BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemasaran Harvard Business School professor Theodore Levitt dalam Andrea Belz (2011:44) mendefinisikan Marketing sebagai “the process of creating, satisfying, and retaining customer”. Definisi yang luas ini mencakup sebagian besar aspek proses bisnis: Membuat pelanggan mengacu pada menciptakan dan mengkomunikasikan proposisi nilai, mengidentifikasi calon pelanggan, dan menghasilkan transaksi. Memuaskan pelanggan menjelaskan pengiriman produk dan memenuhi semua persyaratan transaksi. Mempertahankan pelanggan menandakan mengkomunikasikan nilai yang sedang berlangsung untuk menghasilkan transaksi tambahan. Menurut Kotler dan Armstrong (2012:5) Pemasaran adalah proses sosial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Menurut Joseph P. Cannon, William D. Perreault, Jr., dan E. Jerome McCarthy (2008:8) Pemasaran adalah suatu aktivitas yang bertujuan mencapai sasaran perusahaan, dilakukan dengan cara mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau klien serta mengarahkan aliran barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan atau klien dari produsen. Jim Blythe (2012:4) mendefinisikan Pemasaran sebagai kegiatan antarmuka yang terjadi antara organisasi dan pelanggannya. Sedangkan menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller (2012:28) Pemasaran adalah fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan bagi organisasi dan para pemangku kepentingan. Dari definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan nilai dengan memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen akan suatu produk dan jasa yang dapat dipertukarkan dengan pihak lain. 15 16 2.1.1 Bauran Pemasaran Perusahaan akan berhasil mencapai tujuannya tergantung pada strategi pemasaran yang digunakan. Dalam melaksanakan strategi pemasaran perusahaan dapat menggunakan berbagai alat untuk mengetahui tanggapan konsumen terhadap perusahaan. Alat yang dapat digunakana salah satunya adalah bauran pemasaran atau marketing mix yang menjadi konsep utama dalam pemasaran modern. Menurut Kotler dan Armstrong (2012:51-52) bauran pemasaran adalah kumpulan alat pemasaran taktis yang memadukan perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkandalam target pasar. Bauran pemasaran dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok variabel yang disebut “empat P”: Product, Price, Place, dan Promotion. 1. Product (Produk) Produk merupakan kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada target pasar untuk memenuhi atau memuaskan kebutuhan dan keinginan dari target pasar. 2. Price (Harga) Harga merupakan jumlah uang yang harus dibayarkan konsumen untuk memperoleh suatu produk. 3. Place (Tempat) Tempat meliputi kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia untuk target pasar. 4. Promotion (Promosi) Promosi merupakan aktivitas menyampaikan manfaat produk dan membujuk konsumen membelinya, serta meningkatkan pasar sasaran yang bertujuan merubah sikap dan tingkah laku pembelian, yang tadinya tidak mengenal hingga menjadi pembeli dan mengingat suatu produk. 2.1.2 Store Image Menurut Wu, et al. (2011) citra toko adalah keseluruhan sikap konsumen yang berasal dari karakteristik intrinsik dan ekstrinsik sebuah toko. 17 Citra toko adalah apa yang konsumen pikirkan tentang toko, termasuk persepsi dan sikap berdasarkan sensasi yang ada di toko terkait rangsangan yang diterima melalui panca indera. (Peter dan Olson, 2010:464) Menurut Martineau (1958) dalam Hosseini, Jayashree, dan Malarvizhi (2014) mendefinisikan citra toko sebagai definisi pelanggan tentang toko sesuai dengan atributnya yang bekerja secara fungsional dan psikologis. Martineau menjelaskan bahwa karakteristik citra toko membantu pelanggan membedakan toko tersebut dengan toko yang lainnya. Karakteristik fungsional dari citra toko termasuk tata letak toko dan produknya, lokasi, harga dan atribut nilai uang, dan layanan pelanggan. Sedangkan aspek psikologis termasuk kemewahan dan daya tarik toko. Dari definisi yang ada maka dapat disimpulkan bahwa citra toko merupakan gambaran tentang apa yang dirasakan dan dilihat oleh konsumen terhadap sebuah toko melalui panca indera mereka sehingga menghasilkan persepsi tentang toko tersebut. 