BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi terhadap penyelesaian sengketa internasional secara damai dengan baik. SASARAN BELAJAR (SB) Setelah mempelajari Bab ini, Anda diharapkan mampu: 1. Menjelaskan prinsip-prinsip penyelesaian sengketa; 2. Menyebutkan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa internasional; 3. Memberikan argumentasi terhadap penyelesaian sengketa secara kekerasan; 4. Memberikan argumentasi terhadap penyelesaian sengketa secara damai; POKOK BAHASAN PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PRINSIP-PRINSIP UMUM Penyelesaian suatu sengketa pada saat ini sudah tidak dapat dilaksanakan dengan cara kekerasan, melainkan harus dengan cara damai. Pengaturan tentang penyelesaian sengketa ini sudah ditegaskan dalam Pasal 1 Konvensi Penyelesaian Sengketa-sengketa secara damai yang ditandatangani di Den Haag, dan kemudian dikukuhkan lagi dalam Pasal 2 ayat (3) Piagam PBB dan Deklarasi Prinsip-prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama antar Negara. Deklarasi tersebut meminta agar semua negara menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai sedemikian rupa agar perdamaian, keamanan internasional dan keadilan tidak sampai terganggu. 1. Prinsip-Prinsip Umum Yang Berlaku Deklarasi mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama Antar Negara dan Deklarasi Manila mengenai Penyelesaian Sengketa Internasional secara Damai, menyebutkan prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku secara universal, yaitu: a. Prinsip bahwa negara tidak akan menggunakan kekerasan yang bersifat mengancam integritas teritorial atau kebebasan politik suatu negara; b. Prinsip non-intervensi dalam urusan dalam negeri dan luar negeri suatu negara; c. Prinsip persamaan hak dan menentukan nasib sendiri bagi setiap bangsa; d. Prinsip persamaan kedaulatan negara; e. Prinsip hukum internasional mengenai kemerdekaan, kedaulatan dan integritas teritorial suatu negara; f. Prinsip itikad baik dalam hubungan internasional; g. Prinsip keadilan dalam hukum internasional. 2. Kebebasan Memilih Prosedur Penyelesaian Pasal 33 Piagam PBB meminta kepada negara-negara untuk menyelesaikan secara damai sengketa-sengketa mereka dan menyebutkan bermacam-macam prosedur yang dapat dipilih oleh negara-negara untuk menyelesaikan sengketa mereka. Kepada negara-negara diberikan kebebasan untuk memilih prosedur yang diberikan tersebut. Pada umumnya negara-negara memilih pada prosedur penyelesaian secara politik, ketimbang penyelesaian melalui arbitrase atau secara yurisdiksional, karena penyelesaian politik akan lebih memberikan perlindungan kepada kedaulatan mereka. Kalau melalui cara politik tidak berhasil, baru diambil prosedur penyelesaian secara hukum, kalau ada aspek hukum didalamnya. 3. Penyelesaian Secara Politik dan Secara Hukum Pada umumnya, sengketa itu ada dua jenis, yaitu sengketa politik dan sengketa hukum. Sengketa politik adalah sengketa dimana suatu negara mendasarkan tuntutannya atas pertimbangan non yuridis, seperti kepentingan nasional dan politik negara. Sedangkan sengketa hukum adalah sengketa dimana suatu negara mendasarkan tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian atau ketentuan yang telah diakui oleh hukum internasional. Pembedaan kedua jenis sengketa ini perlu diperhatikan utnuk dapat menemukan cara penyelesaian sengketa yang tepat. Untuk sengketa yang bersifat politik, maka akan dipakai penyelesaian melalui prosedur politik. Sedangkan untuk sengketa bersifat hukum, akan ditempuh cara melalui penyelesaian yang melalui prosedur hukum. Perbedaan cara penyelesaian ini terletak pada kekuatan mengikat dari keputusan yang diberikan. Untuk penyelesaian secara politik, keputusan yang diambil hanya berbentuk usulan yang tidak mengikat kedua belah pihak yang bersengketa. Sedangkan keputusan yang diambil dari penyelesaian hukum mempunyai sifat mengikat dan membatasi kedaulatan negara-negara yang bersengketa. BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA SECARA POLITIK 1. Penyelesaian Dalam Kerangka Antar Negara Cara penyelesaian sengketa yang pertama-tama sering dipraktekkan oleh negara-negara adalah perundingan secara langsung (negoisasi). Perundingan biasanya dilakukan dalam bentuk pembicaraan-pembicaraan langsung antara negara-negara yang bersengketa dalam pertemuan tertutup. Namun pada kenyataannya, negara-negara tidak bisa langsung mengadakan