan pajak dari pusat kepada daerah tingkat I dan tingkat II serta dari daerah tingkat I kepada daerah tingkat II, antara lain hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak kendaraan bermotor (PKB), iuran hasil hutan/iuran hak pengusahaan hutan (IHH/IHPH), dan iuran pertambangan. Dengan langkah-langkah tersebut, pendapatan asli daerah dan bagi hasil pajak dan bukan pajak telah berkembang positif, baik dalam jumlah maupun komposisinya. Kemudian, telah diterbitkan pula Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah dengan Titik Berat pada Tingkat II. PP tersebut mengatur bahwa semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada pemerintah daerah, kecuali untuk bidang pertahanan keamanan, peradilan, hubungan luar negeri, moneter, dan sebagian urusan pemerintahan umum yang menjadi kewenangan, tugas, dan kewajiban kepala wilayah, serta urusan pemerintahan lainnya yang secara nasional akan lebih efisien dan efektif apabila tetap diurus oleh pemerintah pusat. Untuk lebih mendayagunakan pemerintahan desa telah diundangkan UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Dengan ditetapkannya undang-undang tersebut, pengembangan organisasi pemerintah desa dilakukan secara lebih mantap dan terarah. Dalam pada itu, melalui beberapa program yang 552 menunjang peningkatan kemampuan aparatur pemerintah desa telah ditingkatkan kemampuan pelayanan kepada masyarakat dan pelaksanaan tugas pembangunan desa, termasuk dalam upaya peningkatan sumber keuangan asli desa dan pengelolaannya, serta kemampuan penyusunan anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan desa. Selanjutnya, pendayagunaan manajemen pembangunan selama PJP I telah dapat memantapkan ketatalaksanaan pemerintahan dan pembangunan sehingga dapat berfungsi lebih efisien dan efektif. Keberhasilan tersebut, antara lain ditunjukkan pula dalam penyelesaian secara efektif penyusunan rencana dan pelaksanaan proyekproyek pembangunan sekalipun jumlah dan jenis serta volume anggaran terus meningkat. Dalam hubungan ini, sistem perenca naan muncul sebagai unsur manajemen pembangunan yang penting dalam pendayagunaan aparatur pemerintah dan tumbuh sebagai instrumen kebijaksanaan ekonomi yang mantap, khususnya dalam peningkatan efisiensi alokasi anggaran disesuaikan dengan prioritas strategi pembangunan. Melalui mekanisme perencanaan tersebut, alokasi sumber yang terbatas diupayakan mencapai sasaran secara optimal; permasalahan yang diperkirakan akan dihadapi masa depan diperhitungkan sebelumnya; berbagai potensi, kendala, ataupun peluang diidentifikasi secara cermat; dan berbagai langkah kebijaksanaan untuk mengatasi berbagai permasalahan dan untuk mencapai berbagai tujuan nasional disiapkan lebih dini. Dalam hubungan ini, telah dikembangkan sistem perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengendalian proyek pembangunan yang diatur dalam Keppres tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sistem tersebut selama PJP I telah terus-menerus disempurnakan sehingga telah diterbitkan sebanyak 13 buah Keppres tentang Pelaksanaan APBN (Keppres No. 33/1969, Keppres No. 24/1970, Keppres No. 14/1971, Keppres No. 28/1972, Keppres. No. 11/1973, Keppres No. 17/1974, Keppres No. 7/1975, Keppres No. 14/1976, Keppres No. 12/1977, Keppres No. 14/1979, Keppres No. 14A/1980, Keppres No. 18/ 1981, dan Keppres No. 29/1984). 553 Dalam rangka sistem perencanaan pembangunan tersebut dikembangkan pula "proses perencanaan dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah" (bottom up and top down planning) melalui tahap penyusunan rencana secara terpadu, yaitu musyawarah Pembangunan Tingkat Desa/Kelurahan, Temu Karya Pembangunan Tingkat Kecamatan, Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) Daerah Tingkat II, Rakorbang Dati I, konsultasi regional pembangunan, dan konsultasi nasional pembangunan. Dengan demikian, berbagai program dan proyek pembangunan yang direncanakan telah sejauh mungkin menampung aspirasi, kebutuhan, permasalahan dan spesifikasi daerah, dan dilaksanakan dengan mengupayakan peran serta masyarakat di daerah. Seiring dengan itu, prakarsa dan kegiatan masyarakat dan dunia usaha terus meningkat. Dalam rangka manajemen proyek, agar pelaksanaan proyekproyek pembangunan berjalan secara efisien dan efektif, telah dikembangkan sistem pemantauan dan pengendalian pelaksanaan proyek pembangunan. Sistem tersebut bermula dari sistem pelaporan proyek dikembangkan menjadi sistem pengendalian proyek, kemudian lebih dikenal sebagai sistem pemantauan dan pengendalian proyek yang dibuat seragam. Selanjutnya, untuk lebih mendayagunakan pelaksanaan proyek dengan dana bantuan luar negeri telah dibentuk Tim Pendayagunaan Pelaksanaan Proyek-Proyek dengan Dana Luar Negeri (Tim P4DLN), melalui Keppres No. 2 Tahun 1986 yang kemudian disempurnakan dengan Keppres No. 10 Tahun 1988 dan Keppres No. 74 Tahun 1993. Di samping itu, dengan Keppres No. 39 Tahun 1991 telah dibentuk pula Tim Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri yang bertugas mengkoordinasikan pengelolaan semua pinjaman komersial luar negeri agar tidak terlalu membebani neraca pembayaran dan agar beban pembayaran kembali pinjaman luar negeri tetap dalam batas kemampuan ekonomi Indonesia. Pinjaman yang dikoordinasikan tersebut adalah pinjaman komersial luar negeri yang 554 diperlukan oleh Pemerintah, BUMN, termasuk bank pemerintah dan Pertamina, dan badan usaha milik swasta termasuk bank dan lembaga keuangan bukan bank. Untuk menunjang pelaksanaan pemantauan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan nasional, Pemerintah telah mengembangkan sistem pengawasan nasional yang meliputi pengawasan melekat (waskat), pengawasan fungsional (wasnal), dan pengawasan masyarakat (wasmas). Melalui Keppres No. 31 Tahun 1983 wasnal lebih ditingkatkan lagi dengan pembentukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sedangkan waskat lebih ditingkatkan dengan pedoman pelaksanaan yang ditetapkan melalui Inpres No. 1 Tahun 1989, dan pengawasan masyarakat lebih didayagunakan terutama dengan dibukanya Tromol Pos 5000 pada Kantor Wakil Presiden pada bulan April 1988. Hasil-hasil dari pemantapan dan pelaksanaan sistem pemantauan, pengendalian, dan pengawasan tersebut terlihat antara lain dari meningkatnya penyelesaian proyek sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan, penghematan pengeluaran negara dan penambahan penerimaan negara; meningkatnya disiplin aparatur negara dan kelancaran pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, untuk meningkatkan efisiensi dan menghilangkan ekonomi biaya tinggi, meningkatkan daya saing khususnya komoditas ekspor nonmigas, mengembangkan iklim investasi yang kondusif, dan untuk memperlancar pelayanan kepada masyarakat serta dunia usaha telah dilakukan penyederhanaan perizinan dan berbagai prosedur yang menyangkut berbagai kegiatan ekonomi, baik pada sektor moneter maupun pada sektor rill yang tertuang dalam paket-paket deregulasi dan debirokratisasi. Penerapan langkahlangkah kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi tersebut menunjang berkembangnya peran serta masyarakat dan dunia usaha, antara lain dalam kegiatan produksi, penanaman modal, perdagangan dalam dan luar negeri; selanjutnya, telah juga meningkatkan penerimaan pajak dan semangat menabung dalam masyarakat. 555 Seiring dengan itu, dalam rangka penyempurnaan manajemen pembangunan telah dikembangkan pula sistem manajemen dan teknologi informasi sebagai landasan untuk mendayagunakan pengolahan dan meningkatkan mutu data dan arus informasi sehingga lebih bermanfaat bagi pengambilan keputusan dan penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan pembangunan. Sejalan dengan upaya tersebut, dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang teknologi informasi telah dikembangkan program pendidikan dan pelatihan, serta jabatan fungsional pranata komputer. Pendayagunaan aparatur negara dalam PJP I di bidang sumber daya manusia terarah pada peningkatan kualitas dan kesejahteraannya, antara lain melalui perbaikan gaji dan tunjangan jaba tan, peningkatan kesempatan pendidikan dan pelatihan, pengembangan karier atas dasar sistem merit dan prestasi kerja; perbaikan administrasi kepegawaian serta peletakan dasar-dasar bagi pengembangan sistem informasi kepegawaian untuk menunjang proses administrasi dan penyusunan kebijaksanaan di bidang kepegawaian, serta peningkatan disiplin pegawai dan tertib hukum. Dalam bidang kepegawaian telah ditetapkan UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian menggantikan UU No. 18 Tahun 1961. Di samping itu, untuk mendapatkan jumlah dan mutu pegawai yang cukup dan sesuai dengan beban kerjanya, telah ditetapkan PP No. 5 Tahun 1976 tentang Penetapan Formasi Pegawai, dan PP No. 6 Tahun 1976 tentang Pengadaan Pegawai Negeri. Dengan ditetapkan kedua PP tersebut, penetapan formasi dan pengadaan pegawai negeri tidak hanya berdasarkan analisis kebutuhan (lowongan pekerjaan), tetapi juga analisis jabatan (lowongan jabatan). Dalam rangka pembinaan pegawai dan pemantapan administrasi kepegawaian, telah dilakukan pula penyederhanaan prosedur, penyempurnaan peraturan perundang-undangan, dan pemantapan sistem informasi kepegawaian. Dalam hubungan ini, berbagai 556 departemen/LPND telah mengembangkan sistem informasi kepegawaiannya. Hasil yang telah dicapai dalam membangun sistem informasi kepegawaian, antara lain berupa tersedianya data kepegawaian yang lengkap dan mudah ditemukan sehingga berbagai keputusan yang perlu diambil dalam rangka pengelolaan dan pengendalian kepegawaian dapat dilakukan secara lebih mudah. Kemudian, untuk meningkatkan data kepegawaian menjadi lebih mutakhir dan akurat agar dapat membantu pengelolaan dan pengendalian kepegawaian secara lebih tepat dan cepat, maka menjelang akhir PJP I telah dirancang Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian Republik Indonesia (SIMKRI) yang berpusat pada Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN). Selanjutnya, dalam rangka profesionalisasi dan pengembangan karier pegawai serta perampingan birokrasi pemerintah, telah dikembangkan jabatan fungsional dalam