1 EVALUASI KESESUAIAN FUNGSI KAWASAN DAN KONSERVASI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN KABUPATEN KARANGANYAR DAN KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2012 SKRIPSI Disusun oleh: MIFTAHUL HIDAYAT K5408077 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 2 EVALUASI KESESUAIAN FUNGSI KAWASAN DAN KONSERVASI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI WALIKAN KABUPATEN KARANGANYAR DAN KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2012 Oleh : Miftahul Hidayat K5408077 Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 3 PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta, Juli 2012 Persetujuan Pembimbing Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II 4 PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Tim Penguji Skripsi : Hari : Tanggal : 5 ABSTRAK Miftahul Hidayat. Evaluasi Kesesuaian Fungsi Kawasan dan Konservasi Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan kabupaten Wonogiri Tahun 2012. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta. April. 2012 Tujuan Penelitian ini adalah (1) Mengetahui luas dan persebaran penggunaan lahan yang terdapat di DAS Walikan Tahun 2012. (2) Mengetahui fungsi kawasan lahan DAS Walikan Tahun 2012. (3) Mengetahui kesesuaian antara fungsi kawasan lahan dengan penggunaan lahan yang terdapat di DAS Walikan Tahun 2012. (4) Mengetahui arahan konservasi yang sesuai untuk DAS Walikan Tahun 2012. Penelitian ini menggunakan metode analisis spasial. Metode tersebut digunakan untuk menganalisis kesesuaian fungsi kawasan dan arahan konservasi lahan. Teknik yang digunakan adalah overlay dari peta penggunaan lahan, peta geologi, peta tanah, peta kemiringan lereng, sehingga menghasilkan peta satuan lahan tentatif. Populasi penelitian adalah seluruh unit satuan lahan di Daerah Aliran Sungai Walikan yaitu sebanyak 49 satuan lahan. Sampel tanah diambil dengan cara purposive sampling. Teknik pengumpulan data dengan observasi, dokumentasi. Teknik analisis data untuk mengetahui fungsi kawasan dengan menggunakan skoring, dan untuk menentukan arahan konservasi dilakukan dengan pencocokan (matching). Analisis peta menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG). Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1) Luas dan persebaran penggunaan lahan DAS Walikan terdiri dari permukiman 1.240,3 ha (22,15%), sawah 1.835,54 ha (32,78%), kebun 344,64 ha (6,15%), hutan 661,02 ha (11,80%), semak belukar 106,75 ha (1,91%), tegalan 1.411,44 ha (25,21%). 2)Fungsi kawasan lahan DAS Walikan terdiri dari fungsi kawasan lindung 388,58 ha (6,94%), fungsi kawasan penyanga 1.456,41 ha (6,94%), Fungsi kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman 2.426,98 ha (43,44%), fungsi kawasan budidaya tanaman tahunan 1.327,67 ha (23,71%). 3) Kesesuaian fungsi kawasan kawasan dengan penggunaan lahan. Kawasan yang tidak sesuai dengan fungsinya terdiri dari kawasan lindung 16,70 ha (1,15%), kawasan penyangga 1.054,11 ha (72,38%), kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman 185,24 ha (12,71%), kawasan budidaya tanaman tahunan luasnya 190,44 ha (13,76%). 4) Arahan konservasi yang sesuai untuk kawasan lindung diarahkan pada reboisasi dan pada konservasi mekanik berupa sumbat jurang serta dam pengendali. Kawasan penyangga sebagian diarahkan pada wanatani sedangkan mekaniknya sebagian besar teras bangku dan saluran pembuangan air. Kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman diarahkan pada rotasi tanaman da mekaniknya teras bangku, irigasi, dam pengendali. Kawasan budidaya tanaman tahunan diarahkan pada kebun dan mekaniknya diarahkan pada teras bangku dan saluran pembuangan air. 6 ABSTRACT Miftahul Hidayat. EVALUATION OF THE LAND SUITABILITY FUNCTION AND WALIKAN WATERSHED LAND CONSERVATION KARANGANYAR AND WONOGIRI REGENCY 2012. Thesis. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, April 2012. This study is aimed to: (1) Knowing the wide and spray of land using at Walikan Watershed 2012. (2) Knowing the region function of Walikan Watershed land 2012. (3) Knowing the suitable of land between region function and land using at Walikan Watershed 2012. (4) Knowing the directive of suitable conservation to Walikan Watershed 2012. This study use descriptive spatial method, to know land suitable function analysis and land conservation directive. Analysis engineering is used overlay from Using Land Map, Geology Map, Land Map, Slope Map, until Tentative Land Unit Map is made. Research population is all of Unit Map item in Walikan Watershed consist of 49 land unit. Land samplings are taken by purposive sampling way. Data acumulative technique are used with observation and documentation. Data analysis engineering to know region function are used scoring and to determinate conservation directive are used matching method. Map Analysis is used by GIS (Geographic Information System). The conclusion depend of this research are: 1) The wide and spray of land using Walikan Watershed consist of settlement‟s 1.240,3 ha (22,15%), rice field‟s 1.835,54 ha (32,78%), estate‟s 344,64 ha (6,15%), forest‟s 661,02 ha (11,80%), under brush‟s 106,75 ha (1,91%), dry land cultivation‟s 1.411,44 ha (25,21%). 2) Region function land Walikan Watershed consist of protect region function‟s 388,58 ha (6,94%), buffer region function‟s 1.456,41 ha (6,94%), plants cultivation season and settlements region function‟s 2.426,98 ha (43,44%), yearly plants cultivation region function‟s 1.327,67 ha (23,71%). 3) Suitable region function by land using . Nonsuitable region function consist of protect region‟s 16,70 ha (1,15%), buffer region‟s 1.054,11 ha (72,38%), plants cultivation season and settlements region function‟s 185,24 ha (12,71%), yearly plants cultivation region function‟s 190,44 ha (13,76%), 4) Suitable conservation directive to protect region is directed to reboization and mechanic conservation ravine plug and DAM‟s control. Side buffer region is directed to wanatani while most of desk terrace mechanic and outlet water flow. Plants cultivation season and settlements region function is directed to plant rotation and desk terrace mechanic, irrigation, DAM‟s control. Yearly plants cultivation region function is directed to estate and desk terrace mechanic and outlet water flow. 7 MOTTO “sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah pasti akan datang, maka janganlah kalian minta disegerakan” (QS. An Nahl :1) Sucsess is my right Dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan 8 PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan untuk : Bapak dan Ibu atas kasih sayang, limpahan do‟a, dan motivasi Kakak dan adikku Sahabat Geografi „08 Almamater Penghuni kos (cyber cafe) Orang yang selalu jadi inspirasiku 9 KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan mendapat gelar Sarjana Pendidikan. Selama pembuatan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof.Dr.H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini. 2. Bapak Drs. Syaiful Bakhri, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan persetujuan skripsi. 3. Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si., Ketua Program Pendidikan Geografi yang telah memberikan izin penulisan skripsi. 4. Bapak Setya Nugraha, S.Si, M.Si., Pembimbing I yang sabar memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar. 5. Bapak Dr. Sarwono, M.Pd., Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 6. Ibu Rita Noviani S.Si, M.Sc., Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi selama menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Geografi FKIP UNS. 7. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Geografi yang secara tulus memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis. 8. Kedua orang tuaku dan kakak-adikku yang telah memberikan motivasi moril maupun spiritual dalam penulisan skripsi ini. 9. Teman-teman seperjuangan (Lilis, Ana, Khoimah, Probo, Yosef dan Desta) atas semua bantuan, kerja sama dan motivasi selama penyusunan skripsi ini. 10. Sahabat Geo‟08 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberi warna selama menjadi mahasiswa dan dalam penyusunan skripsi ini. 10 11. Anak Cyber cafe yang menemani hari-hari penulis dalam menyusun skripsi ini. 12. Puat para penghuni gang depan Lek mendo, Mas Senthot, Lek Kamret dan topiq makasih atas bantuannya. 13. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca. Surakarta, Agustus 2012 Penulis 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keinginan dan tindakan manusia dalam melindungi lingkungannya yang berharga barangkali telah dilakukan semenjak ribuan tahun yang silam. Tetapi banyak sekali kesalahan – kesalahan yang dilakukan sehingga, pemanfaatan lahan oleh manusia sekarang ini cenderung mengabaikan dampaknya, terutama dampak menurunnya kualitas lingkungan hidup yang pada akhirnya akan mengakibatkan menurunnya kualitas daya dukung lahan. Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam kegiatan pembangunan. Kegiatan pembangunan yang terus berlangsung serta diiringi dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat, menyebabkan kebutuhan akan lahan untuk meletakkan kegiatan pembangunan semakin besar, sehingga menimbulkan tekanan terhadap ketersediaan lahan sesuai dengan fungsinya. Dari permasalahan - permasalahan diatas pemanfaatan lahan perlu diarahkan menurut fungsinya untuk menghindari dampak negatif dari pembangunan yang terus berjalan sehingga kerusakan lahan dapat dihindari. Sehingga perlu dilakukan adanya arahan fungsi kawasan. Pengelolaan DAS adalah upaya manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal balik di antara sumberdaya alam yang dapat diperbaharui berupa hutan (vegetasi), tanah dan air dengan manusia dan segala aktivitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem (lingkungan hidup) serta meningkatkan manfaat sumberdaya alam bagi kehidupan manusia. (Departemen Kehutanan (2009: 237)), sehingga pengelolaan DAS perlu dilakukan agar keseimbangan ekosistem yang ada didalamnya tidak terganggu. Wilayah DAS dengan berpedoman pada ekosistemnya dapat dibagi menjadi (1) sub sistem DAS bagian hulu (upland watershed), (2) sub sistem DAS bagian tengah (midland watershed), dan (3) sub sistem DAS bagian hilir atau pantai (lowland watershed). Masing-masing sub sistem DAS mempunyai karakteristik yang khas dan sumberdaya alam baik itu berupa tanah, air, dan 12 vegetasi yang berbeda - beda, dari perbedaan – perbedaan karakteristik tersebut akan mempunyai daya dukung dan daya tampung lingkungan yang berbeda – beda pada setiap karakteristik, sehingga pengelolaan lingkungan harus disesuaikan dengan kondisi yang ada dan diikuti dengan tindakan yang sesuai serta pengambilan kebijakan yang mengikuti ciri khas dan potensi sumberdaya alam yang ada pada DAS tersebut. Setiap ekosistem yang ada pada DAS mempunyai fungsi masing – masing baik itu daerah hulu, tengah, dan hilir dari DAS tersebut. Ekosistem DAS bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Perubahan kawasan lindung menjadi kawasan budidaya di daerah hulu yang dilakukan oleh para orang – orang yang tinggal disekitar DAS serta kurang pahamnya tentang fungsi DAS yang ada dibagian hulu serta meningkatnya permintaan akan lahan akibat dari cepatnya pertumbuhan penduduk, sehingga persediaan lahan yang sesuai untuk kawasan lindung semakin menyempit. Maraknya penebangan pohon secara liar di kawasan hutan lindung sehingga fungsi dan peran hutan sudah tidak sesuai sehingga dapat menyebabkan bencana seperti yang terjadi di Indonesia saat ini, sehingga itu perlu kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Disamping kegiatan yang tidak sesuai dikawasan lindung maka pada lahan hutan untuk usaha budidaya tanaman semusim seperti wortel, bawang, sawi dan tanaman sayuran lainnya maka kerusakan juga bertambah semakin parah. Kegiatan itu tidak dapat dibenarkan karena melakukan penggunaan lahan secara intensif pada kawasan lindung dan kawasan budidaya tanaman semusim. Dari itu semua juga masih diperparah dengan kurang sesuainya penggunaan kawasan budidaya dari fungsi yang telah ditentukan. Lahan dalam pemanfaatannya memerlukan pengelolaan yang tepat, oleh karena itu pemerintah dan instansi terkait melakukan suatu usaha yang sering disebut dengan pengawetan tanah, tindakan yang berkaitan dengan usaha pengawetan tanah disebut dengan konservasi lahan (Depertamen Kehutanan, 2009: 247). Dikuatkan dalam surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 52 / Kpts-II/2001 tanggal 23 Februari 2001, tentang pedoman pengelolaan DAS. Pedoman tersebut memuat perlu dilakukannya suatu tindakan identifikasi lahan 13 disertai dengan tindakan konservasi terhadap lahan yang mengalami penurunan kualitas fisik. Konservasi lahan dilakukan dengan menganalisis satuan lahan yang terdiri dari peta geologi, peta tanah, kemiringan lereng dan penggunaan lahan. Untuk memperoleh data dan informasi yang dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai perkembangan dan degradasi DAS perlu mengintegrasi keempat komponen tersebut secara komprehensif sehingga dapat memberikan informasi yang utuh untuk perbaikan perencanaan dan implementasi pengelolaan DAS. Konservasi tanah merupakan bentuk kegiatan evaluasi yang dilakukan secara menyeluruh terhadap komponen-komponen penyusun DAS, baik buruknya kualitas lahan akan berpengaruh pada tingkat pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang berimbas pada kesejahteraan hidup manusia. Tindakan konservasi yang dilakukan adalah pemanfaatan lahan yang disesuiakan dengan fungsinya yaitu menggunakan lahan sesuai dengan kemampuan. Alternative tindakan konservasi lebih ditekankan pada usaha tani dan hutan rakyat (agroforestry). Kondisi tersebut saat ini sedang terjadi di DAS Walikan yang terletak di lereng barat Gunung Lawu yang termasuk wilayah Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri. Kondisi penggunaan lahan di DAS Walikan pada saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan fungsinya. Sebagai contoh penggunaan lahan di hulu DAS yang seharusnya menjadi fungsi lindung beralih menjadi budidaya. Apabila tidak segera diatasi, maka dikhawatirkan akan berdampak pada terganggunya ekosistem DAS serta timbulnya berbagai permasalahan seperti bertambahnya lahan kritis, meningkatnya bahaya erosi dan longsor lahan. Langkah awal dalam melaksanakan konservasi lahan di DAS Walikan yaitu dengan melakukan evaluasi kesesuaian fungsi kawasan dengan penggunaan lahan yang saat ini dilakukan oleh masyarkat dan pemerintah. