1 Materi Kuliah PENGEMBANGAN SDM PUBLIK-2 A. PENGERTIAN PENGEMBANGAN SDM PUBLIK Karyawan dalam suatu organisasi sebagai sumber daya manusia, dan sebagai hasil proses seleksi harus dikembangkan agar kemampuan mereka dapat mengikuti perkembangan organisasi. Di dalam suatu organisasi, unit atau bagian yang mempunyai tugas untuk pengembangan tenaga ini biasanya unit pendidikan dan pelatihan karyawan. Pengembangan sumber daya manusia dapat diartikan sebagai upaya mempersiapkan karyawan (sumber daya manusia) agar dapat bergerak dan berperan dalam organisasi sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan dan perubahan suatu organisasi. Oleh sebab itu, kegiatan pengembangan karyawan dirancang untuk memperoleh karyawan-karyawan yang mampu berprestasi dan fleksibel untuk suatu organisasi atau instansi dalam geraknya di masa depan. Pengembangan sumber daya manusia juga merupakan suatu cara efektif untuk menghadapi beberapa tantangan yang dihadapi oleh banyak perusahaan (T. Hani Handoko, 2000:117). Birokrasi yang seringkali dikonotasikan dengan hal-hal yang sifatnya negative, seperti urusan yang berkepanjangan, procedure bertele-tele dari meja satu ke meja lainnya. Hal ini mengakibatkan birokrasi tidak efisien, lamban, dipenuhi KKN, dan tidak mampu mengembang tugas untuk membawa kehidupan masyarakat dan bangsa mencapai tujuan dan cita-citanya. Untuk itu, di lingkungan birokrasi diperlukan komitmen untuk mengembangkasn sumber daya manusia aparatur pemerintah (PNS). Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan kesan negative, mengatasi permasalahan yang ada, memaksimalkan peran dan fungsinya bagi kebaikan masyarakat, serta mengantisipasi terhadap perubahan yang kian menggejala sebagai dampak pembangunan dan menguatnya pengaruh globalisasi dan kemajuan tehnologi. Hadi T dan Purnama L (1996) menyatakan bahwa peran aparatur pemerintah tidak hanya sebagai fasilitator dan service provider melainkan juga sebagai dinamisator dan entrepreneur. Peran demikian menuntut kemampuan dan kejelian dalam menghadapi dan memanfaatkan berbagai tantangan dan peluang sebagai kosekuensi era globalisasi. Menghadapi hal demikian, maka profesionalisme sumber daya aparatur pemerintah merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-yawar lagi. Sofian Effendi (1999) menyatakan bahwa setelah Pemilu 1999, Indonesia diperkirakan akan mengalami beberapa perubahan strategik yang membawa implikasi terhadap sistem kepegawaiannya. Perubahan strategik tersebut adalah Perubahan strategik dalam proses menuju Good Governance, Desentralisasi Kewenangan Pemerintahan dan Peran Serta Masyarakat. Ketetapan MPR Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara dan Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi dan Korupsi. Pemerintahan Yang Bersih, Bertanggungjawab dan Bebas KKN (Good Governance) adalah bentuk dan cara pemerintahan yang paling sesuai dan paling mampu menyelenggarakan sistem ekonomi yang berwawasan kerakyatan, sistem multi partai yang memerlukan pemerintahan koalisi, serta untuk mendorong ketaatan hukum serta ketertiban umum yang menjadi ciri dari suatu masyarakat madani. Dalam upaya untuk mengembangkan aparatur negara yang mampu melayani masyarakat madani tesebut, pengembangan kepegawaian negara akan menjadi bagian penting dalam penciptaan “good governance capability”. 2 Perubahan strategik yang akan terjadi sebagai hasil dari Pemilu 1999 antara lain adalah: a. Sistem pemerintahan koalisi Setelah Pemilu 1999 akan terjadi dua perubahan strategik yang amat mendasar dalam lingkungan politik nasional kita; Pertama, sistem multi-partai. Dalam Pemilu mendatang, 48 partai yang sudah terdaftar secara resmi pada Komisi Pemilihan Umum dan diperkirakan 9-10 partai yang akan memperoleh cukup dukungan untuk membentuk pemerintahan koalisi. Dalam pemerintahan koalisi tersebut dipastikan para anggota koalisi pasti akan menuntut porsi yang cukup dalam Pemerintahan yang terbentuk. Untuk menjaga agar prinsip keahlian tetap terjaga, perlu diadakan adjustment dalam format kepegawaian negara dengan memisahkan secara tegas antara pengangkatan politik (political appointments) pada pelbagai jabatan negara di pemerintahan dengan jabatan profesional yang harus netral dari kegiatan politik, serta jabatan lainnya. Sistem keahlian (merit system) yang dianut dalam administrasi kepegawaian RI mengharuskan para pemegang jabatan profesional pada ketiga cabang pemerintahan (Jabatan Eselon I ke bawah serta jabatan fungsional yang setara) harus bebas dari representasi partai politik. Karena itu PNS dilarang untuk menjadi pengurus mau pun anggota partai politik. Ketetapan netralitas tersebut. Perubahan kedua adalah lingkungan politik yang mengakui bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat. Karena itu setiap pejabat negara pada cabang legislatif, eksekutif dan judikatif, baik di Pusat mau pun di daerah, harus dapat mempertanggunjawabkan pelaksanaan tugas mereka kepada rakyat. Dalam pelaksanaan asas akuntabilitas tersebut, pembagian kewenangan yang jelas antara ketiga cabang pemerintah perlu diadakan agar terjadi suatu check-and-balance yang baik. b. Desentralisasi Kewenangan Pemerintahan Pada lingkungan pemerintahan perubahan yang paling mendasar pada lingkungan adalah: (a) pergeseran fungsi pemerintahan dan pembangunan dari pusat ke daerah, dan (b) tuntutan netralitas birokrasi dari kegiatan politik. Salah satu perubahan mendasar yang terjadi selama Pemerintah adalah semakin kuatnya semangat keterbukaan dan kebebasan. Terdorong oleh semangat tersebut, daerah akan menuntut adanya kewenangan yang lebih besar dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Sebagai respons terhadap tuntutan tersebut, dan dalam rangka mendorong pemerataan