10 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan memaparkan beberapa kajian literatur berkaitan dengan pembahasan thesis ini, yaitu : 2.1. Manajemen Definisi Manajemen,menurut (Koontz, 1964) manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan kegiatan anggota serta sumber daya yang lain untuk mencapai sasaran organisasi (perusahaan) yang telah ditentukan. Menurut (Griffin, 2011) manajemen merupakan sebagai salah satu proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efisien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir sesuai dengan jadwal. Menurut (Stoner, 2010) manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan semua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. 10 11 Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa permasalahan manajemen berkaitan dengan usaha untuk memelihara kerjasama sekelompok orang dalam satu kesatuan dan usaha untuk memanfaatkan sumber-sumber daya yang lain (material, money, machines, and methods) untuk mencapai tujuantujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun fungsi-fungsi manajemen menurut Buku Manajemen Proyek menurut (Soeharto, Manajemen Proyek, 1997) adalah sebagai berikut : a. Merencanakan Merencanakan berarti memilih dan menentukan langkah-langkah kegiatan yang akan datang yang diperlukan untuk mencapai sasaran. Salah satu kegiatan perencanaan adalah pengambilan keputusan, mengingat hal ini diperlukan dalam dalam proses pemilihan alternatif. b. Mengorganisir Mengorganisir dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan cara bagaimana mengatur dan mengalokasikan kegiatan serta sumber daya kepada para peserta kelompok (organisasi) agar dapat mencapai sasaran secara efisien. Hal ini berarti perlunya pengaturan peranan masing-masing anggota.Kemudian peranan ini dijabarkan berdasarkan pembagian tugas, tanggung jawab, dan otoritas.Atas pembagian tersebut kemudian disusun struktur organisasi. 12 c. Memimpin Kepemimpinan adalah aspek penting dalam mengelola suatu usaha.Yaitu mengarahkan dan mempengaruhi sumber daya manusia dalam organisasi agar mau bekerja dengan sukarela untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.Mengarahkan dan mempengaruhi erat hubungannya dengan motivasi, pelatihan, kepenyeliaan, koordinasi, dan konsultasi. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah gaya kepemimpinan yang hendak diterapkan, karena berpengaruh besar terhadap keberhasilan dalam proses mencapai tujuan. d. Mengendalikan Mengendalikan adalah menuntun, dalam arti memantau, mengkaji, dan bila perlu mengadakan koreksi agar hasil suatu kegiatan sesuai dengan yang telah ditentukan.Jadi dalam fungsi ini, hasil-hasil pelaksanaan kegiatan selalu diukur dan dibandingkan dengan rencana.Oleh karena ini, umumnya telah dibuat tolak ukur, seperti anggaran, standar mutu, jadwal penyelesaian pekerjaan, dan lainlain.Bila terjadi penyimpangan, maka segera dilakukan pembetulan.Dengan demikian, pengendalian merupakan salah satu upaya untuk meyakini bahwa arus kegiatan bergerak ke arah sasaran yang diinginkan. 13 e. Staffing Staffing sering dimasukkan sebagai salah satu fungsi manajemen tetapi banyak yang menganggap kegiatan ini merupakan bagian dari fungsi mengorganisir.Staffing meliputi pengadaan tenaga, jumlah maupun kualifikasi yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan, termasuk perekrutan, pelatihan, dan penyeleksian untuk menempati posisi-posisi dalam organisasi. 2.2. Proyek Pengertian Proyek menurut (Soeharto, Manajemen Proyek, 1997), proyek dapat diartikan sebagai kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu dengan alokasi sumber daya terbatas dan dimaksudkan untuk melaksanakan suatu tugas yang telah digariskan. Tugas disini, misalnya dapat berupa membangun fasilitas baru, melakukan penelitian, dan pengembangan. Menurut (Bent, 2007), proyek adalah kegiatan yang mempunyai ukuran, kompleksitas, dan karakteristik, sedangkan ukuran proyek meliputi kecil, sedang, dan besar, menurut jumlah tenaga yang terlibat, waktu yang diperlukan serta biaya-biaya yang digunakan Menurut (Koolma & Schoot, 2003), proyek adalah suatu tugas yang perlu didefinisikan dan terarah ke suatu sasaran yang dituturkan secara kongkrit serta harus diselesaikan dalam kurun waktu tertentu dengan 14 menggunakan tenaga manusia terbatas dan dengan alat-alat terbatas pula, dan sedemikian rumit atau barunya, sehingga diperlukan suatu jenis pimpinan dan bentuk kerjasama yang berlainan dari yang biasa digunakan. Dengan demikian, proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, dengan alokasi sumber daya terbatas dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang telah digariskan. Yang membedakan proyek dengan pekerjaan lain adalah sebagai berikut : ― Proyek memiliki tujuan khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir. ― Dalam proses mencapai tujuan di atas telah ditentukan jumlah biaya dan jadwal kerja kegiatan proyek. ― Memiliki perbedaan antara proyek yang satu dengan proyek yang lain. Dari ciri-ciri di atas, proyek merupakan kegiatan yang bersifat sementara, mempunyai titik awal dan pemberhentian terakhir dan membutuhkan pengelolaan serta perhatian ekstra lebih banyak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. 