BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Penelitian yang Relevan 1. Hakikat Keakifan dalam Proses Pembelajaran a. Pengertian Keaktifan Proses Pembelajaran Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 157). Dalam proses pembelajaran, perlu diperhatikan kualitas dari guru dan siswa. Kualitas guru dalam mengajar dan kemampuan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Kedua peran tersebut sangat berpengaruh terhadap tujuan yangakan dicapai dalam pembelajaran atau kualitas proses pembelajaran itu sendiri. Untuk mencapai hal tersebut keduanya harus mampu bersinergi dengan baik. Proses belajar adalah kegiatan mental yang dilakukan siswa menurut urutan fase tertentu dan sesuai dengan jalur belajar tertentu. Selama proses pembelajaran terjadi interaksi antara guru dan siswa, namun interaksi ini bercirikan khusus, karena siswa menghadapi tugas belajar dan guru harus mendampingi siswa dalam belajarnya (Komsiyah, 2012: 99). Dapat dikatakan bahwa proses belajar akan bergantung pada kualitas dari guru dan peserta didik itu sendiri. Adapun menurut Sanjaya (2005: 77-89), pembelajaran adalah proses pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk mengubah perilaku siswa ke arah yang positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa. Kriteria keberhasilan proses pembelajaran tidak diukur dari sejauh mana siswa telah menguasai materi pembelajaran, akan tetapi diukur dari sejauh mana siswa telah melakukan proses pembelajaran. Belajar bukan hanya sekadar menghafal atau mengembangkan kemampuan intelektual, akan tetapi mengembangkan setiap aspek, baik kemampuan kognitif, sikap, emosi, kebiasaan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran tidak hanya berorientasi pada penguasaan materi pembelajaran, tetapi juga mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. 7 8 Sebagaimana dijelaskan di atas, pembelajaran juga diorientasikan pada perubahan tingkah laku, baik siswa maupun guru. Salah satu perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan sikap. Menurut Sudjana (2013: 80) ada tiga komponen sikap, yaitu kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek atau stimulus yang dihadapinya, afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap selalu bermakna bila dihadapkan pada objek tertentu, misalnya sikap siswa terhadap mata pelajaran, sikap mahasiswa terhadap pendidikan politik, atau sikap guru terhadap profesinya. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan khususnya pada Bab II Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa terdapat delapan standar nasional pendidikan yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi kelulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Apabila dalam pelaksanaannya kedelapan standar tersebut dipenuhi maka tujuan pendidikan akan tercapai dengan baik. Seringkali penilaian proses belajar siswa tidak terlalu diperhatikan jika dibandingkan dengan penilaian hasil belajar. Padahal proses pembelajaran sangat berpengaruh terhadap berhasil atau tidaknya siswa dalam menempuh tujuan pembelajaran atau hasil belajar. Namun, sebagaimana dijelaskan di atas, standar proses merupakan satu kesatuan dengan standar pendidikan lainnya. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian, sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk mendorong partisipasi peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain memberikan pertanyaan menanggapi respons peserta didik secara positif, menggunakan pengalaman berstruktur, 9 menggunakan beberapa instrumen, dan menggunakan metode yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik (Mulyasa, 2014: 124). Tolok ukur keberhasilan dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari efisiensi, keefektifan, relevansi, dan produktivitas proses belajarmengajar dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Efisiensi berkenaan dengan pengorbanan yang relatif kecil untuk memperoleh hasil yang optimal. Keefektifan berkenaan dengan jalan, upaya teknik, strategi, yang digunakan dalam mencapai tujuan secara tepat dan cepat. Relevansi berkenaan dengan kesesuaian antara apa yang dilaksanakan dengan apa yang seharusnya dilaksanakan. Produktivitas berkenaan dengan pencapaian hasil, baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Sudjana, 2013: 59-60). Salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses pembelajaran adalah keaktifan siswa. Dalam buku Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Sudjana (2013: 61) mengatakan bahwa untuk melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat dalam beberapa kriteria. Pertama, turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya. Kedua, terlibat dalam pemecahan masalah. Ketiga, bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya. Keempat, berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah. Kelima, melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru. Keenam, menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya. Ketujuh, melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis. Kedelapan, kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya Dalam penelitian ini, peneliti memangkas indikator penilaian keaktifan dari Sudjana (2013). Hal ini terjadi karena disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Indikator pertama yaitu turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya sesuai dengan indikator keaktifan menurut Sudjana. Indikator keduayaitu bertanya pada guru. Indikator ini sesuai dengan indikator keaktifan poin ketiga menurut Sudjana. Indikator ketiga dalam penelitian ini adalah kesungguhan siswa dalam diskusi. Indikator ini merupakan turunan dari indikator keaktifan Sudjana yaitu terlibat 10 dalam pemecahan masalah, dan melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru. Adapun untuk indikator keempat yaitu berusaha memecahkan permasalahan yang dihadapi. Indikator ini merupakan ringkasan dari aspek berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalahdanmenilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya. Berikut ini rubrik penilaian proses pembelajaran menulis berdasarkan keaktifan siswa yang peneliti gunakan. Tabel 1. Rubrik Penilaian Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Menulis Indikator No Nama Siswa Turut serta dalam melaksana kan tugas belajarnya Bertanya kepada guru Berusaha Kesungguh memecahkan an siswa permasalahan Nilai dalam yang diskusi dihadapi 1 2 3 dst. Catatan a. Kolom perilaku diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut (diamati dari perilaku siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran menulis) 1 = sangat kurang (siswa tidak peduli dengan tugas yang diberikan guru, siswa tidak bertanya,siswa melakukan aktivitas sendiri dan sama sekali tidak memperhatikan guru, siswa tidak peduli dengan kegiatan diskusi dan melakukan aktivitas lain) 2 = kurang (siswa terlihat malas dan mengeluh dengan tugas yang diberikan, siswa mengerjakan tugas jika ditegur guru, siswa tidak ikut berdiskusi, siswa melakukan aktivitas lain saat mengerjakan tugas dan melihat hasil pekerjaan teman) 3 = sedang (siswa terlihat pasif dan diam dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, siswa mengerjakan tugas dan ikut berdiskusi tetapi masih melakukan aktivitas lain, seperti meminjam alat tulis temannya, siswa sering melihat pekerjaan teman) Ket. 11 4 = baik (saat pelajaran berlangsung, siswa terlihat aktif mengikuti pelajaran siswa memperhatikan dan mencatat materi pelajaran yang disampaikan guru, siswa mendiskusikan tugas dengan teman satu kelompok, siswa fokus mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan baik dan tepat waktu) 5 = amat baik (saat pelajaran berlangsung siswa terlihat antusias dan bertanya pada guru, siswa memperhatikan penjelasan guru dan bertanya jika kurang paham, siswa sangat antusias menerima contoh negosiasi dan mendiskusikan dengan teman satu kelompok, siswa mengerjakan tugas, bekerja dengan sungguh-sungguh dan selesai mengerjakan tepat waktu) b. Nilai merupakan jumlah skor tiap indikator perilaku c. Keterangan diisi dengan kriteria berikut. 