teori Belajar

advertisement
MENGAJAR DAN BELAJAR DALAM
STANDAR PROSES PENDIDIKAN
disusun untuk memenuhi salah satu tugas tugas individu
mata kuliah Pengantar Pendidikan
Dosen : Yuna Mumpuni S.Pd., M.M.Pd.
Oleh
Nia Apriyanti (112070221)
1F
PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2012
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas
nikmat dan karunia-Nya semata, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Mengajar dan Belajar dalam Standar Proses Pendidikan.”
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak menemui
kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan baik pada saat mencari sumber
maupun pada saat penulisannya, namun berkat bimbingan dan dorongan dari
semua pihak akhirnya makalah ini dapat terwujud.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dan kejanggalan
hal itu disebabkan sangat terbatasnya kemampuan dan ilmu yang penulis miliki.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Cirebon, Januari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................... i
Daftar Isi ......................................................................................................... ii
BAB 1 Pendahuluan ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................... 3
1.4 Manfaat ...................................................................................... 4
BAB 2 Landasan Teori ................................................................................... 5
2.1 Konsep Dasar Mengajar ............................................................ 5
2.1.1 Mengajar sebagai Proses Menyampaikan Materi Pelajaran
5
2.1.2 Mengajar sebagai Proses Mengatur Lingkungan ......... 6
2.2 Perlunya Perubahan Paradigma tentang Mengajar ................... 7
2.3 Makna Mengajar dalam Standar Proses Pendidikan ................. 8
2.4 Teori-teori Belajar ...................................................................... 9
BAB 3 Pembahasan ........................................................................................ 15
3.1 Bagaimana konsep belajar yang baik? ........................................ 15
3.2 Apa makna mengajar dalam proses standar pendidikan? ........... 16
BAB 4 Penutup ............................................................................................. 19
3.1 Simpulan .................................................................................... 19
3.2 Saran ......................................................................................... 20
Daftar Pustaka ................................................................................................ 21
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
“Telah hampir satu jam pelajaraan seorang guru menghabiskan waktunya
untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak didiknya. Tentu saja
materi yang ia sampaikan adalah materi pelajaran yang ia pelajari pada
malam harinya. Sebagian besar siswa sama sekali tidak merasa tertarik
dengan materi pelajaran yang disampaikan, karena mereka merasa apa
yang disampaikan sang guru sama persis dengan apa yang ada dalam buku
yang telah mereka pelajari di ruamah. Oleh karena itulah, mereka merasa
gelisah selama mendengarkan penjelasan guru. Di antara mereka ada yang
asik membaca buku, mengobrol, dan ada juga yang mengantuk.
Memerhatikan gejala yang tidak mengenakkan itu, guru segera bereaksi.
Sambil memukul-mukul mistar panjang ke papan tulis ia berkata : “Anakanak tolong perhatikan ....! Materi yang Bapak sampaikan ini adalah
materi yang sangat penting untuk kalian kuasai. Nanti soal-soal ulangan
tidak akan jauh daripada yang Bapak sampaikan. Oleh karena itu, tolong
perhatiakan apa yang Bapak sampaikan ...!” Anak-anak diam sebentar.
Yang sedang mengobrol segera menghentikan obrolannya, yang sedang
membaca melipat buku bacaannya, demikian juga yang sedang mengantuk
melepas kantuknya. Sang guru segera melanjutkan “mengajarnya”,
bertutur menyampaikan informasi. Suaranya sedikit melemah, karena
kehabisan energi, sehingga siswa yang duduk di bangku belakang tidak
dapat menangkap apa yang diuraikan guru. Ini semua semakin membuat
bosan siswa. Mereka kembali dengan aktivitasnya semula : mengobrol,
membaca, dan mengantuk. “Membosankan”, gerutu seorang siswa yang
duduk di belakang. Hari ini memang membosankan, baik bagi guru
maupun bagi siswa. Guru menganggap anak didiknya bandel-bandel. Ia
merasa disepelekan oleh siswa yang tidak mampu mengajar, karena ia
hanya menyampaikan informasi yang sebetulnya sudah merasa mereka
kuasai. Oleh sebab itu, ketika bel berbunyi tanda pelajaran berakhir, baik
bagi guru maupun siswa seakan-akan keluar dari mimpi buruk yang
menegangkan. Siswa pun bersorak kegirangan menyambut bunyi bel,
sementara guru keluar dari kelas dengan langkah gontai karena
kecapaian.”
