Rafli Fadilah Achmad - 1206246313

advertisement
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
BAB I
ULASAN BUKU JUDICIAL
INDEPENDENCE: THE CONTEMPORARY
DEBATE
“Judicial Independence : The Contemporary Debate” adalah buku
magnumopus yang dibuat oleh Shimon Shetreet dan Jules Deschênes mengenai
cabang kekuasaan kehakiman di berbagai belahan dunia pada tahun 1983. Pada
kesempatan ini penulis memfokuskan penelitiannya pada Bab 26 mengenai negara
Spanyol yang ditulis oleh Prof. A.Beltran Pelayo. Tulisan tersebut memuat
ketentuan normatif dan dinamika cabang kekuasaan kehakiman di Negara
Spanyol, dimana Prof. A. Beltran Pelayo sangatlah jujur mengenai kondisi
kekuasaan kehakiman di Negaranya. Maka dari itu tidak jarang beliau berani
mengkritisi kekurangan dinegaranya, tapi disatu sisi juga mengagungkannya.
Salah satu poin yang diulas secara komprehensif dalam buku tersebut adalah
konsep independensi peradilan, dimana Prof. A.Beltran Pelayo menjewantahkan
konsep tersebut dengan menguraikan hubungan antara cabang yudikatif dengan
cabang-cabang kekuasaan lain seperti eksekutif, legislatif, dan Pers. Tidak lupa
beliau juga mengulas mengenai rekrutmen, masa jabatan dan pemberhentian
hakim itu sendiri.
Makalah yang dibuat Penulis sejatinya bersandar pada pembahasan pada
Bab tersebut semata, akan tetapi karena minimnya pembahasan yang lebih
mendalam maka penulis tidak canggung untuk masuk lebih jauh ke dalam hukumhukum positif yang ada di Negara Spanyol. Kemudian Penulis tidak lupa juga
untuk membandingkan dengan Negara tempat dimana Penulis dilahirkan dan
menimba ilmu, yakni Indonesia. Pada kesempatan ini penulis melakukan studi
komparasi cabang kekuasan kehakiman antara Indonesia dengan Spanyol dengan
unsur-unsur sebagai berikut : definisi, dasar hukum, prinsip, struktur, jenis,
wewenang, pengangkatan hakim, serta hubungan kekuasaan kehakiman dengan
kekuasaan eksekutif, legislatif, dan pers.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 1
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
1.1 Pendahuluan Buku
Selama beberapa tahun terakhir Negara Spanyol telah mengalami berbagai
macam transisi politik, mulai dari negara yang bersifat institusional dan saat ini
berubah menjadi negara yang demokratis dengan ciri sistem pemerintahan
parlementer yang monarki. Berdasarkan konstitusinya yang baru pada tahun 1978,
kekuasaan kehakiman kini menjadi cabang kekuasaan yang memegang peranan
penting di negara Spanyol, dimana sebelumnya tidak ada ketentuan hukum positif
yang mengaturnya, tapi saat ini sudah dituangkan dalam Organic Law di negara
Spanyol.
Kemudian dalam perkembangnnya dibentuklah organ konstitusional yang
diatur dalam Pasal 122 dari konstitusi yang kemudian diresmikan pada 10 Januari
1980 dengan nama Consejo General Del Poder Judicial (CGPJ), atau jika
diartikan kedalam bahasa Indonesia berarti “Dewan Umum Kekuasaan
Kehakiman”. Lembaga ini adalah badan konstitusional berdasarkan Pasal 122
Konstitusi Spanyol 1978 yang berfungsi untuk mengatur semua aktivitas
Yudikatif dalam menegakan prinsip-prinsip kekuasaan kehakiman.
Kemudian berdasarkan Pasal 107 Act 1/1986 tanggal 22 April tentang
(CGPJ), dinyatakan bahwa CGPJ mengusulkan pengangkatan dua hakim di sidang
Mahkamah Konsitusi, selain itu juga CGPJ bertanggungjawab untuk memilih,
melatih, menyediakan upgrade, promosi, status administratif dan penegakan
disiplin hakim dan magistrates. Nantinya penunjukan Hakim-Hakim adalah atas
perintah dan tunduk kepada keputusan Raja, serta ditandatangani oleh Menteri
Kehakiman.
Selain itu CGPJ juga menegakan prinsip-prinsip kekuasaan kehakiman yang
tertuang dalam konstitusi, yakni : keadilan berasal dari masyarakat luas akan
tetapi dikelola atas nama raja, para hakim adalah perwujudan dari kekuasaan
kehakiman, hakim dan magistrates haruslah independen, hakim hanya tunduk
pada aturan hukum dan konstitusi, hakim dan magistrates tidak bisa diberhentikan
atau dipindahkan tanpa sebab yang telah diatur dalam hukum, hakim dilarang
menjadi aktif dalam melaksanakan jabatan publik lainnya, seperti menjadi
politikus dan menjalankan jabatan lain. Kemudian berdasarkan pasal 122 dari
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 2
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
Konstitusi Spanyol, komposisi CGPJ terdiri dari Ketua Mahkamah Agung, dan
memimpin 20 anggota yang ditunjuk oleh Raja dimana 12 diantaranya memiliki
latar belakang sebagai hakim atau magistrates disuatu pengadilan, empat
diantaranya diusulkan oleh kongres, dan empat diantaranya diusulkan oleh
kongres yang akan bekerja dalam jangka waktu lima tahun. Berikut adalah
struktur organisasi dari CGPJ :
Pada dasarnya CGPJ memiliki fungsi untuk menegakan kekuasaan kehakiman
agar sesuai dengan konstitusi dan hukum. Akan tetapi ada fungsi-fungsi lain
sebagaimana diatur dalam pasal 107 Undang-Udang Organik 6/1985 yakni :
1.
Mengusulkan pengangkatan dari 2 (dua) hakim di siding Mahkamah
Konstitusi dan mengusulkan pencalonan Jaksa Agung. Bertanggung jawab
atas pengangkatan Sekretaris Jenderal dan staf CGPJ dalam pelayanan
administrasi.
2.
Bertanggung
jawab
untuk
memilih,
melatih,
menyediakan
upgrade,promosi, status administratif dan penegakan disiplin hakim dan
magistrates. Penunjukan Hakim-hakim adalah atas perintah dan tunduk
kepada Keputusan Raja, serta ditandatangani oleh Menteri Kehakiman.
3.
Menginspeksi Pengadilan. Kemudian dalam Pasal 171 dinyatakan bahwa
kewenangan CGPJ atas inspeksi dan pengawasan adalah terhadap semua
pengadilan, dengan tujuan untuk menetapkan dan memantau fungsi
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 3
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
administrasi peradilan. Pemeriksaan mencakup juga pertimbangan untuk
mengetahui fungsi dari pengadilan dan kinerja personel peradilan. Fokus
kegiatannya adalah bagaimana melaksanakan tugas secara cepat dan
efisien. Bahwa penafsiran dan penerapan hukum-hukum yang dibuat oleh
hakim, atau apabila
dalam pelaksanaan
tugas
pengadilan tidak
mencerminkan keadilan dalam keadaan apapun, maka hal ini adalah
merupakan bukan objek dari tindakan inspeksi yang dilakukan. Inspeksi
adalah badan teknis di bawah CGPJ.Didalam melaksanakan kegiatan dan
kunjungan perintah tersebut didasari oleh Dewan Umum Kekuasaan
Kehakiman atau oleh Ketua Dewan Umum Kekuasaan Kehakiman.
Layanan ini juga menerima dan memverifikasi laporan, pengaduan dan
keluhan terhadap pelaksanaan tugas-tugas yudikatif, dimana pada sisi yang
lain, pelaksaan tugas-tugas yudikatif juga tunduk kepada kepada Komite
Disipliner .
4.
CGPJ harus memberikan nasihat atas rancangan undang-undang dan
ketentuan-ketentuan umum yang berhubungan dengan peradilan, yang
diajukan oleh Negara dan Komunitas Otonom didalam hal-hal sebagai
berikut: Identifikasi dan modifikasi peradilan di kabupaten, menyusun dan
merubah organik hakim,magistrates, panitera dan staf yang melayani di
Administrasi peradilan, peraturan Organik Hakim dan Magistrates,
peraturan Organik sekretariat dan staf lainnya dalam melayani administrasi
peradilan, prosedural aturan atau hukum dan konstitusional, UndangUndang Pidana dan peraturan pada sistem penjara, serta fungsi lainnya
yang ditetapkan oleh undang-undang.
5.
CGPJ membuat persiapan Laporan Tahunan kepada Parlemen.Laporan
tersebut mengenai status, operasi dan aktivitas dari peradilan. Termasuk
didalamnya kebutuhan dalam hal personil,fasilitas dan sumber daya
manusia pada umumnya.
6.
CGPJ membuat publikasi resmi dari koleksi Keputusan Mahkamah
Agung.
7.
CGPJ merencanakan, melaksanakan dan mengelola pelaksanaan anggaran
sendiri.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 4
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
8.
CGPJ
berhak
membuat
peraturan
lain
2015
yang
dibutuhkan
dalam
organisasinya sendiri, antara lain dapat mengeluarkan peraturan tentang
stafnya, organisasi dan sistem operasi dalam pelaksanaan tugas.
Adapun prinsip-prinsip yang ditegakan oleh CGPJ adalah : 1. Independensi
kekuasaan kehakiman dari kekuasaan lain; 2. kemerdekaan dalam menjalankan
tugasnya bagi hakim dan magistrates ; 3. Independensi hakim dan magistrates
dari pengaruh politik; 4. Independensi disiplin hakim dan magistrates; 5.
kemandirian dan kesejahteraan ekonomi para hakim dan magistrates; 6. Jaminan
untuk para hakim dan magisrtaes agar tidak dikiriminalisasi; 7. status apolitis
hakim dan magistrates; 8. Tanggung jawab secara perdata dan pidana kepada para
hakim dan magistrates dalam menjalankan fungsinya; 9. dan pengenalan sistem
kompetisi untuk masuk ke peradilan.
Kesatuan yurisdiksi membentuk dasar bagi organisasi dan fungsi pengadilan.
Proses peradilan yang menjadi publik. Pengadilan mengontrol yurisdiksi dan
legalitas dari proses administrasi. Isi dari undang-undang organik kekuasaan
kehakiman ditetapkan oleh konstitusi. Dewan umum kekuasaan kehakiman adalah
organ yang mengatur kekuasaan kehakiman. The Presedent Mahkamah Agung
diangkat oleh raja setelah usulan oleh dewan umum kekuasaan kehakiman.
Berikut adalah tabel untuk mempermudah pemahaman mengenai bagian
pendahuluan buku :
A. Definisi Kekuasaan Kehakiman di Spanyol
Dikenal sebagai The Judiciary of Spain yang terdiri dari court dan
tribunals yang dilaksanakan oleh hakim dan magistrates yang memiliki
kekuatan untuk menegakan keadilan atas nama Raja Spanyol.
B. Dasar Hukum Kekuasaan Kehakiman di Spanyol
Organic Law 6/1985 tentang Judiciary Power, Organic Law 2/1979 tentang
Mahkamah Konstitusi, Law 1/2000 tentang Pengadilan Perdata, Law
14/1882 tentang Pengadilan Pidana, Law 29/1998 tentang Pengadilan
Administrasi, Royal Legislative Decree 2/1995 tentang Perburuhan dan
Law 2/1989 tentang Pengadilan Militer.
C. Struktur Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan Kehakiman di Spanyol terdiri dari (Constitusional Court)
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 5
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
Mahkamah Konstitusi, (Supreme Courts) Mahkamah Agung, Audiencia
Nasional, dan Appellate Courts.
 Mahkamah Konstitusi adalah badan tertinggi untuk menafsirkan konstitusi
dan menguji konstitusionalitas Lembaga ini memiliki struktur terpisah dari
Mahkamah Agung dan memiliki Yurisdiksi di seluruh wilayah Spanyol
berdasarkan Pasal 161 Konstitusi Spanyol.
 Mahkamah Agung adalah badan tertinggi di Spanyol yang membidangi
masalah pengadilan dan hukum. Mahkamah Agung memiliki 4 kamar
yaitu Perdata, Pidana, Administrasi, Buruh, dan Militer. Mahkamah Agung
pula yang mengadili pada tingkat banding dari Audiencia Nasional, dan
Appellate Courts.
 Audiencia Nasional terletak di kota Madrid yang mengadili perkara
pidana, administrasi dan social yang melibatkan kejahatan yang dilakukan
terhadap keluarga kerajaan, dan pejabat negara. Kemudian pula terkait
perdagangan narkoba, pemalsuan dan pelanggaran serta tindak kejahatan
internasional lain yang terjadi di wilayah Spanyol.
 Pengadilan Tinggi/ Banding memiliki 4 kamar yaitu Perdata, Pidana,
Administrasi dan Buruh.

D. Prinsip Kekuasaan Kehakiman di Spanyol
Imparsialitas : Kekuasaan kehakiman harus netral dalam menjalani
kasus yang sedang ditangani. Itu artinya tidak boleh ada tendensi
kepada salah satu pihak. Selain itu juga hakim harus menjamin semua
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 6
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313




2015
warga negara bahwa hak-hak mereka dijaga oleh konstitusi. Hakim
harus tetap tidak memihak pada kasus-kasus yang mereka tangani, dan
harus menjauhkan diri dari kasus yang seharusnya tidak boleh ditangani
Kemerdekaan : Dalam menjalankan wewenangnya terlepas dari segala
kepentingan otoritas atau pribadi.
Tidak dapat dipindahkan: Hakim tidak boleh dipecat, dipindahkan,
ditangguhkan dan dipensiunkan tanpa sebab yang jelas.
Tanggungjawab : Para hakim dan magistrates bertanggung jawab
secara pribadi atas pelanggaran disiplin dan kejahatan yang mereka
lakukan ketika sedang melaksanakan tugas judicial. Namun tanggung
jawab ini hanya dapat dituntut oleh tindakan hukum disiplin (legal
disciplinary tract) yang sudah ada (tanpa adanya campur tangan dari
Eksekutif atau Legislatif, atau tidak melalui proses hukum biasa)
Legalitas : Hakim harus tunduk pada konstitusi, dan undang-undang.
E. Jenis Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan Kehakiman di Spanyol terdiri dari Court dan Tribunals.
Court adalah sebuah cabang kekuasaan yang memiliki kewenangan untuk
mengadili sengketa hukum antara para pihak dalam konteks administratif,
perdata, pidana, dan lain lain.
Sedangkan Tribunals adalah istilah yang diberikan kepada setiap orang
atau lembaga yang diberikan kewenangan untuk mengadili dan memutus
sengketa. Jadi Court sifatnya lebih permanen, sedangkan Tribunal sifatnya
adalah Ad-Hoc yang diisi oleh Magistrates.
Dimana Prinsip Court dan Tribunals ini dilaksanakan oleh Mahkamah
Konstitusi dan Mahkamah Agung Spanyol
F. Wewenang Kekuasaan Kehakiman
Mahkamah Agung
Secara umum, Mahkamah Agung
adalah puncak dari pengadilan di
Spanyol maka dari itu lembaga ini
bertanggungjawab atas keseragama
penafsiran yurisprudensi di Spanyol.
