bab ii landasan teori

advertisement
 10 BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan memaparkan beberapa kajian literatur berkaitan dengan
pembahasan thesis ini, yaitu :
2.1.
Manajemen
Definisi Manajemen,menurut (Koontz, 1964) manajemen adalah proses
merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan kegiatan
anggota serta sumber daya yang lain untuk mencapai sasaran organisasi
(perusahaan) yang telah ditentukan.
Menurut (Griffin, 2011) manajemen merupakan sebagai salah satu
proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan
sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efisien.
Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan,
sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar,
terorganisir sesuai dengan jadwal.
Menurut (Stoner, 2010) manajemen adalah suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota
organisasi serta penggunaan semua sumber daya yang ada pada organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
10 11 Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa permasalahan manajemen
berkaitan dengan usaha untuk memelihara kerjasama sekelompok orang
dalam satu kesatuan dan usaha untuk memanfaatkan sumber-sumber daya
yang lain (material, money, machines, and methods) untuk mencapai tujuantujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
Adapun fungsi-fungsi manajemen menurut Buku Manajemen Proyek
menurut (Soeharto, Manajemen Proyek, 1997) adalah sebagai berikut :
a.
Merencanakan
Merencanakan berarti memilih dan menentukan langkah-langkah
kegiatan yang akan datang yang diperlukan untuk mencapai sasaran.
Salah satu kegiatan perencanaan adalah pengambilan keputusan,
mengingat hal ini diperlukan dalam dalam proses pemilihan
alternatif.
b.
Mengorganisir
Mengorganisir dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
berhubungan dengan cara bagaimana mengatur dan mengalokasikan
kegiatan serta sumber daya kepada para peserta kelompok
(organisasi) agar dapat mencapai sasaran secara efisien. Hal ini
berarti
perlunya
pengaturan
peranan
masing-masing
anggota.Kemudian peranan ini dijabarkan berdasarkan pembagian
tugas, tanggung jawab, dan otoritas.Atas pembagian tersebut
kemudian disusun struktur organisasi.
12 c.
Memimpin
Kepemimpinan adalah aspek penting dalam mengelola suatu
usaha.Yaitu mengarahkan dan mempengaruhi sumber daya manusia
dalam organisasi agar mau bekerja dengan sukarela untuk mencapai
tujuan yang telah digariskan.Mengarahkan dan mempengaruhi erat
hubungannya dengan motivasi, pelatihan, kepenyeliaan, koordinasi,
dan konsultasi. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah gaya
kepemimpinan yang hendak diterapkan, karena berpengaruh besar
terhadap keberhasilan dalam proses mencapai tujuan.
d.
Mengendalikan
Mengendalikan adalah menuntun, dalam arti memantau, mengkaji,
dan bila perlu mengadakan koreksi agar hasil suatu kegiatan sesuai
dengan yang telah ditentukan.Jadi dalam fungsi ini, hasil-hasil
pelaksanaan kegiatan selalu diukur dan dibandingkan dengan
rencana.Oleh karena ini, umumnya telah dibuat tolak ukur, seperti
anggaran, standar mutu, jadwal penyelesaian pekerjaan, dan lainlain.Bila
terjadi
penyimpangan,
maka
segera
dilakukan
pembetulan.Dengan demikian, pengendalian merupakan salah satu
upaya untuk meyakini bahwa arus kegiatan bergerak ke arah sasaran
yang diinginkan.
13 e.
Staffing
Staffing sering dimasukkan sebagai salah satu fungsi manajemen
tetapi banyak yang menganggap kegiatan ini merupakan bagian dari
fungsi mengorganisir.Staffing meliputi pengadaan tenaga, jumlah
maupun kualifikasi yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan,
termasuk perekrutan, pelatihan, dan penyeleksian untuk menempati
posisi-posisi dalam organisasi.
2.2.
Proyek
Pengertian Proyek menurut (Soeharto, Manajemen Proyek, 1997),
proyek dapat diartikan sebagai kegiatan yang berlangsung dalam jangka
waktu tertentu dengan alokasi sumber daya terbatas dan dimaksudkan untuk
melaksanakan suatu tugas yang telah digariskan. Tugas disini, misalnya
dapat berupa membangun fasilitas baru, melakukan penelitian, dan
pengembangan.
Menurut (Bent, 2007), proyek adalah kegiatan yang mempunyai
ukuran, kompleksitas, dan karakteristik, sedangkan ukuran proyek meliputi
kecil, sedang, dan besar, menurut jumlah tenaga yang terlibat, waktu yang
diperlukan serta biaya-biaya yang digunakan
Menurut (Koolma & Schoot, 2003), proyek adalah suatu tugas yang
perlu didefinisikan dan terarah ke suatu sasaran yang dituturkan secara
kongkrit serta harus diselesaikan dalam kurun waktu tertentu dengan
14 menggunakan tenaga manusia terbatas dan dengan alat-alat terbatas pula, dan
sedemikian rumit atau barunya, sehingga diperlukan suatu jenis pimpinan
dan bentuk kerjasama yang berlainan dari yang biasa digunakan.
Dengan demikian, proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
sementara yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, dengan alokasi
sumber daya terbatas dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang telah
digariskan.
Yang membedakan proyek dengan pekerjaan lain adalah sebagai
berikut :
―
Proyek memiliki tujuan khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir.
―
Dalam proses mencapai tujuan di atas telah ditentukan jumlah biaya
dan jadwal kerja kegiatan proyek.
―
Memiliki perbedaan antara proyek yang satu dengan proyek yang lain.
Dari ciri-ciri di atas, proyek merupakan kegiatan yang bersifat
sementara, mempunyai titik awal dan pemberhentian terakhir dan
membutuhkan pengelolaan serta perhatian ekstra lebih banyak untuk
mencapai sasaran yang telah ditentukan.
2.3.
Manajemen Proyek
Manajemen proyek menurut (Kerzner, 2009) manajemen proyek
adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber
daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah
15 ditentukan. Lebih jauh, manajemen proyek menggunakan pendekatan sistem
dan hirarki (arus kegiatan) vertikal maupun horisontal.
Menurut (Budi, 1997) manajemen proyek dapat diartikan sebagai
penerapan fungsi-fungsi (prinsip-prinsip) manajemen dalam semua kegiatan
yang mengatur jalannya kegiatan-kegiatan dalam pelaksanaan proyek untuk
semua tahapan proyek.
