1 evaluasi kesesuaian fungsi kawasan dan konservasi lahan

advertisement
1
EVALUASI KESESUAIAN FUNGSI KAWASAN DAN KONSERVASI LAHAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN
KABUPATEN KARANGANYAR DAN KABUPATEN WONOGIRI
TAHUN 2012
SKRIPSI
Disusun oleh:
MIFTAHUL HIDAYAT
K5408077
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
2
EVALUASI KESESUAIAN FUNGSI KAWASAN DAN KONSERVASI LAHAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN
KABUPATEN KARANGANYAR DAN KABUPATEN WONOGIRI
TAHUN 2012
Oleh :
Miftahul Hidayat
K5408077
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
3
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, Juli 2012
Persetujuan Pembimbing
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
4
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Tim Penguji Skripsi :
Hari
:
Tanggal
:
5
ABSTRAK
Miftahul Hidayat. Evaluasi Kesesuaian Fungsi Kawasan dan Konservasi
Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan kabupaten Wonogiri
Tahun 2012. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Universitas Sebelas Maret Surakarta. April. 2012
Tujuan Penelitian ini adalah (1) Mengetahui luas dan persebaran
penggunaan lahan yang terdapat di DAS Walikan Tahun 2012. (2) Mengetahui
fungsi kawasan lahan DAS Walikan Tahun 2012. (3) Mengetahui kesesuaian
antara fungsi kawasan lahan dengan penggunaan lahan yang terdapat di DAS
Walikan Tahun 2012. (4) Mengetahui arahan konservasi yang sesuai untuk DAS
Walikan Tahun 2012.
Penelitian ini menggunakan metode analisis spasial. Metode tersebut
digunakan untuk menganalisis kesesuaian fungsi kawasan dan arahan konservasi
lahan. Teknik yang digunakan adalah overlay dari peta penggunaan lahan, peta
geologi, peta tanah, peta kemiringan lereng, sehingga menghasilkan peta satuan
lahan tentatif. Populasi penelitian adalah seluruh unit satuan lahan di Daerah
Aliran Sungai Walikan yaitu sebanyak 49 satuan lahan. Sampel tanah diambil
dengan cara purposive sampling. Teknik pengumpulan data dengan observasi,
dokumentasi. Teknik analisis data untuk mengetahui fungsi kawasan dengan
menggunakan skoring, dan untuk menentukan arahan konservasi dilakukan
dengan pencocokan (matching). Analisis peta menggunakan aplikasi Sistem
Informasi Geografi (SIG).
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1) Luas dan persebaran
penggunaan lahan DAS Walikan terdiri dari permukiman 1.240,3 ha (22,15%),
sawah 1.835,54 ha (32,78%), kebun 344,64 ha (6,15%), hutan 661,02 ha
(11,80%), semak belukar 106,75 ha (1,91%), tegalan 1.411,44 ha (25,21%).
2)Fungsi kawasan lahan DAS Walikan terdiri dari fungsi kawasan lindung 388,58
ha (6,94%), fungsi kawasan penyanga 1.456,41 ha (6,94%), Fungsi kawasan
budidaya tanaman semusim dan permukiman 2.426,98 ha (43,44%), fungsi
kawasan budidaya tanaman tahunan 1.327,67 ha (23,71%). 3) Kesesuaian fungsi
kawasan kawasan dengan penggunaan lahan. Kawasan yang tidak sesuai dengan
fungsinya terdiri dari kawasan lindung 16,70 ha (1,15%), kawasan penyangga
1.054,11 ha (72,38%), kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman
185,24 ha (12,71%), kawasan budidaya tanaman tahunan luasnya 190,44 ha
(13,76%). 4) Arahan konservasi yang sesuai untuk kawasan lindung diarahkan
pada reboisasi dan pada konservasi mekanik berupa sumbat jurang serta dam
pengendali. Kawasan penyangga sebagian diarahkan pada wanatani sedangkan
mekaniknya sebagian besar teras bangku dan saluran pembuangan air. Kawasan
budidaya tanaman semusim dan permukiman diarahkan pada rotasi tanaman da
mekaniknya teras bangku, irigasi, dam pengendali. Kawasan budidaya tanaman
tahunan diarahkan pada kebun dan mekaniknya diarahkan pada teras bangku dan
saluran pembuangan air.
6
ABSTRACT
Miftahul
Hidayat.
EVALUATION
OF
THE
LAND
SUITABILITY FUNCTION AND WALIKAN WATERSHED LAND
CONSERVATION KARANGANYAR AND WONOGIRI REGENCY 2012.
Thesis. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas
Maret University, April 2012.
This study is aimed to: (1) Knowing the wide and spray of land using at
Walikan Watershed 2012. (2) Knowing the region function of Walikan Watershed
land 2012. (3) Knowing the suitable of land between region function and land
using at Walikan Watershed 2012. (4) Knowing the directive of suitable
conservation to Walikan Watershed 2012.
This study use descriptive spatial method, to know land suitable function
analysis and land conservation directive. Analysis engineering is used overlay
from Using Land Map, Geology Map, Land Map, Slope Map, until Tentative
Land Unit Map is made. Research population is all of Unit Map item in Walikan
Watershed consist of 49 land unit. Land samplings are taken by purposive
sampling way. Data acumulative technique are used with observation and
documentation. Data analysis engineering to know region function are used
scoring and to determinate conservation directive are used matching method. Map
Analysis is used by GIS (Geographic Information System).
The conclusion depend of this research are: 1) The wide and spray of land
using Walikan Watershed consist of settlement‟s 1.240,3 ha (22,15%), rice field‟s
1.835,54 ha (32,78%), estate‟s 344,64 ha (6,15%), forest‟s 661,02 ha (11,80%),
under brush‟s 106,75 ha (1,91%), dry land cultivation‟s 1.411,44 ha (25,21%). 2)
Region function land Walikan Watershed consist of protect region function‟s
388,58 ha (6,94%), buffer region function‟s 1.456,41 ha (6,94%), plants
cultivation season and settlements region function‟s 2.426,98 ha (43,44%), yearly
plants cultivation region function‟s 1.327,67 ha (23,71%). 3) Suitable region
function by land using . Nonsuitable region function consist of protect region‟s
16,70 ha (1,15%), buffer region‟s 1.054,11 ha (72,38%), plants cultivation season
and settlements region function‟s 185,24 ha (12,71%), yearly plants cultivation
region function‟s 190,44 ha (13,76%), 4) Suitable conservation directive to protect
region is directed to reboization and mechanic conservation ravine plug and
DAM‟s control. Side buffer region is directed to wanatani while most of desk
terrace mechanic and outlet water flow. Plants cultivation season and settlements
region function is directed to plant rotation and desk terrace mechanic, irrigation,
DAM‟s control. Yearly plants cultivation region function is directed to estate and
desk terrace mechanic and outlet water flow.
7
MOTTO
“sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah pasti akan datang, maka janganlah
kalian minta disegerakan” (QS. An Nahl :1)
Sucsess is my right
Dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan
8
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Bapak dan Ibu atas kasih sayang, limpahan do‟a, dan motivasi
Kakak dan adikku
Sahabat Geografi „08
Almamater
Penghuni kos (cyber cafe)
Orang yang selalu jadi inspirasiku
9
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan mendapat gelar Sarjana
Pendidikan. Selama pembuatan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih kepada :
1.
Bapak Prof.Dr.H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah
memberikan izin penulisan skripsi ini.
2.
Bapak Drs. Syaiful Bakhri, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial yang telah memberikan persetujuan skripsi.
3.
Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si., Ketua Program Pendidikan
Geografi yang telah memberikan izin penulisan skripsi.
4.
Bapak Setya Nugraha, S.Si, M.Si., Pembimbing I yang sabar memberikan
bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan lancar.
5.
Bapak Dr. Sarwono, M.Pd., Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
6.
Ibu Rita Noviani S.Si, M.Sc., Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan dan motivasi selama menjadi mahasiswa di Program
Studi Pendidikan Geografi FKIP UNS.
7.
Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Geografi yang secara tulus
memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis.
8.
Kedua orang tuaku dan kakak-adikku yang telah memberikan motivasi
moril maupun spiritual dalam penulisan skripsi ini.
9.
Teman-teman seperjuangan (Lilis, Ana, Khoimah, Probo, Yosef dan
Desta) atas semua bantuan, kerja sama dan motivasi selama penyusunan
skripsi ini.
10.
Sahabat Geo‟08 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dan memberi warna selama menjadi mahasiswa dan dalam
penyusunan skripsi ini.
10
11.
Anak Cyber cafe yang menemani hari-hari penulis dalam menyusun
skripsi ini.
12.
Puat para penghuni gang depan Lek mendo, Mas Senthot, Lek Kamret dan
topiq makasih atas bantuannya.
13.
Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca.
Surakarta, Agustus 2012
Penulis
11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keinginan dan tindakan manusia dalam melindungi lingkungannya yang
berharga barangkali telah dilakukan semenjak ribuan tahun yang silam. Tetapi
banyak sekali kesalahan – kesalahan yang dilakukan sehingga, pemanfaatan lahan
oleh manusia sekarang ini cenderung mengabaikan dampaknya, terutama dampak
menurunnya kualitas lingkungan hidup yang pada akhirnya akan mengakibatkan
menurunnya kualitas daya dukung lahan.
Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting
dalam kegiatan pembangunan. Kegiatan pembangunan yang terus berlangsung
serta diiringi dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat, menyebabkan
kebutuhan akan lahan untuk meletakkan kegiatan pembangunan semakin besar,
sehingga menimbulkan tekanan terhadap ketersediaan lahan sesuai dengan
fungsinya. Dari permasalahan - permasalahan diatas pemanfaatan lahan perlu
diarahkan
menurut
fungsinya
untuk
menghindari
dampak
negatif dari
pembangunan yang terus berjalan sehingga kerusakan lahan dapat dihindari.
Sehingga perlu dilakukan adanya arahan fungsi kawasan.
Pengelolaan DAS adalah upaya manusia di dalam mengendalikan
hubungan timbal balik di antara sumberdaya alam yang dapat diperbaharui berupa
hutan (vegetasi), tanah dan air dengan manusia dan segala aktivitasnya, dengan
tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem (lingkungan hidup) serta
meningkatkan manfaat sumberdaya alam bagi kehidupan manusia. (Departemen
Kehutanan (2009: 237)), sehingga pengelolaan DAS perlu dilakukan agar
keseimbangan ekosistem yang ada didalamnya tidak terganggu.
Wilayah DAS dengan berpedoman pada ekosistemnya dapat dibagi
menjadi (1) sub sistem DAS bagian hulu (upland watershed), (2) sub sistem DAS
bagian tengah (midland watershed), dan (3) sub sistem DAS bagian hilir atau
pantai (lowland watershed). Masing-masing sub sistem DAS mempunyai
karakteristik yang khas dan sumberdaya alam baik itu berupa tanah, air, dan
12
vegetasi yang berbeda - beda, dari perbedaan – perbedaan karakteristik tersebut
akan mempunyai daya dukung dan daya tampung lingkungan yang berbeda – beda
pada setiap karakteristik, sehingga pengelolaan lingkungan harus disesuaikan
dengan kondisi yang ada dan diikuti dengan tindakan yang sesuai serta
pengambilan kebijakan yang mengikuti ciri khas dan potensi sumberdaya alam
yang ada pada DAS tersebut.
Setiap ekosistem yang ada pada DAS mempunyai fungsi masing –
masing baik itu daerah hulu, tengah, dan hilir dari DAS tersebut. Ekosistem DAS
bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS.
Perubahan kawasan lindung menjadi kawasan budidaya di daerah hulu yang
dilakukan oleh para orang – orang yang tinggal disekitar DAS serta kurang
pahamnya tentang fungsi DAS yang ada dibagian hulu serta meningkatnya
permintaan akan lahan akibat dari cepatnya pertumbuhan penduduk, sehingga
persediaan lahan yang sesuai untuk kawasan lindung semakin menyempit.
Maraknya penebangan pohon secara liar di kawasan hutan lindung
sehingga fungsi dan peran hutan sudah tidak sesuai sehingga dapat menyebabkan
bencana seperti yang terjadi di Indonesia saat ini, sehingga itu perlu kesadaran
dari masyarakat itu sendiri. Disamping kegiatan yang tidak sesuai dikawasan
lindung maka pada lahan hutan untuk usaha budidaya tanaman semusim seperti
wortel, bawang, sawi dan tanaman sayuran lainnya maka kerusakan juga
bertambah semakin parah. Kegiatan itu tidak dapat dibenarkan karena melakukan
penggunaan lahan secara intensif pada kawasan lindung dan kawasan budidaya
tanaman semusim. Dari itu semua juga masih diperparah dengan kurang sesuainya
penggunaan kawasan budidaya dari fungsi yang telah ditentukan.
Lahan dalam pemanfaatannya memerlukan pengelolaan yang tepat, oleh
karena itu pemerintah dan instansi terkait melakukan suatu usaha yang sering
disebut dengan pengawetan tanah, tindakan yang berkaitan dengan usaha
pengawetan tanah disebut dengan konservasi lahan (Depertamen Kehutanan,
2009: 247). Dikuatkan dalam surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 52 /
Kpts-II/2001 tanggal 23 Februari 2001, tentang pedoman pengelolaan DAS.
Pedoman tersebut memuat perlu dilakukannya suatu tindakan identifikasi lahan
13
disertai dengan tindakan konservasi terhadap lahan yang mengalami penurunan
kualitas fisik. Konservasi lahan dilakukan dengan menganalisis satuan lahan yang
terdiri dari peta geologi, peta tanah, kemiringan lereng dan penggunaan lahan.
Untuk memperoleh data dan informasi yang dapat memberikan gambaran
menyeluruh mengenai perkembangan dan degradasi DAS perlu mengintegrasi
keempat komponen tersebut secara komprehensif sehingga dapat memberikan
informasi yang utuh untuk perbaikan perencanaan dan implementasi pengelolaan
DAS.
Konservasi tanah merupakan bentuk kegiatan evaluasi yang dilakukan
secara menyeluruh terhadap komponen-komponen penyusun DAS, baik buruknya
kualitas lahan akan berpengaruh pada tingkat pengelolaan Daerah Aliran Sungai
yang berimbas pada kesejahteraan hidup manusia. Tindakan konservasi yang
dilakukan adalah pemanfaatan lahan yang disesuiakan dengan fungsinya yaitu
menggunakan lahan sesuai dengan kemampuan. Alternative tindakan konservasi
lebih ditekankan pada usaha tani dan hutan rakyat (agroforestry).
Kondisi tersebut saat ini sedang terjadi di DAS Walikan yang terletak di
lereng barat Gunung Lawu yang termasuk wilayah Kabupaten Karanganyar dan
Kabupaten Wonogiri. Kondisi penggunaan lahan di DAS Walikan pada saat ini
sudah tidak sesuai lagi dengan fungsinya. Sebagai contoh penggunaan lahan di
hulu DAS yang seharusnya menjadi fungsi lindung beralih menjadi budidaya.
Apabila tidak segera diatasi, maka dikhawatirkan akan berdampak pada
terganggunya ekosistem DAS serta timbulnya berbagai permasalahan seperti
bertambahnya lahan kritis, meningkatnya bahaya erosi dan longsor lahan.
Langkah awal dalam melaksanakan konservasi lahan di DAS Walikan yaitu
dengan melakukan evaluasi kesesuaian fungsi kawasan dengan penggunaan lahan
yang saat ini dilakukan oleh masyarkat dan pemerintah.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “ Evaluasi Kesesuaian Fungsi Kawasan dan
Konservasi Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten
Wonogiri Tahun 2012”.
14
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan bahwa, untuk
mendukung pelaksanaan pengelolaan DAS Walikan secara terpadu perlu adanya
suatu evaluasi untuk penentuan fungsi kawasan lahan, kemudian dilakukan
evaluasi apakah sudah sesuai dengan fungsi kawasan lahan, apabila ditemukan
ketidaksesuaian maka selanjutnya ditentukan arahan konservasi lahan.
Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas maka permasalahan yang
timbul adalah:
1. Bagaimana luas dan persebaran penggunaan lahan yang terdapat di DAS
Walikan Tahun 2012 ?
2. Bagaimana fungsi kawasan lahan yang terdapat di DAS Walikan Tahun
2012 ?
3. Bagaimana kesesuaian antara fungsi kawasan dengan penggunaan lahan di
DAS Walikan Tahun 2012 ?
4. Bagaimana arahan konsrvasi lahan yang sesuai dengan kondisi lahan DAS
Walikan Tahun 2012 ?
C. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian adalah:
1. Mengetahui luas dan persebaran penggunaan lahan yang terdapat di DAS
Walikan.
2. Mengetahui fungsi kawasan lahan di DAS Walikan.
3. Mengetahui kesesuaian antara fungsi kawasan lahan dengan penggunaan
lahan yang terdapat di DAS Walikan.
4.
Mengetahui arahan konservasi yang sesuai untuk DAS Walikan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
tentang kajian ilmu geografi fisik, khususnya kesesuaian fungsi kawasan.
b. Untuk menambah dan mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan serta
mendukung teori-teori yang ada. Penelitian ini nantinya dapat digunakan
15
sebagai dasar penelitian selanjutnya dan sebagai bentuk pertanggung jawaban
ilmiah dari disiplin ilmu geografi.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan pertimbangan pemerintah untuk menetapkan kebijakan dalam
menetapkan arahan penggunaan lahan yang sesuai dengan fungsi kawasan
daerah penelitian.
b. Memberikan masukan kepada masyarakat di DAS Walikan mengenai
penggunaan lahan dan tindakan konservasi yang tepat digunakan sesuai
dengan fungsi kawasannya.
c. Sebagai sumber belajar mata pelajaran Geografi Sma kelas XI khususnya
dalam materi persebaran penggunaan lahan.
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
a. Fungsi Kawasan
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang menyebutkan bahwa : “kawasan adalah wilayah yang memliki
fungsi utama lindung atau budidaya”.
(Comparing Scoring Method And Modified Usda Method To Determine
Land Use Function In Spatial Planning) Land use function is basic information in
spatial planning process. Land use function describes the area division based on
its capability. Usually, land use function can be divided into three categories
which are protected area, buffer area, and cultivated area. Recently, land use
function in spatial plan document is generated by applying scoring method.
However, land use function can be also obtained from land capability assessment
published by USDA (United States Department of Agriculture S. Eka Wati1, J.
Sartohadi2, D.G. Rossiter3).
Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT), Departemen
Kehutanan (1986) membagi lahan berdasarkan karakteristik fisik DAS yang
terdiri dari kemiringan lereng, jenis tanah dan curah hujan harian rata – rata.
Berdasarkan karakteristik tersebut maka ditentukan fugsi kawasannya dengan cara
skoring. (Nugraha, dkk 2006: 10). Dengan demikian maka fungsi kawasan ada 3
macam yaitu : Kawasan Fungsi Lindung, Kawasan fungsi penyangga, Kawasan
fungsi budidaya. Dalam kawasan fungsi budidaya dibagi menjadi 2 yaitu :
Kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan kawasan fungsi budidaya
tanaman tahunan.
Kawasan fungsi lindung adalah suatu wilayah yang keadaan sumberdaya
alam air, flora dan fauna seperti hutan lindung, hutan suaka, hutan wisata, daerah
sekitar sumber mata air, alur sungai, dan kawasan lindung lainnya sebagimana
diatur dalam Kepres 32 Tahun 1990.
17
Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi lindung, apabila
besarnya skor kemampuan lahannya ≥175, atau memenuhi salah satu/beberapa
syarat berikut : (1) Mempunyai kemiringan lahan lebih dari 40 %, (2) Jenis
tanahnya sangat peka terhadap erosi (regosol, litosol, organosol, dan renzina)
dengan kemiringan lapangan lebih dari 15 %, (3) Merupakan jalur pengaman
aliran air/sungai yaitu sekurang-kurangnya 100 meter di kiri-kanan sungai besar
dan 50 meter kiri-kanan anak sungai, (4) Merupakan perlindungan mata air, yaitu
sekurang-kurangnya radius 200 meter di sekeliling mata air, (5) Merupakan
perlindungan danau/waduk, yaitu 50-100 meter sekeliling danau/waduk, (6)
Mempunyai ketinggian 2.000 meter atau lebih di atasa permukaan laut, (7)
Merupakan kawasan Taman Nasional yang lokasinya telah ditetapkan oleh
pemerintah, (8) Guna keperluan/kepentingan khusus dan ditetapkan sebagai
kawasan lindung.
Dalam menetapkan kawasan lindung selain ditetapkan berdasarkan
karakteristik lahannya, dapat juga ditetapkan berdasarkan nilai kepentingan
obyek, dimana setiap orang dilarang melakukan penebangan hutan dan
mengganggu serta merubah fungsinya sampai pada radius atau jarak yang telah
ditentukan. Kawasan lindung yang ditetapkan berdasarkan keadaan tersebut diatas
disebut sebagai kawasan lindung setempat. Kawasan lindung setempat yang
dimaksud adalah : (1) Sempadan Sungai, (2) Kawasan sekitar mataair, (3)
Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Sempadan Sungai yaitu kawasan sepanjang kanan kiri sungai termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting
untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Berdasarkan Keputusan
Presiden No. 32 Tahun 1990 ditetapkan bahwa sempadan sungai sekurangkurangnya 100 meter di kanan kiri sungai besar dan 50 meter di kanan kiri anak
sungai yang berada di luar permukiman. Untuk sungai di kawasan permukiman
berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi
antara 10-15 meter.
Kawasan sekitar mataair yaitu kawasan disekeliling mataair yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi utama air.
18
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/Um/1980 ditetapkan
bahwa pelindung mataair ditetapkan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200
meter di sekeliling mataair.
Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan yaitu tempat serta ruang di
sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan
bentukan geologi tertentu yang mempunyai nilai tinggi untuk pengembangan ilmu
pengetahuan. (Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990). Tujuan perlindungan
kawasan ini adalah untuk melindungi budaya kekayaan budaya bangsa berupa
peninggalan sejarah, bangunan arkeologi dan
monumen nasional dan
keanekaragaman bentukan geologi yang berguma untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam
maupun manusia.
Kawasan fungsi penyangga adalah suatu wilayah yang dapat berfungsi
lindung dan berfungsi budidaya, letaknya diantara kawasan fungsi lindung dan
kawasan fungsi budidaya seperti hutan produksi terbatas, perkebunan (tanaman
keras), kebun campur dan lainnya yang sejenis.
Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi penyangga apabila
besarnya nilai skor kemampuan lahannya sebesar 125 -174 dan atau memenuhi
kriteria umum sebagai berikut : (1) Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan
untuk dilakukan budidaya secara ekonomis, (2) Lokasinya secara ekonomis
mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga, (3) Tidak merugikan dilihat
dari segi ekologi/lingkungan hidup bila dikembangkan sebagai kawasan
penyangga.
Kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan adalah kawasan budidaya yang
diusahakan dengan tanaman tahunan seperti Hutan Produksi Tetap, Hutan
Tanaman Industri, Hutan Rakyat, Perkebunan (tanaman keras), dan tanaman buah
- buahan. Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan dengan fungsi budidaya
tanaman tahunan apabila besarnya nilai skor kemampuan lahannya ≤ 124 serta
mempunyai tingkat kemiringan lahan 15 - 40% dan memenuhi kriteria umum
seperti pada kawasan fungsi penyangga.
19
Kawasan fungsi budidaya tanaman semusim adalah kawasan yang
mempunyai fungsi budidaya dan diusahakan dengan tanaman semusim terutama
tanaman pangan atau untuk pemukiman. Untuk memelihara kelestarian kawasan
fungsi
budidaya
tanaman
semusim,
pemilihan
jenis
komoditi
harus
mempertimbangkan keseuaian fisik terhadap komoditi yang akan dikembangkan.
Untuk kawasan pemukiman, selain memiliki nilai kemampuan lahan maksimal
124 dan memenuhi kriteria tersebut diatas, secara mikro lahannya mempunyai
kemiringan tidak lebih dari 8%.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi
kawasan merupakan peningkatan lahan berdasarkan karakteristik fisiknya berupa
lereng, jenis tanah dan curah hujan harian rata – rata menjadi kawasan lindung,
penyangga, budidaya tanaman semusim dan budidaya tanaman tahunan dimana
setiap kawasan mempunyai fungsi utama yang spesifik.
Untuk menentukan fungsi kawasan menggunakan parameter sebagai berikut :
Tabel 1. Kemiringan Lereng
Kelas
Kemiringan (%)
Klasifikasi
Nilai /Skor
I
0-8
Datar
20
II
8-15
Landai
40
III
15-25
Agak Curam
60
IV
25-40
Curam
80
V
>40
Sangat Curam
100
Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 683/Kpts/Um/1981
Tabel diatas merupakan tabel kemiringan lereng yang digunakan untuk
klasifikasi fungsi kawasan dengan menggunakan nilai/skor berdasarkan Surat
Keputusan
Menteri
683/Kpts/Um/1981
Pertanian
No.837/kpts/Um/11/1980
dan
No
:
20
Tabel 2. Intensitas Curah Hujan
Kelas
Intensitas Curah Hujan
I
< 13,6
II
Klasifikasi
Nilai/ Skor
Sangat Rendah
10
13,6-20,7
Rendah
20
III
20,7-27,7
Sedang
30
IV
27,7-34,8
Tinggi
40
V
> 34,8
Sangat Tinggi
50
Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 683/Kpts/Um/1981
Tabel diatas merupakan tabel Intensitas Curah Hujan yang digunakan
untuk klasifikasi fungsi kawasan dengan menggunakan nilai/skor berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No :
683/Kpts/Um/1981
Tabel 3. Parameter Jenis Tanah
Kelas
Jenis tanah
Klasifikasi
I
Aluvial, Planosol, Hidromorf kelabu
15
II
Latosol
30
III
Tanah Mediteran
45
IV
Andosol, laterik, Grumusol, Podzol, podzoloik
60
V
Litosol, regosol
75
Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 683/Kpts/Um/1981
Tabel diatas merupakan tabel Parameter Jenis Tanah yang digunakan
untuk klasifikasi fungsi kawasan dengan menggunakan nilai/skor berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No :
683/Kpts/Um/1981
b. Kesesuaian Fungsi Kawasan
Kesesuaian fungsi kawasan menggunakan Klasifikasi penggunaan lahan.
Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Penggunaan lahan ada 6 macam
yaitu : (1) Permukiman, (2) Perkebunan/kebun, (3) Sawah, (4) Semak belukar, (5)
Sungai, (6) Tegalan/ladang.
21
- Permukiman yaitu lahan yang digunakan untuk bangunan tempat tinggal dan
pekarangan (termasuk tanaman) dan sarana umum seperti kantor, sekolah, gedung
ibadah, lapangan, olahraga, pasar.
- Perkebunan/kebun adalah lahan yang ditanami petani dengan berbagai macam
tanaman tahun, dan atau buah-buahan.
- Sawah adalah lahan budidaya pertanian yang biasanya ditanami padi, yang
mendapat air pengairan teknis maupun non teknis. Lahan berpengairan teknis
biasanya ditanami padi secara terus menerus satu dua atau tiga kali setahun,
sedangkan yang tidak berpengairan teknis hanya satu kali dalam setahun dan pada
musim kering.
- Semak belukar adalah lahan yang ditumbuhi vegetasi alami seperti alang-alang
dan pakis yang bercampur dengan vegetasi yang lebih besar seperti kayu dan
sirih-sirihan.
- Sungai adalah lahan yang berair yang membentuk saluran yang airnya mengalir
sepanjang tahun dan atau hanya mengalir pada saat musim penghujan saja.
- Tegalan/lading adalah lahan usaha tani yang ditanami tanaman pangan atau
sayuran.
Penetapan kesesuaian fungsi kawasan diperoleh dari data kemiringan
lereng, data jenis tanah, serta data intensitas curah hujan rata-rata. Dari data
tersebut didapat fungsi kawasannya dengan menggunakan metode skoring.
Setelah
didapat
fungsi
kawasannya
kemudian
diinterpretasikan
dengan
penggunaan lahan sehingga kesesuaian fungsi kawasannya dapat ditentukan.
Diagram Alir Penetapan Kesesuaian Fungsi Kawasan dapat dilihat pada gambar 1.
22
Data kemiringan lereng
Data jenis tanah
Fungsi Kawasan
 Kawasan Lindung
 Kawasan Penyangga
 Kawasan Budidaya
Data intensitas curah hujan rata-rata
 Interptretasi Peta RBI, dan
Citra Ikonos (Google Earth )
 Observasi Lapangan
Penggunaan Lahan
Kesesuaian fungsi kawasan
Gambar 1. Diagram Alir Penetapan Kesesuaian Fungsi Kawasan
1. Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentangalam (landscape) yang mencakup
pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi bahkan
keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan
berpengaruh terhadap penggunaan lahan. (FAO dalam Djaenudin, dkk 1993: 3).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa lahan memiliki sifat atau karakteristik yang
spesifik. Sifat-sifat lahan (land characteristics) adalah atribut atau keadaan unsurunsur lahan yang dapat diukur atau diperkirakan, seperti tekstur tanah, struktur
tanah, kedalaman tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase
tanah, jenis vegetasi dan sebagainya.
Menurut Peraturan Menteri pertanian No.41 tahun 2009, lahan adalah
bagian daratan dan permukaan bumi sebagai suatu Iingkungan fisik yang meliputi
tanah beserta segenap faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti
iklim, relief, aspek geologi dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun
akibat pengaruh manusia. FAO dalam Arsyad (1989:207) menyebutkan bahwa
lahan merupakan lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan
vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
perubahan penggunaan lahan. Termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia
23
di masa lalu dan sekarang seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi, dan
juga hasil merugikan seperti tanah yang tersalinasi. Dengan demikian, maka lahan
mengandung pengertian tempat atau ruang.
Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi
oleh berbagai aktivitas manusia, baik di masa lalu maupun pada masa sekarang.
Sebagai contoh, aktivitas dalam penggunaan lahan pertanian, reklamasi lahan
rawa dan pasang surut, atau tindakan konservasi tanah (Munir, 2003). Lahan
mempunyai sifat dan karakteristik yang spesifik. Sifat-sifat lahan (Land
Characteristics) adalah atribut atau keadaan unsur-unsur lahan yang dapat diukur
atau diperkirakan, seperti tekstur tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan,
temperature, drainase tanah, jenis vegetasi, dan sebagainya (Arsyad, 1989:208).
Sifat-sifat lahan ini akan berpengaruh terhadap perilaku lahan seperti ketersediaan
air, peredaran udara, perkembangan akar, kepekaan erosi, ketersediaan unsur hara.
Perilaku lahan ini disebut dengan kualitas lahan. Lahan yang berkualitas dicirikan
oleh kemampuan lahan di dalam menghasilkan produk pertanian dan dapat
mempertahankan lingkungan dari kerusakan (Sabihan, 2008).
Menurut Arsyad (1989:207), Penggunaan lahan merupakan bentuk
(intervensi) campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat
dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan
bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan dalam garis besar ke
dalam macam penggunaan lahan berdasarkan penyediaan air dan komoditi yang
diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut.
Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan
kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi, pertambangan, dan sebagainya
(Dit.Land Use, 1967 dalam Arsyad 1989:207).
Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk (intervensi)
campurtangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya baik materiil maupun spirituil, (Arsyad, 1989: 207).
(Land Conservation) We value the quality of life we have in Kentucky. To
maintain this quality at its present level, and possibly even improve it,
24
conservation of the state’s greatest resources, its natural areas and farmland, is
necessary. By contrast, if actions to conserve these resources are not taken,
sprawl is inevitable. “Devoting vast acres to new urban sprawl should be an event
worth mourning, even if some good has come from it, for the loss is great. It
should be a source of embarrassment, a reason for finger-pointing and namecalling” (Freyfogle, 1993, p. 164). Natural areas and farmland are both
economic and aesthetic resources to be valued and protected.
2.Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan
ditampung oleh punggung-punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui
sungai-sungai kecil ke sungai utama. (Asdak, 1995: 4). Departemen Kehutanan
(1997: 235) menyebutkan bahwa “Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah
daratan yang menerima menampung, dan menyimpan air hujan untuk kemudian
mengalirkannya ke laut/danau melalui satu sungai utama”. Dari definisi ini dapat
diketahui bahwa suatu DAS akan dipisahkan dari wilayah DAS yang lain
disekitarnya oleh batas alam berupa punggung bukit dan gunung.
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah “Suatu kawasan ekosistem yang
dibatasi oleh topografi pemisah air (punggung-punggung bukit) dan berfungsi
sebagai penampung, penyimpan dan penyalur air dalam sistem sungai dan keluar
melalui satu outlet tunggal”. Dari definisi DAS di atas, dapat diketahui bahwa
DAS merupakan suatu kawasan ekositem. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi
yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berintegrasi sehingga
membentuk suatu kesatuan (Asdak, 1995: 11).
Dengan berpedoman pada ekosistemnya, maka Daerah Aliran Sungai
dibagi menjadi tiga bagian yaitu : hulu, tengah dan hilir. Ekosistem di bagian hulu
merupakan daerah tangkapan air utama dan pengatur aliran air, ekosistem bagian
tengah merupakan daerah distributor dan pengatur air, sedangkan bagian hilir
merupakan pemakai air.
25
Asdak (1995: 11-12) memberikan deskripsi tentang bagian-bagian
ekosistem DAS sebagai berikut : Daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai
berikut : merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih
tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 15 %),
bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola
drainase. Sementara daerah hilir DAS dicirikan oleh hal hal sebagai berikut :
merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, kemiringan lereng
kecil sampai sangat kecil (kurang dari 8 %), pada beberapa tempat merupakan
daerah banjir (genangan), dan pengaturan pemakaian air ditentukan oleh
bangunan irigasi. Daerah aliran sungai bagian tengah merupakan daerah transisi
dari kedua keadaan DAS yang berbeda. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang paling penting karena mempunyai
fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Aktivitas perubahan tataguna
lahan dan tindakan pengolahan lahan yang mengabaikan kaidah konservasi di
daerah hulu DAS tidak hanya memberikan dampak di daerah hulu saja, melainkan
juga akan memberikan dampak di daerah tengah dan hilir yang dapat berupa
perubahan fluktuasi debit dan transpor sedimen serta material terlarut dalam
sistem aliran air lainnya.
3. Satuan Lahan
Satuan lahan adalah bagian dari lahan yang mempunyai karakteristik yang
spesifik. Semua bagian dari lahan yang menggambarkan karakteristik lahan yang
jelas dan nyata, tidak peduli bagaimana caranya dalam membuat batas-batasnya,
dapat dipandang sebagai satuan lahan untuk evaluasi lahan. Namun demikian
evaluasi lahan akan lebih mudah dilakukan apabila satuan lahan didefinisikan atas
kriteria karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi lahan. (FAO,
1990). Pembuatan peta satuan
lahan
dapat
menggunakan
pendekatan
geomorfologi, yaitu dengan memperhatikan: (a.) Lereng, (b) Bentuk Lahan, (c)
Tanah, (d) Penggunaan Lahan.
26
a. Lereng
Lereng atau kondisi topografi suatu wilayah merupakan hal yang penting
dalam pembuatan peta satuan lahan. Kemiringan lereng dapat dihitung dari peta
topografi. Besarnya indeks panjang dan kemiringan lereng dapat ditentukan
dengan cara menghitung kerapatan garis kontur per saatuan panjang.
b. Bentuk lahan
Informasi geomorfologis suatu daerah sangat penting untuk diketahui dan
dipahami terutama kaitannya dengan permasalahan lingkungan yang pernah,
sedang atau akan terjadi. Proses-proses geomorfologis yang mencakup proses
endogenik dan eksogenik yang terjadi pada kala umur manusia dapat dipahami
dan diinterpretasikan dari satuan-satuan bentuklahan yang menyusun suatu
daerah. Analisis morfometri, morfogenesis, morfokronologi dan morfoaransemen
merupakan kunci dalam memahami proses-proses geomorfologi suatu daerah.
Untuk itu, informasi geomorfologi ini sangat pening dalam penyusunan dan
pembuatan peta satuan lahan.
c. Tanah
Faktor iklim dan organisme yang merupakan proses geomorfologi pada
satuan bentuklahan tercermin pada proses pembentukan tanah. Proses geomorflogi
merupakan hasil interaksi yang kompleks antara iklim, organisme, batuan serta
relief.
Pemahaman
yang
komprehensif
mengenai
satuan
tanah
akan
menggambarkan persebaran lahan yang ada di suatu daerah.
d. Penggunaan lahan
Penggunaan lahan merepresentasikan campur tangan kegiatan manusia di
lahan yang dapat mendegradasi ataupun menggradasi suatu lahan. Untuk itu,
informasi mengenai penggunaan lahan merupakan faktor penting dalam
pembuatan satuan lahan.
c. Konservasi lahan
Konservasi lahan merupakan cara atau upaya yang dilakukan untuk
mecegah terjadinya kerusakan lahan akibat pemanfaatan lahan yang tidak sesuai
27
dengan fungsi kawasannya. Usaha – usaha konservasi tanah ditujukan untuk
mengendalikan kerusakan tanah dan erosi, memperbaiki tanah yang rusak,
memelihara serta meningkatkan produktifitas tanah agar dapat digunakan secara
lestari (Arsyad, 1995: 29).
Konservasi tanah tidak berarti penundaan penggunaan lahan atau
pelarangan penggunaan lahan tetapi menyesuaikan macam penggunaanya dengan
kemampuan lahan dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat – syarat yang
diperlukan agar tanah dapat berfungsi dengan baik.
Berdasarkan cara yang dipakai menurut (Arsyad, 1989:112), dikenal tiga
macam metode konservasi tanah yaitu : metode vegetatif, metode mekanik dan
metode kimia. Secara rinci ketiga metode konservasi tersebut dijabarkan sebagai
berikut
a. Metode Vegetatif
Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan
sisasisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh dan daya rusak
aliran permukaan dan erosi, metode vegetatif adalah sebagai berikut:
Penanaman dalam strip (strip cropping). Metode ini adalah suatu
sistem bercocok tanam dengan beberapa jenis tanaman yang ditanam
dalam strip yang berselang-seling dalam sebidang tanah dan disusun
memotong lereng atau menurut garis kontur. Dalam sistim ini semua
pengolahan tanah dan penanaman dilakukan menurut kontur dan
dikombinasikan dengan pergiliran tanaman dan penggunaan sisa-sisa
tanaman. Cara ini pada umumnya dilakukan pada kemiringan laereng 6
sampai 15 %. Terdapat tiga tipe penanaman dalam strip, yaitu:

penanaman dalam strip menurut kontur, berupa susunan strip-strip
yang tepat menurut garis kontur dengan urutan pergiliran tanaman
yang tepat,

penanaman dalam strip lapangan, berupa stip-strip tanaman yang
lebarnya seragam dan disusun melintang arah lereng,
28

penanaman dalam strip berpenyangga berupa stripstrip rumput atau
leguminosa yang dibuat diantara strip-strip tanaman pokok menurut
kontur.
Pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan tumbuhan. Pemanfaatan sisa-
sisa tanaman dalam konservasi tanah berupa mulsa, yaitu daun atau batang
tumbuhan disebarkan di atas tanah dan dengan pupuk hijau yang
dibenamkan di dalam tanah dengan terlebih dahulu diproses menjadi
kompos. Cara ini mengurangi erosi karena meredam energi hujan yang
jatuh sehingga tidak merusak struktrur tanah, mengurangi kecepatan dan
jumlah aliran permukaan, selain itu cara ini akan meningkatkan kegiatan
biologi tanah dan dalam proses perombakannya akan terbentuk
senyawasenyawa organik yang penting dalam pembentukan tanah.
Pergiliran tanaman. Pergiliran tanaman adalah sistem bercocok
tanam secara bergilir dalam urutan waktu tertentu pada suatu bidang lahan.
Pada lahan yang miring pergiliran yang efektif berfungsi untuk mencegah
erosi. Pergiliran tanaman memberikan keuntungan memberantas hama dan
gulma juga mempertahankan sifat fisik dan kesuburan selain mampu
mencegah erosi.
Tanaman penutup tanah. Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan
yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan
oleh erosi dan atau memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Tanaman
penutup tanah dapat ditanam tersendiri atau bersama-sama dengan
tanaman pokok.
Sistem pertanian hutan. Sistem pertanian hutan adalah suatu sistim
usaha tani atau penggunaan tanah yang mengintegrasikan tanaman pohonpohonan dengan tanaman rendah. Berbagai sistem pertanian hutan ini
antara lain:
a) Kebun pekarangan
Kebun pekarangan berupa kebun campuran yang terdiri dari campuran
yang tidak teratur antara tanaman tahunan yang menghasilkan buahbuahan, sayuran dan tanaman merambat, sayuran dan herba yang
29
menghasilkan dan menyediakan karbohidrat, protein, vitamin dan
mineral serta obat-obatan sepanjang tahun.
b) Talun kebun
Talun kebun adalah suatu sistim pertanian hutan tradisional dimana
sebidang tanah ditanami dengan berbagai macam tanaman yang diatur
secara spasial dan urutan temporal. Fungsi talun kebun adalah: a)
produksi subsistem karbohidrat, protein, vitamin dan mineral, b)
produksi komersial komoditi seperti bambu, kayu, ketimun, ubi kayu,
tembakau dan bawang merah, c) sumber genetik dan konservasi tanah
dan d) kebutuhan social seperti penyediaan kayu bakar bagi penduduk
desa.
c) Tumpang sari
Tumpang sari adalah sistim perladangan dengan reboisasi terencana.
Pada sistim ini petani menanam tanaman semusim seperti padi, jagung
ubi kayu dan sebagainya selama 2 sampai 3 tahun setelah tanaman
pohon-pohonan hutan dan membersihkan gulma. Setelah tiga tahun
mereka dipindah ke tempat baru.
Tabel 4. Konservasi Tanah Metode Vegetatif
Sim
bol
V1
V2
V3
Soil Conservation measures
Teknis Konservasi Tanah
pasture or grassland
penanaman rumput
multiple crooping, including
pertanaman campuran termasuk
crop rotation, relay crooping
pergiliran tanaman, tumpang gilir,
mixed crooping and
pertanaman campuran, tumpang
intercrooping
sari
contour crooping, strip
penanaman menurut kontur
crooping, alley crooping
penanaman menurut strip
Lereng
solum
(%)
(cm)
semua
> 15
< 60
> 15
< 60
> 15
< 60
> 15
pertanaman lorong
V4
reduced tillage, including
pengolahan tanah minimum tanpa
minimum tillage and no till
olah tanah
30
(zero tillage)
V5
grass strip/barrier
strip rumput
< 60
> 15
V6
cover crooping
penanaman penutup tanah
< 60
> 15
organic matter management,
manjemen bahan organik
including use of mulch and
termasuk mulsa, pencampuran
intercorporation of compost,
kompos, pupuk kandang, pupuk
< 60
> 15
animal manure, green manure
hijau dan sisa tanaman
< 60
> 15
> 80
> 15
< 60
> 15
< 60
> 15
< 80
> 15
semua
> 15
semua
> 15
semua
> 15
< 80
> 15
semua
> 15
V7
and croop residues
V8
V9
V10
hedge row, live fence
tanaman pagar, pagar hidup
protection forest, including
hutan lindung, hutan
recreational forest, forest park
kemasyarakatan, suaka alam dan
and forest research
hutan wisata
production forest including
hutan produksi termasuk hutan
limited production forest and
produksi terbatas dan hutan rakyat
community forest
V11
V12
V13
V14
V15
V16
permanent vegetation crops
vegatasi permanen termasuk
including industrial and estate
tanaman industri, perkebunan,
crop, orchards
kebun
agroforestry including mixed
agroforestri termasuk kebun
gardens and home garden
campuran,kebun rumah
replanting or clea felled forest
regeneration of clear felled
suksesi alami
forest
protection of rivers and
perlindungan sungai dan mata air
springs
Silvopasture
Silvopasture
planting of trees, shurbs and
V17
grasses primaliry for soil
conservation purposes
Sumber : Permen. No. P.32/Menhut-II/2009
31
b. Metode Teknik
Metode teknik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan
terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan
dan erosi dan meningkatkan kemampuan pengguaan tanah. Termasuk dalam
metode mekanik adalah : (1) Pengolahan tanah, (2) Pengolahan tanah menurut
kontur.
Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah
yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi
pertumbuhan tanaman.
Pengolahan tanah menurut kontur dilakukan dengan pembajakan
membentuk jalur-jalur yang menurut kontur atau memotong lereng,
sehingga membentuk jalur-jalur tumpukan tanah dan alur yang menurut
kontur atau melintang lereng. Pengolahan tanah menurut kontur akan lebih
efektif jika diikuti dengan penanaman menurut garis kontur. Pengolahan
tanah menurut kontur antara lain berbentuk:
a) Guludan
Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut
garis kontur atau memotong arah garis lereng. Jarak guludan dibuat
tergantung pada kecuraman lereng. Sistim ini biasa diterapkan pada
tanah yang kepekaan erosinya rendah dengan kemiringan sampai 6%.
b) Gulu dan bersaluran
Guludan bersaluran dibuat memanjang menurt arah garis kontur atau
memortong lereng di sebelah atas guludan dibuat saluran yang
memanjang mengikuti guludan. Pada metode ini guludan diperkuat
dengan tanaman rumput, perdu atau pohon-pohonan yang tidak tinggi.
Guludan bersaluran dapat dibuat pada tanah dengan lereng sampai
12%.
c) Parit pengelak
Parit bergelak adalah semacam parit yang memotong arah lereng
dengan kemiringna yang kecil sehingga kecepatan alir tidak lebih dari
0,5 m/detik. Cara ini biasa dibuat pada tanah yang berlereng panjang
32
dan seragam yang permeabilitasnya rendah. Fungsi parit ini untuk
menampung dan menyalurkan aliran permukaan dari bagian atas
lereng dengan kecepatan rendah ke saluran pembuangan yang ditanami
rumput.
d) Teras
Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga
mengurangi
kecepatan
dan
jumlah
aliran
permukaan
dan
memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Ada empat macam bentuk
teras, yaitu:

Teras bangku atau tangga, dibuat dengan jalan memotong lereng
dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terjadi deratan
berbentuk tangga. Teras bangku atau tangga dapat dibuat pada
tanah dengan lereng 2-30%.

Teras berdasar lebar, merupakan suatu saluran yang permukaannya
lebar atau galengan yang dibuat memotong lereng pada tanah-tanah
yang berombak dan bergelombang. Teras berdasar lebar dapat
digunakan pada tanah antara 2-8%. Pada daerah yang lerengnya
sangat panjang, teras dipergunakan pada tempat yang berlereng 0-5
%. Teras ini dapat digunakan pula pada tanah-tanah berlereng
hingga 20%.

Teras berlereng, teras berlereng dipakai pada tanah berlereng
antara 1- 6%.

Teras datar, teras datar dapat diterapkan pada lereng sekitar 2%.
33
Tabel 5. Upaya Konservasi Tanah Secara Teknik
Sim
bol
Solum
Soil Conservation measures
Teknis Konservasi Tanah
Lereng (%)
(cm)
ridge terrace including gradded
contour bund
teras guludan termasuk
T1
T2
credit terrace
teras kredit
bench terrace, includes level
bench terrace, reverse sloping
bench terrace, forward sloping
bench terrace, garden terrace,
stone wall terrace, interupted
bench terrace
teras bangku, termasuk teras
T3
pematang kontur
15 - 60
> 30
5 - 30
> 30
10 - 40
> 30
15 - 60
> 30
10 - 60
> 15
bangku datar, teras bangku
belakang, teras bangku
miring, teras kebun, teras
batu, teras bangku putus
T4
individiual terrace
teras individu
hiilside ditch or interception
ditch
teras gunung atau saluran
T5
waterway
saluran pembuangan air
T6
pegelak
T7
trash line
barisan sisa tanaman
T8
silt pit with or without sloth
mulch
rorak, mulsa tanaman
bangunan terjunan biasanya
T9
drop structure ussualy of stone
or bamboo supported by
grasses, ( as part of water
disposal in a terrace system)
sediment control uncluding
check dams and detection dams
kontrol sedimen termasuk
T10
> 15
(SPA)
bangunan terjunan dari batu
8-30
> 15
> 15
>8
> 15
semua
>0
semua
> 10
semua
>0
semua
>0
atau bamboo
dam pengendali dan dam
penahan
T11
gully control including gully
head structures (flumes and
chutes), gully plugs, check
dams
T12
flood control and/or river bank
protection
T13
road protection
T14
control of erotion and runoff
from settlement areas including
use of soak pits, absorbtion
well, drop structures, drain
sumbat jurang termasuk gully
head structures
pengendali banjir dan / atau
perlindungan sungai
perlindungan jalan
Sumber : Permen. No. P.32/Menhut-II/2009
> 15
34
Tabel 6. Rekomendasi Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah dalam
Setiap Fungsi Kawasan Lahan
Fungsi Kawasan Lahan
Alternatif kegiatan
Vegetatif
Kawasan Lindung
Kawasan Penyangga
Kawasan Budidaya Tanaman
Tahunan
Kawasan Budidaya Tanaman
Semusim
Mekanik
-
Reboisasi
-
Dam pengendali
-
Penghijauan
-
Dam penahan
-
Perlindungan mataair, tebing
jurang, lahan gambut dan
daerah resapan air
-
Trucuk
-
Sumbat jurang (gully plug)
-
Hutan rakyat
-
Bronjong batu
-
Reboisasi
-
Dam pengendali
-
Penghijauan
-
Dam penahan
-
Perlindungan mataair, tebing
jurang, lahan gambut dan
daerah resapan air
-
Trucuk
-
Saluran pembuangan air
(SPA)
-
Saluran pengelak
-
Teras
-
Hutan Rakyat
-
Hutan kemasyarakatan
-
Perkebunan
-
Agroforestry(wanatani)
-
Hutan Rakyat
-
Dam pengendali
-
Hutan Kemasyarakatan
-
Dam penahan
-
Hutan Tanaman Industri
-
Trucuk
-
Perkebunan
-
Saluran pembuangan air
(SPA)
-
Saluran pengelak
-
Bangunan Terjunan (drop
structure)
-
Trucuk
-
Teras
-
Contour Cropping
-
Teras
-
Strip Cropping
-
Irigasi
-
Multiple Cropping
-
Dam Pengendali (dp)
-
Rotasi Tanaman
Sumber : Departemen Kehutanan (1997 : 260-261)
Beberapa bentuk kegiatan rehabilitasi rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Reboisasi dapat diartikan sebagai usaha untuk memulihkan dan menghutankan
kembali tanah yang mengalami kerusakan fisik, kimia maupun biologi baik
35
secara alami maupun oleh ulah manusia. Reboisasi merupakan cara yang cocok
untuk menurunkan erosi aliran permukaan, terutama jika dilakukan pada
bagian hulu daerah tangkapan air untuk mengatur banjir. Tanaman yang
digunakan biasanya tanaman yang bisa mencegah erosi, baik secara habitus
maupun umur, juga diutamakan tanaman keras yang bernilai ekonomis, baik
kayunya maupun hasil samping lainnya, misalnya getah, akar dan minyak.
