Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 2015 Rafli Fadilah Achmad1206246313 Hak Atas Rasa Aman Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 1 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 Perlindungan Terhadap Tempat Kediaman Aparatur Penegak Hukum Sebagai Perwujudan Hak Atas Rasa Aman -Hukum dan Hak Asasi Manusia - Disusun oleh : RAFLI FADILAH ACHMAD (1206246313) Dibimbing oleh : Prof. Dr. Anna Erliyana, SH., MH UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM __ 2015 Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 2 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 DISCLAIMER : Tulisan ini diperuntukan Penulis untuk kepentingan tugas perkuliahan sehingga apabila terdapat kekeliruan mohon dikoreksi. Sebagai insan akademis yang taat. jika ingin men Copy-Paste harap izin ke nomor berikut 082114497494 DAFTAR ISI Pendahuluan ................................................................................................................... 4 Pembahasan ................................................................................................................... 9 Penutup ......................................................................................................................... 19 III.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 19 III.II Saran ............................................................................................................... 20 Daftar Pustaka .............................................................................................................. 21 Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 3 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 I Pendahuluan Aman diartikan sebagai situasi tanpa gangguan, tanpa bahaya, tanpa kekhawatiran sehingga menyebabkan seseorang menjadi tentram.1 Menurut Williams aman diartikan sebagai situasi yang Untouched by danger; not exposed to danger, secure from danger, harm or loss.2 Dengan kondisi yang aman membuat manusia dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan yang dikehendakinya. Mengingat pentingnya rasa aman, kini hal tersebut sudah dikategorikan sebagai suatu hak. Hak atas rasa aman adalah salah satu bagian dari Hak Asasi Manusia. 3 Hak ini dikategorikan sebagai hak sipil dan politik dimana kriteria utamanya adalah bersifat negatif.4 Itu artinya terdapat keterbatasan campur tangan dan intervensi dari pemerintah dalam memenuhi hak ini, dimana negara yang dalam hal ini diwakili oleh pemerintah turut serta menjamin dan memenuhi hak ini apabila baru terjadi pelanggaran (repressive right). Namun pada perkembangannya, hak sipil dan politik kini telah mengalami pergeseran paradigma karena saat ini telah memiliki karakteristik yang bersifat positif. Hak yang bersifat positif ini diinterpretasikan sebagai bentuk pemberian legitimasi dari pemerintah untuk memenuhi hak sipil dan politik dengan cara membuat instrumen peraturan perundang-undangan untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap hak ini (preventive right).5 Hak atas rasa aman di dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdiri dari 10 jenis hak, yaitu : a. hak untuk mencari suaka politik untuk Tim Pengajar Hukum dan HAM Fakultas Hukum Universitas Indonesia, “Hak Atas Rasa Aman”, diakses pada 18 Mei 2015. 2 Sharon McCally Justice, http://cases.justia.com/texas/fourteenth-court-of-appeals/2015-14-1400478-cv-0.pdf?ts=1423574000, diakses pada 19 Mei 2015. 3 L.G Saraswati dan Rocky Gerung, Hak Asasi Manusia : Teori, Hukum, Kasus, (Jakarta : Filsafat- UI Press, 2006), hlm.237 4 Heru Nugroho, “Masyarakat dan Pemerintah di Tengah Derasnya Arus Modal dan Liberalisasi Pasar,” Jurnal Dinamika HAM, (Januari-Juni 2002), hlm.61 5 Abdullah Yazid, et. al., Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, (Malang: Program Penguatan Simpul Demokrasi Bekerjasama dengan Averroes Press, 2007), hlm. 17-18. 1 Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 4 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 memperoleh perlindungan politik dari negara lain; hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan hak miliknya ; hak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi dimana saja ia berada ; hak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu ; hak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan ; hak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyata ; hak untuk tidak ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan atau dibuang secara sewenang-wenang ; hak untuk hidup di dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman dan tenteram yang menghormati, melindungi dan melaksanakan sepenuhnya HAM dan kewajiban dasar manusia ; hak untuk tidak diganggu tempat kediamannya ; hak untuk bebas dan menjaga rahasia dalam hubungan surat menyurat termasuk komunikasi melalui sarana elektronik. Berdasarkan uraian diatas salah satu jenis dari hak atas rasa aman adalah hak untuk tidak diganggu tempat kediamannya. Hak ini sejatinya telah memiliki pengaturan yang cukup baik dalam instrumen hak asasi manusia di tingkat nasional maupun internasional. Namun sebelum memaparkan mengenai instrumen-instrumen tersebut, perlu dijelaskan terlebih dahulu akan pentingnya sebuah rumah atau tempat tinggal. Seseorang manusia hidup serba berkebutuhan, terlebih lagi manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas dan selalu ingin memenuhi segala keinginannya.6 Namun secara umum, sejatinya manusia membutuhkan 3 aspek utama untuk tetap hidup, yaitu sandang, pangan dan papan. Salah satu aspek terpenting yang harus dipenuhi adalah papan, dimana papan diartikan sebagai rumah atau tempat tinggal. 