7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Penelitian yang

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Penelitian yang Relevan
1. Hakikat Keakifan dalam Proses Pembelajaran
a. Pengertian Keaktifan Proses Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk
membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan
memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Dimyati dan Mudjiono, 2002:
157). Dalam proses pembelajaran, perlu diperhatikan kualitas dari guru dan siswa.
Kualitas guru dalam mengajar dan kemampuan siswa dalam mengikuti
pembelajaran. Kedua peran tersebut sangat berpengaruh terhadap tujuan yangakan
dicapai dalam pembelajaran atau kualitas proses pembelajaran itu sendiri. Untuk
mencapai hal tersebut keduanya harus mampu bersinergi dengan baik.
Proses belajar adalah kegiatan mental yang dilakukan siswa menurut urutan
fase tertentu dan sesuai dengan jalur belajar tertentu. Selama proses pembelajaran
terjadi interaksi antara guru dan siswa, namun interaksi ini bercirikan khusus,
karena siswa menghadapi tugas belajar dan guru harus mendampingi siswa dalam
belajarnya (Komsiyah, 2012: 99). Dapat dikatakan bahwa proses belajar akan
bergantung pada kualitas dari guru dan peserta didik itu sendiri. Adapun menurut
Sanjaya (2005: 77-89), pembelajaran adalah proses pengaturan lingkungan yang
diarahkan untuk mengubah perilaku siswa ke arah yang positif dan lebih baik
sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa. Kriteria keberhasilan
proses pembelajaran tidak diukur dari sejauh mana siswa telah menguasai materi
pembelajaran, akan tetapi diukur dari sejauh mana siswa telah melakukan proses
pembelajaran. Belajar bukan hanya sekadar menghafal atau mengembangkan
kemampuan intelektual, akan tetapi mengembangkan setiap aspek, baik
kemampuan kognitif, sikap, emosi, kebiasaan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
proses pembelajaran tidak hanya berorientasi pada penguasaan materi
pembelajaran, tetapi juga mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai.
7
8
Sebagaimana dijelaskan di atas, pembelajaran juga diorientasikan pada
perubahan tingkah laku, baik siswa maupun guru. Salah satu perubahan tingkah
laku yang dimaksud adalah perubahan sikap. Menurut Sudjana (2013: 80) ada tiga
komponen sikap, yaitu kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan
pengetahuan seseorang tentang objek atau stimulus yang dihadapinya, afeksi
berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi
berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu,
sikap selalu bermakna bila dihadapkan pada objek tertentu, misalnya sikap siswa
terhadap mata pelajaran, sikap mahasiswa terhadap pendidikan politik, atau sikap
guru terhadap profesinya.
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan khususnya pada Bab II Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa terdapat
delapan standar nasional pendidikan yaitu standar isi, standar proses, standar
kompetensi kelulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.
Apabila dalam pelaksanaannya kedelapan standar tersebut dipenuhi maka tujuan
pendidikan akan tercapai dengan baik.
Seringkali penilaian proses belajar siswa tidak terlalu diperhatikan jika
dibandingkan dengan penilaian hasil belajar. Padahal proses pembelajaran sangat
berpengaruh terhadap berhasil atau tidaknya siswa dalam menempuh tujuan
pembelajaran atau hasil belajar. Namun, sebagaimana dijelaskan di atas, standar
proses merupakan satu kesatuan dengan standar pendidikan lainnya. Standar
proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi
lulusan. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian, sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik. Untuk mendorong partisipasi peserta didik dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain memberikan pertanyaan menanggapi
respons peserta didik secara positif, menggunakan pengalaman berstruktur,
9
menggunakan beberapa instrumen, dan menggunakan metode yang bervariasi
yang lebih banyak melibatkan peserta didik (Mulyasa, 2014: 124).
Tolok ukur keberhasilan dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari
efisiensi, keefektifan, relevansi, dan produktivitas proses belajarmengajar dalam
mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Efisiensi berkenaan dengan pengorbanan
yang relatif kecil untuk memperoleh hasil yang optimal. Keefektifan berkenaan
dengan jalan, upaya teknik, strategi, yang digunakan dalam mencapai tujuan
secara tepat dan cepat. Relevansi berkenaan dengan kesesuaian antara apa yang
dilaksanakan dengan apa yang seharusnya dilaksanakan. Produktivitas berkenaan
dengan pencapaian hasil, baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Sudjana, 2013:
59-60).
Salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan proses pembelajaran adalah keaktifan siswa. Dalam buku Penilaian
Hasil Proses Belajar Mengajar, Sudjana (2013: 61) mengatakan bahwa untuk
melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar
dapat dilihat dalam beberapa kriteria. Pertama, turut serta dalam melaksanakan
tugas belajarnya. Kedua, terlibat dalam pemecahan masalah. Ketiga, bertanya
kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang
dihadapinya. Keempat, berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan
untuk pemecahan masalah. Kelima, melaksanakan diskusi kelompok sesuai
dengan petunjuk guru. Keenam, menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang
diperolehnya. Ketujuh, melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang
sejenis. Kedelapan, kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah
diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya
Dalam penelitian ini, peneliti memangkas indikator penilaian keaktifan dari
Sudjana (2013). Hal ini terjadi karena disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
Indikator pertama yaitu turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya sesuai
dengan indikator keaktifan menurut Sudjana. Indikator keduayaitu bertanya pada
guru. Indikator ini sesuai dengan indikator keaktifan poin ketiga menurut Sudjana.
Indikator ketiga dalam penelitian ini adalah kesungguhan siswa dalam diskusi.
Indikator ini merupakan turunan dari indikator keaktifan Sudjana yaitu terlibat
10
dalam pemecahan masalah, dan melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan
petunjuk guru. Adapun untuk indikator keempat yaitu berusaha memecahkan
permasalahan yang dihadapi. Indikator ini merupakan ringkasan dari aspek
berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalahdanmenilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya.
Berikut ini rubrik penilaian proses pembelajaran menulis berdasarkan
keaktifan siswa yang peneliti gunakan.
Tabel 1. Rubrik Penilaian Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Menulis
Indikator
No
Nama Siswa
Turut serta
dalam
melaksana
kan tugas
belajarnya
Bertanya
kepada
guru
Berusaha
Kesungguh
memecahkan
an siswa
permasalahan Nilai
dalam
yang
diskusi
dihadapi
1
2
3
dst.
Catatan
a. Kolom perilaku diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut
(diamati dari perilaku siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran menulis)
1 = sangat kurang (siswa tidak peduli dengan tugas yang diberikan guru,
siswa tidak bertanya,siswa melakukan aktivitas sendiri dan sama sekali
tidak memperhatikan guru, siswa tidak peduli dengan kegiatan diskusi
dan melakukan aktivitas lain)
2 = kurang (siswa terlihat malas dan mengeluh dengan tugas yang diberikan,
siswa mengerjakan tugas jika ditegur guru, siswa tidak ikut berdiskusi,
siswa melakukan aktivitas lain saat mengerjakan tugas dan melihat hasil
pekerjaan teman)
3 = sedang (siswa terlihat pasif dan diam dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar, siswa mengerjakan tugas dan ikut berdiskusi tetapi masih
melakukan aktivitas lain, seperti meminjam alat tulis temannya, siswa
sering melihat pekerjaan teman)
Ket.
11
4 = baik (saat pelajaran berlangsung, siswa terlihat aktif mengikuti pelajaran
siswa memperhatikan dan mencatat materi pelajaran yang disampaikan
guru, siswa mendiskusikan tugas dengan teman satu kelompok, siswa
fokus mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan baik dan tepat
waktu)
5 = amat baik (saat pelajaran berlangsung siswa terlihat antusias dan bertanya
pada guru, siswa memperhatikan penjelasan guru dan bertanya jika
kurang paham, siswa sangat antusias menerima contoh negosiasi dan
mendiskusikan dengan teman satu kelompok, siswa mengerjakan tugas,
bekerja dengan sungguh-sungguh dan selesai mengerjakan tepat waktu)
b. Nilai merupakan jumlah skor tiap indikator perilaku
c. Keterangan diisi dengan kriteria berikut.