Dalam kaitannya dengan usaha konservasi, tanaman yang dipilih hendaknya
mempunyai persyaratan sebagai berikut :
1) Mempunyai sistem perakaran yang kuat, dalam dan luas, sehingga
membentuk jaringan akar yang kuat.
2) Pertumbuhannya cepat, sehingga mampu menutup tanah dalam waktu
singkat.
3) Mempunyai nilai ekonomis, baik kayunya maupun hasil sampingnya.
4) Dapat memperbaiki kualitas/ kesuburan tanah.
(Suripin, 2004: 113-114)
b. Perlindungan sungai yaitu penanaman tanaman secara tetap berbentuk jalur
hijau di sepanjang tepi kanan kiri sungai dengan memilih jenis tanaman yang
memenuhi syarat untuk tujuan perlindungan, yaitu tanaman yang mempunyai
perakaran yang kuat dan banyak. Penanaman tanaman perlindungan ini dapat
juga diterapkan untuk perlindungan mataair, danau, waduk, tebing jurang,
lahan gambut dan daerah resapan air.
c. Hutan Rakyat yaitu hutan yang umbuh atau dikembangkan pada lahan milik
rakyat/ adat/ ulayat atau lahan – lahan lainnya yang berada di luar kawasan
hutan . (Departemen Kehutanan, 1997: 230)
d. Wanatani (agroforestry) yaitu manajemen pemanfaatan lahan secara optimal
dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian
pada unit pengolahan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat berperanserta
(Departemen kehutanan, 1997: 232). Arsyad (1989:: 197) menerjemahkan
agroforestry dengan istilah pertanian hutan. Bentuk usahatani yang dapat
36
dikategorikan sebagai pertanian hutan meliputi : kebun pekarangan, talun
kebun, perladangan, tumpangsari, rumput hutan, perikanan hutan dan
pertanaman lorong.
e. Perkebunan yaitu lahn yang ditanami berbagai jenis tanaman tahunan dan
tanaman keras lainnya yang menghasilkan buah-buahan.
f. Dam pengendali adalah bangunanpengawetan tanah dan air berupa bendungan
kecil dan berfungsi sebagai penampung air dan sedimen. Ada dua tipe dam
pengendali, yaitu tipe kedap air dan tipe urugan tanah homogen (UTH). Tipe
kedap air yaitu dam pengendali dengan badan bendungan yang terbuat dari
konstruksi batu bata/ beton sedangkan tipe tanah urugan tanah homogen yaitu
badan bendungnya terbuat dari konstruksi urugan tanah yang dipadatkan.
(Departemen Kehutanan, 1997 : 230).
g. Sumbat jurang (gully plug) adalah bangunan pengawet tanah dan air berupa
bendungan kecil, dengan konstruksi terbuat dari urugan tanah dn gebalan
rumput, batu bronjong atau kayu/bambu yang berfungsi untuk menahan
sedimen yang berasal dari erosi parit. (Departemen Kehutanan, 1997 : 230231).
h. Bronjong batu adalah bangunan pengawet tanah berupa kawat bronjong yang
diisi dengan batu atau beton yang dipasang pada tebing sungai terutama pada
alur yang berbentuk kelokan. Bangunan ini berfungsi sebagai penahan tebing
sungai dari gaya gerus aliran air sungai.
i. Saluran pembuangan air adalah bangunan pengawet tanah berupa saluran air
yang pada dinding dan dasar salurannya ditanami rumput yang merayap.
Saluran ini berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan secara aman tanpa
menimbulkan erosi. (Departemen Kehutanan, 1997 : 267).
j. Saluran pengelak adalah suatu cara konservasi tanah dengan membuat semacam
parit atau saluran memotong arah lereng dengan kemiringan yang kecil
sehingga kecepatan air tidak lebih dari 0,5 m/detik. Saluran pengelak biasanya
dibuat pada tanah yang berlereng panjang dan seragam yang permeabilitasnya
37
rendah. (Arsyad, 1989: 121). Dalam bahasa inggris saluran pengelak disebut
diversion ditch, diversion channel, atau diversion terrace.
k. Teras bangku atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan
tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak tangga atau
bangku yang dipisahkan oleh talud. (Suripin, 2004:118). Talud (riser) harus
ditanami rumput-rumputan atau tanaman penutup lain agar terlindung dari
erosi percikan maupun erosi permukaan, begitu pula pada bibir teras (lip) perlu
diperkuat dengan tanaman penguat teras. Agar bidang olah cukup lebar dan agr
tidakmudah longsor, teras bangku dibuat pada lahan kering untuk tanaman
semusim dengan kemiringan kurang dari 40%. (Departemen Kehutanan,
1997:267).
l. Teras guludan adalah bentuk konservasi tanah dengan membuat guludan yaitu
tumpukan tanah (galengan) yang dibuat memanjang memotong kemiringan
lahan. Fungsi guludan ini adalah untuk menghambat aliran permukaan,
menyimpan air di bagian atasnya dan untuk memotong panjang lereng. Tinggi
tumpukan tanah berkisar antara 25-30 cm dengan lebar dasar 25-30 cm.
(Suripin, 2004: 1160. Pada lahan yang berlereng curam atau lahan yang peka
terhadap erosi dapat digunakan guludan bersaluran. Pada sistem guludan
bersaluran, di sebelah atas guludan dibuat saluran memanjang mengikuti
guludan.
38
Kusumah dalam Muryono (2008 : 16) mengemukakan skema bentuk teras
sebagai berikut:
Teras bangku datar
(Level bench terrace)
Teras bangku berlereng
(Slopping bench terrace)
Teras Bangku
(Bench Terrace)
Teras tangga
(Step terrace)
Teras irigasi
Teras
(irrigation terrace)
(terrace)
Teras datar
Teras berdasar lebar
(Broadbase terrace)
(Level terrace)
Teras berlereng
(Graded terrace)
Gambar 2. Skema Macam – Macam Bentuk Teras.
Teras bangku dapat dilakukan pada lahan yang mempunyai kemiringan
sekitar 20-30%. Pada lahan – lahan yang mempunyai kemiringan sekitar 2% dan
mempunya curah hujan yang relatif rendah serta permeabilitas tanahnya tinggi
dapat dibuat teras dasar atau (level terrace). Fungsi teras ini adalah supaya air
dapat dimanfaatkan seefisien mungkin bagi keperluan tanaman.
Departemen Kehutanan RI melalui Direktorat Jendral Reboisasi dan
Rehabilitasi Lahan (1998) menyebutkan bahwa pemilihan bentuk teras selain
39
didasarkan pada kemiringan lereng juga harus mempertimbangkan kedalaman
tanah, yaitu pembuatan teras dapat diterapkan pada lahan yang memiliki
kedalaman tanah minimal >30 cm.
Pelaksanaan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah untuk masing –
masing kawasan haru mempertimbangkan persyaratan karakteristik fisik pada
masing- masing satuan lahan yang berupa kemiringan lereng dan kedalaman
tanah. Persyaratan pelaksanaan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang
dimaksud adalah seperti yang terangkum dalam Tabel 4 dan 5.
Proyek Pendukung Kawasan Perbukitan Kritis Daerah Istimewa
Yogyakarta (1993) dalam tulisannya yang berjudul “ Petunjuk Teknis Stabilisasi
Lereng Perbukitan Kritis”, mengatakan bahwa rehabilitasi lahan dan konservasi
adalah pola bercocok tanam dengan mengusahakan beberapa komoditi yang cocok
dengan musimnya, hingga dapat berproduksi yang dapat mencukupi kebutuhan.
Jika dipandang dari segi konservasi, cara bercocok tanam yang baik dan
benar adalah dengan pertanian secara zigzag yang mengarah ke bawah . Hal ini
dilakukan untuk menghambat lajunya air dan menghambat erosi. Tanaman
konservasi yang lazim disebut tanaman penguat gulud adalah berupa tanaman
serbaguna dimana tanaman tersebut berfungsi sebagai penguat gulud, penahan
erosi, makanan ternak dan dapat pula sebagai bahan penambah bahan organik (bio
mass). Untuk tanaman penguat teras adalah tanaman tahunan. Tanaman tahunan
dapat menjaga kelongsoran teras, karena akar tanaman dapat menahan teras dari
proses pelongsoran. Usaha tani konservasi merupakan bercocok tanam secara
kering (dry farming), sehingga pemupukan kurang diandalkan. Usaha-usaha tani
tersebut dapat dilakukan dengan mengandalkan bahan organik dari seresah atau
bio massa tanaman yang ada atau pupuk kandang. Karenanya usaha tani
konservasi atau rehabilitasi dapat pula disebut usaha tani organik (organic
farming). Dalam kegiatan usaha tani konservasi atau rehabilitasi menurut Proyek
Pendukung Kawasan Perbukitan Kritis tersebut ada tiga kegiatan utama, yaitu:
a. Penanaman penguat gulud
b. Penanaman pohon tahunan
c. Penanaman tanaman semusim
40
Bentuklahan adalah kenampakan medan yang dibentuk oleh proses-proses
alami yang mempunyai susunan tertentu dan julat karakteristik fisikal dan visual
tertentu di manapun bentuklahan itu ditemukan. Di dalam bukunya Van Zuidam
(1979 dalam Teguh Nugraho, 2005) juga mengemukakan bahwa geomorfologi
terdiri dari aspek-aspek : 1). Morfologi meliputi morfografi dan morfometri, 2).
Morfogenesa meliputi morfostruktur pasif dan aktif serta morfodinamik, 3).
Morfokronologi dan 4). Morfoarrangement.
Berdasarkan konsep geomorfologi tersebut memberikan penjelasan bahwa
dalam mempelajari geomorfologi tidak terlepas dari obyek itu sendiri, yaitu
bentuklahan, proses geomorfologi dan material penyusun.
B. Penelitian yang Relevan
Agung Hartono (2006) melakukan penelitian yang berjudul “ Arahan
Konservasi Daerah Aliran Sungai Samin Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo
tahun 2006”. Tujuan peneltian tersebut adalah : (1) Mengetahui persebaran satuan
lahan dengan pengenalan karakteristik lingkungan fisik, (2) Mengetahui tingkat
bahaya erosi, (3) Mengetahui tingkat longsor lahan, (4) Mengetahui kemampuan
lahan, (5) Mengetahui kesesuaian lahan, (6) Menentukan prioritas penanganan
konservasi tanah , (7) Menentukan cara penanganan dalam arahan konservasi
tanah di Daerah Aliran Sungai Samin Penelitian tersebut menggunakan metode
survei yang disertai dengan analisis data sekunder. Pengambilan sampel
mengunakan
Purposive
Sampling.
Teknik
pengumpulan
data
dengan
menggunakan analisis dokumentasi. Hasil dari penelitian tersebut adalah : (1)
DAS Samin tersusun dari 15 jenis tanah, 8 formasi batuan penyusun, 5 kelas
keiringan lereng, 5 jenis penggunaan lahan yang kemudian membentuk satuan
lahan. (2) Tingkat bahaya erosi di DAS Samin terbagi dalam 5 kelas yaitu Sangat
Ringan (SR), Ringan (R), Sedang (S), Berat (B) dan Sangat Berat (SB). (3)
Tingkat bahaya longsorlahan dibagi menjadi 5 kelas yaitu tingkat bahaya
longsorlahan sangat ringan (SR), tingkat bahay longsorlahan ringan (R), tingkat
bahaya longsorlahan sedang (S), tingkat bahaya longsorlahan berat (B), dan
tingkat bahaya longsorlahan sangat berat (SB). (4) Klasifikasi kelas kemampuan
lahan daerah penelitian sebagian besar berupa subkelas kemampun lahan VIIIw
41
dengan luas 15.349,21 Ha (47,3%) yang diikuti oleh subkelas Vw, VIIs, VIIes,
Ive,Vie, VIIIe, VIIIew, VIIe yang masing – masing mempunyai luas 8.145,48 Ha
(25,17%), 3.208,7 Ha (9,91 %), 964,31 Ha (2,97%), 826,3 Ha (2,53%), 2.327,94
Ha (7,19%), 656,10 Ha (2,02%), 272,82 Ha (0,84%) dan 30,55 Ha (0,09%). (5)
Berdasarkan kondisi fisik di lapangan saat ini maka sebagian besar (57,11%)
lahan- lahan di daerah penelitian dinilai tidak layak secara aktual untuk
pengembangan secara langsung dari jens tanaman padi, jagung, dan ketela pohon.
(6) Prioritas penanganan konservasi tanah sebagian besar mempunyai prioritas
penanganan empat dengan luas 19.378,18 Ha (59,88%) yang diikuti oleh prioritas
2, 3, 5, 1 yang masing – masing mempunyai luas 5.959,88 Ha (18,24%), 2.663,56
Ha (8,23%), 2.366,78 Ha (7,31%) dan 1.993,73 Ha (6,16%). (7) Secara vegetatif
pada lahan yang mempunyai kemiringan lereng curam – sangat curam diarahkan
sebagai penggunaan lahan hutan lindung, sedangkan pada lereng datar – sedang
diarahkan sebagai wanatani (argoforestery).
Setya Nugraha (2007) melakukan penelitian yang berjudul “ Kesesuaian
Fungsi Kawasan dengan Pemanfaatan Lahan Di Daerah Aliran Sungai Samin
Tahun 2007 ”. tujuan penelitian tersebut adalah : (1) Mengetahui persebaran dan
luas fungsi kawasan lahan di DAS Samin, (2) Mengetahui jenis, luas, dan
persebaran penggunaan lahan yang terdapat di DAS Samin, (3) Mengetahui
kesesuaian antara fungsi kawasan lahan dengan penggunaan lahan yang terdapat
di DAS Samin. Penelitian tersebut menggunakan metode skoring dan metode
matching. Metode skoring digunakan untuk menentukan fungsi kawasan,
sedangkan metode matching digunakan untuk menentukan kesesuaian fungsi
kawasan. Hasil dari penelitian tersebut adalah : (1) Luas penggunaan sawah
15.745,8 Ha (48,63 %), permukiman 8.101,9 (25,02 %), perkebunan 3.601,0 Ha
(11,12 %), tegalan 3.584,9 Ha (11,07 %), semak belukar 1.266,3 Ha (3,90 %) dan
sungai 78,7 Ha (0, 23 %). (2) Fungsi kawasan lahan DAS Samin terdiri fungsi
kawasan lindung luasnya 3.254,21 ha (10,05 %), Fungsi kawasan lindung
setempat 10.826,60 ha (33,44 %), Fungsi kawasan penyangga 1.629,93 ha (5,03
%), fungsi kawasan budidaya tanaman tahunan 1.636,64 ha (5,05 %), fungsi
kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman 15.031,40 ha (46,42 %).
42
(3) Penggunaan lahan aktual DAS Samin yang tidak sesuai dengan fungsi
kawasan lahan pada kawasan lindung sebesar 3.254,21 ha (10,05 %) , kawasan
lindung setempat 10.826,60 (33,44 %), kawasan penyangga 1.237,77 ha (3,82 %),
kawasan budidaya tanaman tahunan 1.400,31 ha (4,32 %).
Muryono (2008) melakukan penelitian yang berjudul “ Arahan Fungsi
Pemanfaatan Lahan Daerah Aliran Sungai Samin Kabupaten Karanganyar dan
Kabupaten Sukoharjo tahun 2008”. Tujuan penelitian tersebut adalah : (1)
Menentukan Fungsi kawasan lahan DAS Samin, (2) Mengetahui penggunaan
lahan aktual DAS Samin yang tidak sesuai fungsi kawasan lahan, (3) Menentukan
arahan fungsi pemanfaatan lahan DAS Samin. Penelitian tersebut menggunakan
metode survei. Populasi penelitian adalah lahan di DAS Samin. Teknik
pengambilan sampel dangan cara purposive sampling. Teknik pengumpulan data
dengan dokumentasi dan observasi. Teknik analisis data untuk penentuan fungsi
kawasan lahan dilakukan dengan skoring, dan untuk mengetahui penggunaan
lahan aktual yang tidak sesuai dengan fungsi pemanfaatan lahan dilakukan dengan
pencocokan (matching). Analisis peta menggunakan aplikasi SIG. Hasil dari
penelitian tersebut adalah (1) Fungsi kawasan lahan DAS Samin terdiri dari fungsi
lindung luasnya 3.254,21 ha(10,05%), fungsi kawasan lindung setempat
10.826,60 ha (33,44%), fungsi kawasan penyangga 1.629,93 ha (5,035), fungsi
kawasan budidaya tanaman tahunan 1.636,64 ha (5,05%), fungsi kawasan
budidaya tanaman semusim dan permukiman 15.031,40 ha (46,42%). (2)
Penggunaan lahan aktual DAS Samin yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan
lahan pada kawasan lindung sebesar3.254,21 ha (10,05%), kawasan lindung
setempat 10.826,60 ha (33,44%), kawasan penyangga 1.237,77 ha (3,82%)
kawasan budidaya tanaman tahunan 1.400,31 ha (4,32%). (3) Arahan fungsi
pemanfaatan lahan pada kawasan lindung sebagian besar diarahkan ke dalam
kegiatan reboisasi dan dengan penerapan metode konservasi mekanik berupa
sumbat jurang dan dam pengendali, pada kawasan lindung setempat diarahkan ke
dalam kegiatan penanaman tanaman perlindungan sungai dan mataair serta
dengan penerapan metode konservasi mekanik berupa bronjong batu, pada
kawasan penyangga diarahkan kedalam sistem wanatani (agroforestry) dan
43
dengan penerapan metode konservasi mekanik berupa dam pengendali dan saluran
pembuangan air,pada kawasan budidaya tanaman tahunan diarahkan kedalam
kegiatan penanaman tanaman perkebunan dan dengan penerapan metode
konservasi mekanik berupa teras bangk dan teras pengelak (diverssion terrace).
Agung Hidayat (2010) melakukan penelitian penelitian yang berjudul
“Kajian Lahan Kritis Untuk Arahan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai Jlantah
Hulu Kabupaten Karanganyar Tahun 2010”. Tujuan penalitian tersebut adalah :
(1) mengetahui faktor-faktor fisik yang menyebabkan terejadinya lahan kritis, (2)
Mengetahui tingkat kekritisan lahan, dan (3) Menyusun arahan rehabilitasi lahan
kritis yang sesuai di DAS Jlantah Hulu. Penelitian tersebut menggunakan metode
deskriptif spasial. Tumpang susun antara geologi, tanah, lereng, dan penggunaan
lahan menghasilkan peta satuan lahan. Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan observasi lapangan, analisis dokumentasi termasuk interpetasi peta dan
citra dan analisis laboratorium. Hasil dari penelitian tersebut adalah : (1) Faktorfaktor fisik penyebab lahan kritis yaitu buruknya keadaan liputan lahan, kondisi
kemiringan lereng yang didominasi oleh lereng – lereng curam, tingginya tingkat
bahaya erosi, dan pengelolaan lahan yang kurang memperhatikan kaidah – kaidah
konservasi dan rehabilitasi lahan. (2) Tingkat kekritisan lahan terdiri dari (a)
Sangat kritis dengan luas 113,416 Ha (56,59%), (b) Kritis dengan luas 232,261 Ha
(10,33%), (c) Agak kritis denan lus 560,530 Ha (24,94%), (d) Potensial Kritis
dengan luas 1271,725 Ha (56,59%), dan (e) Tidak kritis dengan luas 69,910 Ha (
3,09%), (3) Arahan rehabilitasi lahan disusun dengan mempertimbangkan kondisi
fisik lahan berupa : tingkat kekritisan lahan, tingkat bahaya erosi, fungsi kawasan,
kemiringan lereng, kedalaman solum tanah, dan penggunaan lahan aktual
sehingga diperoleh 10 kelompok arahan rehabilitasi.
44
No
Peneliti
Judul
Tujuan
Variabel
Metode
Hasil
1
Agung
(2006)
Hartono
Arahan Konnservasi Daerah
Aliran
Sungai
Samin
Kabupaten Karnganyar dan
Sukoharjo
Mengetahui persebaran satuan lahan dengan pengenalan
karakteristik lingkungan fisik. Mengetahui tingkat bahaya erosi.
Mengetahui tingkat longsor lahan. Mengetahui kemampuan
lahan. Mengetahui kesesuaian lahan. Menentukan prioritas
penanganan konservasi tanah. Menentukan cara penanganan
dalam arahan konservasi tanah di DAS Samin.
Arahan Konnservasi
Survei dengan analisis data
sekunder
Persebaran satuan lahan. Tingkat
bahaya erosi. Tingkat bahaya longsor
lahan. Klasifikasi kelas kemampuan
lahan. Kesesuaian lahan. Konservasi
tanah. Konservasi vegetatif.
2
Setya Nugraha (2007)
Kesesuaian Fungsi Kawasan
dengan Pemanfaatan Lahan Di
Daerah Aliran Sungai Samin
Kabupaten Karnganyar dan
Sukoharjo
Mengetahui persebaran dan luas fungsi kawasan lahan.
Mengetahui jenis, luas, dan persebaran penggunaan lahan.
Mengetahui kesesuaian antara fungsi kawasan lahan dengan
penggunaan lahan yang terdapat di DAS Samin.
- Fungsi Kawasan
Metode Skoring dan metode
matching
Luas penggunaan lahan. Fungsi
kawasan lahan. Penggunaan lahan
aktual.
- Pemanfaatan Lahan
3
Muryono (2008)
Arahan Fungsi Pemanfaatan
Lahan Daerah Aliran Sungai
Samin Kabupaten Karnganyar
dan Sukoharjo
Menentukan fungsi kawasan lahan. Mengetahui penggunaan
lahan aktual. Menentukan arahan fungsi pemanfaatan lahan DAS
Samin.
Arahan
Fungsi
Pemanfaatan Lahan
Dokumentasi dan Survei
Fungsi kawasan lahan. Penggunaan
lahan
aktual.
Arahan
fungsi
pemanfaatan lahan.
4
Agung
(2010)
Kajian Lahan Kritis untuk
Arahan Rehabilitasi DAS
Jlantah
Hulu
Kabupaten
Karanganyar
Mengetahui faktor-faktor fisik yang menyebabkan terjadinya
laha kritis. Mengetahui tingkat kekritisan lahan. Menyusun
arahan rehabilitasi lahan kritis yang sesuai di DAS Jlantah Hulu.
Lahan Kritis
Deskriptif spasial
Faktor fisik lahan kritis. Tingkat
kekritisan lahan. Arahan rehabilitasi
lahan.
Evaluasi Kesesuaian Fungsi
Kawasan dan Konservasi
Lahan Daerah Aliran Sungai
Walikan
Kabupaten
Karanganyar dan Kabupaten
Wonogiri
Mengetahui luas dan persebaran penggunaan lahan. Mengetahui
fungsi kawasan lahan. Mengetahui kesesuaian antara fungsi
kawasan lahan dengan penggunaan lahan. Mengetahui araha
konservasi yang sesuai untuk DAS Walikan
Kesesuaian
Kawasan
5
Miftahul
(2012)
Hidayat
Hidayat
Arahan Rehabilitasi
Konservasi Lahan
Fungsi
Analisis Spasial
45
C. Kerangka Berfikir
Pada masa era globalisasi saat ini jumlah penduduk sangat padat dan
bertambah dengan sangat cepat sehingga semakin menyebabkan meningkatnya
kebutuhan ekonomi mengakibatkan manusia terdesak untuk memanfaatkan lahan
yang ada di sekitar mereka untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tanpa
memikirkan adanya fungsi dari masing – masing kawasan yang ada disekitar
tempat tinggal mereka, apabila dilakukan secara terus menerus dapat
mengakibatkan tidak seimbangnya fungsi kawasan sesuai dengan peruntukannya.
Berdasarkan pertimbangan perlu dilakukan adanya penyesuaian fungsi kawasan
pada setiap wilayah – wilayah di sekitarnya yang sesuai dengan peraturan
perundang- undangan yang berlaku. Apabila terdapat konservasi dan pemanfaatan
lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya dan tidak segera ditangani maka akan
mengakibatkan terjadinya permasalahan lingkungan fisik DAS seperti degradasi
lahan, erosi, tanah longsor dan terjadinya penurunan kualitas lahan.
Permasalahan – permasalahan yang sudah ada seperti degradasi lahan,
menurunnya kualitas lahan harus segera ditangani dengan cara dilakukan
konservasi lahan yang sesuai dengan fungsi lahannya sehingga akan menekan
permasalahan – permasalahan yang ada. Langkah awal yang perlu dilakukan
dalam usaha konservasi lahan adalah dengan melakukan evaluasi kesesuaian
fungsi kawasan untuk mengetahui kesesuaian penggunaan lahan dengan fungsi
kawasannya. Kesesuaian fungsi kawasan ini dilakukan dengan cara memberikan
skor terhadap masing-masing parameter fungsi kawasan yaitu intensitas curah
hujan, macam tanah dan kemiringan lereng.