7 Rumah memegang peranan penting dalam pola kehidupan manusia, karena pada dasarnya sebagian besar manusia telah seharian berada di luar rumah untuk mencari nafkah, belajar ataupun beraktivitas lain kemudian rumah menjadi tempat sentral untuk melepaskan lelah dan beristirahat bersama sanak keluarga agar bisa tetap beraktivitas dengan baik lagi keesokan harinya. Rumah juga menjadi tempat untuk membina 6 K. Bertens, Panorama Fisafat Modern, (Jakarta : Teraju, 2005), hlm.243 Wismoady Wahono, Pro-Eksistensi : Kumpulan Tulisan Untuk Mengacu Kehidupan Bersama, (Jakarta : Gunung Mulia, 2001) hlm.8 7 Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 5 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 keluarga dan mendidik anak-anak, dimana rumah adalah tempat pertama seseorang anak menimba ilmu dari kedua orang tuanya.8 Bahkan banyak masalah yang terjadi disebabkan dari ketidakharmonisan keluarga di rumah, sehingga menyebabkan anak menjadi terganggu secara psikologisnya dan menyalurkannya kehal-hal yang bersifat negatif, dimana salah satu contohnya adalah kenakalan remaja berupa mencoba narkoba, ataupun melakukan freesex. Itu artinya, salah satu cara untuk memajukan suatu bangsa, sejatinya haruslah berawal dari rumah karena apabila rumah tersebut sudah baik dalam membentuk karakter seseorang maka yang terjadi adalah terbentuknya insan manusia yang baik pula, akan tetapi apabila kondisi rumah tersebut tidak baik semisal karena terjadinya ketidakharmonisan keluarga, maka hasilnya akan tidak baik pula. Saat ini rumah juga sering menjadi korban atas ketidakpuasan kinerja seseorang, dimana orang yang tidak puas tersebut meluapkan rasa kekesalan dan frustasinya tidak hanya kepada orang yang bersangkutan, akan tetapi merambah juga ke tempat kediamannya. Hal ini tentunya akan menjadi sangat berbahaya, karena orang yang ada dalam rumah tersebut khususnya anak bisa merasakan trauma atas penyerangan tersebut. Dari penjabaran diatas tersebut bolehlah kita artikan rumah sebagai tempat yang harus dapat memberikan rasa aman dan tentram bagi mereka yang menempatinya, tidak masalah apakah rumah tersebut merupakan rumah yang mewah dan megah, ataukah sangat sederhana, apakah rumah milik pribadi atau mengontrak, yang paling penting adalah seseorang yang menempatinya merasa aman dan nyaman serta terlepas dari adanya gangguan terhadap rumah itu.9 Sejatinya masyarakat Internasional secara tegas telah mengakui pentingnya esensi rumah, maka dari itu dituangkanlah dalam Pasal 12 DUHAM yang berbunyi : “tidak seorang pun boleh diganggu urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya atau hubungan surat menyuratnya dengan sewenang-wenang;....; Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti ini” 8 Siswono Yudohusodo, Rumah Untuk Seluruh Rakyat, (Jakarta : INKOPPOL, 1991), hlm.1 Eva A.Zulfa dan Nathalina, Modul Instrumen Ham Nasional, (Jakarta : Departemen Hukum dan HAM RI DIRJEN Perlindungan HAM, 2004) hlm.50 9 Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 6 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 Jika kita telaah lebih lanjut, sejatinya pasal ini tidak secara eksplisit menyatakan bahwa tempat kediaman seseorang tidak boleh diganggu gugat, hanya saja dalam pasal ini yang tidak boleh diganggu adalah urusan pribadi, keluarga dan rumah tangga.10 Namun jika kita menggunakan logika maka urusan pribadi, keluarga dan rumah tangga tentunya sering dilakukan di rumah orang tersebut atau yang lebih dikenal sebagai hak privasi. Ketentuan mengenai hal ini kemudian dipertegas dalam Pasal 17 ayat (1) dan (2) ICCPR, dimana tidak seorangpun boleh diganggu secara sewenang-wenang dalam urusan rumah dan setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum bila terjadi gangguan atau serangan terhadap tempat tinggalnya. Namun patut disayangkan, karena didalam sumber hukum tertinggi Negara Indonesia yaitu konstitusi UUD 1945 tidak terdapat ketentuan yang secara jelas dan tegas mengatur mengenai hak untuk tidak diganggu tempat kediamanya. Mengingat terjadinya kekosongan hukum tersebut, patut diapresiasi kepekaan dari second founding father Indonesia yang membawa semangat untuk melindungi harta benda yang berada dibawah kekuasaan seseorang yang dituangkan dalam amandemen ke-2 UUD 1945 pada Pasal 28 G ayat (1). Jika kita telaah lebih lanjut, Pasal 28 G ayat (1) sejatinya mengakui subjek yang lebih luas ketimbang ketentuan dalam instrument internasional, karena yang dilindungi tidak terbatas pada rumah saja, akan tetapi termasuk didalamnya setiap harta benda yang berada dibawah kekuasaan seseorang seperti tanah, kendaraan, dan lain sebagainya. Jika dilihat dari perspektif historis, original intent lahirnya pasal 28 G ayat (1) merupakan bentuk tindak lanjut dari adanya hak kebendaan yang sebelumnya telah diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Itu artinya, yang menjadi unik lahirnya Pasal ini disebabkan karena Undang-Undang Dasar diilhami dari ketentuan yang ada dalam Undang-Undang, padahal idealnya Undang-Undang Dasar yang mengilhami peraturan yang ada dibawahnya. Namun setelah Penulis melakukan penelusuran lebih lanjut ditemukan bahwa rumusan Pasal 31 Undang-Undang No.39 Tahun 1999 memiliki kemiripan yang teramat identik dengan 10 Pranoto Iskandar, Hukum Hak Internasional : Sebuah Pengantar Kontekstual, (Jakarta : IMR Press, 2010) hlm.316 Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 7 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 rumusan Pasal yang ada di dalam Undang-Undang Dasar Sementara Indonesia dahulu kala, dimana didalam Pasal 16 UUDS dinyatakan bahwa :11 a. Tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu-gugat b. Mengindjak suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki suatu rumah bertentangan dengan kehendak orang jang mendiaminja, hanja dibolehkan dalam hal-hal jang ditetapkan dalam suatu aturan hukum jang berlaku baginja. Terlepas dari keunikan tersebut, di dalam penjelasan Pasal 31 Undang-Undang No.39 Tahun 1999, terdapat frasa penting yang menyatakan bahwa “tidak boleh diganggu”, hal ini bermakna bahwa terdapat perlindungan terhadap privasi seseorang ketika sedang berada di tempat kediamannya. Dari Pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa pemaknaan terhadap hak ini sangatlah limitatif dan sempit, karena sebatas pada privasi seseorang ketika sedang ada dirumah. Padahal menurut Penulis sejatinya subjek dari hak ini lebih luas dari itu, karena apabila kita meninjau dari Pasal 31 akan diperoleh suatu kesimpulan yang berbeda karena fokus perhatian tidak semata-mata tertuju pada privasi seseorang ketika sedang berada dirumah, tetapi termasuk juga didalamnya adalah keamanan tempat kediaman dan orang-orang yang menghuni didalamnya. Terlepas dari perbedaan ruang lingkup yang ada, lebih penting dari hal tersebut adalah bagaimana cara mewujudkan perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah sebagai implementasi dari hak ini. Hukuman untuk kejahatan yang biasa disebut sebagai pelanggaran terhadap hak kebebasan rumah tangga (huisvredebruik12) tertuang dalam Pasal 167 KUHP, dimana terhadap orang yang tanpa hak masuk dengan paksa ke dalam rumah dan tidak segera pergi ketika diminta pergi oleh orang yang berhak atau atas nama orang yang berhak maka seseorang diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan atau dengan sebanyak-banyakannya Rp.4.500.000. Bahkan delik ini dikualifisir selama 1 tahun 4 bulan apabila seseorang mengeluarkan ancaman atau memakai daya upaya untuk menakutkan orang yang berada di dalam rumah. Selain itu bila pelakunya dua 11 12 Indonesia, Undang-Undang Dasar Sementara, ps.16 Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992) hlm.166 Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 8 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 orang atau lebih dan melakukannya bersama-sama, maka hukuman 9 bulan atau 1 tahun 4 bulan itu dapat ditambah dengan sepertiganya. Ketentuan Pasal 167 KUHP ini sejalan dengan makna Pasal 31 ayat (2) UndangUndang Nomor. 39 Tahun 1999 yang hanya memperbolehkan seseorang memasuki kediaman atau rumah tanpa seizin orang yang mendiaminya bila telah ditentukan dalam undang-undang. Sebagai contoh dari pelanggaran hak ini, yang dibenarkan oleh undang-undang adalah tindakan aparat penegak hukum yang melakukan penggeledahan dan penyitaan barang yang ada dalam suatu rumah. Jadi harus ada undang-undang yang memberikan kewenangan pada orang tertentu untuk melakukan perbuatany yang sesungguhnya melanggar hak asasi manusia sekaligus melanggar hukum itu. II Pembahasan Prof. Satjipto Rahardjo mengatakan penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaat sosial menjadi suatu kenyataan.13 Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh aktivitas kehidupan manusia yang dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum dan evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara berbagai perilaku manusia yang mewakili kepentingankepentingan yang berbeda dalam bingkai aturan yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, penegakan hukum tidak dapat semata-mata dianggap sebagai proses menerapkan hukum sebagaimana pendapat kaum legalistik. Namun proses penegakan hukum akan melibatkan dimensi perilaku manusia. Dengan pemahaman tersebut maka kita dapat mengetahui bahwa masalah-masalah hukum yang akan selalu menonjol adalah “law in action” bukan pada “law in the books”.14 13 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.181. Zudan Arif Fakrulloh, Orasi Ilmiah tanggal 1 Oktober 2005 berjudul : Penegakan Hukum Sebagai Peluang Menciptakan Keadilan : Sebuah Upaya Untuk Menjaga Kepercayaan Rakyat Terhadap Hukum. 14 Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 9 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 Penegakan hukum pada prinsipnya harus dapat memberi manfaat atau berdaya guna bagi masyarakat, namun disamping itu masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum untuk mencapai suatu keadilan. Kendatipun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa apa yang dianggap berguna secara sosiologis belum tentu adil, begitu juga sebaliknya, apa yang dirasakan adil secara filosofis belum tentu berguna bagi masyarakat.15 Berdasarkan pemaparan teoritis tadi dapat disimpulkan bahwa hukum dalam kehidupan masyarakat memiliki arti yang sangat penting karena tujuan hukum terletak pada pelaksanaanya. Dimana hakikatnya hukum adalah wujud perlindungan kepentingan manusia yang merupakan pedoman tentang bagaimana sepatutnya orang harus bertindak. Maka dari itu hukum bukan hanya sekadar bermakna sebagai pedoman, perhiasan atau dekorasi saja, akan tetapi lebih dari itu hukum harus ditaati, dilaksanakan, dipertahankan dan ditegakan. Untuk menegakan hukum diperlukan aparatur penegak hukum.16 Secara filosofi penegak hukum lahir