Download: Perlindungan Terhadap Tempat Kediaman

advertisement
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
2015
Rafli Fadilah Achmad1206246313
Hak Atas Rasa Aman
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 1
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
Perlindungan Terhadap Tempat
Kediaman Aparatur Penegak Hukum
Sebagai Perwujudan Hak Atas Rasa
Aman
-Hukum dan Hak Asasi Manusia -
Disusun oleh :
RAFLI FADILAH ACHMAD
(1206246313)
Dibimbing oleh :
Prof. Dr. Anna Erliyana, SH., MH
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS HUKUM
__
2015
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 2
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
DISCLAIMER : Tulisan ini diperuntukan Penulis untuk kepentingan tugas perkuliahan sehingga
apabila terdapat kekeliruan mohon dikoreksi. Sebagai insan akademis yang taat. jika ingin men
Copy-Paste harap izin ke nomor berikut 082114497494
DAFTAR ISI
Pendahuluan ................................................................................................................... 4
Pembahasan ................................................................................................................... 9
Penutup ......................................................................................................................... 19
III.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 19
III.II
Saran ............................................................................................................... 20
Daftar Pustaka .............................................................................................................. 21
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 3
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
I
Pendahuluan
Aman diartikan sebagai situasi tanpa gangguan, tanpa bahaya, tanpa kekhawatiran
sehingga menyebabkan seseorang menjadi tentram.1 Menurut Williams aman diartikan
sebagai situasi yang Untouched by danger; not exposed to danger, secure from danger,
harm or loss.2 Dengan kondisi yang aman membuat manusia dapat melaksanakan
aktivitas sesuai dengan yang dikehendakinya. Mengingat pentingnya rasa aman, kini
hal tersebut sudah dikategorikan sebagai suatu hak.
Hak atas rasa aman adalah salah satu bagian dari Hak Asasi Manusia. 3 Hak ini
dikategorikan sebagai hak sipil dan politik dimana kriteria utamanya adalah bersifat
negatif.4 Itu artinya terdapat keterbatasan campur tangan dan intervensi dari
pemerintah dalam memenuhi hak ini, dimana negara yang dalam hal ini diwakili oleh
pemerintah turut serta menjamin dan memenuhi hak ini apabila baru terjadi
pelanggaran (repressive right). Namun pada perkembangannya, hak sipil dan politik kini
telah mengalami pergeseran paradigma karena saat ini telah memiliki karakteristik yang
bersifat positif. Hak yang bersifat positif ini diinterpretasikan sebagai bentuk pemberian
legitimasi dari pemerintah untuk memenuhi hak sipil dan politik dengan cara membuat
instrumen peraturan perundang-undangan untuk mencegah terjadinya pelanggaran
terhadap hak ini (preventive right).5
Hak atas rasa aman di dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia terdiri dari 10 jenis hak, yaitu : a. hak untuk mencari suaka politik untuk
Tim Pengajar Hukum dan HAM Fakultas Hukum Universitas Indonesia, “Hak Atas Rasa Aman”,
diakses pada 18 Mei 2015.
2 Sharon McCally Justice, http://cases.justia.com/texas/fourteenth-court-of-appeals/2015-14-1400478-cv-0.pdf?ts=1423574000, diakses pada 19 Mei 2015.
3 L.G Saraswati dan Rocky Gerung, Hak Asasi Manusia : Teori, Hukum, Kasus, (Jakarta :
Filsafat- UI Press, 2006), hlm.237
4 Heru Nugroho, “Masyarakat dan Pemerintah di Tengah Derasnya Arus Modal dan Liberalisasi
Pasar,” Jurnal Dinamika HAM, (Januari-Juni 2002), hlm.61
5 Abdullah Yazid, et. al., Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, (Malang: Program Penguatan
Simpul Demokrasi Bekerjasama dengan Averroes Press, 2007), hlm. 17-18.
1
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 4
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
memperoleh perlindungan politik dari negara lain; hak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat dan hak miliknya ; hak atas pengakuan di depan
hukum sebagai manusia pribadi dimana saja ia berada ; hak atas rasa aman dan
tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu ; hak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang
kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan ; hak untuk
bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyata ; hak untuk tidak ditangkap,
ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan atau dibuang secara sewenang-wenang ; hak
untuk hidup di dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman dan
tenteram yang menghormati, melindungi dan melaksanakan sepenuhnya HAM dan
kewajiban dasar manusia ; hak untuk tidak diganggu tempat kediamannya ; hak untuk
bebas dan menjaga rahasia dalam hubungan surat menyurat termasuk komunikasi
melalui sarana elektronik.
Berdasarkan uraian diatas salah satu jenis dari hak atas rasa aman adalah hak
untuk tidak diganggu tempat kediamannya. Hak ini sejatinya telah memiliki pengaturan
yang cukup baik dalam instrumen hak asasi manusia di tingkat nasional maupun
internasional. Namun sebelum memaparkan mengenai instrumen-instrumen tersebut,
perlu dijelaskan terlebih dahulu akan pentingnya sebuah rumah atau tempat tinggal.
