BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Suatu lingkungan dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat dari masuk atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing ke dalam tatanan lingkungan itu. Perubahan yang terjadi sebagai akibat dari kemasukan benda asing itu, memberikan pengaruh (dampak) buruk terhadap organisme yang sudah ada dan hidup dengan baik dalam tatanan lingkungan tersebut (Palar, 1994). Berdasarkan keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta No. 214 atau KPTS/1991 pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya mahkluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga mutu air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Dampak dari pencemaran air terhadap tanah adalah dapat menurunkan kualitas tanah, tercemarnya tanah disebabkan oleh bahan beracun seperti pestisida, herbisida, logam berat dan penimbunan sampah secara besar-besaran. 1 Lingkungan hidup dapat tercemar oleh banyak hal. Yang terutama dari banyak penyebab adalah limbah. Limbah dapat bersifat limbah organik seperti pestisida, dan limbah anorganik seperti logam berat (Palar, 1994). Sungai Gajah Wong merupakan salah satu sungai yang membelah kota Yogyakarta. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta air Sungai Gajah wong dimasukan dalam golongan B, yaitu sebagai sumber air minum dengan diolah terlebih dahulu. Saat ini Sungai Gajah Wong kondisinya sangat memprihatinkan, dan mungkin sudah tidak layak lagi dimasukkan kedalam golongan B, karena banyak kegiatan manusia, baik dari aktivitas rumah tangga maupun industri yang membuang limbahnya ke sungai tersebut. Beberapa industri di tepi Sungai Gajah Wong berpotensi membuang limbah yang mengandung logam berat yang berbahaya bagi kehidupan, misalnya Pb dan Cr. Tersebarnya logam berat di perairan maupun tanah dapat melalui berbagi hal, misalnya pembuangan limbah industri secara langsung ke sungai, baik berupa limbah padat maupun limbah cair. Limbah yang mengandung logam berat seperti : Hg, Cd, Pb, dan Cr apabila dibuang langsung ke lingkungan akan sangat berbahaya, karena logam berat tersebut sangat beracun atau bersifat toksik. Selain itu logam berat juga bersifat akumulatif di dalam tubuh organisme, termasuk didalamnya manusia. Industri kulit sangat banyak membuang limbah cair ke lingkungan. Di Indonesia pada umumnya limbah dari industri kulit mengandung logam berat Cr yang relatif tinggi, dimana Cr tersebut digunakan dalam proses penyamakan kulit. Cr dalam limbah yang dibuang ke lingkungan akan masuk dan terakumulasi dalam 2 anasir abiotik maupun biotik, yang tentunya ini akan berdampak negatif terhadap lingkungan secara umum. Perubahan-perubahan pada anasir abiotik dalam ekosistem akan berpengaruh terhadap komunitas atau komposisi penyusun komunitas (ada atau tidaknya spesies tertentu). Untuk mengetahui tingkat pencemaran dalam suatu ekosistem dapat menggunakan bioindikator. Pada penelitian ini digunakan tanaman bayam berduri (Amaranthus spinosus) untuk mengetahui logam berat Cr di Sungai Gajah Wong. Keberadaan organisme dan fungsi biologinya berkaitan erat dengan faktor-faktor lingkungan yang spesifik. Tumbuhan sering digunakan sebagai bioindikator, hal ini karena beberapa alasan : 1. Tumbuhan memberikan respon terintegrasi terhadap polutan di lingkungannya, yang terjadi secara simultan. 2. Tumbuhan, baik pada tingkat individu (yaitu pada tingkat organisasi yang berbeda, misalnya pada organ daun atau sel), populasi, maupun komunitas sering memberikan respon yang spesifik terhadap bahan pencemar. 3. Beberapa bahan pencemar berada pada konsentrasi yang sangat rendah dalam ekosistem, sehingga sulit di deteksi secara akut dengan metode fisika maupun kimia. Tumbuhan dapat mengakumulasi polutan dengan konsentrasi sangat rendah tersebut pada periode waktu tertentu, sehingga akan lebih mudah dianalisis, baik secara kimia maupun biologi. 3 4. Pada spesies tumbuhan yang sensitif terhadap polutan, pengaruhnya akan diekspresikan melalui gejala kerusakan, baik pada tingkat jaringan maupun organ, misalnya pada daun. Sedangkan pada spesies tumbuhan yang kurang sensitif atau toleran terhadap polutan, dapat dilihat melalui akumulasi polutan pada jaringan atau organ tumbuhan. Dan ini penting didalam menjelaskan polutan-polutan kelumit melalui rantai makanan (Shanker, et al., 2005.) B. Perumusan masalah 1. Berapakah konsentrasi krom (Cr) pada bayam berduri (Amaranthus spinosus) yang tumbuh secara liar di tepi sungai dengan bayam yang dipelihara di tepi sungai. 2. Apakah konsentrasi krom (Cr) pada bayam berduri (Amaranthus spinosus) yang dipelihara di tepi Sungai Gajah Wong akan meningkat dengan bertambahnya umur dan ukuran bayam ? 3. Apakah ada perbedaan kadar krom (Cr) pada bayam berduri (Amaranthus spinosus) yang tumbuh secara liar di tepi sungai dengan bayam yang dipelihara di tepi sungai. C. Tujuan penelitian 1. Untuk mengetahui konsentrasi krom (Cr) pada bayam berduri (Amaranthus spinosus) di tepi sungai Gajah Wong baik yang tumbuh 4 secara liar (tanaman asli) maupun tumbuhan introduksi yang dipelihara di tepi sungai selama 42 hari. 2. Untuk mengetahui perbedaan kadar krom (Cr) pada bayam berduri (Amaranthus spinosus) yang tumbuh secara liar (tanaman asli) maupun tumbuhan introduksi yang dipelihara di tepi sungai, dibandingkan dengan tanah dan air khususnya di sekitar industri kulit PT Budi Makmur Yogyakarta. 5