Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Pada era globalisasi perkembangan dan pembangunan di Indonesia melaju sangat cepat. Kenyataanya, pelaksanaan pembangunan di Indonesia tidak jarang mengakibatkan kerugian yang masif kepada masyarakat sekitar. Sejalan dengan hal tersebut, semakin hari semakin banyak gugatan yang menggunakan prosedur class actions yang diajukan ke Pengadilan Negeri dengan bermacam varian landasan gugatan. Salah satunya adalah kasus 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo yang diajukan oleh Kelompok Tani 16 dan Kelompok Tani 23 kepada Pengadilan Negeri Meulaboh karena merasa tanah miliknya diambil secara melawan hukum oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan Yayasan Pendidikan Universitas Teuku Umar. Mengacu pada gugatan yang diajukan oleh Kelompok Tani 16 dan 23 yang sangat tidak komprehensif, tampaknya kebutuhan akan informasi tentang gugatan class actions yang bersifat praktis adalah prioritas utama pengetahuan hukum masyarakat Indonesia. Class actions merupakan sinonim dari class suit atau representative action (RA).1 Class actions berasal dari bahasa Inggris, yakni gabungan kata “class” dan “action”. Pengertian dari frasa Class adalah sekumpulan orang, benda, kualitas, atau kegiatan yang mempunya kesamaan sifat atau ciri, sedangkan pengertian Action dalam istilah hukum berarti tuntutan yang dapat diajukan ke pengadilan.2 Sedangkan menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Tata Cara Penerapan Gugatan perwakilan kelompok, class actions didefinisikan sebagai suatu tata cara atau prosedur pengajuan gugatan, dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya sangat banyak, yang 1 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hlm. 139 2 E.Sundari, Pengajuan Gugatan Secara Class actions, (Yogyakarta : Universitas Atma Jaya, 2002), hlm. 8 Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 1 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 emiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum dan kesamaan tuntutan antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.3 Pada prinsipnya gugatan Class actions merupakan suatu cara untuk memudahkan Justitiabelen untuk mendapatkan pemulihan hak hukum yang dilanggar melalui jalur keperdataan.4 Karena sangatlah tidak praktis apabila kasus-kasus yang menimbulkan kerugian terhadap masyarakat luas, yang memiliki fakta, dasar hukum, dan tergugat yang sama tetapi diajukan secara sendiri-sendiri. Hal tersebut menimbulkan ketidak efisienan bagi para pihak yang mengalami kerugian, maupun pihak tergugat bahkan kepada pihak pengadilan sendiri. Di dalam bidang hukum yang menyangkut kepentingan publik, lembaga class actions memiliki kedudukan yang sangat penting dan strategis. Dikatakan strategis karena memberikan akses yang sangat besar bagi masyarakat, terutama bagi yang kurang mampu baik secara ekonomis maupun struktural untuk menuntut apa yang menjadi hak-hak mereka yang bersifat publik, misalnya hak atas kesehatan, hak atas pendidikan yang layak, hak atas lingkungan hidup yang lebih bersih dan sehat, dan lain lain.5 Tujuan dari pengajuan gugatan secara class actions adalah agar proses berperkara menjadi lebih ekonomis dan biaya jadi lebih efisien (Judicial Economy).6 Tidaklah ekonomis secara waktu dan tenaga bagi pengadilan jika harus melayani gugatan yang sejenis secara satu per satu. Manfaat ekonomis gugatan class actions ini tidak saja dirasakan secara langsung oleh penggugat, akan tetapi juga oleh tergugat, sebab dengan pengajuan gugatan secara class actions, tergugat hanya satu kali mengeluarkan biaya untuk melayani gugatan pihak-pihak yang merasa dirugikan. Biaya pengacara melalui mekanisme gugatan class actions-pun akan lebih murah daripada gugatan masing-masing individu secara satu persatu. Mekanisme pengajuan secara class actions ini juga untuk 3 Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok, Perma No.1 Tahun 2002, Ps.1. 4 Esra Stephani, Ningrum Natasya Sirait, dan Windha, “Gugatan Class actions sebagai Implikasi dari Penegakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.” Transparency Vol II, (Juni 2013), hlm. 2 5 Sundari, op,cit., hlm.25. 6 T. Kamello, “Penerapan Gugatan Class actions,” (skripsi Sarjana Universitas Sumatra Utara, Medan, 2013), hlm.46. Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 2 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 mencegah putusan-putusan yang berbeda antara Majelis Hakim yang satu dengan Majelis Hakim yang lain.7 1.2 Pokok Permasalahan 1. Bagaimana penerapan Hukum Acara dalam Perkara Perdata secara Perwakilan Kelompok (Class actions) pada putusan Pengadilan Negeri Meulaboh dengan Nomor 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo Tahun 2011? 2. Bagaimana penerapan hukum acara perdata secara perwakilan kelompok (Class actions) dalam sistem peradilan di Amerika? 3. Apakah terdapat isu terbaru terkait Hukum Acara dalam Perkara Perdata secara Perwakilan Kelompok (Class actions)? 