1. Nilai 18-20 berarti amat baik 2. Nilai 14-17 berarti baik 3. Nilai 10-13 berarti sedang 4. Nilai 6-9 berarti kurang 5. Nilai 0-5 berarti sangat kurang d. Persentase ketuntasan proses pembelajaran menulis teks negosiasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus Jumlah siswa mendapat nilai A dan B x 100 = persentase keberhasilan jumlah siswa (34) Penilaian proses dimaksudkan untuk menilai kualitas pembelajaran serta internalisasi karakter dan pembentukan kompetensi peserta didik, termasuk bagaimana tujuan-tujuan belajar terealisasikan. Kualitas proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) siswa terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya diri pada diri sendiri (Mulyasa, 2014: 143). b. Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 Implementasi Kurikulum 2013 merupakan aktualisasi kurikulum dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi serta karakter peserta didik. Hal 12 tersebut menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan berbagai kegiatan sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan. Guru harus menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat yang sangat kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan (Mulyasa, 2014: 99100). Dalam Kurikulum 2013, ruang lingkup kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia dibagi menjadi tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ranah sikap dipilah lagi menjadi dua aspek, yaitu aspek spiritual dan aspek sosial. Kompetensi dasar aspek spiritual mata pelajaran Bahasa Indonesia pada jenjang SMP dan SMA difokuskan pada perwujudan rasa syukur terhadap keberadaan bahasa Indonesia sebagai sarana untuk memahami dan sekaligus menyajikan informasi secara lisan dan tulis. Kompetensi dasar ranah sikap aspek sosial difokuskan pada pemilikan karakter jujur, peduli, cinta tanah air,semangat kebangsaan, demokratis, kreatif, santun, percaya diri ketika mengungkapkan aktivitas berbahasa baik secara lisan maupun tulis. Kedua ranah tersebut tidak diajarkan, tetapi terintegrasi dalam kompetensi dasar ranah pengetahuan dan keterampilan(Priyatni, 2014: 35-36). Bahasa Indonesia menurut Kurikulum 2013 tidak hanya difungsikan sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana berpikir. Bahasa adalah sarana untuk mengekspresikan gagasan dan sebuah gagasan yang utuh biasanya direalisasikan dalam bentuk teks. Teks dimaknai sebagai ujaran atau tulisan yang bermakna, yang memuat gagasan yang utuh. Dengan asumsi tersebut fungsi pembelajaran bahasa adalah mengembangkan kemampuan memahami dan menciptakan teks karena komunikasi terjadi dalam teks atau pada tataran teks. Materi pokok mata pelajaran Bahasa Indonesia diarahkan pada penguasaan beragam jenis teks. Menurut Anderson (dalam Priyatni, 2014:41) jenis teks dapat dikelompokkan menjadi dua kategori besar, yaitu teks sastra dan teks faktual/informatif. Dalam pembelajaran, untuk memperkuat pemahaman, peserta didik diminta menemukan teks sejenis dan mencoba mengenali struktur isi dan fitur bahasanya. Hal ini berarti ada beberapa teks yang harus dibaca peserta didik. 13 Pembelajaran berbasis teks dalam Kurikulum 2013 mendorong peserta didik untuk memproduksi teks bermakna. Pada ranah keterampilan, peserta didik dituntut untuk memproduksi teks menelaah dan menyuntingnya, merevisi dan membuat rekonstruksi teks. Kompetensi dasar ini jelas menuntut peserta didik memproduksi teks utuh yang bermakna baik lisan maupun tulis, bukan menulis penggalan teks yang tidak bermakna. Pembelajaran berbasis teks mengutamakan kebermaknaan (Priyatni, 2014:42). Menciptakan atau menyusun teks untuk tujuan tertentu berarti melakukan pemilihan bentuk dan struktur teks yang akan digunakan agar pesan tersampaikan secara tepat. Pemilihan bentuk atau struktur teks oleh penutur untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu kegiatan sosial komunikatif ditentukan oleh konteks situasi yang dihadapi. Konteks situasi merupakan kesatuan dari beberapa unsur yang tidak dapat terpisahkan dan saling memengaruhi satu sama lain, yaitu apa yang sedang dibicarakan, siapa yang terlibat dalam pembicaraan tersebut (sifat dan peran masing-masing), serta sifat hubungan antara satu dengan lainnya), saluran yang digunakan (tertulis, lisan atau keduanya) serta tujuan sosialnya (persuasif, ekspositori, deduktif, dsb.) (Priyatni, 2014:66) 2. Hakikat Kemampuan Menulis Teks Negosiasi a. Hakikat Kemampuan Menulis Setiap individu yang hidup tentu memiliki kemampuan yang bervariasi. Kemampuan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi fisik, kecerdasan, kekuatan, kecakapan, keterampilan. Tanpa adanya faktor-faktor tersebut maka seseorang tidak dapat melakukannya dengan baik. Menurut Alwi (2003: 123), kemampuan adalah kecakapan, kesanggupan, kekuatan untuk menyelesaikan tugas. Sama halnya dengan yang dikemukakanPusat Bahasa(2005: 707) yang menyatakan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan dan kekuatan. Adanya kemampuan membuat seseorang dapat melakukan dan menyelesaikan sebuah kegiatan. Menulis mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia. Menulis merupakan salah satu sarana komunikasi seperti halnya berbicara. Namun, dalam praktiknya penggunaan bahasa dalam menulis tidaklah sama dengan komunikasi 14 lisan. Hal ini dikarenakan bahasa digunakan secara fungsional yaitu pemakaian bahasa sebagai media interaksi dan transaksi. Dengan demikian, kegiatan menulis menuntut kecakapan dan kemahiran dalam mengatur menggunakan bahasa, bekerja dengan langkah-langkah terorganisir, gagasan secara sistematis serta mengungkapkan secara tersurat. Tulisan yang baik dapat menghubungkan antara penulis sebagai pemberi pesan dan pembaca sebagai penerima pesan. Pesan yang disampaikan harus ditulis secara sistematis agar pembaca dapat menangkap pesan dengan jelas dan tidak menimbulkan salah penafsiran. Tulisan juga mempunyai teknis pengungkapan yang komunikatif dan menunjukkan kerangka berpikir rasional. Kegiatan menulis sangat mementingkan unsur pikiran, penalaran data faktual karena itu wujud yang dihasilkan berupa tulisan ilmiah atau nonfiksi. Menulis merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Kegiatan ini melibatkan cara berpikir yang teratur dan kemampuan mengungkapkannya dalam bentuk bahasa tertulis dengan memperhatikan beberapa syarat diantaranya kesatuan gagasan, kemampuan menyusun kalimat dengan jelas dan efektif, kemampuan menyusun paragraf, kemampuan menguasai teknik penulisan, dan pengetahuan tentang diksi (Tarigan, 2008: 1). Dalam bukuTerampil Mengarang,Gie (2002:3) menyatakan bahwa menulis adalah segenap rangkaian seseorang mengungkapkan