Seseorang manusia hidup serba berkebutuhan, terlebih lagi manusia adalah
makhluk yang tidak pernah puas dan selalu ingin memenuhi segala keinginannya.6
Namun secara umum, sejatinya manusia membutuhkan 3 aspek utama untuk tetap
hidup, yaitu sandang, pangan dan papan. Salah satu aspek terpenting yang harus
dipenuhi adalah papan, dimana papan diartikan sebagai rumah atau tempat tinggal. 7
Rumah memegang peranan penting dalam pola kehidupan manusia, karena pada
dasarnya sebagian besar manusia telah seharian berada di luar rumah untuk mencari
nafkah, belajar ataupun beraktivitas lain kemudian rumah menjadi tempat sentral untuk
melepaskan lelah dan beristirahat bersama sanak keluarga agar bisa tetap beraktivitas
dengan baik lagi keesokan harinya. Rumah juga menjadi tempat untuk membina
6
K. Bertens, Panorama Fisafat Modern, (Jakarta : Teraju, 2005), hlm.243
Wismoady Wahono, Pro-Eksistensi : Kumpulan Tulisan Untuk Mengacu Kehidupan Bersama,
(Jakarta : Gunung Mulia, 2001) hlm.8
7
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 5
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
keluarga dan mendidik anak-anak, dimana rumah adalah tempat pertama seseorang
anak menimba ilmu dari kedua orang tuanya.8
Bahkan banyak masalah yang terjadi disebabkan dari ketidakharmonisan
keluarga di rumah, sehingga menyebabkan anak menjadi terganggu secara
psikologisnya dan menyalurkannya kehal-hal yang bersifat negatif, dimana salah satu
contohnya adalah kenakalan remaja berupa mencoba narkoba, ataupun melakukan
freesex. Itu artinya, salah satu cara untuk memajukan suatu bangsa, sejatinya haruslah
berawal dari rumah karena apabila rumah tersebut sudah baik dalam membentuk
karakter seseorang maka yang terjadi adalah terbentuknya insan manusia yang baik
pula, akan tetapi apabila kondisi rumah tersebut tidak baik semisal karena terjadinya
ketidakharmonisan keluarga, maka hasilnya akan tidak baik pula. Saat ini rumah juga
sering menjadi korban atas ketidakpuasan kinerja seseorang, dimana orang yang tidak
puas tersebut meluapkan rasa kekesalan dan frustasinya tidak hanya kepada orang
yang bersangkutan, akan tetapi merambah juga ke tempat kediamannya. Hal ini
tentunya akan menjadi sangat berbahaya, karena orang yang ada dalam rumah
tersebut khususnya anak bisa merasakan trauma atas penyerangan tersebut.
Dari penjabaran diatas tersebut bolehlah kita artikan rumah sebagai tempat yang
harus dapat memberikan rasa aman dan tentram bagi mereka yang menempatinya,
tidak masalah apakah rumah tersebut merupakan rumah yang mewah dan megah,
ataukah sangat sederhana, apakah rumah milik pribadi atau mengontrak, yang paling
penting adalah seseorang yang menempatinya merasa aman dan nyaman serta
terlepas dari adanya gangguan terhadap rumah itu.9
Sejatinya masyarakat Internasional secara tegas telah mengakui pentingnya
esensi rumah, maka dari itu dituangkanlah dalam Pasal 12 DUHAM yang berbunyi :
“tidak seorang pun boleh diganggu urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya
atau hubungan surat menyuratnya dengan sewenang-wenang;....; Setiap orang berhak
mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti ini”
8
Siswono Yudohusodo, Rumah Untuk Seluruh Rakyat, (Jakarta : INKOPPOL, 1991), hlm.1
Eva A.Zulfa dan Nathalina, Modul Instrumen Ham Nasional, (Jakarta : Departemen Hukum dan
HAM RI DIRJEN Perlindungan HAM, 2004) hlm.50
9
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 6
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
Jika kita telaah lebih lanjut, sejatinya pasal ini tidak secara eksplisit menyatakan
bahwa tempat kediaman seseorang tidak boleh diganggu gugat, hanya saja dalam
pasal ini yang tidak boleh diganggu adalah urusan pribadi, keluarga dan rumah
tangga.10 Namun jika kita menggunakan logika maka urusan pribadi, keluarga dan
rumah tangga tentunya sering dilakukan di rumah orang tersebut atau yang lebih
dikenal sebagai hak privasi. Ketentuan mengenai hal ini kemudian dipertegas dalam
Pasal 17 ayat (1) dan (2) ICCPR, dimana tidak seorangpun boleh diganggu secara
sewenang-wenang dalam urusan rumah dan setiap orang berhak mendapat
perlindungan hukum bila terjadi gangguan atau serangan terhadap tempat tinggalnya.
Namun patut disayangkan, karena didalam sumber hukum tertinggi Negara Indonesia
yaitu konstitusi UUD 1945 tidak terdapat ketentuan yang secara jelas dan tegas
mengatur mengenai hak untuk tidak diganggu tempat kediamanya.
Mengingat terjadinya kekosongan hukum tersebut, patut diapresiasi kepekaan
dari second founding father Indonesia yang membawa semangat untuk melindungi
harta benda yang berada dibawah kekuasaan seseorang yang dituangkan dalam
amandemen ke-2 UUD 1945 pada Pasal 28 G ayat (1). Jika kita telaah lebih lanjut,
Pasal 28 G ayat (1) sejatinya mengakui subjek yang lebih luas ketimbang ketentuan
dalam instrument internasional, karena yang dilindungi tidak terbatas pada rumah saja,
akan tetapi termasuk didalamnya setiap harta benda yang berada dibawah kekuasaan
seseorang seperti tanah, kendaraan, dan lain sebagainya.
Jika dilihat dari perspektif historis, original intent lahirnya pasal 28 G ayat (1)
merupakan bentuk tindak lanjut dari adanya hak kebendaan yang sebelumnya telah
diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Itu artinya, yang menjadi unik lahirnya Pasal ini disebabkan karena Undang-Undang
Dasar diilhami dari ketentuan yang ada dalam Undang-Undang, padahal idealnya
Undang-Undang Dasar yang mengilhami peraturan yang ada dibawahnya. Namun
setelah Penulis melakukan penelusuran lebih lanjut ditemukan bahwa rumusan Pasal
31 Undang-Undang No.39 Tahun 1999 memiliki kemiripan yang teramat identik dengan
10
Pranoto Iskandar, Hukum Hak Internasional : Sebuah Pengantar Kontekstual, (Jakarta : IMR
Press, 2010) hlm.316
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 7
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
rumusan Pasal yang ada di dalam Undang-Undang Dasar Sementara Indonesia dahulu
kala, dimana didalam Pasal 16 UUDS dinyatakan bahwa :11
a. Tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu-gugat
b. Mengindjak suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki suatu rumah
bertentangan dengan kehendak orang jang mendiaminja, hanja dibolehkan
dalam hal-hal jang ditetapkan dalam suatu aturan hukum jang berlaku baginja.