1. Nilai 18-20 berarti amat baik
2. Nilai 14-17 berarti baik
3. Nilai 10-13 berarti sedang
4. Nilai 6-9 berarti kurang
5. Nilai 0-5 berarti sangat kurang
d. Persentase ketuntasan proses pembelajaran menulis teks negosiasi dapat
dihitung dengan menggunakan rumus
Jumlah siswa mendapat nilai A dan B x 100 = persentase keberhasilan
jumlah siswa (34)
Penilaian proses dimaksudkan untuk menilai kualitas pembelajaran serta
internalisasi karakter dan pembentukan kompetensi peserta didik, termasuk
bagaimana tujuan-tujuan belajar terealisasikan. Kualitas proses pembelajaran
dikatakan berhasil apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%)
siswa terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses
pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat
belajar yang besar, dan rasa percaya diri pada diri sendiri (Mulyasa, 2014: 143).
b. Pembelajaran dalam Kurikulum 2013
Implementasi Kurikulum 2013 merupakan aktualisasi kurikulum dalam
pembelajaran dan pembentukan kompetensi serta karakter peserta didik. Hal
12
tersebut menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan berbagai
kegiatan sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan. Guru harus menyadari
bahwa pembelajaran memiliki sifat yang sangat kompleks karena melibatkan
aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan (Mulyasa, 2014: 99100).
Dalam Kurikulum 2013, ruang lingkup kompetensi dasar mata pelajaran
Bahasa Indonesia dibagi menjadi tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Ranah sikap dipilah lagi menjadi dua aspek, yaitu aspek spiritual
dan aspek sosial. Kompetensi dasar aspek spiritual mata pelajaran Bahasa
Indonesia pada jenjang SMP dan SMA difokuskan pada perwujudan rasa syukur
terhadap keberadaan bahasa Indonesia sebagai sarana untuk memahami dan
sekaligus menyajikan informasi secara lisan dan tulis. Kompetensi dasar ranah
sikap aspek sosial difokuskan pada pemilikan karakter jujur, peduli, cinta tanah
air,semangat kebangsaan, demokratis, kreatif, santun, percaya diri ketika
mengungkapkan aktivitas berbahasa baik secara lisan maupun tulis. Kedua ranah
tersebut tidak diajarkan, tetapi terintegrasi dalam kompetensi dasar ranah
pengetahuan dan keterampilan(Priyatni, 2014: 35-36).
Bahasa Indonesia menurut Kurikulum 2013 tidak hanya difungsikan sebagai
alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana berpikir. Bahasa adalah sarana untuk
mengekspresikan gagasan dan sebuah gagasan yang utuh biasanya direalisasikan
dalam bentuk teks. Teks dimaknai sebagai ujaran atau tulisan yang bermakna,
yang memuat gagasan yang utuh. Dengan asumsi tersebut fungsi pembelajaran
bahasa adalah mengembangkan kemampuan memahami dan menciptakan teks
karena komunikasi terjadi dalam teks atau pada tataran teks.
Materi pokok mata pelajaran Bahasa Indonesia diarahkan pada penguasaan
beragam jenis teks. Menurut Anderson (dalam Priyatni, 2014:41) jenis teks dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori besar, yaitu teks sastra dan teks
faktual/informatif. Dalam pembelajaran, untuk memperkuat pemahaman, peserta
didik diminta menemukan teks sejenis dan mencoba mengenali struktur isi dan
fitur bahasanya. Hal ini berarti ada beberapa teks yang harus dibaca peserta didik.
13
Pembelajaran berbasis teks dalam Kurikulum 2013 mendorong peserta didik
untuk memproduksi teks bermakna. Pada ranah keterampilan, peserta didik
dituntut untuk memproduksi teks menelaah dan menyuntingnya, merevisi dan
membuat rekonstruksi teks. Kompetensi dasar ini jelas menuntut peserta didik
memproduksi teks utuh yang bermakna baik lisan maupun tulis, bukan menulis
penggalan teks yang tidak bermakna. Pembelajaran berbasis teks mengutamakan
kebermaknaan (Priyatni, 2014:42). Menciptakan atau menyusun teks untuk tujuan
tertentu berarti melakukan pemilihan bentuk dan struktur teks yang akan
digunakan agar pesan tersampaikan secara tepat. Pemilihan bentuk atau struktur
teks oleh penutur untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu kegiatan sosial
komunikatif ditentukan oleh konteks situasi yang dihadapi. Konteks situasi
merupakan kesatuan dari beberapa unsur yang tidak dapat terpisahkan dan saling
memengaruhi satu sama lain, yaitu apa yang sedang dibicarakan, siapa yang
terlibat dalam pembicaraan tersebut (sifat dan peran masing-masing), serta sifat
hubungan antara satu dengan lainnya), saluran yang digunakan (tertulis, lisan atau
keduanya) serta tujuan sosialnya (persuasif, ekspositori, deduktif, dsb.) (Priyatni,
2014:66)
2. Hakikat Kemampuan Menulis Teks Negosiasi
a. Hakikat Kemampuan Menulis
Setiap individu yang hidup tentu memiliki kemampuan yang bervariasi.
Kemampuan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi fisik,
kecerdasan, kekuatan, kecakapan, keterampilan. Tanpa adanya faktor-faktor
tersebut maka seseorang tidak dapat melakukannya dengan baik. Menurut Alwi
(2003: 123), kemampuan adalah kecakapan, kesanggupan, kekuatan untuk
menyelesaikan tugas. Sama halnya dengan yang dikemukakanPusat Bahasa(2005:
707) yang menyatakan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan dan
kekuatan. Adanya kemampuan membuat seseorang dapat melakukan dan
menyelesaikan sebuah kegiatan.
Menulis mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia. Menulis
merupakan salah satu sarana komunikasi seperti halnya berbicara. Namun, dalam
praktiknya penggunaan bahasa dalam menulis tidaklah sama dengan komunikasi
14
lisan. Hal ini dikarenakan bahasa digunakan secara fungsional yaitu pemakaian
bahasa sebagai media interaksi dan transaksi. Dengan demikian, kegiatan menulis
menuntut kecakapan dan kemahiran dalam mengatur menggunakan bahasa,
bekerja dengan langkah-langkah terorganisir, gagasan secara sistematis serta
mengungkapkan secara tersurat.
Tulisan yang baik dapat menghubungkan antara penulis sebagai pemberi
pesan dan pembaca sebagai penerima pesan. Pesan yang disampaikan harus ditulis
secara sistematis agar pembaca dapat menangkap pesan dengan jelas dan tidak
menimbulkan salah penafsiran. Tulisan juga mempunyai teknis pengungkapan
yang komunikatif dan menunjukkan kerangka berpikir rasional. Kegiatan menulis
sangat mementingkan unsur pikiran, penalaran data faktual karena itu wujud yang
dihasilkan berupa tulisan ilmiah atau nonfiksi.
Menulis merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Kegiatan ini
melibatkan cara berpikir yang teratur dan kemampuan mengungkapkannya dalam
bentuk bahasa tertulis dengan memperhatikan beberapa syarat diantaranya
kesatuan gagasan, kemampuan menyusun kalimat dengan jelas dan efektif,
kemampuan menyusun paragraf, kemampuan menguasai teknik penulisan, dan
pengetahuan
tentang
diksi
(Tarigan,
2008:
1).
Dalam
bukuTerampil
Mengarang,Gie (2002:3) menyatakan bahwa menulis adalah segenap rangkaian
seseorang mengungkapkan buah pikirannya melalui bahasa tulis kepada
masyarakat pembaca untuk dipahami. Hal ini sejalan dengan Yunus (2006: 13)
yang menyatakan bahwa menulis adalah suatu kegiatan penyampaian pesan
(komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya.
Proses dalam melakukan kegiatan menulis merupakan terjadinya pemindahan
buah pikiran yang berupa ide-ide atau gagasan-gagasan ke dalam bentuk tulisan.
Menulis dapat dikatakan sebagai kegiatan yang produktif dan ekspresif.