Kita sering melihat bahkaan
mungkin merasakan peristiwa
semacam itu. Bagi seorang guru, peristiwa itu sering dianggap sebagai
peristiwa yang menjengkelkan, sehingga ia menganggap kalau kelaas
tersebut kelas yang bandel, kelas yang tak bisa diurus, dan lain sebagainya.
Pertama, ketika mengajar guru tidak berusaha mencari informasi,
apakah maateri yang diajarkannya sudah dipahami siswa atau belum.
Kurangnya perhatian siswa seperti dalam peristiwa belajar mengajar
diaatas, jelas disebabkan siswa sudah memahami informasi yang
disampaikan guru, sehingga mereka menganggap materi itu tidak penting
lagi.
Kedua, dalam proses belajar mengajar guru tidak berusaha
mengajak berfikir kepada siswa. Komunikasi terjadi satu arah, yaitu dari
guru ke siswa. Guru menganggap bahwa bagi siswa menguasai materi
pelajaran
lebih
penting
dibandingkan
dengan
mengembangkan
kemampuan berfikir.
Ketiga, guru tidak berusaha mencari umpan balik mengapa siswa
tidak mau mendengarkan penjelasannya.
Keempat, guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling
mampu dan menguasai pelajaran dibandingkan dengan ssiswa. Siswa
dianggap sebagai “tong kosong” yang harus diisi dengan sesuatu yang
dianggapnya sangat penting.
Keempat hal itu, merupakan kekeliruan guru dalam mengajar.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep belajar yang baik?
2. Apa makna mengajar dalam proses standar pendidikan?
1.3
Tujuan
Untuk menyajikan sedikit jawaban atas rumusan masalah, yaitu
mengetahui konsep belajar yang baik dan mengetahui makna mengajar
dalam proses standar pendidikan.
1.4
Manfaat Penulisan
Semoga dengan adanya karya tulis ini, kita bisa lebih mengerti
dengan konsep belajar yang baik berdasarkan teori-teori yang sudah ada.
Tidak hanya sebatas mengetahui tapi bisa diterapkan dalam kegiatan
belajar dan mengajar juga.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Konsep Dasar Mengajar
2.1.1 Mengajar sebagai Proses Menyampaikan Materi Pelajaran
Kata “teach” atau mengajar berasal dari bahasa Inggris kuno, yaitu
taecan. Kata ini berasal dari bahasa Jerman kuno (Old Teutenic) “taikjan”,
yang berasal dari kata dasar teik, yang berarti memperlihatkan. Kata
tersebut ditemukan juga dalam bahasa Sanskerta “dic”, yang dalam bahasa
Jerman kuno dikenal dengan deik. Istilah mengajar (teach) juga
berhubungan dengan token yang berarti tanda atau simbol. Kata token juga
berasal dari bahasa Jerman kuno “taiknom”, yaitu pengetahuan dari
taikjan. Dalam bahasa Inggris kuno taecan berarti to teach (mengajar).
Dalam demikian, token dan teach secara historis memiliki keterkaitan. To
teach (mengajar) dilihat dari asal usul katanya berarti memperlihatkan
sesuatu kepada seseorang melalui tanda atau simbol, penggunaan tanda
ataau simbol itu dimaksudkan untuk membangkitkan atau menumbuhkan
respons mengenai kejadian, seseorang, observasi, penemuan, dan lain
sebagainya. Sejak tahun 1500-an, definisi mengajar (teaching) mengalami
perkembangan secara terus-menerus.
Secara deskritif mengajar diartikan sebagai proses penyampaian
informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses penyampaian
itu sering juga dianggap sebagai proses menstransfer ilmu. Kata
menstransfer dalam konteks ini diartikan sebagai proses menyebarluaskan,
seperti menyebarluaskan atau memindahkan api. Karena ketika api
dipindahkan atau disebarluaskan, maka api itu tidaklah menjadi kecil akan
tetapi semakin membesar. Untuk proses mengajar, sebagai proses
menyampaikan pengetahuan, akan lebih tepat jika diartikan dengan
menanamkan ilmu pengetahuan seperti yang dikemukakan Smith (1987)
bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan atau keterampilan
(teaching is imparting knowledge or skill).
Sebagai
proses
menyampaikan
atau
menanamkan
ilmu
pengetahuan, maka mengajar mempunyai beberapa karakteristik sebagai
berikut :
a. Proses pengajaran berorientasi pada guru (teacher centered)
b. Siswa sebagai objek belajar
c. Kegiatan pengajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu
d. Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran
2.1.2 Mengajar sebagai Proses Mengatur Lingkungan
Terdapat
beberapa karakteristik dari konsep mengajar sebagai
proses mengatur lingkungan itu :
a.