Dimana secara khusus, Mahkamah
Agung berwenang sesuai kamar
yang berada di bawahnya.
Mahkamah Konstitusi
1. Menguji konstitusionalitas semua
ketentuan hukum seperti undangundang dan enactments yang
dikeluarkan oleh Negara atau
Komunitas Otonom.
2. Banding konstitusional terhadap
pelanggaran hak dan kebebasan .
(recursos de amparo.
3. Mengadili Konflik antar lembaga
negara, seperti antara komunitas
otonom atau antara lembaga
konsitutif.
4. Mengadili konflik mengenai
otonomi pemerintah daerah.
5. Melakukan uji konstitusionalitas
dengan cara pemeriksaan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 7
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
pendahuluan terhadap perjanjian
internasional yang mau diratifikasi.
1.2
Hubungan Dengan Kekuasaan Eksekutif
SPANYOL
Mahkamah Agung
Mahkamah Konstitusi
1. Raja dapat melaksanakan hak
1.
Menguji
konstitusionalitas
prerogratifnya untuk membatalkan
perjanjian
internasional
yang
putusan MA, dengan membahasnya diratifikasi jika diminta oleh
melalui dewan menteri terlebih dahulu Pemerintah.
2. Dalam membuat Sections dan Courts2. Mahkamah Konstitusi sebagai
harus memperhatikan saran dari
penjewantahan konsep check and
Pemerintah, Komunitas Otonom, dan balances
terhadap
tindakan
CGPJ
pemerintah yang diduga melanggar
3. Penyediaan fasilitas dan dukungan hak konstitusional warga negara
diberikan oleh negara melalui
Spanyol. (recursos de amparo)
Departemen Kehakiman.
3. Menguji konstitusionalitas suatu
4. Hubungan antara kementrian
Undang-Undang yang dimohonkan
keuangan dengan kekuasaan
oleh Pemerintah.
kehakiman diatur melalui UU dan
3. Menyelesaikan konflik yang
Prosedur Hukum, dengan tidak
terjadi antara lembaga negara
mengintervensi lebih jauh.
pemerintahan khususnya terhadap
5. Hubungan dengan Advokat juga
Pemerintah Daerah
diatur melalui UU dan prosedur
4. 12 Hakim Konstitusi disumpah
hukum, tanpa adanya intervensi dari oleh Raja.
pemerintah.
5. Pemerintah harus menyediakan
6. Hakim digaji oleh pemerintah
dana yang diperlukan agar MK
melalui departemen kehakiman
dapat berfungsi hingga MK bisa
mencari anggaran sendiri
1.3
Hubungan Dengan Kekuasaan Legislatif
Mahkamah Agung
1. Total ada 12 hakim agung dimana
4 orang hakim agung dipilih
kongres, dan 4 orang hakim
agung lainnya dipilih oleh senat.
2. MA terbebas dari tindakan
kesewenang-wenangan dari legislatif
karena telah diatur mengenai
Mahkamah Konstitusi
1. Total ada 12 hakim konstitusi
dimana 4 orang hakim konstitusi
diusulkan oleh kongres, dan 4
orang hakim dari senat
2. MK berwenang untuk menguji
konstitusionalitas suatu UU dan
enactments yang dibuat oleh
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 8
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
penguatan dan jaminan terhadap
MA.
3.
Sekretaris
Jendral
dapat
mengajukan
usulan
dalam
pembahasan legislatif mengenai
remunerasi perangkat pengadilan,
proyek, status hakim, layanan
keadilan, demarkasi pengadilan, dan
lain-lain.
4. Setiap tahun CGPJ wajib
melaporkan kepada parlemen
mengenai operasi dan kegiatan
pengadilan yang telah dilaksanakan.
Kemudian nantinya parlemen akan
membahas laporan tersebut.
1.4
2015
parlemen atau komunitas otonom.
3. Legislatif bekerjasama dengan
MK dalam konflik lembaga
konstitusional, dimana Legislatif
menilai kompetensi masing-masing
lembaga.
4. Senat atau kongres dapat
meminta kepada MK untuk
menguji
konsitusionalitas
perjanjian internasional.
5. MK terbebas dari tindakan
kesewenang-wenangan
dari
legislatif karena telah diatur
mengenai penguatan dan jaminan
terhadap MK
6.
Sekretaris
Jendral
dapat
mengajukan
usulan
dalam
pembahasan legislatif mengenai
remunerasi perangkat pengadilan,
proyek, status hakim, layanan
keadilan, demarkasi pengadilan,
dan lain-lain.
Hubungan dengan Pers
Pers dapat mempublikasikan kalimat yang memiliki kepentingan publik
dan memiliki dampak luas kepada masyarakat. Bahkan terdapat beberapa bagian
dalam surat kabar yang secara periodik memuat komentator khusus meninjau dari
sudut pandang yuridis atas suatu putusan. Sebagian besar hakim di Spanyol telah
menerbitkan buku yuridis atau berkontribusi dalam bentuk jurnal yuridis.
Pers di Spanyol sangat menghormati hakim dan membatasi diri untuk
menerbitkan wawancara yang diberikan oleh para hakim atau informasi umum
mengenai tindakan yudisial tertentu yang penting dan bersifat rahasia. Apabila
dilakukan pelanggaran, dalam beberapa kasus terdapat kritik terhadap pengadilan
atau hakim tertentu yang harus dipertanggungjawabkan secara pidana oleh Pers
yang melakukannya.Pers juga sering membantu dalam mengungkap kasus-kasus
di Spanyol, dimana terkadang terdapat beberapa pejabat yang melakukan
konferensi pers atau klarifikasi atas perkara yang sedang menimpanya. Menurut
KUHAP Spanyol sejatinya tidak diatur mengenai kesaksian diluar sidang, akan
tetapi hal ini menjadi yurisprudensi bagi para hakim untuk memutus berdasarkan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 9
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
kesaksian yang dibuat oleh orang tersebut diluar sidang. Fungsi kesaksian tersebut
menjadi salah satu pertimbangan bagi majelis hakim untuk memutus secara utuh
dan komprehensif, agar putusan yang dikeluarkannya berlandaskan fakta-fakta
yang tidak hanya di dalam sidang, tapi diluar sidang juga.
1.5
Pengangkatan dan Pengawasan Hakim di Spanyol
Mahkamah Agung
CGPJ berwenang mengusulkan
calon hakim agung dari hakim karir
yang nantinya di sahkan oleh Raja
dan ditandatangin melalui Menteri
Kehakiman. Ada pula jalur hakim
non karir (magistrates) yang berasal
dari akademisi, atau pengacara.
Masa jabatannya habis ketika masuk
usia pensiun yaitu 70 tahun, bisa
ditambah 2 tahun.
Mahkamah Konstitusi
Terdiri dari 12 orang Hakim Konstitusi
yang ditunjuk oleh Raja Spanyol dengan
masa jabatan 9 tahun. Dimana 4 hakim
konstitusi diusulkan melalui Kongres, 4
hakim konstitusi dari Senat, 2 hakim
konstitusi melalui Pemerintah, dan 2
hakim konstitusi melalui CGPJ. Masa
jabatannya habis ketika masuk usia
pensiun yaitu 70 tahun, bisa ditambah 2
tahun lagi.
Pengawasan Hakim
Mahkamah Agung
Dilakukan oleh CGPJ (Consejo
General del Poder Judicial)
berdasarkan Pasal 107 Law 6/1985.
Bagian yang diawasi adalah jalannya
fungsi pengadilan dan kinerja
personel peradilan. Apabila terjadi
pelanggaran terdapat Divisi Inspeksi
dari CGPJ yang menindak secara
khusus.
Mahkamah Konstitusi
Dilakukan oleh CGPJ (Consejo General
del Poder Judicial) berdasarkan Pasal
107 Law 6/1985. Bagian yang diawasi
adalah jalannya fungsi pengadilan dan
kinerja personel peradilan. Apabila
terjadi pelanggaran terdapat Divisi
Inspeksi dari CGPJ yang menindak
secara khusus.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 10
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
BAB II
PERBANDINGAN ANTARA KEKUASAAN
KEHAKIMAN DI INDONESIA DAN
SPANYOL
2.1 INDONESIA DAN SPANYOL
Baik Indonesia dan Spanyol adalah sama-sama negara yang mengatur
tradisi civil law. Indonesia menganut tradisi civil law sejak kolonial belanda
datang, sedangkan Spayol menganut civil law sejak dijajah oleh romawi.1 Awal
mula tradisi civil law di dalam gugusan Rechtsstaat pertama kali kemukakan oleh
Immanuel Kant dan Frederich Julius Stahl. Menurut Stahl konsep sistem hukum
ini ditandai oleh empat unsur pokok : 2
1.
Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asas manusia;
2.
Negara didasarkan pada teori trias politika;
3.
Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang-undang (wetmatig
bertuur); dan
4.
Ada peradilan administrasi negara yang bertugas menangani kasus
perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah.3
Dari prinsip negara hukum yang dikemukakan oleh Stahl, salah satu unsur
pokoknya adalah adanya pemerintahan yang diselenggarakan berdasarkan
undang-undang. Hal ini membuka peluang adanya tradisi civil law yang
melandasi segala sesuatunya dengan peraturan perundang-undangan yang telah
dipositifkan.
Secara umum, sistem Civil Law mempunyai tiga karakteristik utama yaitu
adanya kodifikasi, hakim tidak terikat kepada preseden sehingga undang-
1
Yesmil Anwar dand Adang, Pembaruan Hukum Pidana : Reformasi Hukum, (Jakarta :
Gramedia Wdiasarana Indonesia, 2008), hlm.115
2
Mahfud MD, dkk, Prosiding Kongres Pancasila IV, (Yogyakarta : PSP UGM, 2012),
hlm.234
3
Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, cet.3, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2002), hlm.8
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 11
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
undanglah yang menjadi sumber hukum utama, dan sistem peradilan bersifat
inkuisitorial.4
Pertama, kodifikasi atau codificatie adalah pengitaban undang-undang
atau pengitaban hukum. Kansil memberikan pengertian kodifikasi adalah
pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara
sistematis dan lengkap. Kodifikasi hukum menurut negara dengan tradisi civil law
merupakan sesuatu yang sangat penting. Karena negara-negara yang menganut
sistem hukum ini akan selalu berusaha menciptakan kodifikasi-kodifikasi hukum
sebagai kebutuhan masyarakat. Kodifikasi pada tradisi hukum civil law bersumber
pada kodifikasi Hukum yang berlaku di era Kekaisaran Romawi yaitu "Corpus
Juries Civilize" pada pertengahan abad VI Masehi dari Kaisar justhinianus.
Kemudian setelah revolusi Perancis (1789-1791) hal tersebut dijadikan sebagai
"Code Civil" yang berlaku sejak 21 Maret 1804. Code Civil Perancis tersebut
digunakan oleh Belanda sebagai KUHPer di negara jajahannya, begitupun dengan
Code de Commerce Perancis yang dijadikan sebagai KUHD di Belanda dan
negara jajahannya.
Selanjutnya beberapa contoh kodifikasi hukum adalah:
1)
Kodifikasi hukum di Eropa adalah Corpus luris Civilis (mengenai
Hukum Perdata) yang diusahakan oleh Kaisar Justianus dari Kerajaan Romawi
Timur dalam tahun 527¬-565 dan dan Code Civil (mengenai Hukum Perdata)
yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Perancis pada tahun 1604.
2)
Kodifikasi hukum di Indonesia adalah Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (1 Mei 1848), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (1 Mei
1848) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (1 Januari 1918).
 Kedua, sistem Civil Law tidak dapat dilepaskan dari ajaran pemisahan
kekuasaan yang mengilhami terjadinya Revolusi Perancis. Menurut Paul
Scolten, bahwa maksud sesungguhnya pengorganisasian organ-organ negara
Belanda adalah adanya pemisahan antara kekuasaan pembuat undang-undang,
kekuasaan peradilan, yang tidak memungkinkan kekuasaan yang satu
mencampuri urusan kekuasaan lainnya. Penganut sistem Civil Law memberi
4
Permias, Pembangunan Nasional Indonesia Jangka Panjang Tahap II dalam Rangka
Meningkatkan Kualitas Manusia dan Lingkungan , (Kentucky : University of Kentucky, 1990),
hlm.46
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 12
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
keleluasaan yang besar bagi hakim untuk memutus perkara tanpa perlu
meneladani putusan-putusan hakm terdahulu. Yang menjadi pegangan hakim
adalah aturan yang dibuat oleh parlemen, yaitu undang-undang.5
Prinsip utama dari sistem hukum ini adalah hukum memperoleh kekuatan
mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk
undang-undang dan tersusun secara sistematis di dalam kodifikasi atau
kompilasi tertentu. 6 Memformulasikan hukum dengan bentuk yang nyata
semata-mata bertujuan untuk menciptakan kepastian hukum. Kepastian hukum
hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum manusia dalam
pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum tertulis. Dengan
tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, hakim tidak
dapat leluasa menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum.
Hakim hanya berfungsi menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan
dalam batas-batas wewenangnya. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara
hanya mengikat para pihak yang berperkara saja ( Doktrins Res Ajudicata ).7
 Ketiga, pada sistem hukum Civil Law adalah apa yang oleh Lawrence
Friedman disebut sebagai digunakannya sistem Inkuisitorial dalam peradilan.
Di dalam sistem itu, hakim mempunyai peranan yang besar dalam
mengarahkan dan memutuskan perkara; hakim aktif dalam menemukan fakta
dan cermat dalam menilai alat bukti. Menurut pengamatan Friedman, hakim di
dalam sistem hukum Civil Law berusaha untuk mendapatkan gambaran
lengkap dari peristiwa yang dihadapinya sejak awal. Sistem ini mengandalkan
profesionalisme dan kejujuran hakim.8 1. Penerapan
konkret
sistem
inqusitorial adalah hakim merupakan lulusan dari Fakultas Hukum, yang
kemudian harus menempuh pendidikan hakim dan menjalani profesi hakim
pemula (magistrates).
5
Bagir Manan, 1995, Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, (Bandung: LPPMUNISBA, 1995), hlm.4
6
Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia, cet.6, (Jakarta:
Dian Rakyat, 1989), hlm. 22.
7
Russell, Peter H., and David M. O’Brien, Judicial Independence In The Age Of
Democracy, Critical perspectives from around the world, (Toronto: Constitutionalism &
Democracy Series, McGraw-Hill, 1985), hlm.12
8
Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective, ( New York:
Russell Sage Foundation, 1975. Hlm. 338.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 13
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
Sedangkan secara khusus apabila kita membahas sistem peradilan pada
konsep civil law, maka setidaknya ada beberapa ciri khas, yakni:
1. Tidak menggunakan juri sehingga tanggung jawab hakim adalah
memeriksa kasus, menentukan kesalahan, serta menerapkan
hukumnya sekaligus menjatuhkan putusan.
2. Hakim tidak terikat dan tidak wajib mengikuti putusan hakim
sebelumnya.
3. Hakim menerapkan hukum, bukan membuat hukum.
4. Hanya dalam perkara perdata yang melihat adanya dua belah pihak
yang bertentangan (penggugat dan tergugat)dan perkara pidana
keberadaan terdakwa bukan sebagai pihak penentang.9
5.
