BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Perkembangan adat dan adanya hukum adat Negara Indonesia adaah negara kepulauan terbesar didunia. Kondisi geografis ini menyebabkan terjadinya keanekaragaman di Indonesia.1 Wujud dari keanekaragaman di Indonesia tersebut adalah adanya berbagai macam suku, bangsa, agama, adat dan lain sebagainya. Sebagai bagian dari keanekaragaman di Indonesia, adat merupakan suatu hal yang penting dan harus dilestarikan. Adat sendiri memiliki arti sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti oleh orang lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama. Adatistiadat dapat mencerminkan jiwa suatu masyarakat atau bangsa dan merupakan suatu kepribadian dari suatu masyarakat atau bangsa.2 Adat senantiasa dapat berkembang dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Hal itu menunjukkan bahwa adat memiliki suatu eksistensi. Dalam masyarakat, eksistensi adat ini sering dihubungkan dengan keberadaan hukum adat. Hal itu dikarenakan dalam adat terdapat norma-norma yang apabila melanggarnya akan berakibat jatuhnya suatu sanksi. Menurut Van Vollen Hoven, suatu kebiasaan/ adat akan menjadi hukum adat, apabila kebiasaan itu diberi sanksi. 3 Sedangkan menurut Soepomo, hukum adat itu sendiri berarti hukum yang tidak tertulis yang meliputi peraturanhidup yang tidak ditetapkan oleh pihak yang berwajib, tetapi ditaati masyarakat berdasarkan keyakinan bahwa peraturan tersebut memiliki kekuatan hukum.4 Hukum adat dalam konstitusi negara Indonesia Sesuai dengan pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, negara Indonesia adalah negara hukum. Konsekuensi dari negara hukum ini adalah adanya suatu kepastian hukum. Kepastian hukum mengenai pengakuan hukum adat di Indonesia secara jelas telah diamanatkan dalam pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai 1 Suryono, Hasan dkk . 2007 . Pendidikan Kewarganegaraan . Surakarta : UNS Press Hadikusuma, Hilman . 1992. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung : Mandar Maju. 3 Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta 4 Kussunaryatun . 2011. Pengantar Hukum Indonesia. Surakarta : UNS Press 2 HUKUM ADAT 1 dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam undangundang”.5 Selain dalam UUD 1945, pengakuan keberadaan hukum adat juga terdapat di berbagai perundang-undangan di Indonesia. Beberapa perundang-undangan yang memuat unsur pengakuan atas hukum adat diantaranya adalah UU no 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman , UU no 4 tahun 2004 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, UU no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU no 5 tahun 1960 tentang Agraria, dan lain sebagainya. Berbagai pengakuan dalam konstitusi negara dan juga peraturan perundang-undangan tersebut merupakan bukti bahwa hukum adat memiliki eksistensi dan diakui secara yuridis di Indonesia serta menjadi norma dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia selain diatur dalam hukum positif, terdapat juga hukum adat yang mengaturnya. Antara hukum positif dengan hukum adat memiliki hubungan yang harmonis dan tidak saling bertentangan. Hal itu dikarenakan dalam hukum adat terkandung nilai-nilai universal yang mana dalam hukum positif pun nilai-nilai ini juga diakui dan diterapkan. Nilai-nilai Universal dari hukum adat menurut Soepomo diantaranya adalah asas gotongroyong, fungsi sosial, persetujuan, perwakilan dan permusyawaratan dan lain sebagainya.6 Nilai-nilai Universal dari hukum adat tersebut selain telah sesuai dengan hukum positif di Indonesia, nilai-nilai tersebut juga sesuai dengan sila-sila dalam Pancasila. Sila –sila yang dimaksud adalah sila 2 yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, dan sila 3 yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Realita hukum adat di Indonesia Pengakuan akan hukum adat di Indonesia tidak lah cukup untuk menjamin eksistensi hukum adat. Selain memerlukan pengakuan secara normatif, hukum adat juga memerlukan pengakuan secara empiris. Salah satu bukti bahwa hukum adat dapat digunakan untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik sosial adalah pada kasus sengketa pers yang terjadi di kota Lewoleba provinsi Nusa Tenggara Timur. Dalam konflik pers antara wakil ketua DPRD Lembata dan wartawan KupangPos tersebut, hukum adat mengambil peran penyelesaian dengan cara mengadakan ritual adat lewoleba sebagai 5 6 _______. 2012. UUD 1945 dan Amandemen. Surakarta : Giri Ilmu Kussunaryatun . 