karena konsepsi setiap orang dalam pergaulan di dalam masyarakat harus melaksanakan dan menaati peraturan hukum agar tercipta kehidupan yang tertib dan tenteram kemudian apabila terjadi pelanggaran terhadap peraturan hukum yang berlaku, maka peraturan yang dilanggar itu harus ditegakkan dan yang menegakannya adalah aparatur penegak hukum. Tidak bisa dibayangkan jika tidak ada aparatur penegak hukum yang terorganisir, tentunya orang yang menjadi korban atau menderita kerugian akibat pelanggaran hukum ingin menyelesaikan dengan caranya sendiri tanpa mengikuti koridor hukum yang berlaku. Lebih lanjut hal ini tentunya akan mengakibatkan terjadinya kekacauan di masyarakat karena masingmasing anggota masyarakat ingin menyelesaikan dengan caranya sendiri (eigenrechting).17 Maka dari itu diperlukanlah suatu elemen yang berfungsi sebagai 15 Barda Nawawi Arief, Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan Religius dalam rangka Optimalisasi dan Reformasi Penegakan Hukum (Pidana) di Indonesia, (Semarang, BP UNDIP 2011), hlm.15 16 Jimmly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, (Jakarta : Kompas, 2010), hlm.367. 17 Kamri Ahmad, Peranan masyarakat dalam penyelesaian tindak pidana di Sulawesi Selatan: suatu percobaan (een proeve op) dekonstruksi terhadap perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting), (Jakarta : Umitoha Ukhuwah Grafika, 2008), hlm.77 Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 10 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 penegak hukum, atau yang lebih dikenal sebagai aparatur penegak hukum. Aparatur penegak hukum yang dimaksud adalah hakim, polisi, jaksa dan advokat.18 Kepolisian berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 memiliki tugas pokok untuk memelihara keamanan dan ketertiban dalam masyarakat, menegakan hukum, dan memberikan perlindungan serta pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.19 Dalam menjalankan tugasnya tidak jarang polisi menggunakan tindakan represif untuk menjaga keamanan dan ketertiban itu sendiri. Dibidang penegakan hukum secara khusus kepolisian bertugas melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap semua tindak pidana sesuai hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan terkait. Kejaksaan berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 adalah lembaga eksekutif yang tunduk pada Presiden yang memiliki fungsi penuntutan atas suatu perkara pidana yang terjadi. Akan tetapi fungsi jaksa tidak terbatas pada itu saja, karena terdapat fungsi lain dari jaksa yaitu sebagai pengacara negara, fungsi ini berkaitan dengan sengketa hukum yang berhubungan dengan perdata dan tata usaha negara. Secara umum jaksa mempunyai posisi sentral dan peranan yang strategis di bidang penegakan hukum karena jaksa adalah filter antara proses penyidikan dan pemeriksaan dipersidangan, disamping sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan. 20 Advokat berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 menjadi salah satu bagian dari pilar penegak hukum. Hal ini dipertegas dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa Advokat berstatus sebagai penegak hukum yang bebas dan mandiri yang berfungsi sebagai orang yang diberi kuasa untuk memberi bantuan di bidang hukum baik perdata atau pidana kepada yang memerlukannya, baik berupa nasehat maupun bantuan hukum aktif baik di dalam maupun di luar 18 Amir Syamsuddin, Integritas Penegak Hukum : Hakim, Jaksa , Polisi dan Pengacara, (Jakarta : Kompas, 2008), hlm. Cover. 19 Andi Widjajanto, dkk. Penataan Kebijakan Keamanan Nasional, (Bandung : Dian Cipta, 2013),hlm.58 20 Admin, “Pengertian dan Sejarah Kejaksaan”, http://kejariwonosari.go.id/?data=modul_profil/sejarah, diakses pada 17 Mei 2015. Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 11 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 pengadilan dengan jalan mewakili, mendampingi membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum lainnya. Melalui jasa hukum yang diberikan, advokat menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk didalamnya adalah usaha untuk memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. Adapun tugas dari pengacara secara khusus adalah membuat dan mengajukan gugatan, jawaban, tangkisan, sangkalan, memberi pembuktian, mendesak segera disidangkan atau diputuskan perkaranya dan sebagainya. Di samping itu, pengacara bertugas membantu hakim dalam mencari kebenaran dan tidak boleh memutar balikkan peristiwa demi kepentingan klien nya agar klien nya menang dan bebas.21 Kehakiman adalah menyelenggarakan cabang peradilan kekuasaan guna yang menegakan merdeka hukum dan untuk keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar NRI tahun 1945, demi terselenggaranya Negara hukum republik Indonesia. Kehakiman dalam konteks ini dipersonifikasikan sebagai hakim yang bertugas di pengadilan. Hakim merupakan aparat penegak hukum yang identik dalam proses semua perkara, dimana hakimlah yang memberikan putusan atau suatu perkara. Maka dari itu tidak heran apabila hakim dikatakan sebagai benteng terakhir untuk menegakan hukum dan keadilan.22 Tugas hakim pada umumnya adalah memberikan perlindungan hukum agar tidak terjadi tindakan eigen rechting atau main hakim sendiri. Produk yang dikeluarkan oleh hakim disebut sebagai putusan, dimana putusan adalah suatu pernyataan yang dikeluarkan oleh hakim selaku pejabat negara yang diberi wewenang untuk diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. 