perundingan, melainkan mereka membutuhkan pihak-pihak yang menghubungkan mereka. Oleh sebab itu, perundingan dapat dilakukan dalam bentuk konferensi atau kongres yang diprakarsai oleh negara ketiga. e. Perundingan Langsung Antar Negara; Perundingan-perundingan langsung ini biasanya dilakukan oleh menterimenteri luar negeri, duta-duta besar atau wakil-wakil yang ditugaskan khusus utnuk berunding. Perundingan dapat berlangsung dalam kerangka bilateral maupun multilateral. Tujua perundingan selin untuk menyelesaikan masalah yang sudah ada, juga dapat menghasilkan suatu pengaturan baru yang akan dapat mencegah potensi terjadinya sengketa. f. Jasa-jasa Baik dan Mediasi; Jasa-jasa Baik artinya intervensi suatu negara ketiga yang merasa dirinya wajar utnuk membantu penyelesaian sengketa yang terjadi antara dua negara, dimana negara ketiga itu menawarkan jasa-jasa baiknya. Prosedur jasa-jasa baik ini dapat diminta oleh salah satu pihak dari kedua negara yang bersengketa atau oleh kedua-duanya. Negara ketiga harus membatasi diri dan hanya mempergunakan pengaruh moral atau politiknya agar negara-negara yang bersengketa mengadakan hubungan satu sama lain. Negara-negara yang menawarkan jasa-jasa baik tidak ikut secara langsung dalam perundingan, melainkan hanya mempersiapkan dan mengambil langkahlangkah yang perlu agar negara yang bersengketa mau melakukan pertemuan dan merundingkan sengketanya. Sedangkan Mediasi adalah merupakan campur tangan yang lebih nyata. Negara-negara ketiga bukan hanya menawarkan atau mempertemukan negaranegara yang bersengketa, melainkan juga mengusulkan dasar-dasar perundingan dan ikut serta secara aktif dalam perundingan. Negara ketiga menggunakan pengaruhnya agar negara yang bersengketa memberikan konsensi timbal balik demi tercapainya suatu penyelesaian. Adapun antara jasa-jasa baik dan mediasi mempunyai banyak kesamaan, diantaranya: Prosedur jasa-jasa baik dan mediasi ditandai dengan intervensi negara ketiga, kelompok negara-negara, ataupun seorang tokoh yang dikenal; Intervensi negara ketiga tidak memberikan kewajiban bagi negara yang bersengketa; Negara yang bersengketa dapat menolak intervensi pihak ketiga tanpa alasan apapun; Negara ketiga sering juga bertindak sebagai mediator. g. Jasa-jasa Baik dan Mediasi Sekjen PBB; Sekretaris Jenderal PBB sering memberikan jasa-jasa baiknya kepada pihakpihak yang terlibat untuk menyeleesaikan sengketa mereka. Hal ini berdasarkan prakarsa sendiri, permintaan dari Dewan Keamanan ataupun Majelis Umum PP, maupun negara-negara yang bersengketa itu sendiri. Prosedur jasa-jasa baik itu bukan saja dilaksanakan dalam sengketa antar negara tetapi juga dalam kasuskasus penyanderaan. Selain melalui perundingan diplomatik, penyelesaian sengketa melalui cara politik juga dapat dilakukan melalui Angket. Angket juga merupakan cara penyelesaian sengketa yang non yurisdiksional dengan tujuan mengumpulkan fakta-fakta yang menjadi penyebab suatu sengketa. Angket juga bersifat kualitatif yang tidak mengikat bagi kedua belah pihak yang bersengketa. Sistem ini bertujuan untuk memberikan dasar yang kuat bagi jalannya suatu perundingan. Data-data ini bisa diperoleh langsung dari negara-negara yang bersengketa yang tentu saja versinya akan saling berbeda. Untuk itu perlu dibentuk sebuah Komisi untuk mencari fakta yang ada, yang akan memberikan laporan yang juga tidak akan dapat mengikat kedua belah pihak. Komisi hanya membatasi diri dalam pembuatan fakta-fakta dan tidak perlu membuat kesimpulan dari fakta-fakta yang sudah ada. Pasal 9 Konvensi Den Haag 1907 menyebutkan bahwa dalam sengketa-sengketa internasional di mana tidak terlibat baik kehormatan ataupun kepentingan pokok nasional tetapi hanya perbedaan pendapat mengenai fakta-fakta, negara yang bersengketa dapat membentuk Komisi Angket Internasional yang bertugas untuk mempermudah penyelesaian sengketa dengan jalan mempelajari secara tidak memihak dan penuh kesadaran persoalan mengenai fakta-fakta. Ada juga cara penyelesaian yang menggunakan prosedur Konsiliasi. Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian secara damai sengketa internasional oleh suatu organ yang telah dibentuk sebelumnya atau dibentuk kemudian atas kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa setelah lahirnya suatu sengketa. Organ dapat mengajukan usul-usul penyelesaian kepada pihak-pihak yang bersengketa. Komisi konsiliasi selain bertugas untuk mempelajari fakta-fakta juga harus mempelajari sengketa dari semua segi dan kemudian merumuskan suatu penyelesaian. Adapun suatu prosedur konsiliasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Konsiliasi suatu prosedur yang sudah diatur oleh Konvensi, dimana negaranegara yang bersengketa sudah berjanji untuk mengajukan sengketa mereka kepada komisi-komisi konsiliasi; Komisi sudah berwenang untuk mempelajari suatu persoalan dari semua aspek dan mengajukan usul-usul untuk penyelesaian; Komisi konsiliasi adalah komisi tetap yang segera dibentuk setelah berlakunya konvensi dan pembentukan tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam konvensi. 4. Penyelesaian Dalam Kerangka Organisasi PBB; PBB mempunyai wewenang yang cukup penting dalam penyelesaian suatu sengkete internasional, karena bidang cakupan PBB yang sangat luas dan memiliki anggota yang paling besar dibandingkan dengan organisasi internasional lainnya. Adapun organ yang cukup berperan di dalam kerangka PBB adalah: a. Dewan Keamanan; Dalam Pasal 24 ayat (1) Piagam PBB disebutkan bahwa agar PBB dapat mengambil tindakan segera dan efektif, negara-negara anggota membeirkan tanggung jawab utama kepada Dewan Keamanan untuk pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dan setuju bahwa Dewan Keamanan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negara-negara anggota. Dalam prakteknya, walaupun pengaduan masalah ke Dewan Keamanan biasanya dilakukan oleh negara-negara secara individual, namun banyak juga pengaduan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Terhadap suatu sengketa, Dewan dapat merujuk pada keseluruhan prosedur penyelesaian non-yurisdiksional yang telah disediakan oleh hukum internasional. Dewan juga berhak menentukan suatu cara penyelesaian kepada pihak-pihak yang bersengketa melalui suatu keputusan dan keputusan tersebut mempunyai kekuatan mengikat. b. Majelis Umum; Menurut Pasal 10 Piagam PBB, Majelis Umum mempunyai peranan untuk dapat membahas semua persoalan atau hal-hal yang termasuk dalam kerangka Piagam atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan fungsi salah satu organ yang tercantum dalam Piagam, dan membuat rekomendasi-rekomendasi kepada anggota-anggota PBB atau ke Dewan Keamanan. Jadi Majelis Umum mempunyai wewenang atas berbagai persoalan baik suatu sengketa maupun hanya sebuah keadaan atau fakta. Majelis mempunyai kekuasaan intervensi dengan menarik perhatian Dewan Keamanan terhadap semua keadaan yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional. Majelis juga dapat mengusulkan tindakan-tindakan untuk penyelesaian secara damai semua keadaan, tanpa memandang asal-usul, yang mungkin mengganggu kesejahteraan umum atau membahayakan hubungan baik antar bangsa. c. Sekretaris Jenderal PBB; Berdasarkan Pasal 99 Piagam PBB, seorang Sekretaris Jenderal dapat menarik perhatian Dewan Keamanan atas semua masalah, yang menurut pendapatnya dapat mengancam perdamaian dan keamanan dunia. BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA SECARA HUKUM 1. Ciri Pokok Peradilan Internasional Suatu peradilan internasional bersifat fakultatif, artinya bila suatu negara ingin mengajukan suatu perkara ke peradilan internaisonal, maka diperlukan persetujuan semua pihak yang bersengketa. Tidak mungkin suatu negara mengajukan perkara ke peradilan internasional dengan melibatkan suatu negara lain, tanpa persetujuan negara lain tersebut. 2. Arbitrase Internasional Suatu arbitrase internasional bertujuan untuk menyelesaikan sengketa antara negara oleh hakim-hakim pilihan mereka dan atas dasar ketentuan-ketentuan hukum. Penyelesaian melalui arbitrase ini berarti bahwa negara-negara harus melaksanakan keputusan dengan itikad baik. Suatu arbitrase internasional mempunyai ciri-ciri yaitu bersifat sukarela, sifat hukumnya yang mengikat, dan non-institusioanl. Sukarela maksudnya negaranegara tidak diharuskan memilih cara penyelesaian melalui arbitrase, dan kalaupun dipilih cara arbitrase, maka hakim-hakimnya dapat dipilih dengan bebas oleh pihak yang bersengketa. Sifat hukum yang mengikat maksudnya ada keharusan dari para pihak untuk melaksanakan keputusan dengan itikad baik. Sedangkan noninstitusional artinya hakim-hakim yang dipilih tersebut bukan merupakan organorgan permanen yang dibentuk sebelum lahirnya sengketa. Bial sengketa tersebut sudah selesai diperiksa, maka organ arbitrase tersebutpun akan bubar. 