fleksibilitas pemerintah _baru_-1_Titik_2

advertisement
FLEKSIBILITAS PEMERINTAH DALAM RAPBN 2013
Pendahuluan
TJ
EN
D
PR
R
I
Kemampuan pemerintah melakukan ekspansi bergantung pada seberapa besar
fleksibilitas yang dimiliki pemerintah dalam mengalokasikan APBN bagi kegiatan-kegiatan
prioritas yang mendukung pembangunan nasional. Konsep ruang fiskal digunakan
pemerintah untuk mengukur fleksibilitas yang dimiliki dalam mengalokasikan APBN.
Namun komposisi belanja negara yang masih didominasi oleh belanja mengikat yang
bersifat wajib dan belanja yang sifatnya diperintah (mandatory spending) dapat
membatasi ruang fiskal yang dimiliki pemerintah.
–
SE
Komposisi Belanja Negara dan Ruang Fiskal APBN 2013
BN
Gambar 1. Komposisi Belanja Negara 2012
28
Page
Ruang gerak pemerintah atau sering disebut sebagai ruang fiskal pemerintah akan
semakin menyempit ketika anggaran belanja yang tersedia masih harus memenuhi
belanja yang diperintahkan dalam undang-undang (mandatory spending), seperti (1)
kewajiban penyediaan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN/APBD sesuai amanat
amandemen UUD 1945; (2) kewajiban pemenuhan tunjangan untuk guru (fungsional,
28
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS
AN
AA
N
transfer ke
daerah
31%
AP
Pemerintah
mengusulkan
anggaran belanja negara
dalam RAPBN 2013 sebesar
Rp 1.657,9 triliun.
Dari
pembayaran
sejumlah tersebut, sebesar
bunga utang
Rp1,139 triliun merupakan
7%
belanja pemerintah pusat
dan sisanya merupakan
transfer ke daerah. Dalam
belanja
belanja
belanja
RAPBN 2013, tampak bahwa
modal
pegawai
barang
12%
14%
alokasi belanja modal lebih
10%
tinggi 20% dibandingkan
Sumber : NK APBN TA 201
alokasi
belanja
barang
(gambar 1).
Belanja pemerintah pusat teralokasi ke dalam jenis-jenis belanja. Belanja rutin dan
belanja subsidi mendominasi struktur belanja diikuti oleh belanja modal. Besarnya alokasi
subsidi dan belanja rutin yang tergolong dalam belanja mengikat dapat mengurangi ruang
gerak pemerintah dalam mengalokasikan anggaran untuk program-program yang
mendukung prioritas pembangunan nasional. Dari volume belanja negara sebesar Rp
1.657,9 triliun, sekitar 50% belanja yang dialokasikan merupakan belanja mengikat.
belanja
lain-lain
3%
belanja bantuan
hibah sosial
subsidi 0%
4%
19%
TJ
EN
D
PR
R
I
profesi, maslahat tambahan, dan tunjangan khusus) sesuai UU No 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen; (3)
kewajiban penyediaan Dana Alokasi Umum minimal 26% dari penerimaan dalam negeri
netto dan Dana Bagi Hasil sesuai ketentuan UU No 33/2004; (4) penyediaan dana
otonomi khusus 2% dari DAU nasional sesuai dengan UU otonomi khusus NAD dan Papua;
dan (5) Penyediaan alokasi anggaran kesehatan 5% dari APBN sesuai UU No 36/2009.
Dengan adanya mandatory spending tersebut, besarnya kapasitas fiskal yang dimiliki
pemerintah dalam anggaran belanjanya pada tahun 2013 diperkirakan tidak lebih besar
dari tahun-tahun sebelumnya (sekitar 20-21%). Kondisi ini menunjukkan terbatasnya
fleksibilitas pemerintah untuk menstimulus perekonomian guna mendorong
pertumbuhan ekonomi.
SE
Dilema Pemerintah Meningkatkan Ruang Fiskal
KS
AN
AA
N
AP
BN
–
Selain meningkatkan pendapatan negara, salah satu langkah untuk memperbesar ruang
fiskal adalah dengan melakukan efisiensi belanja negara, dengan antara lain melakukan
penghematan belanja negara yang kurang efektif, penurunan belanja subsidi dan
penurunan berkala pembayaran bunga utang.
AN
D
AN
PE
LA
Dalam RAPBN 2013, biaya subsidi meningkat dibanding APBN-P 2012 yang sebesar
Rp245,1 triliun. Subsidi merupakan pos anggaran yang terbesar yaitu mencapai Rp316,1
triliun. Dengan demikian apabila biaya subsidi ini bisa ditekan maka Pemerintah punya
ruang gerak yang lebih leluasa untuk meningkatkan multiplier effect perekonomian
dengan mengalokasikan dana tersebut pada kegiatan yang produktif seperti
pembangunan infrastruktur.
29
Page
Ke depan diharapkan adanya efisiensi penggunaan anggaran belanja terutama belanja
yang sifatnya mengikat, dan diharapkan kebijakan ataupun ketentuan aturan yang
diterbitkan mampu berpihak pada keleluasaan pemerintah dalam menciptakan multiplier
effect ekonomi yang lebih tinggi.
29
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN
G
G
AR
Namun perlu diingat, salah satu faktor yang menyelamatkan ekonomi Indonesia dari
dampak krisis finansial global tahun 2008 adalah besarnya pasar domestik Indonesia yang
ditunjang oleh kuatnya daya beli masyarakat sehingga ekonomi nasional tetap berjalan
lancar walaupun pasar ekspor mengalami penciutan. Dengan daya beli masyarakat yang
kuat maka pasar domestik masih mampu terus bergulir. Salah satu pendukung daya beli
masyarakat adalah harga BBM yang masih disubsidi oleh Pemerintah, sehingga inflasi
tetap terjaga pada tingkat yang cukup rendah sekitar 5% per tahun. Dengan situasi saat
ini dimana kondisi global belum sepenuhnya stabil dan masih diliputi ketidakpastian,
maka perlu dipertimbangkan kembali kebijakan pengurangan subsidi, atau pengurangan
subsidi mungkin saja dilakukan dengan cara bertahap dan tetap menjaga inflasi.
Ruang Fiskal APBN Tahun 2006 -2011
TJ
EN
D
PR
R
I
Dalam kurun waktu 2006-2011, ruang fiskal yang dimiliki pemerintah cenderung
berfluktuatif selama kurun waktu 2006-2011 (gambar 2), dengan peningkatan yang
tidak besar. Pada tahun 2006, ruang fiskal yang dimiliki pemerintah sebesar 23% dan
hanya mengalami peningkatan sebesar 0,8% dalam jangka waktu 5 tahun, yaitu
menjadi 23,8% pada tahun 2011. Pada tahun 2010 ruang fiskal menurun menjadi 19,8%
dari 23,3 % pada tahun 2009. Hal ini terjadi karena meningkatnya biaya subsidi akibat
naiknya kembali minyak bumi setelah mengalami penurunan tahun 2009. Pada tahun
2011 ruang fiskal kembali meningkat menjadi 23,8 persen. Peningkatan ruang fiskal
tersebut tidak lepas dari Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah untuk
meningkatkan pendapatan negara serta anggaran belanja modal dan barang.
PE
LA
KS
AN
AA
N
AP
BN
–
SE
Gambar 2. Persentase Ruang Fiskal Indonesia (2006-2011)
Penyusun: Titik Kurnianingsih
Page
30
BI
R
O
AN
AL
IS
A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
Sumber : Nota Keuangan RAPBN 2012
30
Download