Dikatakan produktif karena dengan menulis seseorang bisa menyampaikan ide
atau gagasan dan pesan yang dirasakan kepada orang lain. Sistem penyampaian
itu akan mendatangkan hasil berbentuk karya tulis. Dikatakan ekspresif karena
hasil penyampaian ide yang berbentuk tulisan mengandung arti atau makna yang
bermanfaat, baik bagi penulis maupun orang lain yang membacanya (Tarigan,
15
2008: 3-4). Ada beberapa penyebab seseorang sulit menulis, yaitu ketajaman
berpikir, organisasi pikiran, kemampuan berbahasa, teori, dan unsur ketakutan.
Kesulitan menulis tidak hanya dialami oleh siswa melainkan sudah menjadi klise
masyarakat pada umumnya.
Adapun menurut Siburian (2013: 35), writing is a whole brain activity to
formulate and to organize ideas in right words to deliver and communicate the
aims to the reader and present it on a piece of paper. Menulis adalah aktivitas
otak utuh untuk merumuskan dan untuk mengorganisir gagasan kedalam kata-kata
untuk menyampaikan dan mengomunikasikan tujuan itu kepada pembaca dan
menyajikannya pada selembar kertas.
Berdasarkan teori-teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan
menulis adalah kecakapanseseorang untuk menuangkan gagasan-gagasannya
dalam bentuk tulisan.
b. Tujuan Menulis
Tujuan instruksional dari pelajaran menulis ialah agar “siswa dapat
menyatakan pikiran atau ide, pendapat, perasaan, atau keinginan secara
tertulis”.Dalam bagian menulis ini siswa dilatih agar mampu: (1) menggunakan
kata secara tepat makna dalam kalimat; (2) menggunakan kata dengan bentuk
yang tepat; (3) menggunakan kata dalam distribusi yang tepat; (4) merangkaikan
kata dalam frasa secara tepat; (5) menyusun klausa atau kalimat dengan susunan
yang tepat; (6) merangkaikan kalimat dalam kesatuan yang lebih besar (paragraf)
secara tepat dan baik; (7) menyusun wacana dari paragraf-paragraf dengan baik;
(8) membuat karangan (wacana) dengan corak tertentu: deskripsi, narasi,
eksposisi, persuasi, argumentasi, negosiasi, eksplanasi, dsb;(9) membuat surat
(macam-macam surat); (10) menyadur tulisan (puisi) menjadi prosa; (11)
membuat laporan (penelitian, pengalaman, sesuatu yang disaksikan); (12)
mengalihkan kalimat (aktif menjadi pasif dan sebaliknya kalimat langsung
menjadi kalimat tak langsung, dan sebagainya); (13) mengubah wacana (wacana
percakapan menjadi wacana cerita atau sebaliknya).
Tujuan penulisan suatu tulisan menurut Hugo Hartig dalam Tarigan (2008:
24-25)terdiri atas: (1) tujuan penugasan (assigment purpose)yaitu tujuan penulisan
16
yang tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu hanya karena
ditugasi; (2) tujuan altruristik (altruristik purpose) yaitu, penulisan yangbertujuan
untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca,
ingin
menolong
para
pembaca
memahami,
menghargai
perasaan
dan
penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah, dan lebih
menyenangkan dengan karyanya itu; (3) tujuan persuasif (persuasif purpose) yaitu
tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembacanya akan kebenaran gagasan
yang diucapkan; (4)tujuan informasional (informasional purpose)yaitu tulisan
yang bertujuan memberi informasi kepada pembaca; (5) tujuan pernyataan diri
(self-expresive purpose)yaitutulisan yang bertujuan memperkenalkan atau
menyatakan diri sang penulis kepada para pembaca; (6) tujuan kreatif (creative
purpose)yaitu tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik atau nilai-nilai
kesenian; (7) tujuan pemecahan masalah (problem-solving purpose)yaitu tulisan
yang bertujuan memecahkan masalah yang dihadapi.
c. Manfaat Menulis
Banyak manfaat yang diperoleh dari aktivitas menulis. Beberapa manfaat
menulis yang dikemukakan Pennebaker dalam Komaidi(2007: 14) antara lain: (1)
dapat menjernihkan pikiran, (2) membantu mendapatkan dan mengingat informasi
baru, dan (3) membantu memecahkan masalah.
Manfaat yang diperoleh seseorang dari kegiatan menulis menurut Komaidi
(2007: 12-13) diantaranya: (1) menimbulkan rasa ingin tahu dan melatih kepekaan
dalam melihat realitas di sekitar; (2) mendorong untuk mencari referensi seperti
buku, majalah, koran, jurnal, dan sejenisnya; (3) terlatih untuk menyusun
pemikiran dan argumen secara runtut, sistematis, dan logis; (4) secara psikologis
akan mengurangi tingkat ketegangan dan stres; (5) mendapatkan kepuasan batin
jika tulisan dimuat di media massa atau diterbitkan oleh penerbit; dan(6) membuat
penulis semakin populer dan dikenal oleh publik pembaca apabila tulisan dibaca
oleh banyak orang.
d. Jenis-Jenis Menulis
Menulis merupakan suatu rangkaian aktivitas yang sangat fleksibel.
Perkembangan anak dalam menulis terjadi secara perlahan-lahan. Tarigan (dalam
17
Muchlisoh,1993: 265-268) mengemukakan jenis-jenis menulis meliputi: (1)
Menulis permulaan huruf kecil. Menulis permulaan diajarkan di kelas I dan II
Sekolah Dasar. Disebut demikian karena dalam menulis permulaan lebih
diutamakan pengenalan huruf dan kedudukan atau fungsinya di dalam kalimat; (2)
Menulis permulaan huruf besar; (3) Menulis ejaan adalah cara atau aturan menulis
dengan kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa
Pada pengertian tersebut ternyata menulis ejaan adalah menulis sesuai dengan
ketentuan yang harus dilaksanakan dalam menuliskan kata-kata dengan huruf; (4)
menulis prosa adalah menulis karangan yang bebas tanpa terikat apapun; (5)
menulis surat adalah menulis berisi informasi yang perlu diketahui oleh pembaca;
(6) menulis formulir adalah jenis menulis pada sebuah formulir atau blangko yang
harus diisi dengan tujuan atau isi formulir; (7) menulis paragraf adalah menulis
gagasan atau pikiran berupa beberapa kalimat dalam satu kesatuan yang padu; (8)
menulis judul karangan dan kerangka karangan; (9) menulis karangan puisi adalah
bentuk karangan yan terikat dengan bait dan sajak; (10) menulis laporan adalah
suatu tulisan yang berbentuk penyampaian suatu fakta dan pemikiran dengan
tujuan untuk memberi masukan, yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam menentukan langkah selanjutnya; (11) menulis telegram ialah jenis menulis
yang isinya berupa informasi atau pernyataan yang harus diketahui oleh pembaca;
(12) menulis teks pidato adalah menulis berupa naskah yang akan disampaikan
kepada orang lain secara lisan atau dengan teks; (13) menulis karangan drama
adalah menulis berupa naskah dialog yang dipentaskan di panggung(Akhadiah,
2001: 177).
18
e. Tahap-tahap penulisan
Kegiatan menulis merupakan padanan kata dari mengarang. Mengarang
adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan
menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada yang dipahami. Kegiatan dalam
menciptakan suatu catatan itu dapat dilakukan dengan cara menyusun buah
pikiran dan perasaan atau data-data informasi yang diperoleh menurut organisasi
penulisan sistematis, sehingga tema karangan atau tulisan yang disampaikan
sudah dipahami pembaca (Gie, 2002: 17).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa mengarang merupakan suatu kegiatan
yang menyajikan informasi, gagasan dari pengalaman tentang peristiwa yang
dialami dengan kemampuan bernalarnya.Mengarang diartikan dengan merangkai
atau menyusun ide atau buah pikiran dan perasaan ke dalam rangkaian kalimat
secara teratur dengan satu kesatuan yang utuh. Data-data informasi diperoleh
menurut organisasi penulisan secara sistematis sehingga tulisan yang disampaikan
sudah dipahami pembaca. Adapun karangan atau teks merupakan hasil pekerjaan
dari mengarang.
