BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pemasaran Salah satu aspek penting yang perlu dipertimbangkandalam upaya meningkatkan penjualan adalah aspek pemasaran. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh perusahaan baik itu perusahaan barang atau jasa dalam upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup usahanya.Hal tersebut disebabkan karena pemasaran merupakan salah satu kegiatan perusahaan, dimana secara langsung berhubungan dengan konsumen. Maka kegiatan pemasaran dapat diartikan sebagai kegiatan manusia yang berlangsung dalam kaitannya dengan pasar. Menurut Kotler dan Keller (2012, p.5): “Marketing is a societal process by which individuals and groups obtain what they need and want through creating, offering, and freely exchanging products and services of value with others” “Pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan ingin menciptakan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan barang dan jasa yang bernilai dengan orang lain.” Sedangkan konsep pemasaran Swasta (2005, p.17) adalah pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi bagi kelangsungan hidup perusahaan. Dari definisi di atas, dapat disimpulkan pemasaran adalah proses dimana perusahaan membuat dan memberikan nilai kepada konsumen yang individu maupun kelompok untuk mempertukarkan barang dan jasa yang bernilai kepada orang lain dan memperoleh apa yang mereka butuhkan. Menurut Luthans dan Doh (2012, p.288) dari buku International Management 8th edition, pemasaran adalah penerapan strategi dari perspektif pemasaran harus ditentukan pada Negara oleh Negara. Pekerjaan dari sudut pandang pemasaran dalam satu lokal belum tentu berhasil di Negara lain. Selain itu, langkahlangkah spesifik pendekatan pemasaran sering ditentukan oleh rencana strategis secara keseluruhan, yang pada gilirannya didasarkan menitikberat pada analisis pasar. 9 10 2.2 Pengertian Kualitas Produk Kualitas produk perlu mendapat perhatian besar dari manajer, sebab kualitas mempunyai hubungan langsung dengan kemampuan bersaing dan tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Kualitas yang rendah akan menempatkan perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan. Apabila konsumen merasa kualitas dari suatu barang tidak memuaskan, maka kemungkinan besar ia tidak akan menggunakan barang atau jasa perusahaan lagi. Sebuah perusahaan jasa dapat memenangkan persaingan dengan menyampaikan secara konsisten pelayanan yang berkualitas tinggi dibandingkan para pesaing dan yang lebih tinggi dari pada harapan konsumen. Kualitas produk memiliki beberapa definisi dan menurut Gasperz (1997, p.5) pengertian kualitas secara konvensional menggambarkan karakteristik langsung dari suatu barang, seperti performance, reliability, mudah dalam penggunaan (easy to use), estetika (esthetics), dan sebagainya. Sedangkan definisi strategi dari segi kualitas adalah segala sesuatu yang memenuhi keinginan atau kebutuhan konsumen (meeting the needs of customers). Menurut Feigenbaun (1997, p.7) kualitas adalah kepuasan konsumen sepenuhnya (full customer satisfaction). Suatu barang dikatakan berkualitas apabila dapat memberi kepuasan sepenuhnya kepada konsumen yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atau suatu barang. Sedangkan menurut Goestch dan Davis dalam Tjiptono (2002, p.51) kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan barang, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Dalam ISO 8402 (Quality Vocabulary), kualitas didefinisikan sebagai totalitas dari karakteristik suatu barang yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang di spesifikasikan atau ditetapkan, kualitas seringkali diartikan sebagai kepuasan konsumen (customer satisfaction). Tiga kategori pokok yang dapat didefinisikan disini, yaitu: a) Barang (goods), misalnya: mobil, telepon, dan lain-lain. b) Perangkat lunak (software), misalnya: program komputer, laporan keuangan, prosedur, intruksi dalam sistem keuangan ISO 9000, dan lain-lain. c) Jasa (service), misalnya: pendidikan, perbankan, dan lain-lain. Dalam bisnis jasa, pelayanan merupakan aspek yang sangat penting dan menentukan kualitas jasa yang dihasilkan. Untuk tampil dalam suasana yang kompetitif, organisasi harus berusaha meningkatkan kualitas pelayananya sebagai strategi untuk memenangkan persaingan. Kualitas harus dimulai dari kebutuhan 11 konsumen menurut Kotler (1994). Dengan demikan barang-barang dipesan, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk memenuhi keinginan konsumen. Karena kualitas mengacu kepada sesuatu yang menentukan kepuasan konsumen, suatu barang yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan konsumen, dapat dimanfaatkan dengan baik, selain produksi (dihasilkan) dengan cara yang baik dan benar. Menurut Tjiptono (2008, p.68) berlanjut kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan barang, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas produk adalah suatu kondisi yang dimana berpengaruh terhadap barang, jasa, manusia, proses dan lingkungan untuk memuaskan kebutuhan yang ditetapkan. 