Daftar Isi Halaman Latar Belakang 2 Permasalahan 3 Pembahasan 4 Negosiasi 4 Pencarian Fakta 5 Jasa-jasa baik 6 Mediasi 6 Konsiliasi 7 Arbitrase 7 Pengadilan Internasional 8 Mahkamah Internasional dalam menyelesaikanSengketa Internasional 9 Kesimpulan 11 Referensi 12 1 I. Latar Belakang Dalam suatu interaksi atau hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan yang lainnya baik negara maupun non negara, tidak terlepas dari suatu kemungkinan bahwa hubungan hukum tersebut berjalan secara tidak harmonis dan lancar sebagaimana yang direncanakan dan diharapkan oleh pihak-pihak yang terlibat. Yang akhirnya timbul sengketa internasional yang dapat berimplikasi pada gangguan terhadap perdamaian dan kestabilan berbagai bidang baik politik, sosial maupun ekonomi di negara lainnya. Sebagaimana Perang Dunia pertama dan kedua yang diakibatkan oleh sengketa pihak-pihak di kawasan regional. Penyelesaian sengketa secara damai ini berlandaskan hukum yang berlaku yaitu : Pasal 2 ayat (3) jo Pasal 2 (6) Piagam PBB; Pasal 2 ayat (4) jo Pasal 1 ayat (1) Piagam PBB; Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB; Hague Convention for the Pasific Settlement of Dispute of 1899 and 1907; Bryan and Kellogs Pact dalam Paris Treaty 1928; U.N.G.A Resolutions 2627 (XXV), 24 Oktober 1970, 2744 (XXV), 16 December 1970, 2625 (XXV) on Declaration of Principles of International Law Concering Friendly Relations and Cooperation Among State in accordance with the charter of the United Nations, 40/9 of 8 November 1985, 37/10 on Manila Declaration on the Peacful Settlement of International Disputes, 43/51 on Declaration on the Prevention and Removal of Disputes and Situations which may Threaten International Peace and Security and on the Role of the United Nations in this Field, 46/59 on Declaration on the Fact Finding by the United Nations in the Field of Maintenance of International Peace and Security, dll. Penyelesaian sengketa internasional secara damai merupakan opsi yang lebih baik karena cenderung unruk tidak menimbulkan suatu konflik atau permasalahan yang baru diantara pihak-pihak yang terlibat. Serta sebagaimana adanya landasan hukum bagi penyelesaian sengketa internasional yang telah ditetapkan seperti halnya diatas, maka akan cenderung lebih mudah dilaksanakan. 2 II. Permasalahan Penyelesaian sengketa internasional melalui jalan damai dapat ditempuh dengan berbagai cara. Karena banyaknya pilihan tersebut, seringkali kita salah memahami ataupun mengidentikkan cara yang satu dengan yang lainnya. Maka dengan makalah ini akan dijelaskan masing-masing cara penyelesaian sengketa dan bagaimana mahkamah internasional dalam urusan sengketa internasional. Sengketa (dispute) adalah adanya pertentangan atau perbedaan kepentingan antara dua atau lebih subjek yang mana ada pihak merasa dirugikan atas suatu tindakan tertentu. Sengketa internasional menurut J.G. Starke tidak hanya sengketa antara negara dengan negara lainnya. Tetapi juga kasus-kasus sengketa dalam ruang lingkup pengaturan internasional. Yakni dengan subjek negara, individu, badan atau organisasi baik milik negara maupun bukan negara. Cara-cara penyelesaian sengketa secara damai antara lain adalah sebagai berikut: 1. Negosiasi 2. Pencarian Fakta 3. Jasa-jasa baik 4. Mediasi 5. Konsiliasi 6. Arbitrase 7. Pengadilan Internasional Cara penyelesaian sengketa nomor satu hingga nomor enam diklasifikasikan menjadi penyelesaian sengketa dengan jalur politik, sedangkan sisanya diklasifikasikan menjadi penyelesaian sengketa dengan jalur hukum1. Selain penyelesaian sengketa secara damai dengan jalur politik dan hukum seperti halnya diatas, ada beberapa cara penyelesaian sengketa dengan jalur non damai. Tidak hanya dengan perang atau menggunakan kekuatan militer, tetapi juga pemutusan hubungan diplomatik, retorsi, blokade, embargo dan reprisal (pembalasan). 