Terlepas dari keunikan tersebut, di dalam penjelasan Pasal 31 Undang-Undang
No.39 Tahun 1999, terdapat frasa penting yang menyatakan bahwa “tidak boleh
diganggu”, hal ini bermakna bahwa terdapat perlindungan terhadap privasi seseorang
ketika sedang berada di tempat kediamannya. Dari Pasal tersebut dapat kita ketahui
bahwa pemaknaan terhadap hak ini sangatlah limitatif dan sempit, karena sebatas pada
privasi seseorang ketika sedang ada dirumah. Padahal menurut Penulis sejatinya
subjek dari hak ini lebih luas dari itu, karena apabila kita meninjau dari Pasal 31 akan
diperoleh suatu kesimpulan yang berbeda karena fokus perhatian tidak semata-mata
tertuju pada privasi seseorang ketika sedang berada dirumah, tetapi termasuk juga
didalamnya adalah keamanan tempat kediaman dan orang-orang yang menghuni
didalamnya. Terlepas dari perbedaan ruang lingkup yang ada, lebih penting dari hal
tersebut adalah bagaimana cara mewujudkan perlindungan hukum yang diberikan oleh
pemerintah sebagai implementasi dari hak ini.
Hukuman untuk kejahatan yang biasa disebut sebagai pelanggaran terhadap hak
kebebasan rumah tangga (huisvredebruik12) tertuang dalam Pasal 167 KUHP, dimana
terhadap orang yang tanpa hak masuk dengan paksa ke dalam rumah dan tidak segera
pergi ketika diminta pergi oleh orang yang berhak atau atas nama orang yang berhak
maka seseorang diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan atau
dengan sebanyak-banyakannya Rp.4.500.000. Bahkan delik ini dikualifisir selama 1
tahun 4 bulan apabila seseorang mengeluarkan ancaman atau memakai daya upaya
untuk menakutkan orang yang berada di dalam rumah. Selain itu bila pelakunya dua
11
12
Indonesia, Undang-Undang Dasar Sementara, ps.16
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992) hlm.166
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 8
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
orang atau lebih dan melakukannya bersama-sama, maka hukuman 9 bulan atau 1
tahun 4 bulan itu dapat ditambah dengan sepertiganya.
Ketentuan Pasal 167 KUHP ini sejalan dengan makna Pasal 31 ayat (2) UndangUndang Nomor. 39 Tahun 1999 yang hanya memperbolehkan seseorang memasuki
kediaman atau rumah tanpa seizin orang yang mendiaminya bila telah ditentukan dalam
undang-undang. Sebagai contoh dari pelanggaran hak ini, yang dibenarkan oleh
undang-undang
adalah
tindakan
aparat
penegak
hukum
yang
melakukan
penggeledahan dan penyitaan barang yang ada dalam suatu rumah. Jadi harus ada
undang-undang yang memberikan kewenangan pada orang tertentu untuk melakukan
perbuatany yang sesungguhnya melanggar hak asasi manusia sekaligus melanggar
hukum itu.
II
Pembahasan
Prof. Satjipto Rahardjo mengatakan penegakan hukum merupakan suatu usaha
untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaat sosial
menjadi suatu kenyataan.13 Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh aktivitas
kehidupan manusia yang dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum,
penegakan hukum dan evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya
merupakan interaksi antara berbagai perilaku manusia yang mewakili kepentingankepentingan yang berbeda dalam bingkai aturan yang telah disepakati bersama. Oleh
karena itu, penegakan hukum tidak dapat semata-mata dianggap sebagai proses
menerapkan hukum sebagaimana pendapat kaum legalistik. Namun proses penegakan
hukum akan melibatkan dimensi perilaku manusia. Dengan pemahaman tersebut maka
kita dapat mengetahui bahwa masalah-masalah hukum yang akan selalu menonjol
adalah “law in action” bukan pada “law in the books”.14
13
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.181.
Zudan Arif Fakrulloh, Orasi Ilmiah tanggal 1 Oktober 2005 berjudul : Penegakan Hukum
Sebagai Peluang Menciptakan Keadilan : Sebuah Upaya Untuk Menjaga Kepercayaan Rakyat Terhadap
Hukum.
14
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 9
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
Penegakan hukum pada prinsipnya harus dapat memberi manfaat atau berdaya
guna bagi masyarakat, namun disamping itu masyarakat juga mengharapkan adanya
penegakan hukum untuk mencapai suatu keadilan. Kendatipun demikian tidak dapat
dipungkiri bahwa apa yang dianggap berguna secara sosiologis belum tentu adil, begitu
juga sebaliknya, apa yang dirasakan adil secara filosofis belum tentu berguna bagi
masyarakat.15 Berdasarkan pemaparan teoritis tadi dapat disimpulkan bahwa hukum
dalam kehidupan masyarakat memiliki arti yang sangat penting karena tujuan hukum
terletak pada pelaksanaanya. Dimana hakikatnya hukum adalah wujud perlindungan
kepentingan manusia yang merupakan pedoman tentang bagaimana sepatutnya orang
harus bertindak. Maka dari itu hukum bukan hanya sekadar bermakna sebagai
pedoman, perhiasan atau dekorasi saja, akan tetapi lebih dari itu hukum harus ditaati,
dilaksanakan, dipertahankan dan ditegakan.
