MENGAJAR DAN BELAJAR DALAM STANDAR PROSES PENDIDIKAN disusun untuk memenuhi salah satu tugas tugas individu mata kuliah Pengantar Pendidikan Dosen : Yuna Mumpuni S.Pd., M.M.Pd. Oleh Nia Apriyanti (112070221) 1F PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2012 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas nikmat dan karunia-Nya semata, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Mengajar dan Belajar dalam Standar Proses Pendidikan.” Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak menemui kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan baik pada saat mencari sumber maupun pada saat penulisannya, namun berkat bimbingan dan dorongan dari semua pihak akhirnya makalah ini dapat terwujud. Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dan kejanggalan hal itu disebabkan sangat terbatasnya kemampuan dan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin. Cirebon, Januari 2012 Penulis DAFTAR ISI Kata Pengantar ............................................................................................... i Daftar Isi ......................................................................................................... ii BAB 1 Pendahuluan ....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 3 1.3 Tujuan ....................................................................................... 3 1.4 Manfaat ...................................................................................... 4 BAB 2 Landasan Teori ................................................................................... 5 2.1 Konsep Dasar Mengajar ............................................................ 5 2.1.1 Mengajar sebagai Proses Menyampaikan Materi Pelajaran 5 2.1.2 Mengajar sebagai Proses Mengatur Lingkungan ......... 6 2.2 Perlunya Perubahan Paradigma tentang Mengajar ................... 7 2.3 Makna Mengajar dalam Standar Proses Pendidikan ................. 8 2.4 Teori-teori Belajar ...................................................................... 9 BAB 3 Pembahasan ........................................................................................ 15 3.1 Bagaimana konsep belajar yang baik? ........................................ 15 3.2 Apa makna mengajar dalam proses standar pendidikan? ........... 16 BAB 4 Penutup ............................................................................................. 19 3.1 Simpulan .................................................................................... 19 3.2 Saran ......................................................................................... 20 Daftar Pustaka ................................................................................................ 21 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah “Telah hampir satu jam pelajaraan seorang guru menghabiskan waktunya untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak didiknya. Tentu saja materi yang ia sampaikan adalah materi pelajaran yang ia pelajari pada malam harinya. Sebagian besar siswa sama sekali tidak merasa tertarik dengan materi pelajaran yang disampaikan, karena mereka merasa apa yang disampaikan sang guru sama persis dengan apa yang ada dalam buku yang telah mereka pelajari di ruamah. Oleh karena itulah, mereka merasa gelisah selama mendengarkan penjelasan guru. Di antara mereka ada yang asik membaca buku, mengobrol, dan ada juga yang mengantuk. Memerhatikan gejala yang tidak mengenakkan itu, guru segera bereaksi. Sambil memukul-mukul mistar panjang ke papan tulis ia berkata : “Anakanak tolong perhatikan ....! Materi yang Bapak sampaikan ini adalah materi yang sangat penting untuk kalian kuasai. Nanti soal-soal ulangan tidak akan jauh daripada yang Bapak sampaikan. Oleh karena itu, tolong perhatiakan apa yang Bapak sampaikan ...!” Anak-anak diam sebentar. Yang sedang mengobrol segera menghentikan obrolannya, yang sedang membaca melipat buku bacaannya, demikian juga yang sedang mengantuk melepas kantuknya. Sang guru segera melanjutkan “mengajarnya”, bertutur menyampaikan informasi. Suaranya sedikit melemah, karena kehabisan energi, sehingga siswa yang duduk di bangku belakang