1 Boer Mauna2003.Pengertian,Peranan dan Fungsi Hukum Internasional dalam era Dinamika Global.Bandung:PT.Alumni.hlm:188-189 3 III. Pembahasan 1. Negosiasi Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua digunakan oleh umat manusia. Negosiasi seharusnya merupakan langkah yang paling utama dan pertama kali diambil dalam setiap penyelesaian sengketa internasional. Selain tidak akan merusak citra di mata dunia internasional bagi suatu pihak, cara negosiasi tersebut ditempuh dengan alasan utamanya yaitu karena pihak-pihak yang terlibat dapat saling mengawasi satu sama lain dalam melaksanakan aturan dan prosedur yang harus dijalankan dan setiap penyelesaian dan pengambilan keputusan berdasarkan pada perjanjian atau kesepakatan (konsensus) diantara pihak-pihak yang terlibat.2 “Cara ini dapat pula digunakan untuk menyelesaikan setiap bentuk sengketa: apakah itu sengketa ekonomi, politis, hukum, sengketa wilayah, keluarga, suku, dll. Bahkan, apabila para pihak telah menyerahkan sengketanya kepada suatu badan peradilan tertentu, proses penyelesaian sengketa melalui negosiasi ini masih dimungkinkan untuk dilaksanakan”3 Huala adolf dalam bukunya Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional membagi penyelesaian sengketa internasional dengan cara diplomasi menjadi 2 bentuk, yaitu bilateral atau dua pihak yang terlibat (negara) dan multilateral yang terdiri dari lebih dari 2 pihak yang terlibat di dalam negosiasi. Negosiasi tersebut dapat dijalankan melalui saluran-saluran diplomatik, konferensi, maupun lembaga serta organisasi internasional. Secara lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa cara penyelesaian sengketa internasional juga memiliki beberapa kelemahan utama, yang pertama adalah ketidakseimbangan kedudukan pihak yang terlibat. Di mana pihak yang kuat dapat menekan pihak yang relatif lebih lemah atau dengan kata lain pihak yang memiliki bargaining power yang lebih tinggi akan diuntungkan dan hal ini sering kali terjadi di dunia internasional. Kemudian sisi kelemahan jalur negosiasi yang kedua adalah proses negosiasi itu sendiri cenderung memakan waktu yang relatif lama, dan jarang sekali ada penetapan batas waktu mengenai penyelesaian sengketa melalui negosiasi. Yang ketiga adalah pihak-pihak yang terlibat saling memaksakan kepentingannya atau memegang 2 Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Versi ebook. hlm. 108 Ibid. Cf., John Collier and Vaughan Lowe, The Settlement of Disputes in International Law, Oxford: Oxford U.P., 1999, hlm. 20. 3 4 teguh pendirian dan kepentingannya sehingga jalannya negosiasi ini menjadi tidak produktif karena tidak mendapatkan suatu hasil yang tepat bagi pihak-pihak yang bersengketa. 2. Pencarian Fakta Faktor dari munculnya sengketa internasional tersebut sangat beraneka ragam. Bisa bermula dari perbedaan pandangan, kepentingan, hak dan kewajiban maupun kesalahpahaman antar pihak-pihak yang terlibat dan saling mempertahankan dirinya masingmasing atau saling memaksakan kehendaknya. “Oleh sebab itu dengan memastikan kedudukan fakta yang sebenarnya dianggap sebagai bagian penting dari prosedur penyelesaian sengketa. Dengan demikian para pihak dapat memperkecil masalah sengketanya dengan menyelesaikannya melalui suatu Pencarian Fakta mengenai fakta-fakta yang menimbulkan persengketaan.”4 “Karena para pihak pada intinya mempersengketakan perbedaan- perbedaan mengenai fakta, maka untuk meluruskan perbedaan-perbedaan tersebut, campur tangan pihak lain dirasakan perlu untuk menyelidiki kedudukan fakta yang sebenarnya. Biasanya para pihak tidak meminta pengadilan tetapi meminta pihak ketiga yang sifatnya