2.3. Manajemen Proyek Manajemen proyek menurut (Kerzner, 2009) manajemen proyek adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah 15 ditentukan. Lebih jauh, manajemen proyek menggunakan pendekatan sistem dan hirarki (arus kegiatan) vertikal maupun horisontal. Menurut (Budi, 1997) manajemen proyek dapat diartikan sebagai penerapan fungsi-fungsi (prinsip-prinsip) manajemen dalam semua kegiatan yang mengatur jalannya kegiatan-kegiatan dalam pelaksanaan proyek untuk semua tahapan proyek. Menurut (Schwalbe, 2012) manajemen proyek merupakan aplikasi dari ilmu pengetahuan, skill, tools, dan teknik untuk aktifitas suatu proyek dengan maksud memenuhi atau melampaui kebutuhan stakeholder dan harapan dari sebuah proyek. Dari definisi di atas (Kerzner, 2009) terlihat bahwa konsep manajemen proyek mengandung hal-hal pokok sebagai berikut : a. Menggunakan pengertian manajemen berdasarkan fungsinya, yaitu merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan yang berupa manusia, dana, dan material. b. Kegiatan yang dikelola berjangka pendek, dengan sasaran yang telah digariskan secara spesifik. Ini memerlukan teknik dan metode pengelolaan yang khusus, terutama aspek perencanaan dan pengendalian. c. Memakai pendekatan sistem (system approach to management) 16 d. Mempunyai hirarki (arus kegiatan) horisontal di samping hirarki vertikal. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa manajemen proyek tidak bermaksud meniadakan arus kegiatan vertikal atau mengadakan perubahan pada manajemen klasik, tetapi ingin memasukkan pendekatan, teknik, serta metode yang spesifik untuk menanggapi tuntutan dan tantangan yang dihadapi, yang sifatnya juga spesifik, yaitu kegiatan proyek. Adapun tahapan-tahapan proyek yang dimaksud (Budi, 1997)adalah sebagai berikut : a. Tahapan persiapan proyek b. Tahapan persiapan bangunan c. Tahapan pelelangan dan kontrak perusahaan d. Tahapan pelaksanaan pembangunan fisik (konstruksi) e. Tahapan uji coba proyek sebelum penyerahan (penilaian) Manajemen proyek yang baik akan ditekankan pada : 1. Organisasi harus tangguh, tahan terhadap gangguan yang timbul, baik dari luar maupun dalam organisasi tersebut. 2. Analisa kebutuhan dan sumber daya harus akurat, jangan sampai ada yang tidak dikenali. Toleransi yang ketat harus diperlakukan, mengingat harga yang harus dibayar cukup mahal bila proyek gagal. 17 3. Pelaksanaan pekerjaan harus selesai sesuai dengan perencanaan yang telah disusun dengan matang. Dalam proses mencapai tujuan proyek, ada batasan yang harus ditentukan, yaitu besarnya biaya (anggaran) yang dialokasikan, jadwal serta mutu yang harus dipenuhi. Ketiga batasan tersebut disebut tiga kendala (triple constraint), yaitu : a. Anggaran Proyek harus selesai dengan biaya yang tidak melebihi anggaran yang telah ditetapkan. Untuk itu perlu jadwal kerja dan alokasi biaya yang terperinci dengan jelas sesuai dengan kebutuhan. Dan yang jelas memerlukan monitoring dan kepercayaan antar pelaksana dalam pengeluaran dana. b. Jadwal Proyek harus dikerjakan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, sehingga penyerahan proyek kepada pemilik proyek tidak mundur. Sehingga pembuatan lintasan kritis untuk mempercepat terselesaikannya proyek sangat diperlukan. c. Mutu Produk atau hasil kegiatan proyek harus memenuhi spesifikasi dan kriteria yang disyaratkan. Misalnya umur bangunan harus mencapai kurun waktu tertentu. Jadi persyaratan mutu harus dijaga dengan baik. 18 Ketiga batasan tersebut bersifat tarik menarik.Artinya jika ingin meningkatkan kinerja yang telah disepakati dalam kontrak, maka umumnya harus diikuti dengan menaikkan mutu, yang selanjutnya berakibat pada naiknya biaya yang melebihi anggaran. Sebaliknya jika ingin menekan biaya, maka biasanya harus berkompromi dengan mutu atau jadwal.Dari segi teknis, ukuran keberhasilan proyek dikaitkan dengan sejauh mana ketiga sasaran tersebut dicapai. 2.4. Proyek Engineering, Procurement, Construction (E P C) Proyek EPC merupakan suatu jenis kegiatan proyek yang dikerjakan oleh konsultan/kontraktor berupa paket pekerjaan yang tidak terpisahkan dari mulai perancangan (engineering), pengadaan barang/peralatan (procurement), dan pelaksanaan pekerjaan (construction), hingga penyerahan kepada pemilik dengan memenuhi spesifikasi performance yang ditetapkan oleh pihak pemilik. 2.4.1. Engineering (Perancangan) Kegiatan ini adalah proses mewujudkan gagasan menjadi kenyataan dengan wawasan totalitas sistem, yaitu dengan memperhatikan efektivitas sistem menyeluruh sampai pada operasi dan pemeliharaan. Engineering dilakukan dengan pendekatan setahap demi setahap, mulai dari konseptual, basic engineering sampai detail engineering. 19 Konseptual engineering dilakukan pada waktu studi kelayakan, merumuskan garis besar dasar pemikiran teknis mengenai sistem yang akan diwujudkan, dan mengemukakan berbagai alternatif yang didasarkan atas perkiraan kasar, untuk dikaji lebih lanjut mengenai aspek ekonomi dan pemasaran. (Soeharto, Manajemen Proyek, 1997). Pada tahap basic engineering diletakkan dasar-dasar pokok desain engineering, dalam arti segala sifat atau fungsi pokok dari produk atau instalasi hasil proyek sudah harus dijabarkan, termasuk menentukan proses yang akan mengatur masukan material dan energi yang dikonversikan menjadi produk yang diinginkan. Kegiatan detail engineering dikerjakan di kantor pusat proyek, meliputi peletakan dasar kriteria desain engineering, mengumpulkan data teknis yang diperlukan untuk desain, membuat spesifikasi material, merancang gambargambar dan perekayasaan berbagai disiplin seperti sipil dan struktur, mekanikal, pipil, kelistrikan serta instrumentasi, membuat spesifiksi dan kriteria peralatan, misalnya reaktor utama, turbin penggerak, generator listrik, dan lain-lain. Spesifikasi ini diperlukan untuk memesan peralatan kepada vendor atau perusahaan manufaktur, mengevaluasi dan menyetujui usulan desain dan gambar yang diajukan oleh perusahaan manufaktur, membuat model bagi instalasi yang hendak dibangun dengan skala yang ditentukan. Dengan banyaknya jenis kegiatan engineering yang dilakukan dibutuhkan kemampuan dalam mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu keteknikan 20 seperti proses sipil dan struktur, mekanikal, piping, elektrikal, dan instrumentasi. 