Menulis merupakan suatu proses, yaitu proses penulisan yang di
dalamnya terdapat beberapa tahap-tahap penulisan, meliputi tahap prapenulisan,
tahap penulisan, dan tahap revisi (Akhadiah, dkk, 2001: 2-5). Ketiga tahap
penulisan itu menunjukkan kegiatan utama yang berbeda. Pada Tahap
Prapenulisan ditentukan hal-hal pokok yang mengarahkan penulis dalam seluruh
kegiatan penulisan itu. Dalam Tahap Penulisan dilakukan apa yang telah
ditentukan itu yaitu mengembangkan gagasan dalam kalimat-kalimat, satuan
paragraf, bab atau bagian sedangkan dalam Tahap Revisi yang dilakukan ialah
membaca dan menilai kembali yang telah ditulis, memperbaiki, mengubah bahkan
jika perlu memperluas tulisan tadi.
Menurut Akhadiah,dkk (2001: 2-5) tahap-tahap yang harus dilalui dalam
menulis meliputi;
1) Tahap Prapenulisan
Tahap ini merupakan tahap perencanaan atau persiapan menulis, dimana
di dalamnya mencakup beberapa langkah-langkah kegiatan jika menulis karangan
19
meliputi; (1) Menentukan Topik, berarti seorang penulis menentukan apa yang
akan dibahas di dalam tulisan. Topik ini dapat diperoleh dari berbagai sumber
ilmu, pengalaman dan pengamatan. Seorang penulis dapat menulis tentang
pendapat, sikap dan tanggapan sendiri atau orang lain atau tentang
khayalan/imajenasi yang dimilikinya. Dalam menentukan topik karangan harus
selalu mengenai fakta; (2) Membatasi Topik, berarti mau menpersempit/
memperkecil lingkup pembicaraan. Untuk mempermudah pembahasan digunakan
gambar, bagan, diagram atau cara visualisasi yang lainnya; (3) Menentukan tujuan
penulisan. Dengan menentukan tujuan penulisan kita tahu apa yang akan
dilakukan pada tahap penulisan, bahkan apa yang diberkakukan; (4) Menentukan
bahan penulisan, yaitu semua informasi atau data yang dipergunakan untuk
mencapai data penulisan; (5) Membuat kerangka karangan merupakan kegiatan
terakhir pada tahap persiapan/prapenulisan.
2) Tahap Penulisan
Pada tahap ini penulis membahas setiap butir topik yang ada di dalam
kerangka yang disusun. Dalam mengembangkan gagasan menjadi suatu kerangka
yang utuh, diperlukan bahasa. Dalam hal ini penulis harus menguasai kata-kata
yang akan mendukung gagasan. Ini berarti bahwa penulis harus mampu memilih
kata dan istilah yang tepat sehingga gagasan dapat dipahami pembaca dengan
tepat pula. Kata-kata itu harus dirangkaikan menjadi kalimat efektif selanjutnya
kalimat-kalimat tersebut harus disusun menjadi paragraf persyaratan dan ditulis
dengan ejaan yang berlaku disertai tanda baca yang digunakan secara tepat.
3) Tahap Revisi
Sebuah tulisan perlu dibaca kembali pada tahap ini.Pada tahap ini
biasanya penulis meneliti secara menyeluruh mengenai logika, sistematika, ejaan,
tanda baca, pilihan kata, kalimat, paragraf, daftar pustaka dan sebagainya. Jika
tidak ada lagi yang kurang memenuhi syarat maka selesailah tulisan kita.
20
Untuk mewujudkan karangan agar menjadi baik menurut Artati (2008:
21),perlu langkah-langkah sebagai berikut:
(a) Menentukan Tema. Tema karangan biasanya diwujudkan dalam satu
kalimat. Tema dapat dibagi lagi menjadi beberapa topik. Jadi topik
karangan ditentukan dari tema karangan;
(b) Menentukan Tujuan. Tujuan karangan harus dirumuskan secara jelas,
ditetapkan sebelum pengembangan topik, pengembangan topik sangat
bergantung pada tujuan karangan;
(c) Mengumpulkan Bahan. Bahan yang diperlukan dalam mengarang adalah
data berupa kalimat, angka, gambar yang diperoleh dari berbagai sumber;
(d) Menyusun Karangan. Semua gagasan atau ide yang mendukung topik
diwujudkan dalam tulisan yang disertai data. Selanjutnya ide pokok
disusun berurutan, tiap ide pokok atau gagasan utama dikembangkan
menjadi paragraf-paragraf yang dapat mendukung kerangka karangan
atau garis besar sebuah karangan;
(e) Mengembangkan Kerangka Karangan, yaitu menguraikan rancangan
karangan menjadi bagian-bagian yang lebih jelas;
(f) Koreksi dan Revisi. Bagian karangan yang harus dikoreksi adalah isi,
kalimat dan ejaan.
(g) Menulis Naskah. Seorang penulis bisa menulis naskah karangan bila
telah memenuhi langkah-langkah di atas. Kerangka karangan yang sudah
disusun tidak diubah-ubah. Koreksi dan revisi dilakukan dengan
sungguh-sungguh. Dengan demikian karangan akan berbobot dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
f. Minat dalam Menulis Teks
Berdasarkan pengamatan di lapangan, kemampuan menulis atau
mengarang siswa sangat rendah. Hal tersebut bisa menjadi faktor penyebab
timbulnya masalah, kurangnya minat menulis atau mengarang anak. Faktor
tersebut bisa berasal dari faktor intern dan faktor ekstern siswa.
Faktor intern siswa adalah faktor-faktor yang bersumber dari diri siswa itu
sendiri. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuan menulis dan tingkat
21
perkembangan anak usia sekolah.Wahjoeti Marjono (dalam Muchlisoh, 1993:296)
berpendapat bahwa perkembangan pada anak usia remaja adalah belajar
menguasai keterampilan fisik motorik membentuk sikap sehat tentang diri sendiri,
belajar bergaul dengan baik, belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis
kelaminnya, mengembangkan keterampilan yang fundamental dalam membaca,
menulis dan berhitung, mengembangkan pembentukan kata hati, mengembangkan
sikap yang sehat terhadap kelompok.
Faktor ekstern artinya faktor yang mempengaruhi perkembangan tingkah
laku siswa termasuk minat yang bersumber dari luar diri siswa. Faktor yang
berasal dari diri siswa misalnya: lingkungan keluarga, teman sebaya, masyarakat
sekitar, dan guru itu sendiri.Faktor eksternal kesulitan menulis karangan adalaha)
kemampuan guru yang meliputikemampuan menulis karangan,kemampuan
memanfaatkan media dalam pembelajaran menulis karangan, kemampuan menilai
hasil karangan siswa, dan b) faktor kemampuan ekonomi.
g. Hakikat Teks Negosiasi
Negosiasi adalah sebuah komunikasi di mana pihak-pihak mencari
kesepakatan untuk mengadakan pertukaran-pertukaran di antara mereka (Lomas,
2008: 1). Adapun menurut Prasetyono (2008: 38), negosiasi adalah proses atau
upaya menggunakan informasi dan kekuatan untuk mempengaruhi tingkah laku
ke dalam suatu “jaringan yang penuh dengan tekanan”.
Suatu negosiasi mungkin akan terjadi dengan siapa saja. Negosiasi
seringkali menemui jalan buntu atau gagal karena kita sering tidak mengetahui
bahwa mereka sebenarnya saling terlibat. Oleh karena itu, di dalam negosiasi
harus mengandung (1) Informasi. Kebutuhan informasi sangat penting artinya
dalam proses negosiasi karena pengetahuan Anda tidak mencukupi tentang
mereka dan kebutuhan mereka, tetapi mereka seakan lebih tahu tentang kebutuhan
Anda; (2) Waktu. Pihak-pihak merasa terdapat dibawah suatu tekanan dari jenis
organisasi yang sama, ketidakleluasaan waktu, tenggang waktu yang terbatas
seperti yang anda rasakan; (3) Kekuatan. Pihak-pihak lain selalu terlihat
mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang lebih dari apa yang anda bayangkan.
Kekuatan satu kesatuan dari luapan pikiran, yaitu suatu kapasitas atau
22
kemampuan untuk membuat apa yang kita inginkan dapat terlaksana, dan untuk
berlatih mengendalikan orang, peristiwa-peristiwa, segala situasi dan diri sendiri.