2011. Pengantar Hukum Indonesia. Surakarta : UNS Press HUKUM ADAT 2 simbol perdamaian. Para pihak yang berkonflik menganggap bahwa hukum adat jauh lebih penting dari hukum positif, hukum positif hanya menyisakan dendam, sedangkan hukum adat dapat menyelesaikan masalah tanpa masalah.7 Berita diatas hanyalah salah satu bukti bahwa keberadaan hukum adat diakui secara normative dan empiris di Indonesia. Akan tetapi hal tersebut tidaklah cukup untuk membuktikan bahwa hukum adat diakui secara normative dan empiris di Indonesia. Pada kasus yang lain hukum adat malah dikesampingkan dan terkesan disingkirkan ketika terjadi konflik dalam masyarakat. Salah satu bukti dari pernyataan tersebut adalah kasus penahanan masyarakat adat di Konawe Sulawesi Tenggara oleh aparat hukum. Peristiwa tersebut terjadi karena masyarakat adat Konawe ingin mempertahankan hak atas tanah ulayat di lingkungan hukum adat mereka yang direbut oleh pihak perusahaan perkebunan.8 Hukum adat yang dalam hal ini hukum adat mengenai tanah ulayat tidak mendapat perlindungan dari aparat penegak hukum. Dari berbagai realita dan kasus aktual mengenai hukum adat tersebut, dapat kita ketahui bahwa pengakuan hukum adat di Indonesia masih terbatas pada pengakuan secara normative saja. Pengakuan hukum adat secara empiris di dalam masyarakat masih belum berjalan secara maksimal. Melalui makalah ini, kami hendak membahas lebih mendalam mengenai bagaimana konstitusi dan perundang-undangan di Indonesia ini mengakui keberadaan hukum adat dan juga bagaimana realita pengakuan hukum adat di masyarakat Indonesia. 1.2 Rumusan masalah Bagaimana kedudukan hukum adat dalam konstitusi Indonesia? Bagaimana realita pemberlakuan hukum adat di Indonesia ? 1.3 Tujuan Mengetahui kedudukan hukum adat dalam konstitusi Indonesia. Mengetahui realita pemberlakuan hukum adat di Indonesia. 7 http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/04/20/6/148150/Sengketa-PersDiselesaikan-dengan-Hukum-Adat 8 http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/04/17/6/147226/PenahananMasyarakat-Adat-Upaya-Aparat-Melindungi-Perusahaan-Eksploitasi HUKUM ADAT 3 BAB II METODE PENULISAN 2.1 Metode Penulisan Penulisan ini merupakan penulisan hukum empiris, sehingga dalam penulisan ini berarti terdapat suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.9 Penulisan ini termasuk penulisan hukum empiris , karena data yang diperoleh dari kelompok mahasiswa yang diambil secara acak (random sampling) yang mewakili pandangan umum masyarakat mengenai hukum adat. Penulisan hukum didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. Selain itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta untuk memecahkan masalah yang bersangkutan.10 2.2 Jenis Penulisan Ditinjau dari sifat penulisan, maka penulisan ini tergolong dalam kategori penulisan yang bersifat deskriptif. Penulisan deskriptif merupakan sebuah penulisan yang berupa gambaran terhadap pelaksanaan mekanisme penyelesaian kasus. Penulisan deskriptif ini mempelajari masalah yang timbul di masyarakat serta situasi tertentu termasuk kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.11 2.3 Jenis Data 2.3.1 Sumber Data Sumber data merupakan subyek darimana data dapat diperoleh. 12 Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang menjadi sumber data dalam penulisan ini adalah mahasiswa di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sumber-sumber yang memberikan 9 Peter Mahmud Marzuki. 2007. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana , hlm. 35 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2006. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm. 43. 11 Moh Nazir. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia, hlm. 54-55 12 Suharsimi Arikunto. 1991. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta, hlm . 102 10 HUKUM ADAT 4 informasi tersebut merupakan responden penulisan. Data dipaparkan responden melalui pengisian angket yang telah kami sebarkan sebelumnya pada 100 orang sampel pada hari Rabu tanggal 8 Mei 2013. Sedangkan data lain diperoleh dari sumber-sumber buku literatur dan rekap website yang berkaitan. 2.3.2 Bahan Hukum Dalam penulisan ini, bahan hukum yang dijadikan acuan data adalah bahan hukum primer. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan , catatan-catatan resmi atau risalah dalam peraturan perundang-undangan.13 Bahan hukum yang digunakan adalah berbagai jenis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Status Quo Pengakuan Hukum Adat dan Realitanya di Indonesia . Bahan hukum yang dimaksud antara lain : 1. UU no 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman , 2. UU no 4 tahun 2004 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, 3. UU no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, 4. UU no 5 tahun 1960 tentang Agraria 2.4 Teknik Analisis Data Analisis data adalah kegiatan untuk memaparkan data, sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran atau ketidak benaran dari suatu hipotesis. Batasan ini diungkapkan bahwa analisis data adalah sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan ide. 14 Data yang telah terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data belum memberikan arti apa-apa bagi tujuan suatu penulisan. Penulisan belum dapat ditarik kesimpulan bagi tujuan penulisannya, sebab data itu masih merupakan data mentah dan masih diperlukan usaha atau upaya untuk mengolahnya. Proses yang dilakukan adalah dengan memeriksa, meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah data dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Penulis menggunakan teknik analisis data kuantitatif sehingga data yang terkumpul tersebut dibahas, dihitung, 13 14 Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana , hlm. 141 Lexy J. Moleong. 1994, Metode penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hlm:103 HUKUM ADAT 5 dipersentase dan di kumpulkan secara induktif, sehingga dapat diberikan gambaran yang tepat mengenai hal-hal yang sebenarnya terjadi. 2.5 Teknik Pengolahan Data Menurut Sugiyono, yang dimaksud dengan pengelolaan data adalah proses untuk mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, observasi dan catatan kecil dilapangan. Dalam penulisan ini, analisis data di sederhanakan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut. Tahapan pertama mengidentifikasi data yang diperoleh dari lapangan.15 Baik dengan cara wawancara, interview, observasi, maupun dokumentasi, yang bersumber dari buku, literatur dan foto. Tahapan kedua yakni mengklasifikasikan data yang masuk , kemudian disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan penulisan. Tahap ketiga yakni melakukan interpretatif terhadap faktor yang mempengaruhi. Hasil analisis data disajikan secara gabungan antara informal dan formal. Informal, yaitu penguraian dalam deskripsi kata-kata (naratif). Selain itu juga disajikan data formal berupa bagan, tabel dan diagram. Secara sistematika, sajian penulisan penulisan ini dituangkan dalam empat bab, tiap-tiap bab dikembangkan menjadi sub bab-sub bab dan seterusnya. 15 Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta, hlm. 244 HUKUM ADAT 6 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Hukum Adat Dalam Konstitusi Indonesia 3.1.1 Hukum adat sebagai nlai-nilai yang hidup Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma, yang pada hakikatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bersma yang tertib dan tentram16 .Hukum Adat adalah hukum yang berlaku dan berkembang dalam lingkungan masyarakat di suatu daerah. Ada beberapa pengertian mengenai Hukum Adat. Menurut M.M. Djojodiguno Hukum Adat adalah suatu karya masyarakat tertentu yang bertujuan tata yang adil dalam tingkah laku dan perbuatan di dalam masyarakat demi kesejahteraan masyarakat sendiri. Sesungguhnya semua bangsa-bangsa di dunia memiliki kegiatan dan upaya untuk membangun jatidirinya sendiri.Mereka ingin memiliki jatidiri bangsa yang khas, yang berakar pada kehidupan dan budaya bangsanya. Menurut Van Vollenhoven Hukum Adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif dimana di satu pihak mempunyai sanksi sedangkan di pihak lain tidak dikodifikasi. Sedangkan Surojo Wignyodipuro memberikan definisi Hukum Adat pada umumnya belum atau tidak tertulis yaitu kompleks normanorma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang meliputi peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, senantiasa ditaati dan dihormati karena mempunyai akibat hukum atau sanksi. Dari empat definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Hukum Adat merupakan sebuah aturan yang tidak tertulis dan tidak dikodifikasikan, namun tetap ditaati dalam masyarakat karena mempunyai suatu sanksi tertentu bila tidak ditaati. Dari pengertian Hukum Adat yang diungkapkan diatas, bentuk Hukum Adat sebagian besar adalah tidak tertulis. Padahal, dalam sebuah negara hukum, berlaku sebuah asas yaitu asas legalitas. Asas legalitas menyatakan bahwa tidak ada hukum selain yang dituliskan di dalam hukum. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum. Namun di suatu sisi bila hakim tidak dapat menemukan hukumnya dalam hukum tertulis, seorang hakim harus dapat 16 Soejono soekanto.1988.Pokok-Pokok Sosiologi Hukum.Jakarta :RajaGrafindoPersada HUKUM ADAT 7 menemukan hukumnya dalam aturan yang hidup dalam masyarakat. Diakui atau tidak, namun Hukum Adat juga mempunyai peran dalam Sistem Hukum Nasional di Indonesia. Hukum adat merupakan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat suatu daerah. Walaupun sebagian besar Hukum Adat tidak tertulis, namun ia mempunyai daya ikat yang kuat dalam masyarakat. Ada sanksi tersendiri dari masyarakat jika melanggar aturan hukum adat. Hukum Adat yang hidup dalam masyarakat ini bagi masyarakat yang masih kental budaya aslinya akan sangat terasa. Penerapan hukum adat dalam kehidupan sehari-hari juga sering diterapkan oleh masyarakat. Bahkan seorang hakim, jika ia menghadapi sebuah perkara dan ia tidak dapat menemukannya dalam hukum tertulis, ia harus dapat menemukan hukumnya dalam aturan yang hidup dalam masyarakat. Artinya hakim juga ha rus mengerti perihal Hukum Adat. Hukum Adat dapat dikatakan sebagai hukum perdata-nya masyarakat Indonesia. 3.1.2 Kedudukan Hukum Adat dalam Perpektif UUD 1945 Hukum adat merupakan hukum tidak tertulis yang dibentuk dan dipelihara oleh masyarakat hukum adat tanpa campur tangan dari penguasa, yang dilengkapi dengan sanksi sebagai upaya pemaksa17 .Konstitusi kita sebelum amandemen tidak secara tegas menunjukkan kepada kita pengakuan dan pemakaian istilah hukum adat. Namun bila ditelaah, maka dapat disimpulkan ada sesungguhnya rumusan-rumusan yang ada di dalamnya mengandung nilai luhur dan jiwa hukum adat. Pembukaan UUD 1945, yang memuat pandangan hidup Pancasila, hal ini mencerminkan kepribadian bangsa, yang hidup dalam nilai-nilai, pola pikir dan hukum adat. Pasal 29 ayat (1) Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Pasal 33 ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Pada tataran praktis bersumberkan pada UUD 1945 negara mengintroduser hak yang disebut Hak Menguasai Negara (HMN), hal ini diangkat dari Hak Ulayat, Hak Pertuanan, yang secara tradisional diakui dalam hukum adat. Ada 4 pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945, yaitu persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia, hal ini mencakup juga dalam bidang hukum, yang disebut hukum nasional. Pokok pikiran kedua adalah negara hendak mewujudkan keadilan sosial. Hal ini berbeda dengan keadilan hukum. karena azas-azas fungsi sosial manusia dan hak milik dalam mewujudkan hal itu 17 Wawan muhwan hariri.2012.Pengantar Ilmu Hukum.Bandung:Pustaka setia HUKUM ADAT 8 menjadi penting dan disesusaikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat, dengan tetap bersumberkan nilai primernya. Pokok Pikiran ketiga adalah : negara mewujudukan kedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan dan perwakilan. Pokok pikiran ini sangat fondamental dan penting, adanya persatuan perasaan antara rakyat dan pemimpinnya, artinya pemimpin harus senantiasa memahami nilai-nilai dan perasahaan hukum, perasaaan politik dan menjadikannya sebagai spirit dalam menyelenggarakan kepentingan umum melalui pengambilan kebijakan publik. Dalam hubungan itu maka ini mutlak diperlukan karakter manusia pemimpin publik yang memiliki watak berani, bijaksana, adil, menjunjung kebenaran, berperasaan halus dan berperikemanusiaan. Pokok pikiran keempat adalah: negara adalah berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, hal ini mengharuskan cita hukum dan kemasyarakatan harus senantiasa dikaitkan fungsi manusia, masyarakat memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan negara mengakui Tuhan sebagai penentu segala hal dan arah negara hanya semata-mata sebagai sarana membawa manusia dan masyarakatnya sebagai fungsinya harus senantiasa dengan visi dan niat memperoleh ridho Tuhan yang maha Esa. Namun setelah amandemen konstitusi, hukum adat diakui sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2) yang menyatakan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undangundang. Dalam memberikan tafsiran terhadap ketentuan tersebut Jimly Ashiddiqie menyatakan perlu diperhatikan bahwa pengakuan ini diberikan oleh Negara : 1). Kepada eksistensi suatu masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional yang