Rafli Fadilah Achmad * Kapita Selekta Hukum Acara Perdata

advertisement
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI ...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .......................................................................................1.2 Pokok permasalahan ...............................................................................1.3 Kasus posisi.............................................................................................-
BAB II PEMBAHASAN DAN ANALISA
2.1 Alasan memilih topik.........................................................................2.2Dasar hukum dan analisis yuridis........................................................2.3 Hubungan dengan materi perkuliahan..................................................2.4 Perkembangan terbaru terkait kasus.....................................................-
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................3.2 Saran........................................................................................................-
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................-
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 1
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industrial Peace atau situasi dimana buruh tenang dalam bekerja dan majikan
tentram dalam berusaha adalah impian dari semua pekerja dan pengusaha. Akan
tetapi dalam prakteknya disharmonisasi antara pekerja dan pengusaha dapat saja
terjadi, hal ini biasanya dikarenakan oleh perselisihan tentang upah, pemutusan
hubungan kerja, ketidak percayaan, egois, diskriminasi, perbedaan penafsiran,
perubahan syarat-syarat pekerja, dan saling curiga. Hal tersebut tentunya dapat kita
mengerti karena situasi buruh yang sangat menggantungkan hidup dia dan
keluarganya dari penghasilan menjadi seorang buruh.
Pada dasarnya perselisihan yang terjadi antara pengusaha dan buruh
sebaiknya di selesaikan secara musyawarah sehingga mendapatkan kesepakatan yang
saling menguntungkan kedua belah pihak. Akan tetapi dalam prosesnyaterkadang
mengalami suatu jalan buntu dan tidak menemukan solusi, sehingga dalam situasi ini
diperlukan peranan Pemerintah untuk menyediakan prosedur dalam menyelesaikan
masalah tersebut secara legal dan aktual.
Di positifkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perselisihan
Hubungan Industrial merupakan langkah tepat yang dilakukan oleh Pemerintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat sebagai salah satu upaya untuk melindungi Hak para
buruh yang memang patut untuk diperjuangkan. Tujuan dibentuknya pengadilan
hubungan industrial adalah sebagai suatu forum legal untuk memproses penyelesaian
perselisihan hubungan industrial oleh pihak ketiga melalui pengadilan hubungan
industrial, yang merupakan pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan
pengadilan negeri.1 Adapun bentuk perselisihan yang dapat diajukan ke pengadilan
hubungan industrial hanya meliputi perselisihan hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja.2
1
Aloysius Uwiyono,et al., Asas-Asas Hukum Perburuhan, (Jakarta : Rajawali
Perse, 2014), hlm.141.
2
Ibid., hlm. 127
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 2
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
Namun sebelum mengajukan gugatan ke perselisihan hubungan industrial,
maka wajib untuk melakukan beberapa proses penyelesaian sengketa diluar
pengadilan.3 Pertama-tama jika terjadi perselisihan hubungan industrial maka wajib
diselesaikan terlebih dahulu melalui perundingan bipartityang menjunjung tinggi
prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat. Kemudian penyelesaian perselisihan
melalui bipartit ini harus diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak tanggal
dimulainya perundingan, apabila dalam waktu 30 hari salah satu pihak menolak
untuk berunding atau tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit
dianggap tidak berhasil.
Selanjutnya, jika perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua
belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi Departemen Tenaga Kerja
dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan
bipartit telah dilakukan. Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak,
Departemen Tenaga Kerja wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati
memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase.Kemudian jika para
pihak tidak memilih saran untuk menyelesaikan perselisihan melalui konsiliasi atau
arbitrase maka Departemen Tenaga Kerja melimpahkan penyelesaian perselisihan
kepada mediator. Disini mediator bertugas untuk melakukan mediasi serta
mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang
berselisih untuk menyelesaikan perselisihan. Setelah proses penyelesaian melalui
konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
Didalam Pengadilan Hubungan Industrial, perselisihan akan diperiksa dan
diputus oleh hakim, yang terdiri dari satu Hakim Karier, dan 2 Hakim Ad-hoc yang
penangkatannya atas usul serikat pekerja dan organisasi pengusaha.
Dari ringkasan mengenai Hukum Acara Perselisihan Hubungan Industrial
Indonesia yang sudah disinggung diatas, sangat menarik tentunya untuk
mengkomparasikannya dengan ketentuan Hukum Acara di Negara lain. Hal tersebut
tentunya akan menambah wawasan penulis dan pembaca yang berniat untuk
mendalami permasalahan Penyelesaian Hubungan Industrial. Maka dari itu dalam
3
Ibid., hlm. 142
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 3
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
makalah ini penulis menjatuhkan hatinya kepada Perselisihan Hubungan Industrial di
Negara Malaysia dalam putusan 24/4-270/12 antara Loke Pang Keong dengan
Subang Perdana Services SDN. BHDuntuk di kaji secara lebih mendalam
menggunakan perspektif Hukum Acara.
1.2 Pokok Permasalahan
1. Bagaimana penerapan Hukum Acara dalam Perselisihan Hubungan
Industrial di Indonesia dalam putusan Pengadilan Negeri Pontianak
Nomor 14/G/2014/PHI.PN.PTK Tahun 2014?