1.3 Kasus Posisi 1.3.1 Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo Penggugat : 1. M. Syarif Basyah. Umur 74 Tahun, bertempat tinggal di Gampong Meureubo, Pekerjaan Petani, jabatan sebagai Ketua Kelompok Tani Serikat 16 Alue Penyaring Kec. Meureubo Kab.Aceh Barat, selanjutnya disebut PENGGUGAT I ; 2. Misriati. Umur 47 Tahun, bertempat tinggal di Gampong Meureubo, Pekerjaan Petani, jabatan Bendehara Kelompok Tani Serikat 16 Alue Penyaring Kec. Meureubo Kab.Aceh Barat, selanjutnya disebut PENGGUGAT II ; 3. M.Nasir. Umur 35 Tahun, bertempat tinggal di Gampong Gampa, Pekerjaan Petani, jabatan anggota Kelompok Tani Serikat 16 Alue Penyaring Kec. Meureubo Kab.Aceh Barat, selanjutnya disebut PENGGUGAT III ; 4. Muhammad Dauh. Umur 45 Tahun, bertempat tinggal di Gampong Meureubeo, Pekerjaan Petani, jabatan Sekretaris Kelompok tani Serikat 16 Alue Penyaring Kec. Meureubo Kab.Aceh Barat, selanjutnya disebut PENGGUGAT IV ; 7 Ibid., hlm. 40 Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 3 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 5. T. Ridwan Meurah . Umur 51 Tahun, bertempat tinggal di Gampong Gampa, Pekerjaan Petani, jabatan Ketua Kelompok Tani Serikat 16 Alue Penyaring Kec. Meureubo Kab.Aceh Barat, selanjutnya disebut PENGGUGAT V. Tergugat : 1. Yayasan Pendidikan Universitas Teuku Umar (YPTU). Alamat di Alue Peunyareng Kecamatan Meurebeo Kabupaten Aceh Barat, yang dalam hal ini diwakili oleh kuasanya Agus Herliza, S.H, selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT I. 2. Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh. Dalam hal ini diwakili oleh kuasanya Rusmadi, S.H. kemudian penerima kuasa tersebut memberikan kuasa subtitusi kepada Agus Herliza, S.H., selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT II. __Tahun 1968 Kelompok Tani 16 dan Kelompok Tani 23 telah melakukan penggarapan tanah secara berkelompok pada tanah Negara Bebas. Saat itu disepakati bahwa Kelompok Tani 16 memiliki tanah di Seuneubok Alue Penyareng, Kecamatan Kaway XVI dengan luas tanah 40 Hektar, sedangkan kelompok Tani 23 memiliki tanah dengan luas 50 Hektar. Merasa telah menjadi Hak-nya, maka Kelompok Tani 16 melakukan sertifikasi tanah yang dilakukan dengan kepemilikan bukti Surat Keterangan Tanah yang dikeluarkan pada tanggal 12 Desember 1975. _ 7 Tahun berselang ternyata tanah tersebut menjadi tanah sengketa. Hal itu dikarenakan pada tahun 1982 terdapat rencana dari Bupati Aceh Barat yaitu Bapak Malik Ridwan untuk membangun kampus Pertanian Yayasan Teuku Umar. Saat itu Masyarakat penggarap tanah dijanjikan oleh Bupati akan dibayarkan ganti kerugian atas tanah yang dipakai untuk pembangunan kampus Pertanian Yayasan Teuku Umar. ____Setelah 20 Tahun berlalu, akhirnya pada 2 Januari 2002 telah mulai berdiri bangunan-bangunan di atas tanah Kelompok Tani Serikat 16. Hingga tahun 2011 Ketua Kelompok Tani Serikat 16 meng-claim belum pernah ada Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 4 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 musyawarah dengan masyarakat setempat untuk membahas mengenai ganti kerugian atas tanah yang dipakai. Bahkan pada tanggal 20 Januari 2009, Bupati Ramli memberitahukan kepada Rektor Universitas Teuku Umar bahwa tanah yang telah dibangun seluas 342 Hektar sudah sah dan tidak ada masalah lagi dengan pihak manapun. _Atas perlakuan sewenang-wenang tersebut maka Kelompok Tani Serikat 16 tidak tinggal diam. Upaya yang dilakukan pertama kali adalah menyurati Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan YPTU untuk meminta penyelesaian ganti rugi atas tanah yang diambil. Faktanya, usaha tersebut tidak membuahkan hasil karena tidak sama sekali ditanggapi oleh pihak Kabupaten Aceh Barat dan YPTU. _Merasa tidak adil, akhirnya Kelompok Tani 16 mencoba mencari keadilan melalui jalur hukum. Demi merealisasikan niatnya, akhirnya pada 1 November 2011 penggugat sepakat untuk memasukan perkara ini ke Pengadilan Negeri Meulaboh secara class actions. Dalam gugatannya, penggugat mendalikan bahwa tergugat telah menguasai tanah yang diperkarakan secara melawan hukum dan penggugat meminta ganti rugi sebesar 90 Milyar atas tanah yang telah di ambil (Rp.100.000 x 90 Hektar) _Dalam persidangan yang digelar sekitar Januari 2012 Majelis Hakim yang terdiri dari Mukhtar, S.H., sebagai Hakim Ketua Majelis, Ferry Hardiansyah, S.H., M.H, dan Muhamad Iman,S.H telah memberikan nasihat kepada penggugat untuk menggunakan jasa penasehat hukum, akan tetapi penggugat dengan tegas tidak membutuhkan bantuan pengacara dalam perkara ini. _Akibatnya gugatan yang diajukan oleh penggugat menjadi tidak jelas, dan sudah ditolak sebelum masuk ke pembahasan pokok perkara. Akhirnya Majelis Hakim menolak gugatan penggugat karena tidak memenuhi kualifikasi syarat sebagai gugatan perwakilan kelompok (Class actions) pada hari Kamis tanggal 2 Ferbuari 2012 dalam sidang yang terbuka untuk umum. Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 5 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 BAB II PEMBAHASAN DAN ANALISA 2.1 Alasan Memilih Topik __Dari banyaknya topik yang tersedia di dalam mata kuliah Kapita Selekta Hukum Acara Perdata, saya sepakat untuk menjatuhkan pilihan kepada topik gugatan perwakilan kelompok (Class actions) karena beberapa alasan. __Pertama, perlu di akui Indonesia adalah negara berkembang dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia.8 Jika dikaitkan dengan era globalisasi, tentunya setiap individu akan berlomba-lomba untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya. Kondisi serba kompetitif tersebut membuka peluang besar akan terjadinya benturan kepentingan antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat Indonesia lainnya atau bahkan dengan penguasa setempat, maka dari itu pemahaman mengenai gugatan secara berkelompok (class actions) mutlak untuk dipahami secara utuh. Sehingga apabila terjadi perselisihan antara masyarakat dengan penguasa setempat, orang-orang Indonesia memiliki dasar-dasar pengetahuan hukum untuk memaksimalkan people power yang diaplikasikan dengan cara mengajukan gugatan secara class actions ke pengadilan. __Kedua, ketentuan mengenai hukum acara gugatan perwakilan kelompok (Class actions) memiliki ciri khas yang sangat unik, yaitu pengajuan gugatan yang dilakukan secara berkelompok, adanya mekanisme Opt in dan Opt out, identik dengan people power, dan adanya syarat-syarat khusus seperti kesamaan fakta, dasar hukum dan tergugat yang dituju. __Ketiga, ketentuan class actions di Indonesia masih tergolong baru dan masih perlu untuk dikembangkan. Secara umum, perlu diakui ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2002 masih perlu dikembangkan dengan kajian-kajian teoritis yang lebih komprehensif. 