dimilikinya; 2). Eksistensi yang diakui adalah eksistensi kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat. Artinya pengakuan diberikan kepada satu persatu dari kesatuan-kesatuan tersebut dan karenanya masyarakat hukum adat itu haruslah bersifat tertentu; 3). Masyarakat hukum adat itu memang hidup (Masih hidup); 4). Dalam lingkungannya (lebensraum) yang tertentu pula; HUKUM ADAT 9 5). Pengakuan dan penghormatan itu diberikan tanpa mengabaikan ukuran-ukuran kelayakan bagi kemanusiaan sesuai dengan tingkat perkembangan keberadaan bangsa. Misalnya tradisi-tradisi tertentu yang memang tidak layak lagi dipertahankan tidak boleh dibiarkan tidak mengikuti arus kemajuan peradaban hanya karena alasan sentimentil; 6). Pengakuan dan penghormatan itu tidak boleh mengurangi makna Indonesia sebagai suatu negara yang berbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Memahami rumusan Pasal 18B UUD 1945 tersebut maka: 1. Konstitusi menjamin kesatuan masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya ; 2. Jaminan konstitusi sepanjang hukum adat itu masih hidup; 3. Sesuai dengan perkembangan masyarakat; dan 4. Sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Diatur dalam undang-undang Dengan demikian konsitusi ini, memberikan jaminan pengakuan dan penghormatan hukum adat bila memenuhi syarat : 1. Syarat Realitas, yaitu hukum adat masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat; 2. Syarat Idealitas, yaitu sesuai dengan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, dan keberlakuan diatur dalam undang-undang; Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”. Antara Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (3) pada prinsipnya mengandung perbedaan dimana Pasal 18 B ayat (2) termasuk dalam Bab VI tentang Pemerintahan Daerah sedangkan 28 I ayat (3) ada pada Bab XA tentang Hak Asasi Manusia. Lebih jelasnya bahwa Pasal 18 B ayat (2) merupakan penghormatan terhadap identitas budaya dan hak masyarakat tradisional (indigeneous people). Dikuatkan dalam ketentuan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal 6 ayat 1 dan ayat 2 yang berbunyi : (1) Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum dapat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat dan pemerintah. (2) Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman. HUKUM ADAT 10 Sebagaimana Penjelasan UU No. 39 Tahun 1999 (TLN No. 3886) Pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa hak adat yang secara nyata masih berlaku dan dijunjung tinggi di dalam lingkungan masyarakat hukum adat harus dihormati dan dilindungi dalam rangka perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia dalam masyarakat bersangkutan dengan memperhatikan hukum dan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya penjelasan Pasal 6 ayat (2) menyatakan dalam rangka penegakan Hak Asasi Manusia, identitas budaya nasional masyarakat hukum adat yang masih secara nyata dipegang teguh oleh masyarakat hukum adat setempat, tetap dihormati dan dilindungi sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas Negara Hukum yang berintikan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam ketentuan tersebut, bahwa hak adat termasuk hak atas tanah adat dalam artian harus dihormati dan dilindungi sesuai dengan perkembangan zaman, dan ditegaskan bahwa pengakuan itu dilakukan terhadap hak adat yang secara nyata dipegang teguh oleh masyarakat hukum adat setempat. 3.1.3 Kedudukan Hukum Adat dalam Perundang-undangan UU No.12 Tahun 2011 pasal 7 ayat 1disebutkan Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Hal ini tidak memberikan tempat secara formil hukum adat sebagai sumber hukum perundang-undangan, kecuali hukum adat dalam wujud sebagai hukum adat yang secara formal diakui dalam perundang-undangan, kebiasaan, putusan hakim atau atau pendapat para sarjana. Dalam kesimpulan seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional di Yogyakarta tahun 1975 telah dijelaskan secara rinci dimana sebenarnya kedudukan hukum adat dalam tata hukum nasional di Indonesia. Dalam seminar tersebut dijelaskan mengenai pengertian hukum adat, kedudukan dan peran hukum adat dalam sistem hukum nasional, kedudukan hukum adat dalam perundang-undangan, hukum adat dalam HUKUM ADAT 11 putusan hakim, dan mengenai pengajaran dan penelitian hukum adat di Indonesia. Hasil seminar diatas diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan hukum adat selanjutnya mengingat kedudukan hukum adat dalam tata hukum nasional di Indonesia sangat penting dan mempunyai peranan baik dalam sistem hukum nasional di Indonesia, dalam perundang-undangan, maupun dalam putusan hakim. 