2. Bagaimana penerapan Hukum Acara dalam Perselisihan Hubungan
Industrial di Malaysia dalam putusan 24/4-270/12?
1.3 Kasus Posisi
1.3.1 Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 14/G/2014/PHI.PN.PTK
Tahun 2014
Penggugat :
Salmon Pahala Simanjuntak, Pekerjaan Swasta, Alamat di Wonoyoso
Nomor 157 Pontianak.
Tergugat :
PT. COLUMBINDO PERDANA CABANG PONTIANAK, Alamat Jalan
Imam Bonjol Nomor 84 Pontianak yang diwakili oleh 3 karyawannya
yaitu Tri Yoga Kuncoro, Eka Agustini dan Makro Prasetyo.
Salmon Pahala Simanjuntak adalah mantan karyawan PT. Columbindo
Perdana Cabang Pontianak. Salmon bekerjasejak 19 Oktober 2001 hingga 11
Agustus
2014
denganjabatanterakhirsebagaikolektordenganupah
1.591.000
setiap bulannya. Akan tetapipada 28 Juni 2012, telahterjadipemecatankerja yang
dilakukanolehPerusahaansecarasepihakdenganalasan
Setelahterjadipemecetan,
JutaRupiah
yang
tidaklogis.
penggugatditawarkanuangkompensasisebesar
sebagai
5
pesangon,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 4
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
akantetapiditolakolehpenggugatkarenatidaksesuaidenganmasakerja
yang
telahialakukan kepada perusahaan
Merasa tidak puas dengan keputusan yang telah dibuat perusahaan, Salmon
memberanikan diri untuk memperjuangkan hak pesangonnya. Akhirnya pada 23
Juli 2013 Salmon melaporkepada Dinas Tenaga KerjaKota Pontianak
karenatidakjugamenemukan
kata
sepakatmengenaipemutusanhubungankerja.
Setelahmendengaradanyalaporantersebut, Dinas Tenaga Kerja Kota Pontianak
memanggilSalmon
dan
PT.
COLUMBINDO
PERDANA
CABANG
PONTIANAKuntuk melaksanakan proses mediasi. Akan tetapi proses mediasi
tersebut bermuara pada kegagalan karena tidak ada kata sepakat diantara kedua
belah pihak. Sehingga Dinas Tenaga Kerja Kota Pontianak menyimpulkan
bahwapada tanggal 29 Oktober 2013 telahputushubungankerja antara Salmon
dan PT. COLUMBINDO PERDANA CABANG PONTIANAKkarena PHK,
dandianjurkankepada
tergugatuntukmembayaruangkompensasisebesarRp.
29.950.978 kepada Salmon.
Akan tetapitergugattidakmau menjalankan saran dariDinas Tenaga Kerja
Kota Pontianak karena merasa Salmon tidaklah di PHK akan tetapi hanya ingin
dimutasi saja ke PT. COLUMBINDO PERDANA cabang yang lain, sehingga
menurut hemat tergugat tidaklah perlu membayar uang pesangon karena Salmon
belumlah di PHK. Setelah melalui proses mediasi antara penggugat dan tergugat,
maka
dilakukanlahupayapenyelesaian
lainmelaluiupaya
bipatritdantipatrit
namun jugatakkunjungmendapatkansolusi diantara keduanya. Hingga pada
akhirnya Salmon membuat gugatan dan di masukan ke Panitera Pengadilan
tertanggal 6 maret 2014 yang telah dilampiri anjuran dan risalah penyelesaian.
Setelah menjalani proses beracara mulai dari, pengajuan gugatan,
pemanggilan para pihak, pemanggilan saksi dan ahli, eksepsi, mendengarkan
gugatan, replik duplik, dan pembuktian, pada akhirnya tanggal 19 Juni 2014,
dikeluarkanlahputusanoleh Hakim yang beranggotakanAchmad Syaripudin S.H,
Alinafiah Damanik S.H., M.HdanSyahardi Rahim, S.E. Inti dari putusan tersebut
adalah
mengabulkansebagiangugatanpenggugat
yang
menyatakanbahwapenggugattelahmelakukanperbuatanmelanggarhukum,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 5
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
bahwapenggugatdantergugatsudahtidakada lagihubungankerjakarena PHK, dan
menghukum tergugat untuk membayar uang kompensasi kepada Penggugat
sebesar Rp. 29.950.978.
1.3.2
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Malaysia 24/4-270/12
Penggugat :
Loke Pang Keong
Tergugat :
Subang Perdana Services SDN. BHD
Gugatan diajukan oleh penggugat kepada Pengadilan Industrial Malaysia
tertanggal 13 Oktober 2012. Pemanggilan para pihak di laksanakan sejumlah 8
kali, yaitu pada tanggal 24 April 2012,24 Mei 2012, 28 Juni 2012,6 Agustus 2012
,6 September 2012, 8 Oktober 2012 ,03 Desember 2012, dan16 Januari 2013.
Persidangan dengan agenda mendengar keterangan dari para pihak dan saksi
dilaksanakan pada 16 Januari 2013
Penggugat melakukan cuti dan merasa sudah mendapatkan izin dari
perusahaan, dengan membawa sejumlah barang yaitu mobil perusahaan, laptop
perusahaan, kunci kantor, dan kartu sehat AIA.