21 An An Sylviana, “Pengacara Membohongi Publik”, Tabloid Reformata Edisi 95 (16-30 November 2008), hlm.14 22 Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, kedudukan, dan wewenang Komisi Yudisial sebagai lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia pasca amandemen UUD 1945, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2007, hlm.71 Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 12 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 Dari empat profesi penegak hukum di atas, secara umum sejatinya penegak hukum memiliki tanggungjawab untuk menegakan wibawa hukum dan menegakan keadilan, akan tetapi dalam perjalananya tidak dapat dilakukan semudah itu. Banyak halangan dan tantangan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum, salah satunya adalah tindakan meneror orang-orang yang tidak dikenal kepada kehidupan pribadi sang aparatur penegak hukum. Salah satu sasaran tindakan meneror tersebut ditujukan kepada rumah atau tempat kediaman dari aparatur penegak hukum, motifnya macammacam namun beberapa diantaranya disebabkan karena tidak puas atas kinerja sang aparatur penegak hukum, dendam pribadi, dan dinilai tidak pro rakyat. Memang pada dasarnya setiap profesi memiliki resiko kerja, akan tetapi menjadi aparatur penegak hukum memiliki resiko yang lebih besar ketimbang profesi lainnya, karena pada dasarnya aparat penegak hukum bersinggungan langsung dengan bagaimana cara untuk menegakan keadilan dan hukum kepada masyarakat. Berikut adalah beberapa contoh kasus yang terjadi kepada tempat kediaman aparatur penegak hukum di Indonesia : a. Sabtu 29 Oktober 2011 terdapat penyerangan yang diinisiasi oleh Mahasiswa ke rumah Jaksa yang berlokasi di Tamalanrea Indah, Makassar. Penyerangan tersebut dilakukan pada dini hari dan dilakukan dengan melemparkan bom molotov ke rumah jaksa tersebut. Untungnya, 13 oknum mahasiswa itu berhasil ditangkap oleh polisi. Berdasarkan hasil penyidikan diketahui bahwa motif pelemparan molotov tersebut didasari karena rasa kekecewaan kepada seorang jaksa yang bertugas di Kabupaten Bone karena menuntut temannya pada saat peristiwa bentrokan antar kelompok mahasiswa pada 26 Oktober 2011 silam.23 b. Jumat 3 Oktober 2014, rumah mewah seorang polisi yang terletak di Jalan Daeng Ngunjung, Makassar, diserang dan dibakar oleh warga, tidak hanya itu rumah tersebut juga beberapa kali dihujani oleh anak panah. Polisi Aiptu Usman ketika diwawancara mengaku tidak mengetahui motif dari pembakaran rumahnya oleh beberapa oknum masyarakat, namun kuat dugaan pembakaran tersebut Nugroho, “Mahasiswa Lempari Bom Molotov Rumah Jaksa”, http://komisikepolisianindonesia.com/aneka/read/6131/mahasiswa-lempari-bom-molotov-ke-rumahjaksa.html , diakses pada 17 Mei 2015. 23Edi Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 13 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 dipicu oleh dendam antara warga jalan regge dan waga jalan daeng nganjung. Sayangnya para penyerang tersebut berhasil melarikan diri setelah polisi datang ke lokasi kejadian dan melepaskan beberapa tembakan peringantan.24 c. Rabu 24 Juli 2013 telah terjadi penembakan kepada rumah dinas milik seorang hakim Pengadilan Negeri Gorontalo atas nama Royke Ingkiriwang. Penembakan dilakukan sebanyak 2 kali pada pukul 13.00 WITA. Akibat tembakan tersebut menyebabkan kaca mobil milik Royke pecah dan kaca jendela juga pecah. Menurut Komisi Yudisial tindakan penembakan ini merupakan bentuk intimidasi terhadap hakim yang bekerja secara profesional dan independen dalam menangani suatu perkara. Lebih lanjut berdasarkan hasil penyidikan, hakim Royke Ingkiriwang saat itu sedang menangani praperadilan mengenai kasus korupsi.25 d. Rabu 18 Februari 2015, Rumah penasihat hukum Bambang Widjojanto dan Abraham Sammad yaitu Nursyahbani Katjasungkana diancam bom oleh orang tidak dikenal. Ancaman tersebut berawal dari pesan singkat dengan nomor 087864272394 yang berbunyi “Ada bom di halaman rumah mu. Tunggu meledak”. Namun setelah disisir rumah yang terletak di Jl.Melati b. No.15, Perumahan Mekarsari Permai, Jalan Raya Bogor KM 30 Cimanggis Depok itu tidak ditemukan benda mencurigakan apapun. Ancaman tersebut disebabkan karena posisinya sebagai pengacara dari BW dan AS dalam kasus Polisi vs KPK.26 Akibat dari tindakan ancaman tersebut tentunya sangat membahayakan, setidaknya hal ini berakibat kepada dua hal yaitu terhadap aparatur penegak hukumnya dan yang kedua terhadap wibawa hukum itu sendiri. Terhadap aparatur penegak hukum yang diteror tentunya akan mendapatkan tekanan dalam menjalankan tugasnya, hal ini tentunya akan membuat sang aparatur penegak Hariandi Faid, ”Rumah Polisi Dibakar”, http://store.tempo.co/foto/detail/P0310201400181/rumah-milik-aiptu-usman-di-jalan-regge-makassar, diakses pada 18 Mei 2015. 25 Prins David Saut, “Hakim yang Rumahnya Ditembaki Sedang Adili Kasus Korupsi”, http://news.detik.com/read/2013/07/24/152015/2313109/10/ , diakses pada 19 Mei 2015. 26 Linda Trianita, “Isi Teror Bom kepada Pengacara Bamwa Widjojanto”, http://nasional.tempo.co/read/news/2015/02/20/063643896/Isi-Teror-Bom-kepada-Pengacara-BambangWidjojanto, diakses pada 18 Mei 2015. 