www.hukumonline.com RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...... TAHUN .... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan negara oleh lembaga negara pemegang kekuasaan pemerintahan, pemegang kekuasaan pembentuk undang-undang, dan pemegang kekuasaan kehakiman yang seimbang dan berkeadilan dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan negara yang dalam pelaksanaannya menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang sebagai keuangan negara; b. bahwa lembaga negara pemegang kekuasaan pemerintahan, pemegang kekuasaan pembentuk undang-undang dan pemegang kekuasaan kehakiman sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai organ negara memerlukan kemandirian guna menjamin pelaksanaan fungsi dan tugas lembaga negara secara optimal, termasuk kemandirian dalam pengelolaan keuangan; c. bahwa pengelolaan keuangan negara oleh pemegang kekuasaan pemerintahan, pemegang kekuasaan pembentuk undang-undang dan pemegang kekuasaan kehakiman merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diwujudkan dalam APBN dan ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c perlu mengubah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dengan undang-undang. Mengingat: 1. Pasal 4, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 23-C, Pasal 24, Pasal 31 dan . Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421). Dengan Persetujuan Bersama: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: www.hukumonline.com www.hukumonline.com Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 2. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 3. Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara pada pemegang kekuasaan pemerintahan, pada pemegang kekuasaan pembentuk undang-undang, dan pada pemegang kekuasaan kehakiman sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. 4. Pemegang kekuasaan pemerintahan adalah Presiden. 5. Pemegang kekuasaan pembentuk undang-undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat. 6. Pemegang kekuasaan kehakiman adalah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. 7. Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. 8. Dewan Perwakilan Rakyat adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 9. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 10. Mahkamah Agung adalah Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 11. Mahkamah Konstitusi adalah Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 12. Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. 13. Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. 14. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan negara sebagai wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. 15. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan daerah sebagai wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 16. Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara. 17. Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara. 18. Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. 19. Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah 20. Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. www.hukumonline.com www.hukumonline.com 21. 22. 23. 24. Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahuntahun anggaran berikutnya. Pasal 2 Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi: a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara, memelihara fakir miskin dan anak terlantar, menyelenggarakan program jaminan sosial dan fasilitas kesehatan, jaminan biaya pendidikan dasar dan memprioritaskan anggaran pendidikan dua puluh persen dari APBN/APBD dan membayar tagihan pihak ketiga; c. penerimaan negara; d. pengeluaran negara; e. penerimaan daerah; f. pengeluaran daerah; g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah; h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. (1) (2) (3) (4) Pasal 5A Penyelenggara kekuasaan pemerintahan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, angka 4, dan angka 5, berwenang mengelola keuangan negara untuk pembelanjaan lembaga negara masing-masing,sesuai APBN. Penyelenggara kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab untuk: a. menyusun rancangan anggaran; b. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran; c. melaksanakan anggaran; d. mengelola barang milik/kekayaan negara; dan e. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan. Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikuasakan kepada kuasa pengguna anggaran lembaga Negara. Ketentuan pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut dengan peraturan lembaga negara masing-masing. BAB II KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Pasal 10 www.hukumonline.com www.hukumonline.com (1) (2) Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana tersebut dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c: a. dilaksanakan oleh para kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku para pejabat pengelola APBD; b. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah, para pejabat pengelola keuangan daerah mempunyai tugas sebagai berikut: a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD; b. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD; c. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah; d. melaksanakan fungsi bendahara umum daerah; e. menyusun laporan keuangan yangmerupakanpertanggungjawaban pelaksanaan APBD. BAB IIA KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA PADA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (1) (2) (3) (1) (2) (3) (1) Pasal 10A Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat. Kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikuasakan kepada alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus mempunyai tugas di bidang pengelolaan keuangan di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat dibantu oleh Sekretariat Jenderal. Pasal 10B Kekuasaan pengelolaan keuangan negara di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat digunakan dalam rangka pelaksanaan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat. Pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam APBN. Pengawasan atas pengelolaan keuangan Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan oleh alat kelengkapan yang khusus menangani bidang pengawasan. Pasal 10C Dalam rangka pelaksanaan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10B ayat (1), alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 A ayat (2) mempunyai tugas sebagai berikut: a. menyusun kebijakan pengelolaan anggaran Dewan Perwakilan Rakyat; b. menyusun anggaran Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan usul rancangan anggaran yang diajukan oleh alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat dan Sekretariat Jenderal; c. mengajukan anggaran Dewan Perwakilan Rakyat kepada Pimpinan untuk selanjutnya disampaikan kepada Presiden; d. menetapkan dokumen pelaksanaan anggaran; dan e. menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan penggunaan anggaran Dewan Perwakilan Rakyat yang naskahnya disusun oleh Sekretariat Jenderal. www.hukumonline.com www.hukumonline.com (2) (3) (4) (2) (3) Sekretariat Jenderal dalam membantu tugas alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A ayat (3) mempunyai tugas membantu mensinkronisasi penyusunan rancangan anggaran Dewan Perwakilan Rakyat. Pelaksanaan tugas perbantuan sinkronisasi penyusunan rancangan anggaran Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat. Rancangan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan dalam rapat paripurna untuk mendapatkan penetapan. Pasal 10D Setiap Alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pengguna anggaran/pengguna barang mempunyai tugas menyusun rancangan anggaran dan melaksanakan anggaran. Dalam pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Sekretariat alat kelengkapan bertugas: a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran; b. mengelola barang/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab di lingkungannya; dan c. menyusun laporan keuangan untuk selanjutnya disampaikan kepada alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A ayat (2). Pasal 10E Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A dan Pasal 10B ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat. BAB IIB KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA PADA MAHKAMAH AGUNG DAN MAHKAMAH KONSTITUSI (1) (2) (3) (4) (5) (6) (1) (2) (3) Pasal 10F Ketua Mahkamah Agung memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara di lingkungan Mahkamah Agung. Ketua Mahkamah Konstitusi memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara di lingkungan Mahkamah Konstitusi. Kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikuasakan kepada Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung untuk menangani pengelolaan keuangan di lingkungan Mahkamah Agung. Kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikuasakan kepada Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi untuk menangani pengelolaan keuangan di lingkungan Mahkamah Konstitusi. Pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Mahkamah Agung. Pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi. Pasal 10G Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara di lingkungan Mahkamah Agung digunakan dalam rangka pelaksanaan fungsi Mahkamah Agung. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara di lingkungan Mahkamah Konstitusi digunakan dalam rangka pelaksanaan fungsi Mahkamah Konstitusi. Pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam anggaran Mahkamah Agung. www.hukumonline.com www.hukumonline.com (4) Pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dalam anggaran Mahkamah Konstitusi. Pasal 10H Dalam rangka melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10F ayat (1) dan ayat (2) Ketua Mahkamah Agung/Ketua Mahkamah Konstitusi mempunyai tugas sebagai berikut: a. menetapkan kebijakan pengelolaan keuangan sesuai dengan lingkup kewenangan masingmasing; b. menetapkan anggaran di lingkungan masing-masing berdasarkan rancangan anggaran yang disusun oleh Sekretaris Jenderal masing-masing; c. mengajukan anggaran sesuai dengan kewenangan masing-masing kepada Presiden; d. menetapkan dokumen pelaksanaan anggaran di lingkungan masing-masing; e. melakukan pengawasan pelaksanaan anggaran yang dilakukan oleh Sekretariat Jenderal di lingkungan masing-masing; dan f. menyusun laporan keuangan di lingkungan masing-masing. BAB III PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN 1) 2) 3) 4) 5) (1) (2) (3) (4) (1) (2) Pasal 11 APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang. APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah. Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan, kekuasaan pembentukan undang-undang, kekuasaan kehakiman, dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Pasal 12 APBN disusun berdasarkan kebutuhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan, kekuasaan pembentukan undang-undang dan kekuasaan kehakiman sesuai dengan kemampuan dalam menghimpun pendapatan Negara. Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja pemegang kekuasaan pemerintahan, pemegang kekuasaan pembentukan undang-undang dan pemegang kekuasaan kehakiman dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan negara. Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam undang-undang tentang APBN. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, lembaga negara dan lembaga dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran melalui Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 13 Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan. Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya. www.hukumonline.com www.hukumonline.com (3) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi pemegang kekuasaan pemerintahan, pemegang kekuasaan pembentukan undang-undang, dan pemegang kekuasaan kehakiman dalam penyusunan usulan anggaran. Pasal 14 Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, pimpinan pemegang kekuasaan pemerintahan, pemegang kekuasaan pembentukan undang-undang, dan pemegang kekuasaan kehakiman selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran lembaga masing-masing untuk tahun berikutnya. Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun. Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran pada pemegang kekuasaan pemerintahan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran pada pemegang kekuasaan pembentukan undang-undang diatur dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran pada pemegang kekuasaan kehakiman diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung dan Peraturan Mahkamah Konstitusi. BAB IV PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD BAB V HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN BANK SENTRAL, PEMERINTAH DAERAH, SERTA PEMERINTAH/LEMBAGA ASING BAB VI HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH DAN PERUSAHAAN NEGARA, PERUSAHAAN DAERAH, PERUSAHAAN SWASTA, SERTA BADAN PENGELOLA DANA MASYARAKAT BAB VII PELAKSANAAN APBN DAN APBD (1) (2) Pasal 26 Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden, Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat, Peraturan Mahkamah Agung dan Peraturan Mahkamah Konstitusi di lingkungan masing-masing. Setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota. www.hukumonline.com www.hukumonline.com BAB VIII PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN DAN APBD (1) (2) Pasal 32 Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi nasional. Standar akuntansi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. BAB IX KETENTUAN PIDANA, SANKSI ADMINISTRATIF, DAN GANTI RUGI (1) (2) (3) Pasal 35 Setiap pimpinan pemegang kekuasaan pemerintahan, pemegang kekuasaan pembentukan undang-undang, dan pemegang kekuasaan kehakiman yang berwenang melakukan pengelolaan keuangan Negara apabila terjadi kerugian negara bertanggung jawab untuk mengembalikan kerugian tersebut. Pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pertanggungjawaban tindak pidananya. Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara diatur di dalam undang-undang mengenai perbendaharaan negara. BAB X KETENTUAN PERALIHAN (1) (2) Pasal 36A Ketentuan pengelolaan keuangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Sebelum terbentuk alat kelengkapan yang bertugas melakukan pengawasan atas pengelolaan keuangan di Dewan Perwakilan Rakyat, alat kelengkapan yang sudah ada tetap menjalankan fungsinya sampai terbentuk alat kelengkapan di bidang pengawasan menurut undang-undang ini. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal II Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal .................. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. www.hukumonline.com www.hukumonline.com SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal ................. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, Ttd. HAMID AWALUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ..... NOMOR ........... www.hukumonline.com www.hukumonline.com RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ..... TAHUN ..... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA I. UMUM Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas memuat tujuan negara yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan negara sebagaimana tersebut di atas semata-mata akan dapat dicapai melalui penyelenggaraan pemerintahan negara yang secara fungsional dilaksanakan pemegang kekuasaan di bidang pemerintahan, pembentukan undang-undang, kehakiman, dan penyelenggara pemerintahan lainnya. Kekuasaan pemerintah berada pada Presiden, kekuasaan membentuk undang-undang berada pada Dewan Perwakilan Rakyat, dan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Kekuasaan tersebut tidak saling membawahi, dalam menjalankan kekuasaan itu tiap cabang kekuasaan mempunyai kemandirian dan independensi. Namun demikian pada bagian tugas tertentu kekuasaan mempunyai hubungan non-struktural. Paradigma seperti itu, mencerminkan bahwa ketiga kekuasaan berada secara seimbang check and balances. Pelaksanaan kekuasaan pemerintahan negara, menimbulkan hak dan kewajiban bagi pemegang kekuasaan dimana hak dan kewajiban itu sendiri dapat dinilai dengan uang yang disebut sebagai keuangan negara. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengatur mengenai semua hak dan kewajiban negara, dan segala sesuatu baik yang berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban negara. Keuangan negara meliputi hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman. Di samping itu negara berkewajiban untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga. Keuangan negara juga berkaitan dengan penerimaan negara, pengeluaran negara, penerimaan daerah, pengeluaran daerah; kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah, kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum, kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, yang selanjutnya dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara, kepada menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/barang, kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah. Implikasi