Konflik sosial masyarakat dan lingkungan sosial

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sendiri.
manusia perlu bekerjasama. Manusia membentuk pengelompokan sosial dalam upaya
mempertahankan kehidupannya. Dalam kehidupannya itu manusia juga memerlukan
organisasi yaitu jaringan informasi sosial antra sesama untuk menciptakn ketertiban sosial.
Interaksi sosial itu yang akhirnya melahirkan lingkungan sosial. Dalam berinteraksi kadang
timbul konflik dalam masyarakat itu sendiri. Hal ini disebabkan karena berbedanya karekter
masyarakat itu sendiri, pola hidup, dan cara pencapaian tujuan hidupnya.
Bertitik tolak dari masalah diatas, maka penulis membuat makalah in yang penulis
beri judul “ Konflik sosial masyarakat dan lingkungan sosial”
2. Tujuan
Tujauan penulisan makalah ini untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis
dan pembaca tentang konflik sosial, dan lingkungan sosial serta cara mengatasi konflik yang
ada.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. KONFLIK SOSIAL
a. Pengertian Konflik Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan sesama manusia. Ketika
berinteraksi dengan sesama manusia, selalu diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama.
Dengan demikian konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia.
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik, dalam kamus besar Bahasa
Indonesia
(2002)
diartikan
sebagai
percekcokan,
perselisihan,
dan
pertentangan.
Pertentangan dikatakan sebagai konflik manakala pertentangan itu bersifat langsung, yakni
ditandai
interaksi
timbal
balik
di
antara
pihakpihak
yang
bertentangan.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik).
Konflik sosial adalah pertentangan antara anggota atau antara kelompok dalam
masyarakat yang sifatnya menyeluruh, yang disebabkan oleb adanya beberapa perbedaan,
yaitu perbedaan individu, perbedaan pola budaya, perbedaan status sosial, perbedaan
kepentingan dan terjadinya perubahan sosial.
b. Sumber Konflik Sosial
Konflik yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai macam sebab. Begitu
beragamnya sumber konflik yang terjadi antar manusia, sehingga sulit itu untuk
dideskripsikan secara jelas dan terperinci sumber dari konflik. Hal ini dikarenakan sesuatu
yang seharusnya bisa menjadi sumber konflik, tetapi pada kelompok manusia tertentu
ternyata tidak menjadi sumber konflik, demikian halnya sebaliknya.
2
Kadang sesuatu yang sifatnya sepele bisa menjadi sumber konflik antara manusia.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian,
pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri
individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap
masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan
dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Kesimpulannya sumber konflik itu sangat beragam
dan kadang sifatnya tidak rasional. Oleh karena kita tidak bisa menetapkan secara tegas
bahwa yang menjadi sumber konflik adalah sesuatu hal tertentu, apalagi hanya didasarkan
pada hal-hal yang sifatnya rasional. Pada umumnya penyebab munculnya konflik
kepentingan sebagai berikut: (1) perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan, (2) langkanya
sumber daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan posisi, dan (3)
persaingan. Ketika kebutuhan, nilai dan tujuan saling bertentangan, ketika sejumlah sumber
daya menjadi terbatas, dan ketika persaingan untuk suatu penghargaan serta hak-hak
istimewa muncul, konflik kepentingan akan muncul.
Faktor Penyebab konflik dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik adalah sebagai
berikut :

Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki
pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan
perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab
konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan
dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan
pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa
terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
3

Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan
menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang
berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau
kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat
melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh,
misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat
menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan
mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohonpohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau
ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya
diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta
lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas
terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya
sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan
kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu,
misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena
perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang
memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati
sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
4

Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya
konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses
industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama
pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah
menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai
kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan
menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan
struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan
berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung
tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan
istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau
mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan
terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap
mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
c. Jenis-jenis konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :

Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara perananperanan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))

Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).

Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).

Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)

Konflik antar atau tidak antar agama

Konflik antar politik.
5
D. Akibat konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :

Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami
konflik dengan kelompok lain.

Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.

Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling
curiga dll.

Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.

Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
E. Contoh Konflik

Konflik Vietnam berubah menjadi perang.

Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga
timbul kekerasan. hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina.

Konflik Katolik-Protestan di Irlandia Utara memberikan contoh konflik bersejarah
lainnya.

Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan ras dan etnis. Ini termasuk konflik
Bosnia-Kroasia (lihat Kosovo), konflik di Rwanda, dan konflik di Kazakhstan.
F. Penyelesaian Konflik
Secara sosiologis, proses sosial dapat berbentuk proses sosial yang bersifat
menggabungkan (associative
(dissociative
processes).
processes)
Proses
dan
sosial
yang
proses
bersifat
sosial
yang
asosiatif
menceraikan
diarahkan
pada
terwujudnya nilai-nilai seperti keadilan sosial, cinta kasih, kerukunan, solidaritas.
Sebaliknya proses sosial yang bersifat dissosiatif mengarah pada terciptanya nilai-nilai
negatif atau asosial, seperti kebencian, permusuhan, egoisme, kesombongan, pertentangan,
perpecahan dan sebagainya. Jadi proses sosial asosiatif dapat dikatakan proses positif. Proses
sosial yang dissosiatif disebut proses negatif. Sehubungan dengan hal ini, maka proses sosial
yang asosiatif dapat digunakan sebagai usaha menyelesaikan konflik.
6
Adapun bentuk penyelesaian konflik yang lazim dipakai, yakni konsiliasi,
mediasi,
arbitrasi,
koersi (paksaan), detente. Urutan ini berdasarkan kebiasaan orang
mencari penyelesaian suatu masalah, yakni cara yang tidak formal lebih dahulu, kemudian
cara yang formal, jika cara pertama tidak membawa hasil.
a. Konsiliasi
Konsiliasi berasal dari kata Latin conciliatio atau perdamaian yaitu suatu cara untuk
mempertemukan
pihak-pihak yang berselisih guna mencapai persetujuan bersama untuk
berdamai. Dalam proses pihak- pihak yang berkepentingan dapat meminta bantuan pihak ke
tiga. Namun dalam hal ini pihak ketiga tidak bertugas secara menyeluruh dan tuntas. Ia hanya
memberikan pertimbangan-pertimbangan yang dianggapnya baik kepada kedua pihak yang
berselisih untuk menghentikan sengketanya. Contoh yang
lazim
terjadi
misalnya
pendamaian antara serikat buruh dan majikan. Yang hadir dalam pertemuan konsiliasi
ialah wakil dari serikat buruh, wakil dari majikan/perusahaan serta ketiga yaitu juru damai
dari pemerintah, dalam hal ini Departemen Tenaga. Kerja. Langkah-langkah untuk berdamai
diberikan oleh pihak ketiga, tetapi yang harus mengambil keputusan untuk berdamai adalah
pihak serikat buruh dan pihak majikan sendiri.
b. Mediasi
Mediasi berasal dari kata Latin mediatio, yaitu suatu cara menyelesaikan
pertikaian dengan menggunakan seorang pengantara (mediator). Dalam hal ini fungsi
seorang mediator hampir sama dengan seorang konsiliator. Seorang mediator juga
tidak
mempunyai
wewenang
untuk
memberikan
keputusan
yang
mengikat;
keputusannya hanya bersifat konsultatif. Pihak-pihak yang bersengketa sendirilah yang
harus mengambil keputusan untuk menghentikan perselisihan.
c. Arbitrasi
Arbitrasi berasal dari kata Latin arbitrium, artinya melalui pengadilan, dengan seorang
hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan. Arbitrasi berbeda dengan konsiliasi dan
mediasi. Seorang arbiter memberi keputusan yang mengikat kedua pihak yang bersengketa,
artinya keputusan seorang hakim harus ditaati. Apabila salah satu pihak tidak menerima
7
keputusan itu, ia dapat naik banding kepada pengadilan
yang
lebih
tinggi
sampai
instansi pengadilan nasional yang tertinggi. Dalam hal persengketaan antara dua
negara dapat ditunjuk negara ketiga sebagai arbiter, atau instansi internasional lain
seperti PBB.
Orang-orang yang bersengketa tidak selalu perlu mencari keputusan secara formal
melalui pengadilan. Dalam masalah biasa dan pada lingkup yang sempit pihak-pihak yang
bersengketa mencari seseorang atau suatu instansi swasta sebagai arbiter. Cara yang tidak
formal itu sering diambil dalam perlombaan dan pertandingan. Dalam. hal ini yang bertindak
sebagai arbiter adalah wasit.
d. Koersi
Koersi ialah suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan paksaan
fisik atau pun psikologis. Bila paksaan psikologis tidak berhasil, dipakailah paksaan
fisik. Pihak yang biasa menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang
merasa yakin menang, bahkan sanggup menghancurkan pihak musuh. Pihak inilah yang
menentukan syarat-syarat untuk menyerah dan berdamai yang harus diterima pihak yang
lemah. Misalnya, dalam perang dunia II Amerika memaksa Jepang untuk menghentikan
perang dan menerima syarat-syarat damai.
e. Detente
Detente berasal dari kata Perancis yang berarti mengendorkan. Pengertian yang
diambil dari dunia diplomasi ini berarti mengurangi hubungan tegang antara dua pihak
yang bertikai. Cara ini hanya merupakan persiapan untuk mengadakan pendekatan
dalam rangka pembicaraan tentang langkah- langkah mencapai perdamaian. Jadi hal ini
belum ada penyelesaian definitif, belum ada pihak yang dinyatakan kalah atau menang.
Dalam
praktek,
detente
sering
dipakai
sebagai
peluang
untuk memperkuat diri
masing-masing; perang fisik diganti dengan perang saraf. Lama masa "istirahat" itu. tidak
tertentu; jika masing-masing pihak merasa diri lebih kuat, biasanya mereka tidak melangkah
ke meja perundingan, melainkan ke medan perang lagi.
8
2. Lingkungan Sosial
A. Hubungan manusia dan lingkungan
Sejak masa prasejarah nenek moyang kita sudah mempunyai kemampuan
merefleksikan bagaimana dunia sekelilingnya mempengaruhi dalam kehidupannya
sehari-hari. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan mampu
menjelaskan suatu pandangan yang lebih bijak tentang hubungan timbal balik antara
manusia dan lingkungan alam.
Beberapa ahli ilmu pengetahuan alam menyatakan bahwa teknik-teknik baru yang
digunakan oleh manusia akan mampu mengontrol alam serta meningkatkan kesejahteraan
umat manusia di masa mendatang. Sebaliknya ahli-ahli lain berpendapat bahwa kita
masih sangat terikat dari “campur tangan alam”.
Secara hakikat pemikiran kondisi geografik, menolak gagasan yang mengatakan
lingkungan hidup mengontrol tindakan-tindakan manusia. Menurut pemikiran geografi
malah terjadi sebaliknya, yakni bahwa manusia secara aktif merupakan agen dominan
yang mampu memanipulasi dan memodifikasi habitatnya (lingkungan sekitarnya).
Walaupun demikian kita tidak bisa lepas dari pengaruh lingkungan alam
B. Dampak Perubahan Lingkungan terhadap Kehidupan Manusia
Sejarah tragedi kepone ini merupakan salah satu dari berbagai peristiwa yang
serupa yang banyak terjadi di belahan dunia ini. Catatan sejarah ini dipakai sebagai
ilustrasi untuk menggambarkan bagaimana manusia dapat mempengaruhi keadaan
lingkungan seperti kualitas air, udara dan tanah di mana keberadaannya sangat tergantung
pada unsur-unsur tersebut. Bagi ahli geografi dampak manusia terhadap lingkungan alam
sesungguhnya lebih banyak diperhatikan bila dibandingkan dengan kaitannya isu-isu
sosial.
9
Untuk memahami bagaimana asal-mula perubahan energi dari satu makhluk ke
makhluk lain di bumi maka dapat digambarkan sebagai berikut: Kehidupan di bumi
berasal dari energi marahari. Melalui fotosintesa diubahlah energi ini ke dalam bentuk
energi kimia di dalam tumbuh-tumbuhan. Sebagai respon bagi kita untuk bertahan hidup,
serta semua makhluk hidup lainnya, maka kita makan tumbuh-tumbuhan tersebut dalam
proses ini energi kimia yang terkandung dalam tumbuh-tumbuhan ditransformasi menjadi
energi gerak. Beberapa makhluk hidup memang tidak langsung makan tumbuhtumbuhan. Tetapi energi mereka didapatkan dengan cara memakan binatang serangga
dan ikan, bila ditelusuri kebelakang akhirnya sampai pada tanaman. Semakin tinggi
teknologi suatu masyarakat semakin bertambah besar tingkat ketergantungannya pada
konsumsi energi dan semakin besar hilangnya panas. maka akan menciptakan lembaga
pengrusakan pada biosfir atau okosfir. Dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang
makin pesat dorongan pertumbuhan ekonomi berbagai negara mengakibatkan berbagai
pemborosan sumber daya alam yang berakibat kemerosatan kualitas lingkungan. Pada
saat ini terjadinya kemerosotan kualitas lingkungan sudah menjangkau ke berbagai segi