berbagai bidang keahlian, termasuk jabatan fungsional widyaiswara. Selain itu, untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pegawai dalam melaksanakan tugas yang menjadi atau akan menja di tanggung jawabnya telah ditingkatkan program pendidikan dan pelatihan (diklat) dalam jabatan berupa diklat penjenjangan dan nonpenjenjangan. Diklat penjenjangan yang dikembangkan selama PJP I terdiri atas (a) Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Dasar (Sepada); (b) Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Lanjutan (Sepala); (c) Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Madya (Sepadya); dan (d) Sekolah Staf dan Pimpinan Administrasi Nasional (Sespanas), sedangkan diklat nonpenjenjangan terdiri dari diktat teknik manajemen dan teknis fungsional antara lain diklat Teknik dan Manajemen Perencanaan Pembangunan (TMPP), Program Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Program Perencanaan Pembangunan Daerah (PPD), Latihan Keuangan Daerah (LKD) dan Kursus Keuangan Daerah (KKD). Di samping itu, untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan profesional dan keterampilan pegawai sesuai dengan prioritas pembangunan dilakukan pula pendidikan kedinasan dan pengiriman pegawai negeri sipil (PNS) ke lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan di 557 luar negeri. Sementara itu, dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan disiplin calon-calon PNS telah dikembangkan, antara lain diklat prajabatan, terutama untuk memberikan orientasi kepada calon PNS agar mengetahui, mengerti, dan menghayati norma, etika, kewajiban, dan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pegawai, telah dilakukan beberapa kali perbaikan sistem dan kenaikan gaji pokok sehingga perbandingan gaji pokok terendah dan tertinggi berubah dari 1:25 (awal Repelita I) menjadi sebesar 1:7 (akhir Repelita V). Selain itu, juga dilaksanakan perbaikan tunjangan bagi istri/suami, bantuan pemeliharaan kesehatan melalui asuransi kesehatan (Askes), perbaikan pemberian tabungan hari tua, dan bantuan uang muka pemilikan rumah melalui tabungan perumahan. Pemerintah juga telah melakukan perbaikan tunjangan struktural dan tunjangan jabatan fungsional serta penetapan tunjangan pengabdian bagi PNS yang bekerja dan bertempat tinggal di daerah terpencil dan tabung an perumahan. Di samping perbaikan gaji dan tunjangan di atas, pemerintah telah pula meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri melalui perbaikan pengurusan kenaikan pangkat bagi pegawai yang telah memenuhi persyaratan untuk naik pangkat berupa kenaikan pangkat otomatis (KPO) yang diberlakukan sejak 1 April 1984. Selama ini KPO tersebut baru diberlakukan untuk PNS yang menduduki jabatan guru di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Departemen Agama serta tenaga medis dan paramedis di lingkungan Departemen Kesehatan. Untuk meningkatkan disiplin pegawai dan pola hidup sederha na di kalangan pegawai telah diundangkan beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain mengenai larangan judi bagi pegawai negeri/anggota ABRI (Inpres No. 3 Tahun 1973), pola hidup sederhana (Keppres No. 10 Tahun 1974 sebagaimana telah disempurnakan dengan Keppres No. 47 Tahun 1992), dan pembatasan kegiatan pegawai negeri dalam usaha swasta (PP No. 6 Tahun 1974), kesetiaan dan ketaatan pegawai negeri pada 558 Pancasila, UUD 1945, negara dan Pemerintah (UU No. 8 Tahun 1974), kewajiban pegawai negeri mengikuti Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Inpres No. 10 Tahun 1978). Langkahlangkah lain yang telah ditempuh dalam rangka meningkatkan disiplin pegawai dan memperkuat solidaritas dan semangat juang ini antara lain keharusan mengikuti upacara bendera dan kegiatan KORPRI. Dalam rangka meningkatkan pengawasan telah dikembangkan pembudayaan pengawasan melekat dan pengawasan masyarakat, serta penetapan Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU No. 5 Tahun 1986). Untuk mendukung pendayagunaan aparatur negara, selama PJP I juga telah dikembangkan program pengkajian dan penelitian aparatur negara. Berbagai kebijaksanaan pendayagunaan aparatur yang telah diuraikan di atas, antara lain didasarkan pada sebagian dari hasil pengkajian dan penelitian yang telah dilakukan, baik oleh lembaga-lembaga penelitian departemen/LPND maupun perguruan tinggi. III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN Pembangunan aparatur negara yang telah dilaksanakan dalam PJP I telah dapat mengembangkan sistem administrasi negara yang lebih mantap didukung tatanan organisasi yang lebih tertib. Namun dalam PJP II diperkirakan permasalahan yang dihadapi masih tetap akan berat. Oleh karena itu harus dikenali berbagai tantangan dan kendala yang akan dihadapi selama PJP II serta peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan. 1. Tantangan Transformasi dalam berbagai bidang kehidupan akan menan dai perkembangan sejarah dalam dua puluh lima tahun mendatang, baik dalam tatanan nasional, global maupun regional. Persaingan 559 dan proteksi yang menandai restrukturisasi di bidang politik dan ekonomi, yang terjadi di berbagai belahan dunia, demikian pula dinamika perkembangan sosial, politik, ekonomi, dan demografis di dalam negeri menghadapkan pilihan untuk mengadakan peningkatan kualitas, daya saing, efisiensi, produktivitas dan peran serta masyarakat dalam pembangunan menuju cita-cita bangsa dan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila, UUD 1945, dan GBHN 1993. Hal tersebut menghadapkan tantangan kepada apara tur negara dalam PJP II untuk meningkatkan mutu, kemampuan, dan kesanggupannya; mengadakan perbaikan dan penyesuaian secara sistematis, sehingga tumbuh menjadi sistem manajemen pemerintahan yang modern, efisien dan efektif, disertai perilaku dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan yang senantiasa konsisten dan konsekuen dalam mengamalkan Pancasila dan UUD 1945, serta bersifat melayani, mengayomi, meneladani, dan mendorong prakarsa dan peran serta aktif masyarakat. Dalam kurun Repelita VI pendayagunaan aparatur negara menghadapi berbagai tantangan. Di antara tantangan yang dihadapi tersebut adalah penerapan manajemen modern dalam proses penyusunan dan penetapan kebijaksanaan, perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan, dengan dukungan sistem informasi yang terpadu di dalam dan antarinstansi Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, dan dalam saling hubungan antara pusat dan daerah. Teratasinya tantangan tersebut merupakan kunci bagi terwujudnya aparatur negara yang efisien dan efektif. Kecepatan, kecermatan dan ketepatan dalam perencanaan dan penentuan kebijaksanaan, disertai kecakapan dalam pelaksanaan dan kecekatan serta kelugasan dalam pengendaliannya adalah kualifikasi dan kondisi manajemen modern yang merupakan bagian dari tantangan yang harus dihadapi aparatur negara dari pusat sampai daerah untuk mencapai sukses dalam Repelita VI dan PJP II. Selanjutnya, kemampuan dalam menegakkan disiplin dan perilaku aparatur negara sebagai abdi negara dan abdi masyarakat 560 yang bersifat melayani, mengayomi, meneladani, serta mampu mendorong prakarsa dan peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, merupakan tantangan dalam pembangunan sistem administrasi negara yang merupakan wahana penyelenggaraan kebijaksanaan negara dan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila dan UUD 1945. Termasuk di dalamnya adalah penertiban dan penanggulangan penyalahgunaan wewenang dan penyelewengan lainnya yang merugikan pelaksanaan pembangunan serta merusak citra dan kewibawaan aparatur pemerintah, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, kebocoran serta pemborosan kekayaan dan keuangan nega ra, merupakan tantangan dalam pendayagunaan aparatur negara yang harus dihadapi dengan disiplin nasional yang memerlukan kepeloporan disiplin aparatur negara. Kebutuhan akan terselenggaranya secara mantap koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi (KISS) dalam susunan dan dinamika organisasi dalam segenap jajaran dan peringkat aparatur negara dalam Repelita VI dan PJP II menghadapkan tantangan yang harus diatasi sehingga segenap jajaran aparatur pemerintahan dapat mendukung seluruh penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan umum dan pembangunan secara efisien, efektif, tepat waktu, dan tepat sasaran. Kompleksitas permasalahan pembangunan diser tai variasi dalam jenis dan volume, dalam lokasi dan rentang kendali, dalam latar belakang budaya dan kemampuan berkarya, dalam kebutuhan dan kesanggupan pembiayaan, dalam dinamika daya tarik sektoral dan regional, variasi dalam sumber dan kemampuan manajemen pembiayaan, belum membudayanya penyelenggaraan prosedur secara utuh di camping belum mantapnya komunikasi, kerja sama dan keterpaduan dalam pemecahan masalah, adanya perbedaan dalam data dan informasi untuk hal yang sama, menyebabkan KISS menjadi tantangan yang cukup kompleks tetapi merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. 561 Tantangan lainnya yang dihadapi dalam PJP II adalah terselenggaranya otonomi daerah, khususnya di daerah tingkat II, yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab dengan dukungan pengembangan hubungan kerja antara aparatur pemerintah pusat dan daerah yang serasi, proporsional dan realistis, berdasarkan asas dekonsentrasi, desentralisasi, dan tugas pembantuan. Adanya perbedaan dalam kemampuan dan tingkat perkembangan daerah, persamaan dalam hak dan kewajiban, dinamika pilihan dan daya tarik sektoral dan regional, memunculkan permasalahan optimasi keserasian hubungan antara otonomi dan tiga pola hubungan pusatdaerah merupakan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan aparatur negara dan dalam penyelenggaraan pembangunan bangsa. Terwujudnya kepegawaian negara yang berkualitas, memiliki kemampuan profesional, keahlian dan keterampilan, semangat pengabdian yang tinggi disertai pengembangan karier yang jelas dan tingkat kesejahteraan yang memadai merupakan tantangan bagi tegaknya aparatur pemerintahan yang efisien dan efektif dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan umum dan pembangunan. Pembangunan dalam kurun waktu Repelita VI dan PJP II membutuhkan dukungan kepegawaian yang andal, sistem administrasi kepegawaian yang modern dan sarana yang memadai, disiplin yang tinggi dalam melaksanakan tugas, serta sikap yang setia kepada kepentingan, nilai-nilai dan cita-cita perjuangan bangsa dan negara disertai wawasan kebangsaan dan kenegaraan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal tersebut merupakan kondisi dan kualifikasi yang sangat diperlukan, tetapi tidak ringan untuk dapat dipenuhi sepenuhnya sebab itu merupakan tantangan yang masih harus dihadapi dalam rentang waktu lima ataupun dua puluh lima tahun mendatang. 