8 Badan Pusat Statistik, “Jumlah Penduduk Indonesia menurut Provinsi, 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 2010” http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=12 , diunduh pada 14 Desember 2014. Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 6 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 Sehingga tidak adalagi istilah yang menyatakan bahwa terdapat praktisi hukum maupun hakim di pengadilan yang tidak memahami aspek teknis penerapan prosedur class actions.9 __Keempat, gugatan class actions pertama kali dikenal pada abad ke 18 di Inggris, kemudian meluas penerapannya di abad ke-19 di negara negara common law lain seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan lain-lain.10 Sedangkan di Indonesia ketentuan mengenai hukum acara class actions baru dikenal pada tahun 2002. Tentunya sangat menarik untuk meneliti secara historis dan mengkomparasikan ketentuan class actions di negara common law dengan negara civil law seperti Indonesia.11 2.2 Dasar Hukum dan Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor : 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo Dasar hukum beracara menggunakan gugatan perwakilan kelompok (class actions) terdapat dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2002. Selebihnya diatur secara mandiri di dalam ketentuan perundangundangan, setidaknya ada 6 peraturan yang mengakomodir ketentuan mengenai class actions yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah No.57 Tahun 2001 tentang Badang Perlindungan Konsumen Nasional, Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, dan Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya masyarakat.12 Berbeda dengan di Amerika Serikat penerapan kasus class actions meliputi kasus9 Kamello, op.cit., hlm.51. Harahap, op.cit., hlm.137 10 11 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta : Rajawali Pers, 2012), hlm.20. 12 Aa Dani Saliswijaya, Himpunan Peraturan Tentang Class Action, (Jakarta : Gramedia, 2004), hlm.vii. Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 7 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 kasus yang sangat bervariasi, tidak hanya mengenai lingkungan dan konsumen akan tetapi mencakup pula perbuatan melawan hukum, pemecatan massal, kontrak konsumen, bencana alam, hak cipta, dan lain lain.13 Secara substansial Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2002 lebih menitikberatkan mengenai ketentuan formil dari class actions yang terdiri dari acara memeriksa, mengadili, dan memutus gugatan yang diajukan, sedangkan 6 peraturan lainnya lebih fokus mengenai adanya peluang mekanisme gugatan secara berkelompok di bidang masing-masing sengketa. Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor : 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo ada beberapa poin yang perlu ditinjau lebih komprehensif dengan menggunakan kajian teoritis yang ada, diantaranya yaitu : 1. Syarat Formil Class actions Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2002 terdapat beberapa syarat formil yang merupakan conditio sine qua non untuk mengajukan gugatan secara Class actions, diantaranya adalah sebagai berikut : A. Adanya Kelompok (Class) Berdasarkan Pasal 2 huruf a dan c Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2002 syarat pertama untuk mengajukan gugatan class actions adalah adanya kelompok atau class. Secara garis besar kelompok tersebut terdiri atas dua komponen utama, yaitu Perwakilan Kelompok (Class Representative) dan Anggota Kelompok (Class Members). Perwakilan Kelompok adalah orang yang berinisiatif tampil untuk bertindak melakukan tindakan berupa mengajukan gugatan, yang mana gugatan tersebut untuk dan atas nama sendiri dan sekaligus atas nama anggota kelompok (one or more of the as representing all).14 Wakil kelompok memiliki kedudukan dan kapasitas sebagai kuasa menurut hukum (Legal Mandatory) atau wettelijke vertegenwoordig yaitu peraturan perundang-undangan sendiri (dalam hal ini PERMA) yang memberikan hak dan kewenangan bagi wakil 13 Janet Cooper Alexander, “An Introduction to Class Action Procedur in The United States” http://law.duke.edu/grouplit/papers/classactionalexander.pdf., diunduh pada 13 Desember 2014. 14 Stuart Sime, A Practical Approach to Civil Procedure, (London : Blackstone, 2001), hlm.70. Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 8 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 kelompok sebagai kuasa kelompok demi hukum.15 Dengan demikian, tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari anggota kelompok, dan tanpa memerlukan persetujuan dari anggota kelompok, demi hukum dapat bertindak mewakili kelompok. Ketentuan mengenai hal ini memiliki kemiripan dengan di Amerika, yang menyatakan bahwa the individual who wants to initiate a class actions, need not get the permission of potential class members before moving for certification.16. Berdasarkan Pasal 2 huruf C syarat untuk menjadi wakil kelompok adalah memiliki kejujuran dan memiliki kesungguhan melindungi kepentingan anggota kelompok. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor : 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo yang menjadi perwakilan kelompok adalah M. Syarif, Misriati, M.Nasir, M. Daud, dan T. Ridwan Meurah yang mewakili Serikat Kelompok Tani 16 dan Kelompok Tani 23. Pada dasarnya, jumlah wakil kelompok tidak mutlak harus berjumlah satu orang saja, akan tetapi dimungkinkan juga dapat terdiri dari beberapa orang. Dalam hal ini, sudah tepat apabila 5 wakil kelompok tersebut men-declare dirinya sebagai wakil dari Kelompok Tani 16 dan 23 tanpa memerlukan aklamasi dari kelompoknya, asalkan kelompok tersebut memiliki kejujuran dalam beracara dan memiliki kesungguhan untuk memperjuangkan kepentingan anggota kelompoknya. Sebenarnya, 5 orang tersebut memiliki hak untuk menunjuk kuasa atau pengacara berdasarkan Pasal 2 huruf D Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002, dan hal tersebut sejatinya sudah di tawarkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh, akan tetapi wakil kelompok ini secara tegas tidak membutuhkan jasa seorang kuasa hukum. B. Adanya Anggota Kelompok (Class Members) Berdasarkan Pasal 2 huruf A Peraturan Mahkamah Agung dikatakan bahwa Jumlah anggota kelompok sedemikian banyaknya sehingga tidak efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersamasama dalam gugatan. 15 Harahap, op.cit., hlm.145 John J. Cound, Civil Procedure : Cases and Materials, (St.Paul Minn : West Publishing, 1985) , hlm. 627. 16 Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 9 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 Dari ketentuan normatif diatas terdapat frasa yang kurang jelas, yaitu terkait jumlah anggota kelompok yang sedemikian banyaknya. Setelah penulis meneliti dari Peraturan Mahkamah Agung tersebut ternyata tidak benar diatur mengenai batas minimal jumlah anggota. Menurut Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata, dikatakan bahwa makna sedemikian banyaknya adalah apabila ketika penyelesaian perkara melalui proses kumulasi objektif, kumulasi subjekif, proses intervensi dalam bentuk voeging menjadi tidak efektif dan tidak efisien karena sedemikian rupa banyak konstituennya. Menurutnya, apabila anggota hanya terdiri dari 5 atau 10 orang, dianggap tidak memenuhi syarat berperkara melalui sistem class actions karena masih lebih efektif dan efisien melalui gugatan kumulasi. Ternyata apabila hal tersebut terjadi Majelis Hakim memiliki wewenang untuk menyatakan bahwa permohonan tidak memenuhi syarat, dan dinyatakan tidak dapat diterima yang kemudian harus diajukan melalui gugatan perdata biasa. Ketidakjelasan kategorisasi tersebut ternyata tidak terjadi di Amerika Serikat, karena di dalam Federal Trade Commision Improvement, ditentukan bahwa batas minimum anggota kelompok yang dianggap memenuhi syarat mengajukan proses berperkara secara class actions minimal sebanyak 100 orang yang tergolong anggota kelompok.17 Menurut Penulis dalam Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor : 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo penggugat kurang cermat dalam memenuhi syarat-syarat dari class actions. Pertama, penggugat tidak merdeskripsikan secara rinci berapa banyak jumlah anggota Kelompok Tani 16 dan Kelompok Tani 23, hal tersebut mengakibatkan Majelis Hakim tidak bisa menilai secara pasti apakah kelompok ini dapat dikategorikan sebagai unsur sedemikian banyaknya atau tidak. Apabila ternyata kelompok tersebut hanya berjumlah 5-10 orang, maka berdasarkan uraian di atas akan lebih baik apabila pengajuan gugatan secara kumulasi saja. Namun, apabila ternyata kelompok tersebut luar biasa banyaknya, solusinya adalah bukan dengan tidak mencantumkan jumlah anggota kelompok, tetapi solusinya adalah dapat membagi menjadi subkelompok atau bisa juga men-split berdasarkan jenis 17 United States, “Consumer Product Warranties,” http://www.gpo.gov/fdsys/pkg/USCODE-2009-title15/html/USCODE-2009-title15-chap50.htm, diunduh pada 14 Desember 2014 Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 10 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 tuntutan dan sifat kerugian yang di cantumkan dalam surat permohonan. Kedua, penggugat mendalilkan berdasarkan fakta-fakta saja, tidak memberikan penjelasan mengenai dasar hukum sengketa. Hal tersebut mengakibatkan gugatan yang diajukan oleh Kelompok Tani 16 dan Kelompok Tani 23 tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan dapat dikategorikan sebagai obscuur libel. Ketiga, penggugat tidak memuat secara jelas mengenai pendistribusian ganti rugi kepada seluruh anggota kelompok, akan tetapi hanya menyatakan nominal ganti kerugian yang harus dibayarkan dari pihak tergugat. Seharusnya, penggugat mendeskripsikan pendistribusian ganti rugi dengan membentuk tiam atau panel yang bertindak untuk membantu kelancaran pendistribusian ganti rugi. 2. Kesamaan Fakta atau Dasar Hukum Syarat yang kedua berdasarkan Pasal 1 huruf a adalah adanya kesamaan fakta. Kesamaan fakta atau commonality memiliki makna bahwa harus ada kesamaan fakta maupun peristiwa dan dasar hukum (question of law) antara pihak yang mewakili dan pihak yang diwakili dalam pengajuan gugatan.18 Menurut Penulis dalam Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor : 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo antara wakil kelompok (class representatives) dan anggota kelompok (class members) nyata-nyata memiliki kesamaan fakta , kesamaan dasar hukum, dan kesamaan kerugian dalam hal menguasai tanah sengketa berdasarkan hak bebas karena memiliki Surat Keterangan Tanah yang dikeluarkan pada tanggal 12 Desember 1975, akan tetapi tanah tersebut diambil secara melawan hukum oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan Yayasan Pendidikan Universitas Teuku Umar. 3. Kesamaan Jenis Tuntutan Syarat ini memiliki kaitan yang erat dengan syarat kesamaan fakta atau dasar hukum.19 Syarat kesamaan jenis tuntutan secara implisit disebut dalam Pasal 1 18 Nicholas M. Pace, “Class Actions In The United States Of America : An Overview Of The Process and The Empirical Literature”, http://globalclassactions.stanford.edu/sites/default/files/documents/USA__National_Report.pdf, diunduh pada 14 Desember 2014. 