Untuk menegakan hukum diperlukan aparatur penegak hukum.16 Secara filosofi
penegak hukum lahir karena konsepsi setiap orang dalam pergaulan di dalam
masyarakat harus melaksanakan dan menaati peraturan hukum agar tercipta
kehidupan yang tertib dan tenteram kemudian apabila terjadi pelanggaran terhadap
peraturan hukum yang berlaku, maka peraturan yang dilanggar itu harus ditegakkan
dan yang menegakannya adalah aparatur penegak hukum. Tidak bisa dibayangkan jika
tidak ada aparatur penegak hukum yang terorganisir, tentunya orang yang menjadi
korban atau menderita kerugian akibat pelanggaran hukum ingin menyelesaikan
dengan caranya sendiri tanpa mengikuti koridor hukum yang berlaku. Lebih lanjut hal ini
tentunya akan mengakibatkan terjadinya kekacauan di masyarakat karena masingmasing
anggota
masyarakat
ingin
menyelesaikan
dengan
caranya
sendiri
(eigenrechting).17 Maka dari itu diperlukanlah suatu elemen yang berfungsi sebagai
15
Barda Nawawi Arief, Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan Religius dalam rangka
Optimalisasi dan Reformasi Penegakan Hukum (Pidana) di Indonesia, (Semarang, BP UNDIP 2011),
hlm.15
16 Jimmly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, (Jakarta : Kompas, 2010), hlm.367.
17 Kamri Ahmad, Peranan masyarakat dalam penyelesaian tindak pidana di Sulawesi Selatan:
suatu percobaan (een proeve op) dekonstruksi terhadap perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting),
(Jakarta : Umitoha Ukhuwah Grafika, 2008), hlm.77
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 10
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
penegak hukum, atau yang lebih dikenal sebagai aparatur penegak hukum. Aparatur
penegak hukum yang dimaksud adalah hakim, polisi, jaksa dan advokat.18

Kepolisian berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 memiliki tugas
pokok untuk memelihara keamanan dan ketertiban dalam masyarakat,
menegakan hukum, dan memberikan perlindungan serta pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat.19 Dalam menjalankan tugasnya tidak jarang
polisi menggunakan tindakan represif untuk menjaga keamanan dan
ketertiban itu sendiri. Dibidang penegakan hukum secara khusus kepolisian
bertugas melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
terkait.

Kejaksaan berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 adalah lembaga
eksekutif yang tunduk pada Presiden yang memiliki fungsi penuntutan atas
suatu perkara pidana yang terjadi. Akan tetapi fungsi jaksa tidak terbatas
pada itu saja, karena terdapat fungsi lain dari jaksa yaitu sebagai pengacara
negara, fungsi ini berkaitan dengan sengketa hukum yang berhubungan
dengan perdata dan tata usaha negara. Secara umum jaksa mempunyai
posisi sentral dan peranan yang strategis di bidang penegakan hukum karena
jaksa adalah filter antara proses penyidikan dan pemeriksaan dipersidangan,
disamping sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan. 20

Advokat berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 menjadi salah
satu bagian dari pilar penegak hukum. Hal ini dipertegas dalam Pasal 5 ayat
(1) Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa
Advokat berstatus sebagai penegak hukum yang bebas dan mandiri yang
berfungsi sebagai orang yang diberi kuasa untuk memberi bantuan di bidang
hukum baik perdata atau pidana kepada yang memerlukannya, baik berupa
nasehat maupun bantuan hukum aktif baik di dalam maupun di luar
18 Amir Syamsuddin, Integritas Penegak Hukum : Hakim, Jaksa , Polisi dan Pengacara, (Jakarta :
Kompas, 2008), hlm. Cover.
19 Andi Widjajanto, dkk.
Penataan Kebijakan Keamanan Nasional, (Bandung : Dian Cipta,
2013),hlm.58
20
Admin,
“Pengertian
dan
Sejarah
Kejaksaan”,
http://kejariwonosari.go.id/?data=modul_profil/sejarah, diakses pada 17 Mei 2015.
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 11
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
pengadilan dengan jalan mewakili, mendampingi membela dan melakukan
tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum lainnya. Melalui jasa hukum
yang diberikan, advokat menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan
berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan,
termasuk didalamnya adalah usaha untuk memberdayakan masyarakat
dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. Adapun
tugas dari pengacara secara khusus adalah membuat dan mengajukan
gugatan, jawaban, tangkisan, sangkalan, memberi pembuktian, mendesak
segera disidangkan atau diputuskan perkaranya dan sebagainya. Di samping
itu, pengacara bertugas membantu hakim dalam mencari kebenaran dan
tidak boleh memutar balikkan peristiwa demi kepentingan klien nya agar klien
nya menang dan bebas.21

Kehakiman
adalah
menyelenggarakan
cabang
peradilan
kekuasaan
guna
yang
menegakan
merdeka
hukum
dan
untuk
keadilan
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar NRI tahun 1945, demi
terselenggaranya Negara hukum republik Indonesia. Kehakiman dalam
konteks ini dipersonifikasikan sebagai hakim yang bertugas di pengadilan.
Hakim merupakan aparat penegak hukum yang identik dalam proses semua
perkara, dimana hakimlah yang memberikan putusan atau suatu perkara.
Maka dari itu tidak heran apabila hakim dikatakan sebagai benteng terakhir
untuk menegakan hukum dan keadilan.22 Tugas hakim pada umumnya
adalah memberikan perlindungan hukum agar tidak terjadi tindakan eigen
rechting atau main hakim sendiri.
Produk yang dikeluarkan oleh hakim
disebut sebagai putusan, dimana putusan adalah suatu pernyataan yang
dikeluarkan oleh hakim selaku pejabat negara yang diberi wewenang untuk
diucapkan
di
persidangan
dan
bertujuan
untuk
mengakhiri
atau
menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.