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Evaluasi Kesesuaian Fungsi Kawasan dan Konservasi Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri Tahun 2012”. 14 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan bahwa, untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan DAS Walikan secara terpadu perlu adanya suatu evaluasi untuk penentuan fungsi kawasan lahan, kemudian dilakukan evaluasi apakah sudah sesuai dengan fungsi kawasan lahan, apabila ditemukan ketidaksesuaian maka selanjutnya ditentukan arahan konservasi lahan. Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas maka permasalahan yang timbul adalah: 1. Bagaimana luas dan persebaran penggunaan lahan yang terdapat di DAS Walikan Tahun 2012 ? 2. Bagaimana fungsi kawasan lahan yang terdapat di DAS Walikan Tahun 2012 ? 3. Bagaimana kesesuaian antara fungsi kawasan dengan penggunaan lahan di DAS Walikan Tahun 2012 ? 4. Bagaimana arahan konsrvasi lahan yang sesuai dengan kondisi lahan DAS Walikan Tahun 2012 ? C. Tujuan penelitian Tujuan penelitian adalah: 1. Mengetahui luas dan persebaran penggunaan lahan yang terdapat di DAS Walikan. 2. Mengetahui fungsi kawasan lahan di DAS Walikan. 3. Mengetahui kesesuaian antara fungsi kawasan lahan dengan penggunaan lahan yang terdapat di DAS Walikan. 4. Mengetahui arahan konservasi yang sesuai untuk DAS Walikan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang kajian ilmu geografi fisik, khususnya kesesuaian fungsi kawasan. b. Untuk menambah dan mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan serta mendukung teori-teori yang ada. Penelitian ini nantinya dapat digunakan 15 sebagai dasar penelitian selanjutnya dan sebagai bentuk pertanggung jawaban ilmiah dari disiplin ilmu geografi. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan pertimbangan pemerintah untuk menetapkan kebijakan dalam menetapkan arahan penggunaan lahan yang sesuai dengan fungsi kawasan daerah penelitian. b. Memberikan masukan kepada masyarakat di DAS Walikan mengenai penggunaan lahan dan tindakan konservasi yang tepat digunakan sesuai dengan fungsi kawasannya. c. Sebagai sumber belajar mata pelajaran Geografi Sma kelas XI khususnya dalam materi persebaran penggunaan lahan. 16 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka a. Fungsi Kawasan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa : “kawasan adalah wilayah yang memliki fungsi utama lindung atau budidaya”. (Comparing Scoring Method And Modified Usda Method To Determine Land Use Function In Spatial Planning) Land use function is basic information in spatial planning process. Land use function describes the area division based on its capability. Usually, land use function can be divided into three categories which are protected area, buffer area, and cultivated area. Recently, land use function in spatial plan document is generated by applying scoring method. However, land use function can be also obtained from land capability assessment published by USDA (United States Department of Agriculture S. Eka Wati1, J. Sartohadi2, D.G. Rossiter3). Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT), Departemen Kehutanan (1986) membagi lahan berdasarkan karakteristik fisik DAS yang terdiri dari kemiringan lereng, jenis tanah dan curah hujan harian rata – rata. Berdasarkan karakteristik tersebut maka ditentukan fugsi kawasannya dengan cara skoring. (Nugraha, dkk 2006: 10). Dengan demikian maka fungsi kawasan ada 3 macam yaitu : Kawasan Fungsi Lindung, Kawasan fungsi penyangga, Kawasan fungsi budidaya. Dalam kawasan fungsi budidaya dibagi menjadi 2 yaitu : Kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan. Kawasan fungsi lindung adalah suatu wilayah yang keadaan sumberdaya alam air, flora dan fauna seperti hutan lindung, hutan suaka, hutan wisata, daerah sekitar sumber mata air, alur sungai, dan kawasan lindung lainnya sebagimana diatur dalam Kepres 32 Tahun 1990. 17 Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi lindung, apabila besarnya skor kemampuan lahannya ≥175, atau memenuhi salah satu/beberapa syarat berikut : (1) Mempunyai kemiringan lahan lebih dari 40 %, (2) Jenis tanahnya sangat peka terhadap erosi (regosol, litosol, organosol, dan renzina) dengan kemiringan lapangan lebih dari 15 %, (3) Merupakan jalur pengaman aliran air/sungai yaitu sekurang-kurangnya 100 meter di kiri-kanan sungai besar dan 50 meter kiri-kanan anak sungai, (4) Merupakan perlindungan mata air, yaitu sekurang-kurangnya radius 200 meter di sekeliling mata air, (5) Merupakan perlindungan danau/waduk, yaitu 50-100 meter sekeliling danau/waduk, (6) Mempunyai ketinggian 2.000 meter atau lebih di atasa permukaan laut, (7) Merupakan kawasan Taman Nasional yang lokasinya telah ditetapkan oleh pemerintah, (8) Guna keperluan/kepentingan khusus dan ditetapkan sebagai kawasan lindung. Dalam menetapkan kawasan lindung selain ditetapkan berdasarkan karakteristik lahannya, dapat juga ditetapkan berdasarkan nilai kepentingan obyek, dimana setiap orang dilarang melakukan penebangan hutan dan mengganggu serta merubah fungsinya sampai pada radius atau jarak yang telah ditentukan. Kawasan lindung yang ditetapkan berdasarkan keadaan tersebut diatas disebut sebagai kawasan lindung setempat. Kawasan lindung setempat yang dimaksud adalah : (1) Sempadan Sungai, (2) Kawasan sekitar mataair, (3) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. Sempadan Sungai yaitu kawasan sepanjang kanan kiri sungai termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 ditetapkan bahwa sempadan sungai sekurangkurangnya 100 meter di kanan kiri sungai besar dan 50 meter di kanan kiri anak sungai yang berada di luar permukiman. Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 meter. Kawasan sekitar mataair yaitu kawasan disekeliling mataair yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi utama air. 18 Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/Um/1980 ditetapkan bahwa pelindung mataair ditetapkan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mataair. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan yaitu tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai nilai tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. (Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990). Tujuan perlindungan kawasan ini adalah untuk melindungi budaya kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan sejarah, bangunan arkeologi dan monumen nasional dan keanekaragaman bentukan geologi yang berguma untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia. Kawasan fungsi penyangga adalah suatu wilayah yang dapat berfungsi lindung dan berfungsi budidaya, letaknya diantara kawasan fungsi lindung dan kawasan fungsi budidaya seperti hutan produksi terbatas, perkebunan (tanaman keras), kebun campur dan lainnya yang sejenis. Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi penyangga apabila besarnya nilai skor kemampuan lahannya sebesar 125 -174 dan atau memenuhi kriteria umum sebagai berikut : (1) Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan budidaya secara ekonomis, (2) Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga, (3) Tidak merugikan dilihat dari segi ekologi/lingkungan hidup bila dikembangkan sebagai kawasan penyangga. Kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan adalah kawasan budidaya yang diusahakan dengan tanaman tahunan seperti Hutan Produksi Tetap, Hutan Tanaman Industri, Hutan Rakyat, Perkebunan (tanaman keras), dan tanaman buah - buahan. Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan dengan fungsi budidaya tanaman tahunan apabila besarnya nilai skor kemampuan lahannya ≤ 124 serta mempunyai tingkat kemiringan lahan 15 - 40% dan memenuhi kriteria umum seperti pada kawasan fungsi penyangga. 19 Kawasan fungsi budidaya tanaman semusim adalah kawasan yang mempunyai fungsi budidaya dan diusahakan dengan tanaman semusim terutama tanaman pangan atau untuk pemukiman. Untuk memelihara kelestarian kawasan fungsi budidaya tanaman semusim, pemilihan jenis komoditi harus mempertimbangkan keseuaian fisik terhadap komoditi yang akan dikembangkan. Untuk kawasan pemukiman, selain memiliki nilai kemampuan lahan maksimal 124 dan memenuhi kriteria tersebut diatas, secara mikro lahannya mempunyai kemiringan tidak lebih dari 8%. Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi kawasan merupakan peningkatan lahan berdasarkan karakteristik fisiknya berupa lereng, jenis tanah dan curah hujan harian rata – rata menjadi kawasan lindung, penyangga, budidaya tanaman semusim dan budidaya tanaman tahunan dimana setiap kawasan mempunyai fungsi utama yang spesifik. Untuk menentukan fungsi kawasan menggunakan parameter sebagai berikut : Tabel 1. Kemiringan Lereng Kelas Kemiringan (%) Klasifikasi Nilai /Skor I 0-8 Datar 20 II 8-15 Landai 40 III 15-25 Agak Curam 60 IV 25-40 Curam 80 V >40 Sangat Curam 100 Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 683/Kpts/Um/1981 Tabel diatas merupakan tabel kemiringan lereng yang digunakan untuk klasifikasi fungsi kawasan dengan menggunakan nilai/skor berdasarkan Surat Keputusan Menteri 683/Kpts/Um/1981 Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 20 Tabel 2. Intensitas Curah Hujan Kelas Intensitas Curah Hujan I < 13,6 II Klasifikasi Nilai/ Skor Sangat Rendah 10 13,6-20,7 Rendah 20 III 20,7-27,7 Sedang 30 IV 27,7-34,8 Tinggi 40 V > 34,8 Sangat Tinggi 50 Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 683/Kpts/Um/1981 Tabel diatas merupakan tabel Intensitas Curah Hujan yang digunakan untuk klasifikasi fungsi kawasan dengan menggunakan nilai/skor berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 683/Kpts/Um/1981 Tabel 3. Parameter Jenis Tanah Kelas Jenis tanah Klasifikasi I Aluvial, Planosol, Hidromorf kelabu 15 II Latosol 30 III Tanah Mediteran 45 IV Andosol, laterik, Grumusol, Podzol, podzoloik 60 V Litosol, regosol 75 Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 683/Kpts/Um/1981 Tabel diatas merupakan tabel Parameter Jenis Tanah yang digunakan untuk klasifikasi fungsi kawasan dengan menggunakan nilai/skor berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 683/Kpts/Um/1981 b. Kesesuaian Fungsi Kawasan Kesesuaian fungsi kawasan menggunakan Klasifikasi penggunaan lahan. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Penggunaan lahan ada 6 macam yaitu : (1) Permukiman, (2) Perkebunan/kebun, (3) Sawah, (4) Semak belukar, (5) Sungai, (6) Tegalan/ladang. 21 - Permukiman yaitu lahan yang digunakan untuk bangunan tempat tinggal dan pekarangan (termasuk tanaman) dan sarana umum seperti kantor, sekolah, gedung ibadah, lapangan, olahraga, pasar. - Perkebunan/kebun adalah lahan yang ditanami petani dengan berbagai macam tanaman tahun, dan atau buah-buahan. - Sawah adalah lahan budidaya pertanian yang biasanya ditanami padi, yang mendapat air pengairan teknis maupun non teknis. Lahan berpengairan teknis biasanya ditanami padi secara terus menerus satu dua atau tiga kali setahun, sedangkan yang tidak berpengairan teknis hanya satu kali dalam setahun dan pada musim kering. - Semak belukar adalah lahan yang ditumbuhi vegetasi alami seperti alang-alang dan pakis yang bercampur dengan vegetasi yang lebih besar seperti kayu dan sirih-sirihan. - Sungai adalah lahan yang berair yang membentuk saluran yang airnya mengalir sepanjang tahun dan atau hanya mengalir pada saat musim penghujan saja. - Tegalan/lading adalah lahan usaha tani yang ditanami tanaman pangan atau sayuran. Penetapan kesesuaian fungsi kawasan diperoleh dari data kemiringan lereng, data jenis tanah, serta data intensitas curah hujan rata-rata. Dari data tersebut didapat fungsi kawasannya dengan menggunakan metode skoring. Setelah didapat fungsi kawasannya kemudian diinterpretasikan dengan penggunaan lahan sehingga kesesuaian fungsi kawasannya dapat ditentukan. Diagram Alir Penetapan Kesesuaian Fungsi Kawasan dapat dilihat pada gambar 1. 22 Data kemiringan lereng Data jenis tanah Fungsi Kawasan Kawasan Lindung Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Data intensitas curah hujan rata-rata Interptretasi Peta RBI, dan Citra Ikonos (Google Earth ) Observasi Lapangan Penggunaan Lahan Kesesuaian fungsi kawasan Gambar 1. Diagram Alir Penetapan Kesesuaian Fungsi Kawasan 1. Lahan Lahan merupakan bagian dari bentangalam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. (FAO dalam Djaenudin, dkk 1993: 3). Lebih lanjut dijelaskan bahwa lahan memiliki sifat atau karakteristik yang spesifik. Sifat-sifat lahan (land characteristics) adalah atribut atau keadaan unsurunsur lahan yang dapat diukur atau diperkirakan, seperti tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah, jenis vegetasi dan sebagainya. Menurut Peraturan Menteri pertanian No.41 tahun 2009, lahan adalah bagian daratan dan permukaan bumi sebagai suatu Iingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia. FAO dalam Arsyad (1989:207) menyebutkan bahwa lahan merupakan lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap perubahan penggunaan lahan. Termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia 23 di masa lalu dan sekarang seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi, dan juga hasil merugikan seperti tanah yang tersalinasi. Dengan demikian, maka lahan mengandung pengertian tempat atau ruang. Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia, baik di masa lalu maupun pada masa sekarang. Sebagai contoh, aktivitas dalam penggunaan lahan pertanian, reklamasi lahan rawa dan pasang surut, atau tindakan konservasi tanah (Munir, 2003). Lahan mempunyai sifat dan karakteristik yang spesifik. Sifat-sifat lahan (Land Characteristics) adalah atribut atau keadaan unsur-unsur lahan yang dapat diukur atau diperkirakan, seperti tekstur tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperature, drainase tanah, jenis vegetasi, dan sebagainya (Arsyad, 1989:208). Sifat-sifat lahan ini akan berpengaruh terhadap perilaku lahan seperti ketersediaan air, peredaran udara, perkembangan akar, kepekaan erosi, ketersediaan unsur hara. Perilaku lahan ini disebut dengan kualitas lahan. Lahan yang berkualitas dicirikan oleh kemampuan lahan di dalam menghasilkan produk pertanian dan dapat mempertahankan lingkungan dari kerusakan (Sabihan, 2008). Menurut Arsyad (1989:207), Penggunaan lahan merupakan bentuk (intervensi) campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan dalam garis besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi, pertambangan, dan sebagainya (Dit.Land Use, 1967 dalam Arsyad 1989:207). Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk (intervensi) campurtangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spirituil, (Arsyad, 1989: 207). (Land Conservation) We value the quality of life we have in Kentucky. To maintain this quality at its present level, and possibly even improve it, 24 conservation of the state’s greatest resources, its natural areas and farmland, is necessary. By contrast, if actions to conserve these resources are not taken, sprawl is inevitable. “Devoting vast acres to new urban sprawl should be an event worth mourning, even if some good has come from it, for the loss is great. It should be a source of embarrassment, a reason for finger-pointing and namecalling” (Freyfogle, 1993, p. 164). Natural areas and farmland are both economic and aesthetic resources to be valued and protected. 2.Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung-punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama. (Asdak, 1995: 4). Departemen Kehutanan (1997: 235) menyebutkan bahwa “Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang menerima menampung, dan menyimpan air hujan untuk kemudian mengalirkannya ke laut/danau melalui satu sungai utama”. Dari definisi ini dapat diketahui bahwa suatu DAS akan dipisahkan dari wilayah DAS yang lain disekitarnya oleh batas alam berupa punggung bukit dan gunung. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah “Suatu kawasan ekosistem yang dibatasi oleh topografi pemisah air (punggung-punggung bukit) dan berfungsi sebagai penampung, penyimpan dan penyalur air dalam sistem sungai dan keluar melalui satu outlet tunggal”. Dari definisi DAS di atas, dapat diketahui bahwa DAS merupakan suatu kawasan ekositem. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berintegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan (Asdak, 1995: 11). Dengan berpedoman pada ekosistemnya, maka Daerah Aliran Sungai dibagi menjadi tiga bagian yaitu : hulu, tengah dan hilir. Ekosistem di bagian hulu merupakan daerah tangkapan air utama dan pengatur aliran air, ekosistem bagian tengah merupakan daerah distributor dan pengatur air, sedangkan bagian hilir merupakan pemakai air. 25 Asdak (1995: 11-12) memberikan deskripsi tentang bagian-bagian ekosistem DAS sebagai berikut : Daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut : merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 15 %), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase. Sementara daerah hilir DAS dicirikan oleh hal hal sebagai berikut : merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, kemiringan lereng kecil sampai sangat kecil (kurang dari 8 %), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), dan pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi. Daerah aliran sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua keadaan DAS yang berbeda. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang paling penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Aktivitas perubahan tataguna lahan dan tindakan pengolahan lahan yang mengabaikan kaidah konservasi di daerah hulu DAS tidak hanya memberikan dampak di daerah hulu saja, melainkan juga akan memberikan dampak di daerah tengah dan hilir yang dapat berupa perubahan fluktuasi debit dan transpor sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air lainnya. 3. Satuan Lahan Satuan lahan adalah bagian dari lahan yang mempunyai karakteristik yang spesifik. Semua bagian dari lahan yang menggambarkan karakteristik lahan yang jelas dan nyata, tidak peduli bagaimana caranya dalam membuat batas-batasnya, dapat dipandang sebagai satuan lahan untuk evaluasi lahan. Namun demikian evaluasi lahan akan lebih mudah dilakukan apabila satuan lahan didefinisikan atas kriteria karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi lahan. (FAO, 1990). Pembuatan peta satuan lahan dapat menggunakan pendekatan geomorfologi, yaitu dengan memperhatikan: (a.) Lereng, (b) Bentuk Lahan, (c) Tanah, (d) Penggunaan Lahan. 26 a. Lereng Lereng atau kondisi topografi suatu wilayah merupakan hal yang penting dalam pembuatan peta satuan lahan. Kemiringan lereng dapat dihitung dari peta topografi. Besarnya indeks panjang dan kemiringan lereng dapat ditentukan dengan cara menghitung kerapatan garis kontur per saatuan panjang. b. Bentuk lahan Informasi geomorfologis suatu daerah sangat penting untuk diketahui dan dipahami terutama kaitannya dengan permasalahan lingkungan yang pernah, sedang atau akan terjadi. Proses-proses geomorfologis yang mencakup proses endogenik dan eksogenik yang terjadi pada kala umur manusia dapat dipahami dan diinterpretasikan dari satuan-satuan bentuklahan yang menyusun suatu daerah. Analisis morfometri, morfogenesis, morfokronologi dan morfoaransemen merupakan kunci dalam memahami proses-proses geomorfologi suatu daerah. Untuk itu, informasi geomorfologi ini sangat pening dalam penyusunan dan pembuatan peta satuan lahan. c. Tanah Faktor iklim dan organisme yang merupakan proses geomorfologi pada satuan bentuklahan tercermin pada proses pembentukan tanah. Proses geomorflogi merupakan hasil interaksi yang kompleks antara iklim, organisme, batuan serta relief. Pemahaman yang komprehensif mengenai satuan tanah akan menggambarkan persebaran lahan yang ada di suatu daerah. d. Penggunaan lahan Penggunaan lahan merepresentasikan campur tangan kegiatan manusia di lahan yang dapat mendegradasi ataupun menggradasi suatu lahan. Untuk itu, informasi mengenai penggunaan lahan merupakan faktor penting dalam pembuatan satuan lahan. c. Konservasi lahan Konservasi lahan merupakan cara atau upaya yang dilakukan untuk mecegah terjadinya kerusakan lahan akibat pemanfaatan lahan yang tidak sesuai 27 dengan fungsi kawasannya. Usaha – usaha konservasi tanah ditujukan untuk mengendalikan kerusakan tanah dan erosi, memperbaiki tanah yang rusak, memelihara serta meningkatkan produktifitas tanah agar dapat digunakan secara lestari (Arsyad, 1995: 29). Konservasi tanah tidak berarti penundaan penggunaan lahan atau pelarangan penggunaan lahan tetapi menyesuaikan macam penggunaanya dengan kemampuan lahan dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat – syarat yang diperlukan agar tanah dapat berfungsi dengan baik. Berdasarkan cara yang dipakai menurut (Arsyad, 1989:112), dikenal tiga macam metode konservasi tanah yaitu : metode vegetatif, metode mekanik dan metode kimia. Secara rinci ketiga metode konservasi tersebut dijabarkan sebagai berikut a. Metode Vegetatif Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisasisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh dan daya rusak aliran permukaan dan erosi, metode vegetatif adalah sebagai berikut: Penanaman dalam strip (strip cropping). Metode ini adalah suatu sistem bercocok tanam dengan beberapa jenis tanaman yang ditanam dalam strip yang berselang-seling dalam sebidang tanah dan disusun memotong lereng atau menurut garis kontur. Dalam sistim ini semua pengolahan tanah dan penanaman dilakukan menurut kontur dan dikombinasikan dengan pergiliran tanaman dan penggunaan sisa-sisa tanaman. Cara ini pada umumnya dilakukan pada kemiringan laereng 6 sampai 15 %. Terdapat tiga tipe penanaman dalam strip, yaitu: penanaman dalam strip menurut kontur, berupa susunan strip-strip yang tepat menurut garis kontur dengan urutan pergiliran tanaman yang tepat, penanaman dalam strip lapangan, berupa stip-strip tanaman yang lebarnya seragam dan disusun melintang arah lereng, 28 penanaman dalam strip berpenyangga berupa stripstrip rumput atau leguminosa yang dibuat diantara strip-strip tanaman pokok menurut kontur. Pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan tumbuhan. Pemanfaatan sisa- sisa tanaman dalam konservasi tanah berupa mulsa, yaitu daun atau batang tumbuhan disebarkan di atas tanah dan dengan pupuk hijau yang dibenamkan di dalam tanah dengan terlebih dahulu diproses menjadi kompos. Cara ini mengurangi erosi karena meredam energi hujan yang jatuh sehingga tidak merusak struktrur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, selain itu cara ini akan meningkatkan kegiatan biologi tanah dan dalam proses perombakannya akan terbentuk senyawasenyawa organik yang penting dalam pembentukan tanah. Pergiliran tanaman. Pergiliran tanaman adalah sistem bercocok tanam secara bergilir dalam urutan waktu tertentu pada suatu bidang lahan. Pada lahan yang miring pergiliran yang efektif berfungsi untuk mencegah erosi. Pergiliran tanaman memberikan keuntungan memberantas hama dan gulma juga mempertahankan sifat fisik dan kesuburan selain mampu mencegah erosi. Tanaman penutup tanah. Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan atau memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Tanaman penutup tanah dapat ditanam tersendiri atau bersama-sama dengan tanaman pokok. Sistem pertanian hutan. Sistem pertanian hutan adalah suatu sistim usaha tani atau penggunaan tanah yang mengintegrasikan tanaman pohonpohonan dengan tanaman rendah. Berbagai sistem pertanian hutan ini antara lain: a) Kebun pekarangan Kebun pekarangan berupa kebun campuran yang terdiri dari campuran yang tidak teratur antara tanaman tahunan yang menghasilkan buahbuahan, sayuran dan tanaman merambat, sayuran dan herba yang 29 menghasilkan dan menyediakan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral serta obat-obatan sepanjang tahun. b) Talun kebun Talun kebun adalah suatu sistim pertanian hutan tradisional dimana sebidang tanah ditanami dengan berbagai macam tanaman yang diatur secara spasial dan urutan temporal. Fungsi talun kebun adalah: a) produksi subsistem karbohidrat, protein, vitamin dan mineral, b) produksi komersial komoditi seperti bambu, kayu, ketimun, ubi kayu, tembakau dan bawang merah, c) sumber genetik dan konservasi tanah dan d) kebutuhan social seperti penyediaan kayu bakar bagi penduduk desa. c) Tumpang sari Tumpang sari adalah sistim perladangan dengan reboisasi terencana. Pada sistim ini petani menanam tanaman semusim seperti padi, jagung ubi kayu dan sebagainya selama 2 sampai 3 tahun setelah tanaman pohon-pohonan hutan dan membersihkan gulma. Setelah tiga tahun mereka dipindah ke tempat baru. Tabel 4. Konservasi Tanah Metode Vegetatif Sim bol V1 V2 V3 Soil Conservation measures Teknis Konservasi Tanah pasture or grassland penanaman rumput multiple crooping, including pertanaman campuran termasuk crop rotation, relay crooping pergiliran tanaman, tumpang gilir, mixed crooping and pertanaman campuran, tumpang intercrooping sari contour crooping, strip penanaman menurut kontur crooping, alley crooping penanaman menurut strip Lereng solum (%) (cm) semua > 15 < 60 > 15 < 60 > 15 < 60 > 15 pertanaman lorong V4 reduced tillage, including pengolahan tanah minimum tanpa minimum tillage and no till olah tanah 30 (zero tillage) V5 grass strip/barrier strip rumput < 60 > 15 V6 cover crooping penanaman penutup tanah < 60 > 15 organic matter management, manjemen bahan organik including use of mulch and termasuk mulsa, pencampuran intercorporation of compost, kompos, pupuk kandang, pupuk < 60 > 15 animal manure, green manure hijau dan sisa tanaman < 60 > 15 > 80 > 15 < 60 > 15 < 60 > 15 < 80 > 15 semua > 15 semua > 15 semua > 15 < 80 > 15 semua > 15 V7 and croop residues V8 V9 V10 hedge row, live fence tanaman pagar, pagar hidup protection forest, including hutan lindung, hutan recreational forest, forest park kemasyarakatan, suaka alam dan and forest research hutan wisata production forest including hutan produksi termasuk hutan limited production forest and produksi terbatas dan hutan rakyat community forest V11 V12 V13 V14 V15 V16 permanent vegetation crops vegatasi permanen termasuk including industrial and estate tanaman industri, perkebunan, crop, orchards kebun agroforestry including mixed agroforestri termasuk kebun gardens and home garden campuran,kebun rumah replanting or clea felled forest regeneration of clear felled suksesi alami forest protection of rivers and perlindungan sungai dan mata air springs Silvopasture Silvopasture planting of trees, shurbs and V17 grasses primaliry for soil conservation purposes Sumber : Permen. No. P.32/Menhut-II/2009 31 b. Metode Teknik Metode teknik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi dan meningkatkan kemampuan pengguaan tanah. Termasuk dalam metode mekanik adalah : (1) Pengolahan tanah, (2) Pengolahan tanah menurut kontur. Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah menurut kontur dilakukan dengan pembajakan membentuk jalur-jalur yang menurut kontur atau memotong lereng, sehingga membentuk jalur-jalur tumpukan tanah dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng. Pengolahan tanah menurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut garis kontur. Pengolahan tanah menurut kontur antara lain berbentuk: a) Guludan Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut garis kontur atau memotong arah garis lereng. Jarak guludan dibuat tergantung pada kecuraman lereng. Sistim ini biasa diterapkan pada tanah yang kepekaan erosinya rendah dengan kemiringan sampai 6%. b) Gulu dan bersaluran Guludan bersaluran dibuat memanjang menurt arah garis kontur atau memortong lereng di sebelah atas guludan dibuat saluran yang memanjang mengikuti guludan. Pada metode ini guludan diperkuat dengan tanaman rumput, perdu atau pohon-pohonan yang tidak tinggi. Guludan bersaluran dapat dibuat pada tanah dengan lereng sampai 12%. c) Parit pengelak Parit bergelak adalah semacam parit yang memotong arah lereng dengan kemiringna yang kecil sehingga kecepatan alir tidak lebih dari 0,5 m/detik. Cara ini biasa dibuat pada tanah yang berlereng panjang 32 dan seragam yang permeabilitasnya rendah. Fungsi parit ini untuk menampung dan menyalurkan aliran permukaan dari bagian atas lereng dengan kecepatan rendah ke saluran pembuangan yang ditanami rumput. d) Teras Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Ada empat macam bentuk teras, yaitu: Teras bangku atau tangga, dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terjadi deratan berbentuk tangga. Teras bangku atau tangga dapat dibuat pada tanah dengan lereng 2-30%. Teras berdasar lebar, merupakan suatu saluran yang permukaannya lebar atau galengan yang dibuat memotong lereng pada tanah-tanah yang berombak dan bergelombang. Teras berdasar lebar dapat digunakan pada tanah antara 2-8%. Pada daerah yang lerengnya sangat panjang, teras dipergunakan pada tempat yang berlereng 0-5 %. Teras ini dapat digunakan pula pada tanah-tanah berlereng hingga 20%. Teras berlereng, teras berlereng dipakai pada tanah berlereng antara 1- 6%. Teras datar, teras datar dapat diterapkan pada lereng sekitar 2%. 33 Tabel 5. Upaya Konservasi Tanah Secara Teknik Sim bol Solum Soil Conservation measures Teknis Konservasi Tanah Lereng (%) (cm) ridge terrace including gradded contour bund teras guludan termasuk T1 T2 credit terrace teras kredit bench terrace, includes level bench terrace, reverse sloping bench terrace, forward sloping bench terrace, garden terrace, stone wall terrace, interupted bench terrace teras bangku, termasuk teras T3 pematang kontur 15 - 60 > 30 5 - 30 > 30 10 - 40 > 30 15 - 60 > 30 10 - 60 > 15 bangku datar, teras bangku belakang, teras bangku miring, teras kebun, teras batu, teras bangku putus T4 individiual terrace teras individu hiilside ditch or interception ditch teras gunung atau saluran T5 waterway saluran pembuangan air T6 pegelak T7 trash line barisan sisa tanaman T8 silt pit with or without sloth mulch rorak, mulsa tanaman bangunan terjunan biasanya T9 drop structure ussualy of stone or bamboo supported by grasses, ( as part of water disposal in a terrace system) sediment control uncluding check dams and detection dams kontrol sedimen termasuk T10 > 15 (SPA) bangunan terjunan dari batu 8-30 > 15 > 15 >8 > 15 semua >0 semua > 10 semua >0 semua >0 atau bamboo dam pengendali dan dam penahan T11 gully control including gully head structures (flumes and chutes), gully plugs, check dams T12 flood control and/or river bank protection T13 road protection T14 control of erotion and runoff from settlement areas including use of soak pits, absorbtion well, drop structures, drain sumbat jurang termasuk gully head structures pengendali banjir dan / atau perlindungan sungai perlindungan jalan Sumber : Permen. No. P.32/Menhut-II/2009 > 15 34 Tabel 6. Rekomendasi Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah dalam Setiap Fungsi Kawasan Lahan Fungsi Kawasan Lahan Alternatif kegiatan Vegetatif Kawasan Lindung Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kawasan Budidaya Tanaman Semusim Mekanik - Reboisasi - Dam pengendali - Penghijauan - Dam penahan - Perlindungan mataair, tebing jurang, lahan gambut dan daerah resapan air - Trucuk - Sumbat jurang (gully plug) - Hutan rakyat - Bronjong batu - Reboisasi - Dam pengendali - Penghijauan - Dam penahan - Perlindungan mataair, tebing jurang, lahan gambut dan daerah resapan air - Trucuk - Saluran pembuangan air (SPA) - Saluran pengelak - Teras - Hutan Rakyat - Hutan kemasyarakatan - Perkebunan - Agroforestry(wanatani) - Hutan Rakyat - Dam pengendali - Hutan Kemasyarakatan - Dam penahan - Hutan Tanaman Industri - Trucuk - Perkebunan - Saluran pembuangan air (SPA) - Saluran pengelak - Bangunan Terjunan (drop structure) - Trucuk - Teras - Contour Cropping - Teras - Strip Cropping - Irigasi - Multiple Cropping - Dam Pengendali (dp) - Rotasi Tanaman Sumber : Departemen Kehutanan (1997 : 260-261) Beberapa bentuk kegiatan rehabilitasi rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Reboisasi dapat diartikan sebagai usaha untuk memulihkan dan menghutankan kembali tanah yang mengalami kerusakan fisik, kimia maupun biologi baik 35 secara alami maupun oleh ulah manusia. Reboisasi merupakan cara yang cocok untuk menurunkan erosi aliran permukaan, terutama jika dilakukan pada bagian hulu daerah tangkapan air untuk mengatur banjir. Tanaman yang digunakan biasanya tanaman yang bisa mencegah erosi, baik secara habitus maupun umur, juga diutamakan tanaman keras yang bernilai ekonomis, baik kayunya maupun hasil samping lainnya, misalnya getah, akar dan minyak. Dalam kaitannya dengan usaha konservasi, tanaman yang dipilih hendaknya mempunyai persyaratan sebagai berikut : 1) Mempunyai sistem perakaran yang kuat, dalam dan luas, sehingga membentuk jaringan akar yang kuat. 2) Pertumbuhannya cepat, sehingga mampu menutup tanah dalam waktu singkat. 3) Mempunyai nilai ekonomis, baik kayunya maupun hasil sampingnya. 4) Dapat memperbaiki kualitas/ kesuburan tanah. (Suripin, 2004: 113-114) b. Perlindungan sungai yaitu penanaman tanaman secara tetap berbentuk jalur hijau di sepanjang tepi kanan kiri sungai dengan memilih jenis tanaman yang memenuhi syarat untuk tujuan perlindungan, yaitu tanaman yang mempunyai perakaran yang kuat dan banyak. Penanaman tanaman perlindungan ini dapat juga diterapkan untuk perlindungan mataair, danau, waduk, tebing jurang, lahan gambut dan daerah resapan air. c. Hutan Rakyat yaitu hutan yang umbuh atau dikembangkan pada lahan milik rakyat/ adat/ ulayat atau lahan – lahan lainnya yang berada di luar kawasan hutan . (Departemen Kehutanan, 1997: 230) d. Wanatani (agroforestry) yaitu manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengolahan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat berperanserta (Departemen kehutanan, 1997: 232). Arsyad (1989:: 197) menerjemahkan agroforestry dengan istilah pertanian hutan. Bentuk usahatani yang dapat 36 dikategorikan sebagai pertanian hutan meliputi : kebun pekarangan, talun kebun, perladangan, tumpangsari, rumput hutan, perikanan hutan dan pertanaman lorong. e. Perkebunan yaitu lahn yang ditanami berbagai jenis tanaman tahunan dan tanaman keras lainnya yang menghasilkan buah-buahan. f. Dam pengendali adalah bangunanpengawetan tanah dan air berupa bendungan kecil dan berfungsi sebagai penampung air dan sedimen. Ada dua tipe dam pengendali, yaitu tipe kedap air dan tipe urugan tanah homogen (UTH). Tipe kedap air yaitu dam pengendali dengan badan bendungan yang terbuat dari konstruksi batu bata/ beton sedangkan tipe tanah urugan tanah homogen yaitu badan bendungnya terbuat dari konstruksi urugan tanah yang dipadatkan. (Departemen Kehutanan, 1997 : 230). g. Sumbat jurang (gully plug) adalah bangunan pengawet tanah dan air berupa bendungan kecil, dengan konstruksi terbuat dari urugan tanah dn gebalan rumput, batu bronjong atau kayu/bambu yang berfungsi untuk menahan sedimen yang berasal dari erosi parit. (Departemen Kehutanan, 1997 : 230231). h. Bronjong batu adalah bangunan pengawet tanah berupa kawat bronjong yang diisi dengan batu atau beton yang dipasang pada tebing sungai terutama pada alur yang berbentuk kelokan. Bangunan ini berfungsi sebagai penahan tebing sungai dari gaya gerus aliran air sungai. i. Saluran pembuangan air adalah bangunan pengawet tanah berupa saluran air yang pada dinding dan dasar salurannya ditanami rumput yang merayap. Saluran ini berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan secara aman tanpa menimbulkan erosi. (Departemen Kehutanan, 1997 : 267). j. Saluran pengelak adalah suatu cara konservasi tanah dengan membuat semacam parit atau saluran memotong arah lereng dengan kemiringan yang kecil sehingga kecepatan air tidak lebih dari 0,5 m/detik. Saluran pengelak biasanya dibuat pada tanah yang berlereng panjang dan seragam yang permeabilitasnya 37 rendah. (Arsyad, 1989: 121). Dalam bahasa inggris saluran pengelak disebut diversion ditch, diversion channel, atau diversion terrace. k. Teras bangku atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak tangga atau bangku yang dipisahkan oleh talud. (Suripin, 2004:118). Talud (riser) harus ditanami rumput-rumputan atau tanaman penutup lain agar terlindung dari erosi percikan maupun erosi permukaan, begitu pula pada bibir teras (lip) perlu diperkuat dengan tanaman penguat teras. Agar bidang olah cukup lebar dan agr tidakmudah longsor, teras bangku dibuat pada lahan kering untuk tanaman semusim dengan kemiringan kurang dari 40%. (Departemen Kehutanan, 1997:267). l. Teras guludan adalah bentuk konservasi tanah dengan membuat guludan yaitu tumpukan tanah (galengan) yang dibuat memanjang memotong kemiringan lahan. Fungsi guludan ini adalah untuk menghambat aliran permukaan, menyimpan air di bagian atasnya dan untuk memotong panjang lereng. Tinggi tumpukan tanah berkisar antara 25-30 cm dengan lebar dasar 25-30 cm. (Suripin, 2004: 1160. Pada lahan yang berlereng curam atau lahan yang peka terhadap erosi dapat digunakan guludan bersaluran. Pada sistem guludan bersaluran, di sebelah atas guludan dibuat saluran memanjang mengikuti guludan. 38 Kusumah dalam Muryono (2008 : 16) mengemukakan skema bentuk teras sebagai berikut: Teras bangku datar (Level bench terrace) Teras bangku berlereng (Slopping bench terrace) Teras Bangku (Bench Terrace) Teras tangga (Step terrace) Teras irigasi Teras (irrigation terrace) (terrace) Teras datar Teras berdasar lebar (Broadbase terrace) (Level terrace) Teras berlereng (Graded terrace) Gambar 2. Skema Macam – Macam Bentuk Teras. Teras bangku dapat dilakukan pada lahan yang mempunyai kemiringan sekitar 20-30%. Pada lahan – lahan yang mempunyai kemiringan sekitar 2% dan mempunya curah hujan yang relatif rendah serta permeabilitas tanahnya tinggi dapat dibuat teras dasar atau (level terrace). Fungsi teras ini adalah supaya air dapat dimanfaatkan seefisien mungkin bagi keperluan tanaman. Departemen Kehutanan RI melalui Direktorat Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (1998) menyebutkan bahwa pemilihan bentuk teras selain 39 didasarkan pada kemiringan lereng juga harus mempertimbangkan kedalaman tanah, yaitu pembuatan teras dapat diterapkan pada lahan yang memiliki kedalaman tanah minimal >30 cm. Pelaksanaan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah untuk masing – masing kawasan haru mempertimbangkan persyaratan karakteristik fisik pada masing- masing satuan lahan yang berupa kemiringan lereng dan kedalaman tanah. Persyaratan pelaksanaan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang dimaksud adalah seperti yang terangkum dalam Tabel 4 dan 5. Proyek Pendukung Kawasan Perbukitan Kritis Daerah Istimewa Yogyakarta (1993) dalam tulisannya yang berjudul “ Petunjuk Teknis Stabilisasi Lereng Perbukitan Kritis”, mengatakan bahwa rehabilitasi lahan dan konservasi adalah pola bercocok tanam dengan mengusahakan beberapa komoditi yang cocok dengan musimnya, hingga dapat berproduksi yang dapat mencukupi kebutuhan. Jika dipandang dari segi konservasi, cara bercocok tanam yang baik dan benar adalah dengan pertanian secara zigzag yang mengarah ke bawah . Hal ini dilakukan untuk menghambat lajunya air dan menghambat erosi. Tanaman konservasi yang lazim disebut tanaman penguat gulud adalah berupa tanaman serbaguna dimana tanaman tersebut berfungsi sebagai penguat gulud, penahan erosi, makanan ternak dan dapat pula sebagai bahan penambah bahan organik (bio mass). Untuk tanaman penguat teras adalah tanaman tahunan. Tanaman tahunan dapat menjaga kelongsoran teras, karena akar tanaman dapat menahan teras dari proses pelongsoran. Usaha tani konservasi merupakan bercocok tanam secara kering (dry farming), sehingga pemupukan kurang diandalkan. Usaha-usaha tani tersebut dapat dilakukan dengan mengandalkan bahan organik dari seresah atau bio massa tanaman yang ada atau pupuk kandang. Karenanya usaha tani konservasi atau rehabilitasi dapat pula disebut usaha tani organik (organic farming). Dalam kegiatan usaha tani konservasi atau rehabilitasi menurut Proyek Pendukung Kawasan Perbukitan Kritis tersebut ada tiga kegiatan utama, yaitu: a. Penanaman penguat gulud b. Penanaman pohon tahunan c. Penanaman tanaman semusim 40 Bentuklahan adalah kenampakan medan yang dibentuk oleh proses-proses alami yang mempunyai susunan tertentu dan julat karakteristik fisikal dan visual tertentu di manapun bentuklahan itu ditemukan. Di dalam bukunya Van Zuidam (1979 dalam Teguh Nugraho, 2005) juga mengemukakan bahwa geomorfologi terdiri dari aspek-aspek : 1). Morfologi meliputi morfografi dan morfometri, 2). Morfogenesa meliputi morfostruktur pasif dan aktif serta morfodinamik, 3). Morfokronologi dan 4). Morfoarrangement. Berdasarkan konsep geomorfologi tersebut memberikan penjelasan bahwa dalam mempelajari geomorfologi tidak terlepas dari obyek itu sendiri, yaitu bentuklahan, proses geomorfologi dan material penyusun. B. Penelitian yang Relevan Agung Hartono (2006) melakukan penelitian yang berjudul “ Arahan Konservasi Daerah Aliran Sungai Samin Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo tahun 2006”. Tujuan peneltian tersebut adalah : (1) Mengetahui persebaran satuan lahan dengan pengenalan karakteristik lingkungan fisik, (2) Mengetahui tingkat bahaya erosi, (3) Mengetahui tingkat longsor lahan, (4) Mengetahui kemampuan lahan, (5) Mengetahui kesesuaian lahan, (6) Menentukan prioritas penanganan konservasi tanah , (7) Menentukan cara penanganan dalam arahan konservasi tanah di Daerah Aliran Sungai Samin Penelitian tersebut menggunakan metode survei yang disertai dengan analisis data sekunder. Pengambilan sampel mengunakan Purposive Sampling. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan analisis dokumentasi. Hasil dari penelitian tersebut adalah : (1) DAS Samin tersusun dari 15 jenis tanah, 8 formasi batuan penyusun, 5 kelas keiringan lereng, 5 jenis penggunaan lahan yang kemudian membentuk satuan lahan. (2) Tingkat bahaya erosi di DAS Samin terbagi dalam 5 kelas yaitu Sangat Ringan (SR), Ringan (R), Sedang (S), Berat (B) dan Sangat Berat (SB). (3) Tingkat bahaya longsorlahan dibagi menjadi 5 kelas yaitu tingkat bahaya longsorlahan sangat ringan (SR), tingkat bahay longsorlahan ringan (R), tingkat bahaya longsorlahan sedang (S), tingkat bahaya longsorlahan berat (B), dan tingkat bahaya longsorlahan sangat berat (SB). (4) Klasifikasi kelas kemampuan lahan daerah penelitian sebagian besar berupa subkelas kemampun lahan VIIIw 41 dengan luas 15.349,21 Ha (47,3%) yang diikuti oleh subkelas Vw, VIIs, VIIes, Ive,Vie, VIIIe, VIIIew, VIIe yang masing – masing mempunyai luas 8.145,48 Ha (25,17%), 3.208,7 Ha (9,91 %), 964,31 Ha (2,97%), 826,3 Ha (2,53%), 2.327,94 Ha (7,19%), 656,10 Ha (2,02%), 272,82 Ha (0,84%) dan 30,55 Ha (0,09%). (5) Berdasarkan kondisi fisik di lapangan saat ini maka sebagian besar (57,11%) lahan- lahan di daerah penelitian dinilai tidak layak secara aktual untuk pengembangan secara langsung dari jens tanaman padi, jagung, dan ketela pohon. (6) Prioritas penanganan konservasi tanah sebagian besar mempunyai prioritas penanganan empat dengan luas 19.378,18 Ha (59,88%) yang diikuti oleh prioritas 2, 3, 5, 1 yang masing – masing mempunyai luas 5.959,88 Ha (18,24%), 2.663,56 Ha (8,23%), 2.366,78 Ha (7,31%) dan 1.993,73 Ha (6,16%). (7) Secara vegetatif pada lahan yang mempunyai kemiringan lereng curam – sangat curam diarahkan sebagai penggunaan lahan hutan lindung, sedangkan pada lereng datar – sedang diarahkan sebagai wanatani (argoforestery). Setya Nugraha (2007) melakukan penelitian yang berjudul “ Kesesuaian Fungsi Kawasan dengan Pemanfaatan Lahan Di Daerah Aliran Sungai Samin Tahun 2007 ”. tujuan penelitian tersebut adalah : (1) Mengetahui persebaran dan luas fungsi kawasan lahan di DAS Samin, (2) Mengetahui jenis, luas, dan persebaran penggunaan lahan yang terdapat di DAS Samin, (3) Mengetahui kesesuaian antara fungsi kawasan lahan dengan penggunaan lahan yang terdapat di DAS Samin. Penelitian tersebut menggunakan metode skoring dan metode matching. Metode skoring digunakan untuk menentukan fungsi kawasan, sedangkan metode matching digunakan untuk menentukan kesesuaian fungsi kawasan. Hasil dari penelitian tersebut adalah : (1) Luas penggunaan sawah 15.745,8 Ha (48,63 %), permukiman 8.101,9 (25,02 %), perkebunan 3.601,0 Ha (11,12 %), tegalan 3.584,9 Ha (11,07 %), semak belukar 1.266,3 Ha (3,90 %) dan sungai 78,7 Ha (0, 23 %). (2) Fungsi kawasan lahan DAS Samin terdiri fungsi kawasan lindung luasnya 3.254,21 ha (10,05 %), Fungsi kawasan lindung setempat 10.826,60 ha (33,44 %), Fungsi kawasan penyangga 1.629,93 ha (5,03 %), fungsi kawasan budidaya tanaman tahunan 1.636,64 ha (5,05 %), fungsi kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman 15.031,40 ha (46,42 %). 42 (3) Penggunaan lahan aktual DAS Samin yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan pada kawasan lindung sebesar 3.254,21 ha (10,05 %) , kawasan lindung setempat 10.826,60 (33,44 %), kawasan penyangga 1.237,77 ha (3,82 %), kawasan budidaya tanaman tahunan 1.400,31 ha (4,32 %). Muryono (2008) melakukan penelitian yang berjudul “ Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan Daerah Aliran Sungai Samin Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo tahun 2008”. Tujuan penelitian tersebut adalah : (1) Menentukan Fungsi kawasan lahan DAS Samin, (2) Mengetahui penggunaan lahan aktual DAS Samin yang tidak sesuai fungsi kawasan lahan, (3) Menentukan arahan fungsi pemanfaatan lahan DAS Samin. Penelitian tersebut menggunakan metode survei. Populasi penelitian adalah lahan di DAS Samin. Teknik pengambilan sampel dangan cara purposive sampling. Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi dan observasi. Teknik analisis data untuk penentuan fungsi kawasan lahan dilakukan dengan skoring, dan untuk mengetahui penggunaan lahan aktual yang tidak sesuai dengan fungsi pemanfaatan lahan dilakukan dengan pencocokan (matching). Analisis peta menggunakan aplikasi SIG. Hasil dari penelitian tersebut adalah (1) Fungsi kawasan lahan DAS Samin terdiri dari fungsi lindung luasnya 3.254,21 ha(10,05%), fungsi kawasan lindung setempat 10.826,60 ha (33,44%), fungsi kawasan penyangga 1.629,93 ha (5,035), fungsi kawasan budidaya tanaman tahunan 1.636,64 ha (5,05%), fungsi kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman 15.031,40 ha (46,42%). (2) Penggunaan lahan aktual DAS Samin yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan pada kawasan lindung sebesar3.254,21 ha (10,05%), kawasan lindung setempat 10.826,60 ha (33,44%), kawasan penyangga 1.237,77 ha (3,82%) kawasan budidaya tanaman tahunan 1.400,31 ha (4,32%). (3) Arahan fungsi pemanfaatan lahan pada kawasan lindung sebagian besar diarahkan ke dalam kegiatan reboisasi dan dengan penerapan metode konservasi mekanik berupa sumbat jurang dan dam pengendali, pada kawasan lindung setempat diarahkan ke dalam kegiatan penanaman tanaman perlindungan sungai dan mataair serta dengan penerapan metode konservasi mekanik berupa bronjong batu, pada kawasan penyangga diarahkan kedalam sistem wanatani (agroforestry) dan 43 dengan penerapan metode konservasi mekanik berupa dam pengendali dan saluran pembuangan air,pada kawasan budidaya tanaman tahunan diarahkan kedalam kegiatan penanaman tanaman perkebunan dan dengan penerapan metode konservasi mekanik berupa teras bangk dan teras pengelak (diverssion terrace). Agung Hidayat (2010) melakukan penelitian penelitian yang berjudul “Kajian Lahan Kritis Untuk Arahan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai Jlantah Hulu Kabupaten Karanganyar Tahun 2010”. Tujuan penalitian tersebut adalah : (1) mengetahui faktor-faktor fisik yang menyebabkan terejadinya lahan kritis, (2) Mengetahui tingkat kekritisan lahan, dan (3) Menyusun arahan rehabilitasi lahan kritis yang sesuai di DAS Jlantah Hulu. Penelitian tersebut menggunakan metode deskriptif spasial. Tumpang susun antara geologi, tanah, lereng, dan penggunaan lahan menghasilkan peta satuan lahan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan, analisis dokumentasi termasuk interpetasi peta dan citra dan analisis laboratorium. Hasil dari penelitian tersebut adalah : (1) Faktorfaktor fisik penyebab lahan kritis yaitu buruknya keadaan liputan lahan, kondisi kemiringan lereng yang didominasi oleh lereng – lereng curam, tingginya tingkat bahaya erosi, dan pengelolaan lahan yang kurang memperhatikan kaidah – kaidah konservasi dan rehabilitasi lahan. (2) Tingkat kekritisan lahan terdiri dari (a) Sangat kritis dengan luas 113,416 Ha (56,59%), (b) Kritis dengan luas 232,261 Ha (10,33%), (c) Agak kritis denan lus 560,530 Ha (24,94%), (d) Potensial Kritis dengan luas 1271,725 Ha (56,59%), dan (e) Tidak kritis dengan luas 69,910 Ha ( 3,09%), (3) Arahan rehabilitasi lahan disusun dengan mempertimbangkan kondisi fisik lahan berupa : tingkat kekritisan lahan, tingkat bahaya erosi, fungsi kawasan, kemiringan lereng, kedalaman solum tanah, dan penggunaan lahan aktual sehingga diperoleh 10 kelompok arahan rehabilitasi. 44 No Peneliti Judul Tujuan Variabel Metode Hasil 1 Agung (2006) Hartono Arahan Konnservasi Daerah Aliran Sungai Samin Kabupaten Karnganyar dan Sukoharjo Mengetahui persebaran satuan lahan dengan pengenalan karakteristik lingkungan fisik. Mengetahui tingkat bahaya erosi. Mengetahui tingkat longsor lahan. Mengetahui kemampuan lahan. Mengetahui kesesuaian lahan. Menentukan prioritas penanganan konservasi tanah. Menentukan cara penanganan dalam arahan konservasi tanah di DAS Samin. Arahan Konnservasi Survei dengan analisis data sekunder Persebaran satuan lahan. Tingkat bahaya erosi. Tingkat bahaya longsor lahan. Klasifikasi kelas kemampuan lahan. Kesesuaian lahan. Konservasi tanah. Konservasi vegetatif. 2 Setya Nugraha (2007) Kesesuaian Fungsi Kawasan dengan Pemanfaatan Lahan Di Daerah Aliran Sungai Samin Kabupaten Karnganyar dan Sukoharjo Mengetahui persebaran dan luas fungsi kawasan lahan. Mengetahui jenis, luas, dan persebaran penggunaan lahan. Mengetahui kesesuaian antara fungsi kawasan lahan dengan penggunaan lahan yang terdapat di DAS Samin. - Fungsi Kawasan Metode Skoring dan metode matching Luas penggunaan lahan. Fungsi kawasan lahan. Penggunaan lahan aktual. - Pemanfaatan Lahan 3 Muryono (2008) Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan Daerah Aliran Sungai Samin Kabupaten Karnganyar dan Sukoharjo Menentukan fungsi kawasan lahan. Mengetahui penggunaan lahan aktual. Menentukan arahan fungsi pemanfaatan lahan DAS Samin. Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan Dokumentasi dan Survei Fungsi kawasan lahan. Penggunaan lahan aktual. Arahan fungsi pemanfaatan lahan. 4 Agung (2010) Kajian Lahan Kritis untuk Arahan Rehabilitasi DAS Jlantah Hulu Kabupaten Karanganyar Mengetahui faktor-faktor fisik yang menyebabkan terjadinya laha kritis. Mengetahui tingkat kekritisan lahan. Menyusun arahan rehabilitasi lahan kritis yang sesuai di DAS Jlantah Hulu. Lahan Kritis Deskriptif spasial Faktor fisik lahan kritis. Tingkat kekritisan lahan. Arahan rehabilitasi lahan. Evaluasi Kesesuaian Fungsi Kawasan dan Konservasi Lahan Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri Mengetahui luas dan persebaran penggunaan lahan. Mengetahui fungsi kawasan lahan. Mengetahui kesesuaian antara fungsi kawasan lahan dengan penggunaan lahan. Mengetahui araha konservasi yang sesuai untuk DAS Walikan Kesesuaian Kawasan 5 Miftahul (2012) Hidayat Hidayat Arahan Rehabilitasi Konservasi Lahan Fungsi Analisis Spasial 45 C. Kerangka Berfikir Pada masa era globalisasi saat ini jumlah penduduk sangat padat dan bertambah dengan sangat cepat sehingga semakin menyebabkan meningkatnya kebutuhan ekonomi mengakibatkan manusia terdesak untuk memanfaatkan lahan yang ada di sekitar mereka untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tanpa memikirkan adanya fungsi dari masing – masing kawasan yang ada disekitar tempat tinggal mereka, apabila dilakukan secara terus menerus dapat mengakibatkan tidak seimbangnya fungsi kawasan sesuai dengan peruntukannya. Berdasarkan pertimbangan perlu dilakukan adanya penyesuaian fungsi kawasan pada setiap wilayah – wilayah di sekitarnya yang sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Apabila terdapat konservasi dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya dan tidak segera ditangani maka akan mengakibatkan terjadinya permasalahan lingkungan fisik DAS seperti degradasi lahan, erosi, tanah longsor dan terjadinya penurunan kualitas lahan. Permasalahan – permasalahan yang sudah ada seperti degradasi lahan, menurunnya kualitas lahan harus segera ditangani dengan cara dilakukan konservasi lahan yang sesuai dengan fungsi lahannya sehingga akan menekan permasalahan – permasalahan yang ada. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam usaha konservasi lahan adalah dengan melakukan evaluasi kesesuaian fungsi kawasan untuk mengetahui kesesuaian penggunaan lahan dengan fungsi kawasannya. Kesesuaian fungsi kawasan ini dilakukan dengan cara memberikan skor terhadap masing-masing parameter fungsi kawasan yaitu intensitas curah hujan, macam tanah dan kemiringan lereng. Setelah fungsi kawasan diketahui, langkah selanjutnya yaitu menentukan kesesuaian fungsi kawasan yaitu dengan melakukan matching (mencocokkan) antara fungsi kawasan dengan penggunaan lahan eksisting. Setelah hal tersebut diketahui, maka akan dapat melakukan tindakan konservasi yang sesuai dengan fungsi lahannya. Sehingga dapat mengurangi adanya degradasi lahan. 46 Pertumbuhan Penduduk Meningkat Terdesak Kebutuhan Ekonomi Pemanfaatan Lahan Konservasi Lahan Konservasi Tidak Sesuai Fungsi Lahan Konservasi Sesuai Fungsi Lahan Permasalahan Lahan Upaya Konservasi Fungsi Kawasan Penggunaan Lahan Kesesuaian Fungsi Kawasan Arahan Konservasi Lahan - - Permukiman - - Perkebunan/Kebun - - Sawah - - Semak Belukar - - Sungai - - Tegalan/Ladang Gambar 3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Walikan, yang secara administratif terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri serta meliputi 3 wilayah kecamatan. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1:25.000 Tahun 2001 lembar 1508–132 Poncol, lembar 1508-113 Girimarto, lembar 1508-131 Tawangmangu, lembar 1508 – 324 Wonogiri yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Survai dan Pemetaan Nasional. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama 11 bulan, mulai dari Oktober 2011 sampai bulan Agustus 2012. Tabel 8. Rancangan Waktu Penelitian No Kegiatan 1 Penyusunan Proposal 2 Penyusunan Instrumen 3 Pengumpulan Data 4 Analisis Data 5 Penulisan Laporan 2011 2012 Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agustus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 B. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel dengan tujuan untuk dapat 48 dikembangkan, ditemukan, dibuktikan dengan suatu pengetahuan tertentu yang pada gilirannya dapat dipahami, dipecahkan dan senantiasa suatu masalah dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu. Metode penlitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Spasial. Menurut Hadi Sabari Yunus Analisis Spasial merupakan suatu metode untuk memahami gejala tertentu agar mempunyai pengetahuan yang mendalam melalui media ruang yang dalam hal ini variabel ruang mendapat posisi utama dalam setiap analisis. Disini ruang yang digunakan adalah seluruh unit lahan DAS Walikan yang mencakup obyek nyata yang dapat diamati secara langsung sehingga menjadi paham dengan obyek tersebut. Menurut Goodall (1987) dalam Hadi Sabari Yunus mengemukakan bahwa pendekatan keruangan diartikan sebagai suatu metode analisis yang menekankan pada variabel ruang, yaitu dimana terdapat kesinambungan antara bentuk kegiatan manusia dalam memenuhi kegiatan hidupnya dimana dalam DAS Walikan kegiatan tersebut berupa bercocok tanam masih menjadi hal yang utama sebagai mata pencaharian sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat meskipun pengolahan space yang ada masih belum sesuai dengan fungsinya sehingga masalah masih menghampiri dalam setiap pengelolaan tanah pada wilayah tersebut dan jika tidak segera diatasi maka akan menimbulkan masalah yang lebih spesifik seperti kerusakan lahan. Analisis disini mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan dapat mengungkapkan fakta-fakta yang ada. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis pola keruangan yang ditinjau dari gejala buatan manusia dimana sudah ada campur tangan manusia dalam memanfaatkan lahan yang ada dimana hal tersebut sudah nampak jelas dari penggunaan lahan yang ada di DAS Walikan berupa kebun sudah menjadi permukiman sehingga kesesuaian fungsi kawasannya tidak sesuai dengan kaidah yang sudah ditentukan, selain itu juga pola keruangannya nampak jelas terlihat dari masalah fungsi kawasan dan konservasi lahan. Dilihat dari segi ekspresi keruangannya masuk dalam gejala fisik yang intinya bentuk yang dapat disentuh secara fisik dalam hal ini yang masuk adalah sungai dan tanah. Dari pernyataan tersebut terlihat masalah yang timbul adalah 49 konservasi lahannya dimana konservasi tersebut diarahkan pada fungsi kawasan yang penggunaan lahannya tidak sesuai dengan fungsi yang telah ditentukan sehingga dapat meminimalisir kerusakan lahan. Metode analisis ini digunakan untuk menganalisis fungsi kawasan dan arahan konservasi lahan. Spasial atau keruangan adalah suatu cara pandang atau kerangka analisis yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Kajian keruangan dengan penekanan bahasan pada lokasi, aksesibilitas, trend struktur aglomerasi, intraksi dan gerakan (Alfandi, 2001:83). Analisis spasial merupakan metode yang berusaha membantu dalam menganalisis kondisi permasalahan berdasarkan data dari wilayah yang menjadi sasaran (Cholid, 2005:5). Dari metode spasial tersebut digunakan untuk menganalisis kesesuaian fungsi kawasan dan arahan konservasi lahan. Teknik yang digunakan untuk menghasilkan peta satuan lahan adalah overlay dari peta penggunaan lahan, peta geologi, peta tanah, peta kemiringan lereng maka akan menghasilkan peta satuan lahan tentatif. Setelah peta satuan lahan tentatif jadi dilakukan cek lapangan apakah satuan lahan tersebut sudah benar, jika sudah benar maka akan menghasilkan peta satuan lahan. Setelah peta satuan lahan jadi kemudian dilakukan skoring dan pembobotan maka akan menghasilkan peta kesesuaian fungsi kawasan, dari peta kesesuaian fungsi kawasan dioverlay dengan peta tanah, peta lereng dan peta intensitas curah hujan akan menghasilkan peta fungsi kawasan. Dari peta tersebut kemudian dicocokkan dengan penggunaan lahan aktual maka akan menghasilkan peta kesesuaian fungsi kawasan. Langkah terakhir yang dilakukan adalah dengan mencocokkan antara peta kesesuaian fungsi kawasan dengan keadaan yang sebenarnya maka akan menghasilkan peta arahan konservasi. C. Populasi dan Teknik Sampling 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah 49 satuan lahan di Daerah Aliran Sungai Walikan. Satuan analisis menggunakan satuan lahan yang merupakan gabungan dari beberapa karakteristik lahan yang sama sebagai hasil tumpangsusun (overlay) dari unsur batuan (peta geologi), topografi (peta lereng), 50 tanah (peta tanah) dan penggunaan lahannya (peta penggunaan lahan). Berdasarkan tumpangsusun dari beberapa peta tersebut diperoleh 49 satuan lahan. 2. Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara Purposive Sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti tanah, geologi, penggunaan lahan dan kemiringan lereng yang mempunyai karakteristik sama. Sampel dipilih secara cermat dengan mengambil objek penelitian secara selektif dan mempunyai ciri-ciri yang spesifik yang dianggap cukup mewakili dari 49 poligon atau semua satuan lahan yang ada. Satuan lahan yang diambil ada 11 satuan lahan sesuai dengan pertimbangan yang hampir mendekati sama kriterianya pada masing-masing variabel yaitu tanah, geologi, penggunaan lahan dan kemiringan lereng. D. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu data primer berupa penggunaan lahan, solum tanah, kemiringan lereng dan data sekunder adalah data penunjang yang diperoleh dari instansi-instansi terkait dan dari hasil penelitian terdahulu. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini : 1. Data Primer Data primer adalah data yang berasal dari obyek penelitian langsung. Menurut Tika (2005:44) data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau objek yang diteliti, atau ada hubungannya dengan yang diteliti. Data tersebut didapatkan melalui observasi lapangan. Data yang dibutuhkan meliputi kemiringan lereng, penggunaan lahan, solum tanah. 2. Data sekunder yang digunakan antara lain : a. Data letak, luas, batas dan ketinggian tempat daerah penelitian yang diperoleh dari Peta Rupabumi Indonesia lembar 1508 – 132 Poncol, 1508 – 113 Girimarto, 1508 – 131 Tawangmangu, 1508 – 324 Wonogiri Tahun 2001. 51 b. Data kemiringan lereng dari análisis Peta Rupabumi Indonesia lembar lembar 1508 – 132 Poncol, 1508 – 113 Girimarto, 1508 – 131 Tawangmangu, 1508 – 324 Wonogiri Tahun 2001. c. Data jenis batuan diperoleh dari Peta Geologi Surakarta, Giritantro, dan Ponorogo. d. Data jenis tanah diperoleh dari Peta Tanah BAPEDA karanganyar dan Wonogiri. e. Data iklim, yang meliputi curah hujan, iklim dan suhu yang diperoleh dari Sub Dinas Pengairan Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karanganyar Khususnya Stasiun Meteorologi di Kecamatan Tawangmangu dan Stasiun di Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar. f. Data penggunaan lahan dari Peta Rupabumi Indonesia lembar 1508 – 132 Poncol, 1508 – 113 Girimarto, 1508 – 131 Tawangmangu, 1508 – 324 Wonogiri tahun 2001 yang kemudian di overlay dengan Citra Ikonos agar penggunaan lahannya tidak berubah atau sesuai dengan kondisi aslinya. E. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Melalui metode ini diadakan pengamatan dan pengukuran secara langsung di lapangan terhadap parameter-parameter yang dibutuhkan dalam penelitian ini yang berupa kemiringan lereng, penggunaan lahan. 2. Dokumentasi Analisis dokumentasi adalah perolehan data dari catatan, dan peta – peta. Dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan menelaah segala bentuk catatan atau pada berbagai jenis literatur yang terkait dengan penelitian, termasuk peta. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder jenis tanah, penggunaan lahan, jenis batuan, dan curah hujan. F. Teknik Analisis Data 1. Luas, dan Persebaran Penggunaan Lahan Penentuan luas dan persebaran penggunaan lahan DAS Walikan menggunakan peta RBI Tahun 2001. Peta yang digunakan 1508 – 132 Poncol, 52 1508 – 113 Girimarto, 1508 – 131 Tawangmangu, 1508 – 324 Wonogiri. peta RBI tersebut kemudian dioverlay sehingga menghasilkan peta administrasi. Peta administrasi tersebut digunakan sebagai basemap untuk interpretasi penggunaan lahan yang digunakan. kemudian dicocokkan kemudian di overlaykan sehingga menghasilkan peta tentatif dengan skala 1:50.000. Kemudian data penggunaan lahan dari peta tentatif tersebut dicocokkan dengan penggunaan lahan yang ada di lapangan. Setelah diketahui penggunaan lahannya kemudian ditenntukan luas dan persebaran penggunaan lahannya dengan menggunakan software SIG. 2. Fungsi Kawasan Parameter arahan fungsi kawasan terdiri dari intensitas curah hujan, kemiringan lereng dan jenis tanah. Uraian dari masing-masing variabel dapat dilihat pada penjelasan berikut : a. Intensitas Curah Hujan Dalam menentukan intensitas curah hujan dapat ditentukan dengan persamaan berikut: Dari perhitungan ini diperoleh data intensitas curah hujan rata-rata harian, sedangkan deliniasinya dilakukan dengan cara interpolasi linier, yaitu menarik garis lurus antara dua stasiun hujan yang berdekatan dan membagi jaraknya secara proporsional sesuai dengan perbedaan intensitas hujan kedua stasiun hujan tersebut. Untuk klasifikasi intensitas hujan harian rata-rata mengacu pada penyusunan pola rehabilitasi lahan dan konservasi tanah. 53 Tabel 9. Klasifikasi Dan Skor Intensitas Hujan Harian Rata-Rata Kelas Intensitas Hujan ( mm/hr ) I 0 – 13,6 II Keterangan Skor Sangat rendah 10 > 13,6 - 20,7 Rendah 20 III > 20,7 – 27,7 Sedang 30 IV > 27,7 – 34 Tinggi 40 V > 34 Sangat tinggi 50 Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 683/Kpts/Um/1981 Tabel diatas merupakan tabel Parameter Klasifikasi Dan Skor Intensitas Hujan Harian Rata-Rata yang digunakan untuk klasifikasi fungsi kawasan dengan menggunakan nilai/skor berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 683/Kpts/Um/1981 b. Kemiringan Lereng Peta kelas lereng diperoleh melalui interpetasi Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dengan metode pembuatan peta lereng yang dikemukakan oleh Wenthworth dengan rumus sebagai berikut : Keterangan : tα = Besar sudut lereng n = Jumlah kontur yang memotong tiap diagonal jaring ci = kontur interval a = panjang diagonal jaring dengan panjang rusuk 1 cm 54 Klasifikasi kemiringan lereng ini berpedoman pada penyusunan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah sebagai berkut : Tabel 10. Kelas Kemiringan Lereng dan Nilai Skor Kemiringan Lereng Kelas Kemiringan ( % ) Klasifikasi Skor I 0–8 Datar 20 II > 8 – 15 Landai 40 III >15 – 25 Agak Curam 60 IV > 25 – 45 Curam 80 V > 40 Sangat Curam 100 Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 683/Kpts/Um/1981 c. Jenis Tanah Adapun Klasifikasi Jenis Tanah Berdasarkan Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah adalah sebagai berikut : Table 11. Klasifikasi Dan Nilai Skor Jenis Tanah Menurut Kepekaan Terhadap Erosi Kelas Jenis Tanah Klasifikasi Skor I Aluvial glei, Planosol, Hidromorf kelabu Tidak peka 15 II Latosol Kurang peka 30 III Brown forest soil, mediteran Agak peka 45 IV Andosol, laterit, organosol, kezina Peka 60 V Regosol, litosol, organosol, renzina Sangat peka 75 Sumber : SK Menteri Pertanian No.837/kpts/Um/11/1980 dan No : 683/Kpts/Um/1981 55 d. Cara penentuan fungsi kawasan 1. Fungsi Lindung Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya sama dengan atau lebih besar dari 175, atau memenuhi salah satu atau beberapa kriteria sebagai berikut :(a) Mempunyai kemiringan lereng lebih > 40 %, (b) Merupakan kawasan yang mempunyai jenis tanah sangat peka terhadap erosi (regosol, litosol, organosol,dan renzina) dan mempunyai kemiringan lereng > 15%, (c) Merupakan jalur pengaman aliran sungai sekurang-kurangnya 100 meter di kanan kiri alur sungai, (d) Merupakan pelindung mata air, yaitu 200 meter dari pusat mata air, (e) Berada pada ketinggian lebih atau sama dengan 2.000 meter diatas permukaan laut, (f) Guna kepentingan khusus dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan lindung. 2. Fungsi Kawasan Penyangga Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya antara 125-174 serta memenuhi kriteria umum sebagai berikut : (a) Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan budidaya. (b) Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga, (c) Tidak merugikan segi-segi ekologi atau lingkungan hidup apabila dikembangkan sebagai kawasan penyangga. 3. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya < 124 serta sesuai untuk dikembangkan usaha tani tanaman tahunan. Selain itu areal tersebut harus memenuhi kriteria umum untuk kawasan penyangga. 4. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Satuan lahan dengan kriteria seperti dalam penetapan kawasan budidaya tanaman tahunan serta terletak di tanah milik, tanah adat dan tanah negara yang seharusnya dikembangkan usaha 56 tani tanaman semusim. Selain memenuhi kreteria tersebut diatas, untuk kawasan permukiman harus berada pada lahan yang memiliki lereng mikro tidak lebih dari 8 % dengan batasan luas yang telah ditetapkan. 3. Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan Fungsi Kawasan Kesesuaian penggunaan lahan dengan fungsi kawasan diperoleh dengan metode matching antara penggunaan lahan dengan fungsi kawasan. Adapaun bagan yang digunakan adalah : Data kemiringan lereng Data intensitas curah hujan rata-rata Data jenis tanah Fungsi Kawasan Kawasan Lindung Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Interptretasi Peta RBI, dan Citra Ikonos Google Earth Observasi Lapngan Penggunaan Lahan Kesesuaian fungsi kawasan Gambar 4. Bagan Penentuan Kesesuaian Fungsi Kawasan dengan Penggunaan Lahan 4. Konservasi Lahan Konservasi lahan dilakukan dengan menyesuaikan macam penggunaanya dengan kemampuan lahan dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat – 57 syarat yang diperlukan agar tanah dapat berfungsi dengan baik. Konservasi dilakukan dengan pendekatan fungsi kawasan dan penggunaan lahan. Berikut ini adalah contoh penyusunan dan arahan konservasinya: Fungsi kawasan contoh Fungsi kawasan lindung Penggunaan lahan contoh sebagai tegalan Arahan konservasi secara teknik contoh dengan teras guludan termasuk pematang kontur Arahan konservasi secara vegetative contoh dengan reboisasi G. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap pelaksanaan yaitu : 1. Tahap Persiapan dan Pengajuan Proposal Pada tahap ini dilakukan observasi awal terhadap daerah penelitian kemudian mencari literatur yang sesuai dengan tema penelitian, setelah itu dlakukan penyusunan proposal. 2. Penyusunan Innstrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat yang ddigunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini instrumen penelitian yang digunakan adalah peta satuan lahan, kemudian diperlukan juga lembar Checklist dengan format sesuai dengan data faktor – faktor dari varabel penelitian yang diperlukan. 