Faktor-faktor lain yang krusial dan sangat mempengaruhi karakter negosiasi
adalah latar belakang negosiasi, tekanan waktu, dan permasalahan yang sedang
dibahas. Meskipun demikian, negosiasi bisa cenderung bersaing (kompetitif)atau
bekerjasama (kooperatif). (1) Negosiasi Kompetitif. Dalam negosiasi ini, bisa saja
terjadi kondisi atau suasana yang tidak ramah, dan masing-masing pihak berusaha
menekan habis-habisan untuk mendapatkan penawaran yang terbaik bagi dirinya
sendiri, sementara itu dipihak kedua cenderung bertahan sambil menunggu
saatnya tiba;(2) Negosiasi Kooperatif. Negosiasi
dimana seluruh gagasan
pertujuan mencapai solusi dimana semua orang mendapatkan manfaat
(Prasetyono, 2008: 48-49),
Terdapat
lima
langkah
merancang
negosiasi,
sebagai
berikut:
Pertama.Tetapkan Tujuan-Tujuan Anda. Negosiasi tanpa tujuan yang jelas sama
halnya Anda bercerita dalam cerita. Tidak ada pangkal dan ujung di mana cerita
akan habis. Negosiasi harus mempunyai tujuan yang jelas agar berakhir dengan
jelas pula. Kedua. Mengumpulkan Sejumlah Informasi yang dibutuhkan. Dalam
negosiasi, informasi harus diperoleh seakurat mungkin, informasi ini akan
menjadi sumber kekuatan Anda. Ketiga. Pahami konteks negosiasi. Setiap
negosiasi memiliki sejarah dan konteks, dua hal yang membentuk latar belakang
pembahasan dan akan memengaruhi hasilnya. Untuk mencapai kerja sama tidak
bisa langsung sifatnya, tetapi diperlukan adanya suatu keseimbangan dari semua
faktor yang terkait dan kompromi yang masuk akal (kooperatif). Apabila Anda
tidak melakukannya atau negosiasi berjalan tidak seimbang, ada kecenderungan
menciptakan peluang bagi lawan untuk menekan Anda yang dalam konteks ini
disebut persaingan (kompetitif). Ingat bahwa kesepakatan yang dibuat di bawah
pengeruh persaingan tidak bertahan lama, cepat atau lambat pihak kedua akan
segera merebutnya kembali. Keempat. Merencanakan Proses Negosiasi. Secara
umum proses negosiasi dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: sebelum, selama
pembicaraan berlangsung, sesudah negosiasi(Prasetyono, 2008: 71).
23
Tahap-tahap dalam negosiasi adalah sebagai berikut: Preparation and
planing adalah kunci sukses dari sebuah negosiasi, di mana pada bagian ini kita
mengatur tujuan dan batasan-batasan. Pada tahap ini kita juga harus mengetahui
tipe orang yang akan bernegosiasi dengan kita. Definition of ground rules adalah
menetapkan prinsip sebuah negosiasi, dengan demikian dapat membantu dalam
merencanakan sebuah strategi sukses. Clarification and justification adalah untuk
memulai negosiasi, harus jelas mengenai suatu kepentingan dan harapan.
Bargaining and problem solving adalah dalam tingkatan ini kedua belah pihak
akan saling tawar menawar atau akan aktif dalam menemukan sebuah solusi.
Closure and implementation adalah kesimpulan akhir dari sebuah negosiasi
dimana kedua belah pihak telah memiliki sebuah perjanjian/persetujuan yang
dibuat di dalam suatu surat perjanjian dan ditandatangani oleh kedua belah pihak
(Pragolapati,2011: 15).
Struktur kompleks teks negosiasi, yaitu orientasi, permintaan, pemenuhan,
penawaran, persetujuan, pembelian, dan penutup. Struktur kompleks ini biasanya
untuk teks negosiasi antara penjual dan pembeli. Orientasi berupa salam, maksud,
dan tujuan mengadakan jual beli. Permintaan disampaikan oleh pembeli kepada
penjual. Pemenuhan merupakan kesepakatan atas produk sesuai dengan kriteria
pembeli atau tidak. Penawaran adalah negosiasi tentang nilai barang, membuat
kesepakatan yang sama antara penawaran penjual dan pembeli. Persetujuan
adalah kesepakatan yang dicapai antara penjual dan pembeli.Pembelian
merupakan kegiatan di mana barang yang ada pada penjual menjadi hal milik
pembeli dengan menukar nilai tertentu. Penutup biasanya berupa ucapan terima
kasih dan pesan kepuasan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa teks negosiasi adalah
teks yang berisi tentang suatu percakapan untuk mendapatkan suatu kesepakatan
dalam suatu hal.
h. Penilaian Kemampuan Menulis Teks Negosiasi
Untuk mengukur keberhasilan dari proses pembelajaran, diperlukan adanya
penilaian. Penilaian menurut Majid (2014: 335) merupakan rangkaian kegiatan
untuk menentukan pencapaian kompetensi siswa terhadap suatu mata pelajaran.
Nurgiyantoro (2013: 6) mengartikan penilaian sebagai suatu proses untuk
24
mengukur kadar ketercapaian tujuan. Selaras dengan apa yang dikemukakan oleh
Tuckman (dalam Nurgiyantoro, 2013: 6) yang mengartikan penilaian sebagai
suatu proses untuk mengetahui (menguji) apakah suatu kegiatan, proses kegiatan,
keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan dan kriteria yang ditentukan.
Hal yang sama juga dikemukakan Sudjana (2013: 3) yang menjelaskan bahwa
penilaian adalah proses memberikan atau menetukan nilai kepada objek tertentu
berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Penilaian diawali dengan melakukan pengumpulan data, pengumpulan
contoh, dan pencatatan amatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis, dan
berkelanjutan, serta digunakan untuk mengetahui penguasaan siswa. Selanjutnya
guru membuat simpulan, pemaknaan, pengambilan keputusan berdasarkan data,
contoh, dan hasil pengamatan. Langkah terakhir, guru harus membuat laporan
yang merupakan pensintesaan penerjemah, pengomunikasian hasil penilaian.
Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: Sahih, berarti
penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yag diukur;
Objektif, berarti penilaian berdasarkan prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subyektivitas penilai; Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan
atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar
belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial, ekonomi, dan gender;
Terpadu, berarti penilaian merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan
dari kegiatan pembelajaran; Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian,
dan
dasar
pengambilan
keputusan
dapat
diketahui
oleh
pihak
yang
berkepentingan; Meyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup
semua aspek kompetensi, dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang
sesuai untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik; Sistematik,
berrti penilaian dilakukan secara terencana dan bertahap dengan mengikuti
langkah-langkah baku; Beracuan kriteria, penilaian didasarkan pada ukuran
pencapaian kompetensi yang ditetapkan; Akuntabel, berarti penilaian dapat
dipertanggungjawabkan, baik dari segala teknik, prosedur, maupun hasilnya
(Majid, 2014: 336-337).
25
Tujuan penilaian yang dilakukan oleh guru di kelas hendaknya diarahkan
pada 4 (empat) tujuan yakni penelurusan (keeping track), pengecekan (checkingup), pencarian (finding-out), dan penyimpulan (summing-up). Penelusuran
(keeping track), yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap
sesuai dengan rencana. Guru mengumpulkan informasi sepanjang semester dan
tahun pembelajaran melalui berbagai bentuk penilaian kelas agar memperoleh
gambaran tentang pencapaian kompetensi oleh siswa. Pengecekan (checking-up),
yaitu untuk mengecek kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dari proses
pembelajaran. Melalui penilaian kelas, baik yang bersifat formal maupun informal
guru melakukan pengecekan kemampuan (kompetensi) yang telah kuasai dan
yang belum dikuasai siswa. Pencarian (Finding-out), yaitu untuk mencari dan
menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan
dalam proses pembelajaran. Guru harus selalu menganalisis dan merefleksikan
hasil penilaian kelas dan mencari hal-hal yang menyebabkan proses pembelajaran
tidak
berjalan
secara
efektif.