19 Harahap, op.cit., hlm.151 Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 11 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 huruf b yang menyatakan bahwa Wakil Kelompok adalah satu orang atau lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya. Jika ditafsirkan dari ketentuan dalam Pasal tersebut dapat kita simpulkan dua hal yaitu yang pertama adalah timbul jenis kerugian yang sama yang dialami wakil kelompok dan anggota kelompok, dan yang kedua adalah pada dasarnya bentuk kerugian itu nyata (actual loss), atau kerugian material, tetapi bejuga bersifat kerugian imateriil.20 Kesimpulannya adalah kesamaan jenis tuntutan atau Typicality artinya harus terdapat kesamaan tuntutan hukum maupun pembelaan dari seluruh anggota yang diwakili (class members). Menurut Penulis dalam Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor : 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo terdapat kesamaan jenis tuntutan antara wakil kelompok (class representatives) dan anggota kelompok (class members) yang berupa meminta ganti rugi terhadap tanah para penggugat yang diambil secara melawan hukum oleh tergugat senilai Rp.100.000/Permeter x 90 Hektar = Rp. 90.000.000.000 (sembilan puluh milyar rupiah), larangan untuk membangun bangunan di masa mendatang, menghentikan kegiatan belajar mengajar dan menghentikan proses sertifikasi tanah yang belum selesai. Hal tersebut dapat kita lihat dari poin ke dua dan ke tiga petitum penggugat. 2. Syarat Formulasi Gugatan Menurut ketentuan Pasal 3 dan pasal 10 Peraturan Mahkamah Agung, hal pertama yang perlu di garis bawahi mengenai syarat pengajuan gugatan dengan cara class actions adalah ketentuannya tetap tunduk pada hal-hal yang diatur dalam Hukum Acara Perdata, dalam hal ini adalah HIR dan RBG, namun harus juga memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 10 Peraturan Mahkamah Agung. Secara ringkas syarat-syarat mengajukan gugatan dengan cara class actions adalah sebagai berikut :21 20 21 Ibid., hlm.152. Ibid., hlm.153. Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 12 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 a. Mencantumkan dan mengalamatkan gugatan berdasarkan kompetensi absolut dan relatif sesuai dengan sistem dan patokan yang diatur dalam Pasal 118 HIR. Kompetensi absolut adalah wewenang mutlak yang menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan.22 Dalam kasus ini, karena persoalannya adalah mengenai ganti rugi atas tanah yang diambil secara melawan hukum, maka hal tersebut masuk ke dalam kewenangan dari Pengadilan Negeri kamar Perdata. Sedangkan, kompetensi relatif adalah terkait dengan pengadilan negeri wilayah mana yang berwenang untuk mengadili suatu perkara. Dalam kasus ini, karena penggugat secara bersama-sama bertempat tinggal di daerah Kabupaten Aceh Barat, maka pengadilan yang berwenang mengadili adalah Pengadilan Negeri Meulaboh. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 118 H.I.R dan asas “Actor Sequitur Forum Rei”. Itu artinya, penggugat sudah tepat mengalamatkan gugatanya dalam kasus ini. b. Mencantumkan tanggal pada gugatan Pada dasarnya Penulis tidak memiliki akses terhadap berkas gugatan dari penggugat, akan tetapi didalam halaman 3 Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor : 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo dapat disimpulkan bahwa gugatan di terima oleh Kepaniteraan pada tanggal 15 November 2011. c. Gugatan ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya Pada dasarnya Penggugat tidak menggunakan jasa dari Pengacara . Itu artinya, didalam berkas gugatan penggugat hanya terdapat 5 tanda-tangan Wakil Kelas tanpa adanya tanda-tangan dari pihak Pengacara. d. Menyebutkan identitas para pihak yang minimal terdiri atas nama lengkap dan alias, serta alamat atau tempat tinggal. Pada dasarnya Penulis tidak memiliki akses terhadap berkas gugatan dari penggugat, akan tetapi didalam halaman 1 Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor : 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo dapat disimpulkan bahwa terdapat 5 orang yang mengajukan gugatan ke pengadilan, diantaranya adalah adalah M. Syarif, Misriati, M.Nasir, M. Daud, dan T. Ridwan Meurah. Dimana masing-masing orang tersebut menjelaskan identitasnya yang terdiri dari umur, tempat tinggal, 22 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, (Bandung : Mandar Maju, 2005), hlm.11. Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 13 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 pekerjaan, dan jabatan dalam institusinya. Itu artinya, gugatan oleh penggugat dalam hal ini sudah lengkap dan tidak terdapat kesalahan. e. Mencantumkan fundamentum pretendi yang terdiri dari dasar hukum gugatan (rechtelijke gronds) dan dasar fakta gugatan (feitelijke gronds). Seperti yang telah dijelaskan di atas, kesalahan utama penggugat dalam kasus ini adalah dengan tidak memaparkan dasar hukum gugatan. Padahal sejatinya, dasar hukum gugatan merupakan hal utama yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim apakah tindakan yang dilakukan oleh tergugat melanggar ketentuan hukum nasional ataukah tidak. Maka dari itu penggugat harus merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada khususnya KUHPer jika yang didalilkan adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Sedangkan penggugat hanya menjelaskan mengenai rangkaian cerita yang terjadi dalam tanah sengketa. Hal tersebut hanya dapat dikategorikan sebagai dasar fakta gugatan (feitelijke gronds). f. Memuat petitum gugatan. Penggugat meminta kepada Majelis Hakim sebanyak 4 petitum. Jika kita klasifikasikan, maka petitum tersebut berjenis deskripsi tunggal. Itu artinya, petitum penggugat tidak berbentuk alternatif atau subsidiary yang meminta gugatan dipenuhi secara berlapis karena dalam kasus ini penggugat dalam petitum nya tidak menjabarkan gugatan primair dan gugatan subsidair. 