Pada tanggal 26 Mei 2010 tergugat telah mengirimkan telegram kepada
penggugat untuk segera mengembalikan aset perusahaan berupa mobil
perusahaan, laptop perusahaan, kunci kantor, dan kartu sehat AIA karena akan
digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha. Tetapi penggugat tidak membalas
telegram dari penggugat dalam jangka waktu yang cukup lama. Tergugat
melakukan pemecatan kepada penggugat, karena menilai bahwa izin cuti yang
dipakainya tidaklah tepat, karena tidak mendapatkan persetujuan dari perusahaan.
Dalam putusannya, Hakim menilai bahwa alasan penggugat untuk
memberhentikan kerja penggugat sangatlah tidak reasonable jika hanya tidak
membalas telegram. Karena alasan pemecetannya tidak tegas dan tidak jelas
maka hakim menghukum termohon dengan membayar ganti rugi sebesar
RM137,200.00 kepada pihak penggugat.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 6
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
BAB II
PEMBAHASAN DAN ANALISA
2.1 Alasan Memilih Topik
Dari banyaknya topik yang tersedia didalam mata kuliah Kapita Selekta
Hukum Acara Perdata, saya sepakat untuk menjatuhkan pilihan kepada topik
Penyelesaian Hubungan Industrial karena beberapa alasan.
Pertama, perlu di akui Indonesia adalah negara berkembang yang masih
banyak mengasilkan banyak pekerja, bukannya pengusaha. 4 Itu artinya banyak
sekali orang Indonesia yang berada dalam hubungan kerja yang sub-ordinatif
(atas bawah) dengan orang lain, maka dari itu pemahaman mengenai hubungan
kerja dan penyelesaiannya mutlak untuk dipahami secara utuh. Sehingga apabila
terjadi perselisihan antara pekerja dan pengusaha, orang-orang Indonesia dapat
memaksimalkan hak-hak yang seharusnya ia dapatkan.
Kedua, ketentuan mengenai hukum perburuhan dan penyelesaiannya
memiliki ciri khas yang sangat unik, yaitu memilikiunsur publik dalam
hubungan keperdataan. Hal ini dapat dilihat dari mekanisme penyelesaian secara
tripatrit melalui mekanisme mediasi yang dilakukan oleh lembaga publik berupa
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Ketiga, penulis sengaja memilih putusan Pengadilan Negeri Kota Pontianak
Nomor 14/G/2014/PHI.PN.PTK Tahun 2014 dengan Putusan Perselisihan
Hubungan Industrial Malaysia dalam putusan 24/4-270/12 dengan alasan,
Malaysia merupakan Negara dengan sistem hukum common law, sedangkan
Indonesia adalah Negara dengan sistem hukum civil law.5 Namun terdapat
kemiripan dalam hal kompetensi absolut penyelesaian sengketa perburuhan,
Badan Pusat Statistik, “Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja, Pengangguran,
TPAK dan TPT, 1986-2013”
http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=06&notab=5 ,
diunduh pada 25 Oktober 2014.
5
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta : Rajawali Pers,
2012), hlm.20.
4
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 7
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
yakni dengan peradilan khusus berupa Pengadilan Hubungan Industrial
(Indonesia), dan Industrial Court (Malaysia).Kemudian, dengan banyaknya
Tenaga Kerja Indonesia dan Tenaga Kerja Wanita yang bekerja di Malaysia 6,
sudah menjadi suatu keharusan bagi para Juris untuk mengetahui ketentuan
hukum perburuhan di Negeri orang, agar saudara-saudara kita yang ada di
Malaysia tidak terus dibodohi karena alasan tidak tahu hukum.
2.2Dasar Hukum dan Analisis Yuridis
Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 14/G/2014/PHI.PN.PTK
Tahun 2014
Dasar hukum dari penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Indonesia
diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan
Undang-Undang No. 2 tahun 2004Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial. Secara substansial perbedaan dari kedua Undang-Undang tersebut yaitu
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 lebih menitikberatkan kepada Hukum Materiil
tentang ketenagakerjaan, sedangkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 lebih
memfokuskan mengenai pengaturan hukum acara atau hukum formil.
Berdasarkan Undang-Undang No.2 Tahun 2004Pengadilan Hubungan
Industrial merupakan pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan
negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus terhadap perselisihan
hubungan industrial. Sebelum masuk ke dalam proses peradilan di Pengadilan
Hubungan Industrial terdapat mekanisme yang harus ditempuh terlebih dahulu oleh
para pihak, yaitu wajib untuk melakukan beberapa proses penyelesaian sengketa
diluar pengadilan. Pertama-tama jika terjadi perselisihan hubungan industrial maka
wajib diselesaikan terlebih dahulu melalui perundingan bipartityang menjunjung
tinggi prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat. Kemudian penyelesaian
Wiji Nurhayat, “Tenaga Kerja Indonesia Paling Banyak Tersebar di Malaysia” ,
http://finance.detik.com/read/2012/09/26/170223/2038424/4/tenaga-kerja-indonesia-palingbanyak-tersebar-di-malaysia , diunduh pada 24 Oktober 2014
6
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 8
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
perselisihan melalui bipartit ini harus diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak
tanggal dimulainya perundingan, apabila dalam waktu 30 hari salah satu pihak
menolak untuk berunding atau tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan
bipartit dianggap tidak berhasil.