Menurut (Schwalbe, 2012) manajemen proyek merupakan aplikasi
dari ilmu pengetahuan, skill, tools, dan teknik untuk aktifitas suatu proyek
dengan maksud memenuhi atau melampaui kebutuhan stakeholder dan
harapan dari sebuah proyek.
Dari definisi di atas (Kerzner, 2009) terlihat bahwa konsep manajemen
proyek mengandung hal-hal pokok sebagai berikut :
a. Menggunakan pengertian manajemen berdasarkan fungsinya, yaitu
merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan
sumber daya perusahaan yang berupa manusia, dana, dan material.
b. Kegiatan yang dikelola berjangka pendek, dengan sasaran yang
telah digariskan secara spesifik. Ini memerlukan teknik dan
metode pengelolaan yang khusus, terutama aspek perencanaan dan
pengendalian.
c. Memakai pendekatan sistem (system approach to management)
16 d. Mempunyai hirarki (arus kegiatan) horisontal di samping hirarki
vertikal.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa manajemen proyek tidak
bermaksud meniadakan arus kegiatan vertikal atau mengadakan perubahan
pada manajemen klasik, tetapi ingin memasukkan pendekatan, teknik, serta
metode yang spesifik untuk menanggapi tuntutan dan tantangan yang
dihadapi, yang sifatnya juga spesifik, yaitu kegiatan proyek.
Adapun tahapan-tahapan proyek yang dimaksud (Budi, 1997)adalah
sebagai berikut :
a. Tahapan persiapan proyek
b. Tahapan persiapan bangunan
c. Tahapan pelelangan dan kontrak perusahaan
d. Tahapan pelaksanaan pembangunan fisik (konstruksi)
e. Tahapan uji coba proyek sebelum penyerahan (penilaian)
Manajemen proyek yang baik akan ditekankan pada :
1. Organisasi harus tangguh, tahan terhadap gangguan yang timbul, baik dari
luar maupun dalam organisasi tersebut.
2. Analisa kebutuhan dan sumber daya harus akurat, jangan sampai ada yang
tidak dikenali. Toleransi yang ketat harus diperlakukan, mengingat harga
yang harus dibayar cukup mahal bila proyek gagal.
17 3. Pelaksanaan pekerjaan harus selesai sesuai dengan perencanaan yang telah
disusun dengan matang.
Dalam proses mencapai tujuan proyek, ada batasan yang harus ditentukan,
yaitu besarnya biaya (anggaran) yang dialokasikan, jadwal serta mutu yang
harus dipenuhi. Ketiga batasan tersebut disebut tiga kendala (triple constraint),
yaitu :
a. Anggaran
Proyek harus selesai dengan biaya yang tidak melebihi anggaran yang telah
ditetapkan. Untuk itu perlu jadwal kerja dan alokasi biaya yang terperinci
dengan jelas sesuai dengan kebutuhan. Dan yang jelas memerlukan
monitoring dan kepercayaan antar pelaksana dalam pengeluaran dana.
b. Jadwal
Proyek harus dikerjakan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan,
sehingga penyerahan proyek kepada pemilik proyek tidak mundur.
Sehingga pembuatan lintasan kritis untuk mempercepat terselesaikannya
proyek sangat diperlukan.
c. Mutu
Produk atau hasil kegiatan proyek harus memenuhi spesifikasi dan kriteria
yang disyaratkan. Misalnya umur bangunan harus mencapai kurun waktu
tertentu. Jadi persyaratan mutu harus dijaga dengan baik.
18 Ketiga batasan tersebut bersifat tarik menarik.Artinya jika ingin
meningkatkan kinerja yang telah disepakati dalam kontrak, maka umumnya
harus diikuti dengan menaikkan mutu, yang selanjutnya berakibat pada naiknya
biaya yang melebihi anggaran. Sebaliknya jika ingin menekan biaya, maka
biasanya harus berkompromi dengan mutu atau jadwal.Dari segi teknis, ukuran
keberhasilan proyek dikaitkan dengan sejauh mana ketiga sasaran tersebut
dicapai.
2.4.
Proyek Engineering, Procurement, Construction (E P C)
Proyek EPC merupakan suatu jenis kegiatan proyek yang dikerjakan oleh
konsultan/kontraktor berupa paket pekerjaan yang tidak terpisahkan dari mulai
perancangan (engineering), pengadaan barang/peralatan (procurement), dan
pelaksanaan pekerjaan (construction), hingga penyerahan kepada pemilik dengan
memenuhi spesifikasi performance yang ditetapkan oleh pihak pemilik.
2.4.1. Engineering (Perancangan)
Kegiatan ini adalah proses mewujudkan gagasan menjadi kenyataan
dengan wawasan totalitas sistem, yaitu dengan memperhatikan efektivitas
sistem menyeluruh sampai pada operasi dan pemeliharaan. Engineering
dilakukan dengan pendekatan setahap demi setahap, mulai dari konseptual,
basic engineering sampai detail engineering.
19 Konseptual engineering dilakukan pada waktu studi kelayakan,
merumuskan garis besar dasar pemikiran teknis mengenai sistem yang akan
diwujudkan, dan mengemukakan berbagai alternatif yang didasarkan atas
perkiraan kasar, untuk dikaji lebih lanjut mengenai aspek ekonomi dan
pemasaran. (Soeharto, Manajemen Proyek, 1997).
Pada tahap basic engineering diletakkan dasar-dasar pokok desain
engineering, dalam arti segala sifat atau fungsi pokok dari produk atau
instalasi hasil proyek sudah harus dijabarkan, termasuk menentukan proses
yang akan mengatur masukan material dan energi yang dikonversikan
menjadi produk yang diinginkan.
Kegiatan detail engineering dikerjakan di kantor pusat proyek, meliputi
peletakan dasar kriteria desain engineering, mengumpulkan data teknis yang
diperlukan untuk desain, membuat spesifikasi material, merancang gambargambar dan perekayasaan berbagai disiplin seperti sipil dan struktur,
mekanikal, pipil, kelistrikan serta instrumentasi, membuat spesifiksi dan
kriteria peralatan, misalnya reaktor utama, turbin penggerak, generator listrik,
dan lain-lain. Spesifikasi ini diperlukan untuk memesan peralatan kepada
vendor atau perusahaan manufaktur, mengevaluasi dan menyetujui usulan
desain dan gambar yang diajukan oleh perusahaan manufaktur, membuat
model bagi instalasi yang hendak dibangun dengan skala yang ditentukan.