Setelah fungsi kawasan diketahui, langkah selanjutnya yaitu menentukan
kesesuaian fungsi kawasan yaitu dengan melakukan matching (mencocokkan)
antara fungsi kawasan dengan penggunaan lahan eksisting. Setelah hal tersebut
diketahui, maka akan dapat melakukan tindakan konservasi yang sesuai dengan
fungsi lahannya. Sehingga dapat mengurangi adanya degradasi lahan.
46
Pertumbuhan Penduduk
Meningkat
Terdesak Kebutuhan
Ekonomi
Pemanfaatan Lahan
Konservasi Lahan
Konservasi Tidak Sesuai
Fungsi Lahan
Konservasi Sesuai Fungsi
Lahan
Permasalahan Lahan
Upaya Konservasi
Fungsi Kawasan
Penggunaan Lahan
Kesesuaian Fungsi Kawasan
Arahan Konservasi Lahan
-
- Permukiman
-
- Perkebunan/Kebun
-
- Sawah
-
- Semak Belukar
-
- Sungai
-
- Tegalan/Ladang
Gambar 3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Walikan, yang
secara administratif terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Karanganyar dan
Kabupaten Wonogiri serta meliputi 3 wilayah kecamatan. Berdasarkan Peta Rupa
Bumi Indonesia Skala 1:25.000 Tahun 2001 lembar 1508–132 Poncol, lembar
1508-113 Girimarto, lembar 1508-131 Tawangmangu, lembar 1508 – 324
Wonogiri yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Survai dan Pemetaan
Nasional.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama 11 bulan, mulai dari Oktober 2011 sampai
bulan Agustus 2012.
Tabel 8. Rancangan Waktu Penelitian
No
Kegiatan
1
Penyusunan Proposal
2
Penyusunan Instrumen
3
Pengumpulan Data
4
Analisis Data
5
Penulisan Laporan
2011
2012
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agustus
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
B. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara ilmiah yang digunakan untuk
mendapatkan data yang valid dan reliabel dengan tujuan untuk dapat
48
dikembangkan, ditemukan, dibuktikan dengan suatu pengetahuan tertentu yang
pada gilirannya dapat dipahami, dipecahkan dan senantiasa suatu masalah dalam
bidang ilmu pengetahuan tertentu. Metode penlitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Analisis Spasial. Menurut Hadi Sabari Yunus Analisis
Spasial merupakan suatu metode untuk memahami gejala tertentu agar
mempunyai pengetahuan yang mendalam melalui media ruang yang dalam hal ini
variabel ruang mendapat posisi utama dalam setiap analisis. Disini ruang yang
digunakan adalah seluruh unit lahan DAS Walikan yang mencakup obyek nyata
yang dapat diamati secara langsung sehingga menjadi paham dengan obyek
tersebut. Menurut Goodall (1987) dalam Hadi Sabari Yunus mengemukakan
bahwa pendekatan keruangan diartikan sebagai suatu metode analisis yang
menekankan pada variabel ruang, yaitu dimana terdapat kesinambungan antara
bentuk kegiatan manusia dalam memenuhi kegiatan hidupnya dimana dalam DAS
Walikan kegiatan tersebut berupa bercocok tanam masih menjadi hal yang utama
sebagai mata pencaharian sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat
meskipun pengolahan space yang ada masih belum sesuai dengan fungsinya
sehingga masalah masih menghampiri dalam setiap pengelolaan tanah pada
wilayah tersebut dan jika tidak segera diatasi maka akan menimbulkan masalah
yang lebih spesifik seperti kerusakan lahan. Analisis disini mengarah pada
pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan dapat
mengungkapkan fakta-fakta yang ada.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan
analisis pola keruangan yang ditinjau dari gejala buatan manusia dimana sudah
ada campur tangan manusia dalam memanfaatkan lahan yang ada dimana hal
tersebut sudah nampak jelas dari penggunaan lahan yang ada di DAS Walikan
berupa kebun sudah menjadi permukiman sehingga kesesuaian fungsi kawasannya
tidak sesuai dengan kaidah yang sudah ditentukan, selain itu juga pola
keruangannya nampak jelas terlihat dari masalah fungsi kawasan dan konservasi
lahan. Dilihat dari segi ekspresi keruangannya masuk dalam gejala fisik yang
intinya bentuk yang dapat disentuh secara fisik dalam hal ini yang masuk adalah
sungai dan tanah. Dari pernyataan tersebut terlihat masalah yang timbul adalah
49
konservasi lahannya dimana konservasi tersebut diarahkan pada fungsi kawasan
yang penggunaan lahannya tidak sesuai dengan fungsi yang telah ditentukan
sehingga dapat meminimalisir kerusakan lahan. Metode analisis ini digunakan
untuk menganalisis fungsi kawasan dan arahan konservasi lahan.
Spasial atau keruangan adalah suatu cara pandang atau kerangka analisis
yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Kajian keruangan dengan
penekanan bahasan pada lokasi, aksesibilitas, trend struktur aglomerasi, intraksi
dan gerakan (Alfandi, 2001:83). Analisis spasial merupakan metode yang
berusaha membantu dalam menganalisis kondisi permasalahan berdasarkan data
dari wilayah yang menjadi sasaran (Cholid, 2005:5). Dari metode spasial tersebut
digunakan untuk menganalisis kesesuaian fungsi kawasan dan arahan konservasi
lahan.
Teknik yang digunakan untuk menghasilkan peta satuan lahan adalah
overlay dari peta penggunaan lahan, peta geologi, peta tanah, peta kemiringan
lereng maka akan menghasilkan peta satuan lahan tentatif. Setelah peta satuan
lahan tentatif jadi dilakukan cek lapangan apakah satuan lahan tersebut sudah
benar, jika sudah benar maka akan menghasilkan peta satuan lahan. Setelah peta
satuan lahan jadi kemudian dilakukan skoring dan pembobotan maka akan
menghasilkan peta kesesuaian fungsi kawasan, dari peta kesesuaian fungsi
kawasan dioverlay dengan peta tanah, peta lereng dan peta intensitas curah hujan
akan menghasilkan peta fungsi kawasan. Dari peta tersebut kemudian dicocokkan
dengan penggunaan lahan aktual maka akan menghasilkan peta kesesuaian fungsi
kawasan. Langkah terakhir yang dilakukan adalah dengan mencocokkan antara
peta kesesuaian fungsi kawasan dengan keadaan yang sebenarnya maka akan
menghasilkan peta arahan konservasi.
C. Populasi dan Teknik Sampling
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah 49 satuan lahan di Daerah Aliran
Sungai Walikan. Satuan analisis menggunakan satuan lahan yang merupakan
gabungan dari beberapa karakteristik lahan
yang sama sebagai
hasil
tumpangsusun (overlay) dari unsur batuan (peta geologi), topografi (peta lereng),
50
tanah (peta tanah) dan penggunaan lahannya (peta penggunaan lahan).
Berdasarkan tumpangsusun dari beberapa peta tersebut diperoleh 49 satuan lahan.
2. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara Purposive Sampling,
yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu
seperti tanah, geologi, penggunaan lahan dan kemiringan lereng yang mempunyai
karakteristik sama. Sampel dipilih secara cermat dengan mengambil objek
penelitian secara selektif dan mempunyai ciri-ciri yang spesifik yang dianggap
cukup mewakili dari 49 poligon atau semua satuan lahan yang ada. Satuan lahan
yang diambil ada 11 satuan lahan sesuai dengan pertimbangan yang hampir
mendekati sama kriterianya pada masing-masing variabel yaitu tanah, geologi,
penggunaan lahan dan kemiringan lereng.
D. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu data primer
berupa penggunaan lahan, solum tanah, kemiringan lereng dan data sekunder
adalah data penunjang yang diperoleh dari instansi-instansi terkait dan dari hasil
penelitian terdahulu. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut ini :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang berasal dari obyek penelitian langsung.
Menurut Tika (2005:44) data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
responden atau objek yang diteliti, atau ada hubungannya dengan yang diteliti.
Data tersebut didapatkan melalui observasi lapangan. Data yang dibutuhkan
meliputi kemiringan lereng, penggunaan lahan, solum tanah.
2. Data sekunder yang digunakan antara lain :
a. Data letak, luas, batas dan ketinggian tempat daerah penelitian yang diperoleh
dari Peta Rupabumi Indonesia lembar 1508 – 132 Poncol, 1508 – 113
Girimarto, 1508 – 131 Tawangmangu, 1508 – 324 Wonogiri Tahun 2001.
51
b. Data kemiringan lereng dari análisis Peta Rupabumi Indonesia lembar lembar
1508 – 132 Poncol, 1508 – 113 Girimarto, 1508 – 131 Tawangmangu, 1508 –
324 Wonogiri Tahun 2001.
c. Data jenis batuan diperoleh dari Peta Geologi Surakarta, Giritantro, dan
Ponorogo.
d. Data jenis tanah diperoleh dari Peta Tanah BAPEDA karanganyar dan
Wonogiri.
e. Data iklim, yang meliputi curah hujan, iklim dan suhu yang diperoleh dari
Sub Dinas Pengairan Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karanganyar
Khususnya Stasiun Meteorologi di Kecamatan Tawangmangu dan Stasiun di
Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar.
f. Data penggunaan lahan dari Peta Rupabumi Indonesia lembar 1508 – 132
Poncol, 1508 – 113 Girimarto, 1508 – 131 Tawangmangu, 1508 – 324
Wonogiri tahun 2001 yang kemudian di overlay dengan Citra Ikonos agar
penggunaan lahannya tidak berubah atau sesuai dengan kondisi aslinya.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Melalui metode ini diadakan pengamatan dan pengukuran secara langsung
di lapangan terhadap parameter-parameter yang dibutuhkan dalam penelitian ini
yang berupa kemiringan lereng, penggunaan lahan.
2. Dokumentasi
Analisis dokumentasi adalah perolehan data dari catatan, dan peta – peta.
Dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan menelaah segala bentuk
catatan atau pada berbagai jenis literatur yang terkait dengan penelitian, termasuk
peta. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder jenis tanah, penggunaan lahan,
jenis batuan, dan curah hujan.
F. Teknik Analisis Data
1. Luas, dan Persebaran Penggunaan Lahan
Penentuan luas dan persebaran penggunaan lahan DAS Walikan
menggunakan peta RBI Tahun 2001. Peta yang digunakan 1508 – 132 Poncol,
52
1508 – 113 Girimarto, 1508 – 131 Tawangmangu, 1508 – 324 Wonogiri. peta
RBI tersebut kemudian dioverlay sehingga menghasilkan peta administrasi. Peta
administrasi tersebut digunakan sebagai basemap untuk interpretasi penggunaan
lahan yang digunakan. kemudian dicocokkan kemudian di overlaykan sehingga
menghasilkan peta tentatif dengan skala 1:50.000. Kemudian data penggunaan
lahan dari peta tentatif tersebut dicocokkan dengan penggunaan lahan yang ada di
lapangan. Setelah diketahui penggunaan lahannya kemudian ditenntukan luas dan
persebaran penggunaan lahannya dengan menggunakan software SIG.
2. Fungsi Kawasan
Parameter arahan fungsi kawasan
terdiri dari intensitas curah hujan,
kemiringan lereng dan jenis tanah. Uraian dari masing-masing variabel dapat
dilihat pada penjelasan berikut :
a. Intensitas Curah Hujan
Dalam menentukan intensitas curah hujan dapat ditentukan
dengan persamaan berikut:
Dari perhitungan ini diperoleh data intensitas curah hujan rata-rata harian,
sedangkan deliniasinya dilakukan dengan cara interpolasi linier, yaitu menarik
garis lurus antara dua stasiun hujan yang berdekatan dan membagi jaraknya secara
proporsional sesuai dengan perbedaan intensitas hujan kedua stasiun hujan
tersebut. Untuk klasifikasi intensitas hujan harian rata-rata mengacu pada
penyusunan pola rehabilitasi lahan dan konservasi tanah.
53
Tabel 9. Klasifikasi Dan Skor Intensitas Hujan Harian Rata-Rata
Kelas
Intensitas Hujan ( mm/hr )
I
0 – 13,6
II
Keterangan
Skor
Sangat rendah
10
> 13,6 - 20,7
Rendah
20
III
> 20,7 – 27,7
Sedang
30
IV
> 27,7 – 34
Tinggi
40
V
> 34
Sangat tinggi
50
Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 683/Kpts/Um/1981
Tabel diatas merupakan tabel Parameter Klasifikasi Dan Skor Intensitas
Hujan Harian Rata-Rata yang digunakan untuk klasifikasi fungsi kawasan dengan
menggunakan nilai/skor berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian
No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 683/Kpts/Um/1981
b. Kemiringan Lereng
Peta kelas lereng diperoleh melalui interpetasi Peta Rupa Bumi Indonesia
(RBI) dengan metode pembuatan peta lereng yang dikemukakan oleh Wenthworth
dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
tα = Besar sudut lereng
n = Jumlah kontur yang memotong tiap diagonal jaring
ci = kontur interval
a = panjang diagonal jaring dengan panjang rusuk 1 cm
54
Klasifikasi kemiringan lereng ini berpedoman pada penyusunan
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah sebagai berkut :
Tabel 10. Kelas Kemiringan Lereng dan Nilai Skor Kemiringan Lereng
Kelas
Kemiringan ( % )
Klasifikasi
Skor
I
0–8
Datar
20
II
> 8 – 15
Landai
40
III
>15 – 25
Agak Curam
60
IV
> 25 – 45
Curam
80
V
> 40
Sangat Curam
100
Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 683/Kpts/Um/1981
c. Jenis Tanah
Adapun Klasifikasi Jenis Tanah Berdasarkan Pedoman Penyusunan Pola
Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah adalah sebagai berikut :
Table 11. Klasifikasi Dan Nilai Skor Jenis Tanah Menurut Kepekaan Terhadap
Erosi
Kelas
Jenis Tanah
Klasifikasi
Skor
I
Aluvial glei, Planosol, Hidromorf kelabu
Tidak peka
15
II
Latosol
Kurang peka
30
III
Brown forest soil, mediteran
Agak peka
45
IV
Andosol, laterit, organosol, kezina
Peka
60
V
Regosol, litosol, organosol, renzina
Sangat peka
75
Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 683/Kpts/Um/1981
55
d. Cara penentuan fungsi kawasan
1. Fungsi Lindung
Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik
fisiknya
sama dengan
atau
lebih
besar
dari
175,
atau
memenuhi salah satu atau beberapa kriteria sebagai berikut :(a)
Mempunyai kemiringan lereng lebih > 40 %, (b) Merupakan
kawasan yang mempunyai jenis tanah sangat peka terhadap
erosi (regosol, litosol, organosol,dan renzina) dan mempunyai
kemiringan lereng > 15%, (c) Merupakan jalur pengaman aliran
sungai sekurang-kurangnya 100 meter di kanan kiri alur sungai,
(d) Merupakan pelindung mata air, yaitu 200 meter dari pusat
mata air, (e) Berada pada ketinggian lebih atau sama dengan
2.000 meter diatas permukaan laut, (f) Guna kepentingan khusus
dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan lindung.
2. Fungsi Kawasan Penyangga
Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik
fisiknya antara 125-174 serta memenuhi kriteria umum sebagai
berikut : (a) Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk
dilakukan budidaya. (b) Lokasinya secara ekonomis mudah
dikembangkan sebagai kawasan penyangga, (c) Tidak merugikan
segi-segi ekologi atau lingkungan hidup apabila dikembangkan
sebagai kawasan penyangga.
3. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik
fisiknya < 124 serta sesuai untuk dikembangkan usaha tani
tanaman tahunan. Selain itu areal tersebut harus memenuhi
kriteria umum untuk kawasan penyangga.
4. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman
Satuan lahan dengan kriteria seperti dalam penetapan kawasan
budidaya tanaman tahunan serta terletak di tanah milik, tanah
adat dan tanah negara yang seharusnya dikembangkan usaha
56
tani tanaman semusim. Selain memenuhi kreteria tersebut diatas,
untuk kawasan permukiman harus berada pada lahan yang
memiliki lereng mikro tidak lebih dari 8 % dengan batasan luas
yang telah ditetapkan.
3.
Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan Fungsi Kawasan
Kesesuaian penggunaan lahan dengan fungsi kawasan diperoleh
dengan metode matching antara penggunaan lahan dengan fungsi kawasan.
Adapaun bagan yang digunakan adalah :
Data kemiringan
lereng
Data intensitas curah
hujan rata-rata
Data jenis tanah
Fungsi Kawasan
 Kawasan Lindung
 Kawasan Penyangga
 Kawasan Budidaya
 Interptretasi
Peta
RBI, dan Citra
Ikonos
Google
Earth
 Observasi Lapngan
Penggunaan Lahan
Kesesuaian fungsi
kawasan
Gambar 4. Bagan Penentuan Kesesuaian Fungsi Kawasan dengan Penggunaan Lahan
4. Konservasi Lahan
Konservasi lahan dilakukan dengan menyesuaikan macam penggunaanya
dengan kemampuan lahan dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat –
57
syarat yang diperlukan agar tanah dapat berfungsi dengan baik. Konservasi
dilakukan dengan pendekatan fungsi kawasan dan penggunaan lahan.
Berikut ini adalah contoh penyusunan dan arahan konservasinya:
Fungsi kawasan contoh Fungsi kawasan lindung
Penggunaan lahan contoh sebagai tegalan
Arahan konservasi secara teknik contoh
dengan teras guludan termasuk pematang
kontur
Arahan konservasi secara vegetative contoh
dengan reboisasi
G. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap pelaksanaan yaitu :
1. Tahap Persiapan dan Pengajuan Proposal
Pada tahap ini dilakukan observasi awal terhadap daerah penelitian
kemudian mencari literatur yang sesuai dengan tema penelitian, setelah itu
dlakukan penyusunan proposal.
2. Penyusunan Innstrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang ddigunakan untuk mengumpulkan
data yang diperlukan. Dalam penelitian ini instrumen penelitian yang digunakan
adalah peta satuan lahan, kemudian diperlukan juga lembar Checklist dengan
format sesuai dengan data faktor – faktor dari varabel penelitian yang diperlukan.
3. Tahap Pengmpulan Data
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data berupa data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengambilan sampel tanah
58
guna analisis sifat fisik tanah dan produktivitas lahan, análisis sifat kimia tanah
dilakukan dengan uji laboratorium. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan
diperoleh dari instansi-instansi terkait, penelitian yang relevan, dan analisis pada
Peta RBI, Peta Geologi dan Peta Tanah.
4. Tahap Analisis Data
Tahap ini merupakan tahap di mana data yang diperoleh dihitung,
dianalisis dan diklasifikasikan untuk dapat menyimpulkan hasil dari penelitian.
5. Tahap Penulisan Laporan Penelitian
Merupakan tahap terakhir dalam penelitian di mana hasil penelitian yang
diperoleh dilaporkan atau disajikan dalam bentuk tulisan, tabel, gambar, dan peta.
59
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Fisik Lokasi Penelitian
1. Letak, Batas, dan Luas
Lokasi penelitian berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Walikan. Secara
astronomis letak DAS Walikan berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia Skala
1:25.000 Edisi l - 2001 terletak antara 07o 41‟ 44” - LS-07º 46‟ 56” LS dan 110º
56‟ 08” – 111º 10‟ 24 “ BT. Berdasarkan koordinat UTM terletak antara 9134476
mT – 9154271 mT dan 492866 mU – 521766 mU.
DAS Walikan merupakan Sub DAS Bengawan Solo Hulu yang berbatasan
dengan :
Sebelah Barat
: DAS Mento di Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo
dan Wonogiri
Sebelah Timur
: DAS Gonggang di Kabupaten Magetan Jawa Timur
Sebelah Selatan
: DAS Amblo dan DAS Keduang di Kabupaten
Wonogiri
Sebelah Utara
: DAS Jlantah di Kabupaten Karanganyar
dan
Sukoharjo
Secara administratif wilayah DAS Walikan berada di dua Kabupaten
yaitu sebelah timur berada di Kabupaten Karanganyar sedangkan wilayah barat
daya berada di Kabupaten Wonogiri. Wilayah administrasi DAS Walikan yang
terletak di Kabupaten Karanganyar meliputi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan
Jatipuro dan
Jatiyoso, sedangkan wilayah yang masuk dalam Kabupaten
Wonogiri meliputi Kecamatan Wonogiri.
Wilayah Kecamatan Jatiyoso terdiri dari 6 Desa yaitu
Desa Beruk,
Wonorejo, Wonokeling, Jatiyoso, Petung, Jatisawit. Untuk Kecamatan Jatipuro
terdiri dari 5 Desa yaitu Desa Jatiroyo, Jatipuro, Jatipurwo, Ngepungsari dan
60
Jatisobo, sedangkan wilayah DAS Walikan yang masuk dalam Kecamatan
Wonogiri meliputi 3 Desa yaitu Desa Sonoharjo, Manjung dan Giriwarno.
Luas wilayah DAS Walikan secara keseluruhan mencapai 5.599,64 Ha
atau sebesar 55.996.400 m2. Kecamatan paling luas yaitu Kecamatan Jatiyoso
dengan
luas 3.197,709 Ha dengan wilayah Desa yang terluas yaitu Desa
Wonorejo dengan luas wilayah 813,022 Ha (53,23 %), luas Kecamatan Jatipuro
sebesar 1.747,358 Ha (31,20 %) dan Kecamatan dengan luasan terkecil yaitu
Kecamatan Wonogiri yang hanya mencakup 3 Desa dengan luas wilayah sebesar
654,572 Ha (15,53%).
Pembagian administrasi DAS Walikan secara rinci dikemukakan dalam
tabel 12.
Tabel 12. Pembagian Administrasi DAS Walikan
No.
1.
Kabupaten
Karanganyar
Kecamatan
1. Jatiyoso
Desa/Kelurahan
Luas (Ha)
1. Beruk
147,192
2. Wonorejo
813,022
3. Wonokeling
245,966
3. Jatiyoso
765,041
4. Petung
615,475
5. Jatisawit
395,525
1. Jatoroyo
244,182
2. Jatipuro
341,682
3. Jatipurwo
502,004
4. Ngepungsari
83,471
5. Jatisobo
576,019
1. Sonoharjo
439,609
2. Manjung
214,963
3. Giriwarno
215,488
%
53,26
2. Jatipuro
1. Wonogiri
2.
Wonogiri
31,20
15,54
61
* Pembagian administrasi tabel 12 menggunakan luas wilayah dan bukan
menggunakan jumlah penduduk pada suatu wilayah. Sumber : Peta Peta Rupa
Bumi Indonesia Skala 1: 25.000 lembar 1508-132 Poncol, lembar 1508-113
Girimarto, lembar 1508-131 Tawangmangu, dan lembar 1508-324 Wonogiri.
Adapun pembagian wilayah administrasi, batas DAS, dan letak daerah
penelitian dapat dilihat pada peta 1 yaitu Peta Administrasi DAS Walikan
Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012
2. Iklim
Wilayah Indonesia yang terletak pada garis katulistiwa menyebabkan
Negara ini memiliki iklim tropis. Iklim adalah karakteristik cuaca pada suatu
wilayah yang didasarkan atas data yang terkumpul selama kurun waktu yang lama
(sekitar 30 tahun), sedangkan cuaca yaitu kondisi atmosfer yang dinamis,
berubah-ubah dalam waktu singkat (dalam jam atau hari) (Lakitan, 1994:2).
Iklim dipengaruhi oleh kelembaban udara, curah hujan (intensitas dan
distribusinya), cahaya, suhu, dan angin. Variasi dari unsur-unsur iklim tersebut
dijadikan dasar dalam klasifikasi iklim. Unsur-unsur iklim tidak berdiri sendiri,
melainkan merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi membentuk sistem
iklim yang terus berputar.
Dalam penelitian ini, unsur iklim yang dibahas hanya terbatas pada data
temperatur dan curah hujan yang terjadi di DAS Walikan dan sekitarnya. Curah
hujan merupakan unsur iklim yang berpengaruh terhadap terbentuknya air. Air
hujan yang jatuh ke permukaan bumi dapat menjadi aliran permukaan (run off),
lengas tanah, evaporasi atau mengalami infiltrasi menjadi air tanah.
62
63
a. Temperatur
Penentuan temperatur udara rata-rata di DAS Walikan dan sekitarnya
dihitung dengan menggunakan pendekatan antara suhu dengan ketinggian yang
dikemukakan oleh Oldeman (1977) dalam Lakitan (1994:104) :
Tmax
: 31,3 – 0,006 x
Tmin
: 22,8 – 0,005 x
dimana :
Tmax
: suhu maksimum (oC)
Tmin
: suhu minimum (oC)
X
: ketinggian tempat (m)
Dari rumus ini diasumsikan bahwa setiap kenaikan ketinggian 100 m suhu
maksimum
menurun rerata 0,6 oC dan suhu minimum menurun 0,5 oC per
kenaikan ketinggian 100 meter. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 :
25.000 lokasi DAS Walikan tertinggi berada pada ketinggian 2.250 m dan
terendah yaitu 111,5 m. Dengan menggunakan rumus di atas dapat diperoleh
hasil:
Diketahui
: x1
: 2.250 m
x2
: 111,5 m
sehingga diperoleh hasil
:
Tmax pada ketinggian 2.250 m adalah
: 31,3 – 0,006 x1
: 31,3 – 0,006 . 2.250
: 17,8 oC
Tmin pada ketinggian 2.250 m adalah
: 22,8 – 0,005 x
: 22,8 – 0,005 . 2.250
64
: 11,3 oC
Tmax pada ketinggian 111,5 m adalah
: 31,3 – 0,006 x1
: 31,3 – 0,006 . 111,5
: 30,63 oC
Tmin pada ketinggian 111,5 adalah
: 22,8 – 0,005 x
: 22,8 – 0,005 . 111,5
: 22,24 oC
Berdasarkan rumus di atas dapat disimpulkan bahwa pada lokasi tertinggi
DAS Walikan yaitu pada ketinggian 2.250 m rata-rata temperatur tertinggi adalah
17,8 oC dan temperatur terendah 11,3 oC. Pada lokasi terendah DAS Walikan
yaitu pada ketinggian 111,5 m rata-rata temperatur tertinggi adalah 30,63 oC dan
temperatur terendah 22,24 oC.
b. Curah Hujan
Data rerata curah hujan, jumlah hari hujan, dan intensitas hujan selama
kurun waktu 10 tahun (2001-2011) digunakan untuk menentukan sebaran curah
hujan yang terjadi di DAS Walikan dan sekitarnya. Selain itu, data curah hujan
yang diperoleh untuk menentukan rerata bulan basah, lembab, dan kering yang
digunakan untuk menentukan tipe curah hujan di DAS Walikan. Berikut disajikan
data rerata curah hujan, jumlah hari hujan dan intensitas hujan selama 10 tahun
terakhir di lokasi penelitian.