Hukum yang mengatur kesejahteraan masyarakat dan kepentingan
umum;
6. Hukum yang mengatur hubungan perdata artinya yang mengatur
hubungan orang.10
7. Didalam sistem ini hakim tidak leluasa untuk menemukan dan
menciptakan hukum (rechtvinding dan rechtvorming) karena
segala sesuatunya harus didasari pada ketentuan prosedural yang
ada.
8. Putusan hakim dalam suatu perkara hanyalah mengikat pihak yang
berperkara saja (doktris Res Ajudicata].
9. Perkara-perkara serius selalu diputuskan melalui persidangan
dengan minimal tiga orang hakim (full trial judges), sedangkan
untuk perkara-perkara ringan diputus oleh hakim tunggal (single
trial judge). Bahkan dalam beberapa kasus digunakan juga hakim
yang non hukum.
Meskipun terdapat kesamaan antara Indonesia dan Spanyol sebagai negara
yang sama sama menganut tradisi civil law, akan tetapi terdapat hal-hal mendasar
yang membedakan kedua negara ini, seperti bentuk negara, bentuk pemerintahan
9
Ibid.,hlm. 23.
Ibid., hlm. 25.
10
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 14
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
dan sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan Spanyol bersifat monarki
parlementer hal ini tentunya membuat negara tersebut dikuasai oleh seorang raja
dengan menempatkan parlemen sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Dalam
negara Spanyol, kekuasaan eksekutif dipegang oleh perdana menteri dan
bertanggungjawab kepada parlemen. Fungsi raja hanya sebagai kepala negara atau
simbol negara yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat. Selain itu sistem
kedaerahan di Spanyol menerapkan konsep otonomi, dimana terdapat 17
komunitas otonom dan terdiri dari 50 kota, dimana secara kesuluruhan terdapat
8.098 municipalities. Dimana masing-masing komunitas otonom memiliki
kekuasaan dibidang fiskal dan legislatif.
Sedangkan di Indonesia bentuk negara yang dianut adalah negara
kesatuan, yang mana dalam bentuk negara tersebut sifatnya adalah tunggal artinya
tidak tersusun dari beberapa negara yang memiliki kedaulatan, tidak terbagi, dan
kewenangannya berada pada pemerintah pusat. Pernyataan yang secara tegas
menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan tertuang dalam Pasal 1
Undang-Undang Dasar 1945. Selanjutnya bentuk pemerintahan yang Indonesia
anut adalah republik yang mana konsekuensi logisnya bahwa negara Indonesia
dipimpin oleh seorang presiden bukan seorang raja. Kemudian Indonesia juga
menganut sistem pemerintahan presidensil dengan ciri-ciri sebagai berikut: 11
a. Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus
kepala negara.
b. Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasirakyat dan
dipilih langsung oleh rakyat.
c. Presiden memiliki hak prerogratif untuk mengangkat dan memberhentikan
menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
d. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif
bukan kepada kekuasaan legislatif.
e. Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh
11
Hanta Yuda A. R., Presidensialisme Setengah Hati : Dari Dilema Ke Kompromi,
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm.13
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 15
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2.2
KONSEP
DAN
2015
DEFINISI
KEKUASAAN
KEHAKIMAN
Menurut Montesquieu, dalam bukunya “ L’Esprit des Lois” (1748),
kekuasaan negara harus dipisah dalam tiga cabang kekuasaan yaitu (i) kekuasaan
legislatif sebagai pembuat undang-undang, (ii) kekuasaan eksekutif yang
melaksanakan undang-undang, dan (iii) kekuasaan yudikatif untuk menghakimi
pelanggaran terhadap undang-undang. Dari klasifikasi Montesquieu
inilah
dikenal pembagian kekuasaan negara modern dalam tiga fungsi, yaitu legislatif
(the legislative function), eksekutif (the executieve or administrative function),
dan yudisial (the judicial function).12
Gagasan tersebut lahir untuk menyempurnakan teori sebelumnya yang dibuat
oleh John Locke. Dimana Montesquiue menghapuskan kekuasaan federatif, dan
menghidupkan kembali kekuasaan yudikatif yang sebelumnya berada di bawah
kekuasaan eksekutif.
John Locke
Montesqiue
Cabang
Federatif, Legislatif,
Eksekutif, Legislatif, Yudikatif
Kekuasaan
Eksekutif
Pembagian
Fungsi yudikatif tergabung
Kekuasaan Yudikatif berdiri
fungsi-fungsi
dalam kekuasaan eksekutif
sendiri
Latar
Adanya kekuasaan absolut
Sebagai seorang hakim di prancis
Belakang
yang dilakukan oleh Raja
yang juga dipengaruhi oleh
Sosial-Politik
Inggris. Sehingga perlu
situasi revolusi prancis yang
memecah kekuasaan tersebut
menekankan pentingnya
menjadi beberapa cabang.
kekuasaan hukum atas suatu
Kekuasaan legislatif
sistem politik. Kekuasaan
dijewantahkan dengan
yudikatif lahir sebagai organ yang
kekuasaan
12
O. Hood Phillips, Paul Jackson, and Patricia Leopold, Constitutional and
Administrative Law, (London: Sweet & Maxwell, 2001), hlm. 10-11.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 16
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
perwakilan dari para
mengadili penguasa yang
bangsawan, sedangkan
sewenang-wenang.
kekuasaan federatif bertujuan
untuk hubungan terhadap
elemen di luar kerajaan.
Dalam sistem negara modern, cabang kekuasaan kehakiman atau judiciary
merupakan cabang yang diorganisasikan secara tersendiri. Oleh karena itu,
dikatakan oleh John Alder, “The principle of separation of powers is particuarly
important for the judiciary”.13 Itu artinya, baik di negara-negara yang menganut
tradisi civil law maupun common law, baik yang menganut sistem pemerintahan
parlementer maupun presidensil, baik yang negara kesatuan maupun federal,
lembaga kekuasaan kehakiman selalu bersifat tersendiri dan independen dari
pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya.14
Nampaknya Montesquieu benar benar memberikan fokus yang lebih
terhadap kekuasaan yudikatif, karena menurutnya kemerdekaan dan keadilan itu
hanya dapat di jamin jika ketiga fungsi tersebut tidak dipegang oleh satu orang
atau badan, tetapi oleh ketiga orang atau badan yang terpisah. Apabila kekuasaan
kehakiman digabungkan dengan kekuasaan legislatif, maka kehidupan dan
kebebasan seseorang akan berada dalam suatu kendali yang dilakukan secara
sewenang-wenang. Di lain pihak, kalau kekuasaan kehakiman bersatu dengan
kekuasaan eksekutif, maka hakim mungkin akan selalu bertindak semena-mena
dan menindas. Dengan demikian, ditinjau dari ajaran pemisahan kekuasaan
(separation of power), kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan bagian
dari upaya untuk menjamin kebebasan dan mencegah kesewenang-wenangan.15
Konsep pemisahan kekuasaan milik Montesquie juga erat kaitanya dengan
prinsip independensi peradilan dan prinsip pemisahan kekuasaan. Prinsip
pemisahan kekuasaan (separation powers) itu menghendaki bahwa para hakim
13
John Alder and Peter English, Constitutional and Administrative Law, (London:
Macmillan, 1989), hlm. 267.
14
Jimly Asshiddiqie, Op.cit., hlm 45.
15
Montesquieu, Charles de Secondat, The Spirit of laws,ed and terjemehan Anne M.
Cohler, Basia C. Miller dan Harold S. Stone (Cambridge, U.K : Cambridge University Press,1989)
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 17
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
dapat bekerja secara bebas dari bayang-bayang pengaruh kekuasaan eksekutif dan
legislatif. Bahkan, dalam memahami dan menafsirkan undang-undang dasar dan
undang-undang, hakim harus independen dari pendapat dan kehendak politik para
perumus undang-undang dasar dan undang-undang itu sendiri ketika perumusan
dilakukan.16
Terhadap ide tersebut, Jimly Asshidiqie pun sepakat bahwa pada sistem
negara modern, cabang kekuasaan kehakiman harus diorganisasikan secara
tersendiri. Untuk mendukung argumentasinya beliau pun mengutip pendapat dari
John Alder bahwa “The Principle of separation of powers is particularly
important for the judiciary”.17
Meskipun pada dasarnya anggota parlemen dan Presiden adalah cerminan
dari kedaulatan rakyat, akan tetapi penafsir akhir dalam memahami maksud dari
suatu produk perundang-undangan tetap berada ditangan para hakim. Oleh sebab
itu, salah satu ciri yang dianggap penting dalam setiap negara hukum yang
demokratis (democratic rechstaat) ataupun negara demokrasi yang berdasar atas
hukum (constitutional democracy) adalah adanya kekuasaan kehakiman yang
independen dan tidak berpihak (independent and impartial). Apapun sistem
hukum yang dipakai dan sistem pemerintahan yang dianut, pelaksanaan the
principles of independence and impartiality of the judiciary haruslah benar-benar
dijamin di setiap negara demokrasi konstitusional (constitutional democracy).
Jika dilihat dari perspektif historis, lembaga peradilan sudah tumbuh sejak
adanya umat manusia. Pada awalnya sistem peradilan memiliki bentuk yang amat
sederhana, akan tetapi terus mengalami perubahan hingga menjadi kompleks dan
modern. Seperti yang dikemukakan oleh Djokoesoetono, terdapat empat tahap dan
sekaligus empat macam rechstpraak yang dikenal dalam sejarah yaitu:18
1) Rechtspraak naar ongeschreven recht (hukum adat), yaitu pengadilan
yang didasarkan atas ketentuan hukum yang tidak tertulis, seperti
16
Jimly Asshiddiqie, Ibid.,
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta : Rajawali Pers,
2012),hlm 310.
18
Djokoesoetono, Hukum Tata Negara, kuliah dihimpun oleh Harun Alrasid pada tahun
1959, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm. 117.
17
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 18
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
pengadilan adat;
2) Rechtspraak naar precendenten, yaitu pengadilan yang didasarkan atas
prinsip presedent atau putusan putusan hakim yang terdahulu, seperti yang
dipraktikkan di Inggris;
3) Rechtspraak naar rechtsboeken, yaitu pengadilan yang didasarkan atas
kitab-kitab hukum, seperti dalam praktik dengan pengadilan agama Islam
yang mengguakan kompedium atau kitab-kitab ulama ahlussunnnah
wal‟jamaah atau kitab-kitab ulama syi‟ah;
4) Rechtspraak naar wetboeken, yaitu pengadilan yang didasarkan atas
ketentuan undang-undang ataupun kitab undang-undang. Pengadilan
demikian ini merupakan penjelmaan dari paham hukum positif atau
moderne wetgeving yang mengutamakan peraturan perundang-undangan
yang bersifat tertulis (schreven wetgeving).
Kekuasaan kehakiman merupakan pilar ketiga dalam sistem kekuasaan
negara modern. Dalam bahasa Indonesia, fungsi kekuasaan yang ketiga ini
seringkali disebut sebagai cabang kekuasaan “yudikatif‟. Istilah ini berasal dari
bahasa Belanda yakni judicatief. Sedangkan di dalam bahasa Inggris, disamping
istilah legislative dan executieve, tidak dikenal istilah judicatieve, sehingga untuk
pengertian yang sama biasanya dipakai istilah judicial, judiciary, ataupun
judiciature.19
Kekuasaan kehakiman berasal dari istilah dan terjemahan bahasa Belanda
“Rechtspreken de macht” artinya hak untuk menyelesaikan suatu sengketa oleh
pihak ketiga yang tidak memihak yaitu hakim. Secara teknis yuridis hakim berarti
orang yang diberi tugas untuk menentukan hukumnya dalam suatu sengketa.
Di Indonesia sendiri pengertian kekuasaan kehakiman termaktub dalam
Pasal 1 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang
19
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan MK RI, 2005, hlm. 44.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 19
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
menyatakan bahwa“Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum
Republik Indonesia.”
Sedangkan di Spanyol sendiri definisi kekuasaan kehakiman diatur dengan
Organic Law 6 /1985 yang di perbarui dengan Organic Law 19/2003 bahwa
kekuasaan kehakiman adalah umum dan dapat di akses oleh semua orang, semua
wilayah termasuk administrasi umum, dan pengecualiannya adalah raja yang
mendapatkan hak imunitas khusus yang tidak dapat di ganggugugat, dan dimintai
pertanggungjawaban. Hakim haruslah independen dan hanya mengacu pada
hukum yang berlaku. Itu artinya hakim tidak boleh diperintah atau diinstruksikan
oleh kekuasaan lain di negara ini.
Spanyol
Dikenal sebagai The Judiciary of
Spain yang terdiri dari court dan
tribunals yang dilaksanakan oleh
hakim dan magistrates yang memiliki
kekuatan untuk menegakan keadilan
atas nama Raja Spanyol.
Indonesia
Kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan
peradilan
guna
menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
demi terselenggaranya Negara Hukum
Republik Indonesia.
Selain itu menurut Mr Santiago Revuelto Beltranilla bahwa peradilan
spanyol merupakan kombinasi dari courts dan tribunals, yang memilki
kewenangan untuk melaksanakan keadilan atas nama raja. Perbedaan yang
mendasar antara court dengan tribunal adalah court bersifat tetap dan permanen,
sedangkan tribunal lebih bersifat sementara dan ad hoc.20 Itu artinya, di Spanyol
lembaga peradilan merupakan kombinasi antara permanen dan sementara dalam
kasus-kasus tertentu.
Di Spanyol sendiri memiliki sistem peradilan yang berbeda dengan
Indonesia. Spanyol membagi menjadi lima perintah yurisdiksi, yaitu yurisdiksi
sipil, pidana, administratif, buruh atau social, dan yurisdiksi militer. Masingmasing yurisdiksi terdiri dari beberapa tingkat peradilan yang berbeda. Adapun
20
V. Hutagaol, “ PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
SEBAGAILEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN”, Skripsi Universitas
Sumatra Utara 2010.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 20
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
wilayah yurisdiksi berdasar pada berbagai tingkat teritorial, yaitu : wilayah distrik
sebagai uniat dasar yang mencakup satu atau beberapa kotamadya, dan dilayani
oleh setidaknya satu pengadilan tingkat pertama, propinsi, daerah otonomi dan
nasional. Dimana total secara keseluruhan hakim agung terdiri dari 90 orang.
Dalam prakteknya kekuasaan kehakiman itu dijalankan dengan tidak
memandang kedudukan dalam masyarakat dari pihak yang berperkara, itu artinya
hakim memiliki kemerdekaan dalam melaksanakan kekuasaannya itu, dan hanya
tunduk pada Undang-Undang dan Undang-Undang Dasar, di samping itu
pemegang kekuasaan Pemerintahan dilarang campur tangan dalam urusan
kehakiman, kecuali dalam hal-hal yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar.