2.3 Pengertian Pelayanan Dalam suatu perusahaan yang bergerak dibidang jasa, sangat bergantung pada pelayanan yang merupakan suatu cara yang secara kritis harus mendapatkan perhatian dalam keterampilan, manajemen. kemampuan, dan Perusahaan secara profesionalitas keseluruhan karyawannya. memerlukan Oleh karena perusahaan harus mempekerjakan karyawan yang mempunyai kemampuan dan profesional dibidangnya merupakan suatu harusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pelayanan mempunyai arti yang luas dan beraneka ragam, tetapi pada prinsipnya sama. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian pelayanan, berikut ini dikemukakan definisi pelayanan menurut beberapa ahli, diantaranya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001, p.686), pengertian pelayanan adalah suatu kegiatan yang diberikan seseorang atau badan yang melayani kebutuhan orang lain. Sama halnya dengan definisi manajemen, konsep pelayanan didefinisikan juga oleh banyak pakar. Soetopo (1999) dalam (Dr. Paimin Napitupulu, Msi) mendefinisikan pelayanan sebagai suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Atau dapat diartikan bahwa pelayanan adalah serangkaian kegiatan atau proses pemenuhan kebutuhan orang lain secara lebih memuaskan berupa produk jasa dengan sejumlah ciri seperti tidak terwujud, cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki dan pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam mengkonsumsi jasa tersebut. Definisi yang sangat sederhana diberikan oleh Ivancevich, Lorenzi, Skinner dan Crosby (1997, p.448) yaitu pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) 12 yang melibatkan usaha-usaha manusia yang menggunakan peralatan. Ini adalah definisi yang sederhana. Sedangkan definisi yang paling rinci diberikan oleh Groonroos (1990, p.27) sebagaimana dikutip pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai adanya akibat interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen / pelanggan. Parasuraman et al. (1985) menggambarkan empat karakteristik penting dari "pelayanan", yaitu intangibility (hal yang tidak dapat dipahami), inseparability (hal yang tidak dapat dipisahkan) atau simultaneous (serentak), heterogeneity (keheterogenan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal heterogen; sifat heterogen yaitu keadaan berbagai unsur yg berbeda sifat atau berlainan jenis; keanekaragaman), dan perishability (yang tidak tahan lama). Definisi pelayanan menurut Kotler (2000, p.428) yang dikutip oleh Djaslim Saladin dalam bukunya Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengendalian (2006, p.135) adalah sebagai berikut: “A service is any act or performance that one party can offer to another that isessentially intagible and does not result in the ownership of anything. It's production may or not be tied to physical product” “Pelayanan adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkanoleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada dasamya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan atas sesuatu. Kegiatan ini mungkin atau tidak mungkin berhubungan dengan produk” definisi diatas menitikberatkan suatu kinerja yang tidak berwujud dan kegiatan ini mungkin atau tidak mungkin juga berhubungan dengan produk. Menurut Zeithaml dan Bitner (2000, p.3), dikutip oleh Ratih Hurriyati dalam bukunya Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen (2005, p.28): “Inclutle all economic activities whose output is not a physical product or construction, is generally consumed at the time it is produced, and provides added value in forms (such as convenience, amusement, timelines, comfort or healt) that are essentially intangible concerns of itsfirst purchaser” “Jasa atau pelayanan pada dasarnya adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain barang dalam pengertian fisik, dikonsumsi, dan diproduksi pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud bagi pembeli 13 pertamanya” pelayanan disini merupakan aktivitas tidak berwujud yang dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaaan untuk dapat memberikan nilai tambah. Pengertian pelayanan menurut Kotler dan Keller dalam bukunya Marketing Managemen 14th Edition (2012, p.214) lebih lanjut: “Any act or performance that one party can offer another that is essensially intangible and does not result in the ownership of anything. It’s production may or not be tied to a physical product” “Setiap aktivitas, manfaat atau pertunjukan yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun dimana dalam produksinya dapat terikat maupun tidak dengan produk” pelayanan merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri. Kotler juga mengatakan bahwa perilaku tersebut dapat terjadi pada saat, sebelum dan sesudah terjadinya transaksi. Pada umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering. Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna, orang yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan tetapi dari beberapa definisi yang dapat kita jumpai memiliki beberapa kesamaan walaupun hanya cara penyampaiannya saja yang berbeda. Terdapat beberapa elemen kualitas sebagai berikut: 1) Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihkan harapan konsumen. 2) Kualitas mencakup barang, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. 3) Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah. Dari beberapa pengertian pelayanan diatas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa pelayanan merupakan suatu kinerja yang tidak berwujud dan kegiatan yang diberikan seseorang ini mungkin atau tidak mungkin juga berhubungan dengan barang. Kendati demikian, secara garis besar konsep pelayanan mengacu pada tiga lingkup definisi utama yaitu industri, output atau penawaran, dan proses menurut Johns (2000) yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra dalam bukunya Service, Quality dan Satisfaction (2004, p.8). Dimana ketiga lingkup tersebut yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Industri Istilah pelayanan dalam lingkup industri digunakan untuk menggambarkan berbagai sub-sektor dalam kategorisasi aktivitas ekonomi. 14 b) Output atau penawaran Istilah pelayanan dalam lingkup output atau penawaran, pelayanan dipandang sebagai barang intangibles yang outputnya lebih berupa aktivitas ketimbang obyek fisik, meskipun dalam kenyataannya banyak pula palayanan yang melibatkan barang. c) Proses Istilah pelayanan dalam lingkup proses, mencerminkan penyampaian jasa inti, interaksi personal, kinerja (performance) ataupun dalam arti luas (termasuk didalamnya drama dan keterampilan) serta pengalaman pelayanan. 2.4 Service Quality (kualitas pelayanan) Kualitas pelayanan merupakan salah satu masalah yang paling ditekankan oleh berbagai industri pada saat ini, merupakan faktor penting yang mempengaruhi apakah industri berkelanjutan, dan merupakan dasar dari pelayanan pemasaran karena inti dari pelayanan dipasarkan adalah kinerjanya. Kinerja adalah barang itu sendiri, sehingga sebenarnya dibeli oleh konsumen adalah kinerja (kualitas) pelayanan, menurut Parasuraman et al. (1991, p.6). Meskipun banyak peneliti telah mempelajari tentang kualitas pelayanan selama beberapa dekade terakhir, tidak ada konsensus mengenai konseptualisasi kualitas pelayanan. Peneliti yang berbeda difokuskan pada aspek lain dari kualitas pelayanan. Reeves dan Bednar (1994, p.436) mengatakan bahwa: “There is no universal, parsimonious, or all-encompassing definition or model of quality” “Tidak ada definisi universal, hemat, atau mencakup semua atau model kualitas” Sasser et al. (1978) sebagai pelopor penelitian kualitas pelayanan. Berdasarkan karakteristik industri jasa, mereka membagi kualitas pelayanan menjadi tiga dimensi yaitu material (bahan), personnel (personil), dan equipment (peralatan). Kemudian, studi yang paling relevan mengutip Parasuraman et al. (1985), yang mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai "harapan" sebelum konsumen menerima pelayanan dan "persepsi" setelah konsumen menerima pelayanan; dengan kata lain, kualitas pelayanan sama dengan pelayanan yang diharapkan dikurangi pelayanan yang dirasakan. Walaupun kualitas pelayanan telah dipelajari untuk waktu yang lama di bidang manajemen pelayanan menurut Caro dan García (2007) tetapi menurut Quinn 15 (2007) konsep kualitas pelayanan agak sulit dipahami. Pendekatan tradisional untuk menentukan kualitas pelayanan menurut beberapa peneliti menunjukkan bahwa kualitas pelayanan adalah perbandingan antara harapan konsumen dengan kinerja yang dirasakan sebenarnya (Booming dan Lewis, 1983; Gronroos, 1984; Parasuraman et al, 1985, 1990). Sebuah model yang diusulkan oleh Gronroos (1984, 1990) menekankan peran teknis (output) yang berkualitas dan fungsional (proses) kualitas, bersama-sama membentuk kualitas hasil. Model ini juga mengatakan bahwa konsumen memiliki semacam gambar atau image dari perusahaan dalam pikiran mereka, yang berdampak pada kualitas perusahaan dan juga memiliki fungsi sebagai filter. Kualitas konsumen yang dirasakan adalah hasil evaluasi mereka apa yang mereka harapkan dan apa yang mereka benar-benar rasakan dengan memasukkan pengaruh citra perusahaan. Dan merupakan konsep multi-dimensi (Dabholkar et al, 1996; Brady dan Cronin, 2001; Luet al, 2009). Namun, tinjauan transportasi dari pelayanan sastra mengungkapkan bahwa ada beberapa skala yang ada yang secara khusus mengukur kualitas pelayanan dalam industy transportasi. Kualitas pelayanan (Service Quality) dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata mereka terima atau peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan atau inginkan terhadap