3. Proses Pemeriksaan Awal (Verifikasi/Sertifikasi) Dasar hukum dari proses pemeriksaan awal terdapat dalam ketentuan Pasal 5 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002. Proses ini lazim dinamakan sebagai preliminary certificate test, atau preliminary hearing.23 Tujuan dari adanya proses ini adalah memeriksa tentang sah atatu tidaknya persyaratan class actions yang diajukan sesuai dengan kriteria yang terdapat dalam Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002. Secara garis besar hal-hal yang wajib diperiksa dalam tahap ini adalah : Definisi dan deskripsi kelompok, apakah memenuhi syarat spesifik. Wakil kelompok apakah jujur dan benar-benar mengurus kepentingan kelompok. 23 Harahap, op.cit., hlm.155 Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 14 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 Apakah jumlah kelompok memenuhi syarat numerousity sehingga tidak efektif dan efisien penyelesaian perkara melalui gugatan biasa. Menilai dan mempertimbangkan apakah terdapat \kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum dan kesamaan tuntutan antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.24 Tak hanya itu, berdasarkan Pasal 5 ayat 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 Majelis Hakim juga diberi kewenangan untuk memberi nasihat kepada penggugat dan tergugat berkenaan dengan syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 3. Dalam hal ini Majelis Hakim telah memberikan nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki poin ke-V posita dan telah menawarkan kepada penggugat untuk dapat diwakili oleh Pengacara. Dalam kasus 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo Majelis Hakim menilai bahwa kriteria gugatan untuk mengajukan secara class actions tidak terpenuhi. Seperti yang telah dijelaskan dibagian sebelumnya, hal itu dikarenakan gugatan tidak memenuhi syarat yang digariskan pada Pasal 3. Itu artinya berdasarkan Pasal 5 ayat 5 jika gugatan dinyatakan tidak sah maka Majelis Hakim diharuskan menuangkannya dalam bentuk putusan, yang berdiktum menyatakan gugatan secara class actions tidak sah dan memerintahkan pemeriksaan dihentikan. Dalam hal ini, Majelis Hakim sudah tepat dengan mengeluarkan putusan pengadilan, bukan dengan mengeluarkan suatu penetapan. Dengan demikian, sejatinya sudah tidak adalagi proses beracara setelah dikeluarkannya putusan ini, akan tetapi karena kebutuhan akademis penulis tetap melanjutkan pembahasan proses beracara hingga akhir. 4. Perdamaian Proses selanjutnya adalah perdamaian. Dasar hukum proses perdamaian dalam sengketa class actions diatur berdasarkan Pasal 6 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002. Pasal ini berisi perintah kepada Hakim untuk wajib mendamaikan para pihak.25 Menurut Yahya Harahap Pasal ini merupakan hiasan 24 25 Ibid., hlm.156. Ibid., hlm.159. Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 15 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 formal belaka tanpa daya karena dalam penerapannya seperti Pasal 130 HIR sangat jarang Hakim berdedikasi untuk menyelesaikan perkara melalui perdamaian. Hal ini sangat berbeda dengan apa yang diatur dalam ketentuan perdamaian class actions di Amerika Serikat. Untuk menghindari tindakan wakil kelompok yang bersekongkol dengan tergugat maka Majelis Hakim berwenang untuk mengeluarkan unfair settlement atau menyatakan bahwa telah terjadi perdamaian yang tidak jujur.26 Konsekuensinya adalah perdamaian tersebut dianggap tidak sah karena tidak unfair dan unreasonable.27 Dalam kasus 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo Majelis Hakim tidak sempat mendamaian para pihak, karena perkara sudah terhenti dalam tahap pemeriksaan awal. Akan tetapi, apabila telah terjadi perdamaian maka berdasarkan Pasal 10 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 maka perdamian tersebut harus dimuat dalam suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap (tertutup adanya upaya banding dan kasasi), bersifat final mengikat dan langsung memiliki kekuatan eksekutorial. Putusan tersebut memuat diktum “menghukum para pihak memenuhi dan melaksanakan isi perdamaian”.28 5. Pemberitahuan Anggota Kelompok (Notifikasi) Proses selanjutnya adalah pemberitahuan (notifikasi), dan proses ini bersifat imperatif atau wajib dilakukan. Berdasarkan Pasal 1 huruf e Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 Pemberitahuan dilakukan oleh Panitera atas perintah dari Hakim kepada anggota kelompok. Proses notifikasi dilakukan ketika keluarnya penetapan bahwa gugatan perwakilan tersebut sah setelah diteliti dan memenuhi syarat. Cara pemberitahuan dilakukan dengan prinsip mudah dijangkau oleh anggota kelompok, seperti dengan media cetak dan/atau elektronik, pemberitahuan di kantor pemerintah dan lain lain. Tujuan dari adanya pemberitahuan adalah agar semua anggota kelas mengetahui akan adanya gugatan 26 Unknown, “Frequently Asked Quetions about Class http://www.classactionlitigation.com/faq.html, diunduh pada 14 Desember 2014 27 Cound, op.cit., hlm.637 28 Harahap, op.cit., hlm.160 Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Actions” Page 16 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 class actions dan untuk memberikan kesempatan bagi anggota kelas yang ingin menyatakan keluar (Opt out) .29 Dalam kasus 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo Majelis Hakim tidak sempat memerintahkan kepada Panitera untuk melakukan pemberitahuan kepada anggota kelas, karena perkara ini sudah terhenti dalam tahap pemeriksaan awal. Sedangkan, proses pemberitahuan atau notifikasi harus dilakukan apabila terpenuhi syarat class actions dengan suatu penetapan pengadilan. Dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002 pun tidak ada kewajiban untuk menyampaikan pemberitahuan apabila gugatan dinyatakan tidak sah, cukup wakil kelompok saja yang mengetahuinya. Akan tetapi, jika dihubungkan dengan prinsip peradilan yang transparan (huruf A konsideran Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002), meskipun gugatan dianggap tidak sah sebaiknya pemberitahuan tetap dilakukan dengan tujuan memberikan kabar mengenai proses gugatan kepada seluruh anggota kelompok. 