Penyimpulan
(summing-up),
yaitu
untuk
menyimpulkan apakah anak didik telah menguasai seluruh kompetensi yang
diterapkan dalam kurikulum atau belum. Penyimpulan sangat penting dilakukan
guru, khususnya pada saat guru diminta melaporkan hasil kemajuan belajar anak
kepada orang tua, sekolah atau pihak lain seperti di akhir semester atau akhir
tahun ajaran, baik dalam bentuk rapor siswa atau bentuk-bentuk lainnya
(Chittenden dalam Majid, 2014: 337-338).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian
adalah proses sistematis dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi
untuk menentukan kualitas hasil dari pelaksanaan sebuah kegiatan sesuai dengan
kriteria yang telah ditentukan.
Kemampuan menulis sangat penting bagi setiap siswa. Kalau siswa tidak
mau mencoba menulis maka selamanya tidak akan pernah bisa menulis (Lasa,
2005: 5). Sebagai kegiatan yang memiliki tingkat kesulitan tertinggi bila
dibandingkan dengan keterampilan berbahasa yang lain, kegiatan menulis teks
negosiasi memerlukan adanya penghargaan. Pemberian nilai dapat dilakukan
dengan berpedoman pada rubrik penilaian menulis teks negosiasi. Aspek dan
26
kriteria penilaian dalam rubrik penilaian menulis teks negosiasi tentu harus
disesuaikan dengan indikator yang telah ditentukan dalam sintesis teori di atas.
Penilaian terhadap kemampuan menulis teks negosiasi siswa dilakukan
dengan memberikan tes. Tes merupakan suatu bentuk pemberian tugas atau
pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siswa yang sedang diberi tes (Suwandi,
2011: 47). Tes yang diberikan berupa tes esai untuk memproduksi teks negosiasi.
Tes esai adalah suatu bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban siswa dalam
bentuk uraian dengan menggunakan bahasa sendiri (Suwandi, 2011: 47). Tes ini
menuntut siswa untuk dapat menghubungkan fakta-fakta dan konsep-konsep,
mengorganisasikannya ke dalam koherensi yang logis dan menuangkannya dalam
sebuah tulisan.
Peneliti menggunakan kriteria penilaian tes menulis teks negosiasi siswa
yang dikemukakan oleh Djiwandono, karena penjabaran penilaian tes esai menulis
teks tersebut sangat lengkap, terperinci, dan sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi siswa. Berikut adalah rubrik kriteria penilaian tes menulis dengan
beberapa modifikasi.
27
Tabel 2. Rubrik Penilaian Menulis Teks Negosiasi
Kode
Aspek
Penliaian
Bobot
Skor
4
Kategori
Amat baik
s.d.
sempurna
Amat menguasai masalah , isi
amat padat, tuntas dan
menyeluruh , amat sesuai dengan
masalah yang disajikan
Cukup s.d.
baik
Menguasai masalah, cakupan isi
memadai, hampir tuntas
menyeluruh, sesuai dengan
masalah tetapi tidak cukup
terperinci
Kurang s.d.
biasa
Penguasaan masalah terbatas,
cakupan isi kurang memadai,
kurang tuntas
Amat
kurang
Tidak menguasai masalah, tidak
cukup berisi, tidak sesuai
permasalahan, tidak terdapat
cukup bahan untuk dinilai
Amat baik
s.d.
sempurna
Amat runtut, pokok-pokok pikiran
diungkapkan dan dikembangkan
secara jelas, diorganisasikan
secara baik dengan urutan yang
logis, hubungan antarbagian amat
erat (kohesif)
Cukup s.d.
baik
Kurang runtut, terdapat pokokpokok pikiran tetapi kurang
terorganisasi dengan rapi; tidak
cukup dikembangkan, urutan logis
tetapi kurang menyeluruh
Kurang s.d.
biasa
Tidak runtut, pokok pikiran tidak
teratur, urutan kurang logis,
pokok pikiran kurang
terkembangkan
3
A
Isi
30
2
1
4
B
Organisasi
20
3
2
Indikator
28
1
4
Amat
kurang
Tidak komunikatif, tidak ada
pengorganisasian, tidak terdapat
cukup bahan untuk dinilai
Amat baik
s.d.
sempurna
Penggunaan berbagai bentuk
kalimat kompleks yang amat
efektif, sedikit saja kesalahan
penggunaan tata bahasa, urutan
kalimat, bentukan frasa dan kata,
frasa depan, dsb.
Cukup s.d.
baik
Penggunaan kalimat sederhana
secara efektif, beberapa kesulitan
penggunaan kalimat kompleks,
beberapa kesalahan penggunaan
tata bahasa, urutan kalimat,
bentukan frasa dan kata, kata
depan, dsb.
Kurang s.d.
biasa
Kesalahan dan kesulitan
penggunaan kali-mat sederhana
maupun kompleks, banyak
kesalahan penggunaan tata
bahasa, urutan kalimat, bentukan
frasa, kata depan, dsb.
Amat
kurang
Hampir tidak menguasai tata
bahasa, penuh kesalahan tata
bahasa, tidak dapat dimengerti,
tidak terdapat cukup bahan untuk
dinilai.
Amat baik
s.d.
sempurna
Perbendaharaan kata luas,
pemilihan dan penggunaan kata
yang tepat dan efektif, penguasaan
baik terhadap bentuk dan
pembentukan kata
Cukup s.d.
baik
Perbendaharaan kata cukup,
pemilihan dan penggunaan kata
yang kadang-kadang tidak tepat
tanpa mengaburkan makna
3
C
Tata
Bahasa
25
2
1
4
D
Kosakata
20
3
29
2
Kurang s.d.
biasa
Perbendaharaan kata terbatas,
lebih banyak kesalahan pemilihan
kata, makna yang kabur dan tidak
jelas
Amat
kurang
Perbendaharaan kata amat terbatas
hingga tidak mampu
mengomunikasikan makna yang
diinginkan, tidak cukup informatif
untuk dinilai
Amat baik
s.d.
sempurna
Sepenuhnya sesuai dengan
kaidah ejaan dan penulisan, ada
sedikit kesalahan ejaan, tanda
baca, penggunaan huruf besar,
penyusunan paragraf
Cukup s.d.
baik
Kadang terdapat kesalahan
penerapan kaidah, namun tanpa
mengaburkan inti dan makna
pokok
Kurang s.d.
biasa
Banyak kesalahan penerapan
kaidah ejaan dan penulisan,
tulisan sulit dibaca, inti dan
makna pokok kabur.
1
4
3
E
Ejaan dan
tanda
baca
5
2
Amat
kurang
Tidak menguasai kaidah ejaan dan
penulisan, penuh kesalahan ejaan,
tanda baca, penggunaan huruf
1
besar, penyusunan paragraf,
tulisan sulit dibaca, tidak cukup
informasi untuk dinilai.
(Djiwandono, Tes Bahasa: Pegangan Bagi Pengajar Bahasa, 2011: 61-64 dengan
modifikasi)
3. Hakikat Metode Group Investigation
a. Pengertian Metode Group Investiation
Dalam pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajar siswa yang kurang
pandai dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang membantu
30
dan memotivasinya. Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap pasif akan terpaksa
berpartisipasi secara aktif agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya
Ada beberapa ahli yang menyatakan tentang bagaimana gaya siswa dalam
belajar. Gaya siswa dalam belajar memang sangat bermacam-macam. Gaya
belajar siswa pun juga berpengaruh terhadap hasil yang dicapainya. Reid (dalam
Viriya dan Suthirak, 2014: 218-219) menyatakan bahwa
Student who prefer the group learning style learn best when they are
studying in a group or at least with another student. Student value group
interaction and class work with other students and can remember
information better when they work with two or three classmates. The
stimulation and motivation students gain from group work or learn or
work with others help them learn and understand new information better.
Jadi, menurut Reid belajar secara berkelompok menghasilkan dampak
yang positif dalam proses dan hasil pembelajaran. Dengan belajar berkelompok
siswa dapat lebih mudah untuk menyerap informasi dari sudut pandang yang
berbeda yaitu dari teman satu kelompok. Hal ini berbeda apabila siswa hanya
belajar dengan dua atau tiga orang siswa saja.
Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation merupakan model
pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar
kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip
pembelajaran demokrasi. Model pembelajaran ini melatih siswa untuk
membangun kemampuan berpikir secara mandiri dan kritis serta melatih siswa
dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam kelompok(Isjoni, 2011).