pembangunan secara cepat antara pusat dan daerah, dan antar daerah, Pemerintah Pusat akan memberikan otonomi semakin luas kepada daerah. Beberapa kebijaksanaan pemerintah yang baru, misalnya UU Pemerintahan Daerah serta peraturan pelaksanaanya sudah menerapkan asas desentralisasi sehingga dapat mempercepat upaya penciptakan kemakmuran secara adil dan merata antara daerah dan pusat. Desentralisasi tugas dan kewenangan tersebut membawa implikasi langsung terhadap kebijaksanaan pembinaan dan pengembangan PNS agar aparatur negara di pusat dan di daerah secara keseluruhan memiliki kemampuan dan kapabilitas yang sama untuk melaksanakan tugas-tugas yang semakin berat tersebut. c. Potensi Masyarakat Selama Pemerintahan Orde Baru peranan masyarakat kurang dapat berkembang secara maksimal karena peranan pemerintah yang terlalu dominan selama 30 tahun secara tidak sengaja telah menumpulkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan berbagai pelayanan publik yang pokok di bidang pendidikan, kesehatan, pelatihan, penelitian dan pengembangan. 3 Biaya yang terlalu berat yang harus ditanggung oleh Pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik tersebut sedikit demi sedikit sudah harus dialihkan kepada masyarakat. Selain dapat memanfaatkan potensi masyarakat yang semakin besar, penyertaan masyarakat dalam pembiayaan penyediaan pelayanan publik diperkirakan akan mampu meningkatkan kapasitas dari pelayanan tersebut, dan akan dapat mengurangi tekanan yang besar pada anggaran pemerintah. Sejalan dengan itu, berbagai unit swadana yang mampu membiayai sendiri belanja pegawai tanpa harus membebani anggaran pemerintah perlu diberikan keleluasaan untuk mengembangkan sistem kepangkatan dan penggajian yang lebih longgar walaupun tetap dalam kerangka kepegawaian negara. Dalam rangka mempersiapkan diri untuk meningkatkan daya saing perusahaan milik negara (BUMN dan BUMD) untuk menghadapi persaingan global, terdapat kecenderungan yang amat kuat di kalangan Pemerintah untuk melakukan privatisasi dan melaksanakan Konvensi ILO tentang Kebebasan Pekerja untuk Berorganisasi. Kalau kebijakan tersebut dilaksanakan, implikasi politiknya amat mendasar. Pemerintah sebagai pemilik perusahaan tidak memiliki kekuatan hukum untuk melarang partai politik untuk membuka organisasi pekekrja diperusahaan milik negara tersebut. Bila ini terjadi dapat diperkirakan betapa labilnya kondisi perusahaan milik negara di masa depan. d. Ancaman Disintegrasi Salah satu ciri masyarakat adalah kemampuan untuk mempertahan integrasi nasional yang tinggi pada suatu lingkungan sosial yang pluralistis juga kian meningkat. Berbagai konflik sosial yang terjadi di tanah air, sejak peristiwa Sanggau Ledo, Singkawang, pada tahun 1997, kerusuhan massal di Jakarta pada 14-20 Mei 1998, Peristiwa Banyuwangi, Peristiwa Ketapang, Peristiwa Kupang, Peristiwa Ambon pada 20 Januari, 1999, dan yang terahir Peristiwa Idi Cut, di Aceh Timur, menunjukkan bahwa integrasi nasional kita sekarang ini sedang menghadapi goncangan-goncangan yang perlu ditangani secara arif dan bijaksana. Bila tidak, Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan tidak mungkin akan mengalami disintegrasi menuju suatu federasi negara-negara kecil yang semakin lemah. Menghadapi kecenderungan disintegerasi yang semakin kuat tersebut, PNS sebagai unsur aparatur negara memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai penyangga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara. Guna menghadapi perubahan-perubahan strategik tersebut, perlu dikembangkan pemerintahan negara yang bersih, bebas KKN dan bertanggunjawab. Untuk mendukung terciptanya pemerintahan seperti itu diperlukan sistem kepegawaian negara baru yang dilandasi oleh kebijakan Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) yang lebih holistik dan terintegrasi. Pendekatan tata usaha kepegawaian terlalu sempit yang mendasari UU Nomor 8 tahun 1974 perlu ditinjau kembali karena sudah tidak sesuai dengan tuntutan dinamika dan perkembangan masyrakat dan pemerintahan. Penyempurnaan UU Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian diperlukan guna mempersiapkan suatu kepegawaian negara yang mampu melaksanakan Tap MPR-RI Nomor X/MPR/1998 dan Tap No. XI/MPR/1998. Karena perubahan-perubahan strategik yang akan terjadi setelah Pemilu 1999, UU Nomor 8 tahun 1974 dipandang tidak cukup memadai untuk mendukung kebutuhan pembangunan nasional dan karena itu harus disempurnakan dengan menggunakan pendekatan pengembangan sumber daya manusia sebagai landasan fikir. Pendekatan Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) memandang keseluruhan siklus pengembangan kepegawaian -- perencanaan kepegawaian, pendidikan dan pelatihan, pemanfaatan dan pembinaan kepegawaian 4 dan penetapan imbalan - sebagai suatu proses yang integral yang tak terpisahkan (Sofian Effendi, 1999). Pengembangan SDM berkaitan dengan pengembangan perencanaan institusi dan proses perilaku untuk mendapatkan pengetahuan secara umum, ketrampilan, nilai dalam mengembangkan diri secara umum (Kinggudu, 1989). Ini berarti pengembangan dilakukan agar PNS dapat menjadi penggerak utama aktivitas organisasi pemerintahan. dalam mencapai tujuannya. Pengembangan PNS yang relevan untuk membentuk pemerintahan yang baik mencakup pengembangan mental spiritual, perilaku pegawai, kemampuan, kecakapan, dan ketrampilan. Pengembangan spiritual dimaksudkan untuk memperkuat kepribadian, menanamkan kejujuran, rasa tanggung jawab, kesetiakawanan, loyalitas dan sebagainya. Pengembangan perilaku diarahkan untuk menegakkan disiplin, responsibilitas yang tinggi terhadap kondisi atau perubahan. Sedangkan pengembangan kemampuan, kecakapan, dan ketrampilan dimaksudkan untuk mencapai