Pemberian kebebasan kepada kekuasaan kehakiman dalam melaksanakan
peradilan memang sudah selayaknya diberikan, karena perbuatan mengadili
adalah perbuatan yang luhur untuk memberikan suatu putusan terhadap sesuatu
perkara yang semata-mata harus didasarkan kepada kebenaran, kejujuran, dan
keadilan. Maka dari itu institusi pengadilan harus dijauhkan dari tekanan atau
pengaruh dari pihak manapun, baik oknum, golongan dalam masyarakat.21
2.3 DASAR HUKUM KEKUASAAN KEHAKIMAN DI
INDONESIA DAN SPANYOL
Di Indonesia ketentuan mengenai kekuasaan kehakiman di atur dalam
beberapa undang-undang. Diantaranya adalah (1) Undang-undang Nomor 19
Tahun 1948 tentang Susunan dan Kekuasaan Badan-Badan Kehakiman dan
Kejaksaan, (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang KetentuanKetentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1965 tentang Pengadilan Dalam Peradilan Umum dan Mahkamah Agung, (4)
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman diubah dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004,
kemudia diubah lagi dengan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009, (5) UndangUndang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung kemudian diubah dengan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 21
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan diubah lagi dengan Undang-Undang No.
3 Tahun 2009, (6) Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
dan dirubah dengan Undang-Undang No.8 Tahun 2004, (7) Undang-Undang No.
5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan dir,bah dengan UndangUndang No. 9 Tahun 2004, (8) Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama dan dirubah denan Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 ,(9)
Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, (10) UndangUndang 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan dirubah dengan
Undang-Undang No. 8 Tahun 2011.
Sedangkan di Spanyol, ketentuan mengenai Kekuasaan Kehakiman di atur
dalam Undang-Undan berikut : (1) Undang-Undang Organik 6 / 1985 tentang
Kekuasaan Kehakiman; (2) Undang-Undang 1 / 2000 tentang Pengadilan Sipil;
(3) Hukum 14 September 1882 tentang Pengadilan Pidana (4) Hukum
Administrasi 29/1998 tentang Yurisdiksi Administrasi; (5) Keputusan Royal
Legislatif 2 / 1995 yang menulis ulang Prosedur Hukum Perburuhan; dan (6)
Undang-Undang Organik 2 / 1989 yang mengatur Hukum Acara Pidana Militer.
Spanyol
Organic Law 6/1985 tentang Judiciary
Power, Organic Law 2/1979 tentang
Mahkamah Konstitusi, Law 1/2000
tentang Pengadilan Perdata, Law
14/1882 tentang Pengadilan Pidana,
Law 29/1998 tentang Pengadilan
Administrasi, Royal Legislative Decree
2/1995 tentang Perburuhan dan Law
2/1989 tentang Pengadilan Militer.
Indonesia
UU 48/2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, UU 3 Tahun 2009 tentang
Mahkamah Agung, UU No. 8 Tahun
2011 tentang Mahkamah Konstitusi,
UU 8/2004 tentang Peradilan Umum,
UU No. 9/2004 tentang PTUN, UU
No.3 Tahun 2005 tentang Peradilan
Agama, dan UU No.31/1997 tentang
Peradilan Militer.
2.4 PERKEMBANGAN KEKUASAAN KEHAKIMAN
DI INDONESIA
Di Indonesia sendiri fenomena “pengadilan jalanan” akhir-akhir ini
kembali mencuat ke publiK sebagai sarana pengadilan informil untuk
menuangkan amarah masyarakat. Salah satu contohnya adalah kasus pembakaran
hidup-hidup pelaku begal yang terjadi di Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan.
Alasan warga melakukan tindakan pembakaran adalah sebagai bentuk
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 22
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
ketidakpercayaan pada sistem penegakan hukum dan pengadian yang di nilai
bobrok dan jauh dari nilai-nilai keadilan. 22 Bagaimanapun bentuk pelanggaran
hukum, baik berupa perampasan hak seseorang maupun pelanggaran kepentingan
umum, sejatinya tidak boleh dihakimi secara sporadis begitu saja. Perbuatan
“menghakimi sendiri” atau “eigenrichting” ini sangatlah tercela, tidak tertib dan
harus dicegah. Tidak hanya cukup dengan suatu pencegahan tetapi diperlukan
suatu perlindungan dan penyelesaian. Adapun yang berhak memberikan
perlindungan dan penyelesaian itu adalah Negara. Untuk itu, Negara
menyerahkannya kepada kekuasaan kehakiman yang berbentuk badan peradilan
dengan para pelaksananya yaitu hakim.23
Paradigma yang ada di Indonesia saat ini menilai kekuasaan kehakiman hanya
sebatas peran hakim semata. Sejatinya kekuasaan kehakiman berbicara lebih luas
dari itu, sebab kekuasaan kehakiman merupakan suatu sistem yang terbagi ke
dalam beberapa bagian atau unsur-unsur yang saling terkait dan menjamin
kebebasan dalam menyelenggarakan fungsi peradilan. Di dalam kekuasaan
kehakiman juga terdapat organisasi, tata kerja aktivitas, proses-proses yang
dijalankan, fungsionaris, serta keseluruhan bagian dari lembaga pengadilan.24
Gagasan mengenai independensi kekuasaan kehakiman tampaknya tidak
berjalan mulus dan mudah di Indonesia. Beberapa rezim sebelum reformasi 1998
menjadi awan kelabu bagi dunia kekuasaan kehakiman di Indonesia. Pertama
pada era Soekarno terdapat Manipol (Manifestasi Politik) yang memiliki tujuan
untuk mewujudkan dan melaksanakan demokrasi terpimpin. Maka dibidang
peradilan pun dikehendaki suatu peradilan yang terpimpin pula. 25 Peradilan
terpimpin yang dimaksud adalah “peradilan yang tidak bebas”, karena dengan
mudahnya dapat di intervensi oleh kebijakan pemerintah. Hal tersebut dituangkan
dalam
Undang-Undang
tentang
Ketentuan-Ketentuan
Pokok
Kekuasaan
Glery Lazuardi, “Kriminolog : Penghakiman Oleh Massa Terjadi karena Warga Tidak
Percaya Polisi” http://m.tribunnews.com/metropolitan/2015/02/26/kriminolog-penghakiman-olehmassa-terjadi-karena-warga-tidak-percaya-polisi, diunduh pada 8 Maret 2015
23
K. Wantjik Saleh, Kehakiman dan Peradilan, cet.2, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1977),
hlm.39.
24
Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, (Jakarta : PT.RajaGrafindo,
2006), hlm V
25
K. Wantjik Saleh, Kehakiman dan Peradilan, cet.2, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1977),
hlm.18
22
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 23
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
Kehakiman No.19 tahun 1964. Salah satu bentuk ketidakbebasan tersebut dapat
dilihat dari pasal 19 UU No.19 tahun 1964 yang menyatakan bahwa
“Demi kepentingan revolusi, kehormatan Negara dan Bangsa atau
kepentingan masyarakat yang sangat mendesak, Presiden dapat turun atau
campur tangan dalam soal-soal pengadilan”
Di era Orde Baru pun tidak jauh berbeda, meski terdapat perubahan ke arah
independensi kekuasaan kehakiman, akan tetapi dalam prakteknya masih saja
terdapat kekuasan lain yang mampu mengintervensi. Salah satu contohnya adalah
kasus Peradilan Syahrir. Di dalam kasus itu terdapat indikasi intervensi yang
terlihat pada proses awal pembuatan Berita Acara Pemeriksaan yang dilakukan di
kantor intelijen militer. Pemeriksaan oleh aparat militer seharusnya hanya
dilakukan terhadap tersangka dengan status militer, bukan warga sipil seperti
Sjahrir.26 Selain itu terdapat pula kasus gugatan perdata di Pengadilan Tata Usaha
Negara oleh Goenawan Mohammad melawan Menteri Penerangan Harmoko.
Awalnya Goenawan menang, akan tetapi kemenangan tersebut sirna setelah
Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi melalui kasasi tanpa alasan yang jelas.27
Setelah reformasi bergulir banyak agenda-agenda ketatanegaraan yang di
usung untuk memperbaiki sistem yang telah ada. Salah satunya adalah
mewujudkan independensi hakim di cabang kekuasaan kehakiman.
Independensi hakim tidak sekadar berarti imparsialitas hakim dari pengaruh
eksekutif, legislatif, bahkan dari internal lembaga yudikatif itu sendiri.
Independensi tidak sekadar bermakna “merdeka, bebas, imparsial, atau tidak
memihak” dengan individu, kelompok atau organisasi kepentingan apapun, atau
tidak tergantung atau dipengaruhi oleh kekuatan apapun. Lebih dari itu,
independensi bermakna pula sebagai kekuatan/power, paradigma, etika, dan spirit
untuk menjamin bahwa hakim akan menegakan hukum demi kepastian dan
keadilan.28
Langkah nyata dari agenda reformasi tersebut diawali dengan adanya TAP
MPR RI Nomor XI/MPR/1999 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan
26
A. Muhammad Asrun, Krisis Peradilan Mahkamah Agung di Bawah Soeharto, (Jakarta :
Elsam, 2004), hlm xi
27
John MacDougall, “Kasus Tempo : Putusan PTUN” http://www.library.ohiou.edu/
indopubs/1995/11/22/0034.html , diunduh pada 8 Maret 2015
28
Amzulian Rifa’i, Wajah Hakim dalam Putusan : Studi Atas Putusan Hakim Berdimensi
Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta : PUSHAM UII, 2011),hlm. 45
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 24
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai
Haluan Negara yang menuntut adanya pemisahan yang tegas antara cabang
kekuasaan yudikatif dan eksekutif. TAP tersebut secara koheren juga diikuti
dengan perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 menjadi UndangUndang Nomor 35 Tahun 1999 yang intinya segala urusan organisasi,
administrasi dan finansial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di
bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung yang sebelumnya,
secara organisatoris, administrasi dan finansial badan peradilan yang berada di
bawah Mahkamah Agung berada di bawah departemen.
Tidak hanya dalam tataran Undang-Undang saja yang di revisi, bahkan pada
tingkat konstitusi pun juga mengalami hal yang sama. Bab IX yang semula hanya
terdiri dari dari 1 Pasal dan 2 ayat, kini berubah menjadi 5 Pasal yaitu 24, 24 A,
24 B, 24 C , dan 25. Undang- Undang tentang Kekuasaaan Kehakiman pun telah
diubah menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 dan diubah lagi menjadi
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 yang berlaku hingga sampai saat ini.
Saat ini secara normatif kekuasaan kehakiman didefinisikan sebagai
kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 demi terselenggaranya Negara
Hukum Republik Indonesia. 29 Dari definisi tersebut menurut penulis sudah
sempurna dan telah menutup celah adanya intervensi kepada kekuasaan
kehakiman.
Akan tetapi, pada prakteknya, adanya jaminan kekuasaan kehakiman justru
membuat beberapa oknum Hakim menjadi lupa diri. Salah satunya adalah mantan
hakim konstitusi yaitu Akil Mochtar yang tersandung kasus korupsi pada 2
Oktober 2013 silam. Publik yang awalnya percaya pada lembaga peradilan
(khususnya Mahkamah Konstitusi), kini kembali kecewa atas peristiwa tersebut.
Bahkan beberapa orang menjadi skeptis terhadap kondisi ketatanegaraan di
Indonesia karena tidak ada lagi instansi yang bersih dan dapat dipercaya oleh
masyarakat.
29
Indonesia, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48 Tahun 2009, LN
No.157 tahun 2009, TLN. 5076, Ps.1
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 25
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
Peristiwa tersebut mengakibatkan banyaknya pernyataan kritis kepada cabang
kekuasaan kehakiman itu sendiri. Salah satunya adalah “jangan-jangan
independensi peradilan hanya kedok agar Hakim tidak bisa diawasi, karena
terdapat deal-dealan politik di belakang meja dalam membuat putusan”. Kondisi
seperti ini tentunya akan membuat citra peradilan semakin buruk jika tidak
dilakukan upaya yang serius.
2.5 Prinsip Kekuasaan Kehakiman
Secara umum dapat dikemukakan ada dua prinsip yang dipandang sangat
pokok dalam kekuasaan yudikatif di negara manapun, yaitu (i) principle of
judiciary independence, dan (ii) the principle of judicial impartiality. 30 Kedua
prinsip ini diakui sebagai prasyarat pokok sistem di semua negara yang menganut
paham constitutional state. Prinsip independensi itu sendiri antara lain harus
diwujudkan dalam sikap para hakim dalam memeriksa dan memutus perkara yang
dihadapinya. Disamping itu, independensi juga tercermin dalam pelbagai
pengaturan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengangkatan, masa kerja,
pengembangan karir, sistem penggajian, dan pemberhentian para hakim.31
Sementara itu, prinsip kedua yang sangat penting adalah prinsip
ketidakberpihakan (the principle of impartiality). Bahkan oleh O. Hood Phillips
dan kawan-kawan mengatakan, “The impartiality of the judiciary is recognized as
an important, if not the most important element, in the administration of
justice”.
32
Dalam praktik, ketidakberpihakan atau impartiality itu sendiri
mengandung makna dibutuhkannya hakim yang tidak saja bekerja secara
imparsial (to dbe impartial), tetapi juga terlihat bekerja secara imparsial (to
appear to be impartial).33
Prinsip mengenai Independensi pun tidak berlaku hanya kepada pribadi
hakim namun juga harus terinternalisasi dalam suatu lembaga pengadilan. Secara
kelembagaan independensi kekuasaan kehakiman dapat di jewantahkan dengan
30
Ofer Raban, Modern Legal Theory and Judicial Impartiality, 2003, hlm.1.
Jimly Asshiddiqie, Op.cit., hlm 316.
32
Phillips, Jackson, and Leopold, Op.Cit, hlm. 437.
33
Lihat kasus Mc Gonnel V United Kingdom (2000), 30 E.H.R. 241,
http://hudoc.echr.coe.int/sites/eng/pages/search.aspx?i=001-58461 , diakses pada 21 Mei 2015.
31
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 26
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
cara pengelolaan secara otonom dalam hal pegawai administratif, menyiapkan
anggaran pengadilan, pemeliharaan gedung-gedung pengadilan, dan lain
sebagainya (hal non yustisi kepegawaian, administrasi,anggaran). 34 Sebenarnya
tidak ada paksaan keseragaman ditingkat internasional tentang pengelolaan atau
administrasi pengadilan itu, akan tetapi terdapat berbagai model berikut yang
menjadi role model pengadilan pada umumnya : dikelola sepenuhnya oleh
yudikatif, dikelola oleh suatu organ independen, dikelola bersama oleh beberapa
organ negara, dikelola bersama oleh yudikatif-eksekutif, atau dikelola sepenuhnya
oleh eksekutif.35
Di samping kedua prinsip tersebut, dari perspektif hakim sendiri
berkembang pula pemikiran mengenai prinsip-prinsip lain yang juga dianggap
penting. Dalam Forum International Judicial Conference di Bangalore, India
(2001) berhasil disepakati draft kode etik dan perilaku hakim sedunia yang
kemudian disebut The Bangalore Draft. Setelah mengalami revisi dan
penyempurnaan berkali-kali, draft ini akhirnya diterima luas oleh berbagai
kalangan hakim di dunia sebagai pedoman bersama dengan sebutan resmi The
Bangalore Principles of Judicial Conduct. Didalamnya tercantum enam prinsip
penting yang di adopsi oleh Indonesia sebagai prinsip utama kekuasaan
kehakiman, yaitu independence, impartiality, integrity, propriety, equality, dan
competence and diligence.36
 Pertama, Independensi. Independensi hakim dan pengadilan terwujud
dalam kemandirian dan kemerdekaan hakim, baik sendiri-sendiri maupun
sebagai institusi, dari pelbagai pengaruh yang berasal dari luar diri hakim
berupa intervensi yang bersifat memengaruhi dengan halus, dengan tekanan,
paksaan, kekerasan, atau balasan karena kepentingan politik atau ekonomi
tertentu dari pemerintah atau kekuatan politik yang berkuasa, kelompok atau
golongan, dengan ancaman penderitaan atau kerugian tertentu, atau dengan
imbalan atau janji imbalan berupa keuntungan jabatan, keuntungan ekonomi,
34
P.H. Lane menyebut empat komponen independensi sebagai berikut: Non-political
appointments to a court; Guaranteed tenure and salary for judges; Executive and legislative noninterference with court proceedings and or office holders; Budgetary and administrative
autonomy. Dalam Helen Cunningham, 1999. Fragile Bastion: Judicial Independence in the
Nineties and Beyond, hlm. 4.