6. Pernyataan Keluar (Opt Out) Setelah adanya pemberitahuan (notifikasi) maka proses selanjutnya adalah pernyataan keluar, dan proses ini bersifat fakultatif atau tidak wajib dilakukan (pilihan). Berdasarkan Pasal 1 huruf f dan Pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002 yang dimaksud dengan pernyataan keluar adalah suatu bentuk pernyataan tertulis yang ditandatangi dan diajukan kepada pengadilan dan/atau pihak penggugat, oleh anggota kelompok. Itu artinya, proses ini memberikan kesempatan dalam jangka waktu tertentu untuk menyatakan keluar dari kasus gugatan class actions apabila tidak ingin dilibatkan dalam gugatan class actions, sehingga putusan mengadilan tidak memihak dirinya.30 Akibat dari anggota kelompok yang mempergunakan hak keluar (option out right) adalah tidak mengikat dan berkekuatan kepadanya. Artinya, anggota tersebut tidak melekat ne bis in idem, sehingga dia dapat mengajukan gugatan yang sama kepada tergugat. Dalam kasus 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo tidak terdapat anggota kelas yang menyatakan keluar dari kasus gugatan, hal tersebut terjadi karena tidak adanya 29 Disriani Latifa Soroinda, Slide Mata Kuliah Class Action, (Depok : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013), Slide.8 30 Ibid., Slide 10. Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 17 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 proses pemberitahuan terlebih dahulu , tidak adanya proses pemberitahuan disebabkan karena perkara ini sudah terhenti dalam tahap pemeriksaan awal. 2.3 Analisa Putusan Ditinjau dari Penerapannya Dalam sejarah class actions, terdapat beberapa aliran, sikap, dan penerapan yang berbeda di masing-masing kasus. Ada yang menerapkan dengan sikap liberal dan ada pula yang bersikap restriktif.31 Penerapan dengan corak liberal dapat kita lihat dalam kasus Duke of Bedfor vs Ellis, sedangkan penerapan dengan corak restriktif dapat dilihat dari kasus Markt and Co.Ltd vs Knight Steamship Co.Ltd. Jika dikaitkan dengan kasus 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo maka hal ini dapat dikategorikan sebagai penerapan restriktif. Hal tersebut dikarenakan Majelis Hakim meminta secara rinci dan spesifik perihal sifat jujur seorang wakil kelompok, jumlah anggota yang akan diwakili, dan kesamaan kerugian yang diderita. Hal tersebut mengakibatkan tidak sahnya gugatan yang diajukan oleh penggugat karena terlalu ketatnya suatu peraturan yang ditegakkan. Padahal seharusnya Majelis Hakim bisa lebih lunak dalam menerapkan ketentuan tersebut, mengingat Majelis Hakim tidak pernah memberikan nasihat pada sidang sebelumnya mengenai hal ini dan mengingat penggugat adalah masyarakat awam yang minim pengetahuan mengenai hukum. Hal tersebut secara filosofis sejatinya telah bertentangan dengan tujuan adanya class actions itu sendiri yaitu untuk menegakan asas penyelenggaraan peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan agar akses masyarakat terhadap keadilan semakin dekat. Dengan adanya presedent seperti ini Majelis Hakim senyatanya telah membuka jurang yang lebar antara para pencari keadilan dengan keadilan substantif yang ingin dicapai. 2.4 Hubungan dengan Amerika Serikat dan Isu Terbaru di Indonesia Di Amerika Serikat class actions mulai dikenal pada Tahun 1912 dalam Us Federal Equity Rule, yang kemudian diperbarui pada Tahun 1938 dalam Federal rule of Civil Procedure, dan yang terakhir di Rule 23 tentang Class 31 Harahap, op.cit., hlm.141 Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 18 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 Action dalam Federal rules of Civil Procedure pada Tahun 1966.32 Secara singkat hubungannya dengan ketentuan class actions di Indonesia adalah : 1. Di Amerika Serikat ketentuan mengenai class actions sudah diatur di dalam suatu kitab hukum acara tersendiri, sedangkan di Indonesia masih dalam suatu aturan teknis dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002. 2. Di Amerika Serikat class actions sudah memiliki banyak varian kasus secara luas mulai dari Perbuatan Melawan Hukum hingga hak cipta, sedangkan di Indonesia paradigma yang terbentuk masih dalam ruang lingkup konsumen dan lingkungan. 3. Baik di Amerika Serikat dan di Indonesia Wakil Kelompok bertindak sebagai kuasa menurut hukum, sehingga tidak memerlukan persetujuan terlebih dahulu dari seluruh anggota kelompok. 4. Di Amerika Serikat batas minimum anggota kelompok yang dianggap memenuhi syarat proses berperkara dalam class actions adalah 100 orang, sedangkan di Indonesia belum ada pengaturan secara tegas. 5. Di Amerika Serikat class actions digolongkan menjadi 3 jenis yaitu Plaintiff dan Defendant class actions,injunctive relief, dan damage class actions Sedangkan di Indonesia class actions tidak digolongkan lagi, hanya terbatas pada definisi Pasal 1 butir A Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002. 