Model
pembelajaran
kooperatif
tipe
group
investigation
yang
dikembangkan oleh Sharan dan Sharan ini lebih menekankan pada pilihan dan
kontrol siswa dari pada teknik-teknik pengajaran di ruang kelas (Huda, 2011).
Dalam penelitiannya yang berjudul Group Investigation Teaching Technique In
Turkish Primary ScienceCourses,Aksoy dan Gurbuz (2013) menyatakan bahwa
Group investigation method will be beneficial for the academic
achievement of the students and it will make students more active in
lessons. The fact that the students in the Experimental Group were more
successful that students had the chance to contribute their knowledge on
the subjects as they did research and benefited from previous
31
investigation, and they took part in the learning process actively in both
in-class and out-of-class discussions
Metode group investigationmemberikan dampak yang positifterhadap
prestasi akademis siswa. Selain itu, metode ini juga mendorong siswa untuk aktif
dalam pembelajaran karena dengan melakukan penyelidikan siswa menjadi ikut
berperan dalam proses pembelajaran yang berlangsung.
b. Tahap-tahap dalam Metode Group Investigation
Enam tahapan di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan metode Group
Investigationmenurut
Slavin
(2008:
218-220)
dapat
dirinci
sebagai
berikut.Pertama. Mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok.
Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang
akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas. Kedua.
Merencanakan tugas yang akan dipelajari. Kelompok akan membagi sub topik
kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan
diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai. Ketiga. Membuat
penyelidikan. Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi,
membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan
baru dalam mencapai solusi masalah kelompok. Keempat. Mempersiapkan tugas
akhir. Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di
depan kelas. Kelima. Mempresentasikan tugas akhir. Siswa mempresentasikan
hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti. Keenam. Evaluasi. Kelompok lain
dan guru memberikan kritik dan masukan berdasarkan materi teks yang
dipresentasikan.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Menulis Teks Negosiasi dengan Metode
Group Investigation
Pembelajaran menulis teks negosiasi merupakan materi pembelajaran yang
baru dalam Kurikulum 2013. Siswa dituntut untuk menguasai teks tersebut
dengan tujuan supaya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hai. Namun, pada
kenyataannya dalam pembelajaran masih banyak kendala dalam pembelajaran
menulis teks negosiasi. Salah satu penyebabnya adalah cara guru dalam
menyampaikan materi yang tidak menarik sehingga berpengaruh terhadap hasil
tulisan siswa yang rendah.
32
Terobosan baru dalam pembelajaran perlu diterapkan. Salah satu diantaranya
yang berkaitan dengan metode pembelajaran yang digunakan guru untuk
menyampaikan materi. Metode Group Investigation merupakan salah satu metode
baru yang dapat digunakan dalam pembelajaran menulis teks negosiasi. Menurut
Isjoni (2011) model pembelajaran kooperatif tipe group investigation merupakan
model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip
belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip
pembelajaran demokrasi. Jadi, siswa diharapkan dapat meningkatkan keaktifan
dan hasil tulisan siswa.
Guru dan peneliti menyepakati menggunakan langkah-langkah pembelajaran
dengan metode group investigationpada pembelajaran menulis teks negosiasi di
kelas X MIA 1 SMA Negeri 2 Sukoharjosebagai berikut ini.
1) Pemilihan topik bahasan. Pemilihan topik bahasan dilakukan oleh guru
bersama siswa. Topik dipilih berdasarkan pengalaman bersama atau secara
umum. Jadi, guru mempunyai beberapa topik bahasan negosiasi yang
berbeda untuk setiap kelompok.
2) Merencanakan tugas.Setelah menentukan topik, guru membagi kelas
menjadi 6 kelompok. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas. Setiap
kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Kemudian setiap kelompok memilih ketua
kelompok. Setelah itu, tugas siswa adalah membuat perencanaan dari
masalah atau topik negosiasi yang akan dikerjakan.
3)Membuat penyelidikan. Siswa menggali pengalaman bersama dengan
teman satu kelompok berkaitan dengan topik negosiasi yang akan mereka
kerjakan.Setelah mendapatkan ide dari menggali pengalaman, siswa
membuat rincian setiap ide pokok tersebut ke dalam bentuk kerangka teks
negosiasi. Guru memberikan bimbingan dan arahan agar siswa fokus
terhadap topik negosiasi yang mereka kerjakan.
4) Mempersiapkan tugas akhir.Siswa mengembangkan rincian ide yang telah
dibuat kerangka karangan tadi menjadi sebuah teks negosiasi yang utuh.
33
5) Mempresentasikan tugas akhir.Siswa mempresentasikan hasil kerjanya.
Kelompok lain tetap mengikuti dan mencatat hal-hal yang dianggap kurang
tepat.
6) Evaluasi.Kelompok lain dan guru memberikan kritik dan masukan
berdasarkan materi teks negosiasi yang dipresentasikan.
Pada pertemuan pertama guru membagi siswa ke dalam 6 kelompok, setiap
kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Sebelumnya guru memberikan tayangan tentang
teks negosiasi lalu setiap kelompok diberi tugas untuk mengkaji teks negosiasi
yang berbeda. Kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengerjakan tugas yang diberikan yaitu menganalisis teks negosiasi yang telah
diberikan Setelah itu, siswa mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. Guru
dan siswa memberikan evaluasi
Pada pertemuan kedua, siswa kembali bergabung dengan kelompok, lalu
semua anggota kelompok saling bertukar pengalaman dan ide untuk menentukan
topik negosiasi yang dikaji. Kemudian dari ide-ide tersebut dibahas bersama dan
dibuat kerangka teks. Setelah itu, masing-masing siswa membuat teks negosiasi
berdasarkan kerangka yang dibuat oleh kelompoknya. Hasil akhir dari
pembelajaran ini adalah teks negosiasi yang dibuat oleh siswa. Dalam
pembelajaran dengan metode group investigation ini, guru menggunakan media
video sebagai rangsangan agar siswa mempunyai gambaran tentang apa yang akan
mereka kerjakan.
d. Penelitian yang Relevan
Adapun penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain
penelitian
yang
dilakukan
PeningkatanPembelajaran
oleh
Fatmawati
Keterampilan
Menulis
(2015)
Teks
yang
berjudul
Berita
dengan
menggunakan Model Group Investigation pada Siswa Kelas VIII-B SMP Negeri 1
Mandalle Kabupaten Pangkep. Hasil penelitian tersebutmenunjukkan bahwa: (1)
penerapan model pembelajaran: guru dan siswa mengalami perubahanperilaku
dalam proses pembelajaran secara positif yaitu dari siklus I ke siklus II. (2) hasil
analisistes berpatokan pada lima kriteria penilaian, yaitu pemilihan judul,
kelengkapan unsur berita, diksi,keefektifan kalimat,dan ketepatan ejaan. Pada
34
siklus I nilai rata-rata yang diperoleh siswa hanya62,2 dan meningkat pada siklus
II menjadi 79,2 sehingga dapat dikatakan bahwa model GroupInvestigation
berhasil meningkatkan kemampuan siswa menulis teks berita karena telah
mencapainilai KKM yang telah ditentukan yaitu 75 dengan peningkatan nilai ratarata sebesar 17,04.
Katharina(2013) juga melakukan penelitian yang berkaitanpenggunaa metode
group investigation dalam pembelajara. Penelitian tersebutberjudul Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation untuk Meningkatkan
Aktivitas Belajar IPA.Penelitian Katharina mendeskripsikan rencana pelaksanaan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan aktivitas belajar peserta didik di
kelas IV Sekolah Dasar Negeri 1 Toho. Kesimpulan dari penelitian tersebut
menyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran siklus I sebesar 68,47% dan
meningkat pada siklus II sebesar 82,60%, sehingga peningkatan pelaksanaan
pembelajaran sebesar 14,13% dan aktivitas belajar mengalami peningkatan
sebesar 22,93%. Hal tersebut berarti penerapan pembelajaran kooperatif tipe
group investigation dapat meningkatkan aktivitas belajar IPA di kelas IV SDN 1
Toho.
Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul
“Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Negosiasi Siswa melalui Metode Group
Investigation pada Siswa Kelas X MIA 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo Tahun Ajaran
2015/2016”. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Katharina (2013) terletak
pada variabel terikat dan subjek penelitian. Pada penelitian Katharina (2013)
variabel terikat yang penulis gunakan adalah dalam penelitian adalah aktivitas
belajar IPA sedangkan untuk penelitian ini, penulis menggunakan variabel terikat
yaitu kemampuan menulis teks negosiasi. Untuk subjek penelitian, Khatarina
menggunakan subjek penelitian siswa SD yaitu siswa kelas IV SDN 1 Toho,
sedangkan untuk penelitian ini, peneliti mengambil subjek siswa kelas X MIA 1
SMA Negeri 2 Sukoharjo. Persamaan antara penelitian Katharina (2013) dengan
penelitian ini terletak pada kesamaan metode pembelajaran yang digunakan yakni
metode kooperatif dengan tipe group investigation dan jenis penelitian yaitu
penelitian tindakan kelas.
35
Selain penelitian yang dilakukan Katharina (2013), penelitian lain yang
relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ajeng Cahya
Nurani (2015) yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Negosiasi
Melalui Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning di Kelas X IIS 2
SMA Negeri 7 Surakarta”. Penelitian tersebut bertujuan untuk untuk (1)
meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis teks negosiasi dan (2)
meningkatkan kemampuan menulis teks negosiasi dengan model discovery
learning.
Kesimpulan dari skripsi tersebut menyebutkan bahwa model discovery
learning dengan penggunaan media video, foto, gambar dapat meningkatkan
kualitas proses pembelajaran menulis teks negosiasi dan kemampuan menulis teks
negosiasi siswa kelas X IIS 2 SMA Negeri 7 Surakarta. Peningkatan kualitas
pembelajaran menulis teks negosiasi ditandai dengan peningkatan nilai kinerja
guru dan kinerja siswa. Nilai rata-rata kinerja guru pada siklus I = 69,54 (cukup);
siklus II = 77,60 (baik); dan siklus III = 87,50 (baik). Sementara itu, nilai rata-rata
kinerja siswa pada siklus I = 6,0 (cukup), siklus II = 7,55 (baik), dan siklus III =
8,2 (baik). Adapun peningkatan kemampuan menulis teks negosiasi siswa ditandai
dengan meningkatnya jumlah siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimal.
Pada siklus I nilai rata-rata kemampuan menulis teks negosiasi mencapai 74,90
dengan persentase ketuntasan sebesar 43,75%. Pada siklus II mencapai 79,64
dengan persentase ketuntasan 71,875%, dan pada siklus III nilai rata-rata
mencapai 84,57 dengan persentase 90,625%. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa penerapan model discovery learning dengan penggunaan media video,
foto, gambar efektif digunakan pada pembelajaran menulis teks negosiasi.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak pada jenis
penelitian yang digunakan dan objek penelitiannya yaitu penelitian tindakan kelas
dan kemampuan menulis teks negosiasi. sedangkan perbedaannya terletak pada
metode pembelajaran yang digunakan dan subjek penelitiannya. Pada penelitian
Ajeng Cahya Nurani (2015) metode yang digunakan untuk meningkatkan
kemampuan menulis teks negosiasi adalah metode discovery learning sedangkan
dalam penelitian ini, metode pembelajaran yang digunakan adalah metode group
36
investigation. untuk subjeknya dalam penelitian tersebut adalah kelas X IIS
sedangkan dalam penelitian ini subjek penelitiannya adalah kelas X MIA.
Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Silvia Pinangsari (2015) yang
berjudulPeningkatan Keterampilan Menulis Teks Negosiasi dengan Menggunakan
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa Kelas X Teknik Konstruksi
Batu dan Beton SMK Negeri 1 Purworejo. Penelitian tersebut relevan dengan
penelitian yang akan dilakukan peneliti karena penelitian membahas tentang
upaya peningkatan kemampuan menulis teks negosiasi siswa. Bedanya, penelitian
yang
dilakukan
oleh
PembelajaranBerbasis
Silvia
Pinangsari
Masalahsedangkan
(2015)
memanfaatkan
metode
peneliti
memanfaatkan
metode
pembelajaran group investigation. Selain itu, subjek penelitian tersebut juga
berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Jika dalam
penelitian tersebut subjeknya adalah siswa kelas X SMK maka peneliti memilih
subjek kelas X SMA.
B. Kerangka Berpikir
Proses menulis teks negosiasi memang tidak mudah. Berdasarkan
observasi yang dilakukan oleh peneliti, keaktifan siswa dalam pembelajaran
menulis siswa yang rendah dan kemampuan menulis teks negosiasi siswa pun
juga rendah. Hal tersebut terjadi karena metode pembelajaran yang diterapkan
oleh guru dalam pembelajaran menulis teks negosiasikurang inovatif, sarana dan
prasarana kelas yang kurang memadai dalam pembelajaran serta kondisi
lingkungan kelas yang tidak kondusif atau ramai.
Berdasarkan
hal
tersebut,
peneliti
melakukan
tindakan
dengan
menerapkan metode group investigationdalam pembelajaran menulis teks
negosiasi siswa kelas X MIA 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo Tahun Ajaran
2015/2016.Metode group investigationdipilih karena didasarkan pada penelitian
yang dilakukan oleh Fatmawati (2015) yang berjudul PeningkatanPembelajaran
Keterampilan Menulis Teks Berita dengan menggunakan Model Group
Investigation pada Siswa Kelas VIII-B SMP Negeri 1 Mandalle Kabupaten
Pangkep dan penelitian Katharina yang menyatakan bahwa metode group
37
investigationdapat meningkatkan aktivitas belajar siswa terutama berpikir kritis
siswa dan . Selain itu, teks negosiasi adalah teks yang berisi informasi untuk
mencapai kesepakatan dalam suatu hal. Jadi, metode ini cocok diterapkan dalam
pembelajaran menulis teks negosiasi karena untuk menulis teks negosiasi
membutuhkan kekritisan siswa dalam menggali pengalaman untuk menemukan
ide-ide berkaitan dengan negosiasi
Diharapkan dengan metode ini, keaktifan dan kemampuan menulis teks
negosiasi siswa dapat meningkat serta hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
mengembangkan proses pembelajaran menulis teks negosiasi pada siswa kelas X
MIA 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo.
C.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir di atas, hipotesis tindakan yang dapat
diajukan adalah sebagai berikut.
1. Metode group investigation dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran menulis teks negosiasi siswa kelas X MIA
1 SMA Negeri 2 Sukoharjo
2. Metode group investigation dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan menulis teks negosiasi siswa kelas X MIA 1 SMA Negeri 2
Sukoharjo
38
KONDISI
AWAL
Guru :
Siswa :
Pembelajaran menulis
negosiasi menggunakan
metode konvensional
belum menemukan metode
yang tepat untuk pembelajaran
menulis teks negosiasi
Guru diasumsikan akan
mampu menarik perhatian
siswa dengan
memanfaatkan sarana dan
prasarana yang terdapat di
dalam kelas dan
mengontrol aktivitas siswa
dalam mengikuti
pembelajaran menulis
Lingkungan
keaktifan siswa dalam
pembelajaran siswa masih
rendah
hasiltulisan siswa yang
tidak maksimal dan tidak
mencapai KKM
Penerapan metode
Group Investigation
diharapkan dapat
meningkatkan
keaktifan siswa dan
kemampuan menulis
teks negosiasi siswa.
Sarana dan prasarana
kelas yang kurang
memadai dalam
pembelajaran
Kondisi kelas yang
tidak kondusif/ramai
Berdasarkan tindakan yang
dilakukan, dapat diasumsikan
bahwa siswa akan turut serta
mengerjakan tugas yang diberikan
guru, siswa akan aktif bertanya,
siswa akan bersungguh-sungguh
dalam berdiskusi, serta siswa akan
fokus untuk memecahkan
permasalahan yang dihadapinya.
Kemampuan Menulis Teks Negosiasi Siswa Kelas
X MIA 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo tinggi
KONDISI AKHIR
Gambar 1.Bagan Kerangka Berpikir dalam Penelitian Tindakan Kelas
Download