21 An An Sylviana, “Pengacara Membohongi Publik”, Tabloid Reformata Edisi 95 (16-30
November 2008), hlm.14
22 Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, kedudukan, dan wewenang Komisi Yudisial sebagai lembaga
negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia pasca amandemen UUD 1945, (Jakarta :
Prestasi Pustaka, 2007, hlm.71
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 12
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
Dari empat profesi penegak hukum di atas, secara umum sejatinya penegak hukum
memiliki tanggungjawab untuk menegakan wibawa hukum dan menegakan keadilan,
akan tetapi dalam perjalananya tidak dapat dilakukan semudah itu. Banyak halangan
dan tantangan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum, salah satunya adalah
tindakan meneror orang-orang yang tidak dikenal kepada kehidupan pribadi sang
aparatur penegak hukum. Salah satu sasaran tindakan meneror tersebut ditujukan
kepada rumah atau tempat kediaman dari aparatur penegak hukum, motifnya macammacam namun beberapa diantaranya disebabkan karena tidak puas atas kinerja sang
aparatur penegak hukum, dendam pribadi, dan dinilai tidak pro rakyat. Memang pada
dasarnya setiap profesi memiliki resiko kerja, akan tetapi menjadi aparatur penegak
hukum memiliki resiko yang lebih besar ketimbang profesi lainnya, karena pada
dasarnya aparat penegak hukum bersinggungan langsung dengan bagaimana cara
untuk menegakan keadilan dan hukum kepada masyarakat. Berikut adalah beberapa
contoh kasus yang terjadi kepada tempat kediaman aparatur penegak hukum di
Indonesia :
a. Sabtu 29 Oktober 2011 terdapat penyerangan yang diinisiasi oleh Mahasiswa ke
rumah Jaksa yang berlokasi di Tamalanrea Indah, Makassar. Penyerangan
tersebut dilakukan pada dini hari dan dilakukan dengan melemparkan bom
molotov ke rumah jaksa tersebut. Untungnya, 13 oknum mahasiswa itu berhasil
ditangkap oleh polisi. Berdasarkan hasil penyidikan diketahui bahwa motif
pelemparan molotov tersebut didasari karena rasa kekecewaan kepada seorang
jaksa yang bertugas di Kabupaten Bone karena menuntut temannya pada saat
peristiwa bentrokan antar kelompok mahasiswa pada 26 Oktober 2011 silam.23
b. Jumat 3 Oktober 2014, rumah mewah seorang polisi yang terletak di Jalan
Daeng Ngunjung, Makassar, diserang dan dibakar oleh warga, tidak hanya itu
rumah tersebut juga beberapa kali dihujani oleh anak panah. Polisi Aiptu Usman
ketika diwawancara mengaku tidak mengetahui motif dari pembakaran rumahnya
oleh beberapa oknum masyarakat, namun kuat dugaan pembakaran tersebut
Nugroho,
“Mahasiswa
Lempari
Bom
Molotov
Rumah
Jaksa”,
http://komisikepolisianindonesia.com/aneka/read/6131/mahasiswa-lempari-bom-molotov-ke-rumahjaksa.html , diakses pada 17 Mei 2015.
23Edi
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 13
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
dipicu oleh dendam antara warga jalan regge dan waga jalan daeng nganjung.
Sayangnya para penyerang tersebut berhasil melarikan diri setelah polisi datang
ke lokasi kejadian dan melepaskan beberapa tembakan peringantan.24
c. Rabu 24 Juli 2013 telah terjadi penembakan kepada rumah dinas milik seorang
hakim Pengadilan Negeri Gorontalo atas nama Royke Ingkiriwang. Penembakan
dilakukan sebanyak 2 kali pada pukul 13.00 WITA. Akibat tembakan tersebut
menyebabkan kaca mobil milik Royke pecah dan kaca jendela juga pecah.
Menurut Komisi Yudisial tindakan penembakan ini merupakan bentuk intimidasi
terhadap hakim yang bekerja secara profesional dan independen dalam
menangani suatu perkara. Lebih lanjut berdasarkan hasil penyidikan, hakim
Royke Ingkiriwang saat itu sedang menangani praperadilan mengenai kasus
korupsi.25
d. Rabu 18 Februari 2015, Rumah penasihat hukum Bambang Widjojanto dan
Abraham Sammad yaitu Nursyahbani Katjasungkana diancam bom oleh orang
tidak dikenal. Ancaman tersebut berawal dari pesan singkat dengan nomor
087864272394 yang berbunyi “Ada bom di halaman rumah mu. Tunggu
meledak”. Namun setelah disisir rumah yang terletak di Jl.Melati b. No.15,
Perumahan Mekarsari Permai, Jalan Raya Bogor KM 30 Cimanggis Depok itu
tidak ditemukan benda mencurigakan apapun. Ancaman tersebut disebabkan
karena posisinya sebagai pengacara dari BW dan AS dalam kasus Polisi vs
KPK.26
Akibat dari tindakan ancaman tersebut tentunya sangat membahayakan,
setidaknya hal ini berakibat kepada dua hal yaitu terhadap aparatur penegak
hukumnya dan yang kedua terhadap wibawa hukum itu sendiri. Terhadap aparatur
penegak hukum yang diteror tentunya akan mendapatkan tekanan dalam
menjalankan tugasnya, hal ini tentunya akan membuat sang aparatur penegak
Hariandi
Faid,
”Rumah
Polisi
Dibakar”,
http://store.tempo.co/foto/detail/P0310201400181/rumah-milik-aiptu-usman-di-jalan-regge-makassar,
diakses pada 18 Mei 2015.
25 Prins David Saut, “Hakim yang Rumahnya Ditembaki Sedang Adili Kasus Korupsi”,
http://news.detik.com/read/2013/07/24/152015/2313109/10/ , diakses pada 19 Mei 2015.
26
Linda
Trianita,
“Isi
Teror
Bom
kepada
Pengacara
Bamwa
Widjojanto”,
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/02/20/063643896/Isi-Teror-Bom-kepada-Pengacara-BambangWidjojanto, diakses pada 18 Mei 2015.
24
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 14
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
hukum tidak dapat berfikir jernih dalam menjalankan tugas profesionalnya, bahkan
tindakan teror tersebut tidak jarang memiliki tujuan agar sang aparatur penegak
hukum mengikuti kemauan dari beberapa oknum, karena apabila tidak diikuti
tentunya akan ada ancaman yang lebih besar lagi kepada aparatur penegak hukum
itu.
Akibat yang kedua adalah terhadap wibawa hukum itu sendiri, hukum dapat
ditegakan apabila masyarakat hormat terhadap hukum itu sendiri, karena apabila
masyarakat sendiri tidak hormat maka tentunya sanksi-sanksi hukum tidak akan
sama sekali dijalankan oleh masyarakat dan masyarakat lebih memilih untuk
menjalankan hukumnya sendiri atau yang akrab disebut sebagai hukum rimba yang
konkretisasinya
adalah
“pengroyokan
massal”,
hal
ini
tentunya
sangat
memprihatinkan karena wibawa hukum yang saat ini sudah terstigma buruk harus
menambah pil pahit lagi karena aparatur penegak hukumnya yang diteror. Tidak
bisa dipungkiri hukum terpersonifikasi kepada aparatur penegak hukumnya, apabila
aparaturnya saja tidak berwibawa hal ini mengakibatkan semakin tidak berwibawa
juga hukum itu.