kehidupan. Sebagai contohnya antara lain terjadinya; mutasi gen manusia terselubung,
hujan asam, dampak rumah kaca, lobang lapisaan ozon.
Kemampuan lingkungan hidup sangat terbatas secara kuantitas atau jumlahnya.
Oleh karena itu pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup membuat aturan yang
dituangkan dalam undang-undang No. 23 tahun 1997.
Pengertian lingkungan hidup yang tercantum dalam UU No. 4 tahun 1982 atau
No. 23 tahun 1997 didefinisikan sebagai suatu kesatuan ruang yang terdiri dari benda,
daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup
lainnya. Komponen-komponennya terdiri dari fisik, biotis, sosial, ekonomi, budaya dan
kesehatan masyarakat.
10
Azas yang menjadi pedoman pelaksanaannya adalah pengelolaan lingkungan
hidup untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan (berkelanjutan). Setiap
orang mempunyai keweajiban untuk dapat memelihara lingkungan hidup di muka bumi.
Perangkat pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut: AMDAL, UKL, UPL.
Penyelenggaraan pengelolaan lingkungan dengan memanfaatkan perangkat sukarela
dianggap sebagai gambaran kepedulian yang lebih tinggi dalam upaya pengelolaan
lingkungan. Permasalahan lingkungan telah mendapat perhatian yang luas di berbagai
negara sejak dasawarsa 1970-an hingga sekarang ini. Konferensi lingkungan hidup
sedunia di Stockholm tahun 1972 maka sampai sekarang telah banyak dikeluarkan
penanganan masalah lingkungan baik oleh masing-masing negara maupun antarnegara.
Isu-isu lingkungan telah menjadi isi seluruh dunia seperti rusaknya lapisan ozon, masalah
perubahan iklim global dan lain sebagainya. Ini semua menunjukkan bahwa dalam
melakukan pembangunan perlu dilakukan melalui pendekatan ekologis.
Perubahan lingkungan yang disebabkan oleh pembangunan, baik yang
direncanakan maupun di luar rencana, dapat menurunkan atau menghapus kemampuan
lingkungan untuk mendukung kehidupan kita pada tingkat kualitas hidup yang lebih
tinggi. Untuk mencapai tujuan ini hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan haruslah
berupaya rencana pengelolaan lingkungan. Rantai ini kita runutkan terus, tidak akan ada
habisnya. Oleh karena itu dari segi praktis kita hanya berhenti sampai pada perkiraan
penanganan dampak, dengan memilih metode penanganan dampak yang diketahui
dengan kepercayaan tinggi.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sendiri.
manusia perlu bekerjasama.Ketika berinteraksi dengan sesama manusia, selalu diwarnai
dua hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan demikian konflik merupakan bagian dari
kehidupan manusia.Pada umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan sebagai
berikut: (1) perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan, (2) langkanya sumber daya seperti
kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan posisi, dan (3) persaingan.
Ketika kebutuhan, nilai dan tujuan saling bertentangan, ketika sejumlah sumber daya
menjadi terbatas, dan ketika persaingan untuk suatu penghargaan serta hak-hak istimewa
muncul, konflik kepentingan akan muncul.
Manusia juga harus berhubungan dengan lingkungannya. Menurut pemikiran
geografi bahwa manusia secara aktif merupakan agen dominan yang mampu
memanipulasi dan memodifikasi habitatnya (lingkungan sekitarnya). Walaupun demikian
kita tidak bisa lepas dari pengaruh lingkungan alam.
B. Saran
Sebagai makhluk sosial hendaknya kita menjalani hubungan yang baik dengan
manusia lain, agar konflik sosial dapat dihindari. Selain itu kita juga harus menjaga
kelestarian lingkungan hidup.
12
DAFTAR PUSTAKA
D. Hendropuspito OC., Drs., 1989, Sosiologi Sistematik, Kanisius, Yogyakarta.
Judistira K. Garna, Prof., Ph.D., 1996, Ilmu-Ilmu Sosial; Dasar-Konsep-Posisi, Program
Pascasarjana UNPAD, Bandung.
Soetomo, Drs., 1995, Masalah Sosial dan Pembangunan, PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta.
13
Download