24 Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 14 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 hukum tidak dapat berfikir jernih dalam menjalankan tugas profesionalnya, bahkan tindakan teror tersebut tidak jarang memiliki tujuan agar sang aparatur penegak hukum mengikuti kemauan dari beberapa oknum, karena apabila tidak diikuti tentunya akan ada ancaman yang lebih besar lagi kepada aparatur penegak hukum itu. Akibat yang kedua adalah terhadap wibawa hukum itu sendiri, hukum dapat ditegakan apabila masyarakat hormat terhadap hukum itu sendiri, karena apabila masyarakat sendiri tidak hormat maka tentunya sanksi-sanksi hukum tidak akan sama sekali dijalankan oleh masyarakat dan masyarakat lebih memilih untuk menjalankan hukumnya sendiri atau yang akrab disebut sebagai hukum rimba yang konkretisasinya adalah “pengroyokan massal”, hal ini tentunya sangat memprihatinkan karena wibawa hukum yang saat ini sudah terstigma buruk harus menambah pil pahit lagi karena aparatur penegak hukumnya yang diteror. Tidak bisa dipungkiri hukum terpersonifikasi kepada aparatur penegak hukumnya, apabila aparaturnya saja tidak berwibawa hal ini mengakibatkan semakin tidak berwibawa juga hukum itu. Mengingat seringnya permasalahan diatas, timbul suatu pertanyaan besar bagaimana pelaksanaan hak atas rasa aman saat ini khususnya mengenai hak untuk tidak diganggu tempat kediaman? Apakah terdapat upaya serius untuk melindungi tempat kediaman aparatur penegak hukum? Apabila aparatur penegak hukum saja begitu mudahnya diteror, apalagi masyarakat sipil biasa yang lebih butuh perlindungan hukum? Penulis mencoba mendiagnosa permasalahan di atas dan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pengrusakan terhadap rumah aparatur penegak hukum bisa terjadi yaitu : Pertama, kekecewaan atas kinerja yang diberikan oleh aparatur penegak hukum kepada Masyarakat dan tidak ada saluran untuk mewadahi aspirasi mereka. Hal ini merupakan akibat dari sulit diaksesnya aparatur penegak hukum oleh masyarakat, apabila terjalin komunikasi yang baik antara masyarakat dan aparatur penegak hukum, Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 15 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 tentunya hal-hal seperti di atas tentunya tidak akan terjadi, karena dengan berkomunikasi segala permasalahan dapat ditemukan jalan tengahnya atau win-win solution-nya. Kedua, stigma hukum yang buruk dimata masyarakat. Stigma hukum yang menggema saat ini adalah hukum tumpul ke atas, tapi tajam kebawah. Stigma tersebut adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Salah satu alasan pengrusakan rumah aparatur penegak hukum disebabkan oleh stigma hukum yang dinilai ternoda akhir-akhir ini karena tingkah laku koruptif beberapa aparatur penegak hukum. Maka tidaklah heran apabila masyarakat menjadi apatis terhadap hukum itu sendiri, karena penegaknya sendirilah yang membuat citra hukum menjadi buruk ditengah masyarakat dan meluapkannya kepada tempat kediaman aparatur penegak hukum. Ketiga, memberikan teror kepada keluarga. Segala teror pasti memiliki tujuan dan salah satunya adalah kepada keluarga aparatur penegak hukum. Dengan jenis teror seperti ini sang peneror mengharapkan agar keluarganya merasa ketakutan dan membujuk aparatur penegak hukum untuk mengurungkan niatnya menegakan hukum. Hal ini tentunya karena keluarga adalah segala-galanya bagi seseorang yang menjadikannya senjata sekaligus boomerang kepada aparatur penegak hukum. Keempat, rumah sebagai benda mati yang tidak dapat memberikan perlawanan. Rumah adalah salah satu sasaran empuk untuk diserang, alasannya adalah karena rumah adalah benda mati yang tidak bisa memberikan perlawanan jika diserang. Terlebih apabila rumah aparatur penegak hukum tersebut tidak dibekali oleh sarana keamanan yang mumpuni seperti satpam, CCTV, gembok, dan lain-lain, kekurangan akan hal tersebut membuat kesempatan oknum untuk melakukan penyerangan tersebut menjadi lebih besar. Hal ini tentunya berbeda apabila menyerang seorang manusia, karena manusia dapat memberikan perlawanan kepada oknum-oknum tersebut. Keempat, membuat malu aparatur penegak hukum dihadapan tetangganya. Dengan dirusaknya rumah aparatur penegak hukum tersebut tentunya membuat tetangga menjadi bertanya tanya apa yang sebenarnya terjadi. Hal ini tentunya akan membuat Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 16 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 aparatur penegak hukum tersebut menjadi malu dan akan mengakibatkan runtuhnya motivasi kerja dari aparatur penegak hukum itu (trial by society). Kelima, balas dendam secara pribadi maupun profesional. Tidak jarang pengrusakan rumah aparatur penegak hukum disebabkan karena masalah-masalah pribadi yang bersifat sepele misalnya karena masalah asmara, namun tidak jarang pula pengrusakan rumah tersebut disebabkan karena ketidakpuasan atas profesionalitas kerja sang aparatur penegak hukum. Terlepas dari apapun alasan untuk mengrusak rumah aparatur penegak hukum, hal tersebut tidak diperbolehkan menurut hukum dan apabila terjadi tentunya memiliki konsekuensi hukum berupa sanksi pidana. Rumah adalah unsur mutlak yang harus dilindungi sebagai konsekuensi logis dari diakuinya hak atas rasa aman sebagai bagian dari hak asasi manusia, karena rumah bukan hanya sebuah bangunan struktural melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak.27 Rumah dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan, untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga. Di dalam rumah, penghuni memperoleh kesan pertama dari kehidupannya di dalam dunia ini. Rumah harus menjamin kepentingan keluarga, yaitu untuk tumbuh, memberi kemungkinan untuk hidup bergaul dengan tetangganya dan lebih dari itu rumah harus memberikan ketenangan, kesenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan pada segala peristiwa hidup.28 Lalu bagaimana mungkin rumah dapat memberikan memberikan ketenangan, kesenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan apabila diteror oleh orang yang tidak dikenal? Terlebih lagi menurut Turner terdapat tiga fungsi utama dari rumah, yaitu : 29 Suparto, “Evaluasi Pemukiman dan Perumahan Kumuh Berbasis Lingkungan Di Kel. Kalibanteng Kidul Kota Semarang” Majalah Ilmiah Pawiyatan Vol : XXI, No : 1. (Februari-Maret,2014) hlm.2 28 Heinz Frick & Tri Hesti Mulyani, Seri Eko Arsitektur 2 : Arsitektur Ekologis (Yogyakarta : Kanisius, 2006), hlm.1 29 Ronald C.E Kalesaran dan R.J.M. Mandagi Estrelita Waney, “Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam Pemilihan Lokasi Perumahan di Kota Manado”, Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.3 No.3, (Agustus-September 2013), hlm.171. 27 Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 17 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 a. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga (identity) yang diwujudkan pada kualitas hunian atau perlindungan yang diberikan oleh rumah. Kebutuhan akan tempat tinggal dimaksudkan agar penghuni dapat memiliki tempat berteduh guna melindungi diri dari iklim setempat. b. Rumah sebagai penunjang kesempatan (opportunity) keluarga untuk berkembang dalam kehidupan sosial budaya dan ekonomi atau fungsi pengemban keluarga. Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat kerja guna mendapatkan sumber penghasilan. c. Rumah sebagai penunjang rasa aman (security) dalam arti terjaminnya. keadaan keluarga di masa depan setelah mendapatkan rumah. Jaminan keamanan atas lingkungan perumahan yang ditempati serta jaminan keamanan berupa kepemilikan rumah dan lahan (the form of tenure). Terhadap fungsi ketiga, muncul suatu pertanyaan kritis berupa bagaimana bisa rumah dapat menunjang rasa aman, apabila rumah itu sendiri tidak aman dari ancaman orang tidak dikenal? Lalu siapakah pihak yang paling bertanggungjawab untuk mengamankan rumah? Menjawab pertanyaan kedua, jika dilihat dari perspektif yang sempit maka sejatinya yang paling bertanggungjawab untuk mengamankan rumah adalah si pemilik rumah, akan tetapi jika dilihat dari perspektif yang lebih dalam dan luas sejatinya negara yang dalam hal ini diwakili oleh pemerintah juga memiliki peran serta untuk mengamankan rumah, khususnya rumah aparatur penegak hukum sebagaimana diatur secara tegas dan jelas dalam Pasal 28 I Undang-Undang Dasar 1945. Berikut adalah beberapa alasannya : 1. Rumah adalah tempat berlindung warga negara. Warga negara adalah bagian dari negara, dan rumah pun berada di teritorial negara. Maka negara dalam hal ini pemerintah harus turut serta melindunginya. 2. Aparatur penegak hukum telah berjasa membuat Indonesia menjadi aman dan tentram. Maka melindungi rumah aparatur penegak hukum adalah kompensasi Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 18 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 yang setimpal dengan kontribusi yang telah dilakukan oleh aparatur penegak hukum 3. Adanya kewajiban negara untuk melindungi rumah dan memberikan jaminan rasa aman dari ancaman ketakutan sebagaimana diatur dalam Pasal 28G UUD 1945 dan Pasal 31 Undang-Undang Hak Asasi Manusia 4. Adanya pengakuan dari masyarakat internasional akan pentingnya sebuah rumah yang dituangkan dalam Pasal 12 DUHAM dan 17 ICCPR. 5. Dengan melindungi kediaman aparatur penegak hukum hal ini akan membuat rasa aman kepada masyarakat juga nantinya, karena ketika aparatur penegak hukum sudah terlindungi rumahnya, maka aparatur penegak hukum dapat fokus menjalankan tugasnya karena tidak ada rasa khawatir lagi akan keamanan rumahnya dan nantinya wibawa hukum akan terangkat karena rumah aparatur penegak hukumnya saja sudah terlindungi apalagi rumah warga negara lainnya. III Penutup III.1 Kesimpulan Aparatur penegak hukum telah memberikan kontribusi yang luar biasa kepada Indonesia dengan menciptakan kehidupan yang aman dan tertib, namun dalam menjalankan profesinya terdapat resiko kerja yang dihadapi dan salah satunya adalah pengrusakan terhadap tempat kediaman aparatur penegak hukum itu. Dari segi pemenuhan hak asasi manusia sangat disayangkan pemerintah Indonesia sampai saat ini masih belum menunjukan upaya yang serius untuk melindungi hak atas rasa aman khususnya hak untuk tidak diganggu tempat kediaman aparatur penegak hukum. Upaya perlindungan yang saat ini kental terasa baru bersifat represif saja, dalam artian perlindungan baru dilakukan apabila sudah terjadinya kejadian. Dengan kondisi seperti ini dan tidak ada upaya yang serius untuk merubahnya dikhawatirkan hukum menjadi Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 19 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 semakin tidak berwibawa di mata masyarakatnya, karena tidak dapat dipungkiri personifikasi dari hukum adalah aparat penegak hukumnya. III.II Saran Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya pengrusakan terhadap rumah aparatur penegak hukum diantaranya adalah : 1. Memperbanyak pengaturan tentang perlindungan tempat kediaman seseorang, khusunya kepada aparatur penegak hukum. 2. Memperbesar sanksi pidana terhadap tindakan yang dilakukan kepada rumah aparatur penegak hukum, setidaknya sanksi minimal yang diberikan adalah 2 tahun penjara mengingat rasa aman yang tercederai lebih besar ketimbang masyarakat pada umumnya. 