Mengingat seringnya permasalahan diatas, timbul suatu pertanyaan besar
bagaimana pelaksanaan hak atas rasa aman saat ini khususnya mengenai hak untuk
tidak diganggu tempat kediaman? Apakah terdapat upaya serius untuk melindungi
tempat kediaman aparatur penegak hukum? Apabila aparatur penegak hukum saja
begitu mudahnya diteror, apalagi masyarakat sipil biasa yang lebih butuh perlindungan
hukum?
Penulis mencoba mendiagnosa permasalahan di atas dan terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan pengrusakan terhadap rumah aparatur penegak hukum bisa terjadi
yaitu :
Pertama, kekecewaan atas kinerja yang diberikan oleh aparatur penegak hukum
kepada Masyarakat dan tidak ada saluran untuk mewadahi aspirasi mereka. Hal ini
merupakan akibat dari sulit diaksesnya aparatur penegak hukum oleh masyarakat,
apabila terjalin komunikasi yang baik antara masyarakat dan aparatur penegak hukum,
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 15
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
tentunya hal-hal seperti di atas tentunya tidak akan terjadi, karena dengan
berkomunikasi segala permasalahan dapat ditemukan jalan tengahnya atau win-win
solution-nya.
Kedua, stigma hukum yang buruk dimata masyarakat. Stigma hukum yang
menggema saat ini adalah hukum tumpul ke atas, tapi tajam kebawah. Stigma tersebut
adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Salah satu alasan pengrusakan
rumah aparatur penegak hukum disebabkan oleh stigma hukum yang dinilai ternoda
akhir-akhir ini karena tingkah laku koruptif beberapa aparatur penegak hukum. Maka
tidaklah heran apabila masyarakat menjadi apatis terhadap hukum itu sendiri, karena
penegaknya sendirilah yang membuat citra hukum menjadi buruk ditengah masyarakat
dan meluapkannya kepada tempat kediaman aparatur penegak hukum.
Ketiga, memberikan teror kepada keluarga. Segala teror pasti memiliki tujuan dan
salah satunya adalah kepada keluarga aparatur penegak hukum. Dengan jenis teror
seperti ini sang peneror mengharapkan agar keluarganya merasa ketakutan dan
membujuk aparatur penegak hukum untuk mengurungkan niatnya menegakan hukum.
Hal ini tentunya karena keluarga adalah segala-galanya bagi seseorang yang
menjadikannya senjata sekaligus boomerang kepada aparatur penegak hukum.
Keempat, rumah sebagai benda mati yang tidak dapat memberikan perlawanan.
Rumah adalah salah satu sasaran empuk untuk diserang, alasannya adalah karena
rumah adalah benda mati yang tidak bisa memberikan perlawanan jika diserang.
Terlebih apabila rumah aparatur penegak hukum tersebut tidak dibekali oleh sarana
keamanan yang mumpuni seperti satpam, CCTV, gembok, dan lain-lain, kekurangan
akan hal tersebut membuat kesempatan oknum untuk melakukan penyerangan tersebut
menjadi lebih besar. Hal ini tentunya berbeda apabila menyerang seorang manusia,
karena manusia dapat memberikan perlawanan kepada oknum-oknum tersebut.
Keempat, membuat malu aparatur penegak hukum dihadapan tetangganya. Dengan
dirusaknya rumah aparatur penegak hukum tersebut tentunya membuat tetangga
menjadi bertanya tanya apa yang sebenarnya terjadi. Hal ini tentunya akan membuat
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 16
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
aparatur penegak hukum tersebut menjadi malu dan akan mengakibatkan runtuhnya
motivasi kerja dari aparatur penegak hukum itu (trial by society).
Kelima,
balas
dendam
secara
pribadi
maupun
profesional.
Tidak
jarang
pengrusakan rumah aparatur penegak hukum disebabkan karena masalah-masalah
pribadi yang bersifat sepele misalnya karena masalah asmara, namun tidak jarang pula
pengrusakan rumah tersebut disebabkan karena ketidakpuasan atas profesionalitas
kerja sang aparatur penegak hukum.
Terlepas dari apapun alasan untuk mengrusak rumah aparatur penegak hukum, hal
tersebut tidak diperbolehkan menurut hukum dan apabila terjadi tentunya memiliki
konsekuensi hukum berupa sanksi pidana. Rumah adalah unsur mutlak yang harus
dilindungi sebagai konsekuensi logis dari diakuinya hak atas rasa aman sebagai bagian
dari hak asasi manusia, karena rumah bukan hanya sebuah bangunan struktural
melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang
layak.27 Rumah dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan, untuk menikmati
kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga. Di dalam rumah, penghuni
memperoleh kesan pertama dari kehidupannya di dalam dunia ini. Rumah harus
menjamin kepentingan keluarga, yaitu untuk tumbuh, memberi kemungkinan untuk
hidup bergaul dengan tetangganya dan lebih dari itu rumah harus memberikan
ketenangan, kesenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan pada segala peristiwa
hidup.28 Lalu bagaimana mungkin rumah dapat memberikan memberikan ketenangan,
kesenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan apabila diteror oleh orang yang tidak
dikenal?
Terlebih lagi menurut Turner terdapat tiga fungsi utama dari rumah, yaitu : 29
Suparto, “Evaluasi Pemukiman dan Perumahan Kumuh Berbasis Lingkungan Di Kel.
Kalibanteng Kidul Kota Semarang” Majalah Ilmiah Pawiyatan Vol : XXI, No : 1. (Februari-Maret,2014)
hlm.2
28 Heinz Frick & Tri Hesti Mulyani, Seri Eko Arsitektur 2 : Arsitektur Ekologis (Yogyakarta :
Kanisius, 2006), hlm.1
29 Ronald C.E Kalesaran dan R.J.M. Mandagi Estrelita Waney, “Analisa Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam Pemilihan Lokasi Perumahan di Kota Manado”, Jurnal
Ilmiah Media Engineering Vol.3 No.3, (Agustus-September 2013), hlm.171.