Dengan banyaknya jenis kegiatan engineering yang dilakukan dibutuhkan
kemampuan dalam mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu keteknikan
20 seperti proses sipil dan struktur, mekanikal, piping, elektrikal, dan
instrumentasi.
2.4.2. Procurement (Pengadaan)
Setelah lingkup proyek ditentukan dan menjabarkan pada detail
engineering maka akan mulai terlihat jenis dan jumlah material serta
peralatan yang diperlukan untuk membangun proyek. Dengan dimilikinya
data-data tersebut selanjutnya dapat dimulai kegiatan pengadaan atau
pembelian dan subcontracting.
Kegiatan
pengadaan
(procurement)
meliputi
kegiatan-kegiatan
pengadaan barang dan jasa. Proses didalam pengadaan barang dan jasa
adalah perencanaan pembelian, perencanaan kontrak, penerimaan penawaran
dari vendor, evaluasi penawaran dan penentuan pemenang, pengelolaan
kontrak dan penutup kontrak. Kegiatan pengadaan barang meliputi kegiatankegiatan pembelian, ekspedisi, pengapalan, dan transportasi, serta inspeksi
dan pengendalian mutu untuk seluruh peralatan dan material pabrik.
Peralatan dan material yang dibeli bisa berasal dari dalam maupun luar
negeri. Setelah barang yang dibeli tiba dilokasi proyek kegiatan, selanjutnya
adalah penyimpanan dan mengeluarkan untuk keperluan konstruksi.
Sedangkan untuk pengadaan jasa meliputi kegiatan-kegiatan subcontracting,
seperti pemaketan pekerjaan, proses pemilihan sampai penunjukkan,
21 perencanaan
pekerjaan,
koordinasi
dan
pengendalian
pekerjaan
subkontraktor.
2.4.3. Construction
Bila pekerjaan survei lokasi telah diselesaikan dan keputusan
pemilihannya telah diambil, serta persiapan lain yang diperlukan telah
tersedia, misalnya gambar, material, dan peralatan, maka titik berat kegiatan
proyek akan berangsur-angsur berpindah kelokasi proyek, yaitu kegiatan
konstruksi.
Kegiatan konstruksi (construction) adalah pekerjaan mendirikan atau
membangun instalasi dengan cara seefisien mungkin, berdasarkan atas segala
sesuatu yang diputuskan pada tahap desain (engineering). Garis besar
lingkup pekerjaan konstruksi adalah membangun fasilitas sementara,
mempersiapkan lahan, menyiapkan infrasturktur, mendirikan fasilitas
fabrikasi, mendirikan bangunan dan pekerjaan sipil lainnya, memasang
berbagai macam peralatan (equipments), memasang perpipaan, memasang
instalasi listrik dan instrumentasi, memasang perlengkapan keselamatan,
memasang isolasi dan pengecatan, melakukan testing, uji coba, dan start-up.
(Imam Soeharto, Jilid 2)
2.5.
Pengadaan Proyek (Project Procurement)`
Pengadaan Proyek (Project Procurement) adalah proses pengadaan
barang dan jasa yang dibutuhkan untuk terlaksananya proyek. Melibatkan
22 seberapa banyak biaya, cara mendapatkan, dan kapan terlaksananya barang dan
jasa. Menurut Project Management Body Of Knowledge (PMBOK) tahun 2004,
tahapan pelaksanaan manajemen pengadaan meliputi Plan Purchase dan
Acquisition (Rencana Pengadaan dan Pembelian), Request Seller Response
(Permintaan Respon dari Penyedia Jasa), Sellect Sellers (Pemilihan Penyedia
Jasa), Contract Administration (Administrasi Kontrak), dan Contract Closure
(Pengakhiran Kontrak).
2.5.1. Plan Purchase dan Acquisition
Menurut (Syamsi, 2005) kegiatan ini adalah untuk mengidentifikasi
kebutuhan proyek yang dapat diperoleh dari luar organisasi proyek serta halhal apa saja yang dapat dilakukan oleh tim dalam organisasi proyek selama
pelaksanaan proyek. Adapun hal-hal yang dipertimbangkan dalam tahapan
ini adalah bagaimana, apa, berapa banyak, kapan kebutuhan proyek dapat
terpenuhi. Rencana dan Pembelian dilakukan dengan cara :
1. Menentukan apakah sebagian alat/jasa yang akan digunakan oleh tim
proyek dibuat sendiri atau dengan cara dibeli dari luar yaitu melakukan
Make or Buy Analysis.
2.
Menyusun perencanaan pengadaan barang/jasa yang akan digunakan
dalam proyek dengan menggunakan penilaian/pendapat dari ahli
3. Menentukan tipe kontrak yang paling sesuai yang akan digunakan dalam
proses pengadaan barang/jasa. Karena kesesuaian kontrak yang
digunakan akan menentukan resiko dari proyek yang akan dilakukan.
23 2.5.2. Plan Contracting
Perencanaan
Kontrak
(Syamsi,
2005)
merupakan
kegiatan
mendokumentasikan kebutuhan produk dan mengidentifikasikan sumbersumber yang potensial. Rencana pengumpulan dilakukan dengan cara :
1. Merencanakan pengumpulan bidder yang sesuai dengan kebutuhan
pengadaan dari barang/jasa yang akan digunakan dengan menyusun
dokumen baku yang diperlukan bagi persyaratan bidder yang sesuai.
2. Menyusun dokumen baku sebagai persyaratan penyedia pengadaan
barang/jasa yang akan digunakan dalam proyek dengan memakai
penilaian/pendapat dari ahli.
2.5.3. Request Seller Response
Proses permintaan respon dari penyedia jasa dapat diperoleh dari
penawaran dan proposal, penyedia jasa yang potensial. Pelaksanaan Request
Seller Response adalah dengan cara (Syamsi, 2005):
1. Pertemuan dengan Rekanan, yang dilakukan sebelum penawaran atau
proposal dibuat
2. Pemasangan Iklan
3. Pembuatan Daftar Rekanan yang Potensial.
2.5.4. Sellect Sellers
Kegiatan ini adalah memilih rekanan dari beberapa yang potensial.