Selanjutnya, jika perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua
belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi Departemen Tenaga Kerja
dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan
bipartit telah dilakukan. Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak,
Departemen Tenaga Kerja wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati
memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase.Kemudian jika para
pihak tidak memilih saran untuk menyelesaikan perselisihan melalui konsiliasi atau
arbitrase maka Departemen Tenaga Kerja melimpahkan penyelesaian perselisihan
kepada mediator. Disini mediator bertugas untuk melakukan mediasi serta
mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang
berselisih untuk menyelesaikan perselisihan. Setelah proses penyelesaian melalui
konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
Dalam kasus ini pihak penggugat sudah melakukan mekanisme bipatrit
dengan pihak tergugat membahas mengenai pemutusan hubungan kerja dan jumlah
uang pesangon yang diberikan, akan tetapi dalam proses tersebut tidak menemukan
suatu solusi. Mengenai mekanisme bipatrit diberikan waktu selama 30 hari untuk
mencapai kata mufakat, akan tetapi jika dalam waktu 30 hari itu tidak tercapai
mufakat, maka bipatrit dinyatakan gagal.
Proses selanjutnya yang harus ditempuh oleh para pihak adalah melaporkan
hasil bipatrit tersebut kepada Dinas Tenaga Kerja setempat selaku lembaga tripatrit.
Dalam kasus ini, pihak yang melaporkan adalah pihak penggugat kepada Dinas
Tenaga Kerja Kota Pontianak tertanggal 23 Juli 2013. Selanjutnya Dinas Tenaga
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 9
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
Kerja diharuskan untuk menawari apakah penyelesaiannya ingin menggunakan
konsiliasi atau arbitrase. Tetapi dalam kasus ini para pihak memilih untuk tidak
menggunakan keduanya, dan lebih memilih menggunakan mekanisme mediasi
bersama mediator dari Dinas Tenaga Kerja. Kemudian dari hasil mediasi tersebut
dinyatakan bahwa pada tanggal 29 Oktober 2013 hubungan antara penggugat dan
tergugat telah berakhir karena PHK, dan tergugat diwajibkan untuk membayar uang
kompensasi sebesar Rp. 29.950.978 kepada penggugat.
Akan tetapi pihak tergugat tidak menerima keputusan tersebut, dan tidak
bersedia untuk membayar uang kompensasi sebesar Rp. 29.950.978 karena menilai
bahwa penggugat belumlah di PHK, ia hanya ingin dimutasi saja ke cabang
perusahaan di kota lain. Pernyataan tersebut tentunya menjadi dasar kepada
penggugat untuk mengajukan gugatan Pengadilan Hubungan Industrial.
Dalam mengajukan gugatan, penggugat harus mengikuti format gugatan
seperti yang diatur di dalam Hukum Acara Perdata. Dimana gugatan terdiri dari 3 hal
yaitu Persona Standi in Judicio, Posita dan Petitum.7 Dalam petitumnya pihak
penggugat meminta 2 hal, yaitu meminta pengadilan untuk menyatakan sah putusnya
hubungan kerja antara penggugat dan tergugat, dan meminta kepada pengadilan
untuk menyatakan anjuran tertulis dari Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Pontianak
Nomor : 567/1350/DSTK-HI/2013 adalah sah dan berlaku.
Ketentuan mengenai kompetensi relatif diatur didalam Pasal 81 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004, bahwa dalam mengajukan gugatan harus dimasukan kepada
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang merupakan daerah
hukum tempat buruh bekerja. Dalam hal ini, buruh bekerja di PT. COLUMBINDO
PERDANA CABANG PONTIANAK, yang berlamat di Jalan Imam Bonjol Nomor
84 Pontianak. Itu artinya, sudah tepat jika gugatan tersebut diajukan kepada
Pengadilan Hubungan Industrial yang berada di Pengadilan Negeri Kota Pontianak
selaku tempat penggugat bekerja.
7
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam
Teori dan Praktek, (Bandung : Mandar Maju, 2009) hlm.227.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 10
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
Ketentuan mengenai sidang pertama diatur didalam pasal 88 dan 89 ayat 1
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Bahwa selambat-lambatnya dalam 7 hari
kerja Pengadilan Negeri harus sudah menetapkan majelis hakim yang terdiri dari
Hakim sebagai ketua majelis dan 2 orang Hakim Ad Hoc sejak gugatan diterima oleh
panitera pengadilan. Itu artinya, 7 hari kerja setelah 6 maret 2014 Pengadilan Negeri
harus sudah menetapkan Majelis Hakim. Dalam kasus ini yang menjadi ketua majelis
Hakim adalah Achmad Syaripudin S.H, dan yang menjadi Hakim Adhoc
adalahAlinafiah Damanik S.H., M.HdanSyahardi Rahim, S.E. berdasarkan Surat
Penetapan Ketua Pengadilan Hubungan Industrial nomor : 14/G/2014/PHI.PN.PTK
tanggal 7 Maret 2014. Itu artinya berdasarkan pasal 89 ayat 1, bahwa 7 hari kerja
sejak penetapan majelis (7 Maret 2014) harus sudah dilaksanakan hari sidang
pertama.