2.1.2.1 Faktor Pendukung Store Image Menurut Simamora (2003:279) ada dua faktor yang mendukung citra toko diantaranya: a. External Impressions Secara eksternal, penempatan lokasi toko, desain arsitek, tampak muka toko, penempatan logo, pintu masuk, serta etalase muka merupakan bagian dari citra suatu toko. Atribut-atribut eksternal tersebut termasuk salah satu alat komunikasi non-verbal dalam menyampaikan citra toko yang diinginkan oleh peritel kepada konsumennya. Pentingnya penyampaian citra toko yang benar didasari pada kepercayaan bahwa citra toko menolong penempatan posisi suatu peritel dibandingkan dengan para pesaingnya. Dalam penyampaian pesan yang tepat, masalah yang dihadapi adalah bagaimana sebuah peritel mampu menggunakan atribut-atribut eksternal secara maksimal sehingga konsumen dapat menyerap apa yang peritel inginkan untuk mereka lihat dan rasakan. Kesan yang masuk pertama kali di benak konsumen pada umumnya adalah 18 semua atribut eksternal toko. Kesan pertama inilah yang penting karena hal ini dapat membedakan sebuah peritel dengan pesaingnya. b. Internal Impressions Secara internal, citra sebuah toko dapat diciptakan menurut warna toko, bentuk toko, ukuran toko, penempatan departemen, pengaturan lalu lintas pengunjung, pengaturan penempatan display, penggunaan lampu, serta pemilihan perlengkapan toko. Khusus untuk pemilihan citra toko secara internal ini, sebuah peritel harus memperhatikan target pasar yang dituju. Citra toko harus diciptakan sesuai dengan kebutuhan psikologis dan kebutuhan fisik dari target pasar yang dituju. 2.1.2.2 Dimensi Store Image Dimensi citra toko menurut Smeijn et al., (2004) dalam Mbaye Fall Diallo (2012) sebagai berikut: 1. Layout Rencana untuk menentukan lokasi tertentu dan pengaturan dari jalan/gang di dalam toko yang cukup lebar sehingga memudahkan orang untuk berlalu-lalang melihat produk apa saja yang di jual oleh toko. Serta penyusunan dari elemenelemen desain yang berhubungan kedalam sebuah bidang sehingga membentuk susunan artistik. 2. Merchandise Produk-produk yang dijual peritel dalam gerainya. Kegiatan pengadaan barang yang sesuai dengan bisnis yang dijalani untuk disediakan dalam toko pada waktu yang sesuai pada saat dibutuhkan, jumlah keragaman dan daya saing. 3. Service Atribut yang berkaitan dengan layanan yang ditawarkan oleh penjual kepada pembeli bersamaan dengan produk yang dijual. Seperti karyawan yang bersikap sopan dan menguasai setiap pengetahuan yang diperlukan untuk menangani berbagai pertanyaan atau masalah konsumen. 19 2.1.3 Service Quality 2.1.3.1 Service Christopher H. Lovelock dan Jochen Wirtz (2011:37) mendefinisikan jasa sebagai kegiatan ekonomi yang ditawarkan oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya. Sering kali berbasis, kinerja yang membawa hasil yang diinginkan ke penerima, benda, atau aset lainnya yang memiliki tanggungjawab pembeli. Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang ditawarkan oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya yang pada dasarnya bersifat tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. (Kotler dan Keller, 2012:356) Definisi lainnya yang berorientasi pada aspek proses atau aktivitas dikemukakan oleh Gronroos (2000) dalam Tjiptono dan Chandra (2007:11): “jasa adalah proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasanya terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa dan atau sumber daya fisik atau barang dan atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan”. Menurut Gronroos, interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan kerapkali terjadi dalam jasa, sekalipun pihak-pihak tersebut mungkin tidak menyadarinya. Selain itu, dimungkinkan ada situasi di mana pelanggan sebagai individu tidak berinteraksi langsung dengan perusahaan jasa. Dapat disimpulkan bahwa jasa adalah suatu tindakan yang pada dasarnya tidak berwujud dan dapat dirasakan pada saat jasa itu disampaikan, tindakan ini ditawarkan oleh salah satu pihak kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya. 2.1.3.2 Karakteristik Service Menurut Kotler dan Armstrong (2012:236-238) jasa memiliki empat karakteristik, sebagai berikut: 1. Intangibility Berarti bahwa layanan tidak dapat dilihat dan dirasakan sebelum konsumen membelinya. 20 2. Inseparability Tidak dapat dipisahkan berarti bahwa jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang sama dan tidak dapat dipisahkan dari penyedia jasa. 3. Variability Yang berarti bahwa kualitas pelayanan tergantung pada siapa yang menyediakan jasa tersebut serta kapan, dimana, dan bagaimana jasa tersebut disediakan. 