Mengajar berpusat pada siswa (Student Centered)
2.2
b.
Siswa sebagai subjek belajar
c.
Proses pembelajaran berlangsung di mana saja
d.
Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan
Perlunya Perubahan Paradigma tentang Mengajar
Pengaturan lingkungan adalah proses menciptakan iklim yang baik
seperti penataan lingkungan, penyediaan alat dan sumber pembelajaran,
dan hal-hal lain yang memungkinkan siswa betah dan merasa senang
belajar sehingga mereka dapat berkembang secara optimal sesuai dengan
bakat, minat, dan potensi yang dimilikinya. Istilah mengajar bergeser pada
istilah pembelajaran. Yang dapat diartikan sebagai proses pengaturan
lingkungan yang diarahkan untuk mengubah perilaku siswa ke arah yang
positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki
siswa.
Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari “instruction”, yang
banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini
bnayak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif holistik, yang
menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini
juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat
mempermudah siswa dapat mempermudah siswa mempelajari segala
sesuatu lewat berbagai macam media, seperti bahan-bahan cetak, program
televisi, gambar, audio, dan lain sebagainya. Sehingga semua itu
mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses
belajar mengaja, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai
fasilitator dalam belajar mengajar. Hal ini seperti yang diungkapkan
Gagne (1992 : 3), yang menyatakan bahwa, “Instruction is a set of event
that effect learners in such a way that learning is facilitated”.
Oleh
karena itu menurut Gagne, mengajar atau teaching merupakan bagian dari
pembelajaran (instruction), di mana peran guru lebih ditekankan kepada
bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai sumberdan fasilitas
yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam
mempelajari sesuatu. Lebih lengkap Gagne menyatakan : “Why do we
speak of instruction rather than teaching? It is because we wish to
describe all of the events that may have a direct effect on the learning of a
human being, not just those set in motion by individual who is a teacher.
Instruction may include events that are generated by a page of print, by a
picture, by a television program, or by combination of physical objects,
among other things. Of course, a teacher may play an essential role in the
arrangement of any of these event”. (Gagne, 1992:3)
2.3
Makna Mengajar dalam Standar Proses Pendidikan
Pembelajaran
dalam
konteks
standar
proses
ditunjukkan oleh beberapa ciri yang dijelaskan berikut ini :
1. Pembelajaran adalah proses berfikir
2. Proses pembelajaran adalah memanfaatkan potensi otak
3. Pembelajaran berlangsung sepanjang hayat
pendidikan
2.4
Teori – teori Belajar
Belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat
dari pengalaman dan latihan. Hilgard mengungkapkan : “Learning is the
process by wich an activity originates or changed through training
procedurs (wether in the laboratory or in the naural environment) as
distinguished from changes by factorsnot atributable to training.” Bagi
Hilgard, belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau
prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam
lingkungan alamiah.
Menurut John Locke, manusia itu merupakan organisme yang
pasif. Dengan teori tabularasanya, Locke menganggap bahwa manusia itu
seperti kertas putih, hendak ditulis apa kertas itu sangat tergantung pada
orang yang menulisnya. Dari pandangan yang mendasar tentang hakikat
manusia itu, memunculkan aliran belajar behavioristik-elementeristik.
Berbeda dengan pandangan Locke, Leibnitz menganggap bahwa
manusia adalah organisme yang aktif. Manusia merupakan sumber
daripada semua kegiatan. Pada hakikatnya manusia bebas untuk berbuat,
manusia bebas untuk membuat suatu pilihan dalam setiap situasi. Titik
pusat kebebasan ini adalah kesadarannya sendiri. Menurut aliran ini
tingkah laku manusia hanyalah ekspresi yang dapat diamati sebagai akibat
dari eksistensi internal yang pada hakikatnya bersifat pribadi. Pandangan
hakikat manusia menurut pandangan Leibnitz ini kemudian melahirkan
aliran belajar kognitif-holistik.
Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah
pembentukan asosiasi antara kesanyang ditangkap pancaindra dengan
kecenderungan untuk bertindak ataau hubungan antara Stimulus dan
Respons (S-R). Oleh karena itu, teori ini juga dinamakan teori StimulusRespons. Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan
respons sebanyak-banyaknya.