kurang formal. Cara inilah yang disebut dengan Pencarian Fakta (inquiry atau fact-finding)”5 Langkah pencarian fakta ini ditempuh oleh pihak yang bersengketa apabila telah menggunakan langkah negosiasi tetapi belum mendapatkan penyelesaian bagi pihak yang bersengketa tersebut. Maka pihak ketiga sebagai pencari fakta (fact finding) dapat melihat fakta-fakta yang ada secara objektif. Berdasarkan pada The Hague Convention for the Pacific Settlement of International Disputes (Konvensi Den Haag tentang Penyelesaian Perselisihan Internasional Pasifik) tahun 1907 Pasal 35, pencari fakta ini bukanlah suatu penyelesaian akhir atau keputusan, karena hanya mengangkat fakta-fakta yang ada. Dan dalam Pasal 50 Statuta Mahkamah Internasional, yang dapat menjadi pencari fakta adalah individu atau badan, biro, 4 Peter Behrens, op.cit., hlm. 19. Bandingkan dengan pendapat Collier dan Lowe yang menyatakan bahwa "this method of settlement ... does not involve investigation or application of rules of law. (Collier and Lowe, op.cit., hlm. 24 dalam buku versi elektronik Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Versi ebook. hlm. 30 5 Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Versi ebook. hlm. 30 5 komisi atau organisasi lain yang dapat ditunjuk, dengan tugas penyelidikan atau memberikan pendapat ahli.6 3. Jasa-jasa baik Huala adolf dalam bukunya Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional menjelaskan bahwa penyelesaian sengketa internasional menggunakan cara ini memiliki tujuan utama untuk mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa untuk bernegosiasi, tetapi langkah negosiasi ini diupayakan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga di sini dapat terlibat baik dengan kehendak atau inisiatifnya sendiri maupun dengan cara diminta oleh pihak-pihak yang bersengketa. Lebih lanjut, jasa-jasa baik ini merupakan langkah yang sudah banyak dikenal di dunia internasional, terutama di kalangan pihak-pihak swasta dan subyek-subyek hukum ekonomi internasional di samping negara. 4. Mediasi “Mediasi adalah proses negosiasi penyelesaian masalah (sengketa) dimana suatu pihak luar, tidak memihak, netral, tidak bekerja dengan para pihak yang besengketa, membantu mereka (yang bersengketa) mencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi yang memuaskan.” (Goodpaster, 1999 : 241)7 Jadi mediasi merupakan suatu cara penyelesaian sengketa internasional melalui pihak ketiga yang dapat berupa negara, badan atau organisasi internasional, maupun individu yang berkompeten dalam penyelesaian sengketa tersebut. Dengan asumsi pihak ketiga adalah netral posisinya, upaya untuk menyelesaikan sengketa adalah dengan memberikan usulan atau saran-saran. Mediator akan terus memberikan saran hingga mendapatkan solusi terbaik bagi penyelesaian sengketa. Karena, fungsi mediator di sini memiliki fungsi utama sebagai pencari berbagai solusi, mengidentifikasi hal-hal yang dapat disepakati, dan usulan-usulan terhadap pihak-pihak yang bersengketa yang dapat mengakhiri sengketanya tersebut. Prosedur dalam melaksanakan mediasi adalah sebagaimana prosedur dalam melaksanakan negosiasi, yakni para pihak-pihak yang terlibat bebas untuk menentukan prosedurnya masingmasing yang disepakati bersama. Dikarenakan yang terpenting dalam mediasi adalah terciptanya kesepakatan bersama serta terciptanya usulan-usulan mediator demi terciptanya penyelesaian bagi pihak-pihak yang bersengketa.8 6 Ibid. Goodpaster, Garry, 1999, Panduan Negosiasi dan Mediasi, Seri Dasar Hukum Ekonomi 9, ELIPS dalam jurnal Felix Oentoeng Soebagjo, mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa... 8 Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. hlm. 33 7 6 “Pasal 3 dan 4 the Hague Convention on the Peaceful Settlement of Disputes (1907) menyatakan bahwa usulan-usulan yang diberikan mediator janganlah dianggap sebagai suatu tindakan yang tidak bersahabat terhadap suatu pihak (yang merasa dirugikan). Tugas utama mediator dalam upayanya menyelesaikan suatu sengketa adalah berupaya mencari suatu kompromi yang diterima para pihak.” 