4. Perishability Cepat rusak berarti bahwa layanan tidak dapat disimpan untuk kemudian dijual atau digunakan kembali. 2.1.3.3 Service Quality Menurut Jim Blythe (2012:272) Service quality adalah kemampuan suatu organisasi untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Menurut Chakrabarty et al. (2007) dalam Wu et al. (2011) mendefinisikan service quality sebagai kesesuaian dengan kebutuhan pelanggan dalam penyampaian layanan. Menurut Parasuraman et al. (1988) dalam Munhurrun, Naidoo, dan Nundlall (2010) kualitas layanan dapat didefinisikan sebagai memenuhi harapan pelanggan atau menyediakan tingkat layanan yang memenuhi kebutuhan pelanggan. Dari ketiga definisi diatas maka dapat disimpulkan kualitas layanan adalah kesesuaian antara apa yang konsumen harapkan dengan apa yang disampaikan oleh penyidia jasa untuk memenuhi bahkan melebihi harapan dari konsumen itu sendiri. 2.1.3.4 Dimensi Service Quality Menurut Lovelock dan Wirtz (2007:420-421) terdapat lima dimensi kualitas pelayanan, diantaranya: 1. Tangibles Berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan. 21 2. Reliability Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati. 3. Responsiveness Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para konsumen dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat. 4. Assurance Perilaku para karyawan yang mampu menumbuhkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan dan perusahaan dapat menciptakan rasa aman bagi para konsumennya. 5. Empathy Berkaitan dengan perusahaan memahami masalah konsumennya, mendengarkan keluhan konsumen dengan menjawab menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh konsumen. 2.1.4 Brand Image 2.1.4.1 Brand Menurut Kenneth E. Clow dan Donald Baack (2012:49) Merek adalah nama yang diberikan untuk barang atau jasa individual atau kelompok produk yang saling melengkapi. Menurut American Marketing Association (AMA) dalam Keller (2013:30) Merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol, desain, atau kombinasi dari semua, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari satu penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan mereka dari para pesaing. Menurut Hermawan Kartajaya (2007:11) “Merek merupakan aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan memperkuat kepuasan dan loyalitasnya”. Dari definisi yang ada maka dapat disimpulkan bahwa merek merupakan berbagai bentuk karakter pembeda seperti nama, simbol, 22 maupun kombinasi keduanya yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu produk dan jasa dari satu penjual dengan penjual lainnya sehingga dapat mempermudah konsumen dalam memilih produk dan jasa yang akan mereka konsumsi jika ada pesaing yang memiliki produk yang hampir sama. Untuk membangun merek yang kuat harus memerlukan fondasi yang kuat. Menurut Rangkuti (2008:5-8) caranya adalah: 1. Memiliki positioning yang tepat Merek dapat di positioning kan dengan berbagai cara, misalnya dengan menempatkan posisinya secara spesifik di benak pelanggan. Membangun positioning adalah menempatkan semua aspek dari brand value (termasuk manfaat fungsional) secara konsisten sehingga selalu menjadi nomor satu di benak pelanggan. Menjadi nomor satu di benak pelanggan merupakan tujuan utama dari positioning. Menjadi nomor satu di benak pelanggan bukan berarti selalu menjadi nomor satu untuk semua aspek. Merek yang berhasil harus memiliki kategori spesifik agar menjadi nomor satu di benak pelanggan. Keberhasilan positioning adalah tidak sekadar menemukan kata kunci atau ekspresi dari core benefit suatu merek, tetapi lebih jauh lagi: menjembatani keinginan dan harapan pelanggan sehingga dapat memuaskan pelanggan. Positioning yang tepat memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap produk yang bersangkutan, perusahaan, tingkat persaingan, kondisi pasar serta pelanggan. 