3. Mahkamah Internasional Menurut Prof. George Scelle, Mahkamah Internasional adalah mahkamah peradilan tetap yang merupakan suatu institusi yang sudah ada sebelum lahirnya sengketa-sengketa dan hakim-hakimnya dibentuk secara organik sedangkan arbitrator hanya ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersengketa. Mahkamah internasional bersifat permanen, karena komposisi, organisasi, wewenang, dan tata kerjanya sudah dibuat sebelum lahirnya sengketa dan bebas dari kehendak negaranegara yang bersengketa. Mahkamah internasional dapat mengambil tindakan sementara dalam bentuk ordonansi. Artinya mahkamah dapat mengambil tindakan sementara untuk melindungi hak-hak dan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa sambil menunggu keputusan dasar atau penyelesaian lain yang akan ditentukan oleh Hakim Mahkamah secara definitif. Keputusan mahkamah diambil dengan suara mayoritas dari hakim-hakim yang hadir. 4. Peradilan Internasional Di Bawah Kerangka PBB a. Mahkamah Pidana Internasional; b. Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia; c. Mahkamah Kriminal untuk Rwanda. RINGKASAN 1. Menjelaskan prinsip-prinsip penyelesaian sengketa; Prinsip penyelesaian sengketa Hukum Internasional terdiri dari: 1) Prinsip bahwa negara tidak akan menggunakan kekerasan yang bersifat mengancam integritas teritorial atau kebebasan politik suatu negara; 2) Prinsip non-intervensi dalam urusan dalam negeri dan luar negeri suatu negara; 3) Prinsip persamaan hak dan menentukan nasib sendiri bagi setiap bangsa; 4) Prinsip persamaan kedaulatan negara; 5) Prinsip hukum internasional mengenai kemerdekaan, kedaulatan dan integritas teritorial suatu negara; 6) Prinsip itikad baik dalam hubungan internasional; 7) Prinsip keadilan dalam hukum internasional. 2. Menyebutkan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa internasional; Bentuk penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara politik dan secara hukum. Secara politik bisa melibatkan beberapa negara ketiga, mediator, ataupun organisasi internasional. Sedangkan secara hukum dapat menggunakan peradilan internasional, mahkamah internasional, arbitrase internasional, maupun peradilan ad hoc lainnya. LATIHAN Mahasiswa harus mendiskusikan dalam kelompok masing-masing tentang beberapa kasus internasional yang diselesaikan dengan cara-cara, baik secara damai maupun secara kekerasaan. Berikan argumentasi tentang sisi baik dan buruknya bagi kedua alternatif penyelesaian sengketa tersebut. DAFTAR PUSTAKA Adolf Huala, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Raja Grafindo Persada, 1996 Agrawala, S.K., (eds.) Essays on the Law of Treaties. Orient Longman: New Delhi, 1972. Akehurst, Michael, A Modern Introduction to International Law, 7th edition, Peter Malanczuk, Routledge, New York, 1997 AM.Wahyudidjafar, Judicial Review: http://wahyudidjafar.wordpress.com/ Sebuah Pengantar, Aust, Anthony, "Modern treaty law and practice", Cambridge University Press, 2000 B. Conforti & A. Labella, Invalidity and Termination of Treaties: the Role of National Courts, EJIL 1, 1990 Bennet, Le Roy. International Organizations, Prentice Hall, Inc. USA, 1995 Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, 2003, Alumni, Bandung Bowett, D.H, The Law of International Institutions, Stevens, London, 1982 Brierly, J.L, The Law of Nations, 6th Edition, Edited by Sir Humpherly Waldock, Oxford, London, 1985 Brownly, Ian. Principles of Publik International Law, Fourth edition, Oxford University Press, 1990 -----------------, Basic Document on International Law. Clarendon Press: Oxford, 1974. Budiarto, M., Masalah Ekstradisi dan Jaminan Perlindungan atas Hak-Hak Azasi Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1980. Chairul Anwar, Hukum Internasional: Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1989 Churchill, R.R., dan Lowe, A.V. The Law of the Sea, 3th edition, Manchester University Press, 1999 Charter of the United Nations http://www.un.org/en/documents/charter/ Djalal. Hasyim, Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Bina Cipta, 1979 Vienna Convention on the Law of Treaties http://untreaty.un.org/ilc/texts/instruments/english/conventions/1_1_1 969.pdf Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International Organizations or between International Organizations http://treaties.un.org/doc/Treaties/1986/03/19860321%200845%20AM/Ch_XXIII_03p.pdf.