35
Shimon Shetreet dan Jules Deschenes, Judicial Independence: the Contemporary
Debate, 1995, hlm. 160.
36
Jimly Asshiddiqie, Op.cit., hlm 317
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 27
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
atau bentuk lainnya.
 Kedua, Imparsialitas. Ketidakberpihakan mencakup sifat netral, menjaga
jarak yang sama dengan semua pihak yang terait dengan perkara, dan tidak
mengutamakan salah satu pihak mana pun, disertai pengahayatan yang
mendalam mengenai keseimbangan antarkepentingan yang terkait dengan
perkara.
 Ketiga,
Integritas.
Integritas
hakim
merupakan sikap batin
yang
mencerminkan keutuhan dan keseimbangan kepribadian setiap hakim sebagai
pribadi dan sebagai pejabat negara dalam menjalankan tugas jabatannya.
Keutuhan kepribadian mencakup sikap jujur, setia, dan tulis dalam
menjalankan tugas profesionalnya, disertai ketangguhan batin untuk menepis
dan menolak segala bujuk-rayu, godaan jabatan, kekayaan, popularitas,
ataupun godaan-godaan lainnya.
 Keempat, Kepantasan dan Kesopanan. Kepantasan dan kesopanan
merupakan norma kesusilaan pribadi dan kesusilaan antarpribadi yang
tercermin dalam prilaku setiap hakim, baik sebagai pribadi maupun sebagai
pejabat negara dalam menjalankan tugas profesionalnya, yang menimbulkan
rasa hormat, kewibawaan, dan kepercayaan.
 Kelima, kesetaraan. Kesetaraan merupakan prinsip yang menjamin
perlakuan yang sama terhadap semua orang berdasarkan kemanusiaan yang
adil dan beradab, tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain atas dasar
perbedaan agama, suku, ras, warna kulit, jenis kelamin, status perkawinan,
kondisi fisik, status sosial-ekonomi, umur, pandangan politik, ataupun alasanalasan lain yang serupa.
 Keenam, kecakapan dan kesaksamaan. Kecakapan tercermin dalam
kemampuan profesional hakim yang diperoleh dari pendidikan, pelatihan,
dan/atau pengalaman dalam pelaksanaan tugas. Sementara itu, kesaksamaan
merupakan pribadi hakim yang menggambarkan kecermatan, kehati-hatian,
ketelitian, ketekunan, dan kesungguhan dalam pelaksanaan tugas profesioanal
hakim.
Kemudian di Indonesia terdapat prinsip-prinsip derifativ dari kekuasaan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 28
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
kehakiman yakni :
a. Persidangan terbuka untuk umum (Pasal 17-18 Undang-Undang
Kekuasaan Kehakiman);
b. Peradilan dilaksanakan secara imparsial (tidak memihak dan obyektif).
c. Hakim aktif memimpin sidang (persidangan bersifat akusatorial) tetapi
harus imparsial dengan tidak memihak serta bersikap obyektif dengan
mendengar berbagai pihak (audi et alteram partem);
d. Putusan dijatuhkan dalam sidang yang terbuka untuk umum;
e. Pelaksanaan peradilan bersifat sederhana, cepat dan biaya ringan;
f. Independensi hakim (yang mencakup berbagai kategori) diimbangi
dengan akuntabilitas: Hakim dapat diberhentikan (Pasal 25 UndangUndang Dasar 1945) dan Komisi Yudisial dibentuk untuk “menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim”
Terdapat beberapa model akuntabilitas kekuasaan kehakiman:37
1. Political,
Kepada
constitutional accountability: peradilan bertanggung jawab
lembaga politik, termasuk dimakzulkan (impeachment) oleh
parlemen, dan tunduk kepada konstitusi;
2. Societal accountability: kontrol masyarakat melalui media massa,
eksaminasi putusan hakim, kritik terhadap putusan yang dipublikasikan,
kemungkinan dissenting opinion dalam putusan (ini juga merupakan
bentuk akuntabilitas profesional);
3. Legal (personal) accountability: hakim dapat diberhentikan dari
jabatannya melalui majelis kehormatan hakim; hakim bertanggung jawab
atas kesalahan putusannya. Untuk itu tersedia upaya hukum terhadap
putusan hakim (Indonesia: dari banding hingga kasasi dan peninjauan
kembali).
37
Mauro Cappelletti, “Who Watches the Watchmen? A Comparative Study on Judicial
Responsibility” dalam Shimon Shetreet dan Jules Deschenes,1995. hlm 51.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 29
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
4. Legal (vicarious) accountability: negara bertanggung jawab (state
liability) atas kekeliruan atau kesalahan putusan hakim; negara dapat
meminta hakim untuk ikut bertanggung jawab bersama negara (concurrent
liability).
Berbeda dari Indonesia yang memiliki enam prinsip kekuasaan kehakiman, di
Spanyol hanya memiliki 5 prinsip, yang terdiri dari :
 Impartiality : Hakim harus bersikap netral dalam kasus yang mereka tangani
dan harus menjauhkan diri dari kasus yang tidak mereka tangani. Hal ini guna
menjamin peradilan yang efektif bagi semua warga negara sesuai dengan cita
konstitusi.
 Kemerdekaan : Lembaga pengadilan haruslah independen dari semua
otoritas atau pribadi dalam menjalankan yurisdiksinya.
 Tidak dapat dipindahkan : Para hakim dan “magistrates” tidak dapat di
pindahkan, dipecat, ditangguhkan, atau di pensiunkan tanpa sebab yang telah
diatur oleh hukum
 Tanggung Jawab : Para hakim secara pribadi bertanggung jawab atas
pelanggaran disiplin dan kejahatan yang dilakukan dalam menjalankan
profesinya. Tanggungjawab ini hanya diperlukan oleh saluran disiplin hukum
yang didirikan, tanpa campur tangan oleh cabang eksekutif atau legislatif
 Legalitas : Dalam melaksanakan yurisdiksinya, para hakim harus tunduk
pada konstitusi, undang-undang seperti halnya cabang pemerintahan lainnya
dan warga masyarakat.
Spanyol
 Imparsialitas : Netral dalam
menjalani kasus yang sedang
ditangani.
 Kemerdekaan
:
Dalam
menjalankan wewenangnya terlepas
dari segala kepentingan otoritas atau
pribadi.
 Tidak dapat dipindahkan: Hakim
tidak boleh dipecat, dipindahkan,
ditangguhkan dan dipensiunkan
tanpa sebab yang jelas.
Indonesia
 Independensi
:
bebas
dari
pengaruh,
tekanan,
paksaan,
kekerasan dan kepentingan dari
oknum-oknum tertentu.
 Imparsialitas : Bersifat netral, dan
menjaga jarak dengan para pihak
yang berperkara.
 Integritas : Pribadi hakim yang
jujur, setia dan tulus dalam
menjalankan profesinya.
 Kepantasan dan Kesopanan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 30
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313


Tanggungjawab
:
Hakim 
bertanggungjawab atas pelanggaran
disipilin dan kejahatan yang
dilakukan
dalam
menjalankan
profesinya.

Legalitas : Hakim harus tunduk
pada konstitusi, dan undang-undang.
2015
Kesetaraan : Memperlakukan
sama kepada setiap orang tanpa
membedakan ras, warna kulit, jenis
kelamin, dan lain-lain.
Kecakapan dan Kesaksamaan :
Diisi
oleh
oran-orang
yang
memiliki pendidikan, pelatihan, dan
pengalaman.
2.6 Kewenangan Kekuasaan Kehakiman di Spanyol dan
Indonesia
Kekuasaan Kehakiman di Spanyol terdiri dari (Constitusional Court)
Mahkamah Konstitusi, (Supreme Courts) Mahkamah Agung, Audiencia Nasional,
dan Appellate Courts.
• Mahkamah Konstitusi adalah badan tertinggi untuk menafsirkan
konstitusi dan menguji konstitusionalitas. Lembaga ini memiliki struktur terpisah
dari Mahkamah Agung dan memiliki Yurisdiksi di seluruh wilayah Spanyol
berdasarkan Pasal 161 Konstitusi Spanyol.
• Mahkamah Agung adalah badan tertinggi di Spanyol yang membidangi
masalah pengadilan dan hukum. Mahkamah Agung memiliki 4 kamar yaitu
Perdata, Pidana, Administrasi, Buruh, dan Militer. Mahkamah Agung pula yang
mengadili pada tingkat banding dari Audiencia Nasional, dan Appellate Courts.
Di dalam ruang lingkup yurisdiksi Spanyol, menempatkan bahwa Mahkamag
Agung sebagai badan peradilan tertinggi di Spanyol, yang terdiri dari lima halls.
Uniknya, putusan Mahkamah Agung tidak dapat diajukan upaya hukum atau final
and binding, akan tetapi dapat diajukan ke Mahkamah Konstitusi, jika salah satu
pihak merasa hak-hak konstitusionalnya telah dilanggar.
• Audiencia Nacional terletak di kota Madrid yang mengadili perkara
pidana, administrasi dan social yang melibatkan kejahatan yang dilakukan
terhadap keluarga kerajaan, dan pejabat negara. Kemudian pula terkait
perdagangan narkoba, pemalsuan dan pelanggaran serta tindak kejahatan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 31
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
internasional lain yang terjadi di wilayah Spanyol.dan mencakup 3(tiga) bidang /
halls, yaitu:38
1. Yurisdiksi pidana dalam kasus-kasus yang menyangkut kejahatan
terhadap Kerajaan Spanyol, terorisme, kejahatan terorganisir,
pemalsuan dan kasus-kasus yang telah dilakukan di lebih dari satu
yurisdiksi.
2. Yurisdiksi perdebatan administratif, dalam kasus naik banding
terhadap keputusan Menteri, sekretaris, negara, Dewan Menteri
dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
3. Yurisdiksi Sosial untuk kasus-kasus yang menyangkut perjanjian
tawar-menawar kolektif yang mencakup lebih dari satu wilayah
komunitas otonom.
• Pengadilan Tinggi adalah pengadilan dengan kewenangan lebih dari satu
Komunitas Otonomi, dan merupakan yurisdiksi maksimum tubuh atau komunitas
otonom. Pengadilan Tinggi terbagi menjadi 3 (tiga) bidang / halls, yang mencakup
4 (empat) perintah yurisdiksi, yaitu:
1. Bidang / Hall Pertama, atau Hall Perdata dan Pidana: Dalam kasus
yurisdiksi sipil bertanggung jawab dalam kasus perdata untuk tindakan
yang mana daripada kompetensi mereka oleh Presiden Komunitas
Otonomi, Anggota Dewan Pemerintahan atau Badan Legislatif, dan
dalam Masyarakat kasus dengan hukum sipil mereka sendiri untuk
mengetahui banding terhadap putusan-putusan pengadilan lebih rendah.
2. Hall Kedua atau Hall perdebatan Administrasi: adalah yang bertanggung
jawab untuk mengetahui banding terhadap keputusan Lembaga Negara
yang tidak ditetapkan pengadilan lain, banding terhadap keputusan dari
pemerintah Otonomi masyarakat atau anggotanya, banding terhadap
resolusi dari badan-badan Badan Legislatif, yang berkaitan dengan
administrasi, naik banding terhadap Pemilihan Boards dan banding
terhadap putusan tingkat pertama-perdebatan Administrasi pengadilan.
38
Mahkamah Agung, Laporan Studi Banding Team Pengawasan Mahkamah Agung RI
ke Tribunal Supremo – Palacio De Justicia Madrid – Spanyol, 16-18 Desember 2009
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 32
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
3. Hall Ketiga atau Hall Sosial: adalah bertanggung jawab atas banding
terhadap putusan-putusan pertama pengadilan sosial dan kasus-kasus
yang
menyangkut
perjanjian
tawar-menawar
kolektif
yang
mempengaruhi satu wilayah komunitas otonom. Pada tingkatan
provinsi, Audiencia Provinsial adalah pengadilan yang mencakup satu
wilayah provinsi dan bertanggung jawab untuk dua order yurisdiksi,
yaitu: Perdata dan Pidana.
1. Halls Sipil: adalah bertanggung jawab atas Banding terhadap
pengadilan tingkat pertama.
2. Halls Pidana: adalah yang bertanggung jawab untuk menilai
Kasus Pidana yang berat.
Sedangkan kekuasaan Kehakiman di Indonesia terdiri dari Mahkamah
Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Pasal 24 UUD
1945.
• Mahkamah Agung adalah cabang kekuasaan kehakiman tertinggi
terhadap badan-badan peradilan dibawahnya seperti pengadilan tingkat pertama,
dan pengadilan tingkat banding. Dimana Mahkamah Agung memiliki 4 badan
peradilan yakni peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan PTUN
• Mahkamah Konstitusi adalah salah atu lembaga tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan cabang kekuasaan kehakiman
bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
Berikut adalah masing-masing kewenangan cabang kekuasaan kehakiman
di Indonesia dan Spanyol :
SPANYOL
Indonesia
Mahkamah
Mahkamah
Mahkamah
Mahkamah
Agung
Konstitusi
Agung
Konstitusi
Secara umum,
1.
Menguji 1. Mahkamah
Mahkamah
Mahkamah Agung konstitusionalitas
Agung
Konstitusi
adalah puncak dari semua ketentuan
memutus
memiliki
4
pengadilan di
hukum
seperti
permohonan
kewenangan dan
Spanyol maka dari undang-undang
kasasi terhadap 1kewajiban yang
itu lembaga ini
dan
enactments
putusan
terdiri dari :
bertanggungjawab yang dikeluarkan
pengadilan
1.
Menguji
atas keseragama
oleh Negara atau
tingkat banding undang-undang
penafsiran
Komunitas
atau
tingkat terhadap Undang-
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 33
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
yurisprudensi di
Spanyol. Dimana
secara khusus,
Mahkamah Agung
berwenang sesuai
kamar yang berada
di bawahnya.
2015
Otonom.
terakhir
dari Undang
Dasar
2.
Banding
semua
Negara Republik
konstitusional
lingkungan
Indonesia Tahun
terhadap
peradilan
1945.
pelanggaran hak 2. Mahkamah
2.
Memutus
dan kebebasan .
Agung menguji Sengketa
(recursos
de
peraturan secara kewenangan
amparo.
materiil
lembaga negara
3.
Mengadili
terhadap
yang
Konflik
antar
peraturan
kewenangannya
lembaga negara,
perundangdiberikan
oleh
seperti
antara
undangan
UUD
Negara
komunitas otonom
dibawah
Republik
atau
antara
Undang-undang Indonesia Tahun
lembaga
3. Melakukan
1945.
konsitutif.
pengawasan
3.