3.2 Realita Pengakuan Hukum Adat 3.2.1 Realita Pengimplementasian Hukum Adat Di Indonesia Hukum adat sekarang ini masih dipandang remeh oleh masyarakat dan oleh penegak hukum itu sendiri. Hukum adat diasumsikan sebagai hukum yang belum bisa menjadi solusi dalam menyelesaikan suatu masalah hukum. Cara pandang seperti ini sangat merugikan hukum adat kita. Hal ini menimbulkan kesan bahwa hukum adat tidak diakui oleh negara dan satu-satunya hukum yang diakui negara adalah hukum positif. Prioritas penggunaan antara hukum adat dengan hukum positif dalam penegakan hukum, sangat tergantung dengan paradigma atau cara pandang masyarakat terhadap hukum itu sendiri. Paradigma adalah cara seseorang memahami realitas dunia disekitarnya. 18 Keberadaan hukum adat dan hukum positif dalam pengimplementasian hukum di Indonesia tidak dapat saling dipisahkan. Walaupun hukum positif merupakan hukum utama yang harus digunakan, namun apabila hukum positif tidak mengatur suatu peristiwa hukum, maka hukum adat lah yang digunakan. Selain itu hukum adat tidak dapat hanya dimaknai sebagai hukum yang ada dalam masyarakat dan tidak dapat berkembang. Hukum adat juga menyangkut Juris prudensi hakim itu sendiri. Sehingga sudah jelas bahwa hukum adat dan hukum positif tidak dapat dihilangkan keduanya dalam menangani kasus hukum. Hukum negara adalah positif karena mengatur perilaku setiap warga negaranya.2 Demikian juga hukum adat positif karena dia mengatur tatanan kehidupan masyarakatnya. Akan tetapi, dalam hal ruang lingkup memang berbeda. Hukum negara lebih berlaku luas bagi semua warga negarannya sedangkan hukum adat hanya berlaku 18 2 http://dayakmenggugat.blogspot.com/2010/06/hukum-adat-vs-hukum-negara.html Ibid HUKUM ADAT 12 lokal pada komunitas penggunanya saja. Tapi sekali lagi, keduanya adalah sama-sama positif karena bertujuan mengatur kehidupan bersama agar manusia tidak merajalela. Dalam realita keberadaan hukum adat di Indonesia, terdapat berbagai macam kasus yang menggambarkan implementasi hukum adat. Diantara benyak kasus tersebut, diantaranya adalah : a. Hukum Adat yang diakui dan diterapkan Salah satu kasus yang menerapkan hukum adat adalah kasus yang terjadi di Bumi Ilaga, Kabupaten Puncak Jaya, Papua. Dalam kasus ini terdapat permasalahan sosial terkait politik yaitu dalam hal pencalonan bupati. Kasus ini terjadi pada Sabtu tanggal 30 Juli dan Minggu 31 Juli tahun 2011. Saat kasus ini terjadi Massa dua kubu pasangan calon kepala daerah, Elvis Tabuni-Yosia Tembak dan Simon Alom-Heri Kosnai berperang yang sama-sama mengklaim dicalonkan Gerindra. Pada hari pertama terjadi kerusuhan, empat tewas terkena peluru aparat. Esoknya, giliran 13 orang tewas di lokasi. Hingga Senin 1 Agustus 2011, dinyatakan 19 warga tewas dalam insiden berdarah ini. Namun pada akhirnya penyelesaian kasus ini dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dengan menggunakan hukum adat. Para pihak yang bersengketa tersebut beranggapan bahwa kasus ini dimulai dari kasus pilkada dan dapat diselesaikan dengan hukum adat agar tidak terjadi konflik berkelanjutan. 19 b. Hukum Adat yang diakui namun tidak diterapkan Salah satu contoh kasus dari hukum adat yang diakui namun tidak diterapkan adalah kasus yag terjadi pada masyarakat adat di Konawe Sulawesi Tenggara. Masyarakat adat konawe tersebut ditahan oleh aparat hukum. Kasus ini terjadi pada hari jumat 20 Mei 2012. Peristiwa tersebut terjadi karena masyarakat adat Konawe ingin mempertahankan hak atas tanah ulayat di lingkungan hukum adat mereka yang direbut oleh pihak perusahaan perkebunan.20 Hukum adat yang dalam hal ini hukum adat mengenai tanah ulayat tidak mendapat perlindungan dari aparat penegak hukum. 19 http://viva.co.id http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/04/17/6/147226/PenahananMasyarakat-Adat-Upaya-Aparat-Melindungi-Perusahaan-Eksploitasi 20 HUKUM ADAT 13 3.2.2 Persepsi Masyarakat mengenai Realita Pengakuan Hukum Adat Untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai realita pengakuan hukum adat, kami menggunakan metode kuantitatif. Dalam metode ini kami melakukan pencarian data melelui survey yang melibatkan 100 orang responden di fakultas hukum UNS pada 8 mei 2013. Responden difakultas hukum UNS menjadi obyek penelitian dikarenakan responden di fakultas hukum merupakan representasi dari kalangan calon penegak hukum dan juga sekaligus representasi masyarakat umum. Sehingga obyek penelitian yaitu mahasiswa fakultas hukum adalah tepat untuk menjawab rumusan masalah ini. Survey yang pertama adalah survey dengan pertanyaan, “apabila terdapat kasus sengketa tanah ulayat, sebagai penegak hukum, hukum apa yang akan anda gunakan ?”