atributatribut pelayanan suatu perusahaan. Jika pelayanan yang diterima atau dirasakan (Perceived Service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan, jika jasa yang diterima melampaui harapan konsumen, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sangat baik dan berkualitas. Sebaliknya jika pelayanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Dari definisi-definisi tentang kualitas pelayanan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas atau upaya yang dilakukan oleh perusahaan guna memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi konsumen. Pelayanan dalam hal ini diartikan sebagai jasa atau pelayanan yang disampaikan oleh pemilik pelayanan yang berupa kemudahan, kecepatan, hubungan, kemampuan, dan keramahtamahan yang ditujukan melalui sikap dan sifat dalam memberikan pelayanan untuk kepuasan konsumen. Hubungan antara produsen dan konsumen menjangkau jauh melebihi dari waktu pembelian ke pelayanan purna jual, kekal abadi melampaui masa kepemilikan 16 barang. Perusahaan menganggap konsumen sebagai raja yang harus dilayani dengan baik, mengingat dari konsumen tersebut akan memberikan keuntungan kepada perusahaan agar dapat terus hidup. 2.5 Pengukuran Service Quality Menurut James dan Mona (2006, p.133) dari buku Service Management5th edition, pengukuran Service Quality adalah sebuah tantangan karena kepuasan pelanggan ditentukan oleh banyak faktor tak berwujud. Tidak seperti produk dengan fitur fisik yang dapat diukur secara obyektif (misalnya, fit dan finish mobil), Service Quality berisi banyak fitur psikologis (misalnya, suasana restoran). Di samping itu, Service Quality seringkali melampaui pertemuan langsung karena seperti dalam kasus perawatan kesehatan, memiliki dampak pada kualitas masa depan seseorang hidup. Berbagai dimensi kualitas layanan yang ditangkap di instrumen SERVQUAL, yang merupakan alat yang efektif untuk survei kepuasan pelanggan. Suatu cara perusahaan untuk tetap dapat unggul bersaing adalah menghasilkan pelayanan yang baik dengan kualitas yang lebih tinggi kepada konsumennya. Berdasarkan hasil wawancara secara mendalam, Parasuraman et al. (1985) dan menurut Parasuraman et al. yang dikutip oleh Tjiptono dalam bukunya Stategi Pemasaran edisi 3 (2008, p.140) adalah dalam penelitian mereka tentang mutu layanan, telah mengidentifikasi sepuluh kriteria umum atau dimensi yang dapat digunakan yaitu Reliability, Responsiveness, Competence, Access, Courtesy, Communication, Credibility, Security, Understanding / Knowing customer, dan Tangibility. 1) Realibility (Reliabilitas) Mencakup konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini mempunyai arti bahwa perusahaan memberikan pelayanannya secara tepat sejak awal (right at the first time) dan telah memenuhi janjinya. 2) Responsiveness (Responsif) Kemauan atau kesiapan para pegawai perusahaan untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan konsumen. 3) Competence (Kompeten) Setiap pegawai perusahaan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk dapat memberikan pelayanan tertentu. 17 4) Access (Akses) Kemudahan untuk dihubungi atau ditemui, yang berarti bahwa lokasi fasilitas pelayanan mudah dijangkau, waktu menunggu tidak terlalu lama, dan saluran komunikasi mudah dihubungi. 5) Courtesy (Kesopanan) Sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan dari para karyawan personal perusahaan. 6) Communication (Komunikasi) Memberikan informasi yang dapat dipahami konsumen serta selalu mendengarkan saran dan keluhan konsumen. 7) Credibility (Kredibilitas) Jujur dan dapat dipercaya. Disini menyangkut nama dan reputasi perusahaan, karakteristik pribadi, kontak personal, dan interaksi dengan konsumen. 8) Security (Keamanan) Dalam hal ini keaman (secara fisik, finansial, dan kerahasiaan) dari bahaya, risiko atau keragu-raguan terhadap konsumen dari perusahaan. 9) Understanding / Knowing customer (Mengerti Konsumen) Upaya yang dilakukan perusahaan untuk memahami kebutuhan konsumen. 10) Tangibility (Nyata) Merupakan segala bukti fisik seperti pegawai, fasilitas, peralatan, tampilan fisik dari pelayanan yang diberikan perusahaan kepada konsumen misalnya kartu jaminan anggota. Handi Irawan dalam bukunya Sepuluh Prinsip Kepuasan Pelanggan, menyatakan saat ini masih paling popular adalah konsep SERVQUAL yang dikembangkan oleh Parasuraman et al. SERVQUAL adalah konsep yang paling banyak digunakan oleh pelaku bisnis di seluruh dunia yang berkecimpung dalam hal pelayanan pelanggan. Tetapi sepuluh dimensi tidak benar-benar independen satu sama lain, sehingga mungkin ada dua atau lebih dimensi yang tumpang tindih. Parasuraman et al. (1988) lebih lanjut diekstraksi lima dimensi utama dari sepuluh dimensi kualitas pelayanan, untuk skala SERVQUAL menggunakan 22 pertanyaan. Skala SERVQUAL yang dimodifikasi lebih komprehensif, keandalan, dan validitas secara signifikan lebih baik dari skala