Memutus
4. Mengadili
tertinggi
pembubaran
konflik mengenai
terhadap
partai politik, dan
otonomi
penyelenggaraa 4.
Memutus
pemerintah
n peradilan di perselisihan
daerah.
semua
tentang
hasil
5. Melakukan uji
lingkungan
pemilihan umum.
konstitusionalitas
peradilan dalam
dengan cara
penyelenggaraa KEWAJIBAN
pemeriksaan
n
kekuasaan Mahkamah
pendahuluan
kehakiman
Konstitusi wajib
terhadap
4. Wewenang lain memberikan
perjanjian
yang diberikan putusan
atas
internasional yang
oleh Undang- pendapat
DPR
mau diratifikasi.
Undang.
bahwa Presiden
dan/atau Wakil
Presiden diduga:
1.
Telah
melakukan
pelanggaran
hukum berupa
a)
penghianatan
terhadap negara;
b) korupsi;
c) penyuapan;
d)
tindak
pidana lainnya;
2. atau perbuatan
tercela, dan/atau
3.
tidak
lagi
memenuhi syarat
sebagai Presiden
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 34
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
dan/atau Wakil
Presiden
sebagaimana
dimaksud dalam
UUD
Negara
Republik
Indonesia Tahun
1945.
2.7 Kekuasaan Kehakiman dengan cabang kekuasaan lain
2.7.1. Hubungan dengan Kekuasaan Eksekutif
SPANYOL
Mahkamah
Mahkamah
Agung
Konstitusi
1. Raja dapat
1.
Menguji
melaksanakan hakkonstitusionalitas
prerogratifnya
perjanjian
untuk membatalkan
internasional
putusan MA,
yang diratifikasi
dengan
jika diminta oleh
membahasnya
Pemerintah.
melalui dewan
2.
Mahkamah
menteri terlebih Konstitusi
dahulu
sebagai
2. Dalam membuatpenjewantahan
Sections dan
konsep check and
Courts harus
balances
memperhatikan terhadap tindakan
saran dari
pemerintah yang
Pemerintah,
diduga
Komunitas
melanggar
hak
Otonom, dan CGPJkonstitusional
3. Penyediaan
warga
negara
fasilitas dan
Spanyol.
dukungan
(recursos
de
diberikan oleh
amparo)
negara melalui 3.
Menguji
Departemen
konstitusionalitas
Kehakiman.
suatu
Undang4. Hubungan
Undang
yang
antara
dimohonkan oleh
kementrian
Pemerintah.
keuangan
3. Menyelesaikan
dengan
konflik
yang
kekuasaan
terjadi
antara
kehakiman
lembaga negara
diatur melalui
pemerintahan
Indonesia
Mahkamah Agung
Mahkamah
Konstitusi
1. Memberikan
1. Presiden
pertimbangan
mengajukan 3
kepada
Presiden
dari 9 Hakim
dalam melakukan
Konstitusi.
pengampunan,
Pengangkatan
grasi dan abolisi.
pengganti
2. Hakim
Agung,
Hakim
Ketua dan Wakil
Konstitusi juga
Ketua MA, Ketua
ditetapkan
Muda diangkat dan
melalui
disumpah
oleh
Keppres.
Presiden
2. MK mengadili
3. Ketua,
Wakil
pendapat DPR
Ketua, Ketua Muda
yang menduga
dan Hakim MA
adanya
diberhentikan tidak
pelanggaran
dengan
hormat
hukum
dan
oleh Presiden atas
konstitusi yang
usul
Mahkamah
dilakukan
Agung.
Presiden.
4. Tugas, Tanggung 3. Pemberhentian
jawab,
susunan
hakim
organisasi,
dan
konstitusi
Tata
Kerja
ditetapkan
Kepaniteraan/Sekje
dengan
nd
ditetapkan
Keputusan
melalui Keppres.
Presiden
atas
permintaan
Ketua
Mahkamah
Konstitusi.
4. Menyampaikan
salinan putusan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 35
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
UU dan
Prosedur
Hukum, dengan
tidak
mengintervensi
lebih jauh.
5. Hubungan
dengan
Advokat juga
diatur melalui
UU dan
prosedur
hukum, tanpa
adanya
intervensi dari
pemerintah.
6. Hakim digaji
oleh
pemerintah
melalui
departemen
kehakiman
khususnya
terhadap
Pemerintah
Daerah
4. 12 Hakim
Konstitusi
disumpah
oleh
Raja.
5.
Pemerintah
harus
menyediakan
dana
yang
diperlukan agar
MK
dapat
berfungsi hingga
MK bisa mencari
anggaran sendiri
2015
mengenai PUU
terhadap UUD
kepada
Presiden
2.7.2 Hubungan dengan Kekuasaan Legislatif
SPANYOL
Indonesia
Mahkamah
Mahkamah
Mahkamah
Mahkamah
Agung
Konstitusi
Agung
Konstitusi
2. Total ada 12
1. Total ada 12 1. Mahkamah
1. Mahkamah
hakim agung
hakim konstitusi
Agung
Konstitusi
dimana 4
dimana 4 orang
berwenang
bewenang
orang hakim
hakim konstitusi
menguji
menguji
agung dipilih diusulkan
oleh
peraturan
Undang-Undang
kongres, dan
kongres, dan 4
perundangterhadap UUD
4 orang hakim orang hakim dari
undangan
1945
agung lainnya senat
dibawah
2. 3 dari 9 Hakim
dipilih oleh
2. MK berwenang
undangKonstitusi
senat.
untuk
menguji
undang
diajukan oleh
2. MA terbebas konstitusionalitas
terhadap
DPR
dengan
dari
tindakan suatu UU dan
undangmekanisme fit
kesewenangenactments yang
undang.
and proper test
wenangan dari dibuat
oleh 2. Calon hakim 3. MK
dapat
legislatif karena parlemen
atau
agung dipilih
meminta risalah
telah
diatur komunitas otonom.
dan
harus
rapat DPR
mengenai
3.
Legislatif
melewati fit 4. MK mengadili
penguatan dan bekerjasama
and
proper
dugaan
DPR
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 36
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
jaminan terhadap
MA.
3.
Sekretaris
Jendral
dapat
mengajukan
usulan
dalam
pembahasan
legislatif
mengenai
remunerasi
perangkat
pengadilan,
proyek,
status
hakim, layanan
keadilan,
demarkasi
pengadilan, dan
lain-lain.
4. Setiap tahun
CGPJ wajib
melaporkan
kepada parlemen
mengenai
operasi dan
kegiatan
pengadilan yang
telah
dilaksanakan.
Kemudian
nantinya
parlemen akan
membahas
laporan tersebut.
dengan MK dalam
test
yang
konflik
lembaga
dilakukan
konstitusional,
oleh DPR
dimana Legislatif 3. Pimpinan DPR
menilai
dan DPD yang
kompetensi
akan
masing-masing
memangku
lembaga.
jabatannya
4.
Senat
atau
mengucapkan
kongres
dapat
sumpah/janji
meminta kepada
yang dipandu
MK untuk menguji
oleh
ketua
konsitusionalitas
Mahkamah
perjanjian
Agung
internasional.
5. MK terbebas
dari
tindakan
kesewenangwenangan
dari
legislatif
karena
telah
diatur
mengenai
penguatan
dan
jaminan terhadap
MK
6.
Sekretaris
Jendral
dapat
mengajukan usulan
dalam pembahasan
legislatif mengenai
remunerasi
perangkat
pengadilan,
proyek,
status
hakim,
layanan
keadilan,
demarkasi
pengadilan,
dan
lain-lain.
2015
atas pelanggaran
hukum
yang
dilakukan oleh
Presiden
5. Menyampaikan
permohonan
yang
sudah
dicatat kepada
DPR
6. Menjadi anggota
Majelis
Kehormatan
Mahkamah
Konstitusi
2.7.3 Hubungan dengan Kekuasaan Pers
SPANYOL
Mahkamah
Mahkamah
Agung
Konstitusi
Indonesia
Mahkamah
Mahkamah
Agung
Konstitusi
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 37
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
Pers memiliki peran yang penting
karena mempublikasikan inform1. asiinformasi
yang
menyinggung
kepentingan publik dalam rubriknya,
bahkan terkadang ada komentar yuridis
yang patut untuk ditindaklanjuti. Dalam
beberapa kasus ada kritik terhadap
pengadilan yang berujung pada pidana.
2015
Kekuasaan Pers khususnya televisi,
berita elektronik dan koran memiliki
peran yang sangat signifikan dengan
kekuasaan
kehakiman
dalam
memahami keadilan mayoritas di
masyarakat dan mempublikasikan suatu
putusan. Tidak jarang hakim harus
melihat nilai-nilai keadilan yang hidup
di masyarakat atas perkara yang sedang
diproses, dan itu bisa terlihat dari
komentar nitizen di media-media sosial
atas penyikapan suatu perkara. Dengan
adanya tekanan dari Pers seharusnya
jangan
dijadikan
sebagai
suatu
ancaman, akan tetapi dijadikan sebuah
peluang agar Hakim lebih berhati-hati
dan adil dalam memutus suatu perkara,
terlebih lagi terhadap kasus-kasus yang
bersinggungan langsung dengan politik
2.8 Mekanisme pengisian jabatan Hakim
Pengisian jabatan hakim yang selanjutnya disebut sebagai rekrutmen adalah
proses mencari dan menarik orang yang diinginkan oleh organisasi untuk mengisi
lowongan pekerjaan tertentu. 39 Rekrutmen merupakan proses paling awal yang
penting dalam pengelolaan sumber daya manusia. Melalui rekrutmen, suatu
organisasi dapet memastikan sumber daya manusia yang bekerja di dalamnya
memenuhi kualifikasi tertentu yang sesuai dengan tujuan berdirinya organisasi,
sehingga melalui kapasitasnya masing-masing secara personal, SDPM yang
direkrut dapat menjalankan tugasnya secara kolektif untuk mencapai visi dan misi
organisasi tersebut secara baik.40
Peran penting rekrutmen di rasakan pula bagi profesi hakim. Kritik
masyarakat internasional terhadap kualitas sebagian hakim tidak dapat dilepaskan
dari lemahnya sistem pembinaan sumber daya manusia hakim, termasuk sistem
rekrutmen. Maka dari itu ada tiga prinsip umum yang setidaknya harus dipenuhi
dalam melakukan proses rekrutmen hakim, yaitu objektivitas, transparansi dan
akuntabilitas, dan kompetensi.
39
B.N. Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2003) hlm.14
Mahkamah Agung, Kertas Kerja Pembaruan Sistem Pembinaan SDM Hakim, (Jakarta
:MARI, 2003) hlm.93
40
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 38
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
Prinsip objektivitas berarti menghendaki pelaksanaan rekrutmen dilakukan
secara obyektif dan karenanya harus ada parameter yang objektif dalam
pelaksanaan rekrutmen akan membuka pintuk bagi masuknya pertimbangan di
luar merit system dalam merekrut calon hakim. Prinsip kedua adalah adanya
transparansi dan akuntabilitas, prinsip ini menghendaki agar sebisa mungkin
seluruh proses rekrutmen, mulai dari tahap awal sampai dengan penentuan
kelulusan dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Prinsip
yang terakhir adalahnya adalah adanya kompetensi. Salah satu syarat utama bagi
seseorang hakim adalah memiliki kompetensi yang munpuni di bidang hukum.
Karena itu, seluruh proses rekrutmen harus dilakukan oleh pihak-pihak yang
memiliki kemampuan untuk mengukur hal tersebut, dengan didukung oleh metode
pengujian dan materi-materi ujian yang dapat dipergunakan untuk mengukur
tingkat kompetensi hukum calon hakim.41
Di Indonesia perekrutan hakim memiliki karakterisik yang berbeda dengan
beberapa negara lain, khususnya di negara-negara yang menganut tradisi common
law. Secara umum, pelaksanaan rekrutmen calon hakim terdiri dari beberapa
tahap yaitu :
a. Pengumuman kepada khalayak ramai adanya proses perekrutan hakim
b. Pendaftaran Administratif
c. Seleksi Administratif
d. Uji akademis
e. Uji kepribadian dan wawancara
f. Pemeriksaan hasil akhir
g. Pengumuman hasil akhir
h. Pengangkatan menjadi PNS dan calon hakim
i. Pendidikan dan pelatihan calon hakim
j. Evaluasi calon
k. Pengangkatan menjadi hakim
41
Ibid.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 39
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
Profesi hakim di Indonesia lebih bersifat karir sebagaimana layaknya pegawai
negeri sipil biasa.42 Menurut ketentuan Pasal 14 ayat (1) UU No.49 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan
Umum syarat untuk menjadi hakim pengadilan adalah:
1) Warga Negara Indonesia;
2) Bertaqwa kepada Tuhan YME;
3) Setia kepada Pancasila dan UUD 1945;
4)Sarjana Hukum;
5) Lulus pendidakn hakim;
6) Sehat jasmani dan rohani;
7) Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
8) Berumur serendah-rendahnya 25 tahun;
9).Tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
Kedelapan syarat tersebut, sebagian besar masuk dalam kategori persyaratan
yang bersifat administratif. Seharusnya, selain syarat administratif perlu diatur
juga mengenai syarat profesional dan syarat personal. Salah satu bentuk nyata
syarat profesional adalah terkait kemampuan analisa hakim, standar pengetahuan
hakim, dan kemampuan menyelesaikan masalah (solutif). Di samping itu,
diperlukan juga syarat-syarat personal yang bersifat kualitatif, seperti syarat taqwa
terhadap Tuhan YME, integritas kepribadian, karakter, dan kebiasan calon hakim.
Syarat-syarat profesional dan personal demikian perlu diatur lebih rinci untuk
menjamin bahwa hakim yang diangkat benar-benar orang yang tepat untuk
mendapatkan amanah tersebut.
Di samping itu, persyaratan usia hakim juga perlu disempurnakan. Usia 25
tahun dapat dipandang terlalu muda untuk menjadi seorang hakim yang
berwibawa. Hakim semakin tua dapat dipandang semakin matang dan semakin
arif serta bijaksana. Karena itu, bersamaan dengan usia harapan hidup yang terus
42
Pranoto Iskandar dan Yudi Junadi, Memahami Hukum Di Indonesia Sebuah Korelasi Antara
Politik, Filsafat dan Globalisasi, (Cianjur: IMR Press, 2011), hal. 171.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 40
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
meningkat di Indonesia, sebaiknya usia 40 tahun paling rendah sampai 70 tahun
sebagai usia pensiun. Dengan demikian, usia pengabdian seorang hakim paling
lama adalah 30 tahun, yaitu antara usia 40 tahun sampai dengan 70 tahun.
Dengan demikian, dilihat dari Pasal 14A bahwa Pengangkatan hakim
pengadilan negeri dilakukan melalui proses seleksi yang transparan, akuntabel,
dan partisipatif. Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan negeri dilakukan
bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Kemudian nantinya,
Hakim Pengadilan tersebut diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul
Ketua Mahkamah Agung dan atas usul Komisi Yudisial jika yang bersangkutan
tidak melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim sesuai dengat Pasal 16
ayat (1b).