2. Memiliki brand value yang tepat Semakin tepat merek di positioning kan di benak pelanggan, merek tersebut akan semakin kompetitif. Untuk mengelola hal tersebut perlu mengetahui brand value. Brand value membentuk brand personality. Brand personality lebih cepat berubah dibandingkan brand positioning, karena brand personality mencerminkan gejolak perubahan selera konsumen. Brand value juga mencerminkan brand equity secara nyata sesuai dengan customer value-nya. 23 3. Memiliki konsep yang tepat Tahap akhir untuk mengkomunikasikan brand value dan positioning yang tepat kepada konsumen harus didukung oleh konsep yang tepat. Pengembangan konsep merupakan proses kreatif, karena berbeda dari positioning, konsep dapat terus-menerus berubah sesuai dengan daur hidup produk yang bersangkutan. Konsep yang baik adalah konsep yang dapat mengkomunikasikan semua elemen-elemen brand value dan positioning yang tepat, sehingga brand image dapat terus-menerus ditingkatkan. 2.1.4.1.1 Karakteristik Brand Menurut Buchholz dan Wordermann (2000:115) dalam Bernard T. Widjaja (2009:104) merek harus memiliki karakteristik dasar, yaitu: 1. Link, yang mencerminkan ciri kekuatan dari product/ service/ company. 2. Aspiration, merek harus mampu mencerminkan aspirasi pelanggan. 3. Genuineness, merek mampu mengekspresikan ciri karakternya. 4. Uniqueness, mampu memberikan karakter yang berbeda dari competitor dengan jelas. 2.1.4.1.2 Manfaat Brand Menurut Keller (2003) dalam Tjiptono (2005:20) menyebutkan bahwa merek memiliki beberapa manfaat yang dikategorikan menjadi 2, yaitu: 1. Bagi produsen 1) Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian pencatatan akuntansi. sediaan dan 24 2) Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. 3) Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu. 4) Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing. 5) Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen. 6) Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang. 2. Bagi konsumen 1) Sebagai identifikasi sumber produk. 2) Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu. 3) Pengurang resiko. 4) Penekan biaya pencarian (search costs) internal dan eksternal. 5) Janji atau ikatan khusus dengan produsen. 6) Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri. 7) Signal kualitas. 2.1.4.2 Brand Equity Menurut Kenneth E. Clow dan Donald Baack (2012:53) ekuitas merek adalah kumpulan karakteristik yang unik untuk sebuah merek. Menurut Kotler dan Keller (2012:243) ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan kepada produk dan jasa. Ini dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak sehubungan dengan merek, serta dalam harga pangsa pasar dan profitabilitas bagi merek pemimpin. 25 Menurut David Aaker dalam Saxena (2006:300) ekuitas merek mengacu pada “sekumpulan aset dan kewajiban yang dimiliki perusahaan yang terkait dengan merek, nama, dan simbolnya dengan menambahkan atau mengurangi nilai yang diberikan dari sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan”. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek adalah sebuah nilai tambah atas pencapaian yang telah diperoleh sebuah produk dan jasa yang dapat dilihat melalui cara konsumen berpikir dan bertindak terhadap suatu merek. 2.1.4.3 Brand Image Menurut Keller (2013:72) citra merek adalah persepsi konsumen mengenai sebuah merek, yang tercemin dari asosiasi merek yang ada di memori konsumen. Menurut Fandy Tjiptono (2005:49) citra merek adalah deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu. Aaker (1991) dalam Wu, et al. (2011) mendefinisikan citra merek sebagai suatu rangkaian asosiasi merek yang tersimpan di dalam memori konsumen. Menurut Roy dan Banerjee (2007) dalam Hsiang-Ming Lee et al. (2011) citra merek merupakan gambaran pikiran dan perasaan konsumen terhadap merek. Dengan kata lain, citra merek adalah gambaran mental secara keseluruhan mengenai merek yang di miliki oleh konsumen, dan keunikan merek tersebut dibandingkan dengan merek lain (Faircloth, 2005) dalam Hsiang-Ming Lee et al. (2011). Sedangkan menurut Iversen dan Hem (2008) dalam Hsiang-Ming Lee et al. (2011) citra merek merupakan perlambangan pribadi yang konsumen asosiasikan terhadap merek, yang terdiri dari semua informasi mengenai merek yang berhubungan dengan deskriptif dan evaluatif. Dari definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa citra merek adalah sebuah gambaran dari pikiran dan perasaan yang dimiliki oleh 26 konsumen terhadap suatu merek mengenai semua informasi yang terdapat di dalam merek tersebut. 2.1.4.4 Dimensi Brand Image Dimensi citra merek menurut Keller (1993) dalam Wu, et al., (2011), sebagai berikut: 1. Quality Kualitas mengacu pada kondisi dari daya tahan suatu produk dalam memenuhi kebutuhan. 