2.4.2. Procurement (Pengadaan) Setelah lingkup proyek ditentukan dan menjabarkan pada detail engineering maka akan mulai terlihat jenis dan jumlah material serta peralatan yang diperlukan untuk membangun proyek. Dengan dimilikinya data-data tersebut selanjutnya dapat dimulai kegiatan pengadaan atau pembelian dan subcontracting. Kegiatan pengadaan (procurement) meliputi kegiatan-kegiatan pengadaan barang dan jasa. Proses didalam pengadaan barang dan jasa adalah perencanaan pembelian, perencanaan kontrak, penerimaan penawaran dari vendor, evaluasi penawaran dan penentuan pemenang, pengelolaan kontrak dan penutup kontrak. Kegiatan pengadaan barang meliputi kegiatankegiatan pembelian, ekspedisi, pengapalan, dan transportasi, serta inspeksi dan pengendalian mutu untuk seluruh peralatan dan material pabrik. Peralatan dan material yang dibeli bisa berasal dari dalam maupun luar negeri. Setelah barang yang dibeli tiba dilokasi proyek kegiatan, selanjutnya adalah penyimpanan dan mengeluarkan untuk keperluan konstruksi. Sedangkan untuk pengadaan jasa meliputi kegiatan-kegiatan subcontracting, seperti pemaketan pekerjaan, proses pemilihan sampai penunjukkan, 21 perencanaan pekerjaan, koordinasi dan pengendalian pekerjaan subkontraktor. 2.4.3. Construction Bila pekerjaan survei lokasi telah diselesaikan dan keputusan pemilihannya telah diambil, serta persiapan lain yang diperlukan telah tersedia, misalnya gambar, material, dan peralatan, maka titik berat kegiatan proyek akan berangsur-angsur berpindah kelokasi proyek, yaitu kegiatan konstruksi. Kegiatan konstruksi (construction) adalah pekerjaan mendirikan atau membangun instalasi dengan cara seefisien mungkin, berdasarkan atas segala sesuatu yang diputuskan pada tahap desain (engineering). Garis besar lingkup pekerjaan konstruksi adalah membangun fasilitas sementara, mempersiapkan lahan, menyiapkan infrasturktur, mendirikan fasilitas fabrikasi, mendirikan bangunan dan pekerjaan sipil lainnya, memasang berbagai macam peralatan (equipments), memasang perpipaan, memasang instalasi listrik dan instrumentasi, memasang perlengkapan keselamatan, memasang isolasi dan pengecatan, melakukan testing, uji coba, dan start-up. (Imam Soeharto, Jilid 2) 2.5. Pengadaan Proyek (Project Procurement)` Pengadaan Proyek (Project Procurement) adalah proses pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan untuk terlaksananya proyek. Melibatkan 22 seberapa banyak biaya, cara mendapatkan, dan kapan terlaksananya barang dan jasa. Menurut Project Management Body Of Knowledge (PMBOK) tahun 2004, tahapan pelaksanaan manajemen pengadaan meliputi Plan Purchase dan Acquisition (Rencana Pengadaan dan Pembelian), Request Seller Response (Permintaan Respon dari Penyedia Jasa), Sellect Sellers (Pemilihan Penyedia Jasa), Contract Administration (Administrasi Kontrak), dan Contract Closure (Pengakhiran Kontrak). 2.5.1. Plan Purchase dan Acquisition Menurut (Syamsi, 2005) kegiatan ini adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan proyek yang dapat diperoleh dari luar organisasi proyek serta halhal apa saja yang dapat dilakukan oleh tim dalam organisasi proyek selama pelaksanaan proyek. Adapun hal-hal yang dipertimbangkan dalam tahapan ini adalah bagaimana, apa, berapa banyak, kapan kebutuhan proyek dapat terpenuhi. Rencana dan Pembelian dilakukan dengan cara : 1. Menentukan apakah sebagian alat/jasa yang akan digunakan oleh tim proyek dibuat sendiri atau dengan cara dibeli dari luar yaitu melakukan Make or Buy Analysis. 2. Menyusun perencanaan pengadaan barang/jasa yang akan digunakan dalam proyek dengan menggunakan penilaian/pendapat dari ahli 3. Menentukan tipe kontrak yang paling sesuai yang akan digunakan dalam proses pengadaan barang/jasa. Karena kesesuaian kontrak yang digunakan akan menentukan resiko dari proyek yang akan dilakukan. 23 2.5.2. Plan Contracting Perencanaan Kontrak (Syamsi, 2005) merupakan kegiatan mendokumentasikan kebutuhan produk dan mengidentifikasikan sumbersumber yang potensial. Rencana pengumpulan dilakukan dengan cara : 1. Merencanakan pengumpulan bidder yang sesuai dengan kebutuhan pengadaan dari barang/jasa yang akan digunakan dengan menyusun dokumen baku yang diperlukan bagi persyaratan bidder yang sesuai. 2. Menyusun dokumen baku sebagai persyaratan penyedia pengadaan barang/jasa yang akan digunakan dalam proyek dengan memakai penilaian/pendapat dari ahli. 2.5.3. Request Seller Response Proses permintaan respon dari penyedia jasa dapat diperoleh dari penawaran dan proposal, penyedia jasa yang potensial. Pelaksanaan Request Seller Response adalah dengan cara (Syamsi, 2005): 1. Pertemuan dengan Rekanan, yang dilakukan sebelum penawaran atau proposal dibuat 2. Pemasangan Iklan 3. Pembuatan Daftar Rekanan yang Potensial. 