Jika tadi telah dijabarkan mengenai rekruitmen hakim di tingkat pengadilan
biasa, sekarang penulis akan memaparkan mengenai mekanisme rekruitmen untuk
Hakim Agung. Berdasarkan Pasal 6A UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang
menyebutkan bahwa “Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian
tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman dibidang hukum.”
43
Calon
hakim agung diseleksi oleh Komisi Yudisial dan diajukan untuk mendapatkan
persetujuan DPR sebagaimana mestinya. Menurut ketentuan Pasal 24A ayat (3)
UUD 1945, “Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan
Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan
sebagai Hakim Agung oleh Presiden”. Artinya, Komisi Yudisial bertindak sebagai
pengusul, sedangkan DPR sebagai pemberi persetujuan atau penolakan, dan
selanjutnya diangkat oleh Presiden dengan ditetapkan melalui Keputusan
Presiden. Dari ketentuan tersebut jelas bahwa Dewan Perwakilan Rakyat tidak
ditentukan harus mengadakan ‘fit and proper test’ dan pemilihan hakim agung
sebanyak sepertiga dari jumlah yang dicalonkan oleh Komisi Yudisial.
44
Ketentuan yang menarik disini adalah adanya hak untuk menyetujui atau menolak
yang disebut sebagai hak konfirmasi (the right to confirm) yang dimiliki Dewan
Perwakilan Rakyat dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap
43
Indonesia, UUPerubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung, UU No. 3 Tahun 2009, LN. No. 3 Tahun 2009, TLN. Nomor 4958.
44
Asshiddiqie,, loc.cit.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 41
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
pengangkatan dan pemberhentian pejabat publik yang dipandang tidak boleh
dibiarkan ditentukan sendiri secara sepihak oleh Presiden. Karena itu, fungsi
pengawasan oleh DPR itu dilakukan tidak saja menyangkut pelaksanaan
kebijakan legislatif berupa (i) tindakan implementasi UU dan (ii) penjabaran
pengaturan UU dalam peraturan pelaksanaan yang lebih operasional, tetapi juga
(iii) dalam bentuk penngawasan terhadap pengangkatan dan pemberhentian
pejabat publik tertentu yang tidak boleh dibiarkan ditentukan sendiri secara
sewenang-wenang oleh Presiden.
Berdasarkan Pasal 8 UU No. 3 tahun 2009 bahwa hakim agung ditetapkan
oleh Presiden dari nama yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, yang
diusulkan oleh Komisi Yusidial. Dengan demikian, calon yang diajukan oleh
Komisi Yudisial cukup sebanyak yang diperlukan, yang apabila tidak mendapat
persetujuan, barulah diajukan lagi alternatif calon penggantinya. Setelah DPR
menyatakan persetujuannya, baru lah calon Hakim Agung itu diajukan oleh
Komisi Yudisial untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden dan dilantik di
Istana dengan disaksikan oleh Presiden. Dengan demikian, pengangkatan Hakim
Agung melibatkan semua fungsi kekuasaan yang terpisah, yaitu Komisi Yudisial
sebagai lembaga penunjang , DPR sebagai cabang kekuasaan legislatif, dan
Presiden sebagai cabang kekuasaan eksekutif.
Adanya keterlibatan DPR dalam proses pengangkatan Hakim Agung tersebut
juga berkaitan dengan kepentingan untuk menjamin adanya akuntabilitas (public
accountability) dalam pengangkatan Hakim Agung. Bagaimanapun juga,
pengakuan akan penting dan sentralnya prinsip independensi peradilan (the
independence of judiciary) sebagai Negara Hukum modern harus lah diimbangi
dengan penerapan prinsip akuntabilitas publik. Karena itu, fungsi partisipasi
publik dipandang penting, dan hal itu terkait dengan fungsi di DPR, bukan di KY
sebagai lembaga teknis yang bersifat administratif.
Selain itu calon hakim agung juga harus ada yang berasal dari non-karir
(Pasal 6B ayat (2)), tetapi keperluan akan ada hakim non-karir itu seharusnya
memang dibatasi. Pengangkatanannya sebaiknya dibatasi hanya sebagai
pengecualian yang memang diperlukan, seperti kebutuhan akan hakim agung
bidang perpajakan, hakim agung bidang lingkungan hidup, dan hakim agung
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 42
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
bidang ketatanegaraan, khususnya terkait dengan perkara ‘judicial review’.
Dengan keberadaan hakim non-karir sangat diperlukan untuk menjaga komposisi
keahlian di kalangan para Hakim Agung.
Selain adanya mekanisme prosedural yang harus ditempuh, setiap calon hakim
agung juga harus memenuhi syarat-syarat personal dan profesional yang
mumpuni. Hakim Agung bukanlah hakim biasa. Setiap Hakim Agung diharapkan
sudah selesai dengan urusan keluarganya, dalam arti kewajiban mendidik anakanak sudah selesai. Hakim Agung sebaiknya memiliki rekam jejak yang jelas
mengenai integritas perilakunya, mengenai prestasi dan capaian-capaian yang
dihasilkannya selama karir dan pengalamannya di bidang pembangunan hukum
dan penegakan hukum, khususnya di bidang peradilan. Karena itu, calon Hakim
Agung sebaiknya mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum sekurangkurangnya 15 tahun dengan usia maksimum ketika dicalonkan adalah 60 tahun.
Dalam sistem pendidikan tinggi hukum yang sudah berkembang pesat dewasa
ini dengan sistem strata 1, strata 2, dan strata 3 cukup masuk akal jika calon
Hakim Agung dipersyaratkan minimal sudah menyelesaikan pendidikan magister
hukum, dan pernah menerbitkan buku hukum atas namanya sendiri. Ketrampilan
menulis itu harus dibiasakan dan karena itu perlu dipersyaratkan, karena salah
satu tugas hakim adalah menulis pendapat hukum dan membuat putusan yang
berisi analisis-analisis hukum yang mendalam, sehingga dapat menghasilkan
temuan-temuan hukum yang bersifat inovatif.
Sebagai Hakim Agung juga seharusnya mempunyai pengalaman yang cukup
dalam memimpin lembaga peradilan atau lembaga hukum pada umumnya. Paling
sedikit 20 tahun menjadi hakim, termasuk paling sedikit 3 tahun menjadi hakim
tinggi. Dengan begitu, Hakim Agung dapat diharapkan memiliki pengalaman
kepemimpinan yang memadai untuk menjadi Hakim Agung yang kreatif dan
inovatif. Para hakim agung harus menyadari posisinya dalam memimpin proses
pencerahan kehidupan bangsa dalam mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia. Selain itu, calon hakim agung juga tidak pernah dijatuhi pidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan atau diberhentikan sementara akibat melakukan
pelanggaran kode etik atau pedoman perilaku hakim. Hal ini berdasarkan
ketentuan Pasal 7 UU No. 3 tahun 2009.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 43
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
Jika tadi sudah dijabarkan mekanisme dan syarat menjadi seorang hakim
biasa, dan hakim agung, maka dari itu sekarang adalah pembahasan mengenai
perekrutan hakim konstitusi. Pada dasarnya hakim konstitusi bekerja di lembaga
Mahkamah Konstitusi, sedangkan Hakim Agung bekerja di Mahkamah Agung.
Hakim Konstitusi mempunyai sifat yang khusus. Karena itu, mekanisme
pengangkatannya berbeda dari hakim biasa atau pun Hakim Agung. Hakim
Konstitusi berjumlah sembilan orang yang terdiri atas tiga orang dipilih oleh DPR,
tiga orang dipilih oleh Presiden, dan tiga orang oleh Mahkamah Agung (Pasal 34).
Pembagian peran yang diberikan kepada ketiga cabang kekuasaan legislative,
eksekutif, dan judicial tersebut ditentukan untuk menjamin kedudukan Mahkamah
Konstitusi sebagai juru pengadil dalam mekanisme penyelenggaraan prinsip
negara konstitusional berdasarkan UUD 1945. Apabila timbul persengketaan
mengenai pelaksanaan kewenangan konstitusional antar lembaga-lembaga negara,
maka Mahkamah Konstitusi pula lah yang diberi kewenangan untuk mengadili
dan memutus penyelesaiannya melalui proses peradilan konstitusi. Itu sebabnya
maka rekruitmen hakim konstitusi harus diatur untuk menjamin posisinya berada
di tengah-tengah dinamika hubungan antar lembaga negara.
Selain mekanisme perekrutannya yang berbeda, syarat untuk menjadi hakim
konstitusi juga terbilang tidak mudah. Berdasarkan Pasal 33 UU No. 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa untuk dapat diangkat sebagai hakim
konstitusi, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut : memiliki integritas
dan kepribadian yang tidak tercela; adil; dan negrawan yang menguasai konstitusi
dan ketatanegaraan. Kemudian syarat ini, di pertegas dengan UU No. 8 Tahun
2011 pasal 15 ayat (2) yang berisikan, bahwa Hakim Konstitusi harus memenuhi
syarat sebagai berikut :
a. warga negara Indonesia;
b. berijazah doktor dan magister dengan dasar sarjana yang berlatar
belakang pendidikan tinggi hukum;
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
d. berusia paling rendah 47 (empat puluh tujuh) tahun dan paling tinggi
65 (enam puluh lima) tahun pada saat pengangkatan;
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 44
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
e. mampu secara jasmani dan rohani dalam menjalankan tugas dan
kewajiban;
f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
g. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; dan
h. mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15
(lima belas) tahun dan/atau pernah menjadi pejabat negara.
Dari penjabaran di atas, terlihat bahwa UU No. 8 Tahun 2011 memberi
tambahan mengenai persyaratan calon hakim Mahkamah Konstitusi,
diantaranya tentang pendidikan formal yang ditempuh, agama, batas usia,
pidana penjara, dan pengalaman kerja di bidang hukum.
Pertama, berkaitan dengan syarat pendidikan yang ditempuh calon
hakim Mahkamah Konstitusi, sebelumnya hanya dikatakan bahwa calon
hakim Mahkamah Konstitusi berpendidikan sarjana hukum. Kemudian
ditentukan bahwa calon hakim Mahkamah Konstitusi harus berijazah
doktor dan magister dengan dasar sarjana yang berlatar belakang
pendidikan tinggi hukum. Melihat perubahan ini, penulis menyambut
dengan positif karena calon hakim Mahkamah Konstitusi dengan
pendidikan hingga strata 3 tentunya menjadikan calon hakim Mahkamah
Konstitusi menjadi lebih berkompeten.
Kedua, berkaitan dengan batas usia untuk calon hakim Mahkamah
Konstitusi. Sebelumnya, dikatakan bahwa calon hakim Mahkamah
Konstitusi berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun pada saat
pengangkatan. Namun kemudian angka tersebut diubah, sehingga tidak
lagi 40 tahun namun 47 tahun, dan batas maksimal yang kemudian
ditentukan adalah 65 tahun. Penulis juga sepakat dengan perubahan ini,
karena semakin dewasa seorang hakim semakin bijak dia dalam
mengambil suatu putusan.
Ketiga, mengenai pengalaman di bidang hukum. Ketentuan tentang
lamanya seorang calon hakim Mahkamah Konstitusi menekuni bidang
hukum dalam UU No. 23 Tahun 2003 hanya 10 tahun. Kemudian, angka
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 45
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
tersebut dirubah menjadi 15 tahun dan terdapat penambahan ketentuan
yakni dan/atau pernah menjadi pejabat negara. Pasal 15 ayat 26 (2) huruf h
sepanjang frasa 'dan/atau pernah menjadi pejabat negara' telah dinyatakan
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat. Mahkamah Konstitusi menilai, syarat menjadi
Hakim
Mahkamah Konstitusi dalam pasal tersebut bertentangan dengan Pasal
28D ayat (1) UUD 1945.45 Menurut Hakim Konstitusi Akil Mochtar, pasal
15 ayat (2) huruf h tidak memberikan kriteria yang jelas. Tidak semua
orang yang pernah menjadi pejabat negara memenuhi syarat untuk
menjadi hakim konstitusi. Sebaliknya, banyak orang yang belum pernah
menjadi pejabat negara, tetapi memenuhi syarat sebagai hakim
konstitusi.46
Setelah dikemukakan pemaparan mengenai hakim-hakim yang ada di
Indonesia, sekarang adalah waktunya bagi hakim-hakim di negara Spanyol
untuk dijelaskan. Pada dasarnya pengisian jabatan hakim di Spanyol
memiliki beberapa persyaratan utama, yang pertama adalah harus
berkewarganegaraan Spanyol, memegang gelar sarjana hukum dari lulusan
universitas Spanyol, dan memenuhi persyarakat untuk berkarir di
peradilan. Persyaratan lainnya adalah memasuki karir peradilan dan lulus
ujian negara yang kompetitif. Jika nantinya memenuhi kriteria, maka para
calon harus melalui kurus di Sekolah Kehakiman selama satu tahun, dan
juga melakukan kursus praktis sebagai associate hakim di pengadilan dan
tribunal yang berbeda jurisdiksi. Jika semua persyaratan telah terpenuhi,
maka seseorang tersebut secara sah dapat dilantik sebagai hakim.
Selain jalur menjadi hakim karir, ada juga jalur hakim non karir dan
hakim perdamaian.
Hakim non karir ini dinamakan sebagai hakim
magistrates yang didapati dari lulusan terbaik kontes ahli hukum dan
pengacara, dengan persyaratan memiliki keahlian lebih dari 15 tahun.
45
Anggi Kusumadewi dan Nur Eka Sukmawati, MK Tlak Unsur DPR di Majelis
Kehormatan,
http://m.news.viva.co.id/news/read/256665-mk-
tolak-unsur-dpr-di-
majeliskehormatan, diakses pada 17 Mei 2015.
46
16 Norma dalam UU MK Baru Dibatalkan,
http://www.politikindonesia.com/index.php?k=hukum&i=27741 , diakses pada 16 Mei 2015.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 46
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
Sedangkan hakim perdamaian dipilih langsung oleh masyarakat dari
lingkungan setempat, tempat mereka bertugas.
Dalam melakukan mekanisme pengisian jabatan hakim di Spanyol
terdapat suatu lembaga khusus yang dinamakan CGPJ, atau Consejo
General Del Poder Judicial, atau jika diartikan kedalam bahasa Indonesia
berarti “Dewan Umum Kekuasaan Kehakiman” Lembaga ini adalah badan
konstitusional berdasarkan Pasal 122 Konstitusi Spanyol 1978 yang
berfungsi untuk mengatur semua Yudikatif, pengadilan, hakim di Spanyol.
Berdasarkan Pasal 107 Act 1/1986 tanggal 22 April tentang Organisasi dan
Dewan Umum Kekuasaan Kehakiman (CGPJ), dinyatakan bahwa CGPJ
mengusulkan pengangkatan dua hakim di sidang Mahkamah Konsitusi,
selain itu juga CGPJ bertanggungjawab untuk memilih, melatih,
menyediakan upgrade, promosi, status administratif dan penegakan
disiplin hakim dan magistrates. Nantinya penunjukan Hakim-Hakim
adalah atas perintah dan tunduk kepada keputusan Raja, serta
ditandatangani oleh Menteri Kehakiman. Hal ini semakin dikuatkan
menurut Pasal 110, bahwa Dewa Umum Kekuasaan Kehakiman memiliki
wewenang untuk mengatur sistem keanggotaan, pola mutasi, dan
pengisian jabatan kosong di peradilan Spanyol. Selain itu berdasarkan
Undang-Undang organik 6/1985 bahwa Dewan Umum Kekuasaan
Kehakiman bertanggungjawab untuk memilih dan membuat pelatihan bagi
hakim dan magistrates dengan nama Akademi Yudisial.