Pemilihan penyedia jasa dilakukan dengan cara (Syamsi, 2005):
24 1. Menentukan item-item dalam kontrak yang saling menguntungkan
sebelum kontrak ditandatangani. Hal-hal yang dibahas bisa berupa
tanggung jawab dan wewenang, terminologi yang akan digunakan
serta hal-hal yang berkaitan dengan hukum, hak kepemilikan,
keuangan kontrak, kualitas produk, keseluruhan jadwal pekerjaan,
pembayaran dan biaya.
2. Menentukan
pembobotan,
pemenang
yaitu
penyedia
dengan
barang/jasa
metode
melalui
mengkuantifikasikan
sistem
data
kualitatif untuk memilih penyedia barang/jasa yang sesuai.
2.5.5. Contract Administration
Administrasi kontrak (Syamsi, 2005) adalah suatu prosedur dalam
mengelola relasi dengan rekanan dan menjamin bahwa kinerja penyedia jasa
sesuai dengan persyaratan dalam kontrak dan penggunaan jasa akan
melakukan berdasarkan persyaratan kontrak pula. Pelaksanaan administrasi
kontrak dilakukan dengan cara :
1. Melakukan modifikasi kontrak termasuk paperwork, tracking system,
prosedur dalam penanganan perselisihan dan keperluan persetujuan bagi
perubahan wewenang, dengan melakukan Contract Change Control
System.
2. Mengukur besarnya efektifitas dari pencapaian sasaran kontrak dari
penyedia barang/jasa yang terpilih, dengan mengecek performance
reporting yang ada.
25 3. Melakukan sistem pembayaran untuk penyedia barang/jasa terpilih
menurut tata cara yang tertuang dalam kontrak (Payment System).
2.5.6. Contract Closure
Pengakhiran kontrak sebagai akibat telah selesainya proses konstruksi,
dengan ditandainya hasil verifikasi dari semua pekerjaan dan hasilnya dapat
diterima sesuai dengan persyaratan kontrak, pengakhiran kontrak melibatkan
kegiatan admnistrasi, seperti pemutakhiran laporan untuk merefleksikan hasil
akhir dan penyimpanan informasi untuk kebutuhan di masa datang.
Pelaksanaan penutupan kontrak dilaksanakan dengan cara (Syamsi, 2005) ;
Melakukan Audit Pengadaan yaitu penilaian terstruktur dari proses
pengadaan dari rencana pengadaan dan pembelian sampai administrasi
kontrak. Tujuan audit pengadaan adalah untuk mengidentifikasi berhasil
atau tidaknya surat perintah yang dikenal dalam persiapan atau
administrasi dari kontrak pengadaan yang lain dalam proyek.
2.6.
Manajemen Material
Manajemen Material (Soeharto, Manajemen Proyek, 1997) merupakan
proses perencanaan, pelaksanaan, dan mengendalikan kegiatan konstruksi di
lapangan dan di kantor. Tujuan dari manajemen material adalah untuk
memastikan bahwa bahan bangunan yang akan digunakan sudah ada dan
tersedia siap untuk digunakan. Sistem manajemen material ini
bisa
memastikan bahwa kualitas dan kuantitas bahan yang dipilih tepat dan
26 sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan serta sesuai dengan biaya yang
sudah dianggarkan sebelumnya. Artinya manajemen material merupakan
elemen penting dalam manajemen proyek. Dengan meminimalkan biaya
pengadaan, bisa meningkatkan peluang untuk mengurangi biaya proyek
secara keseluruhan. Manajemen material yang buruk dapat mengakibatkan
peningkatan biaya selama proses konstruksi berlangsung. Sebaliknya jika
manajemen material yang baik akan lebih efisien dan terjadi penghematan
besar dalam biaya proyek. Penundaan dan biaya tambahan mungkin akan
ada jika material yang dibutuhkan tidak tersedia, sehingga harus dipastikan
adanya manajemen material yang baik. Untuk secara efektif mengelola dan
mengendalikan material, kinerja pengelolaan material harus diukur terlebih
dahulu agar bisa dihitung kinerjanya.
2.6.1. Komponen Manajemen Material
Komponen-komponen yang ada dalam Manajemen Material, diantaranya
(Soeharto, Manajemen Proyek, 1997) :
1. Estimasi material, anggaran, perencanaan, dan pemrograman
2. Penjadwalan, pembelian, dan pengadaan
3. Penerimaan dan inspeksi
4. Pengendalian persediaan, penyimpanan, dan pergudangan
5. Penanganan material dan transportasi
27 2.6.2. Tujuan Manajemen Material
Manajemen Material memiliki beberapa tujuan, diantaranya(Soeharto,
Manajemen Proyek, 1997) :
1. Perencanaan material lebih efisien
2. Buying or Purchasing
3. Pengadaan atau Receiving
4. Storing or Inventory Control
5. Supply atau distribusi material
6. Jaminan kualitas
7. Good Supplier dan hubungan antar pelanggan
8. Meningkatkan efisiensi
Untuk memenuhi semua tujuan tersebut, diperlukan untuk menetapkan
koordinasi yang baik antar semua karyawan dari departemen manajemen
material dan harus memiliki koordinasi yang baik juga dengan departemen
lain yang terkait untuk melayani semua sentra produksi.
2.6.3. Fungsi Manajemen Material
Manajemen material memiliki 2 fungsi, yaitu(Soeharto, Manajemen Proyek,
1997)
1. Fungsi Primer
a. Sebagai Material Requirements Planning (MRP)
b. Purchasing
28 c. Inventory Planning and Control
d. Memastikan dan memelihara aliran dan pasokan bahan
e. Kualitas kontrol dari material
2. Fungsi Sekunder
a. Standarisasi dan penyederhanaan
b. Make and Buy Decisions
c. Koding dan mengklasifikasikan material
d. Forecasting dan perencanaan
Perencanaan
2.7.