2. Affective Afektif mengacu pada sikap yang berhubungan dengan suasana hati, perasaan, dan emosi seperti preferensi atau kepuasan terhadap produk. 2.2 Perilaku Konsumen Menurut American Marketing Association dalam Peter dan Olson (2010:5-9) Perilaku konsumen adalah interaksi dinamis antara pikiran dan perasaan, perilaku, dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Perilaku konsumen adalah dinamis karena pemikiran, perasaan, dan tindakan konsumen individu, kelompok konsumen sasaran, dan masyarakat pada umumnya yang terus berubah. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara pemikiran, perasaan, dan tindakan seseorang, serta lingkungannya. Jadi pemasar perlu memahami produk dan merek apa yang dimaksudkan oleh konsumen, apa yang konsumen harus lakukan untuk membeli dan menggunakannya, dan apa yang mempengaruhi konsumen dalam berbelanja, membeli, dan mengkonsumsi. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran antara manusia. Dengan kata lain, orang-orang memberikan sesuatu yang berharga kepada orang lain dan menerima sesuatu sebagai balasannya. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) dalam Sunyoto (2013), mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. 27 Menurut Hoyer, Maclnnis, dan Pieters (2013:3) perilaku konsumen adalah totalitas keputusan konsumen sehubungan dengan akuisisi, konsumsi, dan disposisi barang, jasa, waktu, dan ide-ide oleh unit atau manusia yang mengambil keputusan dari waktu ke waktu. Dari definisi yang ada dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku konsumen adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang maupun sebuah organisasi mulai dari memilih, menggunakan, dan membuang suatu produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan mereka. 2.2.1 Purchase Intention Purchase intention merupakan kemungkinan bahwa konsumen akan merencanakan atau bersedia untuk membeli produk atau jasa tertentu di masa yang akan datang. Peningkatan niat pembelian berarti meningkatkan kemungkinan pembelian. (Schiffman dan Kanuk, 2007) dalam Wu et al. (2011). Ketika konsumen mempunyai purchase intention yang positif dalam arti ada niat untuk membeli di masa yang akan datang, hal ini akan membentuk suatu komitmen merek yang positif yang pada akhirnya akan mendorong konsumen untuk mengambil tindakan pembelian (Schiffman dan Kanuk, 2007) dalam Wu et al. (2011). Menurut Kinnear dan Taylor (1995:306) dalam Tommy Soebagyo dan Hartono Subagio (2014) mendefinisikan minat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Menurut Spears dan Singh (2004) dalam Wang dan Tsai (2014) mendefinisikan purchase intention sebagai rencana yang di sadari oleh individu dalam melakukan upaya untuk pembelian merek. Berdasarkan definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa purchase intention adalah kemungkinan pembelian yang akan dilakukan oleh konsumen terhadap sebuah produk dan jasa yang ada dengan melalui berbagai proses. Penelitian ini mengadopsi 4 pertanyaan dari (Grewal et al, 1998 dan Liljander et al, 2009) dalam Diallo (2012) yang digunakan untuk mengukur niat pembelian terhadap private label brand diantaranya: kemungkinan besar 28 untuk mempertimbangkan membeli, membeli di lain waktu, mempertimbangkan membeli, dan kemungkinan kuat untuk membeli. 2.3 Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian, maka rancangan hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk T-1 H1: Ada pengaruh store image terhadap brand image untuk private label brand pada Best Pongs Home Center. 2. Untuk T-2 H2: Ada pengaruh service quality terhadap brand image untuk private label brand pada Best Pongs Home Center. 3. Untuk T-3 H3: Ada pengaruh store image dan service quality secara serentak terhadap brand image untuk private label brand pada Best Pongs Home Center. 4. Untuk T-4 H4: Ada pengaruh store image terhadap purchase intention untuk private label brand pada Best Pongs Home Center. 5. Untuk T-5 H5: Ada pengaruh service quality terhadap purchase intention untuk private label brand pada Best Pongs Home Center. 6. Untuk T-6 H6: Ada pengaruh brand image terhadap purchase intention untuk private label brand pada Best Pongs Home Center. 7. Untuk T-7 H7: Ada pengaruh brand image memediasi store image dan service quality terhadap purchase intention untuk private label brand pada Best Pongs Home Center. 29 2.4 Kerangka Pemikiran Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Peneliti, 2014 30