profesionalisme, efisiensi kerja dan produktivitas. Namun demikian, sebelum melangkah lebih jaun maka kebutuhan dan keinginan sebagai PNS harus dipahami. Kebutuhan dan keinginan adalah motivasi menjadi PNS. Dengan demikian, sebelumnya menetapkan langkah-langkah pengembangan maka motivasi sebagai PNS perlu mendapat perhatian. The World Bank Report (1980) menyatakan bahwa pengertian pengembangan sumber daya manusia didalamnya adalah pendidikan dan latihan, kesehatan, gizi, penurunan fertililtas, peningkatan kemampuan administrative, dan penelitian serta tehnologi. Berkaitan dengan pengertian tersebut Notoatmodjo (1992) menyatakan bahwa ada 2 aspek kualitas SDM yakni kualitas fisik dan kualitas non-fisik. Menurut Notoatmodjo kualitas fisik dapat diupayakan melalui program-program kesehatan dan gizi, sedangkan untuk meningkatkan kualitas non-fisik dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. Louis Emmnej menyatakan bahwa pengembangan SDM lebih difokuskan pada pendidikan dan latihan. Sedangkan CIDA (Canadian International Development Agencies) menyatakan bahwa pengembangan SDM menekankan manusia baik sebagai alat maupun tujuan akhir pembangunan. Dalam jangka pendek pengembangan diartikan sebagai pengembangan pendidikan dan latihan untuk memenuhi kebutuhan tenaga teknis, kepemimpinan, tenaga administrasi, dan upaya yang ditujukan pada sekelompok sasaran untuk mempermudah mereka yang terlibat dalam system social ekonomi negara tersebut. Leonard Nadler (dalam Hardjana, 2001:11) menyatakan bahwa pengembangan SDM adalah kegiatan-kegiatan belajar yang diadakan dalam jangka waktu tertentu guna memperbesar kemungkinan untuk meningkatkan kinerja. Pengambangan itu tidak dibiarkan terjadi begitu saja, tetapi sudah dirancang secara matang. Tujuan yang hendak dicapai dengan pengembangan adalah pertumbuhan kinerja baik pada lembaga secara keseluruhan maupun pada masing-masing pekerja yang terlibat didalamnya dari tingkat atas sampai tingkat bawah. Dengan pengembangan diharapkan terjadi peningkatan produktivitas dan efektivitas lembaga tersebut. Dari sini maka pengambangan SDM menempatkan pegawai sebagau subjek dan objek pembangunan, karenanya pendidikan dan latihan merupakan aspek penting yang dilakukan dalam jangka pendek untuk memenuhi tenaga kerja terampil, berwawasan luas, serta mempunyai visi jauh kedepan. Dari beberapa pengertian diatas, Notoatmodjo menyimpulkan bahwa pengertian pengembangan SDM secara mikro dan makro. Secara makro pengembangan SDM adalah peningkatan kualitas atau kemampuan PNS dalalm 5 mencapai tujuan pembangunan bangsa. Secara mikro pengembangan SDM adalah proses perencanaan pendidikan dan latihan serta pengeloaan PNS untuk mencapai hasil yang optimal. Pengembangan SDM aparat pemerintah dapat memiliki tiga kegiatan yakni a. Kegiatan pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kinerja PNS dalam jabatan dan tugas yang mereka miliki, kegiatan ini disebut Latihan atau Training b. Kegiatan pendidikan dan latihan untuk mengembangkan diri PNS secara umum dan menyeluruh tanpa dikaitkan dengan tugas khusus yang mereka lakukan. Kegiatan ini disebut dengan Dengembangan atau Development. c. Kegiatan pendidikan dan latihan untuk mempersiapkan PNS mengemban tugas baru dalam waktu dekat. Kegiatan ini disebut Education atau pendidikan. a. Pengertian Latihan Pengertian latihan dan pengembangan berbeda. Latihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai ketrampilan dan teknik penguasaan ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin (T. Hani Handoko, 2000:104). Latihan menyiapkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan sekarang. Latihan adalah proses sistematik pengubahan perilaku para karyawan dalam suatu arah guna meningkatkan tujuan-tujuan organisasional (Ambar T. Sulistiyani dan Rosidah, 2003:175). Latihan biasanya dimulai dengan orientasi yakni suatu proses dimana para karyawan diberi informasi dan pengetahuan mengenai kebijaksanaan-kebijaksanaan personalia, organisasi dan harapan-harapan untuk performance tertentu. Dalam latihan diciptakan suatu lingkungan dimana para karyawan dapat memperoleh atau mempelajari keahlian, perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan tenaga kerja dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan pada jabatan yang didudukinya sekarang. Menurut (Andrew E. Sikula dan Anwar Prabu Mangkunegara, 2005:44), bahwa pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir di mana karyawan non-managerial mempelajari penegtahuan dan ketrampilan teknis dalam tujuan terbatas. b. Pengertian Pengembangan Di lain pihak organisasi ingin menyiapkan para karyawan untuk memegang tanggungjawab pekerjaan di waktu yang akan datang, kegiatan ini disebut pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan (development) mempunyai ruang lingkup lebih luas dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian (T. Hani Handoko, 2000:104). Definisi lain pengembangan (development) adalah mewakili suatu investasi yang berorientasi ke masa depan dalam diri karyawan (Ambar T. Sulistiyani dan Rosidah, 2003:176). Pengembangan didasarkan pada kenyataan bahwa seseorang karyawan membutuhkan serangkaian pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang berkembang supaya bekerja dengan baik dan sukses posisi yang ditemui selama kariernya. c. Metode Latihan dan Pengembangan Menurut (Murti Sumarni dan John Soeprihanto 2000:374), ada dua metode latihan dan pengembangan, yaitu: 1. Latihan (Training). Latihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan seorang karyawan dengan cara meningkatkan kemampuan dan ketrampilan karyawan dalam menjalankan suatu pekerjaan. 