2. Kendala Dalam pembangunan aparatur negara untuk mewujudkan secara optimal sistem manajemen pemerintahan yang modern, efisien dan efektif, baik dalam tatanan aparatur pemerintah pusat 562 dan daerah maupun dalam hubungan pusat dan daerah, dan dalam menghadapi berbagai tantangan di atas, dihadapi berbagai kendala. Di antara kendala tersebut adalah masih lemahnya koordinasi dan sinkronisasi dalam penyusunan kebijaksanaan, perencanaan pelaksanaan, dan pengendalian sehingga mengakibatkan kurang adanya konsistensi dan keterpaduan yang menyulitkan pencapaian tingkat daya guna dan produktivitas yang optimal. Kendala kelembagaan lainnya adalah belum dapat berfungsinya secara efisien dan efektif beberapa satuan organisasi dalam aparatur pemerintah; belum tertatanya pembagian tugas dan wewenang antara instansi vertikal di daerah dengan dinas daerah sehingga pelaksanaan urusan pembangunan di daerah masih ada yang tumpang tindih serta kurang mendorong pelaksanaan otonomi daerah yang bertitik berat pada daerah tingkat II. Di bidang kepegawaian dihadapi kendala berupa masih lemahnya kualitas pegawai dan administrasi kepegawaian negeri seperti antara lain ditunjukkan oleh kecilnya persentase jumlah tenaga sarjana dan jumlah peserta pendidikan dan pelatihan (diktat) dalam formasi kepegawaian, masih adanya ketidakpastian dalam ukuran penilaian prestasi kerja kepegawaian. Demikian pula, program dan penyelenggaraan diklat yang belum memadai dan terencana baik, serta belum sepenuhnya dikaitkan secara taat asas dengan kebijaksanaan pengembangan karier. Dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, perilaku aparatur negara belum sepenuhnya menunjukkan semangat melayani, mengayomi, dan bersikap terbuka. Kon disi tersebut merupakan kendala untuk mampu mendorong prakarsa dan kerja sama antarlembaga pemerintahan, serta membangkitkan peran serta yang meningkatkan rasa memiliki dan ikut bertanggung jawab seluruh lapisan masyarakat dan pemerintahan. Di samping itu, aparatur negara juga belum sepenuhnya dan seluruhnya dapat melaksanakan secara konsisten perangkat perundang-undangan 563 sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, serta belum sepenuhnya mampu menciptakan peraturan perundang-undangan yang memberikan kepastian hukum yang diperlukan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan. Kendala dalam rangka sistem perencanaan, antara lain belum didukung oleh sistem informasi dan komunikasi serta jumlah tenaga profesional yang memadai. Selain itu, manajemen informasi dan kemampuan profesional dalam penyediaan informasi pada aparatur pemerintah masih lemah. Unit organisasi perencanaan di pusat dan daerah khususnya Bappeda Tingkat II secara institusional dan profesional juga belum mantap. Selain itu, arsip sebagai sumber ingatan yang penting bagi kesinambungan penyelenggaraan pembangunan yang berkelanjutan belum terkelola dengan baik dan terpadu. 3. Peluang Hasil yang telah dicapai dalam pendayagunaan aparatur negara selama PJP I telah memberikan kerangka landasan yang mantap dan merupakan modal dalam menghadapi PJP II sehingga dimiliki peluang untuk menyukseskan Repelita VI sebagai awal untuk keberhasilan keseluruhan Repelita dalam PJP II. Selain yang bersumber pada aparatur negara, seperti semangat pengabdian yang tinggi kepada bangsa dan tanah air, terdapat peluang yang bersumber dan berkembang dalam tatanan lingkungannya. Berbagai peluang dalam pendayagunaan aparatur negara dalam Repelita VI dan PJP II telah berkembang, antara lain komitmen nasional untuk mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, melalui mekanisme kepemimpinan nasional sudah melembaga. Kondisi ini merupakan landasan yang sangat penting bagi penyelenggaraan negara dan pembangunan nasional yang berwawasan jangka panjang yang memberi arah dan 564 memadukan sasaran serta langkah-langkah kebijaksanaan pembangunan jangka pendek dan jangka menengah sehingga memungkinkan pelaksanaannya secara bertahap, berkesinambungan dan berkelanjutan, secara demokratis dan konstitusional. Hal ini akan memperkuat upaya pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan yang dilaksanakan berdasarkan UUD 1945. Peluang lainnya adalah berkembangnya terus semangat dan upaya pendayagunaan yang tak henti-hentinya di bidang aparatur negara; demi tegaknya pemerintahan yang bersih, berwibawa, efisien dan efektif, mengayomi dan mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat melalui perubahan mendasar di bidang organisasi, ketatalaksanaan, manajemen, sumber daya manusia, dan pengembangan berbagai bentuk sistem pengawasan, secara menyeluruh dan terpadu. Selain itu, hubungan pemerintahan pusat dan daerah berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentfasi, dan tugas pembantuan sudah terselenggara secara lebih terarah pada perwujudan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab. Berkembangnya prinsip-prinsip manajemen modern merupakan landasan yang mantap dalam pembangunan sistem administrasi negara. Peluang tersebut didukung oleh organisasi, prasarana, dan sarana pemerintahan yang tersusun cukup efisien, baik di pusat maupun daerah, dan dalam hubungan aparatur pemerintahan pusat dan daerah; sumber daya manusia yang bersemangat pengabdian tinggi, serta sistem pendidikan nasional yang mendukung upaya peningkatan kualitas kepegawaian, selain program. pendidikan dan pelatihan yang menunjang. Peluang lainnya adalah kesadaran politik bangsa dalam kehidupan bernegara dan berkonstitusi yang membuka peran serta dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan melalui mekanisme kepemimpinan nasional yang bersifat terbuka dan dinamis, didukung oleh supra dan infrastruktur politik dengan asas tunggal yang melembaga dalam masyarakat yang memungkinkan terselenggaranya pengawasan masyarakat secara konstruktif dan luas, 565 termasuk berkembangnya forum musyawarah pada tingkat desa, kelurahan dan kecamatan, serta lembaga swadaya masyarakat yang dapat menyalurkan aspirasi masyarakat dan proses perencanaan dari bawah. IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN 1. Arahan GBHN • 1993 Pembangunan aparatur negara diarahkan pada makin terwujudnya dukungan administrasi negara yang mampu menjamin kelancaran dan keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan untuk mewujudkan sistem administrasi negara yang makin andal, profesional, efisien, efektif, serta tanggap terhadap aspirasi rakyat dan terhadap dinamika perubahan lingkungan strategis. Kebijaksanaan dan langkah pendayagunaan administrasi negara perlu terus dilanjutkan, ditingkatkan, dan ditujukan kepada penataan organisasi, penyempurnaan ketatalaksanaan, pemantapan sistem informasi, perbaikan sarana dan prasarana, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraannya. Dalam rangka pembangunan aparatur kenegaraan, pelaksanaan fungsi lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara perlu terus ditingkatkan sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dengan mengembangkan kerja sama yang serasi dan terbuka berdasar atas asas kekeluargaan serta didukung oleh sumber daya yang memadai. Pembangunan aparatur pemerintah diarahkan pada peningkatan kualitas, efisiensi, dan efektivitas seluruh tatanan administra si pemerintahan, termasuk peningkatan kemampuan dan disiplin, pengabdian, keteladanan, dan kesejahteraan aparatnya, sehingga s ecar a kesel u ruhan m aki n m am pu m el aksanakan t u gas 566 pemerintahan dan pembangunan dengan sebaik-baiknya, khususnya dalam melayani, mengayomi, serta menumbuhkan prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan, serta tanggap terha dap kepentingan dan aspirasi masyarakat. Pembinaan, penyempurnaan, dan pendayagunaan aparatur pemerintah baik kelembagaan, ketatalaksanaan maupun kepegawaiannya perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Sistem pengawasan keuangan negara dan pembangunan, baik pengawasan melekat maupun pengawasan fungsional termasuk pengawasan oleh masyarakat dimantapkan secara terpadu dan konsisten agar tercapai efisiensi dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Perangkat pengawasan dan upaya tindak lanjutnya ditingkatkan secara terpadu bersamaan dengan pengembangan tanggung jawab masyarakat disertai peningkatan disiplin nasional. Penertiban aparatur pemerintah dilanjutkan dan makin ditingkatkan terutama dalam menegakkan disiplin aparatur pemerintah serta dalam menanggulangi penyalahgunaan wewenang dan bentuk penyelewengan lainnya, yang merugikan dan menghambat pelaksanaan pembangunan serta merusak citra dan kewibawaan aparatur pemerintah, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, kebocoran, serta pemborosan kekayaan dan keuangan negara. Pembinaan kepegawaian diarahkan pada makin terwujudnya kepegawaian negara yang mantap dengan pengembangan karier berdasarkan prestasi kerja, kemampuan profesional, keahlian dan keterampilan, serta kemantapan sikap mental aparat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 terus ditingkatkan secara berencana melalui upaya pendidikan dan pelatihan, penugasan, bimbingan dan konsultasi, serta melalui pengembangan motivasi, kode etik, dan disiplin kedinasan yang sehat didukung sistem informasi kepegawaian yang mantap serta dilengkapi sistem pemberian penghargaan yang wajar. Hubungan kerja yang serasi antara aparatur pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam upaya makin mewujudkan otonomi 567 daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab terus dikembangkan secara realistis