tidak dapat menangkap apa yang diuraikan guru. Ini semua semakin membuat bosan siswa. Mereka kembali dengan aktivitasnya semula : mengobrol, membaca, dan mengantuk. “Membosankan”, gerutu seorang siswa yang duduk di belakang. Hari ini memang membosankan, baik bagi guru maupun bagi siswa. Guru menganggap anak didiknya bandel-bandel. Ia merasa disepelekan oleh siswa yang tidak mampu mengajar, karena ia hanya menyampaikan informasi yang sebetulnya sudah merasa mereka kuasai. Oleh sebab itu, ketika bel berbunyi tanda pelajaran berakhir, baik bagi guru maupun siswa seakan-akan keluar dari mimpi buruk yang menegangkan. Siswa pun bersorak kegirangan menyambut bunyi bel, sementara guru keluar dari kelas dengan langkah gontai karena kecapaian.” Kita sering melihat bahkaan mungkin merasakan peristiwa semacam itu. Bagi seorang guru, peristiwa itu sering dianggap sebagai peristiwa yang menjengkelkan, sehingga ia menganggap kalau kelaas tersebut kelas yang bandel, kelas yang tak bisa diurus, dan lain sebagainya. Pertama, ketika mengajar guru tidak berusaha mencari informasi, apakah maateri yang diajarkannya sudah dipahami siswa atau belum. Kurangnya perhatian siswa seperti dalam peristiwa belajar mengajar diaatas, jelas disebabkan siswa sudah memahami informasi yang disampaikan guru, sehingga mereka menganggap materi itu tidak penting lagi. Kedua, dalam proses belajar mengajar guru tidak berusaha mengajak berfikir kepada siswa. Komunikasi terjadi satu arah, yaitu dari guru ke siswa. Guru menganggap bahwa bagi siswa menguasai materi pelajaran lebih penting dibandingkan dengan mengembangkan kemampuan berfikir. Ketiga, guru tidak berusaha mencari umpan balik mengapa siswa tidak mau mendengarkan penjelasannya. Keempat, guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan menguasai pelajaran dibandingkan dengan ssiswa. Siswa dianggap sebagai “tong kosong” yang harus diisi dengan sesuatu yang dianggapnya sangat penting. Keempat hal itu, merupakan kekeliruan guru dalam mengajar. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep belajar yang baik? 2. Apa makna mengajar dalam proses standar pendidikan? 1.3 Tujuan Untuk menyajikan sedikit jawaban atas rumusan masalah, yaitu mengetahui konsep belajar yang baik dan mengetahui makna mengajar dalam proses standar pendidikan. 1.4 Manfaat Penulisan Semoga dengan adanya karya tulis ini, kita bisa lebih mengerti dengan konsep belajar yang baik berdasarkan teori-teori yang sudah ada. Tidak hanya sebatas mengetahui tapi bisa diterapkan dalam kegiatan belajar dan mengajar juga. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Mengajar 2.1.1 Mengajar sebagai Proses Menyampaikan Materi Pelajaran Kata “teach” atau mengajar berasal dari bahasa Inggris kuno, yaitu taecan. Kata ini berasal dari bahasa Jerman kuno (Old Teutenic) “taikjan”, yang berasal dari kata dasar teik, yang berarti memperlihatkan. Kata tersebut ditemukan juga dalam bahasa Sanskerta “dic”, yang dalam bahasa Jerman kuno dikenal dengan deik. Istilah mengajar (teach) juga berhubungan dengan token yang berarti tanda atau simbol. Kata token juga berasal dari bahasa Jerman kuno “taiknom”, yaitu pengetahuan dari taikjan. Dalam bahasa Inggris kuno taecan berarti to teach (mengajar). Dalam demikian, token dan teach secara historis memiliki keterkaitan. To teach (mengajar) dilihat dari asal usul katanya berarti memperlihatkan sesuatu kepada seseorang melalui tanda atau simbol, penggunaan tanda ataau simbol itu dimaksudkan untuk membangkitkan atau menumbuhkan respons mengenai kejadian, seseorang, observasi, penemuan, dan lain sebagainya. Sejak tahun 1500-an, definisi mengajar (teaching) mengalami perkembangan secara terus-menerus. Secara deskritif mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses penyampaian itu sering juga dianggap sebagai proses menstransfer ilmu. Kata menstransfer dalam konteks ini diartikan sebagai proses menyebarluaskan, seperti menyebarluaskan atau memindahkan api. Karena ketika api dipindahkan atau disebarluaskan, maka api itu tidaklah menjadi kecil akan tetapi semakin membesar. Untuk proses mengajar, sebagai proses menyampaikan pengetahuan, akan lebih tepat jika diartikan dengan menanamkan ilmu pengetahuan seperti yang dikemukakan Smith (1987) bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan atau keterampilan (teaching is imparting knowledge or skill). Sebagai proses menyampaikan atau menanamkan ilmu pengetahuan, maka mengajar mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut : a. Proses pengajaran berorientasi pada guru (teacher centered) b. Siswa sebagai objek belajar c. Kegiatan pengajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu d. Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran 2.1.2 Mengajar sebagai Proses Mengatur Lingkungan Terdapat beberapa karakteristik dari konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan itu : a. Mengajar berpusat pada siswa (Student Centered) 2.2 b. Siswa sebagai subjek belajar c. Proses pembelajaran berlangsung di mana saja d. Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan Perlunya Perubahan Paradigma tentang Mengajar Pengaturan lingkungan adalah proses menciptakan iklim yang baik seperti penataan lingkungan, penyediaan alat dan sumber pembelajaran, dan hal-hal lain yang memungkinkan siswa betah dan merasa senang belajar sehingga mereka dapat berkembang secara optimal sesuai dengan bakat, minat, dan potensi yang dimilikinya. Istilah mengajar bergeser pada istilah pembelajaran. Yang dapat diartikan sebagai proses pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk mengubah perilaku siswa ke arah yang positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa. Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari “instruction”, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini bnayak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif holistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media, seperti bahan-bahan cetak, program televisi, gambar, audio, dan lain sebagainya. Sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengaja, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar. Hal ini seperti yang diungkapkan Gagne (1992 : 3), yang menyatakan bahwa, “Instruction is a set of event that effect learners in such a way that learning is facilitated”. Oleh karena itu menurut Gagne, mengajar atau teaching merupakan bagian dari pembelajaran (instruction), di mana peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai sumberdan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu. Lebih lengkap Gagne menyatakan : “Why do we speak of instruction rather than teaching? It is because we wish to describe all of the events that may have a direct effect on the learning of a human being, not just those set in motion by individual who is a teacher. Instruction may include events that are generated by a page of print, by a picture, by a television program, or by combination of physical objects, among other things. Of course, a teacher may play an essential role in the arrangement of any of these event”. (Gagne, 1992:3) 2.3 Makna Mengajar dalam Standar Proses Pendidikan Pembelajaran dalam konteks standar proses ditunjukkan oleh beberapa ciri yang dijelaskan berikut ini : 1. Pembelajaran adalah proses berfikir 2. Proses pembelajaran adalah memanfaatkan potensi otak 3. Pembelajaran berlangsung sepanjang hayat pendidikan 2.4 Teori – teori Belajar Belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Hilgard mengungkapkan : “Learning is the process by wich an activity originates or changed through training procedurs (wether in the laboratory or in the naural environment) as distinguished from changes by factorsnot atributable to training.” Bagi Hilgard, belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah. Menurut John Locke, manusia itu merupakan organisme yang pasif. Dengan teori tabularasanya, Locke menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulis apa kertas itu sangat tergantung pada orang yang menulisnya. Dari pandangan yang mendasar tentang hakikat manusia itu, memunculkan aliran belajar behavioristik-elementeristik. Berbeda dengan pandangan Locke, Leibnitz menganggap bahwa manusia adalah organisme yang aktif. Manusia merupakan sumber daripada semua kegiatan. Pada hakikatnya manusia bebas untuk berbuat, manusia bebas untuk membuat suatu pilihan dalam setiap situasi. Titik pusat kebebasan ini adalah kesadarannya sendiri. Menurut aliran ini tingkah laku manusia hanyalah ekspresi yang dapat diamati sebagai akibat dari eksistensi internal yang pada hakikatnya bersifat pribadi. Pandangan hakikat manusia menurut pandangan Leibnitz ini kemudian melahirkan aliran belajar kognitif-holistik. Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesanyang ditangkap pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak ataau hubungan antara Stimulus dan Respons (S-R). Oleh karena itu, teori ini juga dinamakan teori StimulusRespons. Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan respons sebanyak-banyaknya. Teori-teori belajar yang termasuk ke dalam kelompok behavioristik di antaranya : a. Koneksionisme, dengan tokohnya Thorndike. b. Classical conditioning, dengan tokohnya Pavlop. c. Operant conditioning, yang dikembangkan oleh Skinner. d. Systematic behavior, yang dikembangkan oleh Hull. e. Contiguous conditioning, yang dikembangkan oleh Guthrie. Sedangkan, teori-teori yang termasuk ke dalam kelompok kognitif holistik di antaranya : a. Teori Gestalt, dengan tokohnya Kofka, Kohler, dan Wertheimer. b. Teori Medan (Field Theory), dengan tokohnya Lewin. c. Teori Organismik yang dikembangkan oleh Wheeler. d. Teori Humanistik, dengan tokohnya Maslow dan Rogers. e. Teori Konstruktivistik, dengan tokohnya Jean Piaget. Dibawah ini akan dijelaskan beberapa teori yang dianggap sangat berpengaruh. Untuk lebih memahami teori-teori belajar, dipersilakan untuk membaca buku-buku yang khusus membahas teori belajar seperti yang tercantuum dalam daftar bacaan. 1. Beberapa Teori Belajar Behavioristik a. Teori Belajar Koneksionisme Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan respons sebanyak-banyaknya. Selanjutnya, dalam teori koneksi-onisme ini Thorndike mengemukakan hukum-hukum belajar sebagai berikut : a) Hukum kesiapan (law of readliness) b) Hukum latihan (law of exercise) c) Hukum akibat (law of effect) b. Teori Belajar Classical Conditioning Seperti halnya Thorndike, Pavlov, dan Watson yang menjadi tokoh teori ini juga percaya bahwa belajar pada hewan memiliki prinsip yang sama dengan manusia. Belajar atau pembentukan perilaku perlu dibantu dengan kondisi tertentu. c. Operant Conditioning Teori operant conditioning dari Skinner ini sangat besar pengaruhnya terutama dalam bidang teknologi pengajaran, khususnya di AS. Munculnya berbagai pendekatan baru dalam pengajaran seperti pengajaran berprograma (programmed instruction), pengajaran dengan bantuan komputer (computer assisted instruction), mengajar dengan menggunakan mesin (teaching machine), semuanya berangkat dari konsep Skinner. 2. Teori-teori Belajar Kognitif a. Teori Gestalt Insight yang merupakan inti dari belajar menurut teori Gestalt, memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a) Kemampuan insight seseorang tergantung kepada kemampuan dasar orang tersebut, sedangkan kemampuan dasar itu tergantung kepada usia dan posisi yang bersangkutan dalam kelompok (spesies)nya. b) Insight dipengaruhi atau tergantung kepada pengalaman masa lalunya yang relevan. c) Insight tergantung kepada pengaturan dan penyediaan lingkungannya. Simpanse tidak mungkin dapat meraih pisang yang ada diluar jerujinya apabila tidak disediakan tongkat. d) Pengertian merupakan inti dari insight. Melalui pengertian individu akan dapat memecahkan persoalan. Pengertian itulah yang bisa menjadi kendaraan dalam memecahkan persoalan lain pada situasi yang berlainan. e) Pada insight telah diperoleh, maka dapat digunakan untuk menghadapi persoalan dalam situasi lain. Di sini terdapat semacam transfer belajar, namun yang ditransfer bukanlah materi yang dipelajari, tetapi relasi-relasi dan generalisasi yang diperoleh melalui insight. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang teori belajar ini, dibawah ini disajikan beberapa prinsip penerapannya (Nasution,1982). a) Belajar itu berdasarkan keseluruhan b) Anak yang belajar merupakan keseluruhan c) Belajar berkat Insight d) Belajar berdasarkan pengalaman b. Teori Medan Teori medan dikembangkan oleh Kurt Lewin. Sama seperti teori Gestalt, teori Medan menganggap bahwa belajar adalah proses pemecahan masalah. Beberapa hal yang berkaitan proses pemecahan masalah menurut Lewin dalam belajar adalah : a) Belajar adalah perubahan struktur kognitif. Setiap orang akan dapat memecahkan masalah jika ia bisa mengubah struktur kognitif. b) Pentingnya motivasi. Motivasi adalah faktor yang dapat mendorong setiap individu untuk berperilaku. Motivasi muncul karena adanya daya tarik tertentu. c. Teori Konstruktivistik Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak mengkonstruksi kecil sudah pengetahuannya memiliki kemampuan untuk sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan. BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 Bagaimana Konsep Andragogi dalam Belajar yang Baik? Andaragogi sebagai konsep dalam belajar mahasiswa sebenarnya sudah lama dikenal oleh masyarakat, terutama di kalangan perguruan tinggi. Andragogi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “aner” yang berarti orang dewasa, dan “agogos” yang berarti memimpin. Publikasi Malcolm Knowles, lewat bukunya The Adult Leaner adalah model andragogi sebagai teori belajar yang tepat untuk orang dewasa. Empat konsepsi pokok andragogi yang tertuang dalam buku tersebut antara lain : 1. Perubahan dalam konsep diri (self concept), yaitu seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari ketergantungan total menuju ke pengarahan diri alias mandiri. 2. Peranan pengalaman, individu mengumpulkan banyak tumbuh pengalaman, matang dalam hal dan ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya dan pada waktu yang sama memberikan dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru. 3. Kesiapan belajar, tiap individu menjadi matang maka belajar kurang ditentukan oleh paksaan akademik dan perkembangan biologiknya, tetapi lebih ditentukan oleh tuntutan tugas perkembangan untuk peranan sosialnya. 4. Orientasi belajar, orang dewasa berkecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan problem-problem kehidupan (problem centered orientation). 3.2 Apa Makna Mengajar dalam Proses Standar Pendidikan? Makna mengajar dalam proses standar pendidikan adalah mengajar dalam standar proses pendidikan tidak hanya sekadar menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan supaya siswa belajar. Makna ini diistilahkan dengan pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat kegiatan dengan tujuan membentuk watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Pembelajaran perlu memberdayakan semua potensi peserta didik. Pemberdayaan diarahkan untuk mendorog pencapaian kompetensi dan perilaku khusus supaya setiap individu mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat. Mengajar dan belajar adalah dua istilah yang memiliki satu makna yang tidak dapat dipisahkan. Mengajar adalah suatu aktivitas yang dapat membuat siswa belajar. Keterkaitan antara mengaja dan belajar diistilahkan Dewey sebagai “menjual dan membeli”. Artinya, seseorang tidak mungkin akan menjual manakala tidak ada orang yang membeli, yang berarti tidak ada perbuatan mengajar manakala tidak membuat seseorang belajar. Dalam istilah mengajar terkandung proses belajar siswa. Inilah makna pembelajaran. Dalam istilah pembelajaran, guru dan siswa tetap harus berperan secara optimal. Perbedaan dominasi dan aktivitas, hanya menunjukkan perbedaan perlakuan guru dan siswa terhadap materi dan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dilakukan siswa tidak mungkin terjadi tanpa adanya guru. Bruce Weil (1980) mengemukakan tiga prinsip penting dalam proses pembelajaran, yaitu : Pertama, proses pembelajaran adalah membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa. Oleh karena itu, proses pembelajaran menuntut aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan sendiri. Kedua, berhubungan dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari. Ada tiga tipe pengetahuan yang masing-masing memerlukan situasi berbeda dalam mempelajarinya yaitu : 1. Pengetahuan fisis Adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian seperti bentuk, besar, berat. Pengetahuan ini diperoleh melalui indra secara langsung. Dari tindakan langsung, anak membentuk struktur kognitif tentang suatu benda. 