6 2. Pendidikan (Education). Pendidikan adalah latihan untuk memperbaiki latihan seorang karyawan tentang pengetahuan umum dan pengetahuan ekonomi pada umumnya, termasuk peningkatan penguasaan teori dan ketrampilan mengambil keputusan dalam menghadapi persoalan-persoalan organisasi perusahaan. d. Tujuan latihan dan pengembangan Kegiatan-kegiatan latihan dan pengembangan merupakan tanggung jawab bagian SDM dan pimpinan langsung. Pimpinan mempunyai tanggungjawab atas kebijakan-kebijakan umum dan prosedur yang dibutuhkan untuk menerapkan program latihan dan pengembangan. Oleh karena itu, komitmen pimpinan sangat penting agar latihan dan pengembangan karyawan berlangsung secara efektif, baik dari perencanaan, proses serta tujuan dari latihan dan pengembangan dapat tercapai. Adapun tujuan latihan dan pengembangan menurut (Henry Simamora dalam Ambar T. Sulistiyani dan Rosidah, 2003:174) yaitu: 1. Memperbaiki kinerja. 2. Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi. 3. Mengurangi waktu belajar karyawan baru supaya menjadi kompeten dalam karyawan. 4. Membantu memecahkan persoalan operasional. 5. Mempersiapkan karyawan baru untuk promosi. 6. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi. 7. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan pribadi. 8. Untuk meningkatkan efisisensi dan efektivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Selain itu menurut (Ambar T. Sulistiyani dan Rosidah, 2003:177), ada berbagai manfaat latihan dan pengembangan, yaitu: 1. Meningkatkan kualitas dan produktivitas. 2. Menciptakan sikap, loyalitas dan kerjasama yang lebih menguntungkan. 3. Memenuhi kebutuhan perencanaan sumber daya manusia B. DASAR-DASAR PENGEMBANGAN SDM PUBLIK (Sofien Effendi, 1999) Kebijakan kepegawaian negara atau kebijakan pengembangan SDM aparatur negara yang diperlukan untuk menghilangkan kesan negative, mengatasi permasalahan yang ada, memaksimalkan peran dan fungsinya bagi kebaikan masyarakat, serta mengantisipasi terhadap perubahan yang kian menggejala sebagai dampak pembangunan dan menguatnya pengaruh globalisasi dan kemajuan tehnologi, serta .menghadapi perubahan-perubahan strategik seperti tersebut diatas pada dasarnya adalah pembangunan SDM Aparatur Negara yang profesional, netral dari kegiatan politik, berwawasan global, bermoral tinggi serta berkemampuan sebagai penyangga persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk menghadapi perubahan-perubahan strategik tersebut dengan efektif, kebijakan pembinaan kepegawaian negara pada pemerintahan (pasca Pemilu 1999) harus mampu mencapai tujuan berikut: 1. Dapat memenuhi kebutuhan pemerintahan koalisi; 2. Dapat memenuhi tuntutan desentralisasi kewenangan kepegawaian; 3. Berkemampuan mengakomodasi berkembangnya lembaga swadana untuk menggali potensi masyarakat; 4. Mempertahankan asas keahlian (merit system) dan netralitas. 5. Mendorong fungsi PNS sebagai penyangga persatuan dan kesatuan bangsa; 6. Mengembangkan persaingan dengan pegawai swasta. 7 Untuk mencapai tujuan tersebut, pengembangan kepegawaian negara pada Pemerintahan diarahkan untuk mengatur aspek-aspek kepegawaian negara berikut: a. Penataan struktur Kepegawaian Negara; b. Profesionalitas dan netralitas Aparatur Negara; c. Desentralisasi kewenangan kepegawaian dengan tetap mempertahankan mobilitas PNS d. Meningkatkan Kesejahteraan PNS. a. Penataan Struktur Kepegawaian Negara Untuk mengakomodasi aspirasi pemerintahan koalisi, mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan untuk mendorong potensi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayananan publik, diperlukan pembaharuan dalam struktur kepegawaian negara dengan menetapkan adanya tiga jenis jabatan pada kepegawaian negara yakni: jabatan negara, jabatan negeri dan jabatan pada lembaga swadana dan perusahaan milik negara. Sesuai dengan perkembangan keadaan, UU Nomor 8 tahun 1984 hanya mengenal dua jenis jabatan yakni jabatan negara dan jabatan negeri. Untuk menghadapi dinamika perkembangan politik dan pemerintahan pasca Pemilu, perlu adanya perluasan jabatan negara serta tambahan jabatan pada lembaga swadana dan perusahaan milik negara (lembaga pendidikan tinggi, lembaga pelayanan kesehatan, lembaga litbang, lembaga diklat, badan otorita, serta badan usaha milik negara). Pada jabatan negara perlu diperbesar formasi untuk pengangkatan politik pada berbagai tingkat pemerintahan., misalnya pada kantor pimpinan negara, kantor pimpinan kementerian, kantor pimpinan daerah. Termasuk dalam kategori ini adalah jabatan-jabatan pada lembaga tertinggi dan tinggi negara. Sebagai contoh, pada Sekretariat Negara, misalnya, jabatan Sekretaris Negara (Kepala Staf Presiden), Wakil Seskab dan para asisten Presiden adalah jabatan politik yang personilnya akan berganti bila terpilih Presiden baru. Tetapi, untuk menjaga agar profesionalitas dukungan pada Presiden tetap tinggi, semua jabatan lainnya -- dibawah koordinasi Waseneg -- adalah jabatan profesional yang menerapkan asas merit. Prinsip yang sama juga digunakan pada semua kementerian, jabatan menteri dan mungkin wakil menteri adalah jabatan politik, sedangkan birokrasi kementerian, dari Eselon I ke bawah adalah jabatan profesional. Di daerah pola jabatan ditetapkan dengan pola yang sama. Untuk memberi keleluasaan yang semakin besar kepada lembaga pendidikan, lembaga pelayanan kesehatan, lembaga litbang, lembaga diklat dan perusahaan milik negara dalam pelaksanaan misi dan fungsinya, pada struktur kepegawaian negara yang baru perlu diperkenalkan jenis ketiga: jabatan pada lembaga khusus. Karena dibayar dengan anggaran negara, secara umum dapat dikatakan bahwa mereka yang menduduki jabatan tersebut adalah pegawai negara. Tetapi, untuk memberikan keleluasaan untuk mengembangkan jenjang jabatan dan skala penggajian yang lebih mampu memotivasi