atas dasar asas dekonsentrasi, desentralisasi, dan tugas pembantuan dalam rangka mendorong kemajuan dan memperlancar pelaksanaan pembangunan secara merata di seluruh pelosok tanah air, serta meningkatkan perwujudan Wawasan Nusantara. Pembangunan aparatur pemerintah daerah yang meliputi lembaga, tata kerja, dan aparat pemerintah daerah diarahkan pada penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah yang makin efisien, efektif dan tanggap terhadap aspirasi rakyat serta meningkatnya keterpaduan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan seluruh aparatur pemerintah daerah. Pendayagunaan aparatur pemerintah daerah ditujukan pada peningkatan kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah, peningkatan kualitas sistem administrasi, penyempurnaan ketatalaksanaan, serta peningkatan kualitas dan kesejahteraan aparatnya. Koordinasi, kerja sama, dan kemampuan aparatur pemerintah yang bertugas di daerah makin dimantapkan untuk lebih meningkatkan keserasian, kelancaran, efisiensi, dan efektivitas serta keterpaduan pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan di daerah. Pelaksanaan fungsi dan peranan aparatur pemerintahan desa dan kelurahan terus lebih ditingkatkan dan dikembangkan sehingga makin mampu, efisien, dan efektif dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan desa serta kelurahan dalam melayani, mengayomi, menggerakkan, dan menghargai prakarsa dan peran aktif rakyat dalam pembangunan, bersamaan dengan upaya menciptakan kondisi yang lebih mendorong peningkatan kehidupan dan tanggung jawab masyarakat serta kemampuan kelembagaannya. Sistem perencanaan penyusunan program dan anggaran dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan 568 dikembangkan secara terpadu dan efisien, sejalan dengan perkembangan kebutuhan pembangunan serta kemampuan keuang an negara. Kemampuan aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, dan mengendalikan pembangunan perlu makin ditingkatkan. 2. Sasaran a. Sasaran PJP II Sasaran pembangunan aparatur negara dalam PJP II sesuai amanat GBHN 1993 adalah terciptanya dan berfungsinya aparatur negara yang bersih, bertanggung jawab, penuh pengabdian dan profesional. Menjadi sasaran pula makin mantapnya pelaksanaan peranan, fungsi, dan hubungan antara lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara sesuai dengan kedudukannya sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945; dan selaras dengan dinamika kemajuan, kecerdasan dan semangat masyarakat untuk berperan serta aktif dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. b. Sasaran Repelita VI Sasaran pembangunan aparatur negara dalam Repelita VI sesuai amanat GBHN 1993 adalah tertatanya manajemen aparatur negara untuk meningkatkan kualitas, kemampuan, dan kesejahteraan manusianya. Menjadi sasaran pula terwujudnya sistem administrasi negara yang makin andal, profesional, efisien, efektif, serta tanggap terhadap aspirasi rakyat dan terhadap dinamika perubahan lingkungan strategis dalam tatanan kehidupan nasional, regional, dan global serta mampu menjamin kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan negara dan pembangunan; meningkatnya semangat pengabdian dan kemampuan aparatur 569 pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan, khususnya dalam melayani, mengayomi, mendorong dan menumbuhkan prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan; serta tanggap terhadap aspirasi masyarakat, permasalahan, kepentingan, dan kebutuhan rakyat, terutama yang masih hidup dalam kemiskinan atau rakyat kecil. Sasaran lainnya adalah meningkatnya perwujudan otonomi daerah di tingkat II yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab dalam mendorong kemajuan dan memperlancar pelaksanaan pembangunan secara merata di seluruh pelosok tanah air, serta meningkatkan perwujudan Wawasan Nusantara; meningkatnya kemampuan kelembagaan dan efisiensi serta efektivitas pelaksanaan fungsi dan peranan aparatur kecamatan dan pemerintahan desa dan kelurahan dalam melayani dan mengayomi masyarakat; dalam mengembangkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan; serta dalam menghargai pendapat, menanggapi aspirasi, dan menyalurkan rasa tanggung jawab masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan pada tingkat kecamatan dan desa ataupun kelurahan; mantapnya keterpaduan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan seluruh aparatur pemerintah baik di pusat maupun daerah; terwujudnya kepegawaian negara yang berkualitas; memiliki kemampuan profesional, keahlian dan keterampilan, kepemimpinan, serta semangat pengabdian dan disiplin yang tinggi dalam melaksanakan tugas; taat dan setia kepada kepentingan, nilai-nilai dan cita-cita perjuangan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; serta meningkatnya kesejahteraan pegawai negeri didukung sistem penggajian dan pembinaan serta pengembangan karier berdasarkan kemampuan profesional dan prestasi kerja, serta penerapan sistem karier terbuka antaraparatur pusat dan daerah. Terwujudnya sistem kearsipan yang andal, yang dikelola secara fungsional dan profesional sebagai bagian terpadu dalam pengembangan sistem manajemen modern untuk menunjang 570 pembangunan yang berkelanjutan secara berkesinambungan. Terselamatkannya arsip dalam upaya dan kinerja PJP I di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sebagai ingatan dan warisan sejarah bangsa merupakan sasaran pula. 3. Kebijaksanaan Pembangunan aparatur negara dalam Repelita VI meliputi kebijaksanaan (a) peningkatan disiplin aparatur negara; (b) pemantapan organisasi kenegaraan; (c) pendayagunaan organisasi pemerintahan; (d) penyempurnaan manajemen pembangunan; dan (e) peningkatan kualitas sumber daya manusia. a. Peningkatan Disiplin Aparatur Negara Pemerintahan yang bersih dan berwibawa, selain merupakan salah satu tujuan pokok dalam pembangunan aparatur negara, juga merupakan persyaratan pokok bagi terselenggaranya pembangunan nasional yang efisien dan efektif. Untuk itu, diperlukan disiplin yang tinggi. Sejalan dengan itu, dalam Repelita VI, Pemerintah menetapkan disiplin nasional yang dipelopori oleh aparatur negara sebagai krida kedua Panca Krida Kabinet Pembangunan VI, yang menyatakan: "meningkatkan disiplin nasional yang dipelopori aparatur negara menuju terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa dalam memberikan pelayanan pada rakyat Indonesia". Posisi aparatur negara dalam proses peningkatan disiplin nasional tersebut adalah sebagai pelopor, pelaku pertama, dan utama dalam menerapkan disiplin nasional sehingga dapat menjadi teladan dan panutan masyarakat. Disiplin berpengaruh terhadap efisiensi dan produktivitas kerja, daya guna, dan hasil guna aparatur. Produktivitas kerja ditingkatkan melalui peningkatan disiplin pegawai negeri sehingga bekerja dengan penuh semangat pengabdian dan sepenuh kemampuan. 571 Peningkatan disiplin aparatur pertama-tama tercermin dari perilakunya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang makin konsisten dan konsekuen dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 baik dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan maupun dalam kehidupan di tengah masyarakat. Aparatur negara bersifat melayani, mengayomi, dan meneladani, disertai kepemimpinan yang menumbuhkan dan mendorong prakarsa dan peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan. Selain itu, aparatur negara senantiasa siap dan bersikap mengabdi dan setia kepada kepentingan, nilai-nilai, dan cita-cita perjuangan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam rangka itu, peningkatan disiplin aparatur negara dilaksanakan melalui penghayatan, pengamalan, dan pembudayaan nilainilai .dan aturan kelembagaan, baik dalam sistem aparatur negara itu sendiri secara internal maupun dalam hubungannya dengan lingkungannya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Nilai-nilai dan aturan kelembagaan dalam rangka kehidupan nasional bangsa yang hams dilaksanakan dalam rangka peningkatan disiplin meliputi Eka Prasetya Panca Karsa sebagai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), UUD 1945, GBHN, berbagai kebijaksanaan dan peraturan perundangundangan, serta nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai hukum budaya bangsa dan nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi yang bergu na dan diperlukan bagi hidup, kemajuan, keutuhan wilayah, dan kelangsungan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Dalam hubungan ini, peningkatan disiplin pegawai mendapatkan perhatian sungguh-sungguh, karena dapat dan hams memberikan dampak nyata bagi tegaknya disiplin aparatur dan disiplin nasional. Peningkatan disiplin pegawai di samping dilakukan melalui: pemasyarakatan budaya kerja; peningkatan pelaksanaan pengawasan melekat, pengawasan fungsional dan pengawasan masyarakat; peningkatan mutu kepemimpinan; serta pendidikan, pelatihan, dan penataran; juga melalui penerapan berbagai peratur an perundang-undangan yang berlaku pada keseluruhan bidang 572 penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, termasuk penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pemahaman dan kepatuhan aparatur negara terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan termasuk yang menyangkut disiplin kepegawaian dan tertib hukum terus ditingkatkan, b. Pemantapan Organisasi Kenegaraan Dalam rangka pembangunan aparatur kenegaraan, pelaksanaan fungsi lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara ditingkatkan sesuai dengan ketentuan dan amanat UUD 1945, dengan mengembangkan hubungan kerja sama yang serasi dan terbuka berdasarkan asas kekeluargaan. Seiring dengan meningkatnya pembangunan, kesadaran politik bangsa dan dinamika kehidupan bernegara dan berkonstitusi yang meningkat diimbangi dengan peningkatan sikap keterbukaan yang mengundang peningkatan peran serta rakyat dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan melalui mekanisme kepemimpinan nasional dan kemantapan penyelenggaraan tugas dan fungsi aparatur kenegaraan. Kerja sama yang serasi antara aparatur kenegaraan dan pemerintahan makin dimantapkan untuk dapat menyalurkan dan menanggapi aspirasi masyarakat yang berkembang dinamis secara positif dan efektif. Hal tersebut diwujudkan melalui mekanisme penyusunan kebijaksanaan yang transparan dan partisipatif serta pengawasan pelaksanaan berbagai kebijaksanaan pembangunan dan peraturan perundang-undangan secara konstitusional dan demokratis. c. Pendayagunaan Organisasi Pemerintahan Pendayagunaan organisasi pemerintahan meliputi organisasi pemerintah pusat yang terdiri atas departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen (LPND), kantor menteri koordinator dan 573 menteri negara, serta sekretariat lembaga tertinggi dan sekretariat lembaga tinggi negara serta organisasi pemerintah daerah, yaitu daerah tingkat I, daerah tingkat II, dan desa, terus dikembangkan dan ditingkatkan termasuk keserasian kerja antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kegiatan pendayagunaan meliputi penataan struktur, fungsi, rentang kendali dan saling hubungan antar dan dalam jajaran organisasi pemerintahan tersebut sehingga penyelenggaraan tugas pemerintahan umum dan pembangunan yang diembannya efisien dan efektif. Ketergantungan dalam proses pengambilan keputusan, penetapan kebijaksanaan alokasi sumber daya dan pengembangan sumber daya manusia, terhadap unit kerja atasan diupayakan menjadi minimal. Selain itu, dilakukan pula perampingan birokrasi melalui penyelarasan tugas pokok pemerintah, jabaran fungsinya, dan uraian pekerjaan yang mendukung pelaksanaan fungsi pemerintahan. 