aslinya. Pada akhirnya, itu bermuara sepuluh dimensi menjadi lima dimensiutama yang menentukan kualitas pelayanan, yakni: tangibility, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy. Dimana kelima 18 dimensi tersebut juga dikutip oleh Rambat Lupiyoadi dalam bukunya Manajemen Pemasaran Jasa Teori dan Praktik (2005, p.148) yang dapat dijelaskan penulis berikut ini: 2.5.1 Tangibility (nyata) Tangibility (nyata) merupakan kemampuan yaitu suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Karena suatu pelayanan tidak dapat dilihat, tidak dapat dicium, tidak bisa didengar, dan tidak dapat diraba, maka aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Konsumen akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan. Atribut dari dimensi tangible dapat dilihat dari misalnya dari beberapa peralatan, gedung, seragam, penampilan fisik dari karyawan, bahan komunikasi suatu perusahaan ataupun materi promosi yang berupa brosur dan leaflet yang dipajang. Semua itu akan mempengaruhi konsumen dalam menilai kualitas pelayanan. Tangible yang baik akan mempengaruhi persepsi konsumen dan pada saat yang bersamaan aspek tangible ini juga merupakan salah satu sumber yang mempengaruhi harapan konsumen. Karena tangible yang baik maka harapan responden menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu penting bagi suatu perusahaan untuk mengetahui seberapa jauh aspek tangible yang paling tepat, yaitu masih memberikan impresi yang positif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan tetapi tidak menyebabkan harapan konsumen yang terlalu tinggi. Dan yang perlu disadari oleh setiap pelaku bisnis yang serius terhadap kepuasan konsumen adalah bahwa dimensi tangible ini umumnya lebih penting bagi konsumen baru. Tingkat kepentingan aspek ini umumnya relative lebih rendah bagi konsumen yang sudah lama menjalin hubungan dengan penyedia jasa. Dimensi tangible sangat penting bagi konsumen baru, disebabkan faktor ini dapat memberikan kesan pertama bagi konsumen tersebut. 2.5.2 Reliability (realibilitas) Reliability (realibilitas) merupakan kemampuan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan dan melaksanakan konten pelayanan handal dan akurat sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Dimensi ini mengukut kehandalan dari perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada konsumennya. Dimana ada dua aspek dari dimensi ini. Pertama adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua adalah seberapa jauh suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat atau tidak ada kesalahan. Misalnya iklan yang kreatif dan memberikan janji yang 19 berlebihan jelas tidak akan efektif. Konsumen tertarik untuk membeli tetapi setelah mencoba pelayanannya, ternyata tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Ataupun suatu perusahaan dikatakan tidak reliable atau tidak dapat dihandalkan kalau salah menghitung jumlah yang harus dibayar oleh konsumennya. Ataupun barang dalam industri manufaktur yaitu barang yang ada cacatnya harusnya sebelumnya dicegah ataupun disingkirkan terlebih dahulu. Konsumen yang kecewa karena janji yang berlebihan adalah konsumen yang paling sulit untuk diajak kembali. 2.5.3 Responsiveness (responsif) Responsiveness (responsif) yaitu merupakan suatu kesediaan, kebijakan, dan kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang memadai, cepat (responsive), dan tepat waktu kepada konsumen, dengan penyampaian informasi yang jelas. Dimensi ini merupakan dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis. Harapan konsumen terhadap kecepatan pelayanan hamper dapat dipastikan berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh banyaknya perusahaan yang selalu memperbaiki sistem. Terutama dalam sistem pelayanan. Pengalaman konsumen dalam mendapatkan pelayanan dimasa lalu akan mengubah harapan konsumen, karena waktu sama dengan uang yang harus digunakan secara bijak. Misalnya beberapa waktu yang lalu dalam melakukan transaksi pembayaran, perusahaan masih menyediakan manual sementara saat ini sistem pelayanan yang baru, sudah melakukan komputer. Contoh berikutnya perusahaan lebih sigap dalam menjawab pertanyaan atau permintaan konsumen baik langsung maupun tidak langsung (via telepon). Dan untuk pertanyaan konsumen (complaint) melalui telepon sering membuat 39 konsumen kecewa yaitu konsumen sering diping-pong dari operator dioper ke staf yang satu ke staf yang lainnya. Dan kemauan untuk membantu, memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada konsumen, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alas an yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. 