produktivitas yang tinggi, dibuka kemungkinan bagi lembaga khusus tersebut untuk mengembangkan peraturan kepegawaian khusus. b. Netralitas dan Profesionalitas PNS Untuk menjaga agar netralitas aparatur negara dalam suatu kehidupan politik yang lebih dinamis, sistem kepegawaian harus mampu mempertahankan prinsip netralitas dengan cara memisahkan secara tegas antara jabatan negara (politis) dengan jabatan negeri dan jabatan pada lembaga khusus yang dibentuk dengan peraturan 8 perundangan. Jabatan negeri dan jabatan pada lembaga khusus tersebut adalah jabatan karier untuk para pegawai negara profesional. Untuk mempercepat dan menjamin pembangunan profesionalitas pada aparatur negara, netralitas aparatur negara dari kegiatan poltik harus dijaga. Dengan adanya netralitas tersebut, aparatur negara tidak terlalu perlu mengalami goncangan yang berarti bila terjadi pergantian.pemerintahan koalisi. Bagi perusahaan milik negara, peraturan kepegawaian negara juga berfungsi ganda sebagai pelindung hukum dari keharusan untuk melaksanakan Konvensi ILO tentang Kebebasan Hak Bersyarikat. Sebagai unsur pegawai negara, pegawai perusahaan milik negara, harus tetap netral dari kegiatan politik. Dengan demikian netralitas dalam mengembangkan misi perusahaan akan tercapai bila perusahaan milik negara tetap berada dalam lingkungan pegawai negeri tanpa kehilangan daya kompetisi dengan swasta. Untuk meningkatkan profesionalitas PNS, perlu diadakan penataaan dalam sistem pengadaan, sistem pelatihan, sistem pengembangan karier, serta penggajian dan penghargaan bagi PNS. Perencanaan formasi PNS perlu lebih didasarkan pada kualifikasi keahlian yang diperlukan oleh instansi pemerintah. Perencanaan pelatihan perlu lebih dikaitkan dengan rencana penempatan sehingga tercapai efisiensi serta efektivitas yang lebih tinggi. c. Desentralisasi kewenangan kepegawaian dan mobilitas PNS Salah satu unsur otonomi daerah yang ditetapkan oleh UU Pemerintahan Daerah baru adalah kewenangan dalam pengadaan, pembinaan, penggajian dan pemberhentian PNS. Sesuai dengan ketentuan perundangan baru tersebut, kepada daerah perlu diberikan kewenangan yang cukup memadai dalam bidang kepegawaian. Prinsip umum dalam kebijaksanaan kepegawaian adalah sebagai berikut: pengangkatan PNS tetap (Gol. II/b ke atas) ada pada Pemerintah Pusat dan dilaksanakan oleh BKN. Pengangkatan tenaga pelaksana (Gol. I/a s/d II/a) akan diserahkan kepada daerah. Sejalan dengan itu, kewenangan pengangkatan pejabat struktural dan fungsional akan ditetapkan sebagai berikut: Pejabat Eselon I dan II serta jabatan fungsional yang setara akan berada pada Pusat, pejabat Eselon III dan jabatan fungsional setara diserahkan kepada Propinsi, dan pengangkatan pejabat Eselon IV dan V serta pejabat fungsional setara diserahkan kepada Kabupaten dan Kota. Kewenangan pelatihan juga akan didesentralisasikan sesuai dengan kewenangan pengangkatan jabatan. Penetapan kewenangan pengadaan, pelatihan, pembinaan dan pemberhentian PNS tersebut dirumuskan dengan tetap berpegang pada prinsip bahwa PNS harus menjadi penyangga kesatuan dan persatuan bangsa. Untuk itu mobilitas PNS secara nasional dan regional harus tetap dijaga. Kewenangan pengangkatan PNS gol II/b ke atas harus tetap berada pada pemerintah pusat agar kualitas serta standar kepegawaian negara tetap terpelihara dengan baik. Demikian juga pengangkatan pada jabatan struktural dan fungsional setara Eselon I dan II berada ditangan Pusat agar mobilitas PNS pada 2 jenjang jabatan tinggi tersebut terjadi mobilitas secara nasional. Pada jenjang jabatan eselon II terdapat mobilitas regional dan pada jenjang jabatan eselon IV dan V terjadi mobilitas secara lokal. Dengan demikian diharapkan PNS akan dapat berfungsi sebagai penyangga persatuan dan kesatuan bangsa. d. Meningkatkan Kesejahteraan PNS Isu terakhir adalah isu klasik, karena sejak RI didirikan PNS belum pernah menikmati kesejahteraan yang cukup memadai. Krisis ekonomi yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berahir telah menyebabkan nilai riil gaji PNS menjadi 9 amat rendah. Nilai gaji PNS pada saat ini hanyalah sepertiga dari nilai yang diterimanya pada bulan Oktober 1997. Dengan nilai riil yang sudah amat merosot tersebut, gaji PNS hanya dapat mendukung hidup keluarga PNS tidak lebih dari 10 hari. Untuk menutupi kebutuhan hidup sebulan, para PNS ini harus melakukan berbagai upaya supaya tetap survive. Keadaan ini tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja. Pemerintah perlu merumuskan kebijaksanaan penggajian yang manusiawi dan adil agar PNS dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih, bebas dari KKN dan bertanggunjawab. Sejalan dengan upaya Pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dari pajak, perlu diupayakan peningkatan gaji PNS secara bertahap sampai tercapai sistem penggajian dan penghargaan yang lebih kompetitif dengan sektor swasta. C. PERATURAN PEMERINTAH No. 101/2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN LATIHAN BAGI PNS Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Diklat adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil. Diklat bertujuan: a. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi; b. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsaa; c. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pembedayaan masyarakat; d. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik. Sasaran Diklat adalah terwujudnya PNS yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. Jenis Diklat terdiri dari 2 jenis yakni Diklat Prajabatan dan Diklat Dalam Jabatan. a. Diklat Prajabatan Diklat Prajabatan merupakan syarat pengangkatan CPNS menjadi PNS. Diklat Prajabatan terdiri dari: a. Diklat Prajabatan Golongan I untuk menjadi PNS Golongan I; b. Diklat Prajabatan Golongan II untuk menjadi PNS Golongan II; c. Diklat Prajabatan Golongan III untuk menjadi PNS Golongan III. Diklat Prajabatan dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, disamping pengetahuan dasar tentang sitem penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang tugas, dan budaya organisasinya agar mampu melaksanakan tugas dan perannya sebagai pelayan masyarakat. b. Diklat Dalam Jabatan Diklat Dalam Jabatan dilaksanakan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap PNS agar dapat melaksanakaan tugas-tugas pemerintahan dan 10 pembangunan dengan sebaik-baiknya. Diklat Dalam Jabatan terdiri dari Diklat Kepemimpinan; Diklat Fungsional; dan Diklat Teknis. b.1. Diklat Kepimpinan yang selanjutnya disebut Diklatpim dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural. Diklatpim terdiri dari: a. Diklatpim Tingkat IV adalah Diklatpim untuk Jabatan Struktural Eselon IV; b. Diklatpim Tingkat III adalah Diklatpim untuk Jabatan Struktural Eselon III; c. Diklatpim Tingkat II adalah Diklatpim untuk Jabatan Struktural Eselon II; d. Diklatpim Tingkat I adalah Diklatpim untuk Jabatan Struktural Eselon I b.2. Diklat Fungsional dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang Jabatan Fungsional masing-masing. Jenis dan jenjang Diklat Fungsional untuk masing-masing jabatan fungsional ditetapkan oleh instansi Pembina Jabatan Fungsional yang bersangkutan. b.3. Diklat Teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk melaksanakan tugas PNS. Diklat Teknis dapat dilaksanakan secara berjenjang. Jenis dan Jenjang Diklat Teknis ditetapkan oleh instansi teknis yang bersangkutan. D. PENGEMBANGAN POLA KARIR PNS Sesuai dengan tuntutan reformasi, yang menghendaki terwujudnya pemerintahan yang bersih, berwibawa, transparan dalam menjalankan tugas pelayanan publik dengan tekat memerangi praktek-praktek KKK atau yang lebih populer dengan istilah "Good Governance". Untuk semua itu, bagi Pemerintah yang harus dilakukan adalah meningkatkan Kualitas Profesionalisme Aparatur agar memiliki keunggulan kompetitif dan memegang teguh etika birokrasi dalam memberi pelayanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan dan keinginan masyarakat atau yang lebih dikenal dengan pemberikan pelayanan prima. Untuk membangun sosok Aparatur sebagaimana tersebut di atas, Pemerintah perlu membina aparatur secara terus menerus dengan jelas, terarah, transparan dan sebagai salah satu jalur adalah melalui Pengembangan Pola Karier Pegawai Negeri Sipil. Dengan pola karier yang jelas, terarah dan transparan akan dapat merangsang pegawai untuk mengembangkan karier dan profesionalisme. Dalam organisasi Pemerintah pembinaannya SDM-nya dimungkinkan secara formal dilakukan melalui jabatan struktural dan fungsional. Sesuai dengan PP 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang PNS dalam rangka memimpin suatu organisasi negara. Secara tegas jabatan struktural merupakan suatu jabatan yang secara tegas ada pada struktur organisasi bagi PNS yang memiliki potensi dominan untuk memimpin. Sedangkan pengertian jabatan fungsional PNS menurut PP No. 16 Tahun 1994 adalah kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri. Secara tegas dapat dikatakan bahwa jabatan fungsional merupakan suatu jabatan yang tidak tampak dalam struktur organisasi tapi fungsinya diperlukan organisasi bagi PNS yang dinilai mempunyai potensi yang profesional. Pola karier merupakan arah pembinaan PNS yang menggambarkan karier yang menunjukan keterkaitan dan keserasian antara jabatan, pangkat, pendidikan dan pelatihan jabatan, kompetensi, serta masa jabatan seseorang PNS sejak pengangkatan 11 pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun. Jadi hakekat dari pola Karier adalah lintasan perkembangan dan kemajuan pegawai dengan pola gerakan posisi pegawai baik horisontal maupun vertikal yang selalu mengarah pada tingkat posisi yang lebih tinggi. Dalam rangka memantapkan lebih lanjut pengembangan SDM yang digambarkan dalam pola karier melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan, dapat tergambar dalam pentahapan pengembangan karier pegawai sebagai berikut: 1. Tahap Orientasi Tahap ini merupakan usaha dengan cara memberikan tugas khusus yang terprogram dalam waktu tertentu sehingga pegawai tersebut : Mempunyai gambaran secara umum kegiatan organisasi yang berkaitan dengan pendidikan formal Mempunyai gambaran tentang usaha apa yang harus dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dasarnya menjelang tugas yang akan dihadapinya. Dalam tahapan ini, tugas penanggung jawab pengembangan SDM adalah memonitor sejauh mana bakat, minat dan potensi pegawai tersebut, guna penempatan selanjutnya. 2. Pelatihan Pra Tugas Dengan mengenali prestasi kerja/potensi pegawai tersebut, selanjutnya diperlukan pendidikan dan pelatihan teknis yang relevan, yang diikuti dengan seleksi, dan penilaian guna mendapatkan pegawai yang semaksimal mungkin disesuaikan dengan bakat dan minat. 3. Penempatan dalam rangka Pengembangan Profesi Dari penggabungan antara bakat dan minat pegawai, dapat diarahkan untuk diberi tugas dalam jabatan-jabatan yang memerlukan syarat kualifikasi teknis dan kemampuan mengenal kegiatan-kegiatan manajemen. Pengawasan pada tahap ini dikombinasikan dengan pelatihan-pelatihan teknik sosialisasi dan teknik manajemen pada tingkat dasar. 4. Penugasan dalam rangka Pemantapan Profesi Dalam tahap ini secara selektif pegawai ditugasi: Sebagai manajer staf dan manajer lainnya sesuai dengan kemampuannya guna memantapkan kemampuan manajerialnya yang bersangkutan agar dapat meniti jenjang jabatan yang lebih tinggi. Sebagai spesialis sesuai dengan keahliannya untuk dapat mengenali, menilai dan memecahkan setiap masalah dalam lingkup tugasnya, dalam konteks keseluruhan, masalah yang dihadapi oleh organisasi. 