1) Organisasi Pemerintah Pusat Pendayagunaan organisasi pemerintahan pusat ditujukan pada peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja melalui penataan organisasi sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas yang dihadapi dan kondisi lingkungan yang perlu dilayani; dan juga melalui peningkatan daya guna, hasil guna dan kualitas pelaksanaan fungsi, serta dengan peningkatan koordinasi dan sinkronisasi, serta pendelegasian kewenangan dan desentralisasi. Pendayagunaan organisasi kantor menteri koordinator dan menteri negara, serta organisasi departemen dan LPND terutama ditekankan pada peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi unit-unit organisasi yang secara struktural dan fungsional berperan dalam penyusunan kebijaksanaan pembangunan, termasuk badan penelitian dan pengembangan (litbang) dan jajaran staf yang berperanan menyiapkan data, informasi, kajian dan masukan lainnya bagi pengambilan keputusan. Pendayagunaan juga dilakukan melalui perbaikan sistem dan pelaksanaan koordinasi, baik dalam penyiapan, dan pengambilan keputusan 574 maupun dalam pelaksanaan berbagai kebijaksanaan, terutama untuk permasalahan yang sifatnya lintas sektoral, lintas daerah dan lintas lembaga. Selain itu, juga dilakukan pendayagunaan pada unit-unit pengawasan fungsional departemen/LPND untuk memantapkan pengawasan dan pengendalian pada departemen/LPND, dan lembaga-lembaga kenegaraan dan pemerintahan lainnya. Selain itu, keberadaan organisasi ekstrastruktural pada tingkat pusat ditinjau kembali, pelembagaannya diarahkan pada fungsionalisasi bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing instan si sehingga dapat dihindarkan terjadinya duplikasi dan tumpang tindih. Organisasi ekstrastruktural hanya dibentuk dalam hal penanganan tugas tertentu yang bersifat lintas sektor dan lintas lembaga, ataupun bersifat sementara dalam batas waktu tertentu. Hubungan kerja antaraparatur pemerintah pusat diarahkan pada pemantapan saling hubungan, khususnya antara dan antardepartemen dengan LPND dan antara instansi tersebut dan kantor menteri negara yang terkait, terutama untuk mendukung pelaksa naan koordinasi agar dapat lebih efektif baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan maupun dalam penyusunan kebijaksanaan sehingga penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan umum dan pembangunan makin terkoordinasi, serasi dan terpadu. Dalam rangka mengemban tugas pemerintahan negara di luar negeri, Perwakilan Republik Indonesia terus didayagunakan sehingga hubungan dan kerja sama dengan negara-negara sahabat dan lembaga-lembaga internasional dapat dilaksanakan secara lebih efisien dan efektif. Tata hubungan kerja antara dan antarberbagai unsur aparatur pemerintah di luar negeri terus disempurnakan untuk mewujudkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing. Selanjutnya, penyempurnaan organisasi unit pelaksana teknis (UPT) di lingkungan departemen/LPND dan pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II diarahkan untuk dapat lebih mandiri dalam 575 melaksanakan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan baik terhadap masyarakat maupun instansi pemerintah lainnya. Dalam hubungan ini UPT dikembangkan menjadi unit swadana sehingga dapat lebih operasional dan berkembang dengan mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah, disertai pemantapan pengelolaannya secara lebih profesional. 2) Organisasi Pemerintah Daerah dan Desa Penyempurnaan aparatur pemerintah daerah lebih ditekankan pada upaya pemantapan pembagian tugas dan pelaksanaan fungsi masing-masing, baik pada Pemerintah Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II dan pada pemantapan penyelenggaraan otonomi daerah dengan titik berat pada Daerah Tingkat II, sehingga jelas bidang tugas dan kewenangan setiap satuan organisasi, peringkatperingkat pemerintah wilayah dan peringkat pemerintah daerah. Selain itu, pendayagunaan organisasi pemerintah daerah dan desa juga ditujukan pada penataan organisasi pemerintah daerah dan wilayah sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, serta kondisi lingkungan yang perlu dilayani. Untuk lebih memantapkan susunan dan efektivitas organisasi pemerintah daerah baik tingkat I maupun tingkat II, eselonisasi aparatur daerah termasuk Bappeda Tingkat I dan Tingkat II ditinjau kembali dan disesuaikan, sedangkan hubungan kerja antara dan antaraparatur pemerintah daerah, dan dengan lembaga perwakilan rakyat di daerah terus ditingkatkan. Untuk meningkatkan penyelenggaraan otonomi daerah dengan titik berat di daerah tingkat II, yang didasarkan pada PP No. 45 Tahun 1992, dukungan organisasi pemerintahan diperkuat sehingga menjadi lebih andal dan lebih mampu dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk mendukung upaya tersebut, pendayagunaan organisasi sekretariat wilayah daerah dan dinasdinas daerah serta organisasi aparatur pemerintah daerah tingkat II 576 diarahkan pada peningkatan pengembangan profesionalisme, mendorong minat bekerja di daerah serta meningkatkan mobilitas perpindahan pegawai antardaerah dan antartingkatan pemerintah daerah. Aparatur kecamatan dan organisasi pemerintah desa terus disempurnakan agar lebih mampu memberikan pelayanan, mengembangkan kreativitas, otoaktivitas dan peran serta masyara kat dalam pembangunan. Sejalan dengan itu, hubungan kelembagaan antara pemerintah daerah dan desa dengan organisasi kemasyarakatan, serta lembaga kemasyarakatan lainnya terus disempurnakan, sesuai dengan bidang kegiatan atau profesi masing-masing, sehingga makin meningkatkan peran serta aktif masyarakat dalam mendukung proses kebijaksanaan dan perencanaan serta pengawasan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan umum dan pembangunan di daerah. Dalam hubungan ini, forum-forum konsultasi melalui Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) dan unit daerah kerja pembangunan (UDKP) lebih didayagunakan sehingga aspirasi seluruh lapisan masyarakat tertampung dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. 3) Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Dalam rangka menunjang kemampuan organisasi pemerintah daerah, baik pemerintah daerah tingkat I maupun pemerintah daerah tingkat II dan hubungan kerja serta koordinasi antar- dan antara instansi vertikal dan aparat pemerintah daerah disempurnakan untuk mewujudkan keselarasan dan keserasian pelaksanaan tugas masing-masing berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Sejalan dengan itu, penataan kewe nangan antara instansi vertikal dengan dinas daerah diupayakan peningkatannya; dan penyerahan urusan pemerintahan pusat kepada daerah yang telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan 577 dimantapkan pelaksanaannya, sesuai kondisi masing-masing daerah. Selain itu, dalam rangka penyempurnaan hubungan kerja pemerintah pusat dan daerah ditingkatkan koordinasinya baik dalam hubungan fungsional dan struktural, maupun hubungan di bidang sumber daya manusia dan keuangan dalam upaya memantapkan penyelenggaraan otonomi daerah dan menanggulangi kesenjangan perkembangan pembangunan antardaerah. Peraturan perundang-undangan yang menyangkut hubungan antara pemerintah pusat dan daerah disempurnakan agar makin memperlancar pelaksanaan pembangunan di daerah. Untuk mewujudkan keserasian dan keseimbangan dalam pelaksanaan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, seiring dengan makin meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan pembangunan di daerah, diadakan peninjauan kembali peraturan perundang-undangan mengenai penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tingkat I dan pemerintah daerah tingkat II atau dari pemerintah daerah tingkat I kepada pemerintah daerah tingkat II, serta peraturan perundang-undangan yang mengatur hubungan keuangan antara pusat dan daerah, termasuk pengaturan pajak dan retribusi daerah. d. Penyempurnaan Manajemen Pembangunan Kebijaksanaan penyempurnaan manajemen pembangunan meliputi penyesuaian administrasi kebijaksanaan pembangunan; pendayagunaan sistem perencanaan, sistem penganggaran dan pembiayaan, sistem pemantauan dan pelaporan; serta administrasi umum dan kearsipan; dukungan teknologi administrasi dan sistem informasi yang andal; di samping penerapan teknik-teknik manajemen modern dalam proses pengambilan keputusan, penetapan kebijaksanaan, pengalokasian sumber daya. 578 1) Administrasi Kebijaksanaan Pembangunan Pendayagunaan administrasi kebijaksanaan pembangunan ditingkatkan dengan langkah-langkah penyederhanaan prosedur dan perampingan struktur organisasi sehingga pelayanan kepada masyarakat terselenggara secara lebih mudah, murah dan cepat. Agar memberikan dampak secara lebih