5. Konsiliasi “Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal dibanding mediasi. Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga atau oleh suatu komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi tersebut bisa yang sudah terlembaga atau ad hoc (sementara) yang berfungsi untuk menetapkan persyaratan- persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun putusannya tidaklah mengikat para pihak”9 Huala adolf dalam bukunya Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional dalam persidangan konsiliasi, terbagi menjadi dua tahap. Yaitu tahap tertulis dan tahap lisan. Tahap tertulis adalah penyerahan sengketa ke badan konsiliasi. Sedangkan tahap lisan adalah pada tahap badan konsiliasi mendengarkan keterangan lisan dari para pihak yang terlibat dalam sengketa internasional tersebut secara lisan, pihak yang hadir dan memberikan keterangan tersebut dapat hadir secara langsung maupun diwakili kuasanya. Kemudian, fakta-fakta yang diperoleh selama konsiliasi tersebut, akan diberikan kembali kepada para pihak yang bersengketa dengan disertai kesimpulan serta usulan atau saran yang dapat dipertimbangkan oleh para pihak yang bersengketa. Tetapi, sekali lagi saran tersebut bersifat tidak mengikat, karena hanya merupakan usulan yang persetujuannya maupun pelaksanaannya tergantung pada kesepakatan para pihak yang terlibat dalam sengketa. 6. Arbitrase “Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral serta putusan yang dikeluarkan sifatnya final dan mengikat. Badan arbitrase dewasa ini sudah semakin populer dan semakin banyak digunakan dalam menyelesaikan sengketa-sengketa internasional. Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan pembuatan suatu compromis, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir; atau melalui 9 Peter Behrens, "Alternative Methods of Dispute Settlement in International Economic Relations dalam Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. hlm. 28 7 pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum sengketanya lahir (clause compromissoire)”10 Arbitrator adalah hasil kesepakatan para pihak yang bersengketa, memilih mereke yang berkompeten di bidang sengketa tersebut. Memilih siapa arbitratornya adalah hak penuh dari pihak yang terlibat sengketa. Setelah arbitrator yang disepakati ditunjuk, maka arbitrator tersebut selanjutnya menetapkan terms of refernce atau aturan permainan (hukum acara) yang menjadi patokan dalam jalannya arbitrase. Terms of refernce ini memuat pokok masalah yang akan diselesaikan, kewenangan arbitrator (jurisdiksi) dan aturan-aturan (acara) sidang arbitrase.11 “Mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin meningkat. Dari sejarahnya, cara ini sudah tercatat sejak jaman Yunani kuno. Namun penggunaannya dalam arti modern dikenal pada waktu dikeluarkannya the Hague Convention for the Pacific Settlement of International Disputes tahun 1989 dan 1907. Konvensi ini melahirkan suatu badan arbitrase internasional yaitu Permanent Court of Arbitration.”12 7. Pengadilan Internasional Cara penyelesaian sengketa internasional dengan cara melalui pengadilan internasional merupakan suatu langkah yang diambil oleh para pihak yang bersengketa apabila telah menggunakan cara-cara penyelesaian sengketa internasional secara damai di atas, tetapi masih belum mendapatkan hasil atau kesepakatan bagi para pihak yang terlibat sengketa tersebut. Menurut Huala