Dasar yang paling sering digunakan untuk hal perencanaan untuk proyek adalah
Bill Of Quantity (BOQ) yang disiapkan oleh klien. Perusahaan mungkin memiliki
dua tingkatan utama dalam tingkat perencanaan, yaitu mikro dan makro. Waktu,
biaya, material, dan tenaga kerja adalah empat besar jenis perencanaan yang biasa
dilakukan. Perencanaan harus direvisi sesering mungkin untuk memantau apakah
pekerjaan proyek berjalan sesuai rencana atau tidak.
2.8.
Purchasing
Pemesanan material ini mencakup perkiraan kebutuhan material baik dari
spesifikasi maupun jumlah material yang dibutuhkan, kemudian melakukan seleksi
vendor, menentukan pemenang, dan membuat kontrak pengadaan,Menurut (Shah &
Dave, 2009), Prosedur pembelian dapat dirinci sebagai berikut
29 a.
Langkah 1 : Material Indent
b.
Langkah 2 : Enquiry kepada Vendor
c.
Langkah 3 : Penyedia perbandingan
d.
Langkah 4 : Pemilihan Vendor dan Negosiasi
e.
Langkah 5 : Order pembelian
f.
Langkah 6 : Evaluasi penjualan
Pembelian material dilakukan baik dengan basis terpusatdan basis lokal.
Keuntungan basis terpusat adalah :
1. Pengendalian lebih baik
2. Harga lebih murah (pembelian dalam jumlah besar)
3. Keahlian dapat terbina bagi pihak yang bertanggung jawab atas pembelian
Keuntungan basis lokal adalah :
1. Mengembangkan perdagangan masyarakat lokal
2.9.
Receiving
Pengertian receving menurut (Sundersan, 2011), sistem penerimaan dapat
dibagi 2, diantaranya :
1. Penerimaan dari pemasok luar
2. Penerimaan dari perpecahan internal
Penerimaan material yang dipasok ke proyek sebagai suatu hasil dari surat
pembelian harus segera diperiksa pada saat diserahkan. Hal ini biasanya oleh
petugas gudang. Sebelum bahan dibongkar petugas gudang harus memeriksa
bahwa bahan-bahan yang diserahkan benar-benar dipesan yang merupakan bagian
dari proyek. Hal-hal yang perlu diperiksa oleh petugas gudang adalah:
1. Bahan yang diserahkan telah di uji coba dan disetujui sesuai denga
spesifikasi
30 2. Kuantitas bahan harus sama dalam penyerahan permintaan
3. Kualitas bahan (merk) harus sama dalam catatan penyerahan
4. Bahan-bahan yang diserahkan dalam urutan yang baik.
2.10. Efektivitas Pengukuran Manajemen Material
Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya
keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait
dengan hubungannya antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya
dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dan dapat dinilai
dengan berbagai cara dan sangat erat kaitannya dengan efisiensi. Dinyatakan oleh
(Syamsi, 2005) dalam bukunya “Pokok-pokok Organisasi dan Manajemen” bahwa
“Efektivitas (hasil guna) ditekankan pada efeknya, hasilnya, dan kurang
memperdulikan pengorbanan yang diperlukan untuk memperoleh hasil tersebut.
Sedangkan Efisiensi (daya guna), penekanannya disamping pada hasil yang ingin
dicapai, juga besarnya pengorbanan untuk mencapai hasil tersebut perlu
diperhitungkan” (Syamsi, 2005)
Dari pendapat diatas bisa disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara
efektivitas dan efisiensi, efektivitas menekankan pada hasil atau efeknya dalam
pencapaian tujuan, sedangkan efisiensi cenderung pada penggunaan sumber daya
dalam pencapaian tujuan.
Menurut pendapat (Mahmudi, 2007) dalam bukunya “Manajemen Kinerja
Sektor Publik” mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut
31 “Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar
kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin
efektif organisasi, program, proyek, atau kegiatan” (Mahmudi, 2007)
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas mempunyai hubungan
timbal balik antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output, maka
semakin efektif suatu program, proyek, atau kegiatan.
Sedangkan Menurut (Maloney, 2010) efektivitas adalah pencapaian tujuan
dari suatu organisasi yang dibuat, dengan demikian dapat diartikan juga sampai
seberapa jauh target yang bisa dicapai.
Efektivitas juga sering digunakan oleh manajemen material untuk mengetahui
sejauhmana kualitas, kuantitas, dan waktu yang telah dicapai, serta ukuran berhasil
atau tidaknya untuk mencapai tujuan dan target-targetnya. Dengan mengukur
efektivitas, kita bisa mengetahui bagaimana kinerja atau hasil dari pencapaian yang
telah dicapai.
Plemmons (1995) menyarankan 12 kunci langkah-langkah untuk mengukur
proses efektivitas manajemen material kontrak lump sum. Plemmons (1995) juga
mengidentifikasikan 35 pengukuran yang diklasifikasikan dari 6 atribut yaitu akurasi,
kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, biaya, dan ketersediaan.
Melalui survey konstruksi professional di bidang industri, 12 kunci langkahlangkah tersebut dipilih terhadap proses efektivitas manajemen material.
32 Tabel 1 Key Effectiveness Measures of Plemmons
Tabel 1 diatas merupakan 12 kunci langkah-langkah yang dimaksud oleh Plemmons
(1995). Kemudian masing-masing dari langkah-langkah tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut :
1.
Material Availability
Langkah ini adalah rasio dari total jumlah item material yang dikeluarkan
untuk jumlah item material yang diminta. Ukuran tersebut merupakan
kemampuan proses manajemen material untuk mengeluarkan atau
memberikan kebutuhan material yang benar terjadwal dan bisa
dikomunikasikan untuk pelaksanaan konstruksi dari awal kegiatan dimulai.
33 2. Material Receipt Problems
Langkah ini adalah untuk melaporkan data atau jika ada perbedaan
informasi yang terkait dengan pengiriman material yang tidak terdeteksi
dan bisa dikoreksi jika ada ketidakakuratan dalam database proyek
manajemen material. Masalah penerimaan material terjadi saat pengiriman
dokumen atau material tidak disetujui
3. Jobsite Rejections of Tagged Equipment
Langkah ini merupakan persentase semua penolakan peralatan yang sudah
terpasang namun ditolak oleh pemilik kerja. Penolakan terjadi ketika
manajemen
konstruksi
memberitahu
fungsi
kontrol
terhadap
dikembalikannya item.