buah pikirannya melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca untuk dipahami. Hal ini sejalan dengan Yunus (2006: 13) yang menyatakan bahwa menulis adalah suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Proses dalam melakukan kegiatan menulis merupakan terjadinya pemindahan buah pikiran yang berupa ide-ide atau gagasan-gagasan ke dalam bentuk tulisan. Menulis dapat dikatakan sebagai kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dikatakan produktif karena dengan menulis seseorang bisa menyampaikan ide atau gagasan dan pesan yang dirasakan kepada orang lain. Sistem penyampaian itu akan mendatangkan hasil berbentuk karya tulis. Dikatakan ekspresif karena hasil penyampaian ide yang berbentuk tulisan mengandung arti atau makna yang bermanfaat, baik bagi penulis maupun orang lain yang membacanya (Tarigan, 15 2008: 3-4). Ada beberapa penyebab seseorang sulit menulis, yaitu ketajaman berpikir, organisasi pikiran, kemampuan berbahasa, teori, dan unsur ketakutan. Kesulitan menulis tidak hanya dialami oleh siswa melainkan sudah menjadi klise masyarakat pada umumnya. Adapun menurut Siburian (2013: 35), writing is a whole brain activity to formulate and to organize ideas in right words to deliver and communicate the aims to the reader and present it on a piece of paper. Menulis adalah aktivitas otak utuh untuk merumuskan dan untuk mengorganisir gagasan kedalam kata-kata untuk menyampaikan dan mengomunikasikan tujuan itu kepada pembaca dan menyajikannya pada selembar kertas. Berdasarkan teori-teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis adalah kecakapanseseorang untuk menuangkan gagasan-gagasannya dalam bentuk tulisan. b. Tujuan Menulis Tujuan instruksional dari pelajaran menulis ialah agar “siswa dapat menyatakan pikiran atau ide, pendapat, perasaan, atau keinginan secara tertulis”.Dalam bagian menulis ini siswa dilatih agar mampu: (1) menggunakan kata secara tepat makna dalam kalimat; (2) menggunakan kata dengan bentuk yang tepat; (3) menggunakan kata dalam distribusi yang tepat; (4) merangkaikan kata dalam frasa secara tepat; (5) menyusun klausa atau kalimat dengan susunan yang tepat; (6) merangkaikan kalimat dalam kesatuan yang lebih besar (paragraf) secara tepat dan baik; (7) menyusun wacana dari paragraf-paragraf dengan baik; (8) membuat karangan (wacana) dengan corak tertentu: deskripsi, narasi, eksposisi, persuasi, argumentasi, negosiasi, eksplanasi, dsb;(9) membuat surat (macam-macam surat); (10) menyadur tulisan (puisi) menjadi prosa; (11) membuat laporan (penelitian, pengalaman, sesuatu yang disaksikan); (12) mengalihkan kalimat (aktif menjadi pasif dan sebaliknya kalimat langsung menjadi kalimat tak langsung, dan sebagainya); (13) mengubah wacana (wacana percakapan menjadi wacana cerita atau sebaliknya). Tujuan penulisan suatu tulisan menurut Hugo Hartig dalam Tarigan (2008: 24-25)terdiri atas: (1) tujuan penugasan (assigment purpose)yaitu tujuan penulisan 16 yang tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu hanya karena ditugasi; (2) tujuan altruristik (altruristik purpose) yaitu, penulisan yangbertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah, dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu; (3) tujuan persuasif (persuasif purpose) yaitu tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembacanya akan kebenaran gagasan yang diucapkan; (4)tujuan informasional (informasional purpose)yaitu tulisan yang bertujuan memberi informasi kepada pembaca; (5) tujuan pernyataan diri (self-expresive purpose)yaitutulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang penulis kepada para pembaca; (6) tujuan kreatif (creative purpose)yaitu tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik atau nilai-nilai kesenian; (7) tujuan pemecahan masalah (problem-solving purpose)yaitu tulisan yang bertujuan memecahkan masalah yang dihadapi. c. Manfaat Menulis Banyak manfaat yang diperoleh dari aktivitas menulis. Beberapa manfaat menulis yang dikemukakan Pennebaker dalam Komaidi(2007: 14) antara lain: (1) dapat menjernihkan pikiran, (2) membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru, dan (3) membantu memecahkan masalah. Manfaat yang diperoleh seseorang dari kegiatan menulis menurut Komaidi (2007: 12-13) diantaranya: (1) menimbulkan rasa ingin tahu dan melatih kepekaan dalam melihat realitas di sekitar; (2) mendorong untuk mencari referensi seperti buku, majalah, koran, jurnal, dan sejenisnya; (3) terlatih untuk menyusun pemikiran dan argumen secara runtut, sistematis, dan logis; (4) secara psikologis akan mengurangi tingkat ketegangan dan stres; (5) mendapatkan kepuasan batin jika tulisan dimuat di media massa atau diterbitkan oleh penerbit; dan(6) membuat penulis semakin populer dan dikenal oleh publik pembaca apabila tulisan dibaca oleh banyak orang. d. Jenis-Jenis Menulis Menulis merupakan suatu rangkaian aktivitas yang sangat fleksibel. Perkembangan anak dalam menulis terjadi secara perlahan-lahan. Tarigan (dalam 17 Muchlisoh,1993: 265-268) mengemukakan jenis-jenis menulis meliputi: (1) Menulis permulaan huruf kecil. Menulis permulaan diajarkan di kelas I dan II Sekolah Dasar. Disebut demikian karena dalam menulis permulaan lebih diutamakan pengenalan huruf dan kedudukan atau fungsinya di dalam kalimat; (2) Menulis permulaan huruf besar; (3) Menulis ejaan adalah cara atau aturan menulis dengan kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa Pada pengertian tersebut ternyata menulis ejaan adalah menulis sesuai dengan ketentuan yang harus dilaksanakan dalam menuliskan kata-kata dengan huruf; (4) menulis prosa adalah menulis karangan yang bebas tanpa terikat apapun; (5) menulis surat adalah menulis berisi informasi yang perlu diketahui oleh pembaca; (6) menulis formulir adalah jenis menulis pada sebuah formulir atau blangko yang harus diisi dengan tujuan atau isi formulir; (7) menulis paragraf adalah menulis gagasan atau pikiran berupa beberapa kalimat dalam satu kesatuan yang padu; (8) menulis judul karangan dan kerangka karangan; (9) menulis karangan puisi adalah bentuk karangan yan terikat dengan bait dan sajak; (10) menulis laporan adalah suatu tulisan yang berbentuk penyampaian suatu fakta dan pemikiran dengan tujuan untuk memberi masukan, yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan langkah selanjutnya; (11) menulis telegram ialah jenis menulis yang isinya berupa informasi atau pernyataan yang harus diketahui oleh pembaca; (12) menulis teks pidato adalah menulis berupa naskah yang akan disampaikan kepada orang lain secara lisan atau dengan teks; (13) menulis karangan drama adalah menulis berupa naskah dialog yang dipentaskan di panggung(Akhadiah, 2001: 177). 