penyerahan kekuasaan pengelolaan keuangan kepada Presiden menempatkan posisi yang kuat Presiden melebihi pemegang kekuasaan dan penyelenggara pemerintahan lainnya serta kurang mencerminkan prinsip check and balances di antara pemegang kekuasaan. Sejalan dengan paradigma penguatan fungsi kekuasaan pemerintahan, kekuasaan membentuk undang-undang, - dan kekuasaan kehakiman secara berimbang, kekuasaan pengelolaan keuangan pada tiga kekuasaan di. atas perlu dilakukan secara otonom dan proporsional dengan tetap berdasarkan pada asas tertib, taat pada aturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Keuangan negara merupakan bagian integral dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), yang disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh dan www.hukumonline.com www.hukumonline.com tanggap terhadap perubahan atau dinamis yang mencakup rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan. Oleh karena 'itu keuangan negara hendaknya memiliki arah dalam rangka memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan sistem perencanaan pembangunan nasional yang akan menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi kegiatan dan program sehingga tercapai penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, dan berkelanjutan dengan tetap berdasarkan pada kerangka berbasis kinerja. Dalam rangka pelaksanaan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat serta Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, kewenangan pengelolaan keuangan perlu dilakukan perbaikan dengan meletakkan posisi pengguna anggaran secara tepat berdasarkan prinsip penggunaan dan pertanggungjawaban keuangan. Pengguna dan penanggung jawab keuangan pada Dewan Perwakilan Rakyat adalah Dewan Perwakilan Rakyat yang kekuasaannya berada pada Pimpinan dan hanya dapat didelegasikan kepada alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang keuangan. Demikian halnya pada Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi pengguna dan penanggung jawab keuangan adalah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang kekuasaannya berada pada Pimpinan Mahkamah Agung dan Pimpinan Mahkamah Konstitusi. Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat serta Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi berkenaan dengan penetapan dan penggunaan anggaran sebagai wujud otonomi pengelolaan keuangan di lingkungan masing-masing dituangkan dalam APBN, yang Rancangan Anggarannya disampaikan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, Pimpinan Mahkamah Agung, atau Pimpinan Mahkamah Konstitusi kepada Presiden untuk dimasukkan sebagai bagian dari APBN. Untuk itu penting melakukan perubahan terhadap kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, berdasarkan pendekatan kekuasaan pemerintahan, kekuasaan membentuk undangundang, dan kekuasaan kehakiman. II. PASAL DEMI PASAL Angka 1 Pasal 1 Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2 Cukup jelas. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Pelayanan umum yang dimaksud adalah pelayanan kepada setiap warga negara terutama menyangkut pemenuhan. kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, perumahan dan jaminan terhadap fakir miskin dan anak terlantar Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. www.hukumonline.com www.hukumonline.com Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam huruf i meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah. Angka 4 Pasal 5A Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Angka 5 Pasal 10 Ayat (1) Pembagian tugas kepada para pejabat pengelola keuangan daerah ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan prinsip pemisahan kewenangan antara pejabat pengelola keuangan daerah yang memerintahkan, menguji dan yang menerima/mengeluarkan uang. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 10A Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang dimaksud adalah Badan Urusan Rumah Tangga (BURT). Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 10B Ayat (1) Fungsi DPR yang dimaksud di sini adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 20A ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang meliputi fungsi legislasi, fungsi anggaran dan pengawasan. Ayat (2) Cukup Jelas. Ayat (2) Cukup Jelas. Pasal 10C Cukup jelas. Pasal 10D Ayat (1) Alat kelengkapan yang dimaksud adalah sebagaimana yang ditentukan dalam tata tertib DPR yang berlaku. www.hukumonline.com www.hukumonline.com Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Pasal 10E Cukup jelas. Pasal 10F Cukup jelas. Pasal 10G Cukup jelas. Pasal 10H Cukup jelas. Angka 6 Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Dalam pungutan perpajakan tersebut termasuk pungutan bea masuk dan cukai. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian negara/lembaga pemerintahan pusat. Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Angka 7 Pasal 12 Ayat (1) Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto. Ayat (4) www.hukumonline.com www.hukumonline.com Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antargenerasi sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial. Angka 8 Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 9 Pasal 14 Cukup jelas. Angka 10 Pasal 26 Cukup jelas. Angka 11 Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Apabila dalam waktu 2 (dua) bulan tidak memberikan pertimbangan yang diminta, Badan Pemeriksa Keuangan dianggap menyetujui sepenuhnya standar akuntansi nasional yang diajukan oleh Pemerintah. Angka 13 Pasal 35 Cukup jelas. Angka 14 Pasal 36A Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal II Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ......... www.hukumonline.com