2.5.4 Assurance (jaminan) Assurance (Jaminan) yaitu merupakan pengetahuan profesional dan etiket, kesopanan santunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menciptakan, menumbuhkan, dan membuat keyakinan rasa kepercayaan dan ketenangan para konsumen kepada perusahaan. Dimensi ini adalah dimensi kualitas pelayanan yang menentukan kepuasan konsumen yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan 20 dan periliaku petugas pelayanan dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para konsumennya. Dalam dimensi assurance, aspek yang dinilai yaitu keramahan, kompentensi, reputasi, dan keamanan. a) Misalnya dalam memasuki suatu perusahaan, senyuman dan keramahan dari petugas resepsionis akan menjadi saat kebenaran pertama yang menentukan persepsi konsumen. Keramahan adalah suatu aspek kualitas pelayanan yang paling mudah diukur. b) Dalam aspek kompetisi apabila petugas pelayanan pelanggan melayani dengan ramah, maka akan menimbulkan kesan yang baik. Namun apabila konsumen tidak dapat memberikan jawaban yang baik maka konsumen akan mulai kehilangan kepercayaan diri, dan dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan terhadap kualitas pelayanan. c) Aspek ketiga dari dimensi assurance ini adalah reputasi dimana perusahaan memberikan jaminan dalam memberikan keamanan akan barang ataupun jasa yang dihasilkannya. d) Aspek selajutnya yaitu keamanan dimana konsumen mempunyai rasa aman dalam melakukan transaksi. Aman karena perusahaan jujur dalam bertransaksi. Mereka akan mencatat, melakukan penagihan sesuai yang diminta dan dijanjikan. 2.5.5 Empathy (empati) Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para konsumen dengan berupaya memahami keinginannya konsumen. Dimensi empathy adalah dimensi yang memberikan peluang besar untuk memberikan pelayanan yang bersifat surprise. Sesuatu yang tidak diharapkan konsumen ternyata diberikan pleh penyedia jasa. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menyenangkan konsumen. Hal ini misalnya, dapat dilakukan dengan memberikan hadiah saat anak atau orang tua konsumen ulang tahun. Pelayanan yang berempati akan mudah diciptakan, kalau setiap karyawan mengerti kebutuhan spesifik konsumennya. 2.6 Purchase Intention (minat beli) Menurut Simamora (2003, p.131) minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan dengan sikap, individu yang berminat terhadap suatu obyek akan mempunyai kekuatan atau dorongan untuk melakukan serangkaian tingkah laku 21 untuk mendekati atau mendapatkan obyek tersebut. Kadang-kadang minat beli tidak mengakibatkan pembelian aktual. Organisasi pemasaran harus memfasilitasi konsumen untuk bertindak atas pembelian mereka. Kotler dan Keller (2012, p.145), menjelaskan ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi minat seseorang untuk melakukan pembelian yaitu faktor psikologis, pribadi, dan sosial. Masing-masing faktor tersebut terdiri dari unsur-unsur yang lebih kecil yang membentuk suatu kesatuan tentang bagaimana manusia berperilaku dalam kehidupan ekonominya: 1) Faktor Psikologis a) Motivasi Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Beberapa kebutuhan bersifat biogenis, yaitu muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus, mengantuk dan hal lain yang bersifat psikogenis, yaitu muncul dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa memiliki, sebagian besar kebutuhan psikogenis tidak cukup kuat untuk memotivasi orang agar bertindak dengan segera. Suatu tindakan akan menjadi motif jika dia di dorong sampai mencapai tingkat intensitas yang memadai. b) Persepsi Sesorang yang termotivasi siap untuk bertindak dan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Persepsi merupakan proses bagaimana seseorang individu memilih, menggunakan dan informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas obyek yang sama. c) Pembelajaran Pembelajaran meliputi perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. d) Keyakinan dan sikap Melalui bertindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Hal ini kemudian mempengaruhi perilaku pembelian mereka. 2) Faktor Pribadi a) Usia Orang membeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya, selera orang terhadap suatu barang juga berhubungandengan usianya. 22 b) Pekerjaan Suatu pemahaman atas tipe-tipe pekerjaan memberikan pandangan kedalam kebutuhan para konsumen. Pergantian pekerjaan menyebabkan perubahan-perubahan pada perilaku pembelanjaan. c) Keadaan ekonomi Pemilihan barang sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang. d) Gaya hidup Keunikan dimana suatu kelompok tertentu membedakan dirinya dari orang lain, melibatkan suatu pemahaman atas pengaruh-pengaruh kelas sosial, referensi, dan kebudayaan terhadap perilaku pembelian mereka. e) Kepribadian dan konsep diri Kepribadian merupakan karakteristik psikolog yang berbeda dari seseorang yang menyebabkan tanggapan yang relative konsisten dan bertahan lama dalam lingkungannya. 