optimal dalam pencapaian pemerataan dan pertumbuhan, kegiatan tersebut dilaksanakan, baik dalam perangkat kelembagaan yang menunjang kegiatan ekonomi maupun dalam kegiatan yang menunjang upaya peningkatan kuali tas sumber daya manusia dan pengembangan iptek. Sejalan dengan itu, untuk lebih memantapkan Wawasan Nusantara dan meningkat kan ketahanan nasional upaya pendayagunaan kelembagaan pada kawasan-kawasan terbelakang dan daerah perbatasan di seluruh Nusantara ditingkatkan. Sistem koordinasi dan sinkronisasi dalam penyusunan kebijaksanaan pembangunan dan dalam pelaksanaannya juga dimantapkan, terutama untuk hal-hal yang bersifat lintas sektor, lintas lembaga dan berdampak luas dalam kehidupan masyarakat. Kebijaksanaan dan langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi dalam rangka penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi dan pengembangan serta peningkatan daya saing dunia usaha dilanjutkan dan ditingkatkan sampai pada tingkat daerah. Sehubungan dengan itu, penyederhanaan perizinan dilanjutkan dan diperluas pada berbagai bidang dan kegiatan ekonomi sehingga makin dapat menumbuhkembangkan peran serta masyarakat dalam pembangunan. Penyederhanaan perizinan yang dilakukan di tingkat pusat ditingkatkan dan dimantapkan pelaksanaannya di daerahdaerah. Langkah-langkah tersebut diutamakan pada bidang kelembagaan yang berkaitan serta dengan upaya untuk meningkatkan penanaman modal, perdagangan antarpulau, dan ekspor komoditas nonmigas pada umumnya, dan khususnya ke dan dari Kawasan Timur Indonesia dan daerah-daerah tertinggal lainnya. Sejalan dengan itu, peningkatan mutu ketatalaksanaan yang dilakukan 579 dengan menerapkan teknik-teknik manajemen modern dan pengembangan sistem informasi manajemen ditingkatkan. Pendayagunaan kelembagaan dalam rangka mengembangkan kewirausahaan koperasi dan pengusaha golongan ekonomi lemah termasuk pengusaha informal dan tradisional, ditingkatkan agar kemampuan usaha mereka makin meningkat. Dalam hubungan itu, keikutsertaan pengusaha besar dan menengah dalam kegiatan pembinaan tersebut terus ditingkatkan, termasuk industri rumah tangga yang berakar pada kebudayaan bangsa, agar makin dapat meningkatkan mum, efisiensi produksi dan pemasarannya. Kegiatan pendayagunaan administrasi kebijaksanaan tersebut di atas juga diperkuat dengan pemantapan budaya dan perilaku aparatur yang bersifat melayani dan mendorong prakarsa dan peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan. Selain itu, untuk melaksanakan pelayanan umum sebaik-baiknya ditingkatkan pengawasan melekat, pemasyarakatan budaya kerja, penegakan disiplin dan kegiatan-kegiatan pembinaan kepegawaian lainnya secara utuh. 2) Sistem Perencanaan, Penganggaran dan Pembiayaan, serta Pemantauan dan Pelaporan (a) Sistem Perencanaan Untuk meningkatkan kelancaran, daya guna, dan hasil guna pelaksanaan pembangunan, sistem perencanaan terus didayagunakan. Pendayagunaan sistem perencanaan tersebut meliputi penyempurnaan dalam wawasan; dalam lingkup perencanaan meliputi perencanaan kebijaksanaan, perencanaan program dan proyek; dalam pendekatan perencanaan yang memadukan perencanaan dan analisis kebijaksanaan serta manajemen modern; dalam mekanisme perencanaan yang memadukan secara proporsional proses perencanaan dari bawah dan perencanaan dari atas agar terdapat keserasian kegiatan dan keterpaduan dalam perencanaan. 580 Selain itu, dilakukan pemantapan koordinasi perencanaan program dan proyek-proyek pembangunan dalam suatu dan antarsektor, dalam suatu dan antarwilayah, serta antara sektor dan wilayah, baik pada tingkat nasional maupun daerah, sehingga berbagai kebijaksanaan, program dan proyek-proyek pembangunan dapat saling mendukung dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Sehubungan dengan itu, penerapan analisis dampak lingkungan dalam kegiatan perencanaan ditingkatkan, demikian pula dampak kesempatan kerja. Dalam kaitan itu, untuk meningkatkan kualitas perencanaan, kemampuan satuan organisasi perencanaan terus ditingkatkan, termasuk kemampuan profesional para perencana pada aparatur perencanaan pembangunan daerah. Sejalan dengan itu, pengembangan LKMD dan UDKP sebagai forum konsultasi perencanaan pembangunan pada tingkat desa/kelurahan dan kecamatan ditingkatkan. (b) Sistem Penganggaran dan Pembiayaan Untuk meningkatkan kualitas, ketertiban, dan kelancaran penyusunan ataupun perubahan dan pergeseran (revisi) anggaran yang diperlukan untuk mendayagunakan pelaksanaan pembangun an, termasuk penatausahaan dana bantuan luar negeri, serta pengadaan barang dan jasa untuk pembangunan, penyempurnaan sistem penganggaran dan pembiayaan ditingkatkan. Alternatif penggunaan sumber dana dari sektor swasta untuk pembiayaan kegiatan/pengadaan barang dan jasa pemerintah digalakkan secara selektif, didukung dengan pengembangan perangkat perundang-undangan yang dimantapkan. Sistem anggaran, mekanisme perencanaan anggaran dan jadwal kegiatan penyusunan anggaran didayagunakan, dan sinkronisasi penyusunan APBN serta APBD ditingkatkan. Penyempurnaan sistem penganggaran dan pembiayaan dilakukan pula pada ketentuan dan prosedur mengenai pembayaran dan penerimaan keuangan negara dan pembangunan, pada pencegahan duplikasi pembiayaan rutin dan pembangunan, pada penyederhanaan formulir usulan kegiatan dan lingkup waktu kegiatan yang 581 didasarkan pada rencana induk program ataupun proyek. Dalam pada itu, didayagunakan pula sistem manajemen keuangan dan akuntansi guna meningkatkan kelancaran dan keamanan penyelenggaraan keuangan negara. Untuk meningkatkan efisiensi pengadaan barang dan jasa yang diperlukan oleh pemerintah, penyempurnaan ketentuan yang mengatur mekanisme pengadaan barang dan jasa terus dilakukan dengan makin memberikan pengutamaan kepada produksi dalam negeri serta usaha menengah dan kecil. Penyempurnaan tersebut meliputi antara lain tata cara pengadaan dan penilaian atas realisasinya. Untuk lebih mendayagunakan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan diadakan pula penyempurnaan ketentuan dan prosedur perubahan/pergeseran anggaran khususnya dalam anggaran pembangunan. Dalam rangka meningkatkan pendayagunaan dana tersebut, tata cara pelaksanaan dan penatausahaan pinjaman dan hibah luar negeri disempurnakan. (c) Sistem Pemantauan dan Pelaporan Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna pemantauan dan pelaporan pelaksanaan, sistem pemantauan dan pelaporan yang meliputi lingkup, format, data perkembangan yang perlu dilaporkan, dan mekanisme pemantauan dan pelaporan serta pelaksanaan tindak lanjutnya lebih ditingkatkan. Lingkup kegiatan pemantauan meliputi juga pemantauan pelaksanaan kebijaksanaan dan program pembangunan, di samping pada proyek-proyek pembangunan. Selain itu, dikembangkan pula pemantauan dan penilaian pascapelaksanaan program dan proyek, disertai analisis dampak. Untuk mendukung upaya tersebut, dilakukan peningkatan kemampuan staf perencana dalam melakukan seluruh kegiatan teknik dan manajemen perencanaan pembangunan, baik dalam rangka perencanaan kebijaksanaan, program, maupun proyek; demikian pula dalam teknik dan manajemen penilaian atas pascapelaksanaannya. 582 Guna menunjang penyempurnaan sistem dan mekanisme pemantauan ditingkatkan pengembangan sistem informasi. Selain untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan pelaksanaan proyek secara cepat, lengkap dan cermat sehingga dapat diketahui sedini mungkin masalah yang akan dihadapi, langkah ini juga untuk mendayagunakan pelaksanaan tindak lanjut yang diperlukan. Selain peningkatan pemantauan terhadap perkembangan pelaksanaan proyek, juga dilakukan pengembangan sistem dan peningkatan pelaksanaan pemantauan dan penilaian yang meliputi perkembangan pelaksanaan kebijaksanaan dan program-program pembangunan. Dengan demikian, pengembangan sistem pemantauan dan pelaporan pelaksanaan meliputi pula perkembangan dan basil pelaksanaan kebijaksanaan dan program, di samping mengenai pelaksanaan dan pascapelaksanaan proyek pembangunan. 3) Manajemen Program dan Proyek Pembangunan Untuk meningkatkan daya guna dan basil guna manajemen pembangunan yang dipengaruhi pula oleh kondisi dan kemampuan organisasi dari manajemen program dan proyek serta pemimpin dan staf program dari proyek bersangkutan, maka persyaratan kepegawaian dan kualifikasi pemimpin proyek disesuaikan. Dalam hubungan ini, diperhatikan jenis, lingkup dan kompleksitas, kondisi, dan sifat kegiatan proyek, demikian juga sumber dana serta prosedur dan ketentuan perundang-undangan terkait. Karena setiap proyek tidak lepas dari interaksi dan dinamika hubungan dengan lingkungan, pada kualifikasi pemimpin proyek untuk proyek tertentu ditekankan pula faktor kemampuan komunikasi dan saling hubungan lintas budaya sehingga masyarakat sekitar proyek dapat mendukungnya. Guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan proyek-proyek yang bersifat lintas sektoral dan lembaga, ataupun untuk beberapa proyek yang berlokasi pada kawasan yang sama, maka koordinasi sejak persiapan pelaksanaan perlu diupayakan 583 dengan sungguh-sungguh. Selain itu, kemampuan dan pengetahuan pejabat yang terlibat dalam manajemen proyek, khususnya proyek yang mendapat bantuan luar negeri terus ditingkatkan. Dalam hal pengendalian program pembangunan agar berjalan lebih lancar, dukungan sistem informasi program pembangunan lebih ditingkatkan. Untuk program dan proyek yang bersifat lintas sektoral dan atau bersifat lintas lembaga yang merupakan satu kesatuan dan tahap-tahap pekerjaannya dilaksanakan secara berurutan maka koordinasi program ditingkatkan, meliputi koordinasi dengan berbagai instansi dan/atau proyek terkait baik dalam menyusun rencana kegiatan pelaksanaan maupun dalam pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaannya, serta dalam pertanggungjawaban atas penggunaan keuangan negara dan keberhasilan program, agar tercapai keterpaduan dan efisiensi serta efektivitas yang maksimal. 