5. Tahap Pematangan Profesi Penugasan lebih lanjut sebagai jabatan manajer dan fungsional tingkat menengah dan tinggi dengan spesifikasi penugasannya sebagai berikut : Sebagai manajer/staf yang mempunyai kemampuan untuk mengarahkan dan menetapkan kebijakan di bidang masing-masing sesuai dengan misi organisasi/departemennya dan kebijaksanaan pimpinannya. Sebagai spesialis fungsional yang mempunyai kemampuan berfikir menilai dan memecahkan masalah yang dihadapi secara konsepsional dan komprehensif di lingkungan organisasi/departemennya. 12 E. PENGEMBANGAN PNS BERBASIS KOMPETENSI Kompetensi didefinisikan (Mitrani et.al, 1992; Spencer and Spencer,1993) sebagai an underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterion-referenced effective and or superior performance in a job or situasion. Atau karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam pekerjaannnya. Berangkat dari pengertian tersebut kompentensi seorang individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa menyangkut motif, konsep diri, sifat, pengetahuan maupun kemampuan/keahlian. Kompentensi individu yang berupa kemampuan dan pengetahuan bisa dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan. Sedangkan motif kompentensi dapat diperoleh pada saat proses seleksi. Selanjutnya menurut Spencer and Spencer (1993) kompetensi dapat dibagi atas 2 (dua) kategori yaitu “threshold competencies” dan “differentiating compentencies”. Threshold competencies adalah karakteristik utama yang harusdimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi tidak untuk membedakan seorang yang berkinerja tinggi dan rata-rata. Sedangkan “differentiating competiencies” adalah factor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah. Misalnya seorang dosen harus mempunyai kemampuan utama mengajar, itu berarti pada tataran “threshold competencies”, selanjutnya apabila dosen dapat mengajar dengan baik, cara mengajarnya mudah dipahami dan analisanya tajam sehingga dapat dibedakan tingkat kinerjanya maka hal itu sudah masuk kategori “differentiating competencies”. Mengadaptasi Palan (2003), kompetensi dibagi menjadi 3 jenis yakni kompetensi generik, kompetensi unit kerja, dan kompetensi jabatan. a. Kompetensi Generik atau core competences, adalah kompetensi yang harus ada pada seluruh pegawai. Biasanya diperoleh dari filosofi / budaya / nilainilai organisasi, visi dan missi, target, b. Kompetensi Unit Kerja. Disebut juga divisional competences, adalah kompetensi yang harus ada pada seluruh pegawai pada unit kerja tertentu. Kompetensi unit kerja adalah kompetensi yang sifatnya unik dan melekat pada unit kerja atau departemen tertentu. Biasanya ada beberapa kompetensi yang diasumsikan pasti milik departemen tertentu. Namun demikian, adapula kompetensi-kompetensi lain yang dapat pula dilekatkan pada unit kerja tertentu. Ini tergantung dari kebutuhan unit kerja atau dapat pula mengacu pada target unit kerja masing-masing. c. Kompetensi Jabatan adalah kompetensi yang melekat pada jabatan tertentu agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Model kompetensi yang dikaitkan dengan strategi manajemen sumber daya manusia dimulai pada saat rekruitmen, seleksi, penempatan sampai dengan pengembangan karier pegawai sehingga pengembangan kompentensi pegawai tidak merupakan aktifitas yang “instant”. Sistem rekrutmen dan penempatan pegawai yang berbasis kompetensi perlu menekankan kepada usaha mengidentifikasikan beberapa kompetensi calon pegawai seperti inisiatif, motivasi berprestasi dan kemampuan bekerja dalam tim. Usaha yang dilakukan adalah menggunakan sebanyak mungkin sumber informasi tentang calon sehingga dapat ditentukan apakah calon memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Metode penilaian atas calon yang dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti wawancara perilaku(behavioral event review) tes, simulasi lewat assessment centers, menelaah laporan evaluasi kinerja atas penilaian 13 untuk promosi atau ditetapkan pada suatu pekerjaan berdasarkan atas rangking dari total bobot skor berdasarkan criteria kompetensi. Karyawan yang dinilai lemah pada aspek kompetensi tertentu dapat diarahkan untuk kegiatan pengembangan kompetensi tertentu sehingga diharapkan dapat memperbaiki kinerjanya. Menilik dalam organisasi ada tiga tingkatan manajemen dimana pada posisi yang paling atas biasa disebut eksekutif kemudian manajer selanjutnya adalah karyawan tentunya kompetensi yang dibutuhkan berbeda satu dengan yang lainnya, paling tidak dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Tingkat Eksekutif Pada tingkatan eksekutif diperlukan kompetensi yang berkaitan dengan strategic thingking’ dan change leadership management. Strategic thingking adalah kompetensi untuk memahami kecenderungan perubahan lingkungan yang begitu cepat, melihat peluang pasar, ancaman, kekuatan dan kelemahan organisasi agar dapat mengidentifikasikan “strategic response” secara optimum. Sedang change leadership adalah kompetensi untuk mengkomunikasikan visi dan strategi perusahaan dan dapat mentransformasikan kepada pegawai. 2. Tingkat Manajer Pada tingkat manajer kompentensi yang diperlukan meliputi aspek-aspek fleksibilitas, change implemention, interpersonal understanding and empowering. Aspek fleksibilitas adalah kemampuan merubah struktur dan proses manajerial; apabila strategi perubahan organisasi diperlukan untuk efektifitas pelaksanaan tugas organisasi. Dimensi “interpersonal” understanding” adalah kemampuan untuk memahami nilai dari berbagai tipe manusia. Aspek pemberdayaan adalah kemampuan mengembangkan karyawan, mendelegasikan tanggung jawab, memberikan saran umpan balik, menyatakan harapan-harapanyang positif untuk bawahan dan memberikan reward bagi peningkatan kinerja. 