3) Faktor Sosial a) Kelompok Acuan Kelompok yang berpengaruh langsung dan tidak langsung dalam membentukkan perilaku dan gaya hidup yang dipilih seseorang. b) Keluarga Keluarga dianggap sebagai salah satu kelompok yang paling berpengaruh dari semua kelompok acuan yang ada karena perilaku terhadap barang dikembangkan dalam rumah tangga. c) Peran dan status Seseorang berpartisipasi dalam banyak kelompok sepanjang hidupnya dalam keluarga, organisasi, dan lain-lain. Dan posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat di definiskan dalam peran dan status. 2.6.1 Dimensi Purchase Intention Menurut Parasuraman et al. (1993) dalam jurnal Hsun Ho et al. (2007) menyebutkan bahwa minat beli konsumen dipengaruhi oleh: 1) Perceived quality menurut Schiffman dan Kanuk (2007, p.174) konsumen sering menilai kualitas barang atau jasa berdasarkan berbagai isyarat informasi yang mereka asosiasikan dengan barang. 2) Perceived value menurut Hoyer dan Macinnis (2010, p.429) konsumen menganggap bahwa inovasi memiliki nilai jika ia menawarkan manfaat yang 23 dirasakan lebih besar atau barang dengan nilai yang tinggi mungkin lebih cepat diterima dibandingan dengan yang mempunyai nilai yang rendah. 3) Product attributes adalah karakteristik dari bahan baku atau barang jadi yang membuatnya berbeda dari barang lainnya. Atribut meliputi ukuran, warna, fungsi, komponen dan fitur yang mempengaruhi daya tarik barang atau penerimaan di pasar. 4) Objective price adalah sebuah gol yang memandu bisnis dalam menetapkan biaya barang atau jasa kepada konsumen potensial. Tujuan penetapan harga mendasari proses penetapan harga untuk barang, dan harus mencerminkan pemasaran perusahaan, tujuan keuangan, strategi dan barang, serta ekspektasi harga konsumen dan tingkat sumber daya yang tersedia. 2.7 Purchase Decision (keputusan pembelian) Keputusan pembelian merupakan hal yang lazim dipertimbangkan konsumen dalam proses pemenuhan kebutuhan akan barang dan jasa. Keputusan pembelian adalah segala sesuatu yang dikerjakan konsumen untuk membeli, membuang dan menggunakan barang dan jasa. Dalam keputusan pembelian umumnya ada 5 macam peranan yang dapat dilakukan seseorang. Kelima peran tersebut meliputi Kotler (2005, p.220): 1) Pemrakarsa (Initiator), pemrakarsa merupakan orang yang pertama kali menyadari adanya keinginan atau kebutuhan yang belum terpenuhi dan mengusulkan ide untuk membeli suatu barang atau jasa tertentu. 2) Pemberi pengaruh (Influencer), merupakan orang yang memberi pandangan, nasehat, atau pendapat sehingga dapat membantu keputusan pembelian. 3) Pengambil keputusan (Decider), yaitu orang yang menentukan keputusan pembelian, apakah jadi membeli, apa yang dibeli, bagaimana cara membeli, atau dimana membelinya. 4) Pembeli (Buyer), yaitu orang yang melakukan pembelian secara aktual (nyata). 5) Pemakai (User), yaitu orang yang mengkonsumsi atau menggunakan barang atau jasa yang telah dibeli. Menurut Kotler dan Armstrong (2006), keputusan pembelian adalah keputusan pembeli mengenai pembelian untuk merek. Ada 2 faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian yaitu Attitudes of others (sikap orang lain) dan 24 Unexpected situational factor (faktor situasional tak terduga). Attitudes of others (sikap orang lain) berarti dampak orang lain terhadap keputusan kita untuk membeli (yaitu menurut kita ada seseorang yang penting yang berpikir bahwa kita harus membeli mobil yang memiliki harga termurah, maka kemungkinan kita akan membeli mobil yang lebih mahal). Di sisi lain, faktor kedua, Unexpected situational factor (faktor situasional tak terduga) yang memiliki dampak untuk keputusan pembelian berarti secara relatif selama pengambilan keputusan pembelian yang sewaktu-waktu dapat mengubah keputusan pembelian. Seperti kita ketahui, pelanggan akan langsung membeli berdasarkan faktor relatif seperti pendapatan yang diharapkan, harga yang diharapkan, dan produk yang diharapkan, tetapi ada faktorfaktor tak terduga lain yang dapat mengubah keputusan pembelian. Namun, faktor seperti peristiwa tak terduga selama pengambilan keputusan dapat mengubah keputusan pembelian akhir (yaitu mungkin ekonomi yang terburuk, pesaing dekat yang mungkin menurunkan harga, atau teman yang mungkin melaporkan kekecewaan dalam kinerja produk atau jasa). Dengan demikian, preferensi dan bahkan keputusan pembelian tidak selalu terkait dengan pendapatan konsumen, harga atau barang yang dibayarkan, dan produk yang diharapkan itu sendiri, tetapi memiliki dampak lain dari peristiwa tak terduga seperti kondisi ekonomi, persaingan antara pesaing, dan komentar atau saran dari seseorang terhadap temannya atau kenalannya. Kotler and Keller (2009, p.240) keputusan pembelian adalah keputusan para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada dalam kumpulan pilihan, konsumen tersebut juga dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai. Menurut Swasta dan Handoko (2008, p.118) keputusan membeli suatu barang memiliki tujuh komponen yaitu, Keputusan tentang jenis barang, Keputusan tentang bentuk barang, Keputusan tentang merek, Keputusan tentang penjualnya, Keputusan tentang jumlah barang, Keputusan tentang waktu pembelian, Keputusan tentang cara pembayaran. 