Berdasarkan pasal 90 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, baik pihak
penggugat maupun tergugat dapat mengajukan saksi atau saksi ahli. Akan tetapi
dalam putusan ini para pihak tidak mengajukan baik saksi maupun saksi ahli.
Selanjutnya mengenai pembuktian tidak diatur secara terperinci didalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, itu artinya berlakulah ketentuan mengenai
Hukum Acara Perdata dalam hal pembuktian. Bahwa pembuktian diatur dalam pasal
164 HIR jo 284 Rbg jo 1866 BW yang terdiri dari alat bukti tertulis,
saksi,persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Dalam kasus ini, bukti yang diajukan
oleh pihak penggugat adalah Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Pontianak Nomor :
567/1350/DSTK-HI/2013, sedangkan dari pihak tergugat adalah surat peringatan
kepada pihak penggugat dan peraturan perusahaan.
Yang terakhir adalah mengenai pengambilan putusan yang diatur pada pasal
100 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Bahwa yang paling penting putusan
tersebut agar tidak batal demi hukum haruslah dibacakan dalam sidang yang terbuka
untuk umum. Dalam hal ini, pembacaan putusan dilaksanakan pada hari Kamis, 26
Juni 2014 yang terbuka untuk umum. Apabila terdapat pihak yang belum puas,
tersedia upaya hukum berupa kasasi ke Mahkamah Agung sejak 14 hari kerja setelah
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 11
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
keluarnya putusan dan harus diselesaikan selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak
penerimaan permohonan kasasi.
Putusan Perselisihan Hubungan Industrial Malaysia dalam putusan 24/4-270/12
Malaysia adalah Negara jajahan Inggirs, maka dari itu sistem hukum yang
dianut adalah sistem hukum common law. Ketentuan mengenai hukum perburuhan
pada dasarnya diatur dalam 3 Undang-Undang8, Act 265 tentang Employment Tahun
1955, Act 262 tentang Trade Unions Tahun 1959, dan Act 177 tentang Industrial
Relations Tahun 1967. Ketentuan mengenai Peradilan Hubungan Industrial di
Malaysia di atur secara tegas didalam Act 177 tentang Industrial Relations Tahun
1967 yang secara khusus dituangkan dalam Bab ke VII. Di dalam Undang-Undang
tersebut dinyatakan bahwa Pengadilan Hubungan Industrial Malaysia memiliki
kompetensi absolut untuk memeriksa perkara mengenai perburuhan.
Act 177 tentang Industrial Relation Tahun 1967 menyatakan bahwa
sehubungan dengan perkara pemecatan atau Dismissal, maka para pihak diwajibkan
untuk melakukan suatu mekanisme tentang pembelaan hak terlebih dahulu. Prosedur
tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu, Jalur Konsiliasi (Bab V), Jalur keberatan atau
Representations of Dismissal (Part VI), dan jalur litigasi di Industrial Court (Bab
VII).
Dalam Putusan Perselisihan Hubungan Industrial Malaysia Nomor 24/4270/12dapat kita lihat bahwa Majelis Hakim mengabulkan gugatan penggugat secara
Verstek atau tergugat tidak hadir. Sedangkan proses mendengar (hearing) hanya
dilakukan secara ex parte (sepihak). Karena Negara Malaysia adalah negara dengan
tradisi hukum common law, maka apabila suatu issue tidak diatur didalam peraturan
perundang-undangan maka digunakanlah suatu Yuriprudensi dari putusan terdahulu.
Industrial Court of Malaysia, “Acts”http://www.mp.gov.my/index.php/en/links/acts
, diunduh pada 26 Oktober 2014.
8
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 12
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
Dalam putusan ini digunakan Yurisprudensi Wong Brothers Construction v. Choo
Chee Siam (2005) yang menyatakan bahwa apabila perusahaan absent atau tidak
hadir didalam persidangan, maka Majelis Hakim tetap menjalankan sidang secara In
Absentia atau mendengar keterangan pemohon saja.
Meskipun pada faktanya pihak tergugat sempat hadir sekali dalam persidangan
yang digelar pada hari pertama, akan tetapi pada sidang selanjutnya pihak tergugat
tidak hadir. Kemudian pihak Pengadilan telah melakukan pemanggilan kepada
tergugat sebanyak 8 kali yaitu pada tanggal 24 April 2012,24 Mei 2012, 28 Juni
2012,6 Agustus 2012 ,6 September 2012, 8 Oktober 2012,03 Desember 2012, dan16
Januari 2013. Akhirnya putusan dikeluarkan pada 20 Februari 2013, yang
menyatakan tergugat harus membayar sejumlah uang kepada penggugat, dan tersedia
waktu 30 hari kerja sejak putusan ini dikeluarkan untuk melaksanakannya.
Berdasarkan amar putusan tersebut, Tergugat (dalam Act 177 disebut Employer)
dihukum membayar ganti rugi kepada Penggugat (Workmen) sebesar RM137,200.00
yang terdiri dari pengembalian upah (Backwages) dan kompensasi sebagai ganti
kerugian (Compensation in lieu of reinstatement).
2.3 Hubungan dengan Materi Perkuliahan
Perselisihan Hubungan Industrial menurut Pasal 1Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/
serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan PHK, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam 1
perusahaan.