2.5.4. Sellect Sellers Kegiatan ini adalah memilih rekanan dari beberapa yang potensial. Pemilihan penyedia jasa dilakukan dengan cara (Syamsi, 2005): 24 1. Menentukan item-item dalam kontrak yang saling menguntungkan sebelum kontrak ditandatangani. Hal-hal yang dibahas bisa berupa tanggung jawab dan wewenang, terminologi yang akan digunakan serta hal-hal yang berkaitan dengan hukum, hak kepemilikan, keuangan kontrak, kualitas produk, keseluruhan jadwal pekerjaan, pembayaran dan biaya. 2. Menentukan pembobotan, pemenang yaitu penyedia dengan barang/jasa metode melalui mengkuantifikasikan sistem data kualitatif untuk memilih penyedia barang/jasa yang sesuai. 2.5.5. Contract Administration Administrasi kontrak (Syamsi, 2005) adalah suatu prosedur dalam mengelola relasi dengan rekanan dan menjamin bahwa kinerja penyedia jasa sesuai dengan persyaratan dalam kontrak dan penggunaan jasa akan melakukan berdasarkan persyaratan kontrak pula. Pelaksanaan administrasi kontrak dilakukan dengan cara : 1. Melakukan modifikasi kontrak termasuk paperwork, tracking system, prosedur dalam penanganan perselisihan dan keperluan persetujuan bagi perubahan wewenang, dengan melakukan Contract Change Control System. 2. Mengukur besarnya efektifitas dari pencapaian sasaran kontrak dari penyedia barang/jasa yang terpilih, dengan mengecek performance reporting yang ada. 25 3. Melakukan sistem pembayaran untuk penyedia barang/jasa terpilih menurut tata cara yang tertuang dalam kontrak (Payment System). 2.5.6. Contract Closure Pengakhiran kontrak sebagai akibat telah selesainya proses konstruksi, dengan ditandainya hasil verifikasi dari semua pekerjaan dan hasilnya dapat diterima sesuai dengan persyaratan kontrak, pengakhiran kontrak melibatkan kegiatan admnistrasi, seperti pemutakhiran laporan untuk merefleksikan hasil akhir dan penyimpanan informasi untuk kebutuhan di masa datang. Pelaksanaan penutupan kontrak dilaksanakan dengan cara (Syamsi, 2005) ; Melakukan Audit Pengadaan yaitu penilaian terstruktur dari proses pengadaan dari rencana pengadaan dan pembelian sampai administrasi kontrak. Tujuan audit pengadaan adalah untuk mengidentifikasi berhasil atau tidaknya surat perintah yang dikenal dalam persiapan atau administrasi dari kontrak pengadaan yang lain dalam proyek. 2.6. Manajemen Material Manajemen Material (Soeharto, Manajemen Proyek, 1997) merupakan proses perencanaan, pelaksanaan, dan mengendalikan kegiatan konstruksi di lapangan dan di kantor. Tujuan dari manajemen material adalah untuk memastikan bahwa bahan bangunan yang akan digunakan sudah ada dan tersedia siap untuk digunakan. Sistem manajemen material ini bisa memastikan bahwa kualitas dan kuantitas bahan yang dipilih tepat dan 26 sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan serta sesuai dengan biaya yang sudah dianggarkan sebelumnya. Artinya manajemen material merupakan elemen penting dalam manajemen proyek. Dengan meminimalkan biaya pengadaan, bisa meningkatkan peluang untuk mengurangi biaya proyek secara keseluruhan. Manajemen material yang buruk dapat mengakibatkan peningkatan biaya selama proses konstruksi berlangsung. Sebaliknya jika manajemen material yang baik akan lebih efisien dan terjadi penghematan besar dalam biaya proyek. Penundaan dan biaya tambahan mungkin akan ada jika material yang dibutuhkan tidak tersedia, sehingga harus dipastikan adanya manajemen material yang baik. Untuk secara efektif mengelola dan mengendalikan material, kinerja pengelolaan material harus diukur terlebih dahulu agar bisa dihitung kinerjanya. 2.6.1. Komponen Manajemen Material Komponen-komponen yang ada dalam Manajemen Material, diantaranya (Soeharto, Manajemen Proyek, 1997) : 1. Estimasi material, anggaran, perencanaan, dan pemrograman 2. Penjadwalan, pembelian, dan pengadaan 3. Penerimaan dan inspeksi 4. Pengendalian persediaan, penyimpanan, dan pergudangan 5. Penanganan material dan transportasi 27 2.6.2. Tujuan Manajemen Material Manajemen Material memiliki beberapa tujuan, diantaranya(Soeharto, Manajemen Proyek, 1997) : 1. Perencanaan material lebih efisien 2. Buying or Purchasing 3. Pengadaan atau Receiving 4. Storing or Inventory Control 5. Supply atau distribusi material 6. Jaminan kualitas 7. Good Supplier dan hubungan antar pelanggan 8. Meningkatkan efisiensi Untuk memenuhi semua tujuan tersebut, diperlukan untuk menetapkan koordinasi yang baik antar semua karyawan dari departemen manajemen material dan harus memiliki koordinasi yang baik juga dengan departemen lain yang terkait untuk melayani semua sentra produksi. 2.6.3. Fungsi Manajemen Material Manajemen material memiliki 2 fungsi, yaitu(Soeharto, Manajemen Proyek, 1997) 1. Fungsi Primer a. Sebagai Material Requirements Planning (MRP) b. Purchasing 28 c. Inventory Planning and Control d. Memastikan dan memelihara aliran dan pasokan bahan e. Kualitas kontrol dari material 2. Fungsi Sekunder a. Standarisasi dan penyederhanaan b. Make and Buy Decisions c. Koding dan mengklasifikasikan material d. Forecasting dan perencanaan Perencanaan 2.7. Dasar yang paling sering digunakan untuk hal perencanaan untuk proyek adalah Bill Of Quantity (BOQ) yang disiapkan oleh klien. Perusahaan mungkin memiliki dua tingkatan utama dalam tingkat perencanaan, yaitu mikro dan makro. Waktu, biaya, material, dan tenaga kerja adalah empat besar jenis perencanaan yang biasa dilakukan. Perencanaan harus direvisi sesering mungkin untuk memantau apakah pekerjaan proyek berjalan sesuai rencana atau tidak. 