65
Tabel 13. Curah Hujan, Hari Hujan dan Intensitas Hujan Tahun 2001-2011
No.
Stasiun
Curah Hujan
(mm/hari)
Hari Hujan
(hari/tahun)
Intensitas CH
(mm/hari)
1
Bendung Colo
54.47
114.9
17.30
2
Ngadiroyo
74.47
105
25.89
3
Jatipuro
73.67
126.2
21.31
4
Jatiyoso
72.26
127.3
20.72
5
Tawangmangu
91.07
165.4
20.10
Sumber : Analisis Data Curah Hujan Tahun 2001-2011
Penentuan tipe iklim dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi
menurut Schmidt dan Ferguson dinyatakan dengan nilai “Quotient” (Q) yang
merupakan perbandingan rerata bulan kering dan rerata bulan basah yang
dinyatakan dalam rumus :
Q :
Rata - rata Bulan Kering
x 100 %
Rata - rata Bulan Basah
Klasifikasi bulan kering, lembab dan basah menggunakan klasifikasi
menurut Mohr yaitu
-
Bulan kering yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan < 60 mm
-
Bulan lembab yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan antara 60-100 mm
-
Bulan basah yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan > 100 mm
Berdasarkan perhitungan yang diperoleh DAS Walikan memiliki tipe
curah hujan C (agak basah) dan tipe curah hujan D (sedang). Tipe curah hujan C
dengan dominasi wilayah meliputi Desa Manjung, dan tipe curah hujan D
meliputi Sonoharjo, Jatisobo, Jatipuro, Jatipurwo, Ngepungsari, Jatiroyo,
Jatisawit, Petung, Giriwarno, Jatiyoso, Wonorejo, Beruk.
Hasil analisis ini didasarkan pada besarnya nilai Q yang kemudian
dicocokkan dengan tabel 10 yaitu tipe curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson
berikut ini :
66
Tabel 14. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson
Tipe
Nilai (%)
A
B
C
D
E
F
G
H
0 ≤ Q < 14,3
14,3 ≤ Q < 33,3
33,3 ≤ Q < 60
60 ≤ Q < 100
100≤ Q < 167
167 ≤ Q < 300
300≤ Q < 700
700≤ Q
Klasifikasi
Sangat basah
Basah
Agak basah
Sedang
Agak kering
Kering
Sangat kering
Luar biasa kering
Sumber : Lakitan (1994:15)
Adapun hasil analisis perhitungan tipe curah hujan Menurut Schmidt dan
Ferguson dari masing-masing stasiun pengamatan curah hujan adalah sebagai
berikut :
Tabel 15. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson Pada Setiap
Stasiun Pengamatan
No.
Stasiun
Q = (Bln Kering / Bulan Basah) x 100 %
Tipe
Klasifikasi
1 Bendung Colo
89.23
D
Sedang
2 Ngadiroyo
51.90
C
Agak Basah
3 Jatipuro
54.32
C
Agak Basah
4 Jatiyoso
58.97
C
Agak Basah
5 Tawangmangu
45.12
C
Agak Basah
Sumber : Analisis Data Curah Hujan 2001-2011
Intensitas Curah Hujan Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten
Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri Tahun 2012 dapat dilihat pada peta
Intensitas Curah Hujan Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar
dan Kabupaten Wonogiri Tahun 2012.
67
3.
4.
68
5. Fisiografis
Menurut van Bemmelen (1949:26) fisiografis Pulau Jawa dibagi menjadi 4
bagian
a. Jawa Barat (sebelah barat Cirebon)
b. Jawa Tengah (antara Cirebon dan Semarang)
c. Jawa Timur (antara semarang dan Surabaya)
d. Jazirah sempit di bagian timur Jawa (osththoek) dengan Selat Madura dan
Pulau Madura.
Berdasarkan pembagian zone, Pulau Jawa dibagi menjadi tiga zone yaitu zone
utara (northen zone), zona tengah (central zone) dan zona selatan (southern zone).
Berdasarkan pembagian fisiografis di atas, DAS Walikan masuk dalam zone
tengah. Zone tengah terdiri dari Subzone solo (sensu stricto), Subzone Blitar dan
Subzone Ngawi. Tepatnya lokasi penelitian terdapat di jalur Subzone Solo (sensu
stricto) yaitu zone depresi sentral atau Zone Solo (Solo Zone) dengan lokasi
berada di komplek Gunungapi Lawu. Sebelah utara zone depresi ini dibatasi oleh
Pegunungan Kendeng dan sebelah selatan dibatasi oleh Pegunungan Selatan.
Komplek Gunungapi lawu terdiri dari dua pegunungan utama yaitu
Gunungapi Lawu di sebelah utara dan Gunungapi Jobolarangan di sebelah selatan
(Lawu tua). DAS Walikan masuk ke dalam satuan Gunungapi Jobolarangan.
4. Litologi
Berdasarkan Peta Lembar Ponorogo (1508-1) Skala 1:100.000 Tahun 1997
dan Lembar Giritontro (1407-6) Skala 1:100.000 Tahun 1992, susunan litologi
daerah penelitian adalah sebagai berikut :
a. Qvsl (Lava Sidoramping)
Merupakan lava berstruktur alir yang berasal dari komplek Gunungapi
Sidoraming, G.Puncakdalang, G.Kukusan, dan G.Ngampiyungan yang mengalir
ke arah barat. Terdiri dari lava andesit, kelabu tua, porfiritik terdiri dari
69
plagioklas, kuarsa, feldspar, masa dasar mikrolit plagioklas dan kaca. Material ini
tersebar di bagian puncak dari lokasi penelitian yaitu berada di Desa Beruk dan
Wonorejo.
b. Qvjb (Breksi Jobolarangan)
Merupakan breksi Gunungapi, mempunyai ciri-ciri dengan warna
kecoklatan, bila lapuk kemerahan, bersusunan andesit, komponen berukuran 2 –
20 cm, menyudut tanggung – membundar tanggung. Masa dasar batu pasr tufan
berbutir sedang – kasar, terpilah buruk, kemas terbuka. Persebarannya di Desa
Wonorejo.
c. Qvjl (Lava Jobolarangan)
Lava ini bersusunan andesit berwarna kelabu tua, porfiritik, terdiri dari
plagioklas, kuarsa dan feldspar di dalam mikrolit plagioklas dan kaca gunungapi.
Lava berstuktur alir ini berasal dari kompleks G.Sidoramping, G.Puncakdalang,
G.Kukusan dan G.Ngampiyungan. Arah aliran umumnya ke barat, lekuk seperti
kawah di puncak G.Silamuk yang diduga bekas letusan yang terbuka ke barat.
Material ini tersebar di Desa Wonorejo dan sebagia kecil di Desa Beruk.
d. Qlla (Endapan Lahar Lawu)
Merupakan endapan lahar Gunungapi Lawu yang terdiri dari andesit,
basalt dan sedikit batuapung bercampur dengan pasir gunungapi, membentuk
perbukitan rendah atau mengisi dataran di kaki gunungapi. Material ini tersebar di
Desa Jatiyoso, Jatipurwo, Jatisawit, Jatipuro, Jatiroyo, Jatisobo, Petung,
Sonoharjo, Giriwarno, Manjung, dan Giriwono.
Untuk mengetahui persebaran
Litologi di lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta Geologi DAS Walikan
Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012.
70
71
5. Geomorfologi
Pada hakekatnya geomorfologi mempelajari bentuk-bentuk (morfologi)
bentangalam. Van Zuidam (1978:3) mendefinisikan geomorfologi sebagai ilmu
yang mempelajari bentuklahan dan proses-proses yang bekerja padanya serta
menyelidiki kaitan antara bentuklahan dengan proses yang bekerja dalam susunan
keruangan.
a. Morfografi
Morfografi secara garis besar memiliki arti gambaran bentuk permukaan
bumi atau arsitektur permukaan bumi. Secara garis besar morfografi dapat
dibedakan menjadi bentuklahan perbukitan/punggungan, pegunungan, atau
gunungapi, lembah dan dataran. Berdasarkan atas pembagian ekosistem DAS,
daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu bagian hulu, tengah, dan
hilir.
Bagian hulu DAS mempunyai kemiringan lereng curam sampai sangat
curam dengan ketinggian tempat > 800 m dpal dan didominasi oleh tanah andosol
dan penggunaan lahan hutan dan tegalan. Bagian hulu DAS Walikan sebagian
besar merupakan bentuklahan perbukitan struktural (terlipat) yang ditandai
dengan adanya lembah (sinklinal) berbentuk V dan punggungan (antiklinal) yang
merupakan anak kaki lereng Gunung Lawu bagian selatan.
Gambar 5 . Bentuklahan perbukitan di Desa Beruk, Wonorejo
(Foto Diambil 23 Januari 2012)
72
Di bagian tengah DAS yang merupakan daerah transisi atau peralihan
antara bagian hulu dan hilir. Bagian tengah DAS merupakan daerah yang ditandai
dengan kemiringan lereng landai sampai curam dan berada pada ketinggian
tempat antara 200-800 m dpal. Sebagian besar merupakan bentuklahan perbukitan
yang terdenudasi. Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas penduduk
dalam konservasi lahan termasuk kegiatan pertambangan. Selain itu, juga ditemui
bentukan ledok antar perbukitan atau lembah berbentuk U yang dimanfaatkan
oleh penduduk sekitar untuk menanam padi ataupun palawija.
Bukit Terdenudasi
Gambar 6. Bukit Terdenudasi akibat pertambangan di Desa Wonokeling
Ben
(Foto Diambil 8 Juli 2011)
Bentuklahan yang ada di bagian hilir merupakan bentuklahan yang
sebagian besar dipengaruhi oleh aktivitas sungai, ketinggian tempat rata-rata
kurang dari 200 m dpal. Bentuklahan yang ditemui adalah bentuklahan fluvio
vulkan. Bentuk lahan ini dimulai dari Desa Jatisawit, Jatiroyo, Jatipuro, Jatisobo,
Giriwono, Sonoharjo dan Manjung.
Peta ketinggian tempat di DAS Walikan dapat dilihat pada Peta
Ketinggian Tempat Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar dan
Wonogiri Tahun 2012.
73
74
b. Morfogenesa
Geomorfologi lokasi penelitian tidak terlepas dari pembentukan morfologi
Pulau Jawa. Dua aspek yang menonjol dalam pembentukan Pulau Jawa adalah
iklim tropis lembab dan kegiatan vulkanik yang kuat (Tim Fak.Geografi UGM,
1996:5). Aktivitas vulkanik ini tidak terlepas dari kegiatan tektonik lempeng yang
berlangsung yaitu adanya penunjaman Lempeng Eurasia dan Indo-Australia yang
menyebabkan terbentuknya jajaran Gunungapi di sepanjang jalur timur sampai
barat Pulau Jawa. Geomorfologi Pulau Jawa dapat dibagi menjadi 3 zone yaitu
utara, tengah dan selatan. Lokasi penelitian sendiri berada di zone tengah yaitu
berada di komplek Gunung Lawu tepatnya di lereng selatan.
Morfogenetik adalah proses atau asal - usul terbentuknya permukaan
bumi, seperti bentuklahan perbukitan atau pegunungan, bentuklahan lembah atau
bentuklahan pedataran. Proses yang berkembang terhadap pembentukkan
permukaan bumi tersebut yaitu proses eksogen dan proses endogen. Dilihat dari
proses
terjadinya
bentuklahan,
morfogenesa
ini
dapat
dibagi
menjadi
morfostruktur pasif, morfostruktur aktif dan morfostruktur dinamik.
Morfostruktur aktif merupakan aktivitas proses endogen yaitu proses yang
dipengaruhi oleh kekuatan atau tenaga dari dalam kerak bumi, sehingga merubah
bentuk permukaan bumi. Tenaga endogen yang bekerja di lokasi penelitian
meliputi vulkanisme yang berasal dari Gunung Jobolarangan (lawu tua). Selain itu
juga, keadaan geomorfologi setempat dipengaruhi oleh adanya pelipatan (folding)
yang membentuk jajaran perbukitan yang memanjang sehingga terlihat punggungpunggung lipatan yang disebut antiklinal dan lembah lipatan yang disebut
sinklinal. Adanya perbukitan lipatan ini dapat dijumpai di Desa Beruk dan
Wonorejo.
Morfostruktur pasif dapat dilihat dari litologi daerah setempat atau struktur
batuannya. Jenis litologi yang dijumpai di daerah penelitian berdasarkan peta
geologi DAS Walikan adalah batuan breksi yang merupakan jenis batuan sedimen
klastik yang dihasilkan oleh aktivitas letusan vulkanik Gunung Jobolarangan
(lawu tua). Materi penyusun berupa batuan sedimen berupa breksi vulkanik yang
75
mencerminkan bentuklahan perbukitan yang memanjang. Selain itu, batuan
penyusun lainnya berupa batuan andesit dari endapan lahar lawu yang merupakan
jenis batuan beku. Adanya batuan ini mencerminkan adanya aktivitas vulkanik
sebagai pembentuk muka bumi di lokasi penelitian.
Morfostruktur
dinamik
dipengaruhi
oleh
proses
tenaga
eksogen
merupakan proses yang dipengaruhi oleh faktor - faktor dari luar bumi, seperti
iklim, biologi dan artifisial. Proses ini akan menimbulkan adanya
proses
degradasi dan agradasi di lokasi penelitian. Proses degradasi yan berlangsung di
lokasi penelitian dipengaruhi oleh erosi dan longsor lahan. Bentuk erosi yang
banyak dijumpai di lokasi penelitian meliputi erosi lembar sampai parit.
Terjadinya erosi di lokasi penelitian dipengaruhi oleh keadaan topografi dengan
kemiringan lereng agak curam sampai sangat curam serta adanya aktivitas
penduduk yang kurang menerapkan prinsip konservasi yang benar.
Gambar 7. Erosi Lembar (kanan) yang Terjadi di Desa Manjung, Kecamatan Wonogiri dan Erosi
Parit (kiri) di Desa Beruk, Kecamatan Jatiyoso (Foto diambil 23 dan 25 Januari 2012)
Proses degradasi lainnya yaitu akibat longsor lahan yang banyak terjadi di
bagian tengah DAS. Adanya longsor lahan ini umumnya disebabkan karena
tindakan konservasi yang kurang tepat termasuk aktivitas penambangan,
rendahnya tutupan lahan, berubahnya fungsi lahan, keadaan tanah yang labil
akibat pengolahan lahan yang kurang memperhatikan konservasi yang benar, dan
kemiringan lereng yang curam.
76
Gambar 8. Longsoran Rotasi di Desa Wonorejo (Kiri) dan Desa Jatiyoso (Kanan), Kecamatan
Jatiyoso (Foto Diambil 9 Juli 2011)
Di bagian bawah DAS (Hilir) terjadi proses sedimentasi yang merupakan
kelanjutan dari proses erosi dan merupakan penyebab dari proses agradasi.
Adanya sedimentasi yang umunya terjadi di sekitar bantaran sungai dimanfaatkan
petani untuk ditanami padi ataupun palawija karena umumnya lahan pada daerah
ini merupakan lahan yang subur.
Sedimentasi
Ditanami Padi
Gambar 9. Proses Sedimentasi di Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri
(Foto Diambil 24 Januari 2012)
77
c. Morfokronologi
Proses pembentukan morfologi DAS Walikan yang telah dipaparkan pada
morfogenesa lokasi penelitian di atas telah terjadi terutama pada kala plistosen
tengah dan pada batas plistosen atau holosen. Pembentukan morfologi lokasi
penelitian dipengaruhi oleh sesar dan lipatan yang terjadi pada akhir tersier.
Sedimentasi pada cekungan laut dalam, bersamaan dengan kegiatan gunungapi di
lereng cekungan yang curam serta dipengaruhi oleh gejala longsoran bawah laut.
Endapan turbidit asal gunungapi terbentuk sejak akhir oligosen dan
menerus hingga akhir miosen awal. Kegiatan turbidit yang belum mantap
menyebabkan terumbu-terumbu tersebut runtuh dan terendapkan kembali di
tempat yang lebih dalam bersama-sama dengan klastika gampingan yang lebih
halus. Kegiatan tektonik menjelang permulaan orogenesa miosen tengah ditandai
dengan pengangkatan dan penerobosan magma yang menghasilkan andesit, dasit
dan basal. Keadaan demikian menyebabkan terbentuknya jajaran pegunungan
yang salah satunya adalah Gunung Lawu yang merupakan komplek dari lokasi
penelitian.
d. Morfometri
Aspek geomorfologi yang dapat diketahui adalah kemiringan lereng.
Kemiringan lereng merupakan gambaran perbandingan beda tinggi di suatu
wilayah dengan jarak mendatarnya. DAS Walikan mempunyai bentuklahan yang
bervariasi mulai dari bentuklahan asal struktural, denudasional dan fluvial. Hal ini
menyebabkan kemiringan lerengnya yang sangat beragam yaitu dari datar sampai
sangat curam.
Lereng dengan kemiringan datar menempati luasan terbesar yaitu sebesar
59,82 % dari luas DAS Walikan. Lereng datar biasanya berada di daerah hilir
DAS. Lereng sangat curam mempunyai prosentase luas sekitar 10,19 % dari luas
total DAS. Persebaran kemiringan lereng lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta
Kemiringan Lereng Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar dan
Wonogiri Tahun 2012.
78
6. Tanah
79
Pembentukan tanah yang ada di DAS Walikan dipengaruhi oleh geologi
setempat. Tanah yang ada di DAS Walikan terdiri dari 3 macam tanah yaitu
a. Latosol Coklat Kemerahan
Tanah
latosol menurut Darmawijaya (1997:297) meliputi tanah-tanah
yang telah mengalami pelapukan intensif dan perkembangan tanah lanjut,
sehingga terjadi pelindian unsur basa, bahan organik dan silika, dengan
meninggalkan sesquioxid sebagai sisa berwarna merah. Tanah ini menurut
Hardjowigeno, (1987:180) umumnya mempunyai kadar liat lebih dari 60 %,
struktur tanah remah sampai gumpal, warna tanah seragam dengan batas-batas
horison yang kabur, solum dalam (> 150 cm), kejenuhan basa kurang dari 50 %,
dan umumnya mempunyai epipedon umbrik dan endopedon kambik.
Macam tanah latosol coklat kemerahan yang ada di DAS Walikan berasal
dari bahan induk basa berupa andesit yang terdapat Di Gunung Jobolarangan,
Gunung Sidoramping, Gunung puncak dalam, Gunung Kukusan dan Gunung
Ngampiyungan.
Macam tanah ini mengalami pelapukan hasil pencucian yang lebih muda,
sehingga batas horisonnya kabur. Luas macam tanah ini adalah 3.762,037 Ha atau
167,184 % dan merupakan macam tanah terluas di DAS Walikan. Daerahnya
meliputi Jatisobo, Jatipuro, Jatipurwo, Jatoroyo, Jatisawit, Petung, Jatiyoso, dan
Wonorejo.
Berikut ini profil tanah latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif
425 cm yang ada di Desa Jatipuro, Kecamatan Jatipuro :
80
Gambar 10. Profil Tanah Latosol Coklat Kemerahan di Desa Jatipuro, Kecamatan Jatipuro (Foto
diambil 25 Januari 2012)
b. Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat Kemerahan
Asosiasi tanah merupakan satuan tanah dengan syarat ada minimal dua
jenis tanah yang luasnya tidak ada 70 % dan batas di lapangan dapat dibedakan.
Macam tanah ini sebagian besar terdapat di Kecamatan Wonogiri meliputi
Sonoharjo, Manjung dan Giriwarno dengan luas sekitar 992,404 Ha atau
17,723%.
Tanah litosol merupakan golongan tanah yang belum mengalami
diferensiasi profil membentuk horison, sehingga masih dianggap lapisan
(Darmawijaya, 1997:287). Tanah ini dicirikan dengan kedalaman tanahnya yang
dangkal dan profil belum memperlihatkan horison-horison dengan sifat-sifat dan
ciri-ciri batuan induk.
Ciri-ciri yang bisa diamati pada macam tanah ini secara umum di lokasi
penelitian adalah kedalaman efektif sekitar 40-110 cm dan terletak 218-610 m
dpal. Berikut adalah gambar profil tanah Asosiasi litosol dan mediteran coklat
kemerahan di Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri.
81
Gambar 11. Profil Tanah Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat Kemerahan di Desa Sonoharjo,
Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri (Foto diambil 26 Januari 2012)
c. Komplek Andosol Coklat dan Andosol Coklat Kekuningan
Satuan tanah ini dicirikan dengan tidak ada tanah yang luasnya > 70 %,
terdapat lebih satu nama tanah, dan batas di lapangan tidak dapat dilihat dengan
jelas. Tanah andosol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat sarang (very
porous), mengandung bahan organik dan dan lempung (clay) tipe amorf, terutama
alofan serta sedikit silika, alumina atau hidroxida-besi (Darmawijaya, 1997:319).
Andosol merupakan tanah yang mengandung bahan organik jauh lebih banyak
daripada tanah non-vulkanik dalam keadaan lingkungan yang serupa. Hal ini
disebabkan karena dekomposisi bahan organik dalam andosol terhambat oleh
hidroxida alumunium yang amorf (Kosaka et al, 1962 dalam Darmawijaya,
1997:329).
Tanah andosol yang dijumpai di lokasi penelitian umumnya berwarna
hitam kelam, coklat sampai coklat kekuningan, struktur remah atau granuler,
sangat gembur, tidak lekat (non-sticky), tidak liat (non-plastic). Pembentukan
tanah andosol di lokasi penelitian dipengaruhi oleh pelapukan batuan andesit yang
82
berasal dari Gunung Jobolarangan, Gunung Sidoramping, Gunung puncak dalam,
Gunung Kukusan dan Gunung Ngampiyungan.
Gambar 12. Singkapan Tanah Andosol di Desa Beruk, Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten
Karanganyar (Foto diambil 23 Januari 2012)
Luas satuan tanah ini di Lokasi penelitian adalah 845.199 Ha atau 15,094
% dari luas lahan DAS Walikan. Persebaran tanah ini berada di Desa Wonorejo
dan Desa Beruk Kabupaten Karanganyar. Persebaran macam tanah lokasi
penelitian dapat dilihat pada Peta Tanah DAS Walikan Kabupaten Karanganyar
dan Wonogiri Tahun 2012 berikut ini.
Data tanah diperoleh dari BAPEDA Kabupaten Karanganyar dan
Wonogiri. Peta tanah yang tersedia adalah peta tanah tinjau dengan skala 1 :
250.000. Persebaran tanah di lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta Tanah
Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun
2012.
83
84
7. Hidrologi
Deskripsi hidrologi lokasi penelitian yang akan dibahas antara lain adalah
pola aliran sungai, bentuk DAS, alur sungai dan morfometri DAS meliputi luas,
orde dan tingkat percabangan sungai, serta kerapatan sungai.
a. Pola Aliran
Dalam suatu DAS, sungai mengikuti suatu aturan yaitu bahwa aliran
sungai dihubungkan oleh suatu jaringan suatu arah dimana cabang dan anak
sungai mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk suatu
pola tertentu. Pola itu tergantung pada kondisi topografi, geologi, iklim, dan
vegetasi yang ada di dalam DAS (Soewarno,1991:21). Pola aliran sungai di lokasi
penelitian adalah pola paralel yaitu pola arah alirannya berbentuk sejajar,
umumnya terbentuk pada daerah dengan kemiringan umum lereng menengah
sampai terjal, atau pada singkapan batuan yang lebar dan sejajar, serta miring.
DAS JLANTAH
DAS KEDUANG
Arah Aliran Sungai Cenderung Sejajar
K. Walikan
DAS AMBLO
Gambar 13. Pola Aliran Sungai Paralel di DAS Walikan (Sumber :Peta RBI Lembar Poncol,
Tawangmnagu, Wonogiri, Girimarto)
b. Bentuk DAS
Daerah aliran sungai dapat dibedakan berdasarkan bentuk dimana hal ini
akan menentukan pola hidrologi yang ada. Menurut Sosrodarsono dan Takeda
(1977:169) mengklasifikasikan bentuk DAS separti yang terdapat di halaman 72.