Dalam kasus ini, penyelesaian perselisihan hubungan industrial ditempuh
melalui Pengadilan Hubungan Industrial. Pengadilan Hubungan Industrial adalah
suatu proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh pihak ketiga melalui
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 13
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
pengadilan hubungan industrial, yang merupakan pengadilan khusus yang dibentuk
di lingkungan pengadilan negeri.9
Sebab terjadinya perselisihan perburuhan dikarenakan 2 hal, yaitu
pelanggaran, dan tanpa pelanggaran.
 Pelanggaran: Perselisihan hak
a. Beda pelaksanaan, misal perjanjian kerja menyatakan bahwa pegawai
dikontrak 6 bulan, setelah 6 bulan kontrak diperpanjang terus hingga 4 tahun,
padahal kontrak kerja menyatakan setelah 3 kali perpanjangan tidak boleh
diperpanjang lagi.
b. Beda perlakuan, terhadap jenis pekerjaan yang sama akan tetapi terdapat
perbedaan perlakuan antara satu individu dengan yang lainnya.
c. Beda penafsiran, terdapat perbedaan pengartian terhadap suatu norma hukum
yang ada didalam suatu perundang-undangan untuk menguntungkan
kepentingan yang bersangkutan.
 Tanpa pelanggaran : perselisihan kepentingan
a. Beda penafsiran;
b. Perubahan syarat kerja.
Mekanisme penyelesaian sengketa perburuhan, antara lain:
a. Metode keluh kesah/keberatan kepada atasan langsung
b. Negosiasi dengan jajaran pimpinan perusahaan
c. Mediasi – Konsiliasi: Menghasilkan rekomendasi
d. Arbitrase oleh Arbiter: Menghasilkan Perjanjian Bersama
e. Gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri.
Dalam
Putusan
Pengadilan
Negeri
Kota
Pontianak
Nomor
14/G/2014/PHI.PN.PTK Tahun 2014 dengan Putusan Perselisihan Hubungan
9
Ulwiyono, loc.cit.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 14
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
Industrial Malaysia dalam putusan 24/4-270/12 terdapat beberapa hal yang dapat
dicermati, yaitu :
a. Mengenai Jenis Sengketa
Sengketa yang terjadi berupa perselisihan Pemutusan hubungan
kerja (PHK).Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalan perselisihan
yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.10 Misalnya : Buruh
menolak untuk diputuskan hubungan kerjanya, karena pesangonnya tidak
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku atau nilainya masih lebih
rendah daripada perhitungan undang-undang.Dalam PutusanPengadilan
Negeri Kota Pontianak Nomor 14/G/2014/PHI.PN.PTK Tahun 2014, terjadi
perselisihan pemutusan hubungan kerja antara Salmon Pahala Simanjuntak
dan PT. COLUMBINDO PERDANA CABANG PONTIANAK, karena
Salmon sudah merasa di PHK oleh perusahaan, tapi perusahaan menyatakan
belum mem-PHK nya karena tidak mau membayar uang pesangon yang
dibebankan. Selain itu juga, terjadi perselisihan mengenai uang pesangon,
menurut Salmon jumlah uang pesangon berdasarkan masa kerjanya adalah
sebesar Rp. 29.950.978, akan tetapi PT. COLUMBINDO PERDANA
CABANG PONTIANAK hanya ingin memberikan uang kompensasi sebesar
Rp. 5.000.000.
Sedangkan pada Putusan Perselisihan Hubungan Industrial Malaysia
dalam putusan 24/4-270/12 terjadi PHK terhadap Loke Pang Keong yang
dilakukan Subang Perdana Services SDN. BHD karena terdapat perselisihan
HAK. Perselisihan Hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak
dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran
terhadap suatu peraturan. Dalam kasus ini, Loke menanggap bahwa cuti yang
dilakukan olehnya telah mendapat persetujuan dari pihak perusahaan, akan
tetapi perusahaan membantah telah memberikan izin kepada Loke karena
10
Ibid., hlm. 128
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 15
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
dalam cutinya ia membawa barang-barang milik perusahan seperti mobil,
kunci kantor, dan laptop.