Adolf dalam bukunya Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, pengadilan internasional dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu pengadilan permanen dan pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Sebagai contoh pengadilan internasional permanen adalah Mahkamah Internasional (the International Court of Justice). Kedua adalah pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Dibandingkan dengan pengadilan permanen, pengadilan ad hoc atau khusus ini lebih populer, terutama dalam kerangka suatu organisasi ekonomi internasional. Badan pengadilan ini berfungsi cukup penting dalam menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul dari perjanjian-perjanjian ekonomi internasional. 10 Ibid. Hlm. 34 Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Versi ebook. hlm. 35 12 Ibid. Hlm. 36 11 8 8. Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan Sengketa Internasional Badan atau Lembaga peradilan internasional dapat dilakukan oleh Mahkamah Internasional karena merupakan satu-satunya pengadilan tetap yang dapat digunakan negara dalam masyarakat internasional. Jadi yang bisa mengajukan perkara ke Mahkamah Internasional adalah Mahkamah International (International Court of Justice) merupakan badan kehakiman yang penting dalam PBB yang berlokasi di Den Haag, Belanda. Mahkamah merupakan badan kehakiman yang terpenting dalam PBB. Mahkamah internasional menyelesaikan sengketa internasional secara hukum. Dalam hukum internasional, penyelesaian secara hukum dewasa ini dapat ditempuh melalui berbagai cara atau lembaga, yakni: Permanent Court of International of Justice (PCIJ atau Mahkamah Permanen Internasional), International Court of Justice (ICJ atau Mahkamah Internasional), the International Tribunal for the Law of the Sea (Konvensi Hukum Laut 1982), atau International Criminal Court (ICC). Mahkamah permanen internasional adalah pendahulu dari mahkamah internasional, terbentuk tahun 1922 dan bubar secara resmi tahun 1946 saat perang dunia mulai meletus sejak 1939.13 “Dalam pasal 92 Piagam, status hukum ICJ secara tegas dinyatakan sebagai badan peradilan utama PBB. Di samping ICJ, ada pula badan-badan peradilan lain dalam PBB, yaitu the UN Administrative Tribunal. Badan ini berfungsi sebagai badan peradilan yang menangani sengketa-sengketa administratif atau ketata-usahaan antara pegawai PBB. Status badan ini disebut sebagai ‘a subsidiary judicial organ’ atau badan pengadilan subsider (tambahan). Statuta terbagi ke dalam 4 bab: Organization of the Court (Komposisi Mahkamah, pasal 2 – 33), Competence of the Court (Jurisdiksi Mahkamah, pasal 34 – 38), Procedure (Hukum Acara, pasal 39 – 64), Advisory opinion (Pendapat Hukum Mahkaamh, pasal 65 – 68), dan Amendements (Pperubahan, pasal 69 – 70)”14 Mahkamah internasional terdiri dari 15 orang hakim dan tidak berlaku hak veto. Statuta Mahkamah menyatakan bahwa hakim-hakim dipilih tanpa memandang 13 Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional: Mahkamah Internasional. Versi ebook. hlm. 1-3 14 Ibid. .Statuta dan Aturan Mahkamah Internasional. Hlm. 7 9 kebangsaannya. Pemilihan mereka mempertimbangkan pula pembagian perwakilan geografis dan sistem-sistem hukum di dunia dengan masa jabatan selama 9 tahun. Cakupan dan Pelaksanaan Jurisdiksi Mahkamah Internasional15: 1 Jurisdiksi atas pokok sengketa yang diserahkannya (contentious jurisdiction); yaitu yurisdiksi atas perkara biasa, yang didasarkan pada persetujuan para pihak yang bersengketa. Mahkamah Internasional dnegan tegas menyatakan bahwa sengketa yang diserahkan kepadanya adalah sengketa hukum. Di samping itu, Mahkamah Internasional sendiri harus meyakinkan dirinya bahwa ia memiliki jurisdiksi untuk memeriksa dan memutus sengketa