2.7.1 Tahap-Tahap Proses Pembelian Perusahaan yang cerdik melakukan riset atas proses keputusan pembelian kategori barang mereka. Mereka menanyai konsumen kapan mereka pertama kali mengenal kategori barang tersebut, serta seperti apa keyakinan merek mereka, seberapa besar mereka terlibat dengan barang yang bersangkutan, bagaimana mereka melakukan pemilihan merek, dan seberapa puas mereka setelah pembelian. Menurut 25 Kotler dalam Sunyoto (2013, p.132) tahap-tahap proses pembelian adalah sebagai berikut: 1) Pengenalan Masalah Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan aktualnya dengan keadaan yang diinginkannya. 2) Pencarian Informasi Konsumen yang tergugah akan mulai melakukan pencarian informasi yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan keputusan pembeliannya nanti, seberapa besar pencarian yang dilakukan tergantung pada kekuatan hasratnya, jumlah mula-mula informasi yang dimilikinya, kemudahan mendapatkan informasi, penghargaannya terhadap tambahan informasi, dan kepuasan yang didapatkannya dari pencarian tersebut. 3) Evaluasi Alternatif Dalam tahap ini konsumen akan memproses informasi merek yang kompetitif dan membuat penilaian akhir. Konsumen memiliki sifat yang berbeda-beda dalam memandang atribut-atribut yang dianggap relevan dan penting. Mereka akan memberikan perhatian terbesar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya. 4) Keputusan Pembelian Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk referensi atas merek-merek dalam kumpulan pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk niat untuk membeli barang yang paling disukai. keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda, atau menghindari suatu keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh risiko yang dirasakan. Besarnya risiko yang dirasakan berbeda-beda menurut besarnya uang yang dipertaruhkan, besarnya ketidakpastian atribut, dan besarnya kepercayaan diri konsumen. 5) Perilaku Pasca Pembelian Setelah membeli barang, konsumen akan mengalami tingkat kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Tugas pemasar tidak berakhir saat barang dibeli, melainkan berlanjut hingga periode pasca pembelian. Pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan pemakaian dan pembuangan pasca pembelian. Hasil dari pemantauan tersebut 26 kemudian digunakan sebagai penilaian atas keberhasilan atau kegagalan dari barang tersebut. Pengenalan masalah Pencarian informasi Evaluasi alternatif Keputusan pembelian Perilaku pasca pembayaran Gambar 2.1 Proses Pembelian Sumber: Kotler dalam Sunyoto, 2013 2.8 Kerangka Pemikiran Service Quality merupakan kegiatan pemasaran terpadu yang juga merupakan senjata andalan yang akan di perkenalkan oleh perusahaan yang menjual pelayanan, atau perusahaan industri makanan kepada masyarakat sebagai calon konsumen perusahaan. Variabel ini pulalah yang akan memberi dampak kepada Purchase Intention yang juga akan berujung kepada Purchase Decision. Maka dari itu penulis bermaksud melakukan penelitian yang berjudul “ANALISIS PENGARUH SERVICE QUALITY TERHADAP PURCHASE INTENTION DAN DAMPAKNYA TERHADAP PURCHASE DECISION (STUDI KASUS PADA RESTAURANT KAIHOUMARU)” dengan menggunakan kerangka model sebagai berikut: 27 t2 Service Quality (X) − − − − − Tangibility Reliability Responsiveness Assurance Empathy Manajemen Pemasaran Jasa Teori dan Praktik (2005) t4 t1 Purchase Intention (Y) − Perceived quality − Perceived value − Product attributes − Objective price Hsun Ho et al. (2007) Purchase Decision (Z) − Problem recognition − Information search − Evaluation of alternatives − Purchase decision − Postpurchase behavior Kotler dalam Sunyoto (2013) t3 Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber: Peneliti, 2015 2.9 Hipotesis Berdasarkan asumsi-asumsi penelitian sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Dasar pengambilan keputusan: Sig > 0,05 : Ho diterima, H1 ditolak Sig < 0,05 : Ho ditolak, H1 diterima A. T1 = Pengaruh Service Quality terhadap Purchase Intention. Ho: Tidak ada pengaruh antara Service Quality terhadap Purchase Intention. H1: Ada pengaruh antaraService Quality terhadap Purchase Intention. B. T2 = Pengaruh Service Quality terhadap Purchase Decision. Ho: Tidak ada pengaruh antara Service Quality terhadap Purchase Decision. H1: Ada pengaruh antara Service Quality terhadap Purchase Decision. C. T3 = Pengaruh Purchase Intention terhadap Purchase Decision. Ho: Tidak ada pengaruh antara Purchase Intention terhadap Purchase Decision. H1: Ada pengaruh antara Purchase Intention terhadap Purchase Decision. 28 D. T4 = Pengaruh Service Quality dan Purchase Intention terhadap Purchase Decision. Ho: Tidak ada pengaruh antara Service Quality dan Purchase Intention terhadap Purchase Decision. H1: Ada pengaruh antara Service Quality dan Purchase Intention terhadap Purchase Decision.