27
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 17
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
a. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga (identity) yang diwujudkan pada
kualitas hunian atau perlindungan yang diberikan oleh rumah. Kebutuhan akan tempat
tinggal dimaksudkan agar penghuni dapat memiliki tempat berteduh guna melindungi
diri dari iklim setempat.
b. Rumah sebagai penunjang kesempatan (opportunity) keluarga untuk berkembang
dalam kehidupan sosial budaya dan ekonomi atau fungsi pengemban keluarga.
Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan
kemudahan ke tempat kerja guna mendapatkan sumber penghasilan.
c. Rumah sebagai penunjang rasa aman (security) dalam arti terjaminnya. keadaan
keluarga di masa depan setelah mendapatkan rumah. Jaminan keamanan atas
lingkungan perumahan yang ditempati serta jaminan keamanan berupa kepemilikan
rumah dan lahan (the form of tenure).
Terhadap fungsi ketiga, muncul suatu pertanyaan kritis berupa bagaimana bisa
rumah dapat menunjang rasa aman, apabila rumah itu sendiri tidak aman dari ancaman
orang tidak dikenal? Lalu siapakah pihak yang paling bertanggungjawab untuk
mengamankan rumah?
Menjawab pertanyaan kedua, jika dilihat dari perspektif yang sempit maka sejatinya
yang paling bertanggungjawab untuk mengamankan rumah adalah si pemilik rumah,
akan tetapi jika dilihat dari perspektif yang lebih dalam dan luas sejatinya negara yang
dalam hal ini diwakili oleh pemerintah juga memiliki peran serta untuk mengamankan
rumah, khususnya rumah aparatur penegak hukum sebagaimana diatur secara tegas
dan jelas dalam Pasal 28 I Undang-Undang Dasar 1945. Berikut adalah beberapa
alasannya :
1. Rumah adalah tempat berlindung warga negara. Warga negara adalah bagian
dari negara, dan rumah pun berada di teritorial negara. Maka negara dalam hal
ini pemerintah harus turut serta melindunginya.
2. Aparatur penegak hukum telah berjasa membuat Indonesia menjadi aman dan
tentram. Maka melindungi rumah aparatur penegak hukum adalah kompensasi
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 18
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
yang setimpal dengan kontribusi yang telah dilakukan oleh aparatur penegak
hukum
3. Adanya kewajiban negara untuk melindungi rumah dan memberikan jaminan
rasa aman dari ancaman ketakutan sebagaimana diatur dalam Pasal 28G UUD
1945 dan Pasal 31 Undang-Undang Hak Asasi Manusia
4. Adanya pengakuan dari masyarakat internasional akan pentingnya sebuah
rumah yang dituangkan dalam Pasal 12 DUHAM dan 17 ICCPR.
5. Dengan melindungi kediaman aparatur penegak hukum hal ini akan membuat
rasa aman kepada masyarakat juga nantinya, karena ketika aparatur penegak
hukum sudah terlindungi rumahnya, maka aparatur penegak hukum dapat fokus
menjalankan tugasnya karena tidak ada rasa khawatir lagi akan keamanan
rumahnya dan nantinya wibawa hukum akan terangkat karena rumah aparatur
penegak hukumnya saja sudah terlindungi apalagi rumah warga negara lainnya.
III
Penutup
III.1 Kesimpulan
Aparatur penegak hukum telah memberikan kontribusi yang luar biasa kepada
Indonesia dengan menciptakan kehidupan yang aman dan tertib, namun dalam
menjalankan profesinya terdapat resiko kerja yang dihadapi dan salah satunya adalah
pengrusakan terhadap tempat kediaman aparatur penegak hukum itu. Dari segi
pemenuhan hak asasi manusia sangat disayangkan pemerintah Indonesia sampai saat
ini masih belum menunjukan upaya yang serius untuk melindungi hak atas rasa aman
khususnya hak untuk tidak diganggu tempat kediaman aparatur penegak hukum. Upaya
perlindungan yang saat ini kental terasa baru bersifat represif saja, dalam artian
perlindungan baru dilakukan apabila sudah terjadinya kejadian. Dengan kondisi seperti
ini dan tidak ada upaya yang serius untuk merubahnya dikhawatirkan hukum menjadi
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 19
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
semakin tidak berwibawa di mata masyarakatnya, karena tidak dapat dipungkiri
personifikasi dari hukum adalah aparat penegak hukumnya.
III.II Saran
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya pengrusakan
terhadap rumah aparatur penegak hukum diantaranya adalah :
1. Memperbanyak pengaturan tentang perlindungan tempat kediaman seseorang,
khusunya kepada aparatur penegak hukum.
2. Memperbesar sanksi pidana terhadap tindakan yang dilakukan kepada rumah
aparatur penegak hukum, setidaknya sanksi minimal yang diberikan adalah 2
tahun penjara mengingat rasa aman yang tercederai lebih besar ketimbang
masyarakat pada umumnya.
3. Memperbaiki gap komunikasi antara masyarakat dan aparat penegak hukum
dengan cara membuat acara-acara kolaboratif antara masyarakat dan aparatur
penegak hukum, dan mempermudah akses untuk menghubungi aparatur
penegak hukum melalui biro humas di masing-masing instansi.
4. Memperbaiki kinerja aparatur penegak hukum agar lebih pro rakyat dan
memperhatikan nilai-nilai keadilan yang hidup di dalam masyarakat.
5. Memperkuat integritas pribadi aparatur penegak hukum agar siap atas segala
resiko kerja yang ada dan ikhlas apabila sewaktu-waktu hal-hal yang tidak
diinginkan menimpa dirinya atau keluarganya.
6. Memperkuat pengamanan rumah aparatur penegak hukum dengan mengadakan
satpam, CCTV, dan memberikan senjata tajam kepada aparatur penegak
hukum.