18 e. Tahap-tahap penulisan Kegiatan menulis merupakan padanan kata dari mengarang. Mengarang adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada yang dipahami. Kegiatan dalam menciptakan suatu catatan itu dapat dilakukan dengan cara menyusun buah pikiran dan perasaan atau data-data informasi yang diperoleh menurut organisasi penulisan sistematis, sehingga tema karangan atau tulisan yang disampaikan sudah dipahami pembaca (Gie, 2002: 17). Jadi, dapat disimpulkan bahwa mengarang merupakan suatu kegiatan yang menyajikan informasi, gagasan dari pengalaman tentang peristiwa yang dialami dengan kemampuan bernalarnya.Mengarang diartikan dengan merangkai atau menyusun ide atau buah pikiran dan perasaan ke dalam rangkaian kalimat secara teratur dengan satu kesatuan yang utuh. Data-data informasi diperoleh menurut organisasi penulisan secara sistematis sehingga tulisan yang disampaikan sudah dipahami pembaca. Adapun karangan atau teks merupakan hasil pekerjaan dari mengarang. Menulis merupakan suatu proses, yaitu proses penulisan yang di dalamnya terdapat beberapa tahap-tahap penulisan, meliputi tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi (Akhadiah, dkk, 2001: 2-5). Ketiga tahap penulisan itu menunjukkan kegiatan utama yang berbeda. Pada Tahap Prapenulisan ditentukan hal-hal pokok yang mengarahkan penulis dalam seluruh kegiatan penulisan itu. Dalam Tahap Penulisan dilakukan apa yang telah ditentukan itu yaitu mengembangkan gagasan dalam kalimat-kalimat, satuan paragraf, bab atau bagian sedangkan dalam Tahap Revisi yang dilakukan ialah membaca dan menilai kembali yang telah ditulis, memperbaiki, mengubah bahkan jika perlu memperluas tulisan tadi. Menurut Akhadiah,dkk (2001: 2-5) tahap-tahap yang harus dilalui dalam menulis meliputi; 1) Tahap Prapenulisan Tahap ini merupakan tahap perencanaan atau persiapan menulis, dimana di dalamnya mencakup beberapa langkah-langkah kegiatan jika menulis karangan 19 meliputi; (1) Menentukan Topik, berarti seorang penulis menentukan apa yang akan dibahas di dalam tulisan. Topik ini dapat diperoleh dari berbagai sumber ilmu, pengalaman dan pengamatan. Seorang penulis dapat menulis tentang pendapat, sikap dan tanggapan sendiri atau orang lain atau tentang khayalan/imajenasi yang dimilikinya. Dalam menentukan topik karangan harus selalu mengenai fakta; (2) Membatasi Topik, berarti mau menpersempit/ memperkecil lingkup pembicaraan. Untuk mempermudah pembahasan digunakan gambar, bagan, diagram atau cara visualisasi yang lainnya; (3) Menentukan tujuan penulisan. Dengan menentukan tujuan penulisan kita tahu apa yang akan dilakukan pada tahap penulisan, bahkan apa yang diberkakukan; (4) Menentukan bahan penulisan, yaitu semua informasi atau data yang dipergunakan untuk mencapai data penulisan; (5) Membuat kerangka karangan merupakan kegiatan terakhir pada tahap persiapan/prapenulisan. 2) Tahap Penulisan Pada tahap ini penulis membahas setiap butir topik yang ada di dalam kerangka yang disusun. Dalam mengembangkan gagasan menjadi suatu kerangka yang utuh, diperlukan bahasa. Dalam hal ini penulis harus menguasai kata-kata yang akan mendukung gagasan. Ini berarti bahwa penulis harus mampu memilih kata dan istilah yang tepat sehingga gagasan dapat dipahami pembaca dengan tepat pula. Kata-kata itu harus dirangkaikan menjadi kalimat efektif selanjutnya kalimat-kalimat tersebut harus disusun menjadi paragraf persyaratan dan ditulis dengan ejaan yang berlaku disertai tanda baca yang digunakan secara tepat. 3) Tahap Revisi Sebuah tulisan perlu dibaca kembali pada tahap ini.Pada tahap ini biasanya penulis meneliti secara menyeluruh mengenai logika, sistematika, ejaan, tanda baca, pilihan kata, kalimat, paragraf, daftar pustaka dan sebagainya. Jika tidak ada lagi yang kurang memenuhi syarat maka selesailah tulisan kita. 20 Untuk mewujudkan karangan agar menjadi baik menurut Artati (2008: 21),perlu langkah-langkah sebagai berikut: (a) Menentukan Tema. Tema karangan biasanya diwujudkan dalam satu kalimat. Tema dapat dibagi lagi menjadi beberapa topik. Jadi topik karangan ditentukan dari tema karangan; (b) Menentukan Tujuan. Tujuan karangan harus dirumuskan secara jelas, ditetapkan sebelum pengembangan topik, pengembangan topik sangat bergantung pada tujuan karangan; (c) Mengumpulkan Bahan. Bahan yang diperlukan dalam mengarang adalah data berupa kalimat, angka, gambar yang diperoleh dari berbagai sumber; (d) Menyusun Karangan. Semua gagasan atau ide yang mendukung topik diwujudkan dalam tulisan yang disertai data. Selanjutnya ide pokok disusun berurutan, tiap ide pokok atau gagasan utama dikembangkan menjadi paragraf-paragraf yang dapat mendukung kerangka karangan atau garis besar sebuah karangan; (e) Mengembangkan Kerangka Karangan, yaitu menguraikan rancangan karangan menjadi bagian-bagian yang lebih jelas; (f) Koreksi dan Revisi. Bagian karangan yang harus dikoreksi adalah isi, kalimat dan ejaan. (g) Menulis Naskah. Seorang penulis bisa menulis naskah karangan bila telah memenuhi langkah-langkah di atas. Kerangka karangan yang sudah disusun tidak diubah-ubah. Koreksi dan revisi dilakukan dengan sungguh-sungguh. Dengan demikian karangan akan berbobot dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. f. Minat dalam Menulis Teks Berdasarkan pengamatan di lapangan, kemampuan menulis atau mengarang siswa sangat rendah. Hal tersebut bisa menjadi faktor penyebab timbulnya masalah, kurangnya minat menulis atau mengarang anak. Faktor tersebut bisa berasal dari faktor intern dan faktor ekstern siswa. Faktor intern siswa adalah faktor-faktor yang bersumber dari diri siswa itu sendiri. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuan menulis dan tingkat 21 perkembangan anak usia sekolah.Wahjoeti Marjono (dalam Muchlisoh, 1993:296) berpendapat bahwa perkembangan pada anak usia remaja adalah belajar menguasai keterampilan fisik motorik membentuk sikap sehat tentang diri sendiri, belajar bergaul dengan baik, belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya, mengembangkan keterampilan yang fundamental dalam membaca, menulis dan berhitung, mengembangkan pembentukan kata hati, mengembangkan sikap yang sehat terhadap kelompok. Faktor ekstern artinya faktor yang mempengaruhi perkembangan tingkah laku siswa termasuk minat yang bersumber dari luar diri siswa. Faktor yang berasal dari diri siswa misalnya: lingkungan keluarga, teman sebaya, masyarakat sekitar, dan guru itu sendiri.Faktor eksternal kesulitan menulis karangan adalaha) kemampuan guru yang meliputikemampuan menulis karangan,kemampuan memanfaatkan media dalam pembelajaran menulis karangan, kemampuan menilai hasil karangan siswa, dan b) faktor kemampuan ekonomi. g. Hakikat Teks Negosiasi Negosiasi adalah sebuah komunikasi di mana pihak-pihak mencari kesepakatan untuk mengadakan pertukaran-pertukaran di antara mereka (Lomas, 2008: 1). Adapun menurut Prasetyono (2008: 38), negosiasi adalah proses atau upaya menggunakan informasi dan kekuatan untuk mempengaruhi tingkah laku ke dalam suatu “jaringan yang penuh dengan tekanan”. Suatu negosiasi mungkin akan terjadi dengan siapa saja. Negosiasi seringkali menemui jalan buntu atau gagal karena kita sering tidak mengetahui bahwa mereka sebenarnya saling terlibat. Oleh karena itu, di dalam negosiasi harus mengandung (1) Informasi. Kebutuhan informasi sangat penting artinya dalam proses negosiasi karena pengetahuan Anda tidak mencukupi tentang mereka dan kebutuhan mereka, tetapi mereka seakan lebih tahu tentang kebutuhan Anda; (2) Waktu. Pihak-pihak merasa terdapat dibawah suatu tekanan dari jenis organisasi yang sama, ketidakleluasaan waktu, tenggang waktu yang terbatas seperti yang anda rasakan; (3) Kekuatan. Pihak-pihak lain selalu terlihat mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang lebih dari apa yang anda bayangkan. Kekuatan satu kesatuan dari luapan pikiran, yaitu suatu kapasitas atau 22 kemampuan untuk membuat apa yang kita inginkan dapat terlaksana, dan untuk berlatih mengendalikan orang, peristiwa-peristiwa, segala situasi dan diri