6. Di Amerika Serikat preliminary certification test dilakukan sebelum prosedur beracara dimulai untuk opt in dan opt out. Sedangkan di Indonesia preliminary certification test ditetapkan oleh Hakim saat proses pemeriksaan dan ditujukan untuk opt out saja, tidak untuk opt in. 7. Terkait proses perdamaian di Amerika Serikat Majelis Hakim berwenang mengeluarkan unfair settlement untuk menghindari tindakan wakil kelompok yang bersekongkol dengan tergugat karena dianggap tidak sah, tidak unfair dan unreasonable. Sedangkan di Indonesia belum ada ketentuan mengenai hal tersebut. Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, (St. Paul Minn : West Publishing, 1910), hlm. 226 32 Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 19 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Hukum acara yang berlaku pada putusan Nomor 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo Tahun 2011 adalah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002. Hal tersebut dikarenakan gugatan diajukan secara class actions oleh Penguggat. Secara garis besar, Majelis Hakim telah tepat menerapkan hukum acara di dalam kasus ini, akan tetapi Majelis Hakim sangat restriktif terkait syaratsyarat pengajuan gugatan secara class actions sehingga membuat jurang yang besar antara para pencari keadilan dengan keadilan substantif. Sejak dikenal pada Tahun 1912 hingga sekarang, class actions telah mengalami berbagai macam perkembangan. Beberapa isu terbaru mengenai class actions adalah terkait ruang lingkup class action¸mekanisme perdamaian, batas maksimal dan minimal mengajukan gugatan class action dan adanya prosedur opt-in. Kriteria dan persyaratan untuk mengajukan gugatan secara class actions baik di Amerika dan Indonesia pada dasarnya adalah sama. Hal itu terjadi karena terdapat penyesuaian dinamika hukum dan keilmuan di masing-masing negara. Akan tetapi, setidaknya terdapat 7 poin perbedaan antara class actions di Amerika dan Indonesia. 3.2 Saran Mengingat semakin berkembangnya gugatan class actions di masyarakat sebaiknya ketentuan mengenai class actions diatur secara utuh di dalam suatu peraturan perundang-undangan. Hal tersebut mengindikasikan keseriusan pemerintah dalam mengakomodir hak hak masyarakat yang terabaikan. Selain itu, melihat banyaknya rasio gugatan yang tidak sah dan diterima oleh Majelis Hakim, tampaknya diperlukan sosialisasi terkait pengajuan gugatan secara class action yang diiringi dengan perbaikan ketentuan mengenai class action, khusunya mengenai kejelasan jumlah minimum anggota kelas untuk mengajukan gugatan . Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 20 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 DAFTAR PUSTAKA Buku dan Karya Ilmiah Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta : Rajawali Pers, _______2012 Black, Henry Campbell. Black’s Law Dictionary. St. Paul Minn : West _______Publishing, 1910. Cound, John J. Civil Procedure : Cases and Materials. St.Paul Minn : West _______Publishing, 1985. Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, _______Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta : Sinar Grafika, _______2006. Kamello, T. “Penerapan Gugatan Class actions.” Skripsi Sarjana Universitas _______Sumatra Utara. Medan, 2013. Rambe, Ropaun. Hukum Acara Perdata Lengkap. Jakarta : Sinar Grafika, 2003. Saliswijaya, Aa Dani. Himpunan Peraturan Tentang Class Action. Jakarta : _______Gramedia, 2004. Santosa, Mas Achmad. “Class Action: Sekedar Trend atau Senjata Ampuh _______ (Refleksi Atas Putusan Pengadilan).” Buletin Informasi Hukum dan _______Advokasi Lingkungan-ICEL, No.04-Tahun VII, (September 2002.). Hlm. _______7. ___________. Konsep dan Penerapan Gugatan Perwakilan. Jakarta : LPHLI, _______1997. Setiawan, Rachmad. Hukum Perwakilan dan Kuasa. Jakarta : Tatanusa, 2005. Sime, Stuart. A Practical Approach to Civil Procedure. London : Blackstone, _______2001. Soroinda, Disriani Latifa. Slide Mata Kuliah Class Action. Depok : Fakultas _______Hukum Universitas Indonesia, 2013. Stephani, Esra, Ningrum Natasya Sirait, dan Windha. “Gugatan Class actions _______sebagai Implikasi dari Penegakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 _______Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak _______Sehat.” Transparency Vol II, (Juni 2013). Hlm. 2. Sundari, E. Pengajuan Gugatan Secara Class actions. Yogyakarta : Universitas _______Atma Jaya, 2002.. Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata _______dalam Teori dan Praktek. Bandung : Mandar Maju, 2005. Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 21 Rafli Fadilah Achmad – Kapita Selekta Hukum Acara Perdata 2014 Regulasi Amerika Serikat, Federal Rules Of Civil Procedure. Rules 23 FRCP 2013. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cetakan ke 23,1990, Jakarta : Pradnya Paramitha Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok. Perma No. 1 Tahun 2002. Website Alexander, Janet Cooper. “An Introduction to Class Action Procedur in The _______United States” _______http://law.duke.edu/grouplit/papers/classactionalexander.pdf. Diunduh _______pada 13 Desember 2014. Badan Pusat Statistik. “Jumlah Penduduk Indonesia menurut Provinsi, 1971, _______1980, 1990, 1995, 2000 2010” _______http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=12 . _______Diunduh pada 14 Desember 2014. Pace, Nicholas.“Class Actions In The United States Of America : An Overview Of _______The Process and The Empirical Literature”, _______http://globalclassactions.stanford.edu/sites/default/files/documents/USA_ ________National_Report.pdf. Diunduh pada 14 Desember 2014. United States. “Consumer Product Warranties,” _______http://www.gpo.gov/fdsys/pkg/USCODE-2009-title15/html/USCODE_______2009-title15-chap50.htm. Diunduh pada 14 Desember 2014 Unknown. “Frequently Asked Quetions about Class Actions” _______http://www.classactionlitigation.com/faq.html. Diunduh pada 14 _______Desember 2014 Fakultas Hukum Universitas Indonesia - 1206246313 Page 22