4. Material Receiving Processing Time
Langkah ini melaporkam persentase material yang diterima di gudang yang
diproses dalam dua periode waktu, yaitu hari yang sama dan hari
berikutnya. Waktu proses dimulai ketika sebuah dokumen pengiriman
waktu/tanggal dicap oleh aktivitas gudang penerima dan salinan
dikembalikan ke operator transportasi.
34 5. Construction Time Lost
Langkah ini adalah persentase waktu konstruksi yang hilang akibat dampak
dari material yang diperkirakan oleh pengawas konstruksi. Hal ini
mencerminkan langsung dampak dari proses manajemen material pada
suatu operasi konstruksi. Persentase waktu yang hilang karena material
biasanya dilaporkan dan dikumpulkan menggunakan lembar tenaga kerja
harian.
6. Warehouse Inventory Accuracy
Langkah ini adalah proses kualitas dengan melaporkan keakuratan
informasi yang terkait dengan fungsi gudang. Ukuran ini ditentukan dengan
membandingkan sampel statistik dari data material dalam database dengan
aset fisik di gudang dan daerah lay-down. Hasil inventarisasi menunjukkan
akurasi sistem manajemen materialdibandingkan dengan jumlah aset secara
fisik.
7.
Procurement Lead Time
Langkah ini adalah suatu rasio dari rata-rata pengadaan proyek. Rata-rata
pengadaan lead time adalah durasi rata-rata yang dibatasi oleh transaksi
permintaan untuk Request For Quotation (RFQ). Durasi RFQ meliputi,
evaluasi penawaran, negosiasi dan penghargaan, dan penerbitan Purchase
Order (PO). Durasi mencerminkan kelengkapan informasi dari RFQ,
35 kebutuhan untuk negosiasi tambahan, penundaan, tawaran evaluasi
efisiensi, mekanisme penerbitan PO, dan menerima salinan penerimaan.
8.
Bid/Evaluate/Commit Lead Time
Langkah ini merupakan durasi rata-rata yang dilaporkan untuk menawar,
mengevaluasi, dan melakukan pembelian material yang relatif terhadap
durasi yang direncanakan. Langkah ini dibatasi oleh penerimaan respon
dari vendor RFQ dan penerbitan PO, meskipun mencakup beberapa
negosiasi dan klarifikasi, pengukuran berfokus pada urutan kegiatan dalam
kontrol dari fungsi pembelian.
9.
PO to Materials Receipts Duration
Langkah ini merupakan durasi rata-rata dari penerbitan PO sampai tanggal
penerimaan material. Ini merupakan rasio dari rata-rata durasi yang
direncanakan. Rata-rata durasi dihitung berdasarkan setiap item line PO.
Oleh karen itu, ukuran adalah jumlah durasi penerbitan – penerimaan
dibagi dengan jumlah total penerimaan.
10. Material Withdrawal Request (MWR)
Langkah ini mengukur lead time yang memungkinkan untuk penerbitan
atau pengiriman materialyang bisa terdapat perbedaan antara pelaporan
tanggal MWR dan kebutuhan atau tanggal penerimaan yang diminta.
Tindakan meminta penarikan material memulai serangkaian tindakan
36 dalam gudang dan fungsi kontrol lapangan. Jika lead time terlalu pendek
bisa menghasilkan inefisiensi yang mungkin secara langsung tidak
berhubungan. Sebagai contoh, respon cepat untuk MWR bisa mengganggu
operasi gudang normal dan menghasilkan peningkatan lembur. Tanggal
MWR adalah tanggal dan otoritasi yang dikeluarkan untuk gudang guna
menarik
material
khusus
dari
persediaan.
Waktu
menunjukkan
kemampuan operasi konstruksi untuk meminta materi sebagai pendekatan
paket pekerjaan sesuai tanggal yang dimulai, dengan demikian akan
meminimalkan jumlah pekerja untuk menunggu matrerial.
11. Total Surplus
Langkah ini melaporkan nilai persentase material yang tidak terpakai
dalam kaitannya dengan total biaya pembelian bahan. Nilai bahan yang
tidak terpakai ditentukan sebelum dilakukan pengkodean untuk kembali
(restocking) atau disposisi oleh pihak ketiga.
12. Commodity Vendor Timeliness
Langkah ini melaporkan waktu pengiriman vendor. Langkah ini juga
dapat mewakili beberapa subkategori, misalnya 1 sampai 3 hari terlambat
atau terlambat lebih dari 3 hari.
37 2.11. Key Performance Indicator (KPI)
Kinerja
(Performance)
merupakan
suatu
usaha
formal
yang
dilaksanakan suatu perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas
dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu
tertentu (Hanafi, 2003)
Dimensi Kinerja perusahaan sangat terkait erat dengan manajemen
untuk proses evaluasi, ini dikarenakan proses evaluasi bisa memperlihatkan
bagaimana baik atau buruknya hal-hal yang sudah dilakukan oleh
perusahaan. Jika hasil yang didapatkan baik maka itu akan membuat
kinerjanya baik, jika hasil yang didapatkan kurang baik, maka berpengaruh
juga terhadap kinerja perusahaan dan harus dicari faktor apa yang
menyebabkannya.
Penilaian kinerja perusahaan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa
tipe, yakni (Soeprihanto, 2009) :
1. Tipe Objektif
Penilaian kinerja tipe objektif memasukkan data produksi, pemasaran
keuangan, dan bidang manajemen lain yang terkait.
2. Tipe Subyektif
38 Penilaian kinerja subjektif didasarkan pada pertimbangan kemanusiaan.
Agar penilaian ini bermanfaat maka sebaiknya didasarkan pada analisa
yang teliti mengenai hal-hal terkait yang relevan.
Selain itu, kinerja perusahaan juga bisa dilihat dari Key Performance
Indicator (KPI) yang menjelaskan indikator-indikator apa saja yang
berhubungan untuk melihat apakah kinerja perusahaan itu baik atau
kurang baik.
Key Performance Indicator (KPI) merupakan alat ukur kuantitatif untuk
peningkatan kinerja dari suatu aktifitas yang menjadi faktor kunci
kesuksesan suatu perusahaan atau organisasi (Cranfield School of
Management)
KPI bisa membantu perusahaan atau organisasi untuk mendefinisikan
dan mengukur kemajuan dari tujuan perusahaan atau organisasi setelah
misi, dan tujuannya telah di analisa dan diidentifikasikan (John, 2007)
KPI dapat digunakan sebagai manajemen kinerja dan alat peningkatan
yang fokus dalam pencapaian tujuan perusahaan atau organisasi. KPI
biasanya digunakan juga untuk tinjauan jangka panjang.