2.8. Purchasing Pemesanan material ini mencakup perkiraan kebutuhan material baik dari spesifikasi maupun jumlah material yang dibutuhkan, kemudian melakukan seleksi vendor, menentukan pemenang, dan membuat kontrak pengadaan,Menurut (Shah & Dave, 2009), Prosedur pembelian dapat dirinci sebagai berikut 29 a. Langkah 1 : Material Indent b. Langkah 2 : Enquiry kepada Vendor c. Langkah 3 : Penyedia perbandingan d. Langkah 4 : Pemilihan Vendor dan Negosiasi e. Langkah 5 : Order pembelian f. Langkah 6 : Evaluasi penjualan Pembelian material dilakukan baik dengan basis terpusatdan basis lokal. Keuntungan basis terpusat adalah : 1. Pengendalian lebih baik 2. Harga lebih murah (pembelian dalam jumlah besar) 3. Keahlian dapat terbina bagi pihak yang bertanggung jawab atas pembelian Keuntungan basis lokal adalah : 1. Mengembangkan perdagangan masyarakat lokal 2.9. Receiving Pengertian receving menurut (Sundersan, 2011), sistem penerimaan dapat dibagi 2, diantaranya : 1. Penerimaan dari pemasok luar 2. Penerimaan dari perpecahan internal Penerimaan material yang dipasok ke proyek sebagai suatu hasil dari surat pembelian harus segera diperiksa pada saat diserahkan. Hal ini biasanya oleh petugas gudang. Sebelum bahan dibongkar petugas gudang harus memeriksa bahwa bahan-bahan yang diserahkan benar-benar dipesan yang merupakan bagian dari proyek. Hal-hal yang perlu diperiksa oleh petugas gudang adalah: 1. Bahan yang diserahkan telah di uji coba dan disetujui sesuai denga spesifikasi 30 2. Kuantitas bahan harus sama dalam penyerahan permintaan 3. Kualitas bahan (merk) harus sama dalam catatan penyerahan 4. Bahan-bahan yang diserahkan dalam urutan yang baik. 2.10. Efektivitas Pengukuran Manajemen Material Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungannya antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dan dapat dinilai dengan berbagai cara dan sangat erat kaitannya dengan efisiensi. Dinyatakan oleh (Syamsi, 2005) dalam bukunya “Pokok-pokok Organisasi dan Manajemen” bahwa “Efektivitas (hasil guna) ditekankan pada efeknya, hasilnya, dan kurang memperdulikan pengorbanan yang diperlukan untuk memperoleh hasil tersebut. Sedangkan Efisiensi (daya guna), penekanannya disamping pada hasil yang ingin dicapai, juga besarnya pengorbanan untuk mencapai hasil tersebut perlu diperhitungkan” (Syamsi, 2005) Dari pendapat diatas bisa disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara efektivitas dan efisiensi, efektivitas menekankan pada hasil atau efeknya dalam pencapaian tujuan, sedangkan efisiensi cenderung pada penggunaan sumber daya dalam pencapaian tujuan. Menurut pendapat (Mahmudi, 2007) dalam bukunya “Manajemen Kinerja Sektor Publik” mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut 31 “Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program, proyek, atau kegiatan” (Mahmudi, 2007) Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas mempunyai hubungan timbal balik antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output, maka semakin efektif suatu program, proyek, atau kegiatan. Sedangkan Menurut (Maloney, 2010) efektivitas adalah pencapaian tujuan dari suatu organisasi yang dibuat, dengan demikian dapat diartikan juga sampai seberapa jauh target yang bisa dicapai. Efektivitas juga sering digunakan oleh manajemen material untuk mengetahui sejauhmana kualitas, kuantitas, dan waktu yang telah dicapai, serta ukuran berhasil atau tidaknya untuk mencapai tujuan dan target-targetnya. Dengan mengukur efektivitas, kita bisa mengetahui bagaimana kinerja atau hasil dari pencapaian yang telah dicapai. Plemmons (1995) menyarankan 12 kunci langkah-langkah untuk mengukur proses efektivitas manajemen material kontrak lump sum. Plemmons (1995) juga mengidentifikasikan 35 pengukuran yang diklasifikasikan dari 6 atribut yaitu akurasi, kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, biaya, dan ketersediaan. Melalui survey konstruksi professional di bidang industri, 12 kunci langkahlangkah tersebut dipilih terhadap proses efektivitas manajemen material. 32 Tabel 1 Key Effectiveness Measures of Plemmons Tabel 1 diatas merupakan 12 kunci langkah-langkah yang dimaksud oleh Plemmons (1995). Kemudian masing-masing dari langkah-langkah tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Material Availability Langkah ini adalah rasio dari total jumlah item material yang dikeluarkan untuk jumlah item material yang diminta. Ukuran tersebut merupakan kemampuan proses manajemen material untuk mengeluarkan atau memberikan kebutuhan material yang benar terjadwal dan bisa dikomunikasikan untuk pelaksanaan konstruksi dari awal kegiatan dimulai. 33 2. Material Receipt Problems Langkah ini adalah untuk melaporkan data atau jika ada perbedaan informasi yang terkait dengan pengiriman material yang tidak terdeteksi dan bisa dikoreksi jika ada ketidakakuratan dalam database proyek manajemen material. Masalah penerimaan material terjadi saat pengiriman dokumen atau material tidak disetujui 3. Jobsite Rejections of Tagged Equipment Langkah ini merupakan persentase semua penolakan peralatan yang sudah terpasang namun ditolak oleh pemilik kerja. Penolakan terjadi ketika manajemen konstruksi memberitahu fungsi kontrol terhadap dikembalikannya item. 4. Material Receiving Processing Time Langkah ini melaporkam persentase material yang diterima di gudang yang diproses dalam dua periode waktu, yaitu hari yang sama dan hari berikutnya. Waktu proses dimulai ketika sebuah dokumen pengiriman waktu/tanggal dicap oleh aktivitas gudang penerima dan salinan dikembalikan ke operator transportasi. 