tersebut 2 non-contentious jurisdiction atau jurisdiksi untuk memberikan nasihat hukum (advisory jurisdiction). yaitu pendapat mahkamah yang bersifat nasehat. Advisory Opinion tidaklah memiliki sifat mengikat bagi yang meminta, namun biasanya diberlakukan sebagai “Compulsory Ruling”, yaitu keputusan wajib yang mempunyai kuasa persuasif kuat. Dasar hukum jurisdiksi Mahkamah untuk memberikan nasihat atau pertimbangan (advisory) hukum kepada organ utama atau organ PBB lainnya. Nasihat hukum yang diberikan terbatas sifatnya, yaitu hanya yang terkait dengan ruang lingkup kegiatan atau aktivitas dari 5 badan atau organ utama dan 16 badan khusus PBB. Di samping itu, nasihat atau pendapat tidak diberikan kepada negara. Namun negara dapat ikut serta dalam keterlibatan persidangan Mahkamah (dalam proses pemberian nasihat) Yurisdiksi Mahkamah Internasional dapat dilaksanakan berdasarkan pasal 36 ayat (1) Statuta, Jurisdiksi pengadilan mencakup semua sengketa yang diserahkan oleh para pihak dan semua persoalan yang ditetapkan dalam Piagam PBB yang dituangkan dalam perjanjian-perjanjian perjanjian atau atau konvensi konvensi-konvensi internasional yang berlaku. Di internasional, para pihak dapat pula sepakat samping untuk menyerahkan sengketanya kepada Mahkamah, kesepakatan tersebut harus tertuang dalam suatu akta atau perjanjian (acta compromis). Perjanjian tersebut harus menyatakan dengan tegas kesepakatan keduabelah pihak dan harus menyatakan penyerahan sengketa kepada Mahkamah Internasional. 15 Ibid. .Statuta dan Aturan Mahkamah Internasional. Hlm. 8-29 10 IV. Kesimpulan Dalam penyelesaian sengketa internasional, banyak jalan damai yang dapat ditempuh, baik secara politik maupun secara hukum. Sengketa internasional bisa berlangsung lama penyelesaiannya jika masing-masing pihak yang terlibat saling mempertahankan prinsip dan kepentingannya masing-masing. Sehingga penyelesaian jalur non damai sering kali dipilih. Tetapi justru pada akhirnya penyelesaian sengketa secara non damai tersebut seringkali menimbulkan masalah baru dan pencitraan buruk bagi peihak yang bersengketa di mata dunia internasional. Salah satu dari badan peradilan internasional adalah Mahkamah International (International Court of Justice) merupakan badan kehakiman yang penting dalam PBB yang berlokasi di Den Haag, Belanda. Merupakan badan yang penting dalam menyelesaikan sengketa yang dihadapi dunia internasional. Tetapi dalam hal ini Mahkamah Internasional itu sendiri jarang digunakan, dikarenakan beberapa faktor, antara lain adalah biaya operasional yang besar dan membutuhkan waktu yang relatif lama, jadi hanya kasus-kasus yang besar diagendakan dalam mahkamah internasional. Selain itu banyak sengketa internasional yang berhasil diselesaikan melalui jalur dama secara politik, hal ini disebabkan penyelesaian sengketa internasional dengan Mahkamah Internasional merupakan langkah yang paling akhir ditempuh. Walaupun penyelesaian secara damai tersebut merupakan langkah yang sebaiknya ditempuh pertama, beberapa sengketa internasional mengambil cara penyelesaian selain secara damai tersebut, mulai dari embargo hingga mengerahkan kekuatan militer sehingga menimbulkan berbagai permasalahan yang baru serta kerugian bagi pihak-pihak yang terlibat. Serta dapat berimplikasi pada interaksi dunia internasional, terutama pemeliharaan perdamaian dunia. 11 V. Referensi Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional (ebook). Jakarta: Sinar Grafika Mochtar Kusumaatmadja. 2010. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: PT. Alumni http://www.icj-cij.org/homepage/index.php diakses 3 Juni 2012, 15:30 Boer Mauna. 2003. Pengertian, Peranan dan Fungsi Hukum Internasional dalam era Dinamika Global. Bandung: PT. Alumni 12