Menurut (John, 2007) dalam bukunya Cranfield School of Management (2007),
terdapat karakteristik KPI, diantaranya :
-
Merefleksikan tujuan perusahaan
39 -
Menjadi kunci kesuksesan perusahaan
-
Bisa diukur dan dibandingkan
Setelah KPI diidentifikasikan untuk suatu perusahaan, manajemen harus
memastikan bahwa kinerja suatu perusahaan setiap tahun harus stabil bahkan
bisa meningkat.
2.12. Just In Time (JIT)
Just In Time (JIT) merupakan integrasi dari serangkaian aktivitas desain
untuk mencapai produksi volume tinggi dengan menggunakan minimum
persediaan untuk bahan baku, WIP, dan produk jadi. Konsep dasar dari sistem
produksi JIT adalah memproduksi produk yang diperlukan, pada waktu yang
dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada
setiap tahap proses dalam sistem produksi dengan cara yang paling ekonomis
atau paling efisien melalui eliminasi pemborosan dan perbaikan terusmenerus. Dalam JIT juga ditekankan bahwa semua material harus menjadi
bagian aktif dalam sistem produksi dan mencegah timbulnya masalah yang
mengakibatkan
adanya
biaya
persediaan.
Dalam
JIT
persediaan
meminimalisasi dengan tetap menjaga keberlangsungan produksi ini berarti
barang sedia dalam waktu, jumlah, dan kualitas yang tepat saat diperlukan.
Sistem dari JIT sendiri berusaha untuk melakukan pekerjaan secara terusmenerus tanpa henti, dengan menghilangkan segala pemborosan dan segala
sesuatu yang tidak memberi nilai tambah dengan menyediakan sumber daya
40 pada tempat dan waktu yang tepat. Sistem ini mengakibatkan persediaan lebih
sedikit, jumlah pekerja lebih sedikit, dan biaya produksi lebih rendah serta
produk dapat diserahkan ke pelanggan tepat waktu. Sedangkan kualitas yang
sangat tinggi merupakan hasil dari suatu sistem pengendalian mutu yang
sangat baik. Akhirnya dengan kombinasi dan gabungan kedua sistem tersebut
akan membuat perusahaan mampu bersaing dengan perusahaan lain serta
mencapai laba dan hasil dari investasi yang maksimal. Bisa disimpulkan JIT
merupakan suatu sistem yang digunakan untuk meminimalis terjadinya
pengeluaran dengan mendasar pada tarikan permintaan barang yang
dibutuhkan dengan menghilangkan hal-hal yang tidak berguna.
Selain itu, Just In Time (JIT) merupakan pendekatan manufaktur dan
filosofi yang bertujuan untuk memenuhi permintaan pelanggan yang cepat
dengan kualitas yang sempurna dan tidak menimbulkan limbah (Rusthon,
2000). Awalnya JIT berasal dari Toyota Manufaktur di Jepang, digunakan
untuk produk pengiriman berkualitas tinggi dan menghilangkan semua
sumber limbah yang meliputi overproduksi, waktu tunggu, material handling,
dan cacat (kerusakan) produk (Pooler, 1997). JIT juga merupakan suatu
filosofi manajemen yang mencakup semua fungsi dari proses manufaktur,
termasuk : manajemen sumber daya manusia (SDM), jumlah manajemen
mutu, fasilitas desain, pemeliharaan preventif, dan pengadaan bahan dan
pembelian. Melakukan hubungan baik dengan supplier, reducing order dan
setup costs adalah pendekatan utama yang dilakukan oleh JIT untuk
41 meningkatkan pengadaan material (Magas & Amos, 1995). Hal yang harus
dijaga dalam JIT ada beberapa, diantaranya :
1.
Hubungan antara proses manufaktur dan supplier harus ditingkatkan
untuk mencapai tingkat kemitraan dan kerjasama. Karakteristik utama
dari supplierpartnership dalam konteks JIT adalah hubungan jangka
panjang, komitmen untuk jadwal pengiriman ke perusahaan, dan
melakukan perbaikan (update) secara bersama-sama.
2.
JIT bertujuan untuk reducing ordering dan setup costs yang lebih
minim untuk melakukan order pengadaan material.
Just In Time (JIT) dalam industri manufaktur, para peneliti menginvestigasi
pelaksanaan dan kesesuaian dengan pendekatan JIT untuk pengadaan bahan material
(material procurement). (Akintoye, 1995) mempresentasikan gambaran dari isu-isu
pengimplementasian dari JIT dalam mengelola stock material untuk membangun
proyek-proyek konstruksi. Penelitian yang dilakukan ini melihat ada berbagai faktor
yang mempengaruhi efektivitas dalam pengimplementasian JIT dalam membangun
proyek-proyek konstruksi, seperti :
a. Hubungan dengan vendor
b. Desain Standarization
c. Letak lokasi proyek
d. Staf training dan education
42 Selain itu, ada manfaat dari pengimplementasian JIT dalam konstruksi,
diantaranya :
1.
Improving Communication
2.
Inventory Reduction
3.
Peningkatan kualitas
4.
Penyederhanaan prosedur pemesanan
5.
Bisa membangun hubungan jangka panjang dengan supplier
(Bertelsen & Nielsen, 1997) melihat pelaksanaan JIT dalam industri konstruksi
di Denmark, menyimpulkan bahwa perencanaan JIT membutuhkan :
1.
Perencanaan yang matang
2.
Monitoring Harian
3.
Feedback mechanism
(Pheng & Hui, 1999) mempelajari korelasi antara prinsip JIT dan perencanaan
tata letak lokasi proyek. Ada 7 (tujuh) prinsip JIT yang dipertimbangkan, antara lain :
1. Penghapusan limbah
2. Kanban pull system
3. Uninterrupted work flow
4. Total kualitas kontrol
5. Keterlibatan karyawan
6. Hubungan dengan supplier
7. Continuous improvement
43 Pelaksanaan dari masing-masing prinsip ini dievaluasi dalam proyek konstruksi
yang berfokus pada dampaknya terhadap perencanaan tata letak lokasi pembangunan
proyek. Para peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang
kuantitatif untuk mengukur kinerja JIT dan mempelajari kontribusi untuk mengurangi
biaya persediaan pada arus kas proyek.