34 5. Construction Time Lost Langkah ini adalah persentase waktu konstruksi yang hilang akibat dampak dari material yang diperkirakan oleh pengawas konstruksi. Hal ini mencerminkan langsung dampak dari proses manajemen material pada suatu operasi konstruksi. Persentase waktu yang hilang karena material biasanya dilaporkan dan dikumpulkan menggunakan lembar tenaga kerja harian. 6. Warehouse Inventory Accuracy Langkah ini adalah proses kualitas dengan melaporkan keakuratan informasi yang terkait dengan fungsi gudang. Ukuran ini ditentukan dengan membandingkan sampel statistik dari data material dalam database dengan aset fisik di gudang dan daerah lay-down. Hasil inventarisasi menunjukkan akurasi sistem manajemen materialdibandingkan dengan jumlah aset secara fisik. 7. Procurement Lead Time Langkah ini adalah suatu rasio dari rata-rata pengadaan proyek. Rata-rata pengadaan lead time adalah durasi rata-rata yang dibatasi oleh transaksi permintaan untuk Request For Quotation (RFQ). Durasi RFQ meliputi, evaluasi penawaran, negosiasi dan penghargaan, dan penerbitan Purchase Order (PO). Durasi mencerminkan kelengkapan informasi dari RFQ, 35 kebutuhan untuk negosiasi tambahan, penundaan, tawaran evaluasi efisiensi, mekanisme penerbitan PO, dan menerima salinan penerimaan. 8. Bid/Evaluate/Commit Lead Time Langkah ini merupakan durasi rata-rata yang dilaporkan untuk menawar, mengevaluasi, dan melakukan pembelian material yang relatif terhadap durasi yang direncanakan. Langkah ini dibatasi oleh penerimaan respon dari vendor RFQ dan penerbitan PO, meskipun mencakup beberapa negosiasi dan klarifikasi, pengukuran berfokus pada urutan kegiatan dalam kontrol dari fungsi pembelian. 9. PO to Materials Receipts Duration Langkah ini merupakan durasi rata-rata dari penerbitan PO sampai tanggal penerimaan material. Ini merupakan rasio dari rata-rata durasi yang direncanakan. Rata-rata durasi dihitung berdasarkan setiap item line PO. Oleh karen itu, ukuran adalah jumlah durasi penerbitan – penerimaan dibagi dengan jumlah total penerimaan. 10. Material Withdrawal Request (MWR) Langkah ini mengukur lead time yang memungkinkan untuk penerbitan atau pengiriman materialyang bisa terdapat perbedaan antara pelaporan tanggal MWR dan kebutuhan atau tanggal penerimaan yang diminta. Tindakan meminta penarikan material memulai serangkaian tindakan 36 dalam gudang dan fungsi kontrol lapangan. Jika lead time terlalu pendek bisa menghasilkan inefisiensi yang mungkin secara langsung tidak berhubungan. Sebagai contoh, respon cepat untuk MWR bisa mengganggu operasi gudang normal dan menghasilkan peningkatan lembur. Tanggal MWR adalah tanggal dan otoritasi yang dikeluarkan untuk gudang guna menarik material khusus dari persediaan. Waktu menunjukkan kemampuan operasi konstruksi untuk meminta materi sebagai pendekatan paket pekerjaan sesuai tanggal yang dimulai, dengan demikian akan meminimalkan jumlah pekerja untuk menunggu matrerial. 11. Total Surplus Langkah ini melaporkan nilai persentase material yang tidak terpakai dalam kaitannya dengan total biaya pembelian bahan. Nilai bahan yang tidak terpakai ditentukan sebelum dilakukan pengkodean untuk kembali (restocking) atau disposisi oleh pihak ketiga. 12. Commodity Vendor Timeliness Langkah ini melaporkan waktu pengiriman vendor. Langkah ini juga dapat mewakili beberapa subkategori, misalnya 1 sampai 3 hari terlambat atau terlambat lebih dari 3 hari. 37 2.11. Key Performance Indicator (KPI) Kinerja (Performance) merupakan suatu usaha formal yang dilaksanakan suatu perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu (Hanafi, 2003) Dimensi Kinerja perusahaan sangat terkait erat dengan manajemen untuk proses evaluasi, ini dikarenakan proses evaluasi bisa memperlihatkan bagaimana baik atau buruknya hal-hal yang sudah dilakukan oleh perusahaan. Jika hasil yang didapatkan baik maka itu akan membuat kinerjanya baik, jika hasil yang didapatkan kurang baik, maka berpengaruh juga terhadap kinerja perusahaan dan harus dicari faktor apa yang menyebabkannya. Penilaian kinerja perusahaan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe, yakni (Soeprihanto, 2009) : 1. Tipe Objektif Penilaian kinerja tipe objektif memasukkan data produksi, pemasaran keuangan, dan bidang manajemen lain yang terkait. 2. Tipe Subyektif 38 Penilaian kinerja subjektif didasarkan pada pertimbangan kemanusiaan. Agar penilaian ini bermanfaat maka sebaiknya didasarkan pada analisa yang teliti mengenai hal-hal terkait yang relevan. Selain itu, kinerja perusahaan juga bisa dilihat dari Key Performance Indicator (KPI) yang menjelaskan indikator-indikator apa saja yang berhubungan untuk melihat apakah kinerja perusahaan itu baik atau kurang baik. Key Performance Indicator (KPI) merupakan alat ukur kuantitatif untuk peningkatan kinerja dari suatu aktifitas yang menjadi faktor kunci kesuksesan suatu perusahaan atau organisasi (Cranfield School of Management) KPI bisa membantu perusahaan atau organisasi untuk mendefinisikan dan mengukur kemajuan dari tujuan perusahaan atau organisasi setelah misi, dan tujuannya telah di analisa dan diidentifikasikan (John, 2007) KPI dapat digunakan sebagai manajemen kinerja dan alat peningkatan yang fokus dalam pencapaian tujuan perusahaan atau organisasi. KPI biasanya digunakan juga untuk tinjauan jangka panjang. Menurut (John, 2007) dalam bukunya Cranfield School of Management (2007), terdapat karakteristik KPI, diantaranya : - Merefleksikan tujuan perusahaan 39 - Menjadi kunci kesuksesan perusahaan - Bisa diukur dan dibandingkan Setelah KPI diidentifikasikan untuk suatu perusahaan, manajemen harus memastikan bahwa kinerja suatu perusahaan setiap tahun harus stabil bahkan bisa meningkat. 