85
Gambar 14. Klasifikasi Bentuk DAS (Sumber : Sosrodarsono dan Takeda, 1977:169)
Berdasarkan klasifikasi bentuk DAS di atas, DAS Walikan termasuk
dalam bentuk bulu burung. Bentuk DAS seperti pada gambar 12 mengindikasikan
bahwa DAS mempunyai debit banjir yang kecil, karena waktu tiba air dari anakanak sungai ke sungai utama yang berbeda-beda. Tetapi bila terjadi banjir akan
berlangsung agak lama. Bentuk sungai utama umumnya memanjang dengan anakanak sungai yang berada di kanan kirinya mengalir ke sungai utama.
86
c. Alur Sungai
Sebagaimana telah dijelaskan pada landasan teori bahwa alur sungai atau
pembagian DAS menurut ekosistemnya ada 3 yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir.
Bagian hulu merupakan daerah dengan tingkat erosi tinggi. Hal ini disebabkan
karena daerahnya yang berupa pegunungan dengan arah aliran yang relatif cepat
dengan gradien yang besar sehingga penampang melintang berbentuk V dengan
tebing batuan induk. Berbeda dengan bagian hilir yang penampang melintangnya
berbentuk U dengan tebing batuan endapan yang belum mengeras.
Material endapan yang ada di bagian hulu, tengah dan hilirpun berbeda. Di
bagian hulu umumnya material berupa krakal dan bongkah-bongkah batuan induk
dengan air yang jernih, di bagian tengah material berupa pasir, sedangkan di hilir
terdiri dari material yang berfraksi halus.
Gambar 15. Penampang Melintang Sungai Berbentuk U di Daerah Hilir Desa Manjung,
Kecamatan Wonogiri (Kiri) dan Berbentuk V Pada Hulu Sungai Desa Wonorejo,
Kecamatan Jatiyoso (Kanan). (Foto diambil 23 Januari 2012)
d. Morfometri DAS
Morfometri DAS merupakan istilah yang dipakai untuk menyatakan
keadaan jaringan alur sungai secara kuantitatif (Soewarno, 1991:33). Morfometri
yang akan diuraikan di sini meliputi luas DAS, gradien sungai, orde dan tingkat
percabangan sungai, serta kerapatan sungai (drainage density).
87
1) Luas DAS
Berdasarkan perhitungan luas DAS menggunakan aplikasi SIG dengan Xtool
Update area, perimeter, hectare diketahui luas DAS Walikan adalah 5.599,636
Ha atau 56 Km2. DAS tersebut menurut Heirich et al (1999) dalam Maryono
(2002:174) termasuk dalam klasifikasi DAS kecil.
2) Gradien Sungai
Gradien sungai adalah beda elevasi (d) perpanjang sungai yang diukur (I).
untuk tiap segmen sungai gradiennya tidak sama, tetapi mempunyai sebuah
gradien umum. Gradien sungai dinyatakan dalam m/km, penentuan gradien
dapat langsung di lapangan atau dari peta RBI.
Caranya adalah dengan
mengukur beda tinggi antara muara atau hilir dan hulu sungai, kemudian
dicari jarak mendatarnya.
Berdasarkan peta RBI diketahui :
Tinggi Hilir
: 111,5 m
Tinggi Hulu
: 2.250 m
Jarak mendatar
: 28.796,4 m : 28,8 km
Jawab
:
Gradien
:
:
: 74,25 m/km
Jika dinyatakan dalam derajat adalah :
Tg α
:
:
88
Tg α
: 0,0742
α (o)
: arc tg 0,0742
: 4,24 o
Gradien sungai mempengaruhi kecepatan laju aliran air. Semakin besar
gradiennya maka aliran air akan semakin cepat, demikian pula sebaliknya
semakin kecil gradiennya maka aliran air akan semakin lambat. Kecepatan
aliran ini akan berpengaruh terhadap besarnya erosi permukaan. Penentuan
nilai gradien tersebut merupakan gradien global dari suatu sistem sungai,
tetapi seharusnya ada perbedaan antara yang di hulu, tengah dan hilir.
Penentuan gradien yang lebih tepat adalah mencari gradien tiap segmen,
kemudian dicari nilai rata-ratanya.
3) Orde Sungai
Orde sungai ditentukan dari derajat percabangan sungai. Berdasarkan cara
Strahler dalam Soewarno (1991:35), alur sungai paling hulu yang tidak
mempunyai cabang disebut dengan orde pertama, pertemuan antara dua orde
pertama disebut orde kedua, demikian seterusnya sampai pada sungai utama
ditandai dengan nomor orde yang paling besar. Dari perhitungan seperti pada
gambar 25 di peroleh nomor orde sungai sampai orde ke 4. Dengan demikian,
semakin banyak jumlah ordenya semakin luas DAS nya dan semakin panjang
pula alur sungainya. Penentuan orde sungai DAS Walikan dapat dilihat pada
gambar 25.
4) Kerapatan Sungai (Drainage Density)
Kerapatan sungai adalah suatu angka indek yang menunjukkan banyaknya
anak sungai di dalam suatu DAS (Soewrno, 1991:38). Indek tersebut
dinyatakan dalam persamaan :
Dd = L/A
89
Keterangan :
Dd
: Indek kerapatan sungai (Km/Km2)
L
: Jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungainya
(Km)
A
: Luas DAS (Km2)
Dengan menggunakan perhitungan dengan SIG diketahui :
L
: 198,03 Km
A : 56 Km2
Maka Hasilnya :
Dd
: L/A
: 198,03 Km/56 Km2
: 3,536 Km/Km2
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa kerapatan sungainya
adalah 3,54 Km/Km2 sehingga termasuk dalam kerapatan sedang. Kerapatan
sungai pada suatu DAS dapat menentukan sifat drainase pada DAS tersebut.
Semakin besar nilai kerapatan sungainya maka drainase nya akan semakin baik,
demikian pula sebaliknya semakin kecil nilai kerapatan sungainya maka
drainasenya akan semakin buruk. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
kerapatam sungai DAS Walikan tergolong dalam kategori baik/jarang mengalami
penggenangan. Artinya semakin banyak anak sungai dalam DAS tersebut maka
daerah tangkapan airnya akan semakin baik sehingga akan memperlancar aliran
air dan semakin baik pula kondisi drainase di DAS tersebut. Gambar penentuan
orde sungai dapat dilihat pada berikutnya.
90
Gambar 16. Penentuan orde sungai DAS Walikan
91
8. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan suatu tutupan lahan yang terdapat di atas
permukaan bumi. Pada DAS Walikan terdapat 6 penggunaan lahan yang ada di
DAS Walikan yaitu Permukiman, Sawah, Kebun, Hutan, Semak Belukar,
Tegalan. Penggunaan lahan terluas kedua yaitu permukiman yaitu sekitar 1.241,34
Ha. Permukiman terpadat umumnya berada di daerah dengan kemiringan lereng
datar atau berada di daerah tengah dan hilir DAS. Jika dilihat dari Peta
Penggunaan Lahan DAS Walikan, permukiman terpadat berada di Kecamatan
Jatipuro. Hal ini disebabkan karena wilayah ini merupakan wilayah pusat ekonomi
dan pemerintahan yaitu adanya pasar dan kantor kecamatan serta sarana
penunjang lainnya sepert sekolah, kantor polisi yang ada di wilayah tersebut.
Tegalan adalah jenis penggunaan lahan terluas ketiga yang biasanya
dimanfaatkan penduduk dengan ditanami jagung. Hampir sebagian besar tutupan
lahan tegalan didominasi oleh jagung. Hanya ada tutupan lahan yang tidak
ditanami jagung yaitu biasanya berada di daerah hulu yaitu di Desa Wonorjo yang
tuupan lahannya berupa tanaman sayur-sayuran dan palawija lainnya. Luas
penggunaan lahan tegalan sekitar 1.232,63 Ha atau sekitar 22,03% dari luas total
DAS Walikan.
Hutan merupakan jenis penggunaan lahan keempat terluas di lokasi
penelitian yang semuanya berada di wilayah DAS hulu atau berfungsi sebagai
hutan lindung bagi wilayah di bawahnya. Tutupan lahan berupa pohon pinus yang
dibiarkan secara alami dengan kerapatan tajuk pohon rendah sampai tinggi. Luas
penggunaan lahan ini sekitar 661,785 Ha.
Penggunaan lahan kebun dan semak belukar mempunyai luas masingmasing 346,814 Ha dan 177,533 Ha. Kebun yang ada di lokasi penelitian
umumnya merupakan kebun campuran dengan kerapatan rendah sampai tinggi.
Perbandingan luas dan prosentase penggunaan lahan lokasi penelitian dapat dilihat
pada tabel 16 dan diagram lingkaran dibawah ini.
92
Tabel 16. Luas dan Prosentase Penggunaan Lahan DAS Walikan
No.
Penggunaan lahan
Luas (Ha)
Prosentase (%)
1
Permukiman
1.241,337
22,168
2
Sawah
1.939,537
34,637
3
Hutan
661,785
11,818
4
Kebun
346,814
6,194
5
Tegalan
1.232,63
22,013
6
Semak Belukar
177,533
3,170
Luas Total
5.599,636
100
Sumber : Analisis SIG Tahun 2012
Gambar 17. Diagram Lingkaran Prosentase Luas Penggunaan Lahan DAS Walikan
93
9. Keadaan Penduduk
Berdasarkan data monografi desa diketahui jumlah penduduk di 13 Desa
yang masuk dalam wilayah administrasi DAS Walikan adalah sebanyak 62.296
jiwa. Jumlah penduduk terbanyak di Giriwarno, namun demikian luasan yang
tercakup di DAS Walikan untuk wilayah Giriwarno hanya 215,488 Ha yang
merupakan wilayah dengan luas terkecil kedua setelah Ngepungsari. Jumlah
penduduk yang dimaksud dalam tulisan ini adalah jumlah penduduk secara
umum.
Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Sebagai
contoh di Kecamatan Jatipuro yang merupakan wilayah dengan luas terbesar
kedua setelah Jatiyoso, jumlah penduduk yang bermata pencaharian petani adalah
sebanyak 9.139 jiwa kemudian disusul pedagang dengan jumlah 4.125 jiwa. Hal
ini mengindikasikan bahwa penduduk masih menggantungkan hidupnya pada
lahan pertanian.
94
Berikut adalah jumlah penduduk masing-masing Desa di 3 Kecamatan
yang masuk dalam DAS Walikan.
Tabel 17. Jumlah Penduduk DAS Walikan Tahun 2011
No.
Kabupaten
1 Karanganyar
Kecamatan
Desa/Kelurahan
1. Jatiyoso
1. Beruk
4.715
2. Wonorejo
6.123
3. Wonokeling
3.589
3. Jatiyoso
4.489
4. Jatisawit
3.811
5. Petung
3.876
1. Jatiroyo
4.357
2. Jatipurwo
3.972
3. Jatipuro
3.881
4. Jatisobo
5.174
5. Ngepungsari
4.085
1. Sonoharjo
6.659
2. Manjung
3.837
3. Giriwarno
7.317
2. Jatipuro
2 Wonogiri
3. Wonogiri
Total Luas
Jumlah Penduduk (Jiwa)
62.296
Sumber : Monografi Desa di Kecamatan Jatiyoso, Jatipuro, dan Wonogiri Tahun 2011
Semakin tinggi jumlah penduduk menyebabkan tekanan penduduk
meningkat sehingga tekanan akan penggunaan lahan meningkat dan tata guna
tanah semakin tidak sesuai sehingga menyebabkan kerusakan akan lahan dan
perubahan penggunaan lahan pada wilayah tersebut.
95
B. Hasil Penelitian
1. Satuan Lahan Daerah Penelitian
A.Parameter Penyusun Satuan Lahan
Satuan lahan didapat dari tumpang susun antara peta geologi, peta
penggunaan lahan, peta tanah, serta peta lereng. Dari satuan lahan tersebut
dijelaskan beberapa parameter penyusunnya yaitu :
Persebaran luas dan penggunaan lahan dilihat dari masing – masing faktor
yang ada antara lain Litologinya, Kemiringan Lereng, Macam Tanah dan
Penggunaan Lahannya.
1. Litologi
Berdasarkan litologinya, DAS Walikan tersusun atas 4 formasi batuan.
Formasi batuan yang paling luas adalah Endapan Lahar Lawu (Qlla) dengan luas
4.448,27 ha (79,82 %) material tersebut tersebar di Desa Jatiyiso, Jatipurwo,
Jatisawit, Jatipuro, Jatiroyo, Jatisobo, Petung, Sonoharjo, Giriwarno, Manjung,
dan Giriwono. Sedangkan yang paling sempit adalah Breksi jobolarangan (Qvjb)
dengan luas 60,60 ha (1,09%) dan hanya terdapat di Desa Wonorejo. Data
mengenai formasi batuan DAS Walikan beserta penulisan simbolnya dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 18. Formasi Batuan DAS Walikan beserta Simbol Penulisannya.
No
1
2
3
4
Formasi Batuan
Endapan Lahar Lawu
Lava Jobolarangan
Lava Sidoramping
Breksi Jobolarangan
Jumlah
Sumber :
Simbol
Qlla
Qvjl
Qvsl
Qvjb
Luas
Ha
4.475,27
510,41
553,4
60,61
5.599,69
%
79,82
9,16
9,93
1,09
100
1. Peta Geologi Lembar Ponorogo, Surakarta dan Giritrontro Skala 1:100.000 tahun
1992 (Puslitbang Geoligi, Bandung)
96
2) Kemiringan Lereng
Berdasarkan pada Tabel `19 maka kemiringan lereng DAS Walikan yang
paling luas adalah lereng kelas I (0-8 %) dengan luas 3.299,57 ha (58,93%) dan
tersebar di Desa Manjung, Sonoharjo, Jatisobo, Jatipuro, Jatiroyo, Jatipurwo,
Ngepungsari, Jatiyoso. Kemiringan lereng yang paling sempit adalah lereng kelas
V ( > 45 %) dengan luas 388,59 ha (6,94 %) terdapat di Desa Beruk.
Tabel 19. Kemiringan Lereng DAS Walikan
Luas
No
Besar Lereng (%)
1
0–8
2
Keterangan
Simbol
Ha
%
Datar
I
3.299,57
58,93
8 – 15
Landai
II
933,25
16,66
3
15 – 25
Agak Curam
III
579,62
10,35
4
25 – 45
Curam
IV
398,66
7,12
5
> 45
Sangat Curam
V
388,59
6,94
5.599,69
100
Sumber :1. Interpretasi Peta Rupa Bumi indonesia Tahun 2001
2. Hasil perhitungan tahun 2012
3) Macam Tanah
Berdasarkan Peta Tanah DAS Walikan dengan skala 1:250.000 yang
didapat dari Peta Tanah BAPEDA Karanganyar dan Wonogiri, maka di DAS
Walikan terdapat 3 macam tanah dalam satuan konsosiasi, asosiasi maupun
kompleks yaitu Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat Kemerahan, Komplek
Andosol Coklat, Andosol Coklat Kekuningan, Latosol Coklat Kemerahan. Macam
tanah paling luas yaitu Latosol Coklat Kemerahan 3.376,01 ha (66,72 %) dan
tersebar di wilayah Jatisobo, Jatipuro, Jatiroyo, Jatisawit, Jatipurwo, Ngepungsari,
Petung, Jatiyoso, Wonokeling. Sedangkan macam tanah paling sempit Komplek
97
Andosol Coklat, Andosol Coklat Kekuningan dengan luas 844,58 ha (15,56%)
dan tersebar di wilayah Wonorejo dan Beruk.
Tabel 20 Macam Tanah Beserta Simbolnya
No
1
Macam Tanah
Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat
Simbol
Luas
ha
%
AlMcm
992,1
17,72
KacAck
844,58
15,56
3.376,01
66,72
5.599,69
100
Kemerahan
2
Komplek Andosol Coklat, Andosol
Coklat Kekuningan
3
Latosol Coklat Kemerahan
Jumlah
LaCm
Sumber :1. Peta Tanah BAPEDA Karanganyar dan Wonogiri dengan skala 1 : 250.000
2. Hasil Perhitungan Tahun 2012
Dasri hasil tumpang susun peta parameter penyusun satuan lahan tersebut
maka di DAS Walikan terdapat 49 satuan lahan. Informasi mengenai sebaran
satuan lahan di DAS Walikan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Peta Satuan Lahan Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar
dan Wonogiri Tahun 2012.
98
B. Hasil Penelitian
99
1. Luas dan Persebaran Penggunaan Lahan
Penggunaan Lahan merupakan hasil interaksi antara aktivitas manusia
dengan lingkungan alami. Berdasarkan jenisnya penggunaan lahan di DAS
Walikan dapat dibedakan menjadi 6 yaitu : Permukiman, Sawah, kebun, Hutan,
Semak Belukar, Tegalan. Dengan persebaran sebagai berikut : Permukiman yang
paling mendominasi terdapat di wilayah Jatipuro. Sawah hampir semuanya
terdapat di wilayah Manjung, Sonoharjo, Jatipuro, Ngepungsari, Jatisawit,
Jatiyoso dan petung. Kebun sebagian terdapat di Manjung, Jatisobo dan paling
mendominasi Jatiroyo. Hutan hanya terdapat di Desa Beruk. Semak Belukar
Hanya terdapat di Wonokeling. Tegalan sebagian terdapat di Jatipuro,
Wonokeling dan yang paling mendominasi terdapat di Jatipurwo, Jatiyoso serta
Wonorejo.
Tabel 21 : Jenis Penggunaan Lahan DAS Walikan Beserta Simbolnya
Bentuk
No
Luas
Penggunaan Lahan
Simbol
ha
%
1
Permukiman
Pmk
1.240,3
22,15
2
Sawah
Sw
1.835,54
32,78
3
Kebun
Kb
344,64
6,15
4
Hutan
Htn
661,02
11,80
5
Semak Belukar
Sb
106,75
1,91
6
Tegalan
Tg
1.411,44
25,21
5.599,69
100
Jumlah
Sumber : 1. Interpretasi Peta Rupa Bumi Indonesia tahun 2001
2.Hasil Cek Lapangan tahun 2012
Dari hasil perhitungan diatas penggunaan lahan yang paling luas adalah
sawah dengan luas 1.835,54 ha (32,78 % ) sedangkan penggunaan lahan paling
kecil adalah semak belukar dengan luas 106,75 ha ( 1,91 %).
100
Persebaran penggunaan lahan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta
Penggunaan Lahan Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar dan
Wonogiri Tahun 2012.
2 Fungsi Kawasan Lahan
Adanya variasi penyusunan lahan yang berupa batuan, tanah, kemiringan
lereng dan penggunaan lahan menyebabkan terjadinya perbedaan sifat dan
karakteristik lahan, artinya setiap lahan mempunyai fungsi kawasan tersendiri
dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Sesuai dengan tujuannya fungsi
kawasan didapat dari hasil skoring antara intensitas curah hujan, kemiringan
lereng dan jenis tanah. Maka fungsi kawasan lahan di DAS Walikan dapat
dibedakan mkenjadi 4 fungsi kawasan yaitu : kawasan lindung (KL), kawasan
penyangga (KP), Kawasan budidaya tanaman semusim (KBTS), kawasa budidaya
tanaman tahunan (KBTT). Deskripsi dari masing – masing fungsi kawasan lahan
DAS Walikan adalah sebagai berikut :
101
102
a. Fungsi Kawasan Lindung
Fungsi utama kawasan lindung DAS Walikan adalah sebagai perlindungan
sistem penyangga kehidupan, antara lain mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi serta memelihara kesuburan tanah di DAS Walikan.
Berdasarkan karakteristiknya, lahan di DAS Walikan yang masuk dalam
kawasan lindung (KL) ada 5 satuan lahan. Dari 5 satuan lahan tersebut terdapat
pada lereng V (>45%) semua sehingga mudah tererosi dan rentan akan bahaya
longsor. Luas lahan fungsi kawasan lindung (KL) DAS Walikan sebesar 388,58
ha (6,94%) dari total keseluruhan luas DAS Walikan. Wilayahnya terdapat di
antara Desa Beruk. Data perhitungan Fungsi Kawasan Lindung dapat dilihat pada
tabel 22.
Gambar 18 . Fungsi Kawasan Lindung di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-V-Htn (Kanan) dan
KAcAck-Qvjb-V-Htn (Kiri) Desa Beruk, Foto diambil 23 Januari 2012
103
Tabel 22. Fungsi Kawasan Lindung DAS Walikan
No
No
Satlah
1
9
2
13
3
20
4
21
5
23
Satuan Lahan
KAcAck-Qvjb-VHtn
KAcAck-Qvjl-VHtn
KAcAck-Qvjl-VSb
KAcAck-Qvjl-VTg
KAcAck-Qvsl-VHtn
jumlah
%
Karakteristik
Intensitas Curah Hujan
(mm/hari)
20,00
20,00
20,00
20,00
20,00
Macam Tanah
Komplek andosol coklat, andosol coklat
kekuningan
Komplek andosol coklat, andosol coklat
kekuningan
Komplek andosol coklat, andosol coklat
kekuningan
Komplek andosol coklat, andosol coklat
kekuningan
Komplek andosol coklat, andosol coklat
kekuningan
Fungsi
Kawasan
Luas
(Ha)
Lereng
V
V
V
V
V
KL
KL
KL
KL
KL
29,74
13,32
21,17
16,70
307,66
388,58
6,94
104
b. Fungsi Kawasan Penyangga
Kawasan Penyangga (KP) mempunyai fungsi yaitu menyangga atau
mempertahankan keberadaan fungsi kawasan lindung, kawasan ini sebagai batas
antara kawasan budidaya dengan kawasan lindung. DAS Walikan sendiri kawasan
penyangga mempunyai luas 1.456,41 ha (26,01%) dan terdapat 19 satuan lahan
yang terbagi dalam lereng I sebanyak 4 satua lahan dengan luas 872,59 ha, lereng
II sebanyak 5 satuan lahan dengan luas 140,2 ha, lereng III sebanyak 1 satuan
lahan dengan luas 44,98 ha dan yang terakhir lereng IV sebanyak 9 satuan lahan
dengan luas 398,66 ha. Pada kawasan penyangga tersebar di wilayah Manjung,
Sonoharjo, Giriwarno, dan Wonorejo. Data perhitungan Fungsi Kawasan
Penyangga dapat dilihat pada tabel 23
Gambar 19. Fungsi Penyangga di satuan Lahan KAcAck-Qvjl-IV-Kb di Desa Jatiyoso (Kanan) dan
AlMcm-Qlla-II-Kbn di Desa Manjung (Kiri), Foto diambil 22 Januari 2012
105
Tabel 23. Fungsi Kawasan Penyangga DAS Walikan
No
1
No
Satlah
1
Satuan Lahan
AlMcm-Qlla-I-Kbn
Karakteristik
Intensitas Curah Hujan
(mm/hari)
21,31
2
2
AlMcm-Qlla-I-Pmk
21,31
3
3
AlMcm-Qlla-I-Sw
21,31
4
4
5
5
6
6
7
7
8
8
9
11
10
12
AlMcm-Qlla-I-Tg
AlMcm-Qlla-IIKbn
AlMcm-Qlla-IIPmk
21,31
15
19
18
49
I
Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan
I
20,72
Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan
II
LaCm-Qvjl-IV-Sw
17
Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan
AlMcm-Qlla-II-Tg
KAcAck-Qvjb-IVHtn
KAcAck-Qvjl-IIPmk
48
14
I
II
18
16
250,88
Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan
Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan
22
13
95,39
KP
20,72
17
15
KP
II
19
12
I
Lereng
Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan
16
14
Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan
Luas
(Ha)
20,72
KAcAck-Qvjl-II-Tg
KAcAck-Qvjl-IIITg
KAcAck-Qvjl-IVHtn
KAcAck-Qvjl-IVKbn
KAcAck-Qvjl-IVPmk
KAcAck-Qvjl-IVSb
KAcAck-Qvjl-IVTg
KAcAck-Qvsl-IVHtn
11
Macam Tanah
Fungsi
Kawasan
LaCm-Qvjl-IV-Tg
jumlah
%
20,10
Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan
20,72
Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan
20,72
Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan
20,72
Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan
20,10
Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan
20,72
Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan
20,72
Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan
20,72
Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan
20,72
Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan
20,10
Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan
20,10
Latosol coklat kemerahan
20,10
Latosol coklat kemerahan
IV
KP
KP
KP
KP
KP
KP
II
KP
II
KP
III
KP
IV
KP
IV
KP
IV
KP
IV
KP
IV
KP
IV
KP
IV
KP
IV
KP
514,10
12,22
7,52
20,58
91,41
30,87
7,40
13,29
44,98
33,69
11,35
13,41
8,63
39,58
245,74
7,55
7,84
1456,41
26,01
106
c. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman
Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukuman (KBTS)
DAS Walikan mempunyai luas paling besar yaitu 2.426,98 ha (43,44%) yang
terdiri dari 7 satuan lahan yang semuanya berada pada lereng I dan tersebar di
Jatisobo, Jatipuro, Jatiroyo, Jatisawit, dan Jatipurwo. Data perhitungan Fungsi
Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman dapat dilihat pada tabel
24.