Fungsi utama dari Akademi Yudisial adalah fokus kepada dua proses
bagi para hakim dan magistrates, yaitu : Pertama, melaksanakan programprogram pelatihan awal bagi para hakim dan magistrates, kemudian yang
kedua
adalah
melaksanakan
pelatihan
berkelanjutkan
untuk
mengembangkan program dan kegiatan yang akan menghasilkan pelatihan
yang sesuai dengan pengembangan profesional dari semua anggota profesi
hukum. Uniknya akademi yudisial ini bekerjasama dengan negara-negara
yang berbahasa spanyol dalam mengadakan pelatihan hakim dan calon
hakim, misalnya : kegiatan Ibero-Amerika, Hall Summer School Juan
Carlos I, serta berpartisipasi dalam Uni Eropa.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 47
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
SPANYOL
Mahkamah
Mahkamah
Agung
Konstitusi
CGPJ berwenang Terdiri dari 12
mengusulkan
orang
Hakim
calon hakim
Konstitusi yang
agung dari hakim ditunjuk
oleh
karir yang
Raja
Spanyol
nantinya di sahkan dengan
masa
oleh Raja dan
jabatan 9 tahun.
ditandatangin
Dimana 4 hakim
melalui Menteri
konstitusi
Kehakiman. Ada
diusulkan melalui
pula jalur hakim
Kongres, 4 hakim
non karir
konstitusi
dari
(magistrates)
Senat, 2 hakim
yang berasal dari
konstitusi melalui
akademisi, atau
Pemerintah, dan 2
pengacara. Masa
hakim konstitusi
jabatannya habis
melalui
CGPJ.
ketika masuk usia Masa jabatannya
pensiun yaitu 70
habis
ketika
tahun, bisa
masuk
usia
ditambah 2 tahun. pensiun yaitu 70
tahun,
bisa
ditambah 2 tahun
lagi.
2015
Indonesia
Mahkamah
Mahkamah
Agung
Konstitusi
Calon
hakim Mahkamah
agung diusulkan Konstitusi
oleh
Komisi memiliki sembilan
Yudisial kepada orang
hakim
Dewan
konstitusi
yang
Perwakilan
menjabat selama 5
Rakyat
untuk tahun
kerja.
mendapatkan
Dimana 3 orang
persetujuan
dari
unsur
melalui fit and Eksekutif
yang
proper test dan pemilihannya
selanjutnya
dibentuk
tim
ditetapkan
panel, 3 orang
sebagai hakim unsur
legislatif
agung
oleh yang
Presiden. Masa pemilihannya
jabatan Hakim melalui fit and
Agung
hingga proper test, dan 3
memasuki usia orang
dari
pensiun yakni 70 Mahkamah Agung
Tahun.
yang
pemilihannya
dilakukan dengan
meng open tender
hakim-hakim
karir.
2.9 Pengawasan Hakim
Keputusan Mahkamah Agung RI No. KMA/080/SK/VIII/2006 tentang
Pedoman Pengawasan di Lingkungan Lembaga Peradilan memberikan definisi
pengawasan sebagai salah satu fungsi pokok manajemen untuk menjaga dan
mengendalikan agar tugas-tugas yang harus dilaksanakan dapat berjalan
sebagaimana mestinya sesuai dengan rencana dan aturan yang berlaku. Kemudian
pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman mendefinisikan hakim sebagai hakim pada Mahkamah Agung dan
hakim pada badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung termasuk di
dalamnya hakim adhoc dari empat lingkungan peradilan, yakni Peradilan Umum,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 48
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer dan hakim
pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan. Kedua
pengertian tersebut memberikan pemahaman bahwa pengawasan hakim adalah
upaya untuk menjaga agar tugas dan fungsi hakim dapat dilakukan sesuai dengan
rencana dan aturan yang berlaku.47
Di Indonesia, pengawasan
terhadap hakim maupun hakim agung
dilakukan oleh Komisi Yudisial. Pasal 24B UUD 1945, tepatnya dalam ayat (1)
disebutkan bahwa:
“Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.”
Kemudian dalam UU No. 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial, tepatnya pasal
20 ayat (1), dinyatakan bahwa Komisi Yudisial memiliki tugas antara lain:
(a) Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku Hakim;
(b) Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode
Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim;
(c) Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan
pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup;
(d) Memutuskan benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik
dan/atau Pedoman Perilaku Hakim; dan
(e) Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang
perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan
kehormatan dan keluhuran martabat Hakim.
Dengan begitu, maka dapat disimpulkan bahwa Komisi Yudisial memiliki
peran utama dalam menjaga martabat dan nama baik hakim yakni melalui
pengawasan.
Keputusan
Mahkamah
Agung
Republik
Indonesia
No.
KMA/080/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pengawasan di Lingkungan Lembaga
Peradilan juga mengatur bahwa fungsi pengawasan meliputi:
47
Sirajuddin Sailellah. Pengawasan Hakim Dalam Perspektif Filsafat Pancasila Dan
Implementasinya Dalam Lembaga Peradilan Indonesia. http://papalembang.go.id/index.
php?option=com_content&view=article&id=448:pengawasan-hakim-dalam-perspektif-filsafat
pancasila-dan-implementasinya-dalam-lembaga-peradilan-indonesia-oleh-dr-h-sirajuddinsailellahsh-mhi--257-&catid=135:artikel&Itemid=182, diakses 21 Mei 2015.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 49
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
a. Menjaga agar pelaksanaan tugas lembaga peradilan sesuai dengan rencana
dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Mengendalikan agar administrasi peradilan dikelola secara tertib
sebagaimana mestinya, dan aparat peradilan melaksanakan tugasnya
dengan sebaik-baiknya.
c. Menjamin terwujudnya pelayanan publik yang baik bagi para pencari
keadilan yang meliputi: kualitas putusan, waktu penyelesaian perkara yang
cepat, dan biaya berperkara yang murah.
Selain itu, apabila kita meninjau Undang-Undang Komisi Yudisial, tepatnya
Pasal 22 ayat (1) yang berbunyi:
“dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)
huruf a, Komisi Yudisial menerima laporan masyarakat dan/atau informasi
tentang dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim.”
Maka ternyata masyarakat juga memiliki fungsi pengawasan. Dengan
mengingat definisi masyarakat menurut KBBI yaitu “sejumlah manusia dalam arti
seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama”,
maka seluruh warga negara Indonesia merupakan pengawas terhadap hakim.
Sedangkan untuk Hakim yang berada di Mahkamah Konstitusi hanya
diawasi secara internal saja oleh Majelis Kehormatan Hakim Konsitusi dan
Dewan Etik Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Peraturan
Mahkamah Konstitusi No.2 Tahun 2014.
Sedangkan pengawasan Hakim di kerajaan Spanyol dilakukan oleh CGPJ
atau Consejo General del Poder Judicial. Berdasarkan Pasal 107 Undang-Undang
Organik 6/1985 , bahwa CGPJ memiliki tugas untuk menginspeksi pengadilan.
Kemudian dalam Pasal 171 dinyatakan bahwa CGPJ memil wewenang untuk
melakukan pengawsan terdapa semua pengadilan di kerajaan Spanyol. Hal ini
ditujukan untuk menetapkan dan memantau fungsi administrasi peradilan.
Pemeriksaan mencakup juga pertimbangan untuk mengetahui fungsi dari
pengadilan dan kinerja personel peradilan. Fokus kegiatannya adalah bagaimana
melaksanakan tugas secara cepat dan efisien. Bahwa penafsiran dan penerapan
hukum-hukum yang dibuat oleh hakim, atau apabila dalam pelaksanaan tugas
pengadilan tidak mencerminkan keadilan dalam keadaan apapun, maka hal ini
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 50
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
adalah merupakan bukan objek dari tindakan inspeksi yang dilakukan. Inspeksi
adalah badan teknis di bawah CGPJ. Didalam melaksanakan kegiatan dan
kunjungan, adalah berdasar perintah oleh Dewan Umum Kekuasaan Kehakiman
atau oleh Ketua Dewan Umum Kekuasaan Kehakiman. Layanan ini juga
menerima dan memverifikasi laporan, pengaduan dan keluhan terhadap
pelaksanaan tugas-tugas yudikatif, dimana pada sisi yang lain, pelaksaan tugastugas yudikatif juga tunduk kepada kepada Komite Disipliner .48
SPANYOL
Mahkamah
Mahkamah
Agung
Konstitusi
Dilakukan oleh
Dilakukan oleh
CGPJ (Consejo
CGPJ (Consejo
General del
General
del
Poder Judicial)
Poder Judicial)
berdasarkan
berdasarkan
Pasal 107 Law
Pasal 107 Law
6/1985. Bagian
6/1985. Bagian
yang diawasi
yang
diawasi
adalah jalannya
adalah jalannya
fungsi
fungsi
pengadilan dan
pengadilan dan
kinerja personel kinerja personel
peradilan.
peradilan.
Apabila terjadi
Apabila terjadi
pelanggaran
pelanggaran
terdapat Divisi
terdapat Divisi
Inspeksi dari
Inspeksi
dari
CGPJ yang
CGPJ
yang
menindak secara menindak secara
khusus.
khusus.
Indonesia
Mahkamah
Mahkamah
Agung
Konstitusi
Secara internal Diawasi oleh MKHK
pengawasan
atau
Majelis
dilakukan oleh Kehormatan Hakim
Badan
Konstitusi dan Dewan
Pengawasan,
Etik
Mahkamah
sedangkan
Konstitusi
untuk
secara eksternal menjaga
dan
pengawasan
menegakan
dilakukan oleh kehormatan,keluhuran
Komisi Yudisial martabata dan Kode
dalam
hal Etik
Hakim
menjaga
Konstitusi. (PMK 2
kehormatan,
tahun 2014)
martabat
dan
perilaku hakim.
48
Mahkamah Agung, Laporan Studi Banding Team Pengawasan Mahkamah Agung RI ke
Tribunal Supremo – Palacio De Justicia Madrid – Spanyol, 16-18 Desember 2009
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 51
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
BAB III
PENUTUP
1.
Dalam buku Judicial Independence : The Cotemporary Debate yang ditulis
oleh Shimon Shetreet dan Jules Deschenes telah membahas cukup baik mengenai
ketentuan normatif serta dinamika kekuasaan kehakiman di negara-negara yang
ada di dunia. Khususnya mengenai Bab 26 tentang kekuasaan kehakiman di
Spanyol karya Prof. A. Beltran Pelayo, beliau telah menulis secara jujur dan
sesuai dengan kondisi yang ada, dimana beliau tidak canggung untuk mengkritisi
kekuasaan kehakiman yang ada di Spanyol, tapi disatu sisi beliau juga tidak segan
untuk mengagungkan sistem kekuasaan kehakiman yang ada di Spanyol.
2.
Meskipun negara Indonesia dan Spanyol adalah negara yang sama-sama
menganut tradisi hukum civil law, akan tetapi terdapat perbedaan-perbedaan yang
sangat fundamental didalam bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem
pemerintahan, bahkan di cabang kekuasaan kehakimannya. Perbedaan tersebut
sejatinya adalah ciri khas masing-masing negara yang terbentuk berdasarkan
kebutuhan konstitusional di negara tersebut. Perbedaan-perbedaan tersebut terlihat
dalam definisi kekuasaan kehakiman, dasar hukum kekuasaan kehakiman, prinsip
kekuasaan
kehakiman,
struktur
kekuasaan
kehakiman,
jenis
kekuasaan
kehakiman, wewenang kekuasaan kehakiman, hubungan dengan cabang
kekuasaan lain, pengangkatan hakim, dan pengawasan hakim.
3.
Menurut Penulis cabang kekuasaan kehakiman di Indonesia masih jauh
lebih baik daripada kekuasaan kehakiman yang ada di Spanyol. Salah satu
alasannya
adalah karena di
Spanyol,
raja
memiliki
kekuasaan
untuk
mengintervensi sedemikian besarnya sehingga dapat mempengaruhi isi putusan,
hal tersebut merupakan ekses dari kehakiman atas nama raja. Hal tersebut
tentunya dapat mencederai nilai-nilai keadilan yang hidup di masyarakat, dan
independensi dari peradilan itu sendiri.
4.
Mengingat lebih baik Indonesia daripada Spanyol, penulis meyakini
bahwa Spanyol lah yang seharusnya mengadopsi kekuasaan kehakiman Indonesia,
bukan sebaliknya.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 52
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
DAFTAR PUSTAKA
Adji, Oemar Seno. 1985. Peradilan Bebas Negara Hukum. Cet.2. Jakarta:
Erlangga.
Alder, John and Peter English. Constitutional and Administrative Law. London:
Macmillan. 1989.
Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi dan Konstitusionalisme. Cetakan Pertama. Jakarta:
Konstitusi Press. 2005.
_____________. “Pokok Pikiran tentang Penyempurnaan Sistem Pengangkatan
dan Pemberhentian Hakim Indonesia,”(makalah, disampaikan pada seminar
Penyempurnaan Sistem Peradilan yang diselenggarakan oleh Komisi
Yudisial bekerjasama dengan Mahkamah Agung, Jakarta, 2011.
Budiardjo, Miriam.1998. Dasar-dasar Ilmu Politik. Cet.19. Jakarta: Gramedia,
1998.
Djokoesoetono, Hukum Tata Negara, kuliah dihimpun oleh Harun Alrasid pada
tahun 1959. Jakarta: Ghalia Indonesia 1982
Fadjar, Abdul Mukthie. Hukum Konstitusi dan Makamah Konstitusi. Cet. 1.
Yogyakarta: Citra Media, 2006.
Firmansyah, Arifin. “Komisi Yudisial Pengawal Reformasi Peradilan, Mendayung
diantara Simpati dan Resistensi”, dalam Komisi Yudisial, Komisi Yudisial
dan Reformasi pengadilan. Jakarta: Seketariat Jenderal Komisi Yudisial,
2007.
Harman, Benny K. 1997. Konfigurasi Politik dan Kekuasaan Kehakiman di
Indonesia. Cet.1. Jakarta: ELSAM.
Hoesein, Zainal Arifin. Kekuasaan Kehakiman di Indonesia. Yogyakarta:
Imperium, 2010.
Komisi Yudisial. Mengenal lebih dekat komisi Yudisial. Jakarta: Pusat Duta dan
Layanan Informasi Komisi Yudisial, 2012.
Pompe, Sebastian. ”Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung”, diterjermahkan oleh
Noor Cholis. Jakarta: Lembaga Kajian Untuk Indepedensi Peradilan, 2012.
Safa’at, Muchammad Ali. Et al. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. Jakarta:
Sekretariat Jendral Mahkamah Konstitusi RI, 2011.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 53
Rafli Fadilah Achmad - 1206246313
2015
Shetreet, Shimon dan Jules Deschenes. Judicial Independence: the Contemporary
Debate. 1995.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Page 54
Download