Teori-teori belajar yang termasuk ke dalam kelompok behavioristik
di antaranya :
a. Koneksionisme, dengan tokohnya Thorndike.
b. Classical conditioning, dengan tokohnya Pavlop.
c. Operant conditioning, yang dikembangkan oleh Skinner.
d. Systematic behavior, yang dikembangkan oleh Hull.
e. Contiguous conditioning, yang dikembangkan oleh Guthrie.
Sedangkan, teori-teori yang termasuk ke dalam kelompok kognitif
holistik di antaranya :
a. Teori Gestalt, dengan tokohnya Kofka, Kohler, dan Wertheimer.
b. Teori Medan (Field Theory), dengan tokohnya Lewin.
c. Teori Organismik yang dikembangkan oleh Wheeler.
d. Teori Humanistik, dengan tokohnya Maslow dan Rogers.
e. Teori Konstruktivistik, dengan tokohnya Jean Piaget.
Dibawah ini akan dijelaskan beberapa teori yang dianggap sangat
berpengaruh. Untuk lebih memahami teori-teori belajar, dipersilakan untuk
membaca buku-buku yang khusus membahas teori belajar seperti yang
tercantuum dalam daftar bacaan.
1.
Beberapa Teori Belajar Behavioristik
a.
Teori Belajar Koneksionisme
Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan
stimulus dan respons sebanyak-banyaknya. Selanjutnya,
dalam teori koneksi-onisme ini Thorndike mengemukakan
hukum-hukum belajar sebagai berikut :
a) Hukum kesiapan (law of readliness)
b) Hukum latihan (law of exercise)
c) Hukum akibat (law of effect)
b.
Teori Belajar Classical Conditioning
Seperti halnya Thorndike, Pavlov, dan Watson
yang menjadi tokoh teori ini juga percaya bahwa belajar
pada hewan memiliki prinsip yang sama dengan manusia.
Belajar atau pembentukan perilaku perlu dibantu dengan
kondisi tertentu.
c.
Operant Conditioning
Teori operant conditioning dari Skinner ini sangat
besar pengaruhnya terutama dalam bidang teknologi
pengajaran,
khususnya
di
AS.
Munculnya
berbagai
pendekatan baru dalam pengajaran seperti pengajaran
berprograma (programmed instruction), pengajaran dengan
bantuan komputer (computer assisted instruction), mengajar
dengan menggunakan mesin (teaching machine), semuanya
berangkat dari konsep Skinner.
2.
Teori-teori Belajar Kognitif
a.
Teori Gestalt
Insight yang merupakan inti dari belajar menurut
teori Gestalt, memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a)
Kemampuan insight seseorang tergantung kepada
kemampuan
dasar
orang
tersebut,
sedangkan
kemampuan dasar itu tergantung kepada usia dan
posisi
yang
bersangkutan
dalam
kelompok
(spesies)nya.
b)
Insight
dipengaruhi
atau
tergantung
kepada
pengalaman masa lalunya yang relevan.
c)
Insight
tergantung
kepada
pengaturan
dan
penyediaan lingkungannya. Simpanse tidak mungkin
dapat meraih pisang yang ada diluar jerujinya
apabila tidak disediakan tongkat.
d)
Pengertian merupakan inti dari insight. Melalui
pengertian
individu
akan
dapat
memecahkan
persoalan. Pengertian itulah yang bisa menjadi
kendaraan dalam memecahkan persoalan lain pada
situasi yang berlainan.
e)
Pada insight telah diperoleh, maka dapat digunakan
untuk menghadapi persoalan dalam situasi lain. Di
sini terdapat semacam transfer belajar, namun yang
ditransfer bukanlah materi yang dipelajari, tetapi
relasi-relasi dan generalisasi yang diperoleh melalui
insight.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang teori
belajar ini, dibawah ini disajikan beberapa prinsip penerapannya
(Nasution,1982).
a) Belajar itu berdasarkan keseluruhan
b) Anak yang belajar merupakan keseluruhan
c) Belajar berkat Insight
d) Belajar berdasarkan pengalaman
b. Teori Medan
Teori medan dikembangkan oleh Kurt Lewin. Sama seperti
teori Gestalt, teori Medan menganggap bahwa belajar adalah proses
pemecahan masalah. Beberapa hal yang berkaitan proses pemecahan
masalah menurut Lewin dalam belajar adalah :
a) Belajar adalah perubahan struktur kognitif. Setiap orang akan
dapat memecahkan masalah jika ia bisa mengubah struktur
kognitif.
b) Pentingnya motivasi.