sendiri. Faktor-faktor lain yang krusial dan sangat mempengaruhi karakter negosiasi adalah latar belakang negosiasi, tekanan waktu, dan permasalahan yang sedang dibahas. Meskipun demikian, negosiasi bisa cenderung bersaing (kompetitif)atau bekerjasama (kooperatif). (1) Negosiasi Kompetitif. Dalam negosiasi ini, bisa saja terjadi kondisi atau suasana yang tidak ramah, dan masing-masing pihak berusaha menekan habis-habisan untuk mendapatkan penawaran yang terbaik bagi dirinya sendiri, sementara itu dipihak kedua cenderung bertahan sambil menunggu saatnya tiba;(2) Negosiasi Kooperatif. Negosiasi dimana seluruh gagasan pertujuan mencapai solusi dimana semua orang mendapatkan manfaat (Prasetyono, 2008: 48-49), Terdapat lima langkah merancang negosiasi, sebagai berikut: Pertama.Tetapkan Tujuan-Tujuan Anda. Negosiasi tanpa tujuan yang jelas sama halnya Anda bercerita dalam cerita. Tidak ada pangkal dan ujung di mana cerita akan habis. Negosiasi harus mempunyai tujuan yang jelas agar berakhir dengan jelas pula. Kedua. Mengumpulkan Sejumlah Informasi yang dibutuhkan. Dalam negosiasi, informasi harus diperoleh seakurat mungkin, informasi ini akan menjadi sumber kekuatan Anda. Ketiga. Pahami konteks negosiasi. Setiap negosiasi memiliki sejarah dan konteks, dua hal yang membentuk latar belakang pembahasan dan akan memengaruhi hasilnya. Untuk mencapai kerja sama tidak bisa langsung sifatnya, tetapi diperlukan adanya suatu keseimbangan dari semua faktor yang terkait dan kompromi yang masuk akal (kooperatif). Apabila Anda tidak melakukannya atau negosiasi berjalan tidak seimbang, ada kecenderungan menciptakan peluang bagi lawan untuk menekan Anda yang dalam konteks ini disebut persaingan (kompetitif). Ingat bahwa kesepakatan yang dibuat di bawah pengeruh persaingan tidak bertahan lama, cepat atau lambat pihak kedua akan segera merebutnya kembali. Keempat. Merencanakan Proses Negosiasi. Secara umum proses negosiasi dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: sebelum, selama pembicaraan berlangsung, sesudah negosiasi(Prasetyono, 2008: 71). 23 Tahap-tahap dalam negosiasi adalah sebagai berikut: Preparation and planing adalah kunci sukses dari sebuah negosiasi, di mana pada bagian ini kita mengatur tujuan dan batasan-batasan. Pada tahap ini kita juga harus mengetahui tipe orang yang akan bernegosiasi dengan kita. Definition of ground rules adalah menetapkan prinsip sebuah negosiasi, dengan demikian dapat membantu dalam merencanakan sebuah strategi sukses. Clarification and justification adalah untuk memulai negosiasi, harus jelas mengenai suatu kepentingan dan harapan. Bargaining and problem solving adalah dalam tingkatan ini kedua belah pihak akan saling tawar menawar atau akan aktif dalam menemukan sebuah solusi. Closure and implementation adalah kesimpulan akhir dari sebuah negosiasi dimana kedua belah pihak telah memiliki sebuah perjanjian/persetujuan yang dibuat di dalam suatu surat perjanjian dan ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pragolapati,2011: 15). Struktur kompleks teks negosiasi, yaitu orientasi, permintaan, pemenuhan, penawaran, persetujuan, pembelian, dan penutup. Struktur kompleks ini biasanya untuk teks negosiasi antara penjual dan pembeli. Orientasi berupa salam, maksud, dan tujuan mengadakan jual beli. Permintaan disampaikan oleh pembeli kepada penjual. Pemenuhan merupakan kesepakatan atas produk sesuai dengan kriteria pembeli atau tidak. Penawaran adalah negosiasi tentang nilai barang, membuat kesepakatan yang sama antara penawaran penjual dan pembeli. Persetujuan adalah kesepakatan yang dicapai antara penjual dan pembeli.Pembelian merupakan kegiatan di mana barang yang ada pada penjual menjadi hal milik pembeli dengan menukar nilai tertentu. Penutup biasanya berupa ucapan terima kasih dan pesan kepuasan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa teks negosiasi adalah teks yang berisi tentang suatu percakapan untuk mendapatkan suatu kesepakatan dalam suatu hal. h. Penilaian Kemampuan Menulis Teks Negosiasi Untuk mengukur keberhasilan dari proses pembelajaran, diperlukan adanya penilaian. Penilaian menurut Majid (2014: 335) merupakan rangkaian kegiatan untuk menentukan pencapaian kompetensi siswa terhadap suatu mata pelajaran. Nurgiyantoro (2013: 6) mengartikan penilaian sebagai suatu proses untuk 24 mengukur kadar ketercapaian tujuan. Selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Tuckman (dalam Nurgiyantoro, 2013: 6) yang mengartikan penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui (menguji) apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan dan kriteria yang ditentukan. Hal yang sama juga dikemukakan Sudjana (2013: 3) yang menjelaskan bahwa penilaian adalah proses memberikan atau menetukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Penilaian diawali dengan melakukan pengumpulan data, pengumpulan contoh, dan pencatatan amatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis, dan berkelanjutan, serta digunakan untuk mengetahui penguasaan siswa. Selanjutnya guru membuat simpulan, pemaknaan, pengambilan keputusan berdasarkan data, contoh, dan hasil pengamatan. Langkah terakhir, guru harus membuat laporan yang merupakan pensintesaan penerjemah, pengomunikasian hasil penilaian. Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yag diukur; Objektif, berarti penilaian berdasarkan prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subyektivitas penilai; Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial, ekonomi, dan gender; Terpadu, berarti penilaian merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran; Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan; Meyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek kompetensi, dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik; Sistematik, berrti penilaian dilakukan secara terencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku; Beracuan kriteria, penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan; Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segala teknik, prosedur, maupun hasilnya (Majid, 2014: 336-337). 25 Tujuan penilaian yang dilakukan oleh guru di kelas hendaknya diarahkan pada 4 (empat) tujuan yakni penelurusan (keeping track), pengecekan (checkingup), pencarian (finding-out), dan penyimpulan (summing-up). Penelusuran (keeping track), yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan rencana. Guru mengumpulkan informasi sepanjang semester dan tahun pembelajaran melalui berbagai bentuk penilaian kelas agar memperoleh gambaran tentang pencapaian kompetensi oleh siswa. Pengecekan (checking-up), yaitu untuk mengecek kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dari proses pembelajaran. Melalui penilaian kelas, baik yang bersifat formal maupun informal guru melakukan pengecekan kemampuan (kompetensi) yang telah kuasai dan yang belum dikuasai siswa. Pencarian (Finding-out), yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran. Guru harus selalu menganalisis dan merefleksikan hasil penilaian kelas dan mencari hal-hal yang menyebabkan proses pembelajaran tidak berjalan secara efektif. Penyimpulan (summing-up), yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah menguasai seluruh kompetensi yang diterapkan dalam kurikulum atau belum. Penyimpulan sangat penting dilakukan guru, khususnya pada saat guru diminta melaporkan hasil kemajuan belajar anak kepada orang tua, sekolah atau pihak lain seperti di akhir semester atau akhir tahun ajaran, baik dalam bentuk rapor siswa atau bentuk-bentuk lainnya (Chittenden dalam Majid, 2014: 337-338). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah proses sistematis dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi untuk menentukan kualitas hasil dari pelaksanaan sebuah kegiatan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Kemampuan menulis sangat penting bagi setiap siswa. Kalau siswa tidak mau mencoba menulis maka selamanya tidak akan pernah bisa menulis (Lasa, 2005: 5). Sebagai kegiatan yang memiliki tingkat kesulitan tertinggi bila dibandingkan dengan keterampilan berbahasa yang lain, kegiatan menulis teks negosiasi memerlukan adanya penghargaan. Pemberian nilai dapat dilakukan dengan berpedoman pada rubrik penilaian menulis teks negosiasi. Aspek dan 26 kriteria penilaian dalam rubrik penilaian menulis teks negosiasi tentu harus disesuaikan dengan indikator yang telah ditentukan dalam sintesis teori di atas. Penilaian terhadap kemampuan menulis teks negosiasi siswa dilakukan dengan memberikan tes. Tes merupakan suatu bentuk pemberian tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siswa yang sedang diberi tes (Suwandi, 2011: 47). Tes yang diberikan berupa tes esai untuk memproduksi teks negosiasi. Tes esai adalah suatu bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk uraian dengan menggunakan bahasa sendiri (Suwandi, 2011: 47). Tes ini menuntut siswa untuk dapat menghubungkan fakta-fakta dan konsep-konsep, mengorganisasikannya ke dalam koherensi yang logis dan menuangkannya dalam sebuah tulisan. Peneliti menggunakan kriteria penilaian tes menulis teks negosiasi siswa yang dikemukakan oleh Djiwandono, karena penjabaran penilaian tes esai menulis teks tersebut sangat lengkap, terperinci, dan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi siswa. Berikut adalah rubrik kriteria penilaian tes menulis dengan beberapa modifikasi. 27 Tabel 2. Rubrik Penilaian Menulis Teks Negosiasi Kode Aspek Penliaian Bobot Skor 4 Kategori Amat baik s.d. sempurna Amat menguasai masalah , isi amat padat, tuntas dan menyeluruh , amat sesuai dengan masalah yang disajikan Cukup s.d. baik Menguasai masalah, cakupan isi memadai, hampir tuntas menyeluruh, sesuai dengan masalah tetapi tidak cukup terperinci Kurang s.d. biasa Penguasaan masalah terbatas, cakupan isi kurang memadai, kurang tuntas Amat kurang Tidak menguasai masalah, tidak cukup berisi, tidak sesuai permasalahan, tidak terdapat cukup bahan untuk dinilai Amat baik s.d. sempurna Amat runtut, pokok-pokok pikiran diungkapkan dan dikembangkan secara jelas, diorganisasikan secara baik dengan urutan yang logis, hubungan antarbagian amat erat (kohesif) Cukup s.d. baik Kurang runtut, terdapat pokokpokok pikiran tetapi kurang terorganisasi dengan rapi; tidak cukup dikembangkan, urutan logis tetapi kurang menyeluruh Kurang s.d. biasa Tidak runtut, pokok pikiran tidak teratur, urutan kurang logis, pokok pikiran kurang terkembangkan 3 A Isi 30 2 1 4 B Organisasi 20 3 2 Indikator 28 1 4 Amat kurang Tidak komunikatif, tidak ada pengorganisasian, tidak terdapat cukup bahan untuk dinilai Amat baik s.d. sempurna Penggunaan berbagai bentuk kalimat kompleks yang amat efektif, sedikit saja kesalahan penggunaan tata bahasa, urutan kalimat, bentukan frasa dan kata, frasa depan, dsb. Cukup s.d. baik Penggunaan kalimat sederhana secara efektif, beberapa kesulitan penggunaan kalimat kompleks, beberapa kesalahan penggunaan tata bahasa, urutan kalimat, bentukan frasa dan kata, kata depan, dsb. Kurang s.d. biasa Kesalahan dan kesulitan penggunaan kali-mat sederhana maupun kompleks, banyak kesalahan penggunaan tata bahasa, urutan kalimat, bentukan frasa, kata depan, dsb. Amat kurang Hampir tidak menguasai tata bahasa, penuh kesalahan tata bahasa, tidak dapat dimengerti, tidak terdapat cukup bahan untuk dinilai. Amat baik s.d. sempurna Perbendaharaan kata luas, pemilihan dan penggunaan kata yang tepat dan efektif, penguasaan baik terhadap bentuk dan pembentukan kata Cukup s.d. baik Perbendaharaan kata cukup, pemilihan dan penggunaan kata yang kadang-kadang tidak tepat tanpa mengaburkan makna 3 C Tata Bahasa 25 2 1 4 D Kosakata 20 3 29 2 Kurang s.d. biasa Perbendaharaan kata terbatas, lebih banyak kesalahan pemilihan kata, makna yang kabur dan tidak jelas Amat kurang Perbendaharaan kata amat terbatas hingga tidak mampu mengomunikasikan makna yang diinginkan, tidak cukup informatif untuk dinilai Amat baik s.d. sempurna Sepenuhnya sesuai dengan kaidah ejaan dan penulisan, ada sedikit kesalahan ejaan, tanda baca, penggunaan huruf besar, penyusunan paragraf Cukup s.d. baik Kadang terdapat kesalahan penerapan kaidah, namun tanpa mengaburkan inti dan makna pokok Kurang s.d. biasa Banyak kesalahan penerapan kaidah ejaan dan penulisan, tulisan sulit dibaca, inti dan makna pokok kabur. 1 4 3 E Ejaan dan tanda baca 5 2 Amat kurang Tidak menguasai kaidah ejaan dan penulisan, penuh kesalahan ejaan, tanda baca, penggunaan huruf 1 besar, penyusunan paragraf, tulisan sulit dibaca, tidak cukup informasi untuk dinilai. (Djiwandono, Tes Bahasa: Pegangan Bagi Pengajar Bahasa, 2011: 61-64 dengan modifikasi) 3. Hakikat Metode Group Investigation a. Pengertian Metode Group Investiation Dalam pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajar siswa yang kurang pandai dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang membantu 30 dan memotivasinya. Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap pasif akan terpaksa berpartisipasi secara aktif agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya Ada beberapa ahli yang menyatakan tentang bagaimana gaya siswa dalam belajar. Gaya siswa dalam belajar memang sangat bermacam-macam. Gaya belajar siswa pun juga berpengaruh terhadap hasil yang dicapainya. Reid (dalam Viriya dan Suthirak, 2014: 218-219) menyatakan bahwa Student who prefer the group learning style learn best when they are studying in a group or at least with another student. Student value group interaction and class work with other students and can remember information better when they work with two or three classmates. The stimulation and motivation students gain from group work or learn or work with others help them learn and understand new information better. Jadi, menurut Reid belajar secara berkelompok menghasilkan dampak yang positif dalam proses dan hasil pembelajaran. Dengan belajar berkelompok siswa dapat lebih mudah untuk menyerap informasi dari sudut pandang yang berbeda yaitu dari teman satu kelompok. Hal ini berbeda apabila siswa hanya belajar dengan dua atau tiga orang siswa saja. Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi. Model pembelajaran ini melatih siswa untuk membangun kemampuan berpikir secara mandiri dan kritis serta melatih siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam kelompok(Isjoni, 2011). Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation yang dikembangkan oleh Sharan dan Sharan ini lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa dari pada teknik-teknik pengajaran di ruang kelas (Huda, 2011). Dalam penelitiannya yang berjudul Group Investigation Teaching Technique In Turkish Primary ScienceCourses,Aksoy dan Gurbuz (2013) menyatakan bahwa Group investigation method will be beneficial for the academic achievement of the students and it will make students more active in lessons. The fact that the students in the Experimental Group were more successful that students had the chance to contribute their knowledge on the subjects as they did research and benefited from previous 31 investigation, and they took part in the learning process actively in both in-class and out-of-class discussions Metode group investigationmemberikan dampak yang positifterhadap prestasi akademis siswa. Selain itu, metode ini juga mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran karena dengan melakukan penyelidikan siswa menjadi ikut berperan dalam proses pembelajaran yang berlangsung. b. Tahap-tahap dalam Metode Group Investigation Enam tahapan di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan metode Group Investigationmenurut Slavin (2008: 218-220) dapat dirinci sebagai berikut.Pertama. Mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas. Kedua. Merencanakan tugas yang akan dipelajari. Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai. Ketiga. Membuat penyelidikan. Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok. Keempat. Mempersiapkan tugas akhir. Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas. Kelima. Mempresentasikan tugas akhir. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti. Keenam. Evaluasi. Kelompok lain dan guru memberikan kritik dan masukan berdasarkan materi teks yang dipresentasikan. c. Langkah-langkah Pembelajaran Menulis Teks Negosiasi dengan Metode Group Investigation Pembelajaran menulis teks negosiasi merupakan materi pembelajaran yang baru dalam Kurikulum 2013. Siswa dituntut untuk menguasai teks tersebut dengan tujuan supaya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hai. Namun, pada kenyataannya dalam pembelajaran masih banyak kendala dalam pembelajaran menulis teks negosiasi. Salah satu penyebabnya adalah cara guru dalam menyampaikan materi yang tidak menarik sehingga berpengaruh terhadap hasil tulisan siswa yang rendah. 32 Terobosan baru dalam pembelajaran perlu diterapkan. Salah satu diantaranya yang berkaitan dengan metode pembelajaran yang digunakan guru untuk menyampaikan materi. Metode Group Investigation merupakan salah satu metode baru yang dapat digunakan dalam pembelajaran menulis teks negosiasi. Menurut Isjoni (2011) model pembelajaran kooperatif tipe group investigation merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi. Jadi, siswa diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil tulisan siswa. Guru dan peneliti menyepakati menggunakan langkah-langkah pembelajaran dengan metode group investigationpada pembelajaran menulis teks negosiasi di kelas X MIA 1 SMA Negeri 2 Sukoharjosebagai berikut ini. 1) Pemilihan topik bahasan. Pemilihan topik bahasan dilakukan oleh guru bersama siswa. Topik dipilih berdasarkan pengalaman bersama atau secara umum. Jadi, guru mempunyai beberapa topik bahasan negosiasi yang berbeda untuk setiap kelompok. 2) Merencanakan tugas.Setelah menentukan topik, guru membagi kelas menjadi 6 kelompok. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas. Setiap kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Kemudian setiap kelompok memilih ketua kelompok. Setelah itu, tugas siswa adalah membuat perencanaan dari masalah atau topik negosiasi yang akan dikerjakan. 3)Membuat penyelidikan. Siswa menggali pengalaman bersama dengan teman satu kelompok berkaitan dengan topik negosiasi yang akan mereka kerjakan.Setelah mendapatkan ide dari menggali pengalaman, siswa membuat rincian setiap ide pokok tersebut ke dalam bentuk kerangka teks negosiasi. Guru memberikan bimbingan dan arahan agar siswa fokus terhadap topik negosiasi yang mereka kerjakan. 4) Mempersiapkan tugas akhir.Siswa mengembangkan rincian ide yang telah dibuat kerangka karangan tadi menjadi sebuah teks negosiasi yang utuh. 33 5) Mempresentasikan tugas akhir.Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti dan mencatat hal-hal yang dianggap kurang tepat. 6) Evaluasi.Kelompok lain dan guru memberikan kritik dan masukan berdasarkan materi teks negosiasi yang dipresentasikan. Pada pertemuan pertama guru membagi siswa ke dalam 6 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Sebelumnya guru memberikan tayangan tentang teks negosiasi lalu setiap kelompok diberi tugas untuk mengkaji teks negosiasi yang berbeda. Kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas yang diberikan yaitu menganalisis teks negosiasi yang telah diberikan Setelah itu, siswa mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. Guru dan siswa memberikan evaluasi Pada pertemuan kedua, siswa kembali bergabung dengan kelompok, lalu semua anggota kelompok saling bertukar pengalaman dan ide untuk menentukan topik negosiasi yang dikaji. Kemudian dari ide-ide tersebut dibahas bersama dan dibuat kerangka teks. Setelah itu, masing-masing siswa membuat teks negosiasi berdasarkan kerangka yang dibuat oleh kelompoknya. Hasil akhir dari pembelajaran ini adalah teks negosiasi yang dibuat oleh siswa. Dalam pembelajaran dengan metode group investigation ini, guru menggunakan media video sebagai rangsangan agar siswa mempunyai gambaran tentang apa yang akan mereka kerjakan. d. Penelitian yang Relevan Adapun penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain penelitian yang dilakukan PeningkatanPembelajaran oleh Fatmawati Keterampilan Menulis (2015) Teks yang berjudul Berita dengan menggunakan Model Group Investigation pada Siswa Kelas VIII-B SMP Negeri 1 Mandalle Kabupaten Pangkep. Hasil penelitian tersebutmenunjukkan bahwa: (1) penerapan model pembelajaran: guru dan siswa mengalami perubahanperilaku dalam proses pembelajaran secara positif yaitu dari siklus I ke siklus II. (2) hasil analisistes berpatokan pada lima kriteria penilaian, yaitu pemilihan judul, kelengkapan unsur berita, diksi,keefektifan kalimat,dan ketepatan ejaan. Pada 34 siklus I nilai rata-rata yang diperoleh siswa hanya62,2 dan meningkat pada siklus II menjadi 79,2 sehingga dapat dikatakan bahwa model GroupInvestigation berhasil meningkatkan kemampuan siswa menulis teks berita karena telah mencapainilai KKM yang telah ditentukan yaitu 75 dengan peningkatan nilai ratarata sebesar 17,04. Katharina(2013) juga melakukan penelitian yang berkaitanpenggunaa metode group investigation dalam pembelajara. Penelitian tersebutberjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar IPA.Penelitian Katharina mendeskripsikan rencana pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan aktivitas belajar peserta didik di kelas IV Sekolah Dasar Negeri 1 Toho. Kesimpulan dari penelitian tersebut menyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran siklus I sebesar 68,47% dan meningkat pada siklus II sebesar 82,60%, sehingga peningkatan pelaksanaan pembelajaran sebesar 14,13% dan aktivitas belajar mengalami peningkatan sebesar 22,93%. Hal tersebut berarti penerapan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan aktivitas belajar IPA di kelas IV SDN 1 Toho. Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Negosiasi Siswa melalui Metode Group Investigation pada Siswa Kelas X MIA 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo Tahun Ajaran 2015/2016”. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Katharina (2013) terletak pada variabel terikat dan subjek penelitian. Pada penelitian Katharina (2013) variabel terikat yang penulis gunakan adalah dalam penelitian adalah aktivitas belajar IPA sedangkan untuk penelitian ini, penulis menggunakan variabel terikat yaitu kemampuan menulis teks negosiasi. Untuk subjek penelitian, Khatarina menggunakan subjek penelitian siswa SD yaitu siswa kelas IV SDN 1 Toho, sedangkan untuk penelitian ini, peneliti mengambil subjek siswa kelas X MIA 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo. Persamaan antara penelitian Katharina (2013) dengan penelitian ini terletak pada kesamaan metode pembelajaran yang digunakan yakni metode kooperatif dengan tipe group investigation dan jenis penelitian yaitu penelitian tindakan kelas. 35 Selain penelitian yang dilakukan Katharina (2013), penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ajeng Cahya Nurani (2015) yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Negosiasi Melalui Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning di Kelas X IIS 2 SMA Negeri 7 Surakarta”. Penelitian tersebut bertujuan untuk untuk (1) meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis teks negosiasi dan (2) meningkatkan kemampuan menulis teks negosiasi dengan model discovery learning. Kesimpulan dari skripsi tersebut menyebutkan bahwa model discovery learning dengan penggunaan media video, foto, gambar dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis teks negosiasi dan kemampuan menulis teks negosiasi siswa kelas X IIS 2 SMA Negeri 7 Surakarta. Peningkatan kualitas pembelajaran menulis teks negosiasi ditandai dengan peningkatan nilai kinerja guru dan kinerja siswa. Nilai rata-rata kinerja guru pada siklus I = 69,54 (cukup); siklus II = 77,60 (baik); dan siklus III = 87,50 (baik). Sementara itu, nilai rata-rata kinerja siswa pada siklus I = 6,0 (cukup), siklus II = 7,55 (baik), dan siklus III = 8,2 (baik). Adapun peningkatan kemampuan menulis teks negosiasi siswa ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimal. Pada siklus I nilai rata-rata kemampuan menulis teks negosiasi mencapai 74,90 dengan persentase ketuntasan sebesar 43,75%. Pada siklus II mencapai 79,64 dengan persentase ketuntasan 71,875%, dan pada siklus III nilai rata-rata mencapai 84,57 dengan persentase 90,625%. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan model discovery learning dengan penggunaan media video, foto, gambar efektif digunakan pada pembelajaran menulis teks negosiasi. Persamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak pada jenis penelitian yang digunakan dan objek penelitiannya yaitu penelitian tindakan kelas dan kemampuan menulis teks negosiasi. sedangkan perbedaannya terletak pada metode pembelajaran yang digunakan dan subjek penelitiannya. Pada penelitian Ajeng Cahya Nurani (2015) metode yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis teks negosiasi adalah metode discovery learning sedangkan dalam penelitian ini, metode pembelajaran yang digunakan adalah metode group 36 investigation. untuk subjeknya dalam penelitian tersebut adalah kelas X IIS sedangkan dalam penelitian ini subjek penelitiannya adalah kelas X MIA. Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Silvia Pinangsari (2015) yang berjudulPeningkatan Keterampilan Menulis Teks Negosiasi dengan Menggunakan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa Kelas X Teknik Konstruksi Batu dan Beton SMK Negeri 1 Purworejo. Penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti karena penelitian membahas tentang upaya peningkatan kemampuan menulis teks negosiasi siswa. Bedanya, penelitian yang dilakukan oleh PembelajaranBerbasis Silvia Pinangsari Masalahsedangkan (2015) memanfaatkan metode peneliti memanfaatkan metode pembelajaran group investigation. Selain itu, subjek penelitian tersebut juga berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Jika dalam penelitian tersebut subjeknya adalah siswa kelas X SMK maka peneliti memilih subjek kelas X SMA. B. Kerangka Berpikir Proses menulis teks negosiasi memang tidak mudah. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis siswa yang rendah dan kemampuan menulis teks negosiasi siswa pun juga rendah. Hal tersebut terjadi karena metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam pembelajaran menulis teks negosiasikurang inovatif, sarana dan prasarana kelas yang kurang memadai dalam pembelajaran serta kondisi lingkungan kelas yang tidak kondusif atau ramai. Berdasarkan hal tersebut, peneliti melakukan tindakan dengan menerapkan metode group investigationdalam pembelajaran menulis teks negosiasi siswa kelas X MIA 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo Tahun Ajaran 2015/2016.Metode group investigationdipilih karena didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2015) yang berjudul PeningkatanPembelajaran Keterampilan Menulis Teks Berita dengan menggunakan Model Group Investigation pada Siswa Kelas VIII-B SMP Negeri 1 Mandalle Kabupaten Pangkep dan penelitian Katharina yang menyatakan bahwa metode group 37 investigationdapat meningkatkan aktivitas belajar siswa terutama berpikir kritis siswa dan . Selain itu, teks negosiasi adalah teks yang berisi informasi untuk mencapai kesepakatan dalam suatu hal. Jadi, metode ini cocok diterapkan dalam pembelajaran menulis teks negosiasi karena untuk menulis teks negosiasi membutuhkan kekritisan siswa dalam menggali pengalaman untuk menemukan ide-ide berkaitan dengan negosiasi Diharapkan dengan metode ini, keaktifan dan kemampuan menulis teks negosiasi siswa dapat meningkat serta hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan proses pembelajaran menulis teks negosiasi pada siswa kelas X MIA 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo. C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka pikir di atas, hipotesis tindakan yang dapat diajukan adalah sebagai berikut. 1. Metode group investigation dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran menulis teks negosiasi siswa kelas X MIA 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo 2. Metode group investigation dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis teks negosiasi siswa kelas X MIA 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo 38 KONDISI AWAL Guru : Siswa : Pembelajaran menulis negosiasi menggunakan metode konvensional belum menemukan metode yang tepat untuk pembelajaran menulis teks negosiasi Guru diasumsikan akan mampu menarik perhatian siswa dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang terdapat di dalam kelas dan mengontrol aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis Lingkungan keaktifan siswa dalam pembelajaran siswa masih rendah hasiltulisan siswa yang tidak maksimal dan tidak mencapai KKM Penerapan metode Group Investigation diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa dan kemampuan menulis teks negosiasi siswa. Sarana dan prasarana kelas yang kurang memadai dalam pembelajaran Kondisi kelas yang tidak kondusif/ramai Berdasarkan tindakan yang dilakukan, dapat diasumsikan bahwa siswa akan turut serta mengerjakan tugas yang diberikan guru, siswa akan aktif bertanya, siswa akan bersungguh-sungguh dalam berdiskusi, serta siswa akan fokus untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Kemampuan Menulis Teks Negosiasi Siswa Kelas X MIA 1 SMA Negeri 2 Sukoharjo tinggi KONDISI AKHIR Gambar 1.Bagan Kerangka Berpikir dalam Penelitian Tindakan Kelas