2. Pengetahuan sosial Pengetahuan sosial berhubungan dengan perilaku individu dalam suatu sistem sosial. Contoh : pengetahuan tentang hokum, moral, nilai, bahasa. Ketika anak melakukan interaksi dengan temannya, maka kesempatan membangun pengetahuan sosial berkembang (Wadsworth, 1989). 3. Pengetahuan logika Pengetahuan logika berhubungan dengan berpikir matematis, yaitu pengetahuan yang dibentuk berdasarkan pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu. Ketiga, dalam proses pembelajaran harus melibatkan peran lingkungan sosial. Anak akan lebih baik mempelajari pengetahuan logika dan sosial dari temannya sendiri. Selama menjalani proses kehidupannyam manusia tidak lepas dari masalah. Manusia yang berkualitas dan sukses adalah manusia yang mampu menembus setiap tantangan yang muncul. Proses pembelajaran diarahkan agar siswa mampu mengatasi setiap tantangan kehidupan. Makna pembelajaran dalam konteks ditunjukkan oleh beberapa ciri berikut : 1. Pembelajaran adalah Proses Belajar standar proses pendidikan Belajar adalah proses berpikir yang menekankan pada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi individu dengan lingkungan (self regulated). Dalam proses pembelajaran La Costa (1985) mengklasifikasikan mengajar berfikir menjadi tiga, yaitu : 1. Teaching of thinking, adalah proses pembelajaran yang diarahkan untuk pembentukan ketrampilan mental tertentu. 2. Teaching for thinking, adalah proses pembelajaran yang diarahkan pada usaha menciptakan lingkungan belajar yang dapat mendorong pengembangan kognitif. 3. Teaching about thinking, adalah pembelajaran yang diarahkan pada upaya untuk membantu agar siswa lebih sadar terhadap proses berpikirnya. Dalam pelaksanaan pembelajaran tidak mungkin melepaskan ketiga aspek tersebut. 2. Proses Pembelajaran adalah Memanfaatkan Potensi Otak Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Kedua belahan otak perlu dikembangkan secara optimal dan seimbang. Proses pendidikan mestinya mengembangkan setiap bagian otak melalui pengembangan berbahasa, memecahkan masalah dan membangun kreasi. 3. Pembelajaran Berlangsung Sepanjang Hayat Belajar adalah proses yang terus menerus, yang tidak pernah terhenti dan terbatas pada dinding kelas. Prinsip belajar sepanjang hayat sejalan dengan empat pilar pendidikan universal yang dirumuskan UNESCO (1996), yaitu : 1. Learning to know atau learning to learn, mengandung pengertian bahwa belajar tidak hanya berorientasi pada hasil belajar, tetapi berorientasi pada proses belajar. 2. Learning to do, mengandung pengertian bahwa belajar itu untuk berbuat dengan tujuan akhir penguasaan kompetensi yang sangat diperlukan dalam era persaingan global. 3. Learning to be, mengandung pengertian bahwa belajar adalah membentuk manusia yang “menjadi dirinya sendiri”. 4. Learning to live together adalah belajar untuk bekerja sama. BAB 4 PENUTUP 3.1 Simpulan Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Mengajar adalah suatu aktifitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadilah proses belajar. Belajar - Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekadar menyampaikan materi ajaran dari guru saja. Makna lain yang demikian sering di istilahkan dalam pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar siswa harus di jadikan pusat dari kegiatan. Hal ini di maksudkan untuk membentuk watak, peradaban dan peningkatan mutu kehidupan peserta didik. Pembelajaran perlu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang di harapkan. Pemberdayaan di arahkan untuk mendorong pencapaian kompetensi dan perilaku khusus supaya setiap individu mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat dan mewujudkan masyarakat belajar. Berdasarkan penjelasan di atas memang sudah saatnya kita mengubah paradigma pendidikan yang menggunakan pemahaman yang tradisional. Pada intinya Pendidikan harus bisa mengimbangkan peran guru dan siswa dalam proses pembelajaran 3.2 Saran DAFTAR PUSTAKA Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan : Mengajar dan Belajar dalam Standar Proses Pendidikan. Bandung : Kencana.