b. Mekanisme penyelesaian sengketa perburuhan
Sengketa pada Putusan Pengadilan Negeri Kota Pontianak Nomor
14/G/2014/PHI.PN. sudah dilakukan dengan mekanisme yang tepat sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 , yakni melakukan
musyawarah internal terlebih dahulu dengan pihak tergugat untuk mencari
suatu kata mufakat. Apabila mekanisme tersebut gagal, salah satu pihak
(dalam kasus ini penggugat) dapat mengajukan permohonan kepada Dinas
Tenaga kerja untuk melakukan proses mediasi. Kenyataanya proses mediasi
itu pun tidak dijalankan oleh pihak tergugat, maka dari itu penggugat dapat
mengajukan gugatannya kepada Pengadilan Hubungan Industrial di
Pengadilan Negeri Kota Pontianak, dan gugatannya dikabulkan untuk
sebagian. Dalam hal ini pihak penggugat telah menjalankan amanat UndangUndang No. 02 Tahun 2004 dengan baik, yakni dengan menjalani proses
bipatrit dan tripatrit terlebih dahulu, dan kemudian baru menempuh upaya
hukum melalui jalur litigasi kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
Pada Putusan Peradilan Hubungan Industrial Malaysia Nomor : 24/4270/12, pihak penggugat telah melakukan prosedur yang tepat dengan
mengajukan perkara tersebut kepada Peradilan Hubungan Industrial
Malaysia, hal ini sesuai dengan Act 177 Tentang Industrial Relations Act
1967 yang menyatakan bahwa peradilan hubungan industrial Malaysia
memiliki kompetensi absolut dalam menyelesaikan perselisihan suatu
hubungan Industrial. Berdasarkan Pasal 30 ayat 3 Undang-Undang tersebut,
dinyatakan bahwa pengadilan harus mengeluarkan putusan terhitung sejak 30
hari setelah gugatan itu dimasukan ke pengadilan. Jadi dalam kasus ini,
dihitung sejak 30 hari setelah 13 Oktober 2012.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 16
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
c. Mengenai Sebab terjadinya sengketa
Sengketa pada Putusan Pengadilan Negeri Kota Pontianak Nomor
14/G/2014/PHI.PN diawali oleh adanya sebuah pelanggaran yang dilakukan
oleh tergugat tentang perselisihan hak mengenai uang pesangon dan definisi
pemutusan hubungan kerja. Hal ini disebabkan oleh adanya beda pelaksanaan
antara penggugat dan tergugat mengenai jumlah uang pesangon, penggugat
menyatakan bahwa jumlah uang pesangon harus sesuai dengan UndangUndang dan saran dari Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Pontianak, akan
tetapi tergugat hanya ingin memberikan jumlah uang sesuai nominal orang
yang di mutasi saja.
Sedangkan dalam putusan Peradilan Hubungan Industrial
Malaysia Nomor 24/4-270/12 terdapat pelanggaran tentang perselisihan hak
yang disebabkan oleh terjadinya perbedaan penafsiran oleh kedua belah
pihak. Penggugat mengklaim bahwa cuti yang ia lakukan telah mendapatkan
persetujuan dari perusahaan, sedangkan tergugat mengklaim bahwa cuti yang
penggugat lakukan tidaklah mendapat persetujuan karena membawa barangbarang milik tergugat seperti mobil,laptop, dan kunci kantor. Alasan
tersebutlah yang mendasari tergugat untuk melakukan pemutusan hubungan
kerja kepada penggugat.
2.4 Perkembangan Terbaru Terkait Kasus
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 di
Indonesia , hal tersebut merupakan cerminan progresivitas pembaruan di
dalam konteks hukum perburuhan. Hal tersebut kiranya patut kita apresiasi
terlebih dahulu.Didalam ketentuan tersebut terdapat 4 hal yang menarik untuk
dikaji lebih mendalam, yaitu mengenai kewenangan Pengadilan Hubungan
Industrial dan mengenai pengangkatan hakim ad Hoc.
Berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tugas dan
wewenang Pengadilan Hubungan Industrial adalah memeriksa, mengadili dan
memutus :
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 17
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
 Perselisihan Hak sebagai pengadilan tingkat pertama.
 Perselisihan Kepentingan sebagai pengadilan tingkat pertama sekaligus
terakhir.
 Perselisihan PHK sebagai pengadilan tingkat pertama.
 Perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan
sebagai pengadilan tingkat pertama sekaligus terakhir.
Dari uraian yang telah dipaparkan diatas, tentunya terdapat isu yang
menarik untuk kita cermati. Terhadap Perselisihan Hak dan Perselisihan PHK
disediakan upaya hukum berupa kasasi kepada Mahkamah Agung, itu artinya
tidak ada proses banding terlebih dahulu. Sedangkan untuk perkara mengenai
perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja tidak terdapat
upaya hukum yang disediakan kepada para pihak, itu artinya putusan tersebut
bersifat final dan mengikat. Menjadi pertanyaan mengapa terdapat diskriminasi
pemberlakuan upaya hukum didalam masing-masing perselisihan? Bukankah
sebaiknya upaya hukum disediakan di setiap bentuk perselisihan sebagai sarana
bagi pihak yang belum puas untuk mencapai keadilan yang substantif?
Isu menarik lainnya adalah komposisi Majelis Hakim dalam Pengadilan
Hubungan Industrial. Komposisi Majelis Hakim pada Pengadilan Hubungan
Industrial
terdiri
dari
satu
orang
Hakim
Pengadilan
Negeri
yang
pengangkatannya langsung oleh Ketua Mahkamah Agung, satu orang Hakim Ad
hoc dari kalangan serikat pekerja/buruh, dan satu orang Hakim Ad hoc dari
kalangan organisasi pengusaha. Meskipun terdapat kekurangan dalam hal
rekrutmen Hakim Adhoc terkait akuntabilitas dan prosedur penangkatannya,
tetapi ide tersebut boleh dicoba pada pengadilan jenis lainnya. Komposisi Hakim
di Pengadilan Hubungan Industrial sangatlah merepresentasikan para pihak yang
bersinggungan, yaitu buruh, pengusaha dan negara.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 18
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
dan Undang-Undang No. 2 tahun 2004Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial, kompetensi absolut Pengadilan Indonesia dalam hal Perselisihan
Hubungan Industrial terletak pada Kompetensi absolut Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri. Upaya hukum yang dapat ditempuh untuk
melawan putusan Pengadilan Hubungan Industrial adalah kasasi kepada Mahkamah
Agung.