Gambar 20. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman di Satuan
Lahan KAcAck-Qvjl-I-Tg di Desa Wonokeling (Kanan) dan LaCm-Qlla-I-Sw
di Desa Jatisobo (Kiri), Foto diambil 24 Januari 2012
107
Tabel 24. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim DAS Walikan
No
1
2
No
Satlah
10
24
Satuan Lahan
KAcAck-Qvjl-I-Tg
LaCm-Qlla-I-Kbn
Karakteristik
Fungsi
Kawasan
Intensitas Curah Hujan
(mm/hari)
Macam Tanah
Lereng
20,72
Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan
I
21,31
Latosol coklat kemerahan
I
3
25
LaCm-Qlla-I-Pmk
25,89
Latosol coklat kemerahan
I
4
26
LaCm-Qlla-I-Sw
21,31
Latosol coklat kemerahan
I
5
27
LaCm-Qlla-I-Tg
20,72
Latosol coklat kemerahan
I
6
7
37
38
LaCm-Qvjl-I-Pmk
LaCm-Qvjl-I-Tg
jumlah
%
20,72
20,72
Latosol coklat kemerahan
Latosol coklat kemerahan
I
I
KBTS
KBTS
KBTS
KBTS
KBTS
KBTS
KBTS
Luas
(Ha)
7,05
185,24
703,31
945,66
570,28
6,77
8,67
2426,98
43,34
108
d. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan (KBTT) DAS Walikan
dengan luas 1327,67 ha (23,71%) dan terdapat 18 satuan lahan pada kawasan
penyangga (KP). Sebaran satuan lahan hampir sama yaitu dengan jumlah 8 satuan
lahan pada lereng II dan 8 satuan lahan pada lereng III, yang membedakan hanya
luasnya pada lereng II dengan luas 792,95 sedangkan pada lereng III luasnya
534,64.
Data perhitungan Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim
Tahunan dapat dilihat pada tabel 25.
Gambar 21. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan di Satuan Lahan LaCm-Qvjl-IIIKbn di Desa Wonokeling, Foto diambil 25 Januari 2012
Secara administratif persebaran kawasan budidaya tanaman tahunan
(KBTT) terdapat di Petung dan Wonokeling. Persebaran fungsi kawasan dapat
dilihat pada Peta Fungsi Kawasan Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten
Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012.
109
Tabel 25. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan DAS Walikan
No
No
Satlah
Satuan Lahan
Karakteristik
Intensitas Curah Hujan (mm/hari)
Fungsi Kawasan
Luas
(Ha)
Macam Tanah
Lereng
Latosol coklat kemerahan
II
KBTT
125,28
1
28
LaCm-Qlla-II-Pmk
20,72
2
29
LaCm-Qlla-II-Sb
20,72
Latosol coklat kemerahan
II
KBTT
17,24
3
30
LaCm-Qlla-II-Sw
20,72
Latosol coklat kemerahan
II
KBTT
253,31
4
31
LaCm-Qlla-II-Tg
20,72
Latosol coklat kemerahan
II
KBTT
316,77
LaCm-Qlla-III-Kbn
20,72
III
KBTT
28,11
LaCm-Qlla-III-Pmk
20,72
III
KBTT
66,57
LaCm-Qlla-III-Sb
20,72
III
KBTT
26,73
LaCm-Qlla-III-Sw
20,72
III
KBTT
88,56
156,11
5
6
7
8
32
33
34
35
Latosol coklat kemerahan
Latosol coklat kemerahan
Latosol coklat kemerahan
Latosol coklat kemerahan
9
36
LaCm-Qlla-III-Tg
20,72
Latosol coklat kemerahan
III
KBTT
10
39
LaCm-Qvjl-II-Kbn
20,72
Latosol coklat kemerahan
II
KBTT
9,93
11
40
LaCm-Qvjl-II-Pmk
20,72
Latosol coklat kemerahan
II
KBTT
15,20
LaCm-Qvjl-II-Sb
20,72
II
KBTT
30,98
LaCm-Qvjl-II-Sw
20,72
II
KBTT
16,93
LaCm-Qvjl-II-Tg
20,72
II
KBTT
7,41
LaCm-Qvjl-III-Kbn
20,72
III
KBTT
9,10
LaCm-Qvjl-III-Pmk
20,72
III
KBTT
30,90
Latosol coklat kemerahan
III
KBTT
9,43
Latosol coklat kemerahan
III
KBTT
119,13
12
13
14
15
16
41
42
43
44
45
17
46
LaCm-Qvjl-III-Sw
20,72
18
47
LaCm-Qvjl-III-Tg
20,72
jumlah
%
Latosol coklat kemerahan
Latosol coklat kemerahan
Latosol coklat kemerahan
Latosol coklat kemerahan
Latosol coklat kemerahan
1327,67
23,71
110
111
3. Kesesuaian Fungsi Kawasan
Setelah diketahui ungsi kawasan lahan DAS Walikan, maka tahap
selanjutnya adalah melakukan evaluasi kecocokan antara penggunaan lahan aktual
dengan fungsi kawasan lahan yang terdapat di DAS Walikan. Evaluasi ini
dimaksudkan untuk mengetahui penggunaan lahan aktual DAS Walikan yang
tidak sesuai dengan fungsi utama kawasannya dan selanjutnya dapat ditentukan
arahan konservasi yang sesuai dengan fungsi kawasannya. Penilaian kesesuaian
antara penggunaan lahan aktual dengan fungsi kawasan lahan DAS Walikan dapat
dilihat pada Tabel 26.
Dari tabel 26 dapat diketahui satuan lahan yang penggunaan lahan
aktualnya tidak sesuai dengan fungsi utama kawasannya yaitu sebagai berikut :
a. Kawasan Lindung
Penggunaan lahan yang diperbolehkan pada kawasan ini seharusnya
adalah pengolahan lahan dengan tanpa pengolahan tanah (zero tillage) dan
dilarang melakukan penebangan vegetasi hutan. Namun pada kenyataannya di
lahan DAS Walikan masih banyak dijumpai pengolahan tanaman semusim untuk
sayuran.
Selain itu juga kawasan lindung memiliki ciri : (1) Mempunyai
kemiringan lahan lebih dari 40 %, (2) Jenis tanahnya sangat peka terhadap erosi
(regosol, litosol, organosol, dan renzina) dengan kemiringan lapangan lebih dari
15 %, (3) Merupakan jalur pengaman aliran air/sungai yaitu sekurang-kurangnya
100 meter di kiri-kanan sungai besar dan 50 meter kiri-kanan anak sungai, (4)
Merupakan perlindungan mata air, yaitu sekurang-kurangnya radius 200 meter di
sekeliling mata air, (5) Mempunyai ketinggian 2.000 meter atau lebih di atasa
permukaan laut. Penggunaan lahan aktual yag tidak sesuai dengan fungsi kawasan
lahan pada kawasan lindung mempunyai luas 16,70 ha (1,15%) dari seluruh DAS
Walikan yang tidak sesuai dengan fungsi utama kawasannya.
Secara administratif penyimpangan penggunaan lahan tersebut terletak di
Wonorejo dan hanya terdapat pada 1 satuan lahan dan penyimpangan penggunaan
lahan pada wilayah kawasan lindung adalah tegalan.
112
Tabel 26. Kesesuaian Fungsi Kawasan dengan Penggunaan Lahan
No.
Satlah
Nama Satlah
Fungsi Kawasan
Penggunaan
Lahan
Kesesuaian Penggunaan
Lahan
1
AlMcm-Qlla-I-Kbn
Kawasan Penyangga
Kebun
Sesuai
2
AlMcm-Qlla-I-Pmk
Kawasan Penyangga
Permukiman
Tidak Sesuai
3
AlMcm-Qlla-I-Sw
Kawasan Penyangga
Sawah
Tidak Sesuai
4
AlMcm-Qlla-I-Tg
Kawasan Penyangga
Tegalan
Tidak Sesuai
5
AlMcm-Qlla-II-Kbn
Kawasan Penyangga
Kebun
Sesuai
6
AlMcm-Qlla-II-Pmk
Kawasan Penyangga
Permukiman
Tidak Sesuai
7
AlMcm-Qlla-II-Tg
Kawasan Penyangga
Tegalan
Tidak Sesuai
8
KAcAck-Qvjb-IV-Htn
Kawasan Penyangga
Hutan
Sesuai
9
KAcAck-Qvjb-V-Htn
Kawasan Lindung
Hutan
Sesuai
10
KAcAck-Qvjl-I-Tg
Kawasan Budidaya Tanaman Semusim & Permukiman
Tegalan
Sesuai
11
KAcAck-Qvjl-II-Pmk
Kawasan Penyangga
Permukiman
Tidak Sesuai
12
KAcAck-Qvjl-II-Tg
Kawasan Penyangga
Tegalan
Tidak Sesuai
13
KAcAck-Qvjl-V-Htn
Kawasan Lindung
Hutan
Sesuai
14
KAcAck-Qvjl-III-Tg
Kawasan Penyangga
Tegalan
Tidak Sesuai
15
KAcAck-Qvjl-IV-Htn
Kawasan Penyangga
Hutan
Sesuai
16
KAcAck-Qvjl-IV-Kbn
Kawasan Penyangga
Kebun
Sesuai
17
KAcAck-Qvjl-IV-Pmk
Kawasan Penyangga
Permukiman
Tidak Sesuai
18
KAcAck-Qvjl-IV-Sb
Kawasan Penyangga
Semak Belukar
Sesuai
19
KAcAck-Qvjl-IV-Tg
Kawasan Penyangga
Tegalan
Tidak Sesuai
20
KAcAck-Qvjl-V-Sb
Kawasan Lindung
Semak Belukar
Sesuai
21
KAcAck-Qvjl-V-Tg
Kawasan Lindung
Tegalan
Tidak Sesuai
22
KAcAck-Qvsl-IV-Htn
Kawasan Penyangga
Hutan
Sesuai
23
KAcAck-Qvsl-V-Htn
Kawasan Lindung
Hutan
Sesuai
24
LaCm-Qlla-I-Kbn
Kawasan Budidaya Tanaman Semusim & Permukiman
Kebun
Tidak Sesuai
25
LaCm-Qlla-I-Pmk
Kawasan Budidaya Tanaman Semusim & Permukiman
Permukiman
Sesuai
26
LaCm-Qlla-I-Sw
Kawasan Budidaya Tanaman Semusim & Permukiman
Sawah
Sesuai
27
LaCm-Qlla-I-Tg
Kawasan Budidaya Tanaman Semusim & Permukiman
Tegalan
Sesuai
28
LaCm-Qlla-II-Pmk
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Permukiman
Sesuai
29
LaCm-Qlla-II-Sb
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Semak Belukar
Sesuai
30
LaCm-Qlla-II-Sw
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Sawah
Sesuai
31
LaCm-Qlla-II-Tg
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Tegalan
Sesuai
32
LaCm-Qlla-III-Kbn
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Kebun
Sesuai
33
LaCm-Qlla-III-Pmk
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Permukiman
Sesuai
34
LaCm-Qlla-III-Sb
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Semak Belukar
Sesuai
35
LaCm-Qlla-III-Sw
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Sawah
Sesuai
36
LaCm-Qlla-III-Tg
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Tegalan
Sesuai
37
LaCm-Qvjl-I-Pmk
Kawasan Budidaya Tanaman Semusim & Permukiman
Permukiman
Sesuai
38
LaCm-Qvjl-I-Tg
Kawasan Budidaya Tanaman Semusim & Permukiman
Tegalan
Sesuai
39
LaCm-Qvjl-II-Kbn
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Kebun
Tidak Sesuai
40
LaCm-Qvjl-II-Pmk
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Permukiman
Sesuai
113
41
LaCm-Qvjl-II-Sb
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Semak Belukar
Tidak Sesuai
42
LaCm-Qvjl-II-Sw
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Sawah
Sesuai
43
LaCm-Qvjl-II-Tg
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Tegalan
Sesuai
44
LaCm-Qvjl-III-Kbn
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Kebun
Sesuai
45
LaCm-Qvjl-III-Pmk
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Permukiman
Tidak Sesuai
46
LaCm-Qvjl-III-Sw
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Sawah
Tidak Sesuai
47
LaCm-Qvjl-III-Tg
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Tegalan
Tidak Sesuai
48
LaCm-Qvjl-IV-Sw
Kawasan Penyangga
Sawah
Tidak Sesuai
49
LaCm-Qvjl-IV-Tg
Kawasan Penyangga
Tegalan
Tidak Sesuai
Gambar 22. Ketidaksesuaian Lahan Kawasan Lindung di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-V-Tg (Kanan) dan
KAcAck-Qvjl-V-Sb (Kiri) di Desa Wonorejo
Foto diambil 22 Januari 2012
b. Kawasan Penyangga
Penggunaan lahan yang diperbolehkan pada kawasan ini adalah kebun dengan
pengolahan lahan sangat minim (minimum tillage) atau dengan sitem pertanian
hutan (agroforestry). Padahal kriteria umum kawasan penyangga sebagai berikut :
(1) Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan budidaya secara
ekonomis, (2) Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan
penyangga, (3) Tidak merugikan dilihat dari segi ekologi/lingkungan hidup bila
dikembangkan sebagai kawasan penyangga.
114
Namun kenyataan yang ada di lapangan masih banyak dijumpai sawah
dan tegalan yang banyak ditanami jenis sayuran sehingga fungsi lahannya tidak
terpenuhi yang mengakibatkan terjadinya degradasi lahan akbat proses erosi dan
longsor lahan, bahkan yang paling kelihatan menonjol adalah adanya pemukiman
di kawasan tersebut.kegiatan pengolahan lahan secara intensif tersebut disebabkan
oleh pengolahan lahan yang sangat mudah dan ketersediaan air.
Pengunaan lahan aktual yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan
pada kawasan penyangga adalah seluas 1.054,11 ha (72,38%) dari seluruh
penggunaan lahan DAS Walikan dan merupakan wilayah yang paling luas
penggunaan lahan aktual yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan
dibanding dengan kawasan – kawasan lainnya. Secara administratif pnggunaan
lahan aktual yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan terdapat di Sonoharjo,
Giriwarno, Wonorejo, Beruk, Manjung. Terdapat 13 satuan lahan yang
penggunaanya tidak sesuai dengan fungsi kawasannya
Gambar 23. Ketidaksesuaian Lahan Kawasan Penyangga di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-IV-Pmk
(Kanan) dan KAcAck-Qvjl-IV-Tg (Kiri) di Desa Wonorejo
Foto diambil 25 Januari 2012
c. Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman
Penggunaan lahan pada kawasan ini dapat digunakan secara intensif
untuk dilakukan pengolahan lahan dan kondisi lereng mkronya memenuhi syarat
untuk lokasi permukiman. Selain itu juga kriteria umum dari kawasan ini adalah
mempunyai fungsi budidaya dan diusahakan dengan tanaman semusim terutama
untuk tanaman pangan pangan atau permukiman, dari pernyataan tersebut sudah
115
jelas tentang kegunaan kawasan tersebut. Namun saat ini jenis penggunaan lahan
pada kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman DAS Walikan yang
tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan mempunyai luas 185,24 ha (12,71 %)
dari seluruh penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan dan
hanya 1 satuan lahan. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi
kawasannya terdapat di sebagian kecil wilayah Jatipurwo, penyalahgunaan berupa
kebun.
Gambar 24. Ketidaksesuaian Lahan Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman di Satuan Lahan
LaCm-Qlla-I-Kbn di Desa Jatipurwo, Foto diambil 25 Januari 2012
d.
Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Penggunaan lahan yang dianjurkan pada kawasan budidaya tanaman tahunan
adalah untuk perkebunan dan tanaman budidaya tahunan lainnya,selain itu juga
kawasan budidaya tanaman tahunan mempunyai tingkat kemiringan lahan 15-40%
da mempunyai kriteria seperti tanaman penyangga yaitu : (1) Keadaan fisik satuan
lahan memungkinkan untuk dilakukan budidaya secara ekonomis, (2) Lokasinya
secara ekonomis mudah dikembangkan, (3) Tidak merugikan dilihat dari segi
ekologi/lingkungan hidup bila dikembangkan.
Kenyataan di lapangan masih dijumpai penggunaan lahan untuk kebun,
semak belukar, pemukiman, sawah dan tegalan. Biasanya penggunaan lahan untuk
kebunletaknya berdampingan dengan pengunaan lahan untuk sawah dan
permukman.
116
Penggunaan lahan aktual yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan
pada kawasan budidaya tanaman tahunan adalah seluas 190,44 ha (13,76 %) dari
seluruh luas lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan di DAS
Walikan. Secara administratif tersebar di Wonorejo, wonokeling.
Gambar 25. Ketidaksesuaian Lahan Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan di Satuan Lahan LaCm-QllaII-Sw di Desa Jatisawit (Kanan) dan LaCm-Qvjl-II-Tg di Desa Wonokeling,
Foto diambil 24 Januari 2012
Peta persebaran kesesuaian fungsi kawasan dapat dilihat pada Peta
Kesesuaian Fungsi Kawasan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan
Kabupaten Wonogiri Tahun 2012 pada halaman berikutnya.
4. Arahan Konservasi Lahan
Satuan lahan yang penggunaan lahan aktualnya tidak sesuai dengan fungsi
kawasan lahan, selamjutnya diarahkan pemanfaatannya dengan menerapkan
teknik rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dengan berdasar pada persyaratan
pelaksanaan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang ada pada masing –
masing kawasan. Arahan pemanfaatan lahan ini bertujuan untuk mengembalikan
dan menjaga fungsi utama pada masing – masing kawasan.
Arahan fungsi pemanfaatan lahan dikelompokkan berdasarka fungsi
kawasan lahan, penggunaan lahan, kemiringan lereng dan kedalaman tanah pada
setiap satuan lahan. Keterangan mengenai simbol arahan konservasi pada tiap-tiap
kelompok arahan fungsi pemanfaatan lahan dapat dilihat pada tabel.
117
118
Berdasarkan pada tabel Rekomendasi Rehabilitasi Lahan dan Konservasi
Tanah dalam Setiap fungsi Kawasan Lahan, arahan konservasi dan pemanfaatan
lahan DAS Walikan dapat dideskripsikan sebagai berikut :
a. Kawasan Lindung
Pada Kawasan Lindung DAS Walikan terdapat 5 satuan lahan dan terdapat
1 satuan lahan yang penggunaan lahan aktualnya tidak sesuai dengan fungsi
kawasan lahannya yaitu KacAck-Qvjl-V-Tg (21). Satuan lahan tersebut berada
pada lereng yang sangat curam ( > 45 %) dengan solum tanah dangkal sampai
sedang yaitu berkisar aantara 34 – 90 cm.
Berdasarkan fungsi utama kawasannya penggunan lahan tegalan pada
kawasan ini tidak diperbolehkan, arahan konservasi yang perlu dilakukan secara
vegetatif adalah melakukan usaha untuk memulihkan dan menghutankan kembali
tanah yang mengalami keadaan fisik, kimia maupun biologi baik secara alami
maupun akibat ulah manusia, atau lebih dikenal dengan istilah reboisasi. Artinya
perlu dilakukan perubahan penggunaan lahan tegalan menjadi hutan. Selaian itu
reboisasi juga merupakan cara yang cocok untuk menurunkan erosi aliran
permukaan, terutama jika dilakukan pada bagian hulu daerah tangkapan air untuk
mengatur banjir. Tanaman yang digunakan biasanya tanaman yang bisa mencegah
erosi, baik secara habitus maupun umur, juga diutamakan tanaman keras yang
bernilai ekonomis, baik kayunya maupun hasil samping lainnya, misalnya getah,
akar dan minyak.
Metode mekanik yang diterapkan adalah dengan pembuatan sumbat jurang
untuk mengendalikan erosi dan longsor lahan pada jurang – jurang besar
mengingat kondisi lereng di lapangan sangat curam dan banyak terdapat jurang
besar, serta perlu dibangun dam pengendali pada alur sungai untuk menahan laju
aliran permukaan sekaligus menampung endapan hasil erosi dari kawasan
diatasnya. Sumbat jurang tersebut merupakan bangunan pengawet tanah dan air
berupa bendungan kecil, dengan konstruksi terbuat dari urugan tanah dan gebalan
rumput, batu bronjong atau kayu/bambu yang berfungsi untuk menahan sedimen
yang berasal dari erosi parit. (Departemen Kehutanan, 1997 : 230-231).
119
Satuan lahan tersebut adalah KacAck-Qvjl-V-Tg sedangkan arahan
konservasinya adalah :
KL - Tg
Vr + Msj – dp
b. Kawasan Penyangga
Pada kawasan ini terdapat 13 satuan lahan yang penggunaan lahan
aktualnya tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan. Arahan penggunaan lahan
pada kawasan penyangga dibedakan menjadi 8 kelompok. Kelompok pertama
adalah satuan lahan AlMcm-Qlla-I-Pmk (2), AlMcm-Qlla-II-Pmk (6), KacAckQvjl-II-Pmk (11). Kelompok satuan lahan ini terletak pada lereng datar ( 0 – 8 %)
dan landai ( 8 – 15 % ) dengan kedalaman tanah yaitu 40 – 160 cm.
Keberadaan permukiman pada kawasan penyangga sebenarnya tidak
sesuai dengan fungsi utama kawasannya yaitu sebagai penyangga keberadaan
kawasan lindung, namun apabila relokasi tidak mungkin untuk dilakukan maka
masih dapat diupayakan dengan melakukan arahan konservasi secara vegetatif
dengan menerapkan sistem wanatani, dalam bentuk kebun pekarangan yaitu
kebun campuran yang terdiri atas campuran yang tidak teratur antara tanaman
tahunan atau tanaman keras lainnya yang menghasilkan buah-buahan dan tanaman
semusim berupa tanaman sayuran dan tanaman obat-obatan yang diusahakan pada
lahan disekitar pekarangan. Pengolahan kebun pekarangan ini harus dilakukan
secara minimal demi menjaga fungsi utama kawasannya yaitu sebagai kawasan
penyangga. Wanatani (agroforestry) sendiri merupakan manajemen pemanfaatan
lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan
kehutanan dan pertanian pada unit pengolahan sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat berperanserta (Departemen Kehutanan, 1997: 232).
Metode mekanik dapat dilakukan dengan pembuatan teras bangku. Selain
untuk mengurangi erosi dan resiko terjadinya longsor lahan, pembuatan teras
bangku pada kelompok satuan lahan ini juga sekaligus dapat berfungsi sebagai
penguat berdirinya bangunan yang ada. Teras bangku atau tangga dibuat dengan
120
jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk
suatu deretan anak tangga atau bangku yang dipisahkan oleh talud. (Suripin,
2004:118). Metode mekanik lain yang dapat diterapkan adalah dengan membuat
saluran pembuangan air yang tujuannya untuk mengalirkan air limbah domestik
maupun air limpasan dari kawasan permukman secara aman tanpa menimbulkan
erosi secara intensif. Saluran pembuangan air adalah bangunan pengawet tanah
berupa saluran air yang pada dinding dan dasar salurannya ditanami rumput yang
merayap. Saluran ini berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan secara aman
tanpa menimbulkan erosi. (Departemen Kehutanan, 1997 : 267).
Simbol untuk arahan konservasi ini adalah
KP - Pmk
Vwt + Mtb - spa
Kelompok kedua adalah satuan lahan KacAck-Qvjl-IV-Pmk (17). Satuan
lahan tersebut terletak pada lereng curam ( > 25 – 45 % ) dengan kedalaman tanah
dangkal yaitu 58 cm. Arahan konservasi secara vegetatif dapat dilakukan dengan
menerapkan
sistem
wanatani
dalam
bentuk
kebun
pekarangan
dan
mengoptimalkan usaha peternakan yang sudah ada menuju bentuk peternakan
hutan. Sistem peternakan tersebut memberikan keuntungan ganda yaitu
menyediakan kebutuhan pakan ternak tanpa harus menyediakan lahan tempat
penggembalaan dan menghasilkan pupuk kandang yang sangat baik untuk
kesuburan tanah. Wanatani (agroforestry) sendiri merupakan manajemen
pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan
kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengolahan sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat berperanserta (Departemen Kehutanan, 1997: 232).
Dengan keadaan lereng yang curam maka arahan konservasi mekanik
dapat ditempuh dengan membuat teras gulud, tujuannya adalah untuk menahan
laju aliran permukaan dan sekaligus menghambat laju erosi. Teras guludan sendiri
merupakan bentuk konservasi tanah dengan membuat guludan yaitu tumpukan
tanah (galengan) yang dibuat memanjang memotong kemiringan lahan. Fungsi
121
guludan ini adalah untuk menghambat aliran permukaan, menyimpan air di bagian
atasnya dan untuk memotong panjang lereng. Tinggi tumpukan tanah berkisar
antara 25-30 cm dengan lebar dasar 25-30 cm. (Suripin, 2004: 1160).
Bentuk konservasi mekanik yang lain dapat berupa saluran pembuangan
air yang berfungsi untuk mengalirkan air dari kawasan permukiman supaya dapat
dialirkan secara aman tanpa menimbulkan erosi permukaan, sedangkan pada alur
sungai yang melalui kelompok satuan lahan ini perlu dibangun dam pengendali.
Dam pengendali adalah bangunan pengawetan tanah dan air berupa bendungan
kecil dan berfungsi sebagai penampung air dan sedimen. Tipe dam pengendali
yang digunakan berupa tanah urugan tanah homogen yaitu badan bendungnya
terbuat dari konstruksi urugan tanah yang dipadatkan. (Departemen Kehutanan,
1997 : 230).
Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah :
KP - Pmk
Vwt + Mtg - spa - dp
Kelompok ke tiga adalah satuan lahan AlMcm-Qlla-I-Tg (4) kelompok
satuan lahan tersebut terletak pada lereng yang datar. Dengan kedalaman tanah
dalam yaitu 96 cm. Pada satuan lahan tersebut perlu arahan konservasi secara
vegetatif yaitu dengan wanatani dimana pengkombinasian tanaman sangat
diperlukan agar tanah dapat terikat pada tanaman sehingga mengurangi terjadinya
erosi. Wanatani (agroforestry) merupakan manajemen pemanfaatan lahan secara
optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan
pertanian pada unit pengolahan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
berperanserta (Departemen kehutanan, 1997: 232).
Selain itu arahan arahan secara mekanik adalah dengan teras bangku
dimana fungsi utama teras tersebut adalah untuk memperkuat struktur tanaman
dari bahaya erosi, saluran pembuangan air juga sangat pentung untuk mengurangi
terkikisnya material-material organik sehingga tanah tetap terjaga kesuburannya.
Teras bangku atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan
122
tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak tangga atau bangku
yang dipisahkan oleh talud. (Suripin, 2004:118). Talud (riser) harus ditanami
rumput-rumputan atau tanaman penutup lain agar terlindung dari erosi percikan
maupun erosi permukaan, begitu pula pada bibir teras (lip) perlu diperkuat dengan
tanaman penguat teras. Agar bidang olah cukup lebar dan agr tidakmudah longsor,
teras bangku dibuat pada lahan kering untuk tanaman semusim dengan
kemiringan kurang dari 40%. (departemen Kehuanan, 1997:267).
Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah :
KP - Tg
Vwt + Mtb - spa
Kelompok ke empat adalah satuan lahan AlMcm-Qlla-II-Tg (7), KacAckQvjl-II-Tg (12), KacAk-Qvjl-III-Tg (14) . satuan lahan tersebut terletak pada
lereng landai dan agak curam, selain itu juga mempunyai kedalaman tanah 9 – 70
cm dengan klasifikasi dangkal sampai sedang. Arahan konservasi secara vegetatif
yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan sistem wanatani dalam bentuk
pengolaahan pertanaman dalam lorong yaitu suatu bentuk usahatani atau
penggunaan tanah yang menanam tanaman semusim atau tanaman pangan di
lorong atau gang yang ada di antara barisan pagar tanaman pepohonan atau semak
(Arsyad, 1989:201). Barisan tanaman pagar harus ditanam menurut kontur agar
pencegahan erosi terjadi dengan baik. Tanaman pagar selain ini mampu mencegah
erosi sekaligus juga bermanfaat sebagai pupuk hijau. Kegiatan penanaman pagar
pada kelompok satuan lahan ini dapat dilakukan dengan penyulaman di antara
tanaman tegalan yang sudah ada.
Metode mekanik yang diterapkan adalah dengan membuat dan
menyempurnakan teras bangku yang sudah ada dengan tanaman penguat pada
bibir teras.tujuan dari teras bangku adalah untuk memperkuat dan mengurangi
erosi. Selain itu juga perlu dibuat saluran pembuangan air agar erosi tidak terjadi
secara besar-besaran. Saluran pembuangan air adalah bangunan pengawet tanah
berupa saluran air yang pada dinding dan dasar salurannya ditanami rumput yang
123
merayap. Saluran ini berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan secara aman
tanpa menimbulkan erosi. (Departemen Kehutanan, 1997 : 267).
Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah :
KP - Tg
Vwt + Mtb - sp
Kelompok ke lima adalah satuan lahan KacAck-Qvjl-IV-Tg (19), LaCmQvjl-IV-Tg (49). kelompok lereng ini terletak pada lereng yang curam dengan
kedalaman tanah sedang sampai dalam yaitu 39-80 cm. Arahan konservasi
vegetatif pada kelompok satuan lahan ini dapat ditempuh dengan menerapkan
sistem wanatani dalam bentuk pertanaman tumpangsari, yaitu tanaman tegalan
yang sudah ada diselingi dengan tanaman pohon-pohonan seperti damar dan pinus
dengan tujuan agar tanah tersebut menjadi kuat dan dapat menyimpan air sehingga
dapat mengurangi erosi dan juga dapat menyimpan cadangan air tanah.
Berdasarkan kondisi lereng yang ada pada satuan lahan tersebut arahan
konservasi dengan metode mekanik dapat dilaksanakan dengan menyempurnakan
teras guludan yang sudah ada dengan menanami tanaman penguat pada setiap
guludannya. Pada alur sungai yang berada pada satuan lahan ini harus dibangun
dam pengendali yang tujuannya untuk mengendalikan laju aliran sungai dan
sekaligus menahan hasil erosi yang terbawa dari kawasan di atasnya. Dam
pengendali merupakan bangunan pengawetan tanah dan air berupa bendungan
kecil dan berfungsi sebagai penampung air dan sedimen. Dengan tipe tanah
urugan tanah homogen yaitu badan bendungnya terbuat dari konstruksi urugan
tanah yang dipadatkan. (Departemen Kehutanan, 1997 : 230).
Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah :
KP - Tg
Vwt + Mtg - dp
124
Kelompok ke enam adalah satuan lahan AlMcm-Qlla-I-Sw (3). Satuan
lahan ini terletak pada lereng I dengan klasifikasi agak curam (0%-8%) dengan
kedalaman tanah 115 cm dengan klasifikasi solum tanah dalam.
Bentuk arahan konservasi vegetatif yang diterapkan pada satuan lahan ini
adalah dengan kegiatan wanatani, artinya penggunaan lahan sawah harus
diarahkan kedalam bentuk penanaman tumpangsari yang memadukan penanaman
tanaman semusim seperti padi, ketela pohon dan tanaman pangan lainnya
sehingga dapat menghasilkan secara optimal. Wanatani sendiri yaitu manajemen
pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan
kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengolahan sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat berperanserta (Departemen kehutanan, 1997: 232).
Selain itu konservasi mekanik yang diterapkan dalam satuan lahan ini
adalah dengan menerapkan teras bangku dengan tujuan untuk memperkuat
tanaman dari akumulasi air yang berlebih selain itu juga perlu dibuat saluran
pembuangan air agar saluran air menjadi lancar. Saluran pembuangan air
merupakan bangunan pengawet tanah berupa saluran air yang pada dinding dan
dasar salurannya ditanami rumput yang merayap. Saluran ini berfungsi untuk
mengalirkan aliran permukaan secara aman tanpa menimbulkan erosi.
(Departemen Kehutanan, 1997 : 267).
Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah :
KP - Sw
Vwt + Mtb - spa
Kelompok ke tujuh adalah satuan lahan LaCm-Qvjl-IV-Sw (48). Satuan
lahan ini terletak pada lereng curam (25%-45%) dengan kedalaman tanah dalam
yaitu 110 cm. Bentuk arahan konservasi vegetatif yang dapat diterapkan pada
satuan lahan ini adalah dengan kegiatan wanatani, artinya penggunaan lahan
sawah harus diarahkan kedalam sistem wanatani dalam bentuk penanaman
tumpangsari yang memadukan penanaman tanaman semusim seperti padi, ketela
pohon dan tanaman pangan lainnya selama dua sampai tiga tahun setelah
125
penanaman pohon-pohonan hutan. Setelah tanaman pohon hutan tumbuh besar
kegiatan penanaman tanaman semusim sudah tidak dapat efektif, maka pada tahap
selanjutnya dapat diarahkan pada jenis kegiatan peternakan hutan.
Pada sebagian satuan lahan yang termasuk dalam kelompok ini keberadaan
teras bangku justru akan memicu terjadinya longsor lahan, akibat adanya
akumulasi air yang berlebih dan akan menjadi bidang tergerusnya pada
permukaan batuan.
Sesuai dengan keadaan lereng dan solum tanahnya maka metode mekanik
yang dapat diterapkan adalah pembuatan teras gulud. Teras guludan adalah bentuk
konservasi tanah dengan membuat guludan yaitu tumpukan tanah (galengan) yang
dibuat memanjang memotonh kemiringan lahan. Fungsi guludan ini adalah untuk
menghambat aliran permukaan, menyimpan air di bagian atasnya dan untuk
memotong panjang lereng. Tinggi tumpukan tanah berkisar antara 25-30 cm
dengan lebar dasar 25-30 cm. (Suripin, 2004). Untuk mengurangi akumulasi air
pada kelompok satuan lahan ini perlu dibangun saluran pembuangan air,
mengingat lahan ini merupakan lahan persawahan yang mendapat pengairan
secara intensif. Pada alur sungai yang berada pada satuan lahan ini perlu dibangu
dam pengendali yang bertujuan untuk mengendalikan laju aliran sungai serta
menahan Hasil erosi yang terbawa aliran dari kawasan diatasnya. Dam pengendali
adalah bangunan pengawetan tanah dan air berupa bendungan kecil dan berfungsi
sebagai penampung air dan sedimen. Tipe dam yang digunakan adalah tipe kedap
air yaitu dam pengendali dengan badan bendungan yang terbuat dari konstruksi
batu bata/ beton. (Departemen Kehutanan, 1997 : 230).
Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah :
KP - Sw
Vwt + Mtg – spa - dp
Kelompok ke delapan adalah satuan lahan KacAck-Qvjb-IV-Htn (8). Pada
kawasan ini mempunyai kemiringa lereng yang curam yaitu (25%-45%) dengan
kedalaman tanah dangkal yaitu 83 cm. Dengan kondisi tersebut maka arahan
126
konservasi secara vegetatif dilakukan dengan reboisasi yaitu dengan penanaman
pohon kembali pada daerah – daerah yang hutannya sudah mulai berkurang akibat
ulah manusia. Reboisasi sendiri diartikan sebagai usaha untuk memulihkan dan
menghutankan kembali tanah yang mengalami kerusakan fisik, kimia maupun
biologi baik secara alami maupun oleh ulah manusia. Reboisasi merupakan cara
yang cocok untuk menurunkan erosi aaliran permukaan, terutama jika dilakukan
pada bagian hulu daerah tangkapan air untuk mengatur banjir. Tanaman yang
digunakan biasanya tanaman yang bisa mencegah erosi, baik secara habitus
maupun umur, juga diutamakan tanaman keras yang bernilai ekonomis, baik
kayunya maupun hasil samping lainnya, misalnya getah, akar dan minyak.
Selain itu juga arahan konservasi secara mekanik dilakukan dengan dam
pengendali dimana di situ dilakukan pada daerah yang ada sungainya supaya
pengaruh erosi tidak besar. Dam pengendali adalah bangunan pengawetan tanah
dan air berupa bendungan kecil dan berfungsi sebagai penampung air dan
sedimen. selain itu juga perlu adanya saluran pembuangan air yang berfungsi
untuk memberikan jalan air agar dapat mengurangi erosi. Simbol yang diberikan
untuk arahan konservasi adalah :
KP - Htn
Vr + Mdp - spa
c. Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman
Pada kawasan ini terdapat 1 satuan lahan yang penggunaan lahan
aktualnya tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan. Lahan tersebut adalah
LaCm-Qlla-I-Kbn (24). Dengan kemiringan lereng yang datar dengan kedalaman
tanah yang dangkal yaitu 90 cm, maka arahan konservasi secara vegetatif
dilakukan dengan rotasi tanaman dimana tujuan dari rotasi tanaman tersebut
adalah agar tanah tidak mengalami pengrusakan sehingga perlu dilakukan rotasi
tanaman.
Arahan konservasi secara mekanik adalah dengan teras bangku selain
untuk mengurangi erosi pembuatan teras bangku pada satuan lahan ini juga
127
sebagai penguat tanah. Selain itu juga perlu dilakukan reboisasi supaya resiko
erosi lebih kecil sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Yang terakhir
adalah pembuatan daerah pengendali air agar tanaman tidak kebanyakan air
sehingga bisa tumbu secara maksimal. Dam pengendali adalah bangunan
pengawetan tanah dan air berupa bendungan kecil dan berfungsi sebagai
penampung air dan sedimen. Tipe dam yang digunakan adalah tipe tanah urugan
tanah homogen yaitu badan bendungnya terbuat dari konstruksi urugan tanah yang
dipadatkan. (Departemen Kehutanan, 1997 : 230).
Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah :
KBTS - Kbn
Vrt + Mtb - i – dp
d. Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
Pada kawasan ini terdapat 4 satuan lahan yang penggunaan lahan
aktualnya tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan. Arahan penggunaan lahan
pada kawasan budidaya tanaman tahunan dibedakan menjadi 4 kelompok.
Kelompok pertama adalah satuan lahan LaCm-Qvjl-II-Sb (41). Pada satuan lahan
tersebut mempunyai kemiringan lereng yang landai dan kedalaman tanah sedang
102 cm. Arahan konservasi vegetatif yang digunakan adalah dengan perubahan
lahan menjadi kebun atau perkebunan agar bisa ditanami tanaman tahunan. Selain
itu juga arahan konsrervasi secara mekanik adalah dengan pembuatan teras
bangku untuk memperkuat tanaman, teras bangku atau tangga dibuat dengan jalan
memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu
deretan anak tangga atau bangku yang dipisahkan oleh talud. (Suripin, 2004:118).
selain itu juga perlu dibuat saluran pengendali air untuk mengurangi resiko erosi
yang ada pada satuan lahan tersebut, dengan membuat semacam parit atau saluran
memotong arah lereng dengan kemiringan yang kecil sehingga kecepatan air tidak
lebih dari 0,5 m/detik. Saluran pengelak biasanya dibuat pada tanah yang
berlereng panjang dan seragam yang permeabilitasnya rendah. (Arsyad, 1989:
121).
128
Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah :
KBTT - Sb
Vkb + Mtb - spa
Kelompok kedua adalah satuan lahan LaCm-Qvjl-III-Pmk (45). Satuan
lahan ini berada pada lereng agak curam (15%-25%) dengan kedalaman tanah
tanah sedang yaitu 86 cm. Berdasarkan pengamatan dilapangan lahan – lahan
yang berada di sekitar pekarangan masih banyak yang digunakan untuk tegalan,
oleh karena itu arahan konservasi vegetatif dapat dilakukan dengan merubah lahan
tegalan tersebut menjadi lahan tanaman budidaya perkebunan dan tanaman
tahunan lainnya dan tentunya harus dilakukan dengan pengolahan tanah secara
bijak dan memperhatikan kaidah konservasi. Jenis tanaman perkebunan yang
dikembangkan sebaiknya dipilih yang mempunyai nilai komoditas tinggi seperti
cengkeh, coklat. Yang terbukti mempunyai prospek yang baik baik dalam hal
harga pasar maupun kualitas.
Arahan secara mekanik dilakukan dengan menyempurnakan teras bangku
yang sudah ada. Penyempurnaan teras bangku selain untuk mengendalikan erosi
sekaligus juga dapat menambah kuat bangunan permukiman yang berada pada
satuan lahan tersebut sehinga dapat meminimalkan resiko terjadinya longsor.
Teras bangku atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan
tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak tangga atau bangku
yang dipisahkan oleh talud. (Suripin, 2004:118). Pembuatan saluran pembuangan
air juga diperlukan dengan tujuan mengalirkan air limpasan dari kawasan
permukiman secara aman tanpa menimbulkan erosi permukaan. Simbol yang
diberikan untuk arahan konservasi adalah :
KBTT - Pmk
Vkb + Mtb - spa
Kelompok ketiga adalah satuan lahan LaCm-Qvjl-III-Sw (46). Satuan
lahan tersebut barada pada lereng agak curam (15%-25%) dengan kedalaman
tanah dangkal yaitu 100 cm. Arahan konservasi secara vegetatif dilakukan dengan
129
perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan perkebunan. Hal ini ditempuh
mengingat kawasan ini memang seharusnya diperuntukkan untuk penanaman
tanaman perkebunan atau tanaman tahunan lainnya sehingga fungsi kawasannya
tidak terganggu.
Arahan konservasi mekanik dilakukan dengan menyempurnakan teras
bangku yang sudah ada, yaitu dengan cara menanam rumput atau tanaman
polowijo pada bibir teras tujuan tanaman tersebut adalah untuk mengurangi resiko
erosi yang ada. Teras bangku atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng
dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak
tangga atau bangku yang dipisahkan oleh talud. (Suripin, 2004:118). Bentuk
tindakan konservasi mekanik yang lain dilakukan dengan membangun saluran
pembuangan air yang lebih baik mengingat lahan ini merupakan lahan
persawahan yang mendapat pengairan secara intensif agar menghasilkan secara
potensial. Saluran pembuangan air adalah bangunan pengawet tanah berupa
saluran air yang pada dinding dan dasar salurannya ditanami rumput yang
merayap. Saluran ini berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan secara aman
tanpa menimbulkan erosi. (Departemen Kehutanan, 1997 : 267).
Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah :
KBTT - Sw
Vkb + Mtb - spa
Kelompok keempat adalah satuan lahan LaCm-Qvjl-III-Tg (47). Satuan
lahan ini berada pada lereng agak curam yaitu (15%-25%) dengan kedalaman
tanah dalam yaitu 125 cm. Arahan konservasi secara vegetatif adalah dengan
melakukan penanaman tanaman perkebunan. Artinya perlu dilakukan pergantian
komoditi tanaman tegalan menjadi tanaman perkebunan atau tanaman tahunan
lainnya.
Arahan konservasi secara mekanik dilakukan dengan membuat teras
bangku dengan tujuan agar tingkat erosi semakin kecil dan untuk memperkuat
tanaman. Teras bangku atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan
130
meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak tangga
atau bangku yang dipisahkan oleh talud. (Suripin, 2004:118). Selain itu juga
dilakukan dengan membuat saluran pengelak yang dihubungkan dengan saluran
pembuangan air, hal ini bertujuan untuk memungkinkan minimalnya erosi
permukaan.Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah :
KBTT - Tg
Vkb + Mtb - spa
Arahan konservasi dapat dilihat pada Peta Arahan Konservasi Lahan Daerah
Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012.
131
132
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :
1.
Luas dan persebaran penggunaan lahan yang terdapat di DAS Walikan berupa
Perrmukiman 1.240,3 ha (22,15%) terdapat di wilayah Jatipuro. Sawah
1.835,54 ha (32,78) terdapat di wilayah Manjung, Sonoharjo, Jatipuro,
Ngepungsari, Jatisawit, Jatiyoso dan petung. Kebun 344,64 ha (6,15%)
terdapat di Manjung, Jatisobo dan paling mendominasi Jatiroyo. Hutan
661,02 ha (11,80%) terdapat di Desa Beruk. Semak Belukar 106,75 ha
(1,91%) terdapat di Wonokeling, Tegalan 1.411,44 ha (25,21%) sebagian
terdapat di Jatipuro, Wonokeling dan yang paling mendominasi terdapat di
Jatipurwo, Jatiyoso serta Wonorejo.
2.
Fungsi kawasan lahan DAS Walikan mempunyai 4 fungsi yaitu : Fungsi
Kawasan Lindung yang tersebar di 5 satuan lahan dengan luas 388,58 ha
(6,94%).
Fungsi Kawasan Penyangga yang tersebar di 19 satuan lahan
dengan luas 1.456,41 ha (26,01%). Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman
Semusim dan Permukiman yang tersebar di 7 satuan lahan dengan luas
2.426,98 ha (43,44%). Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan yang
tersebar di 18 satuan lahan dengan luas 1.327,67 ha (23,71%).
3.
Kesesuaian antara fungsi kawasan lahan dengan penggunaan lahan yang
terdapat di DAS Walikan sebagai berikut : Kawasan Lindung, penggunaan
lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya mempunyai luas 16,70 ha (1,15%).
Kawasan Penyangga, penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya
mempunyai luas 1.054,11 ha (72,38%). Kawasan budidaya tanaman semusim
dan permukiman, penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya
133
mempunyai luas 185,24 ha (12,71%). Kawasan budidaya tanaman tahunan,
penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya mempunyai luas
190,44 ha (13,76%).
4.
Arahan konservasi yang sesuai untuk DAS Walikan sebagai berikut : Pada
Kawasan Lindung diarahkan pada reboisasi dan sumbat jurang serta dam
pengendali. Kawasan Penyaangga paling banyak diarahkan pada wanatani
dan teras bangku serta dam pengendali. Kawasan budidaya tanaman semusim
dan permukiman diarahkan pada rotasi tanaman serta teras bangku, irigasi
dan dam pengendali. Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan diarahka pada
kebun, teras bangku dan saluran pembuangan air.
B. Implikasi
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupaka suatu kawasan ekosistem yang
terdiri atas komponen biotik dan abiotik yang saling membentuk satu kesatuan
yang teratur, salah satu komponen abiotik DAS adalah lahan. Pembangunan yang
terus bertambah dan diiringi oleh laju pertumbuhan penduduk yang terus
bertambah mengakibatkan kebutuhan akan lahan semakin meningkat, akibatnya
kegiatan alih fungsi lahan semakin meningkat.
Kegiatan alih fungsi lahan DAS Walikan yang kurang memperhatikan
aspek lingkungan, serta tanpa memperhatikan fungsi kawasannya akan berakibat
terhadap menurunnya kualitas lahan serta meningkatkan potensi terjadinya
bencana alam.
Dengan tersedianya suatu arahan fungsi pemanfaatan lahan diharapkan
pengelolaan DAS Walikan khususnya dalam hal pemanfaatan lahan, dapat lebih
terarah dan terencana sehingga dapat terwujud sebuah kondisi ekosistem DAS
yang stabil
Dalam dunia pendidikan diharapkan dapat membantu siswa untuk
memahami tentang fungsi kawasan dan arahan konservasi lahan yang
diberlakukan untuk setiap fungsi kawasan sesuai dengan rekomendasi yang ada.
134
C. Saran
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan DAS
Walikan, dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang lebih
parah serta timbulnya bencana alam. Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis
ingin menyampaikan saran dan masukan sehubungan dengan pemanfaatan lahan
DAS Walikan kepada :
1. Pemerintah diharapkan dapat mengkoordinir pihak atau instansi yang
terkait dan berkompeten dalam pengelolaan DAS untuk segera melakukan
pengelolaan DAS Walikan secara terpadu, khususnya dalam hal
pemanfaatan lahan supaya diarahkan sesuai dengan fungsi kawasan lahan.
2. Masyarakat khususnya para petani diharapkan untuk mengelola lahan
secara biak dan tetap emperhatika kaidah konservasi tanah.
3. Peneliti yang lain diharapkan dapat menindak lanjuti penelitian ini dengan
melengkapi data yang terus diperbaharui mengingat kondisi pemanfaatan
lahan akan terus berubah dari waktu ke waktu.
135
Daftar Pustaka
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor:IPB Press
Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Yogyakarta: UGM Press
Budiyanto, Eko. 2002. Sistem Informasi Geografis Menggunakan Arc View GIS.
Yogyakarta : ANDI
Cholid, 2009. Sistem Informasi Geografis: Suatu Pengantar. Makalah. Bogor :
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI
Darmawijaya, Isa. 1990.Klasifikasi Tanah Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press
Departemen Kehutanan. 2009. “Pedoman Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik
Rehabilitasi hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS)”
Departemen Kehutanan. 2009.
Sungai Terpadu”
“Pedoman Teknik Pengelolaan Daerah Aliran
Departemen Pekerjaan Umum. 2005. Profil DAS Bengawan Solo. Direktorat
Jendral Sumberdaya Air
Direktorat perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jendral Prasarana dan
Sarana Pertanian Kementrian Pertanian. 2011. “Pedoman Teknik
Konservasi Lahan 2011”. Jakarta : Departemen Pertanian
Freyfogle. 1993. “Land Conservation in Kentucky”. Jurnal Jurnal Ilmiah
Geomatika Vol. 16 No. 2, Desember 2010 (86-99). University of
Louisville
Hardjowigeno, Sarwono. 1987. Ilmu Tanah. Bogor : PT. Mediyatama Sarana
Perkasa
Hartono, Agung. 2006. “Arahan Konservasi Daerah Aliran Sungai Samin
Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo tahun 2006”. Skripsi. Universitas
Sebelas Maret Surakarta
Hidayat, Agung. 2010. “Kajian Lahan Kritis Untuk Arahan Rehabilitasi Lahan
Daerah Aliran Sungai Jlantah Hulu Tahun 2010”. Skripsi. Universitas
Sebelas Maret Surakarta
Munir, Moh. 2003. Geologi Lingkungan. Malang: Bayumedia Publishing
Muryono. 2008. “Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan Daerah Aliran Sungai Samin
Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2007”. Skripsi. Universitas Sebelas Maret.
Nugraha, Setya. 2007. “Kesesuaian Fungsi Kawasan Dengan Pemanfaatan Lahan
di Daerah Aliran Sungai Samin Tahun 2007”. Jurnal MIPS Vol 7 No.1
Maret 2008 halaman 67-76. Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Soaial.
136
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P.39/Menhut-II/2009
“Pedoman Teknik Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu”
Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 41/Permentan/Ot. 140/9/2009
Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian”
“Kriteria
Prahasta, Eddy. 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis.
Bandung : Informatika
Rahim, Supli Efendi. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup. Jakarta : Bumi Aksaran
Sutikno & Sunarto. 1993. Petunjuk Praktikum Geologi. Yogyakarta : Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada
Tika, M.P. 1997. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama
Wati, S. Eka. 2010. “Comparing Scoring Method And Modified Usdamethod To
Determine Land Use Function In Spatial Planning”. Jurnal Indonesian Of
Applied Physycs. Vol 02/No 1/April 2011 (16-23). Gadjah Mada
University
Surat Keputusan Menteri Peranian No. 837/Kpts/um/11/1980 dan No. :
683/Kpts/Um/8/1981 “kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung dan
hutan produksi”
Download