3. Memperbaiki gap komunikasi antara masyarakat dan aparat penegak hukum dengan cara membuat acara-acara kolaboratif antara masyarakat dan aparatur penegak hukum, dan mempermudah akses untuk menghubungi aparatur penegak hukum melalui biro humas di masing-masing instansi. 4. Memperbaiki kinerja aparatur penegak hukum agar lebih pro rakyat dan memperhatikan nilai-nilai keadilan yang hidup di dalam masyarakat. 5. Memperkuat integritas pribadi aparatur penegak hukum agar siap atas segala resiko kerja yang ada dan ikhlas apabila sewaktu-waktu hal-hal yang tidak diinginkan menimpa dirinya atau keluarganya. 6. Memperkuat pengamanan rumah aparatur penegak hukum dengan mengadakan satpam, CCTV, dan memberikan senjata tajam kepada aparatur penegak hukum. 7. Apabila sedang ada kasus-kasus yang bersifat krusial, aparat penegak hukum dan rumahnya wajib dikawal 24 Jam oleh kepolisian untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 20 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 Daftar Pustaka Abdullah Yazid, et. al.,.Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Malang: Program Penguatan Simpul Demokrasi Bekerjasama dengan Averroes Press, 2007. Admin,.“Pengertian dan Sejarah Kejaksaan”. http://kejari- wonosari.go.id/?data=modul_profil/sejarah. Diakses pada 17 Mei 2015. Ahmad, Kamri. Peranan masyarakat dalam penyelesaian tindak pidana di Sulawesi Selatan: suatu percobaan (een proeve op) dekonstruksi terhadap perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting). Jakarta : Umitoha Ukhuwah Grafika, 2008. Andi Widjajanto, dkk. Penataan Kebijakan Keamanan Nasional. Bandung : Dian Cipta, 2013. Arief, Barda Nawawi. Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan Religius dalam rangka Optimalisasi dan Reformasi Penegakan Hukum (Pidana) di Indonesia. Semarang, BP UNDIP 2011. Arinanto, Satya, Hak Asasi Manusia Dalam Transisi Politik di Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2003. Asshiddiqie, Jimmly. Konstitusi Ekonomi. Jakarta : Kompas, 2010. Faid, Hariandi. ”Rumah Polisi Dibakar”, http://store.tempo.co/foto/detail/P0310201400181/rumah-milik-aiptu-usman-dijalan-regge-makassar. Diakses pada 18 Mei 2015. Fakrulloh, Zudan Arif. Orasi Ilmiah tanggal 1 Oktober 2005 berjudul : Penegakan Hukum Sebagai Peluang Menciptakan Keadilan : Sebuah Upaya Untuk Menjaga Kepercayaan Rakyat Terhadap Hukum. Frick, Heinz dan Tri Hesti Mulyani. Seri Eko Arsitektur 2 : Arsitektur Ekologis. Yogyakarta : Kanisius, 2006. Heru Nugroho,.”Masyarakat dan Pemerintah di Tengah Derasnya Arus Modal dan Liberalisasi Pasar.” Jurnal Dinamika HAM. (Januari-Juni 2002). Indonesia. Undang-Undang Dasar Sementara. ________. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 21 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 ________. Undang-Undang Hak Asasi Manusia. UU No. 39 Tahun 1999, LN No. 165 Tahun 1999, TLN No. 3886. Iskandar, Pranoto. Hukum Hak Internasional : Sebuah Pengantar Kontekstual. Jakarta : IMR Press, 2010. Kalesaran, Ronald C.E dan R.J.M. Mandagi Estrelita Waney. “Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam Pemilihan Lokasi Perumahan di Kota Manado”, Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.3 No.3. (Agustus-September 2013). K, Bertens. Panorama Fisafat Modern. Jakarta : Teraju, 2005. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia. Resolusi 217 A (III) Tanggal 10 Desember 1948. _______. Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik. Resolusi 2200 A (XXI) Tanggal 16 Desember 1966. Nugroho, Edi. “Mahasiswa Lempari Bom Molotov Rumah Jaksa”, http://komisikepolisianindonesia.com/aneka/read/6131/mahasiswa-lemparibom-molotov-ke-rumah-jaksa.html . Diakses pada 17 Mei 2015. Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000. Saraswati, L.G dan Rocky Gerung.Hak Asasi Manusia : Teori, Hukum, Kasus. Jakarta : Filsafat- UI Press, 2006. Saut, Prins David. “Hakim yang Rumahnya Ditembaki Sedang Adili Kasus Korupsi”, http://news.detik.com/read/2013/07/24/152015/2313109/10/. Diakses pada 19 Mei 2015. Sharon McCally Justice,.http://cases.justia.com/texas/fourteenth-court-of-appeals/201514-14-00478-cv-0.pdf?ts=1423574000. Diakses pada 19 Mei 2015. Sudarsono. Kamus Hukum,. Jakarta : Rineka Cipta, 1992. Suparto. “Evaluasi Pemukiman dan Perumahan Kumuh Berbasis Lingkungan Di Kel. Kalibanteng Kidul Kota Semarang” Majalah Ilmiah Pawiyatan Vol : XXI, No : 1. (Februari-Maret,2014. Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 22 Rafli Fadilah Achmad-1206246313 2015 Syamsuddin, Amir. Integritas Penegak Hukum : Hakim, Jaksa , Polisi dan Pengacara. Jakarta : Kompas, 2008. Sylviana, An An. “Pengacara Membohongi Publik”. Tabloid Reformata Edisi 95 (16-30 November 2008). Tim Pengajar Hukum dan HAM Fakultas Hukum Universitas Indonesia. “Hak Atas Rasa Aman”, diakses pada 18 Mei 2015. Trianita, Linda. “Isi Teror Bom kepada Pengacara Bamwa Widjojanto”, http://nasional.tempo.co/read/news/2015/02/20/063643896/Isi-Teror-Bomkepada-Pengacara-Bambang-Widjojanto. Diakses pada 18 Mei 2015 Tutik, Titik Triwulan. Eksistensi, kedudukan, dan wewenang Komisi Yudisial sebagai lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia pasca amandemen UUD 1945. Jakarta : Prestasi Pustaka, 2007. Wismoady Wahono. Pro-Eksistensi : Kumpulan Tulisan Untuk Mengacu Kehidupan Bersama. Jakarta : Gunung Mulia, 2001. Yudohusodo, Siswono. Rumah Untuk Seluruh Rakyat. Jakarta : INKOPPOL, 1991. Zulfa, Eva A. dan Nathalina. Modul Instrumen Ham Nasional. Jakarta : Departemen Hukum dan HAM RI DIRJEN Perlindungan HAM, 2004. Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman Page 23