4) Sistem Informasi Pengembangan sistem informasi ditujukan untuk dapat menyediakan informasi yang tepat, akurat, lengkap dan mutakhir baik untuk perumusan kebijaksanaan, perencanaan, maupun pengawasan dan pengendalian pelaksanaan tugas pemerintahan umum dan pembangunan. Sistem informasi yang dikembangkan berlingkup nasional, dengan jaringan hubungan yang mantap antara dan antarinstansi, baik pusat maupun daerah, sehingga memungkinkan pertukaran dan pemanfaatan informasi antarintansi. Sehubungan dengan itu, sistem informasi yang telah dikembangkan di berbagai instansi pemerintah, baik di pusat maupun daerah, dikembangkan lebih lanjut sebagai satu kesatuan yang utuh dan saling menunjang. Langkah-langkah yang diambil untuk mendukung upaya tersebut, antara lain berupa peningkatan sumber daya manusia, baik kualitas maupun kuantitas, pada berbagai tingkatan keahlian di bidang pengembangan teknologi informasi. Selain kemampuan fungsional unit-unit yang mengelola informasi terus dikembangkan, 584 dilakukan pula pengembangan dan pemantapan sarananya, baik perangkat keras maupun perangkat lunak, sesuai dengan perkembangan kemajuan teknologi dan kemampuan pembiayaan pembangunan. 5) Administrasi Umum dan Kearsipan Dinamis Untuk meningkatkan kelancaran dan efisiensi pelaksanaan pekerjaan di lingkungan instansi pemerintah, penyempurnaan di bidang administrasi umum dan kearsipan meliputi aspek administrasi perkantoran, keuangan dan materil, persuratan dan dokumentasi kearsipan terus ditingkatkan. Untuk meningkatkan ketertiban dan kelancaran penyelenggaraan administrasi perkantoran, pedoman tata persuratan dan pembakuan sistem kearsipan yang terkait dengan sistem kearsipan nasional ditingkatkan penerapannya pada instansi-instansi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Di bidang administrasi keuangan dilakukan penyempurnaan terhadap prosedur dan ketatausahaan dalam pengelolaan keuangan negara. Selain itu, penyempurnaan juga dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan agar lebih sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan pembangunan. Langkah serupa juga dilakukan dalam pengelolaan materiil/ barang milik negara. Untuk menghemat pengeluaran keuangan negara terutama dalam membiayai pemeliharaan barang milik negara, terus dilanjutkan dan ditingkatkan sistem inventarisasi dan pendaftaran barang milik negara tersebut, sehingga dapat diketahui secara tepat, selain kelaikan juga alokasi anggaran pemeliharaannya. Selain itu, dilakukan pula penyederhanaan administrasi untuk meningkatkan kelancaran pelayanan dan saling hubungan antaraparatur pemerintah, dan antara aparatur dan masyarakat pada umumnya. 585 6) Sistem Kearsipan Nasional Untuk lebih memantapkan perwujudan manajemen modern, pengelolaan arsip secara profesional dan fungsional ditingkatkan sehingga lebih efisien dan efektif dalam menunjang penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di semua jenjang pengambilan keputusan; dan terpelihara pula ingatan dan warisan sejarah bangsa dan negara, baik upaya maupun kinerjanya. Untuk menjamin usaha penyelamatan arsip sebagai bahan kesejarahan tentang upaya dan keberhasilan pembangunan bangsa dan negara Indonesia yang sekaligus juga akan menjadi bukti pertanggungjawaban nasional kepada generasi mendatang, proses penyerahan arsip oleh Kantor Menteri Koordinator dan Menteri Negara, departemen/LPND serta Lembaga Tinggi dan Tertinggi Negara kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) digalakkan dan dilakukan secara otomatis. Dalam rangka itu ditingkatkan penyempurnaan sistem pengelolaan kearsipan nasional dan penciptaan sistem jaringan kearsipan nasional. Demikian pula, jumlah ataupun mutu arsiparis sejalan dengan beban tugas perkembangan teknologi. Di samping itu diupayakan pula pemantapan prasarana dan sarananya. e. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan unsur yang esensial dan modal dasar dalam pembangunan nasional. Aparatur negara yang memiliki sikap pengabdian, mutu keterampilan dan kemampuan profesional tinggi diperlukan agar pelaksanaan tugas dapat dilakukan secara efisien dan efektif. Oleh sebab itu, kegiatan peningkatan kualitas kepegawaian sebagai sumber daya manusia dalam aparatur negara ditingkatkan melalui antara lain rangkaian pembinaan tenaga manusia dan penyempurnaan administrasi kepegawaian. Cakupan pembinaan tersebut meliputi penyempurnaan sistem penentuan formasi dan pengadaan, pembinaan karier, pendidikan 586 dan pelatihan, sistem penggajian, tunjangan dan kesejahteraan; serta pengelolaan administrasi PNS. 1) Formasi dan Pengadaan Kebijaksanaan penyempurnaan formasi dan pengadaan diarahkan untuk memperoleh calon PNS yang sesuai dengan kebutuhan nyata pada instansi pemerintah pusat dan daerah, baik dalam mutu maupun jumlah. Untuk menentukan formasi dan pengadaan dilakukan penyempurnaan dalam perencanaan tenaga kerja PNS berdasarkan analisis jabatan, analisis kebutuhan, perkiraan beban kerja dan inventarisasi jabatan serta klasifikasi jabatan, yang dapat dipergunakan pula untuk menyusun daftar susunan pegawai dan peralatan (DSPP) pada setiap unit kerja pemerintah. Sistem pengadaan pegawai didayagunakan untuk dapat merekrut calon pegawai yang baik, melalui sistem seleksi yang transparan dan objektif dalam memilih tenaga-tenaga potensial. Untuk itu, sistem seleksi terus disempurnakan sehingga lebih menjamin objektivitas agar diperoleh calon PNS yang berkualitas. 2) Pembinaan Karier Kebijaksanaan pengangkatan PNS dalam pangkat dan jabatan diarahkan pada terwujudnya sistem pembinaan karier yang sehat untuk menjamin penempatan PNS yang tepat, pada jabatan yang tepat secara objektif dengan perlakuan yang adil dan kepastian perkembangan karier, serta menanamkan kebanggaan menjadi PNS Republik Indonesia. Pengisian jabatan dan pengembangan karier, baik dalam jabatan struktural maupun fungsional yang didasarkan pada kemampuan profesional dan prestasi kerja sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1974 ditingkatkan. Dalam hubungan ini, penyempurnaan terhadap perencanaan pengembangan karier PNS dilanjutkan dan ditingkatkan, demikian pula penilaian hasil kerja pegawai (DP3). 587 Dalam kaitannya dengan pengembangan jabatan fungsional, disusun dan dikembangkan pola karier berdasarkan klasifikasi jabatan yang didukung oleh kualifikasi kemampuan profesional dan kinerja pelaksanaan pekerjaan masing-masing. 3) Pendidikan dan Pelatihan Peningkatan mutu pegawai dilakukan terutama melalui pendidikan dan pelatihan (diklat). Pendayagunaan diklat dilakukan melalui peningkatan mutu program diklat dan pemantapan penyelenggaraannya, juga peningkatan dalam mute widyaiswara, mutu kurikulum dan silabus, mutu kepustakaan dan teknologi pengajaran. Di samping untuk meningkatkan semangat pengabdian, mutu, keahlian dan keterampilan, peningkatan mutu diklat PNS, juga ditujukan untuk mewujudkan pola berpikir yang luas dan berwawasan Nusantara. Program diklat meliputi diklat prajabatan, dan diklat dalam jabatan yang terdiri dari diklat penjenjangan dan nonpenjenjangan. Diklat dalam jabatan dikaitkan dengan pengembangan karier; sedangkan diklat prajabatan dikaitkan dengan sistem rekrutmen dan seleksi pengangkatan menjadi pegawai. Hal terakhir ini dimaksudkan selain untuk memperoleh tenaga yang berkualitas juga agar calon pegawai dapat langsung menyesuaikan diri dengan pekerjaan dan jabatan yang akan ditekuninya. Kesempatan mengikuti diklat penjenjangan yang meliputi Sepada, Sepala, Sepadya, dan Sespa diberikan dan dikaitkan dalam rangka promosi jabatan. Diklat penjenjangan tersebut terus disempurnakan dan ditingkatkan kualitas program dan pelaksanaannya. Selain itu, dalam rangka pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan diklat bagi PNS di berbagai lembaga dan daerah, ditingkatkan kerja sama dengan universitas di daerah, dan dikembangkan lebih lanjut diklat penjenjangan jarak jauh. 588 Langkah-langkah penyempurnaan program diklat juga ditujukan bagi PNS yang memangku jabatan fungsional dalam berbagai bidang spesialisasi dan profesi. Dalam rangka itu, terus dikembangkan program diklat teknis fungsional dan teknik manajemen untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan dalam berbagai bidang pelayanan dan pelaksanaan pembangunan. Untuk lebih meningkatkan dan mempercepat peningkatan mutu dan kemampuan profesional sumber daya manusia, diklat luar negeri dan kerja sama luar negeri dalam bidang diklat lebih didayagunakan. Dalam rangka pelaksanaan titik berat otonomi pada daerah tingkat II, ditingkatkan kesempatan yang lebih besar untuk mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan, baik penjenjangan maupun nonpenjenjangan, bagi aparatur pemerintah daerah tingkat II. Untuk mewujudkan keterpaduan, peningkatan efisiensi, dan meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan diklat, ditingkatkan penyempurnaan sistem informasi diklat. Demikian pula sistem koordinasi dalam penyelenggaraan dan pembinaan diklat, termasuk informasi mengenai widyaiswara yang diperlukan khususnya dalam rangka pendayagunaan diklat yang diselenggarakan di propinsi, baik program diklat instansi pusat maupun daerah. Bagi PNS yang akan memasuki masa persiapan pensiun diperhatikan pembekalan dalam bidang keahlian dan keterampilan yang bermanfaat bagi yang bersangkutan setelah memasuki masa pensiun. 4) Kepemimpinan Aparatur Pegawai negeri mempunyai posisi dan peranan yang penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Disiplin pegawai negeri menentukan keseluruhan disiplin aparatur dan mempengaruhi disiplin nasional. Kepeloporan aparatur negara 589 dalam menegakkan disiplin nasional tergantung juga pada kualitas kepemimpinan pegawai. Kehadiran aparatur negara sebagai abdi negara dan abdi masyarakat diperankan oleh pejabat negara dan pegawai negeri. Dalam rangka pembinaan kepemimpinan aparatur negara dan pegawai negeri ditingkatkan pengembangan kepemimpinan Pancasila, yang memiliki wibawa dan daya yang mampu untuk membawa serta dan memimpin masyarakat lingkungannya ke dalam kesadaran kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Beberapa prinsip utama dari kepemimpinan Pancasila adalah: "ing ngarso sung tulodo ", yang berarti bahwa seorang pemimpin harus mampu lewat sikap dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan orang-orang yang dipimpinnya; " ing madya mangun karso ", yang berarti seorang pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang dibimbingnya; dan "tut wuri handayani ", yang berarti bahwa seorang pemimpin harus mampu mendorong orang-orang yang diasuhnya agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab, dimantapkan dalam pembinaan kepemimpinan aparatur. Demikian pula norma kepemimpinan yang mendukung pelaksanaan ketiga prinsip kepemimpinan tersebut di atas dan juga yang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila yaitu berwibawa, jujur, terpercaya, bijaksana, mengayomi, berani mawas diri, mampu melihat jauh kedepan, berani dan mampu mengatasi kesulitan, bersifat wajar, tegas dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambil, sederhana, penuh pengabdian kepada tugas, berjiwa besar dan mempunyai sifat ingin tahu, serta bersifat melayani dan berorientasi kepada kepentingan umum, terus dimantapkan. 