7. Apabila sedang ada kasus-kasus yang bersifat krusial, aparat penegak hukum
dan rumahnya wajib dikawal 24 Jam oleh kepolisian untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan.
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 20
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
Daftar Pustaka
Abdullah Yazid, et. al.,.Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Malang: Program
Penguatan Simpul Demokrasi Bekerjasama dengan Averroes Press, 2007.
Admin,.“Pengertian
dan
Sejarah
Kejaksaan”.
http://kejari-
wonosari.go.id/?data=modul_profil/sejarah. Diakses pada 17 Mei 2015.
Ahmad, Kamri. Peranan masyarakat dalam penyelesaian tindak pidana di Sulawesi
Selatan: suatu percobaan (een proeve op) dekonstruksi terhadap perbuatan
main hakim sendiri (eigenrichting). Jakarta : Umitoha Ukhuwah Grafika, 2008.
Andi Widjajanto, dkk. Penataan Kebijakan Keamanan Nasional. Bandung : Dian Cipta,
2013.
Arief, Barda Nawawi. Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan Religius dalam rangka
Optimalisasi dan Reformasi Penegakan Hukum (Pidana) di Indonesia.
Semarang, BP UNDIP 2011.
Arinanto, Satya, Hak Asasi Manusia Dalam Transisi Politik di Indonesia, Jakarta: Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2003.
Asshiddiqie, Jimmly. Konstitusi Ekonomi. Jakarta : Kompas, 2010.
Faid,
Hariandi.
”Rumah
Polisi
Dibakar”,
http://store.tempo.co/foto/detail/P0310201400181/rumah-milik-aiptu-usman-dijalan-regge-makassar. Diakses pada 18 Mei 2015.
Fakrulloh, Zudan Arif. Orasi Ilmiah tanggal 1 Oktober 2005 berjudul : Penegakan
Hukum Sebagai Peluang Menciptakan Keadilan : Sebuah Upaya Untuk
Menjaga Kepercayaan Rakyat Terhadap Hukum.
Frick, Heinz dan Tri Hesti Mulyani. Seri Eko Arsitektur 2 : Arsitektur Ekologis.
Yogyakarta : Kanisius, 2006.
Heru Nugroho,.”Masyarakat dan Pemerintah di Tengah Derasnya Arus Modal dan
Liberalisasi Pasar.” Jurnal Dinamika HAM. (Januari-Juni 2002).
Indonesia. Undang-Undang Dasar Sementara.
________. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 21
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
________. Undang-Undang Hak Asasi Manusia. UU No. 39 Tahun 1999, LN No.
165 Tahun 1999, TLN No. 3886.
Iskandar, Pranoto. Hukum Hak Internasional : Sebuah Pengantar Kontekstual. Jakarta :
IMR Press, 2010.
Kalesaran, Ronald C.E dan R.J.M. Mandagi Estrelita Waney. “Analisa Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam Pemilihan Lokasi
Perumahan di Kota Manado”, Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.3 No.3.
(Agustus-September 2013).
K, Bertens. Panorama Fisafat Modern. Jakarta : Teraju, 2005.
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi
Manusia. Resolusi 217 A (III) Tanggal 10 Desember 1948.
_______. Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik. Resolusi 2200 A (XXI)
Tanggal 16 Desember 1966.
Nugroho,
Edi.
“Mahasiswa
Lempari
Bom
Molotov
Rumah
Jaksa”,
http://komisikepolisianindonesia.com/aneka/read/6131/mahasiswa-lemparibom-molotov-ke-rumah-jaksa.html . Diakses pada 17 Mei 2015.
Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000.
Saraswati, L.G dan Rocky Gerung.Hak Asasi Manusia : Teori, Hukum, Kasus. Jakarta :
Filsafat- UI Press, 2006.
Saut, Prins David. “Hakim yang Rumahnya Ditembaki Sedang Adili Kasus Korupsi”,
http://news.detik.com/read/2013/07/24/152015/2313109/10/. Diakses pada 19
Mei 2015.
Sharon McCally Justice,.http://cases.justia.com/texas/fourteenth-court-of-appeals/201514-14-00478-cv-0.pdf?ts=1423574000. Diakses pada 19 Mei 2015.
Sudarsono. Kamus Hukum,. Jakarta : Rineka Cipta, 1992.
Suparto. “Evaluasi Pemukiman dan Perumahan Kumuh Berbasis Lingkungan Di Kel.
Kalibanteng Kidul Kota Semarang” Majalah Ilmiah Pawiyatan Vol : XXI, No : 1.
(Februari-Maret,2014.
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 22
Rafli Fadilah Achmad-1206246313
2015
Syamsuddin, Amir. Integritas Penegak Hukum : Hakim, Jaksa , Polisi dan Pengacara.
Jakarta : Kompas, 2008.
Sylviana, An An. “Pengacara Membohongi Publik”. Tabloid Reformata Edisi 95 (16-30
November 2008).
Tim Pengajar Hukum dan HAM Fakultas Hukum Universitas Indonesia. “Hak Atas Rasa
Aman”, diakses pada 18 Mei 2015.
Trianita,
Linda.
“Isi
Teror
Bom
kepada
Pengacara
Bamwa
Widjojanto”,
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/02/20/063643896/Isi-Teror-Bomkepada-Pengacara-Bambang-Widjojanto. Diakses pada 18 Mei 2015
Tutik, Titik Triwulan. Eksistensi, kedudukan, dan wewenang Komisi Yudisial sebagai
lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia pasca
amandemen UUD 1945. Jakarta : Prestasi Pustaka, 2007.
Wismoady Wahono. Pro-Eksistensi : Kumpulan Tulisan Untuk Mengacu Kehidupan
Bersama. Jakarta : Gunung Mulia, 2001.
Yudohusodo, Siswono. Rumah Untuk Seluruh Rakyat. Jakarta : INKOPPOL, 1991.
Zulfa, Eva A. dan Nathalina. Modul Instrumen Ham Nasional. Jakarta : Departemen
Hukum dan HAM RI DIRJEN Perlindungan HAM, 2004.
Hukum dan HAM – Hak Atas Rasa Aman
Page 23
Download