DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP PEREKONOMIAN (Studi kasus pada sektor UMKMK) PENDAHULUAN Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain di dalam pencapaian target – target ekonomi yang telah ditetapkan. Secara umum terdapat empat permasalahan ekonomi makro yang dapat dipengaruhi pemerintah melalui kebijakan fiskal dan moneter, yaitu tingkat harga agregat (inflasi), produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja (employment) dan neraca pembayaran atau balance of payment (BOP). Hal tersebut menunjukkan bahwa koordinasi yang kuat antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter sangat diperlukan dalam mencapai target – target ekonomi makro yang sudah ditetapkan. PERMASALAHAN Koordinasi antara kebijakan fsikal dan kebijakan moneter sangat diperlukan dalam menetapkan dan mencapai target – target moneter dan deficit APBN secara konsisten dalam rangka mencapai pembangunan ekonomi yang cukup tinggi dan stabil. Sebab pada umumnya koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter selalu menjadi masalah dimana sumber – sumber permasalahan tersebut, antara lain: 1. Ketidak jelasan penugasan dalam peraturan perundang – undangan yang berlaku kepada Departemen Keuangan dan Bank Sentral; 2. Kedudukan Bank Sentral dalam pemerintahan, yaitu sejauh mana Bank Sentral mempunyai kedudukan yang independen dari pemerintah; 3. Persepsi dari pimpinan tertinggi Bank Sentral dan Departemen Keuangan mengenai koordinasi yang harus dilakukan; 4. Instrumen yang dipakai oleh Bank Sentral dalam operasi pasar; 5. Tingkat kemajuan pasar modal Sebagai contoh pada saat pemerintah menghadapi cash- flow, pemerintah tidak diperbolehkan untuk meminjam uang dari Bank Indonesia untuk menutup defisit APBN, bahkan untuk jangka pendek sekalipun sebab hal ini bertentangan dengan Undang – Undang No.23 tahun 1999. Bank Indonesia mempunyai kekuasaan penuh di dalam menetapkan/ mengatur jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Akan tetapi asumsi yang dipakai dalam hal ini adalah bahwa kurs mata uang adalah tetap. Dalam hal floating exchange rate system, pelaksanaannya akan lebih rumit sebab kebijakan fiskal akan mempengaruhi kurs rupiah yang pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Dengan demikian, walaupun Bank Indonesia memegang kebebasan penuh dalam mengatur jumlah uang yang beredar, koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter sangat diperlukan. Dampak Kebijakan fiskal terhadap perekonomian Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan dan pengeluaran negara yang dapat dilihat dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran maupun jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai oleh pengeluaran negara. Pada dasarnya sumber – sumber penerimaan negara berasal dari pajak – pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri. Sedangkan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha miliki negara. Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara akan diperoleh surplus atau defisit APBN. Dimana apabila hasil yang diperoleh surplus dalam APBN, maka terjadi efek kontraksi dalam perekonomian yang besarnya tergantung pada efek surplus tersebut. Surplus tersebut akan digunakan untuk membayar hutang pemerintah. Sedangkan bila yang terjadi adalah defisit, maka defisit tersebut dapat dibiayai dengan pinjaman luar negeri atau dengan pinjaman dalam negeri. Simber – sumber pinjaman dalam negeri diperoleh dalam bentuk pinjaman perbankan dan non perbankan yang mencakup peneribitan obligasi negara dan privatisasi. Dalam hal defisit dibiayai oleh pinjaman luar negeri akan menimbulkan tekanan inflasi, apabila pinjaman luar negeri dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri sedangkan jika dipergunakan untuk membeli barang – barang impor tidak akan menimbulkan tekanan inflasi. Dampak kebijakan moneter terhadap perekonomian. Kebijakan moneter ditujukan untuk menjaga agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Dimana pada umumnya pengaturan jumlah likuiditas dilakukan melalui berbagai instrument seperti operasi pasar terbuka (open market operations), diskonto suku bunga Bank Sentral (discount policy) dan cadangan wajib (reserve requirements). Operasi pasar terbuka dilakukan dengan membeli dan menjual obligasi dalam jangka panjang. Dimana apabila pemerintah menganggap perlu dilakukan penambahan dalam likuiditas, maka Bank Sentral akan membeli sejumlah obligasi negara dipasar sekunder. Sedangkan jika ingin melakukan pengurangan, maka pemerintah akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio Bank Sentral.