2.12.1. Byggelogistik
Byggelogistik adalah untuk mengurangi biaya yang dikarenakan
transportasi dan waktu produktifitas pekerja yang terbuang. Tujuan utama
dari konsep ini adalah tidak hanya mengevaluasi biaya yang diakibatkan
oleh transportasi, melainkan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses
konstruksi yang terkait dengan pengiriman material.
Menurut(Brestelen & Sven, 1997), Byggelogistik dikarakteristikkan
dengan perencanaan yang detail, manajemen yang dilaksanakan pada site
konstruksi (bukan kantor pusat), dan respon cepat untuk melakukan
perbaikan terhadap kesalahan yang terjadi.
Perencanaan detail sebelum proyek dimulai sangat diperlukan
terutama pada detail material yang digunakan agar tidak terjadi losses pada
saat pemesanan material.Perencanaan dan pengendalian tersebut harus
dilakukan setiap hari agar komunikasi antar fungsi dapat terbangun.
44 Contoh Form Delivery Plan
Sumber : (Brestelen & Sven, 1997)
Gambar 1 Contoh Form Weekly Request
Sumber : (Brestelen & Sven, 1997)
Gambar 1 menunjukkan Delivery plan dan Weekly request yang
berfungsi
untuk
memonitoring
terlaksananya
Byggelogistik,
dimana rencana pengiriman dan permintaan telah dilakukan jauh
hari sebelum terlaksananya pekerjaan, hal ini menunujukkan
dibutuhkan suatu aktifitas yang mencakup perencanaan dan
pengendalian yang sesuai dengan lingkup pekerjaan proyek.
45 2.13. Pembuatan dan Pengendalian Jadwal
Manajemen
waktu
proyek
mencakup
proses-proses
yang
dibutuhkan untuk mengelola penyelesaian proyek tepat waktu. Gambaran
tentang
proses
Manajemen
Proyek
Waktu,
adalah
sebagai
berikut(Institute, Project Management Body Of Knowledge, 2013):
- Plan Schedule Management
- Proses pembentukan kebijakan, prosedur, dan dokumentasi untuk
merencanakan, mengembangkan, mengelola, melaksanakan, dan
mengendalikan jadwal proyek.
- Define Activities
- Proses mengidentifikasi dan mendokumentasikan tindakan spesifik
yang akan dilakukan untuk menghasilkan dokumen proyek.
- SequenceActivities
- Proses mengidentifikasi dan mendokumentasikan hubungan antara
kegiatan proyek.
- Estimate Activity resources
46 - Proses memperkirakan jenis dan jumlah material, sumber daya
manusia, peralatan, atau perlengkapan yang dibutuhkan untuk
melakukan setiap kegiatan.
- Estimate Activity durations
- Proses memperkirakan jumlah periode kerja yang diperlukan untuk
menyelesaikan kegiatan individu dengan perkiraan sumber daya.
- Develop Schedule
- Proses analisa urutan kegiatan, jangka waktu, kebutuhan sumber daya,
dan kendala jadwal untuk menciptakan model jadwal proyek.
- Control Schedule
- Proses pemantauan status kegiatan proyek untuk memperbarui
kemajuan proyek dan mengelola perubahan jadwal baseline untuk
mencapai rencana tersebut.
Proses Project Time Managementserta alat-alat dan teknik terkait
didokumentasikan dalam schedule management plan. Schedule management
plan adalah rencana bagiannya, dan terintegrasi dengan project management
plan melalui pengembangan proses rencana Manajemen Proyek, schedule
management
plan
mengidentifikasi
metode
penjadwalan
dan
alat
penjadwalan, juga menetapkan format serta menetapkan kriteria untuk
pengembangan & pengendalian jadwal proyek.
47 Pengembangan jadwal proyek menggunakan output dari proses untuk
menentukan kegiatan, urutan kegiatan, estimasi sumber daya kegiatan, dan
estimasi durasi aktivitas dalam kombinasi dengan alat penjadwalan untuk
menghasilkan model jadwal. Jadwal diselesaikan dan disetujui adalah dasar
yang akan digunakan dalam proses Pengendalian Jadwal. Sebagai kegiatan
proyek sedang dilakukan, sebagian besar usaha dalam Project Time
Management Knowledge Area akan terjadi dalam proses Pengendalian
Jadwal untuk memastikan penyelesaian pekerjaan proyek secara tepat waktu.
Gambar 2 memberikan gambaran penjadwalan yang menunjukkan
bagaimana metode penjadwalan, penjadwalan alat, dan output dari proses
Project Time Management berinteraksi untuk membuat jadwal proyek.
Gambar 2 Gambaran Penjadwalan
48 Project Management Body Of Knowledge (PMBOK, 2013)
Dalam penyusunan jadwal sebagaimana pada gambar 2 diatas, dalam aktifitas
pembuatan jadwal dibutuhkan input data berupa :
1. Pemahaman scope pekerjaan.
2. Identifikasi Schedule Mangement Plan
3. Penetapan resource kalender/working days
4. Pembuatan Activity list
5. Penetapan
Activity
attributes
(WBS
ID,
activity
codes,
activity
description,dll)
6. Pembuatan project schedule network diagrams
7. Penentuan activity resource requirement
8. Penetapan staff/personil kunci pada aktivitas
9. Pembentukan resource breakdown structure
10. Penentuan estimasi durasi
2.13.1 Penundaan (Delay)
Penundaan (Delay) dapat didefinisikan sebagai waktu yang tidak dapat dimanfaatkan
sesuai dengan rencana, sehingga menyebabkan beberapa kegiatan yang mengikuti
menjadi tertunda dan tidak dapat diselesaikan dengan tepat sesuai dengan jadwal
yang telah direncanakan(Wulfram I, 2004).
49 Schedule proyek memiliki peranan yang sangat penting dalam pengelolaan proyek
konstruksi terutama untuk kepentingan klaim konstruksi. Penundaan (delay) dapat
diidentifikasi dan digambarkan dengan jelas melalui media schedule.
Download