2. Di Malaysia kompetensi Absolut mengenai sengketa perburuhan terletak di
Industrial Court of Malaysia, hal ini sesuai Act 177 tentang Industrial Relation
Tahun 1967 yang menyatakan bahwa sehubungan dengan perkara pemecatan atau
Dismissal, maka para pihak diwajibkan untuk melakukan suatu mekanisme tentang
pembelaan hak terlebih dahulu. Prosedur tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu, Jalur
Konsiliasi (Bab V), Jalur keberatan atau Representations of Dismissal (Part VI), dan
jalur litigasi di Industrial Court (Bab VII).
3..Sengketa
pada
Putusan
Pengadilan
Negeri
Pontianak
Nomor
14/G/2014/PHI.PN.PTK Tahun 2014 sudah dilakukan sesuai dengan mekanisme
dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004,yaitu melewati proses bipatrit terlebih
dahulu untuk mencari mufakat antara buruh dan pengusaha. Apabila proses tersebut
gagal, dilanjutkan dengan mekanisme mediasi dengan mengajukan permohonan
kepada Dinas Tenaga kerja di wilayah kota setempat, namun dalam proses ini juga
gagal, karena pihak tergugat tidak mau untuk menjalankan saran dari Dinas Tenaga
Kerja untuk membayar uang pesangon sebesar Rp. 29.950.978. Setelah itu pihak
penggugat dapat mengajukan gugatannya kepada Pengadilan Hubungan Industrial di
Pengadilan Negeri Kota Pontianak, dan ternyata gugatannya dikabulkan untuk
sebagian.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 19
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
4.
2014
Pada Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Malaysia 24/4-270/12
pihak penggugat telah melakukan prosedur yang tepat dengan mengajukan sengketa
kepada Industrial Court. Karena berdasarkan Act 177, Industrial Court memiliki
kompetensi Absolut untuk mengadili sengketa perburuhan di Malaysia.
5.
Hubungan antara putusan dan materi perkuliahan dapat ditinjau dari 3
hal, yaitu mengenai jenis sengketa, mengenai penyelesaian sengketa perburuhan, dan
mengenai sebab terjadinya sengketa
6.
Terdapat isu unik didalam ketentuan putusan tersebut, yaitu
Komposisi Majelis Hakim dengan 2 Hakim Ad-hoc dan upaya hukum yang tersedia
hanya dikhususkan bagi masalah tertentu saja.
3.2 Saran
Perlu di akui Indonesia adalah negara berkembang yang masih banyak
mengasilkan banyak pekerja, bukannya pengusaha. Itu artinya banyak sekali
orang Indonesia yang berada dalam hubungan kerja yang sub-ordinatif (atas
bawah) dengan orang lain atau warga negara lain, maka dari itu pemahaman
mengenai hubungan kerja dan penyelesaiannya mutlak untuk dipahami secara
utuh. Sehingga apabila terjadi perselisihan antara pekerja dan pengusaha, orangorang Indonesia dapat memaksimalkan hak-hak yang seharusnya ia dapatkan.
Kemudian, dengan banyaknya Tenaga Kerja Indonesia dan Tenaga Kerja
Wanita yang bekerja di Negeri Jiran Malaysia, sudah menjadi suatu keharusan
bagi para Juris untuk mengetahui ketentuan hukum perburuhan di Negeri orang,
agar saudara-saudara kita yang ada di Malaysia tidak terus dibodohi karena
alasan tidak tahu hukum.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 20
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Aloysius Uwiyono, Siti Hajati Hoesin, Widodo Suryandono, Melania Kiswandari,
.........2014, Asas-Asas _____Hukum Perburuhan, Jakarta : Rajawali Pers.
Goenawan Oetomo, 2004, Pengantar Hukum Perburuhan dan Hukum Perburuhan di
_____Indonesia, Jakarta: Grhadika Binangkit Press.
Imam Soepomo, 1999. Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Djambatan.
Regulasi
Indonesia, Undang-Undang Ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003 , LN No.39
Tahun 2003, TLN. 4279
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, diterjemahkan oleh R. Subekti dan R.
Tjitrosudibio, cetakan ke 23,1990, Jakarta : Pradnya Paramitha
Malaysia, Act 177 tentang Industrial Relations Tahun 1967
Website
Badan Pusat Statistik. “Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja, Pengangguran, TPAK
..........dan_TPT,_1986-2013”
.........http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=06&notab=5.
........ Diunduh pada 25 Oktober 2014.
Nurhayat, Wiji. “Tenaga Kerja Indonesia Paling Banyak Tersebar di Malaysia” ,
.........http://finance.detik.com/read/2012/09/26/170223/2038424/4/tenaga-kerja-indonesia.........paling-banyak-tersebar-di-malaysia . Diunduh pada 24 Oktober 2014.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 21
Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata
2014
DISCLAIMER : Tulisan ini diperuntukan Penulis untuk kepentingan tugas
perkuliahan sehingga apabila terdapat kekeliruan mohon dikoreksi. Sebagai insan
akademis yang taat. jika ingin men Copy-Paste harap izin ke nomor berikut
082114497494
Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313
Page 22
Download