3. Tingkat Karyawan Pada tingkat karyawan diperlukan kualitas kompetensi seperti fleksibilitas, menggunakan dan mencari berita, motivasi dan kemampuan untuk belajar, motivasi berprestasi, motivasi kerja di bawah tekanan waktu, kolaborasi, dan orientasi pelayanan kepada pelanggan. Dimensi fleksibilitas adalah kemampuan untuk melihat perubahan sebagai suatu kesempatan yang menggembirakan ketimbang sebagai ancaman. Aspek mencari informasi, motivasi dan kemampuan belajar adalah kompetensi tentang antusiasme untuk mencari kesempatan belajar tentang keahlian teknis dan interpersonal. Dimensi motivasi berprestasi adalah kemampuan untuk mendorong inovasi; perbaikan berkelanjutan dalam kualitas dan produktifitas yang dibutuhkan untuk memenuhi tantangan kompetensi. Aspek motivasi kerja dalam tekanan waktu merupakan kombinasi fleksibilitas, motivasi berprestasi, menahan stress, dan komitmen organisasi yang membuat individu bekerja dengan baik dibawah permintaan produk-produk baru walaupun dalam waktu yang terbatas. Dimensi kolaborasi adalah kemampuan bekerja secara kooperatif di dalam kelompok yang multi disiplin; menaruh harapan positif kepada yang lain, pemahaman interpersonal dan komitmen organisasi. 14 Sedangkan dimensi yang terakhir untuk karyawan adalah keinginan yang besar untuk melayani pelanggan dengan baik; dan inisiatif untuk mengatasi masalahmasalah yang dihadapi pelanggan Dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 Tanggal 21 Nopember 2003 ditentukan bahwa Standar Kompetensi Jabatan Struktural adalah persyaratan kompetensi minimal yang harus dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil dalam pelaksanaan tugas jabatan struktural. Standar kompetensi jabatan ini meliputi kompetensi dasar dan kompetensi bidang. 1. Kompetensi Dasar Kompetensi dasar dapat dianalogikan dengan threshold competency (Spencer & Spencer, 1993) Kompetensi ini wajib dimiliki oleh setiap pejabat struktural. Kompetensi dasar untuk Pejabat Struktural Eselon II, III, dan Eselon IV terdiri atas 5 (lima) kompetensi meliputi, integritas, kepemimpinan, perencanaan dan pengorganisasian, kerjasama, serta fleksibilitas. Kompetensi dasar, oleh Ruky (2003:110) disebut kompetensi inti (core competencies) yaitu kelompok kompetensi yang berlaku/harus dimiliki oleh semua orang dalam organi-sasi. Contoh kelompok core competency menurut Ruky (2003, 110) seperti: orientasi pada prestasi/output, komunikasi, kerjasama kelompok, kepemimpinan, mengembangkan orang lain, berpikir analitis, dan pemecahan masalah. 2. Kompetensi Bidang. Kompetensi bidang adalah kompetensi yang diperlukan oleh setiap pejabat struktural sesuai dengan bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 ditentukan bahwa kompetensi bidang dipilih dari 33 (tiga puluh tiga) kompetensi yang tersedia dalam kamus kompe-tensi jabatan sesuai dengan bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, dengan jumlah antara 5 (lima) sampai dengan 10 (sepuluh) kompetensi. Kompetensi bidang atau differentiating competencies (Spencer & Spencer, 1993 ) atau specific job competencies (Ruky, 2003) merupakan karakteristik pribadi yang spesifik dengan bidang pekerjaan yang dilaksanakan serta pengetahuan dan keterampilan yang relevan yang lebih bersifat teknis. Kompetensi dasar dan kompetensi bidang tersebut di atas perlu dimiliki oleh pejabat struktural eselon II, III, dan eselon IV agar menjadi pejabat yang professional. Berbicara Pegawai Negeri Sipil professional ini, Raymond (2002: 144) berpendapat bahwa kompetensi untuk Sumber Daya Manusia professional dapat diklasifikasikan se-bagai berikut : a. Goal and action management abilities cluster: efficiency orientation, planning, intiative or efficacy, attention to details, self - control, flexibility. (Kelompok tindakan dan pencapaian tujuan manajemen yakni orientasi efisiensi, perencanaan, inisiatif atau mendorong, memiliki perhatian secara detail, pengendalian diri, fleksibel). b. Interpersonal/people management cluster: empathy, per-suasiveness, networking, negotiating, self – confidence, group management or team leadership, developing others, oral communications. (Kelompok manajemen orang atau antar pribadi yakni empati, persuasive, bekerja dalam kelomppok, negosiasi, kepercayaan diri, manajemen group atau kepemimpinan kelompok, membangun orang lain, komunikasi lisan) 15 c. Analytic reasoning or cognitive cluster: systems thinking, pattern recognition, social objectivity, written communica-tion. (Kelompok berpikir analitik dan kognitif yakni berpikir sistemik, pola pesetujuan, tujuan social, komunikasi tertulis) Palan (2003) menyatakan bahwa Kompetensi unit kerja dan kompetensi jabatan dapat disusun dengan mengacu pada beberapa hal, antara lain 1. Deskripsi tugas pekerjaan suatu jabatan atau seorang karyawan dalam unit kerja tertentu. 2. Membandingkan bobot pekerjaan tertentu dengan pekerjaan lainnya. Ini dapat melihat urgensitas, atau kompetensi mana yang paling dibutuhkan oleh suatu pekerjaan, misalnya : pekerjaan administrasi di bagian perlengkapan dengan administrasi di bagian kepegawaian mungkin saja memiliki deskripsi pekerjaan yang sama. Namun kompetensinya bisa saja berbeda, atau kalaupun sama, bobot kompetensi yang dibutuhkan dalam kaitannya pelayanan publik lebih urgen pada administrasi kepegawaian. 3. Mengadakan pertemuan dengan unit kerja bersangkutan untuk menggali tuntutan pekerjaan pada unit kerja atau jabatan tertentu yang mungkin tidak terjabar dalam deskripsi pekerjaan. Bisa berbentuk diskusi, assessment (business game), role play, dll. 15/10/2010 – Drs. Kristyan Dwijosusilo, MKp