2.12. Just In Time (JIT) Just In Time (JIT) merupakan integrasi dari serangkaian aktivitas desain untuk mencapai produksi volume tinggi dengan menggunakan minimum persediaan untuk bahan baku, WIP, dan produk jadi. Konsep dasar dari sistem produksi JIT adalah memproduksi produk yang diperlukan, pada waktu yang dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada setiap tahap proses dalam sistem produksi dengan cara yang paling ekonomis atau paling efisien melalui eliminasi pemborosan dan perbaikan terusmenerus. Dalam JIT juga ditekankan bahwa semua material harus menjadi bagian aktif dalam sistem produksi dan mencegah timbulnya masalah yang mengakibatkan adanya biaya persediaan. Dalam JIT persediaan meminimalisasi dengan tetap menjaga keberlangsungan produksi ini berarti barang sedia dalam waktu, jumlah, dan kualitas yang tepat saat diperlukan. Sistem dari JIT sendiri berusaha untuk melakukan pekerjaan secara terusmenerus tanpa henti, dengan menghilangkan segala pemborosan dan segala sesuatu yang tidak memberi nilai tambah dengan menyediakan sumber daya 40 pada tempat dan waktu yang tepat. Sistem ini mengakibatkan persediaan lebih sedikit, jumlah pekerja lebih sedikit, dan biaya produksi lebih rendah serta produk dapat diserahkan ke pelanggan tepat waktu. Sedangkan kualitas yang sangat tinggi merupakan hasil dari suatu sistem pengendalian mutu yang sangat baik. Akhirnya dengan kombinasi dan gabungan kedua sistem tersebut akan membuat perusahaan mampu bersaing dengan perusahaan lain serta mencapai laba dan hasil dari investasi yang maksimal. Bisa disimpulkan JIT merupakan suatu sistem yang digunakan untuk meminimalis terjadinya pengeluaran dengan mendasar pada tarikan permintaan barang yang dibutuhkan dengan menghilangkan hal-hal yang tidak berguna. Selain itu, Just In Time (JIT) merupakan pendekatan manufaktur dan filosofi yang bertujuan untuk memenuhi permintaan pelanggan yang cepat dengan kualitas yang sempurna dan tidak menimbulkan limbah (Rusthon, 2000). Awalnya JIT berasal dari Toyota Manufaktur di Jepang, digunakan untuk produk pengiriman berkualitas tinggi dan menghilangkan semua sumber limbah yang meliputi overproduksi, waktu tunggu, material handling, dan cacat (kerusakan) produk (Pooler, 1997). JIT juga merupakan suatu filosofi manajemen yang mencakup semua fungsi dari proses manufaktur, termasuk : manajemen sumber daya manusia (SDM), jumlah manajemen mutu, fasilitas desain, pemeliharaan preventif, dan pengadaan bahan dan pembelian. Melakukan hubungan baik dengan supplier, reducing order dan setup costs adalah pendekatan utama yang dilakukan oleh JIT untuk 41 meningkatkan pengadaan material (Magas & Amos, 1995). Hal yang harus dijaga dalam JIT ada beberapa, diantaranya : 1. Hubungan antara proses manufaktur dan supplier harus ditingkatkan untuk mencapai tingkat kemitraan dan kerjasama. Karakteristik utama dari supplierpartnership dalam konteks JIT adalah hubungan jangka panjang, komitmen untuk jadwal pengiriman ke perusahaan, dan melakukan perbaikan (update) secara bersama-sama. 2. JIT bertujuan untuk reducing ordering dan setup costs yang lebih minim untuk melakukan order pengadaan material. Just In Time (JIT) dalam industri manufaktur, para peneliti menginvestigasi pelaksanaan dan kesesuaian dengan pendekatan JIT untuk pengadaan bahan material (material procurement). (Akintoye, 1995) mempresentasikan gambaran dari isu-isu pengimplementasian dari JIT dalam mengelola stock material untuk membangun proyek-proyek konstruksi. Penelitian yang dilakukan ini melihat ada berbagai faktor yang mempengaruhi efektivitas dalam pengimplementasian JIT dalam membangun proyek-proyek konstruksi, seperti : a. Hubungan dengan vendor b. Desain Standarization c. Letak lokasi proyek d. Staf training dan education 42 Selain itu, ada manfaat dari pengimplementasian JIT dalam konstruksi, diantaranya : 1. Improving Communication 2. Inventory Reduction 3. Peningkatan kualitas 4. Penyederhanaan prosedur pemesanan 5. Bisa membangun hubungan jangka panjang dengan supplier (Bertelsen & Nielsen, 1997) melihat pelaksanaan JIT dalam industri konstruksi di Denmark, menyimpulkan bahwa perencanaan JIT membutuhkan : 1. Perencanaan yang matang 2. Monitoring Harian 3. Feedback mechanism (Pheng & Hui, 1999) mempelajari korelasi antara prinsip JIT dan perencanaan tata letak lokasi proyek. Ada 7 (tujuh) prinsip JIT yang dipertimbangkan, antara lain : 1. Penghapusan limbah 2. Kanban pull system 3. Uninterrupted work flow 4. Total kualitas kontrol 5. Keterlibatan karyawan 6. Hubungan dengan supplier 7. Continuous improvement 43 Pelaksanaan dari masing-masing prinsip ini dievaluasi dalam proyek konstruksi yang berfokus pada dampaknya terhadap perencanaan tata letak lokasi pembangunan proyek. Para peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang kuantitatif untuk mengukur kinerja JIT dan mempelajari kontribusi untuk mengurangi biaya persediaan pada arus kas proyek. 