. pada pertanyaan pertama ini, kami memberikan 2 opsi pilihan yaitu hukum positif dan hukum adat. Dari 100 orang responden penelitian, diperoleh hasil 42% responden menyatakan bahwa apabila mereka sebagai penegak hukum, mereka akan menggunakan hukum adat sebagai metode penyelesaian sengketa tanah ulayat. Sedangkan dari 100 orang responden penelitian, diperoleh hasil 58% responden menyatakan bahwa penegak apabila mereka hukum, sebagai mereka akan menggunakan hukum positif sebagai metode penyelesaian sengketa tanah ulayat. Dari hasil survey yang pertama tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa masyarakat dan calon penegak hukum menganggap bahwa hukum positif lebih utama digunakan daripada hukum adat dalam penyelesaian suatu kasus sengketa tanah ulayat. Akan tetapi persentase responden yang memilih hukum adat sebagai hukum yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa tanah ulayat juga tergolong besar. Sehingga kedudukan hukum adat masih dipandang penting untuk digunakan dalam penyelesaian suatu kasus adat namun dalam penggunaannya, lebih didahulukan hukum positif. HUKUM ADAT 14 Survey yang kedua adalah survey dengan pertanyaan, “perlukah hukum adat dipertahankan ? ”. Pada pertanyaan kedua ini, kami memberikan 2 opsi pilihan yaitu perlu dan tidak perlu. Dari 100 orang responden penelitian, diperoleh hasil 96% responden menyatakan bahwa hukum adat perlu dipertahankan. Sedangkan dari 100 orang responden penelitian, diperoleh hasil 4% responden menyatakan bahwa hukum adat tidak perlu dipertahankan dalam penegakan hukum di Indonesia. Dari hasil survey yang kedua tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa masyarakat dan calon penegak hukum menganggap hukum adat harus tetap dipertahankan walaupun dalam penerapan penanganan kasus lebih mendahulukan hukum positif. Sehingga kedudukan hukum adat masih dipandang penting untuk dipertahankan sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat disamping hukum positif. Survey yang ketiga adalah survey dengan pertanyaan, “ apakah anda pernah mengetahui penyelesaian suatu kasus hukum dengan hukum adat ?”. pada pertanyaan pertama ini, kami memberikan 3 opsi pilihan yaitu “sering”, “jarang” dan “tidak pernah”. Dari 100 orang responden penelitian, diperoleh hasil 18% responden menyatakan bahwa mereka sering mengetahui penyelesaian kasus hukum dengan hukum adat. Sedangkan 100 orang responden penelitian, diperoleh hasil 74% responden menyatakan bahwa mereka jarang mengetahui penyelesaian kasus hukum dengan hukum adat. Kemudian dari 100 orang responden penelitian, diperoleh hasil 8% responden mereka tidak penyelesaian menyatakan pernah bahwa mengetahui kasus hukum dengan hukum adat. Dari hasil survey yang ketiga dapat kita ambil kesimpulan bahwa masyarakat dan calon penegak hukum menganggap bahwa mereka jarang menemukan suatu penyelesaian kasus hukum dengan hukum adat. kemudian masyarakat dan calon penegak HUKUM ADAT 15 hukum menganggap bahwa mereka sering mengetahui penyelesaian suatu kasus hukum dengan hukum adat, walaupun persentase “sering” ini dibawah persentase “jarang”. Sedangkan hanya sebagian kecil saja masyarakat dan calon penegak hukum yang tidak pernah mengetahui penyelesaian dengan hukum adat. jadi hukum adat walalupun jarang digunakan dalam penyelesaian kasus, namun hukum adat masih ada dan masih bisa menyelesaikan kasus hukum walalupun dengan kuantitas yang rendah. Survey yang keempat adalah survey dengan pertanyaan, “seberapa maksimal penerapan hukum adat di Indonesia ? ”. Pada pertanyaan keempat ini, kami memberikan 3 opsi pilihan yaitu “maksimal”, “kurang maksimal” dan “tidak maksimal”. Dari 100 orang responden penelitian, diperoleh hasil 12% responden menyatakan bahwa penerapan hukum adat di Indonesia sudah maksimal. Sedangkan dari 100 orang responden penelitian, responden diperoleh hasil menyatakan 74% bahwa penerapan hukum adat di Indonesia kurang maksimal. Kemudian dari 100 orang responden penelitian, diperoleh hasil 14% responden menyatakan bahwa penerapan hukum adat di Indonesia tidak maksimal. Dari hasil survey yang keempat tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa masyarakat dan calon penegak hukum menganggap bahwa penerapan hukum adat di Indonesia kurang maksimal. Keragaman budaya harus menyadarkan kita bahwa sangat penting memahami latar belakang sosial budaya yang berasal dari masyarakat lain .21 Hukum adat sendiri mempunyaii kesamaan dengan hukum positif, karena hukum adat menggambarkan perkembangan masyarakat Indonesia dan kemudian hal ini dikodifikasi untuk menjadi hukum positif.22 21 22 http://elvirawihardjan.wordpress.com/2011/04/24/manfaat-mempelajari-hukum-adat/ Sudiyat, Imam, 1981, Hukum Adat Sketsa Asas.Yogyakarta: Libberty, hlm.91 HUKUM ADAT 16 3.2.3 Hubungan antara Relita Pengimplementasian Hukum Adat Dengan Persepsi Masyarakat terkait Hukum Adat Apabila kami hubungkan antara realita pengakuan hukum adat di Indonesia dengan hasil survey mengenai persepsi masyarakat terkait hukum adat, dapat kami peroleh suatu informasi yang tidak terlalu saling bertentangan antara realita dengan persepsi masyarakat. Realita hukum adat di Indonesia memang kurang maksimal penerapan nya di Indonesia. Kemudian masyarakat masih menghendaki adanya hukum adat di samping hukum positif. Penggunaan hukum positif masih menjadi pilihan utama, namun hukum adat masih memiliki posisi yang cukup kuat untuk penjadi pilihan penggunaan. Penyelesaian kasus menggunakan hukum adat juga sesuai dengan realita yang addat, dimana hukum adat jarang digunakan dalam penyelesaian suatu kasus. Dalam kasus yang pertama hukum adat fungsinya bisa menjadi hukum positif yang mana dalam permasalahan politik yang mengakibatkan korban jiwa pihak yang berkaitan lebih memilih untuk menggunakan hukum adat, yang dinilai oleh pihak tersebut dapat menyelesaikan dan diharapkan tidak ada aksi balas dendam yang terjadi. Bisa di lihat sendiri bahwa hukum adat mempunyai kedudukan yang bisa menggantikan hukum positive yang ada di Indonesia, walaupun tidak lex specialis tapi bisa digunakan apabila pihak terkait memilih menggunakan hukum adat. Hal ini juga sesuai dengan hasil survey yang pertama yang menyatakan bahwa hukum positif lebih utama digunakan namun hukum adat juga siap untuk digunakan apabila hukum positif kurang memungkinkan. Dalam kasus yang kedua yaitu kasus yang tidak menggunakan hukum adat dalam penyelesaiannya, realita penerapan hukum adat dalam kasus tersebut telah sesuai dengan survey yang kita lakukan bahwa hukum adat di indonesia penerepannya masih kurang makimal sehingga dalam menyelesaikan kasus sengketa ini hukum adat dinilai tidak berkompeten untuk menyelesaikan kasus sengketa ini, dapat kita ketahui bahwa pengakuan hukum adat di Indonesia masih terbatas pada pengakuan secara normative saja. Pengakuan hukum adat secara empiris di dalam masyarakat masih belum berjalan secara maksimal karena masyarakat menilai bahwa hukum positive lebih baik untuk menyelesaiakan permasalahan tersebut. HUKUM ADAT 17 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Hukum adat diakui keberadaannya dalam konstitusi negara Indonesia. Pengakuan hukum adat tersebut terdapat dalam UUD 1945 pasal 18B ayat (2) serta dalam berbagai perundang-undangan di Indonesia. Undang-undang yang mengakui hukum adat diantaranya : Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004 UU dibidang agraria No.5 / 1960 yang mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah serta Peraturan Menteri No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. 2. Walaupun hukum adat telah diakui dalam perundang-undangan negara Indonesia, namun dalam realitanya hukum adat masih belum sepenuhnya dilaksanakan sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat. Persepsi masyarakat mengenai hukum adat adalah hukum yang hidup disamping hukum positif dan keberadaannya perlu dipertahankan, akan tetapi penerapan hukum adat masih jarang dilakukan, sehingga penerapan hukum adat di Indonesia sekarang ini masih kurang maksimal. 4.2 Rekomendasi 1. Sebaiknya para aparatur penegak hukum tidak mengesampingkan keberadaan hukum adat. 2. Apabila suatu kasus dapat diselesaikan dengan hukum adat, sebaiknya hukum adat lebih diutamakan karena sifat hukum adat tidak membebani pelaku namun lebih kepada pengembalian keseimbangan dalam kehidupan. 3. Hukum adat dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan. Apabila itu diterapkan maka secara tidak langsung tindakan tersebut sudah sesuai dengan amanat beberapa Undang-undang yang memuat unsur hukum adat. HUKUM ADAT 18