Motivasi
adalah faktor
yang dapat
mendorong setiap individu untuk berperilaku. Motivasi muncul
karena adanya daya tarik tertentu.
c. Teori Konstruktivistik
Teori
konstruktivistik
dikembangkan
oleh
Piaget
pada
pertengahan abad 20. Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap
individu
sejak
mengkonstruksi
kecil
sudah
pengetahuannya
memiliki
kemampuan
untuk
sendiri.
Pengetahuan
yang
dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi
pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya
diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi
pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk
diingat sementara setelah itu dilupakan.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1
Bagaimana Konsep Andragogi dalam Belajar yang
Baik?
Andaragogi sebagai konsep dalam belajar mahasiswa
sebenarnya sudah lama dikenal oleh masyarakat, terutama di
kalangan perguruan tinggi. Andragogi berasal dari bahasa Yunani,
yaitu “aner” yang berarti orang dewasa, dan “agogos” yang berarti
memimpin.
Publikasi Malcolm Knowles, lewat bukunya The Adult
Leaner adalah model andragogi sebagai teori belajar yang tepat
untuk orang dewasa.
Empat konsepsi pokok andragogi yang tertuang dalam
buku tersebut antara lain :
1.
Perubahan dalam konsep diri (self concept), yaitu
seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari
ketergantungan total menuju ke pengarahan diri alias
mandiri.
2.
Peranan
pengalaman, individu
mengumpulkan
banyak
tumbuh
pengalaman,
matang
dalam
hal
dan
ini
menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya
dan pada waktu yang sama memberikan dasar yang luas
untuk belajar sesuatu yang baru.
3.
Kesiapan belajar, tiap individu menjadi matang maka
belajar kurang ditentukan oleh paksaan akademik dan
perkembangan biologiknya, tetapi lebih ditentukan oleh
tuntutan tugas perkembangan untuk peranan sosialnya.
4.
Orientasi
belajar, orang
dewasa
berkecenderungan
memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan
problem-problem kehidupan (problem centered orientation).
3.2
Apa
Makna
Mengajar
dalam
Proses
Standar
Pendidikan?
Makna mengajar dalam proses standar pendidikan adalah mengajar
dalam standar proses pendidikan tidak hanya sekadar menyampaikan materi
pelajaran, tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan supaya siswa
belajar. Makna ini diistilahkan dengan pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan
bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat
kegiatan dengan tujuan membentuk watak, peradaban, dan meningkatkan mutu
kehidupan peserta didik. Pembelajaran perlu memberdayakan semua potensi
peserta didik. Pemberdayaan diarahkan untuk mendorog pencapaian kompetensi
dan perilaku khusus supaya setiap individu mampu menjadi pembelajar sepanjang
hayat.
Mengajar dan belajar adalah dua istilah yang memiliki satu makna yang
tidak dapat dipisahkan. Mengajar adalah suatu aktivitas yang dapat membuat
siswa belajar. Keterkaitan antara mengaja dan belajar diistilahkan Dewey sebagai
“menjual dan membeli”. Artinya, seseorang tidak mungkin akan menjual
manakala tidak ada orang yang membeli, yang berarti tidak ada perbuatan
mengajar manakala tidak membuat seseorang belajar. Dalam istilah mengajar
terkandung proses belajar siswa. Inilah makna pembelajaran.
Dalam istilah pembelajaran, guru dan siswa tetap harus berperan secara
optimal. Perbedaan dominasi dan aktivitas, hanya menunjukkan perbedaan
perlakuan guru dan siswa terhadap materi dan proses pembelajaran. Proses
pembelajaran yang dilakukan siswa tidak mungkin terjadi tanpa adanya guru.
Bruce Weil (1980) mengemukakan tiga prinsip penting dalam proses
pembelajaran, yaitu :
Pertama, proses pembelajaran adalah membentuk kreasi lingkungan yang
dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa. Oleh karena itu, proses
pembelajaran menuntut aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan sendiri.
Kedua, berhubungan dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari. Ada
tiga tipe pengetahuan yang masing-masing memerlukan situasi berbeda dalam
mempelajarinya yaitu :
1. Pengetahuan fisis
Adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau
kejadian seperti bentuk, besar, berat. Pengetahuan ini diperoleh melalui
indra secara langsung. Dari tindakan langsung, anak membentuk struktur
kognitif tentang suatu benda.