5) Penggajian, Tunjangan, dan Kesejahteraan Agar pegawai dapat memusatkan perhatian pada tugas pekerjaan yang dibebankan, sehingga terjamin kelancaran pelaksanaan 590 dan produktivitas kerjanya, penghasilan dan kesejahteraan pegawai diupayakan peningkatannya. Untuk itu, sistem penggajian akan disempurnakan dan dikembangkan menurut klasifikasi jabatan yang didasarkan atas pendekatan jenis pekerjaan, beban kerja dan tanggung jawab. Dalam sistem penggajian tersebut penghargaan terhadap prestasi kerja dan lokasi pekerjaan pegawai mendapat perhatian. Selain itu, kesejahteraan dan pemeliharaan sistem pelayanan kesehatan terus ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Demikian juga lingkungan dan iklim kerja yang lebih mendorong peningkatan prestasi kerja dan kesejahteraan, diupayakan peningkatannya antara lain melalui penyederhanaan prosedur penggajian, pelayanan kesehatan, kenaikan pangkat, dan peluang kepemilikan perumahan. 6) Administrasi Pegawai Negeri Sipil Besarnya jumlah PNS yang ada menuntut pelaksanaan sistem administrasi yang efektif. Oleh karena itu, kebijaksanaan yang ditempuh dalam hal ini adalah tetap mengusahakan jumlah PNS dalam batas-batas yang rasional dan efisien. Dalam rangka pengelolaan administrasi PNS, Sistem Informa si Manajemen Kepegawaian Republik Indonesia (SIMKRI) dikembangkan secara lebih terpadu dan dihubungkan dengan pusat informasi kepegawaian dari berbagai instansi pemerintah. Pendayagunaan sistem informasi kepegawaian negara dilakukan mela lui otomatisasi dan komputerisasi yang terpadu, sehingga pengelolaan administrasi kepegawaian dapat dilaksanakan dengan lebih efisien dan efektif. Selain itu, dilanjutkan kegiatan penyempurnaan peraturan perundang-undangan dan deregulasi administrasi kepegawaian sehingga lebih dapat memperlancar kegiatan administrasi kepegawaian baik di pusat maupun di daerah. Dalam rangka tertib administrasi kepegawaian dikembangkan mekanisme pengawasan 591 atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. V. PROGRAM PEMBANGUNAN Untuk menghadapi berbagai tantangan, mengatasi berbagai kendala dan mencapai berbagai sasaran tersebut di atas, dalam Repelita VI kebijaksanaan pembangunan aparatur negara dijabarkan lebih jauh antara lain dalam program pembangunan, yaitu program pokok dan program penunjang. Program pokok meliputi program peningkatan prasarana dan sarana aparatur negara, program peningkatan efisiensi aparatur negara, program pendidikan dan pelatihan aparatur negara termasuk program pendidikan kedinasan, serta program penelitian dan pengembangan aparatur negara. Program penunjang meliputi program pengembangan informasi pemerintahan, program pendayagunaan sistem dan pelaksanaan pengawasan, dan program pengembangan hukum administrasi negara. 1. Program Pokok a. Program Peningkatan Prasarana dan Sarana Aparatur Negara Program ini dimaksudkan untuk mendukung pelaksanaan tugas pemerintahan umum dan pembangunan dengan lebih efisien dan efektif serta terpadu, baik pada aparatur kenegaraan maupun pada aparatur pemerintahan. Untuk mencapai tujuan tersebut, program ini dalam Repelita VI meliputi, antara lain, peningkatan prasarana dan sarana termasuk kegiatan renovasi dan pemeliharaan yang lebih memadai dan sesuai dengan kemajuan teknologi, kebutuhan pembangunan, serta keadaan keuangan negara. 592 b. Program Peningkatan Efisiensi Aparatur Negara Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan pendayagunaan organisasi, ketatalaksanaan, serta disiplin dan tertib hukum apara tur negara agar lebih dapat mendukung pelaksanaan tugas pemerintahan umum dan pembangunan secara efisien dan efektif. Program ini meliputi kegiatan untuk (1) menunjang peningkatan pelaksanaan fungsi aparatur kenegaraan; (2) pendayagunaan organisasi aparatur pemerintahan; (3) penyempurnaan administrasi kebijaksanaan pembangunan; (4) pemantapan sistem perencanaan; (5) penyempurnaan sistem penganggaran dan pembiayaan; (6) pengembangan sistem pemantauan dan pengendalian; (7) pengembangan dan pendayagunaan sistem manajemen informasi; (8) penyempurnaan administrasi umum dan kearsipan; (9) peningkatan disiplin dan tertib hukum dalam aparatur negara. c. Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Negara Program ini meliputi Program Pendidikan Kedinasan dan Program Pelatihan. Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas, kemampuan, dan keterampilan pegawai agar dapat melaksanakan tugasnya secara efisien dan efektif, serta mengembangkan kesatuan berpikir dan kesatuan bahasa guna menciptakan kesatuan langkah, kegiatan dan kerja sama dalam menanggapi masalah dan melaksanakan pembangunan. Kegiatan yang akan dilaksanakan dalam program ini antara lain (1) penyempurnaan sistem, materi kurikulum dan silabus, serta sasaran diklat aparatur negara; (2) peningkatan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri; (3) peningkatan pengetahuan tenaga widyaiswara; (4) pengembangan diklat pembekalan bagi PNS yang akan memasuki masa persiapan pensiun; (5) peningkatan efisiensi, koordinasi penyelenggaraan diklat luar negeri, serta kerja sama luar negeri dalam bidang diklat; dan (6) pengembangan sistem informasi diklat PNS. Program Pelatihan bersifat jangka pendek dan pesertanya hanya mendapatkan sertifikat, tidak 593 mendapatkan gelar; meliputi keterampilan teknis, administratif dan manajerial. Program Pendidikan Kedinasan merupakan program pendidikan yang berjenjang mulai dari SLTA sampai dengan perguruan tinggi hingga pesertanya berhak mendapatkan ijazah dan atau gelar yang dilegalisasikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam Repelita VI Program Pendidikan Kedinasan ini meliputi berbagai bidang pengetahuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan instansi pemerintah yang bersangkutan. d. Program Penelitian dan Pengembangan Aparatur Negara Program ini diarahkan untuk menghasilkan masukan bagi pengembangan kebijaksanaan dan penyempurnaan kelembagaan guna meningkatkan daya guna dan hasil guna aparatur negara dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan. Program tersebut meliputi kegiatan (1) penelitian dan pengembangan kebijaksanaan pembangunan sektor strategis; (2) pengkaji an permasalahan kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian; serta (3) peningkatan kualitas badan/pusat penelitian dan pengembangan di seluruh instansi pemerintah. 2. Program Penunjang a. Program Pengembangan Informasi Pemerintahan Program ini ditujukan untuk mendayagunakan pemanfaatan teknologi informatika pada aparatur negara, dan mampu secara optimal menyediakan informasi yang tepat, akurat, lengkap dan mutakhir, baik untuk perumusan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan dan pengendalian pelaksanaan tugas pemerintahan umum dan pembangunan. Program tersebut meliputi kegiatan antara lain, (1) pendayagunaan jaringan dan pusat informasi yang telah dikembangkan di berbagai instansi pemerin tah, baik di pusat maupun di daerah, dan antara pusat dan daerah; 594 (2) pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan di bidang sistem informasi; dan (3) pendayagunaan sarana sehingga terjamin transformasi dan kualitas informasi yang dibutuhkan. b. Program Pendayagunaan Sistem dan Pelaksanaan Pengawasan Program ini dimaksudkan untuk menunjang terwujudnya aparatur pemerintahan yang bersih dan berwibawa melalui peningkatan kualitas sistem pengawasan dan untuk mengupayakan agar pengawasan dapat dilakukan lebih luas, cepat, mendalam, dan menyeluruh, disertai upaya menumbuhkan prakarsa dan peran aktif pengawasan, baik oleh pimpinan, atasan langsung maupun oleh masyarakat dengan tujuan untuk mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan. c. Program Pengembangan Hukum Administrasi Negara Program ini ditujukan untuk menunjang kegiatan aparatur negara dalam pelaksanaan tugas pemerintahan umum dan pembangunan melalui penyempurnaan secara terus menerus ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan perundangundangan dalam penyusunan kebijaksanaan administrasi dan pembangunan, serta pemantapan pelaksanaannya. VI. RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN DALAM REPELITA VI Program-program pembangunan tersebut di atas dilaksanakan baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat, Dalam programprogram tersebut, yang merupakan program dalam bidang aparatur negara, yang akan dibiayai dengan anggaran pembangunan selama Repelita VI (1994/95 - 1998/99) adalah sebesar Rp3.373.690,0 juta. Rencana anggaran pembangunan aparatur negara untuk tahun pertama dan selama Repelita VI menurut sektor, subsektor dan program dalam sistem APBN dapat dilihat dalam Tabel 42-1. 595 Tabel 42—1 RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN APARATUR NEGARA Tahun Anggaran 1994/95 dan Repelita VI (1994/95 — 1998/99) (dalam juta rupiah) No. Kode Sektor/Sub Sektor/Program 18 SEKTOR APARATUR NEGARA DAN PENGAWASAN 18.1 Sub Sektor Aparatur Negara 18.1.01 18.1.02 18.1.03 18.1.04 Program Peningkatan Prasarana dan Sarana Aparatur Negara Program Peningkatan Efisiensi Aparatur Negara Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Negara Program Penelitian dan Pengkajian Kebijaksanaan 1994/95 260.732,0 30.603,0 195.437,0 33.282,0 1994/95 — 1998/99 1.685.100,0 201.130,0 1.276.520,0 210.940,0