2.12.1. Byggelogistik Byggelogistik adalah untuk mengurangi biaya yang dikarenakan transportasi dan waktu produktifitas pekerja yang terbuang. Tujuan utama dari konsep ini adalah tidak hanya mengevaluasi biaya yang diakibatkan oleh transportasi, melainkan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses konstruksi yang terkait dengan pengiriman material. Menurut(Brestelen & Sven, 1997), Byggelogistik dikarakteristikkan dengan perencanaan yang detail, manajemen yang dilaksanakan pada site konstruksi (bukan kantor pusat), dan respon cepat untuk melakukan perbaikan terhadap kesalahan yang terjadi. Perencanaan detail sebelum proyek dimulai sangat diperlukan terutama pada detail material yang digunakan agar tidak terjadi losses pada saat pemesanan material.Perencanaan dan pengendalian tersebut harus dilakukan setiap hari agar komunikasi antar fungsi dapat terbangun. 44 Contoh Form Delivery Plan Sumber : (Brestelen & Sven, 1997) Gambar 1 Contoh Form Weekly Request Sumber : (Brestelen & Sven, 1997) Gambar 1 menunjukkan Delivery plan dan Weekly request yang berfungsi untuk memonitoring terlaksananya Byggelogistik, dimana rencana pengiriman dan permintaan telah dilakukan jauh hari sebelum terlaksananya pekerjaan, hal ini menunujukkan dibutuhkan suatu aktifitas yang mencakup perencanaan dan pengendalian yang sesuai dengan lingkup pekerjaan proyek. 45 2.13. Pembuatan dan Pengendalian Jadwal Manajemen waktu proyek mencakup proses-proses yang dibutuhkan untuk mengelola penyelesaian proyek tepat waktu. Gambaran tentang proses Manajemen Proyek Waktu, adalah sebagai berikut(Institute, Project Management Body Of Knowledge, 2013): - Plan Schedule Management - Proses pembentukan kebijakan, prosedur, dan dokumentasi untuk merencanakan, mengembangkan, mengelola, melaksanakan, dan mengendalikan jadwal proyek. - Define Activities - Proses mengidentifikasi dan mendokumentasikan tindakan spesifik yang akan dilakukan untuk menghasilkan dokumen proyek. - SequenceActivities - Proses mengidentifikasi dan mendokumentasikan hubungan antara kegiatan proyek. - Estimate Activity resources 46 - Proses memperkirakan jenis dan jumlah material, sumber daya manusia, peralatan, atau perlengkapan yang dibutuhkan untuk melakukan setiap kegiatan. - Estimate Activity durations - Proses memperkirakan jumlah periode kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan individu dengan perkiraan sumber daya. - Develop Schedule - Proses analisa urutan kegiatan, jangka waktu, kebutuhan sumber daya, dan kendala jadwal untuk menciptakan model jadwal proyek. - Control Schedule - Proses pemantauan status kegiatan proyek untuk memperbarui kemajuan proyek dan mengelola perubahan jadwal baseline untuk mencapai rencana tersebut. Proses Project Time Managementserta alat-alat dan teknik terkait didokumentasikan dalam schedule management plan. Schedule management plan adalah rencana bagiannya, dan terintegrasi dengan project management plan melalui pengembangan proses rencana Manajemen Proyek, schedule management plan mengidentifikasi metode penjadwalan dan alat penjadwalan, juga menetapkan format serta menetapkan kriteria untuk pengembangan & pengendalian jadwal proyek. 47 Pengembangan jadwal proyek menggunakan output dari proses untuk menentukan kegiatan, urutan kegiatan, estimasi sumber daya kegiatan, dan estimasi durasi aktivitas dalam kombinasi dengan alat penjadwalan untuk menghasilkan model jadwal. Jadwal diselesaikan dan disetujui adalah dasar yang akan digunakan dalam proses Pengendalian Jadwal. Sebagai kegiatan proyek sedang dilakukan, sebagian besar usaha dalam Project Time Management Knowledge Area akan terjadi dalam proses Pengendalian Jadwal untuk memastikan penyelesaian pekerjaan proyek secara tepat waktu. Gambar 2 memberikan gambaran penjadwalan yang menunjukkan bagaimana metode penjadwalan, penjadwalan alat, dan output dari proses Project Time Management berinteraksi untuk membuat jadwal proyek. Gambar 2 Gambaran Penjadwalan 48 Project Management Body Of Knowledge (PMBOK, 2013) Dalam penyusunan jadwal sebagaimana pada gambar 2 diatas, dalam aktifitas pembuatan jadwal dibutuhkan input data berupa : 1. Pemahaman scope pekerjaan. 2. Identifikasi Schedule Mangement Plan 3. Penetapan resource kalender/working days 4. Pembuatan Activity list 5. Penetapan Activity attributes (WBS ID, activity codes, activity description,dll) 6. Pembuatan project schedule network diagrams 7. Penentuan activity resource requirement 8. Penetapan staff/personil kunci pada aktivitas 9. Pembentukan resource breakdown structure 10. Penentuan estimasi durasi 2.13.1 Penundaan (Delay) Penundaan (Delay) dapat didefinisikan sebagai waktu yang tidak dapat dimanfaatkan sesuai dengan rencana, sehingga menyebabkan beberapa kegiatan yang mengikuti menjadi tertunda dan tidak dapat diselesaikan dengan tepat sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan(Wulfram I, 2004). 49 Schedule proyek memiliki peranan yang sangat penting dalam pengelolaan proyek konstruksi terutama untuk kepentingan klaim konstruksi. Penundaan (delay) dapat diidentifikasi dan digambarkan dengan jelas melalui media schedule.