2. Pengetahuan sosial
Pengetahuan sosial berhubungan dengan perilaku individu
dalam suatu sistem sosial. Contoh : pengetahuan tentang hokum, moral,
nilai, bahasa. Ketika anak melakukan interaksi dengan temannya, maka
kesempatan membangun pengetahuan sosial berkembang (Wadsworth,
1989).
3. Pengetahuan logika
Pengetahuan logika berhubungan dengan berpikir matematis,
yaitu pengetahuan yang dibentuk berdasarkan pengalaman dengan objek
atau kejadian tertentu.
Ketiga, dalam proses pembelajaran harus melibatkan peran lingkungan
sosial. Anak akan lebih baik mempelajari pengetahuan logika dan sosial dari
temannya sendiri.
Selama menjalani proses kehidupannyam manusia tidak lepas dari
masalah. Manusia yang berkualitas dan sukses adalah manusia yang mampu
menembus setiap tantangan yang muncul. Proses pembelajaran diarahkan agar
siswa mampu mengatasi setiap tantangan kehidupan.
Makna
pembelajaran
dalam
konteks
ditunjukkan oleh beberapa ciri berikut :
1. Pembelajaran adalah Proses Belajar
standar
proses
pendidikan
Belajar adalah proses berpikir yang menekankan pada proses mencari dan
menemukan pengetahuan melalui interaksi individu dengan lingkungan (self
regulated).
Dalam proses pembelajaran La Costa (1985) mengklasifikasikan mengajar
berfikir menjadi tiga, yaitu :
1.
Teaching of thinking, adalah proses pembelajaran yang diarahkan
untuk pembentukan ketrampilan mental tertentu.
2.
Teaching for thinking, adalah proses pembelajaran yang diarahkan
pada usaha menciptakan lingkungan belajar yang dapat mendorong
pengembangan kognitif.
3.
Teaching about thinking, adalah pembelajaran yang diarahkan pada
upaya untuk membantu agar siswa lebih sadar terhadap proses
berpikirnya.
Dalam pelaksanaan pembelajaran tidak mungkin melepaskan ketiga aspek
tersebut.
2.
Proses Pembelajaran adalah Memanfaatkan Potensi Otak
Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak
secara maksimal. Kedua belahan otak perlu dikembangkan secara optimal
dan seimbang.
Proses pendidikan mestinya mengembangkan setiap bagian otak
melalui pengembangan berbahasa, memecahkan masalah dan membangun
kreasi.
3.
Pembelajaran Berlangsung Sepanjang Hayat
Belajar adalah proses yang terus menerus, yang tidak pernah terhenti dan
terbatas pada dinding kelas.
Prinsip belajar sepanjang hayat sejalan dengan empat pilar pendidikan
universal yang dirumuskan UNESCO (1996), yaitu :
1.
Learning to know atau learning to learn, mengandung pengertian bahwa
belajar tidak hanya berorientasi pada hasil belajar, tetapi berorientasi pada
proses belajar.
2.
Learning to do, mengandung pengertian bahwa belajar itu untuk berbuat
dengan tujuan akhir penguasaan kompetensi yang sangat diperlukan dalam
era persaingan global.
3.
Learning to be, mengandung pengertian bahwa belajar adalah membentuk
manusia yang “menjadi dirinya sendiri”.
4.
Learning to live together adalah belajar untuk bekerja sama.
BAB 4
PENUTUP
3.1
Simpulan
Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu
yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Mengajar adalah suatu
aktifitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak sehingga terjadilah proses belajar.
Belajar - Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidak
hanya sekadar menyampaikan materi ajaran dari guru saja. Makna lain
yang demikian sering di istilahkan dalam pembelajaran. Hal ini
mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar siswa harus di jadikan pusat
dari kegiatan. Hal ini di maksudkan untuk membentuk watak, peradaban
dan peningkatan mutu kehidupan peserta didik. Pembelajaran perlu
memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi
yang di harapkan. Pemberdayaan di arahkan untuk mendorong pencapaian
kompetensi dan perilaku khusus supaya setiap individu mampu menjadi
pembelajar sepanjang hayat dan mewujudkan masyarakat belajar.
Berdasarkan penjelasan di atas memang sudah saatnya kita
mengubah paradigma pendidikan yang menggunakan pemahaman yang
tradisional. Pada intinya Pendidikan harus bisa mengimbangkan peran
guru dan siswa dalam proses pembelajaran
3.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan : Mengajar dan Belajar dalam Standar Proses Pendidikan.
Bandung : Kencana.
Download