3. Tahap Pengmpulan Data Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengambilan sampel tanah 58 guna analisis sifat fisik tanah dan produktivitas lahan, análisis sifat kimia tanah dilakukan dengan uji laboratorium. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan diperoleh dari instansi-instansi terkait, penelitian yang relevan, dan analisis pada Peta RBI, Peta Geologi dan Peta Tanah. 4. Tahap Analisis Data Tahap ini merupakan tahap di mana data yang diperoleh dihitung, dianalisis dan diklasifikasikan untuk dapat menyimpulkan hasil dari penelitian. 5. Tahap Penulisan Laporan Penelitian Merupakan tahap terakhir dalam penelitian di mana hasil penelitian yang diperoleh dilaporkan atau disajikan dalam bentuk tulisan, tabel, gambar, dan peta. 59 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 1. Letak, Batas, dan Luas Lokasi penelitian berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Walikan. Secara astronomis letak DAS Walikan berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1:25.000 Edisi l - 2001 terletak antara 07o 41‟ 44” - LS-07º 46‟ 56” LS dan 110º 56‟ 08” – 111º 10‟ 24 “ BT. Berdasarkan koordinat UTM terletak antara 9134476 mT – 9154271 mT dan 492866 mU – 521766 mU. DAS Walikan merupakan Sub DAS Bengawan Solo Hulu yang berbatasan dengan : Sebelah Barat : DAS Mento di Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo dan Wonogiri Sebelah Timur : DAS Gonggang di Kabupaten Magetan Jawa Timur Sebelah Selatan : DAS Amblo dan DAS Keduang di Kabupaten Wonogiri Sebelah Utara : DAS Jlantah di Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo Secara administratif wilayah DAS Walikan berada di dua Kabupaten yaitu sebelah timur berada di Kabupaten Karanganyar sedangkan wilayah barat daya berada di Kabupaten Wonogiri. Wilayah administrasi DAS Walikan yang terletak di Kabupaten Karanganyar meliputi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Jatipuro dan Jatiyoso, sedangkan wilayah yang masuk dalam Kabupaten Wonogiri meliputi Kecamatan Wonogiri. Wilayah Kecamatan Jatiyoso terdiri dari 6 Desa yaitu Desa Beruk, Wonorejo, Wonokeling, Jatiyoso, Petung, Jatisawit. Untuk Kecamatan Jatipuro terdiri dari 5 Desa yaitu Desa Jatiroyo, Jatipuro, Jatipurwo, Ngepungsari dan 60 Jatisobo, sedangkan wilayah DAS Walikan yang masuk dalam Kecamatan Wonogiri meliputi 3 Desa yaitu Desa Sonoharjo, Manjung dan Giriwarno. Luas wilayah DAS Walikan secara keseluruhan mencapai 5.599,64 Ha atau sebesar 55.996.400 m2. Kecamatan paling luas yaitu Kecamatan Jatiyoso dengan luas 3.197,709 Ha dengan wilayah Desa yang terluas yaitu Desa Wonorejo dengan luas wilayah 813,022 Ha (53,23 %), luas Kecamatan Jatipuro sebesar 1.747,358 Ha (31,20 %) dan Kecamatan dengan luasan terkecil yaitu Kecamatan Wonogiri yang hanya mencakup 3 Desa dengan luas wilayah sebesar 654,572 Ha (15,53%). Pembagian administrasi DAS Walikan secara rinci dikemukakan dalam tabel 12. Tabel 12. Pembagian Administrasi DAS Walikan No. 1. Kabupaten Karanganyar Kecamatan 1. Jatiyoso Desa/Kelurahan Luas (Ha) 1. Beruk 147,192 2. Wonorejo 813,022 3. Wonokeling 245,966 3. Jatiyoso 765,041 4. Petung 615,475 5. Jatisawit 395,525 1. Jatoroyo 244,182 2. Jatipuro 341,682 3. Jatipurwo 502,004 4. Ngepungsari 83,471 5. Jatisobo 576,019 1. Sonoharjo 439,609 2. Manjung 214,963 3. Giriwarno 215,488 % 53,26 2. Jatipuro 1. Wonogiri 2. Wonogiri 31,20 15,54 61 * Pembagian administrasi tabel 12 menggunakan luas wilayah dan bukan menggunakan jumlah penduduk pada suatu wilayah. Sumber : Peta Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1: 25.000 lembar 1508-132 Poncol, lembar 1508-113 Girimarto, lembar 1508-131 Tawangmangu, dan lembar 1508-324 Wonogiri. Adapun pembagian wilayah administrasi, batas DAS, dan letak daerah penelitian dapat dilihat pada peta 1 yaitu Peta Administrasi DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 2. Iklim Wilayah Indonesia yang terletak pada garis katulistiwa menyebabkan Negara ini memiliki iklim tropis. Iklim adalah karakteristik cuaca pada suatu wilayah yang didasarkan atas data yang terkumpul selama kurun waktu yang lama (sekitar 30 tahun), sedangkan cuaca yaitu kondisi atmosfer yang dinamis, berubah-ubah dalam waktu singkat (dalam jam atau hari) (Lakitan, 1994:2). Iklim dipengaruhi oleh kelembaban udara, curah hujan (intensitas dan distribusinya), cahaya, suhu, dan angin. Variasi dari unsur-unsur iklim tersebut dijadikan dasar dalam klasifikasi iklim. Unsur-unsur iklim tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi membentuk sistem iklim yang terus berputar. Dalam penelitian ini, unsur iklim yang dibahas hanya terbatas pada data temperatur dan curah hujan yang terjadi di DAS Walikan dan sekitarnya. Curah hujan merupakan unsur iklim yang berpengaruh terhadap terbentuknya air. Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi dapat menjadi aliran permukaan (run off), lengas tanah, evaporasi atau mengalami infiltrasi menjadi air tanah. 62 63 a. Temperatur Penentuan temperatur udara rata-rata di DAS Walikan dan sekitarnya dihitung dengan menggunakan pendekatan antara suhu dengan ketinggian yang dikemukakan oleh Oldeman (1977) dalam Lakitan (1994:104) : Tmax : 31,3 – 0,006 x Tmin : 22,8 – 0,005 x dimana : Tmax : suhu maksimum (oC) Tmin : suhu minimum (oC) X : ketinggian tempat (m) Dari rumus ini diasumsikan bahwa setiap kenaikan ketinggian 100 m suhu maksimum menurun rerata 0,6 oC dan suhu minimum menurun 0,5 oC per kenaikan ketinggian 100 meter. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25.000 lokasi DAS Walikan tertinggi berada pada ketinggian 2.250 m dan terendah yaitu 111,5 m. Dengan menggunakan rumus di atas dapat diperoleh hasil: Diketahui : x1 : 2.250 m x2 : 111,5 m sehingga diperoleh hasil : Tmax pada ketinggian 2.250 m adalah : 31,3 – 0,006 x1 : 31,3 – 0,006 . 2.250 : 17,8 oC Tmin pada ketinggian 2.250 m adalah : 22,8 – 0,005 x : 22,8 – 0,005 . 2.250 64 : 11,3 oC Tmax pada ketinggian 111,5 m adalah : 31,3 – 0,006 x1 : 31,3 – 0,006 . 111,5 : 30,63 oC Tmin pada ketinggian 111,5 adalah : 22,8 – 0,005 x : 22,8 – 0,005 . 111,5 : 22,24 oC Berdasarkan rumus di atas dapat disimpulkan bahwa pada lokasi tertinggi DAS Walikan yaitu pada ketinggian 2.250 m rata-rata temperatur tertinggi adalah 17,8 oC dan temperatur terendah 11,3 oC. Pada lokasi terendah DAS Walikan yaitu pada ketinggian 111,5 m rata-rata temperatur tertinggi adalah 30,63 oC dan temperatur terendah 22,24 oC. b. Curah Hujan Data rerata curah hujan, jumlah hari hujan, dan intensitas hujan selama kurun waktu 10 tahun (2001-2011) digunakan untuk menentukan sebaran curah hujan yang terjadi di DAS Walikan dan sekitarnya. Selain itu, data curah hujan yang diperoleh untuk menentukan rerata bulan basah, lembab, dan kering yang digunakan untuk menentukan tipe curah hujan di DAS Walikan. Berikut disajikan data rerata curah hujan, jumlah hari hujan dan intensitas hujan selama 10 tahun terakhir di lokasi penelitian. 65 Tabel 13. Curah Hujan, Hari Hujan dan Intensitas Hujan Tahun 2001-2011 No. Stasiun Curah Hujan (mm/hari) Hari Hujan (hari/tahun) Intensitas CH (mm/hari) 1 Bendung Colo 54.47 114.9 17.30 2 Ngadiroyo 74.47 105 25.89 3 Jatipuro 73.67 126.2 21.31 4 Jatiyoso 72.26 127.3 20.72 5 Tawangmangu 91.07 165.4 20.10 Sumber : Analisis Data Curah Hujan Tahun 2001-2011 Penentuan tipe iklim dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi menurut Schmidt dan Ferguson dinyatakan dengan nilai “Quotient” (Q) yang merupakan perbandingan rerata bulan kering dan rerata bulan basah yang dinyatakan dalam rumus : Q : Rata - rata Bulan Kering x 100 % Rata - rata Bulan Basah Klasifikasi bulan kering, lembab dan basah menggunakan klasifikasi menurut Mohr yaitu - Bulan kering yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan < 60 mm - Bulan lembab yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan antara 60-100 mm - Bulan basah yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan > 100 mm Berdasarkan perhitungan yang diperoleh DAS Walikan memiliki tipe curah hujan C (agak basah) dan tipe curah hujan D (sedang). Tipe curah hujan C dengan dominasi wilayah meliputi Desa Manjung, dan tipe curah hujan D meliputi Sonoharjo, Jatisobo, Jatipuro, Jatipurwo, Ngepungsari, Jatiroyo, Jatisawit, Petung, Giriwarno, Jatiyoso, Wonorejo, Beruk. Hasil analisis ini didasarkan pada besarnya nilai Q yang kemudian dicocokkan dengan tabel 10 yaitu tipe curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson berikut ini : 66 Tabel 14. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson Tipe Nilai (%) A B C D E F G H 0 ≤ Q < 14,3 14,3 ≤ Q < 33,3 33,3 ≤ Q < 60 60 ≤ Q < 100 100≤ Q < 167 167 ≤ Q < 300 300≤ Q < 700 700≤ Q Klasifikasi Sangat basah Basah Agak basah Sedang Agak kering Kering Sangat kering Luar biasa kering Sumber : Lakitan (1994:15) Adapun hasil analisis perhitungan tipe curah hujan Menurut Schmidt dan Ferguson dari masing-masing stasiun pengamatan curah hujan adalah sebagai berikut : Tabel 15. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson Pada Setiap Stasiun Pengamatan No. Stasiun Q = (Bln Kering / Bulan Basah) x 100 % Tipe Klasifikasi 1 Bendung Colo 89.23 D Sedang 2 Ngadiroyo 51.90 C Agak Basah 3 Jatipuro 54.32 C Agak Basah 4 Jatiyoso 58.97 C Agak Basah 5 Tawangmangu 45.12 C Agak Basah Sumber : Analisis Data Curah Hujan 2001-2011 Intensitas Curah Hujan Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri Tahun 2012 dapat dilihat pada peta Intensitas Curah Hujan Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri Tahun 2012. 67 3. 4. 68 5. Fisiografis Menurut van Bemmelen (1949:26) fisiografis Pulau Jawa dibagi menjadi 4 bagian a. Jawa Barat (sebelah barat Cirebon) b. Jawa Tengah (antara Cirebon dan Semarang) c. Jawa Timur (antara semarang dan Surabaya) d. Jazirah sempit di bagian timur Jawa (osththoek) dengan Selat Madura dan Pulau Madura. Berdasarkan pembagian zone, Pulau Jawa dibagi menjadi tiga zone yaitu zone utara (northen zone), zona tengah (central zone) dan zona selatan (southern zone). Berdasarkan pembagian fisiografis di atas, DAS Walikan masuk dalam zone tengah. Zone tengah terdiri dari Subzone solo (sensu stricto), Subzone Blitar dan Subzone Ngawi. Tepatnya lokasi penelitian terdapat di jalur Subzone Solo (sensu stricto) yaitu zone depresi sentral atau Zone Solo (Solo Zone) dengan lokasi berada di komplek Gunungapi Lawu. Sebelah utara zone depresi ini dibatasi oleh Pegunungan Kendeng dan sebelah selatan dibatasi oleh Pegunungan Selatan. Komplek Gunungapi lawu terdiri dari dua pegunungan utama yaitu Gunungapi Lawu di sebelah utara dan Gunungapi Jobolarangan di sebelah selatan (Lawu tua). DAS Walikan masuk ke dalam satuan Gunungapi Jobolarangan. 4. Litologi Berdasarkan Peta Lembar Ponorogo (1508-1) Skala 1:100.000 Tahun 1997 dan Lembar Giritontro (1407-6) Skala 1:100.000 Tahun 1992, susunan litologi daerah penelitian adalah sebagai berikut : a. Qvsl (Lava Sidoramping) Merupakan lava berstruktur alir yang berasal dari komplek Gunungapi Sidoraming, G.Puncakdalang, G.Kukusan, dan G.Ngampiyungan yang mengalir ke arah barat. Terdiri dari lava andesit, kelabu tua, porfiritik terdiri dari 69 plagioklas, kuarsa, feldspar, masa dasar mikrolit plagioklas dan kaca. Material ini tersebar di bagian puncak dari lokasi penelitian yaitu berada di Desa Beruk dan Wonorejo. b. Qvjb (Breksi Jobolarangan) Merupakan breksi Gunungapi, mempunyai ciri-ciri dengan warna kecoklatan, bila lapuk kemerahan, bersusunan andesit, komponen berukuran 2 – 20 cm, menyudut tanggung – membundar tanggung. Masa dasar batu pasr tufan berbutir sedang – kasar, terpilah buruk, kemas terbuka. Persebarannya di Desa Wonorejo. c. Qvjl (Lava Jobolarangan) Lava ini bersusunan andesit berwarna kelabu tua, porfiritik, terdiri dari plagioklas, kuarsa dan feldspar di dalam mikrolit plagioklas dan kaca gunungapi. Lava berstuktur alir ini berasal dari kompleks G.Sidoramping, G.Puncakdalang, G.Kukusan dan G.Ngampiyungan. Arah aliran umumnya ke barat, lekuk seperti kawah di puncak G.Silamuk yang diduga bekas letusan yang terbuka ke barat. Material ini tersebar di Desa Wonorejo dan sebagia kecil di Desa Beruk. d. Qlla (Endapan Lahar Lawu) Merupakan endapan lahar Gunungapi Lawu yang terdiri dari andesit, basalt dan sedikit batuapung bercampur dengan pasir gunungapi, membentuk perbukitan rendah atau mengisi dataran di kaki gunungapi. Material ini tersebar di Desa Jatiyoso, Jatipurwo, Jatisawit, Jatipuro, Jatiroyo, Jatisobo, Petung, Sonoharjo, Giriwarno, Manjung, dan Giriwono. Untuk mengetahui persebaran Litologi di lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta Geologi DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012. 70 71 5. Geomorfologi Pada hakekatnya geomorfologi mempelajari bentuk-bentuk (morfologi) bentangalam. Van Zuidam (1978:3) mendefinisikan geomorfologi sebagai ilmu yang mempelajari bentuklahan dan proses-proses yang bekerja padanya serta menyelidiki kaitan antara bentuklahan dengan proses yang bekerja dalam susunan keruangan. a. Morfografi Morfografi secara garis besar memiliki arti gambaran bentuk permukaan bumi atau arsitektur permukaan bumi. Secara garis besar morfografi dapat dibedakan menjadi bentuklahan perbukitan/punggungan, pegunungan, atau gunungapi, lembah dan dataran. Berdasarkan atas pembagian ekosistem DAS, daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir. Bagian hulu DAS mempunyai kemiringan lereng curam sampai sangat curam dengan ketinggian tempat > 800 m dpal dan didominasi oleh tanah andosol dan penggunaan lahan hutan dan tegalan. Bagian hulu DAS Walikan sebagian besar merupakan bentuklahan perbukitan struktural (terlipat) yang ditandai dengan adanya lembah (sinklinal) berbentuk V dan punggungan (antiklinal) yang merupakan anak kaki lereng Gunung Lawu bagian selatan. Gambar 5 . Bentuklahan perbukitan di Desa Beruk, Wonorejo (Foto Diambil 23 Januari 2012) 72 Di bagian tengah DAS yang merupakan daerah transisi atau peralihan antara bagian hulu dan hilir. Bagian tengah DAS merupakan daerah yang ditandai dengan kemiringan lereng landai sampai curam dan berada pada ketinggian tempat antara 200-800 m dpal. Sebagian besar merupakan bentuklahan perbukitan yang terdenudasi. Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas penduduk dalam konservasi lahan termasuk kegiatan pertambangan. Selain itu, juga ditemui bentukan ledok antar perbukitan atau lembah berbentuk U yang dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk menanam padi ataupun palawija. Bukit Terdenudasi Gambar 6. Bukit Terdenudasi akibat pertambangan di Desa Wonokeling Ben (Foto Diambil 8 Juli 2011) Bentuklahan yang ada di bagian hilir merupakan bentuklahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh aktivitas sungai, ketinggian tempat rata-rata kurang dari 200 m dpal. Bentuklahan yang ditemui adalah bentuklahan fluvio vulkan. Bentuk lahan ini dimulai dari Desa Jatisawit, Jatiroyo, Jatipuro, Jatisobo, Giriwono, Sonoharjo dan Manjung. Peta ketinggian tempat di DAS Walikan dapat dilihat pada Peta Ketinggian Tempat Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012. 73 74 b. Morfogenesa Geomorfologi lokasi penelitian tidak terlepas dari pembentukan morfologi Pulau Jawa. Dua aspek yang menonjol dalam pembentukan Pulau Jawa adalah iklim tropis lembab dan kegiatan vulkanik yang kuat (Tim Fak.Geografi UGM, 1996:5). Aktivitas vulkanik ini tidak terlepas dari kegiatan tektonik lempeng yang berlangsung yaitu adanya penunjaman Lempeng Eurasia dan Indo-Australia yang menyebabkan terbentuknya jajaran Gunungapi di sepanjang jalur timur sampai barat Pulau Jawa. Geomorfologi Pulau Jawa dapat dibagi menjadi 3 zone yaitu utara, tengah dan selatan. Lokasi penelitian sendiri berada di zone tengah yaitu berada di komplek Gunung Lawu tepatnya di lereng selatan. Morfogenetik adalah proses atau asal - usul terbentuknya permukaan bumi, seperti bentuklahan perbukitan atau pegunungan, bentuklahan lembah atau bentuklahan pedataran. Proses yang berkembang terhadap pembentukkan permukaan bumi tersebut yaitu proses eksogen dan proses endogen. Dilihat dari proses terjadinya bentuklahan, morfogenesa ini dapat dibagi menjadi morfostruktur pasif, morfostruktur aktif dan morfostruktur dinamik. Morfostruktur aktif merupakan aktivitas proses endogen yaitu proses yang dipengaruhi oleh kekuatan atau tenaga dari dalam kerak bumi, sehingga merubah bentuk permukaan bumi. Tenaga endogen yang bekerja di lokasi penelitian meliputi vulkanisme yang berasal dari Gunung Jobolarangan (lawu tua). Selain itu juga, keadaan geomorfologi setempat dipengaruhi oleh adanya pelipatan (folding) yang membentuk jajaran perbukitan yang memanjang sehingga terlihat punggungpunggung lipatan yang disebut antiklinal dan lembah lipatan yang disebut sinklinal. Adanya perbukitan lipatan ini dapat dijumpai di Desa Beruk dan Wonorejo. Morfostruktur pasif dapat dilihat dari litologi daerah setempat atau struktur batuannya. Jenis litologi yang dijumpai di daerah penelitian berdasarkan peta geologi DAS Walikan adalah batuan breksi yang merupakan jenis batuan sedimen klastik yang dihasilkan oleh aktivitas letusan vulkanik Gunung Jobolarangan (lawu tua). Materi penyusun berupa batuan sedimen berupa breksi vulkanik yang 75 mencerminkan bentuklahan perbukitan yang memanjang. Selain itu, batuan penyusun lainnya berupa batuan andesit dari endapan lahar lawu yang merupakan jenis batuan beku. Adanya batuan ini mencerminkan adanya aktivitas vulkanik sebagai pembentuk muka bumi di lokasi penelitian. Morfostruktur dinamik dipengaruhi oleh proses tenaga eksogen merupakan proses yang dipengaruhi oleh faktor - faktor dari luar bumi, seperti iklim, biologi dan artifisial. Proses ini akan menimbulkan adanya proses degradasi dan agradasi di lokasi penelitian. Proses degradasi yan berlangsung di lokasi penelitian dipengaruhi oleh erosi dan longsor lahan. Bentuk erosi yang banyak dijumpai di lokasi penelitian meliputi erosi lembar sampai parit. Terjadinya erosi di lokasi penelitian dipengaruhi oleh keadaan topografi dengan kemiringan lereng agak curam sampai sangat curam serta adanya aktivitas penduduk yang kurang menerapkan prinsip konservasi yang benar. Gambar 7. Erosi Lembar (kanan) yang Terjadi di Desa Manjung, Kecamatan Wonogiri dan Erosi Parit (kiri) di Desa Beruk, Kecamatan Jatiyoso (Foto diambil 23 dan 25 Januari 2012) Proses degradasi lainnya yaitu akibat longsor lahan yang banyak terjadi di bagian tengah DAS. Adanya longsor lahan ini umumnya disebabkan karena tindakan konservasi yang kurang tepat termasuk aktivitas penambangan, rendahnya tutupan lahan, berubahnya fungsi lahan, keadaan tanah yang labil akibat pengolahan lahan yang kurang memperhatikan konservasi yang benar, dan kemiringan lereng yang curam. 76 Gambar 8. Longsoran Rotasi di Desa Wonorejo (Kiri) dan Desa Jatiyoso (Kanan), Kecamatan Jatiyoso (Foto Diambil 9 Juli 2011) Di bagian bawah DAS (Hilir) terjadi proses sedimentasi yang merupakan kelanjutan dari proses erosi dan merupakan penyebab dari proses agradasi. Adanya sedimentasi yang umunya terjadi di sekitar bantaran sungai dimanfaatkan petani untuk ditanami padi ataupun palawija karena umumnya lahan pada daerah ini merupakan lahan yang subur. Sedimentasi Ditanami Padi Gambar 9. Proses Sedimentasi di Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri (Foto Diambil 24 Januari 2012) 77 c. Morfokronologi Proses pembentukan morfologi DAS Walikan yang telah dipaparkan pada morfogenesa lokasi penelitian di atas telah terjadi terutama pada kala plistosen tengah dan pada batas plistosen atau holosen. Pembentukan morfologi lokasi penelitian dipengaruhi oleh sesar dan lipatan yang terjadi pada akhir tersier. Sedimentasi pada cekungan laut dalam, bersamaan dengan kegiatan gunungapi di lereng cekungan yang curam serta dipengaruhi oleh gejala longsoran bawah laut. Endapan turbidit asal gunungapi terbentuk sejak akhir oligosen dan menerus hingga akhir miosen awal. Kegiatan turbidit yang belum mantap menyebabkan terumbu-terumbu tersebut runtuh dan terendapkan kembali di tempat yang lebih dalam bersama-sama dengan klastika gampingan yang lebih halus. Kegiatan tektonik menjelang permulaan orogenesa miosen tengah ditandai dengan pengangkatan dan penerobosan magma yang menghasilkan andesit, dasit dan basal. Keadaan demikian menyebabkan terbentuknya jajaran pegunungan yang salah satunya adalah Gunung Lawu yang merupakan komplek dari lokasi penelitian. d. Morfometri Aspek geomorfologi yang dapat diketahui adalah kemiringan lereng. Kemiringan lereng merupakan gambaran perbandingan beda tinggi di suatu wilayah dengan jarak mendatarnya. DAS Walikan mempunyai bentuklahan yang bervariasi mulai dari bentuklahan asal struktural, denudasional dan fluvial. Hal ini menyebabkan kemiringan lerengnya yang sangat beragam yaitu dari datar sampai sangat curam. Lereng dengan kemiringan datar menempati luasan terbesar yaitu sebesar 59,82 % dari luas DAS Walikan. Lereng datar biasanya berada di daerah hilir DAS. Lereng sangat curam mempunyai prosentase luas sekitar 10,19 % dari luas total DAS. Persebaran kemiringan lereng lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta Kemiringan Lereng Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012. 78 6. Tanah 79 Pembentukan tanah yang ada di DAS Walikan dipengaruhi oleh geologi setempat. Tanah yang ada di DAS Walikan terdiri dari 3 macam tanah yaitu a. Latosol Coklat Kemerahan Tanah latosol menurut Darmawijaya (1997:297) meliputi tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan intensif dan perkembangan tanah lanjut, sehingga terjadi pelindian unsur basa, bahan organik dan silika, dengan meninggalkan sesquioxid sebagai sisa berwarna merah. Tanah ini menurut Hardjowigeno, (1987:180) umumnya mempunyai kadar liat lebih dari 60 %, struktur tanah remah sampai gumpal, warna tanah seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum dalam (> 150 cm), kejenuhan basa kurang dari 50 %, dan umumnya mempunyai epipedon umbrik dan endopedon kambik. Macam tanah latosol coklat kemerahan yang ada di DAS Walikan berasal dari bahan induk basa berupa andesit yang terdapat Di Gunung Jobolarangan, Gunung Sidoramping, Gunung puncak dalam, Gunung Kukusan dan Gunung Ngampiyungan. Macam tanah ini mengalami pelapukan hasil pencucian yang lebih muda, sehingga batas horisonnya kabur. Luas macam tanah ini adalah 3.762,037 Ha atau 167,184 % dan merupakan macam tanah terluas di DAS Walikan. Daerahnya meliputi Jatisobo, Jatipuro, Jatipurwo, Jatoroyo, Jatisawit, Petung, Jatiyoso, dan Wonorejo. Berikut ini profil tanah latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif 425 cm yang ada di Desa Jatipuro, Kecamatan Jatipuro : 80 Gambar 10. Profil Tanah Latosol Coklat Kemerahan di Desa Jatipuro, Kecamatan Jatipuro (Foto diambil 25 Januari 2012) b. Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat Kemerahan Asosiasi tanah merupakan satuan tanah dengan syarat ada minimal dua jenis tanah yang luasnya tidak ada 70 % dan batas di lapangan dapat dibedakan. Macam tanah ini sebagian besar terdapat di Kecamatan Wonogiri meliputi Sonoharjo, Manjung dan Giriwarno dengan luas sekitar 992,404 Ha atau 17,723%. Tanah litosol merupakan golongan tanah yang belum mengalami diferensiasi profil membentuk horison, sehingga masih dianggap lapisan (Darmawijaya, 1997:287). Tanah ini dicirikan dengan kedalaman tanahnya yang dangkal dan profil belum memperlihatkan horison-horison dengan sifat-sifat dan ciri-ciri batuan induk. Ciri-ciri yang bisa diamati pada macam tanah ini secara umum di lokasi penelitian adalah kedalaman efektif sekitar 40-110 cm dan terletak 218-610 m dpal. Berikut adalah gambar profil tanah Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan di Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri. 81 Gambar 11. Profil Tanah Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat Kemerahan di Desa Sonoharjo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri (Foto diambil 26 Januari 2012) c. Komplek Andosol Coklat dan Andosol Coklat Kekuningan Satuan tanah ini dicirikan dengan tidak ada tanah yang luasnya > 70 %, terdapat lebih satu nama tanah, dan batas di lapangan tidak dapat dilihat dengan jelas. Tanah andosol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat sarang (very porous), mengandung bahan organik dan dan lempung (clay) tipe amorf, terutama alofan serta sedikit silika, alumina atau hidroxida-besi (Darmawijaya, 1997:319). Andosol merupakan tanah yang mengandung bahan organik jauh lebih banyak daripada tanah non-vulkanik dalam keadaan lingkungan yang serupa. Hal ini disebabkan karena dekomposisi bahan organik dalam andosol terhambat oleh hidroxida alumunium yang amorf (Kosaka et al, 1962 dalam Darmawijaya, 1997:329). Tanah andosol yang dijumpai di lokasi penelitian umumnya berwarna hitam kelam, coklat sampai coklat kekuningan, struktur remah atau granuler, sangat gembur, tidak lekat (non-sticky), tidak liat (non-plastic). Pembentukan tanah andosol di lokasi penelitian dipengaruhi oleh pelapukan batuan andesit yang 82 berasal dari Gunung Jobolarangan, Gunung Sidoramping, Gunung puncak dalam, Gunung Kukusan dan Gunung Ngampiyungan. Gambar 12. Singkapan Tanah Andosol di Desa Beruk, Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar (Foto diambil 23 Januari 2012) Luas satuan tanah ini di Lokasi penelitian adalah 845.199 Ha atau 15,094 % dari luas lahan DAS Walikan. Persebaran tanah ini berada di Desa Wonorejo dan Desa Beruk Kabupaten Karanganyar. Persebaran macam tanah lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta Tanah DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012 berikut ini. Data tanah diperoleh dari BAPEDA Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri. Peta tanah yang tersedia adalah peta tanah tinjau dengan skala 1 : 250.000. Persebaran tanah di lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta Tanah Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012. 83 84 7. Hidrologi Deskripsi hidrologi lokasi penelitian yang akan dibahas antara lain adalah pola aliran sungai, bentuk DAS, alur sungai dan morfometri DAS meliputi luas, orde dan tingkat percabangan sungai, serta kerapatan sungai. a. Pola Aliran Dalam suatu DAS, sungai mengikuti suatu aturan yaitu bahwa aliran sungai dihubungkan oleh suatu jaringan suatu arah dimana cabang dan anak sungai mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk suatu pola tertentu. Pola itu tergantung pada kondisi topografi, geologi, iklim, dan vegetasi yang ada di dalam DAS (Soewarno,1991:21). Pola aliran sungai di lokasi penelitian adalah pola paralel yaitu pola arah alirannya berbentuk sejajar, umumnya terbentuk pada daerah dengan kemiringan umum lereng menengah sampai terjal, atau pada singkapan batuan yang lebar dan sejajar, serta miring. DAS JLANTAH DAS KEDUANG Arah Aliran Sungai Cenderung Sejajar K. Walikan DAS AMBLO Gambar 13. Pola Aliran Sungai Paralel di DAS Walikan (Sumber :Peta RBI Lembar Poncol, Tawangmnagu, Wonogiri, Girimarto) b. Bentuk DAS Daerah aliran sungai dapat dibedakan berdasarkan bentuk dimana hal ini akan menentukan pola hidrologi yang ada. Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1977:169) mengklasifikasikan bentuk DAS separti yang terdapat di halaman 72. 85 Gambar 14. Klasifikasi Bentuk DAS (Sumber : Sosrodarsono dan Takeda, 1977:169) Berdasarkan klasifikasi bentuk DAS di atas, DAS Walikan termasuk dalam bentuk bulu burung. Bentuk DAS seperti pada gambar 12 mengindikasikan bahwa DAS mempunyai debit banjir yang kecil, karena waktu tiba air dari anakanak sungai ke sungai utama yang berbeda-beda. Tetapi bila terjadi banjir akan berlangsung agak lama. Bentuk sungai utama umumnya memanjang dengan anakanak sungai yang berada di kanan kirinya mengalir ke sungai utama. 86 c. Alur Sungai Sebagaimana telah dijelaskan pada landasan teori bahwa alur sungai atau pembagian DAS menurut ekosistemnya ada 3 yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir. Bagian hulu merupakan daerah dengan tingkat erosi tinggi. Hal ini disebabkan karena daerahnya yang berupa pegunungan dengan arah aliran yang relatif cepat dengan gradien yang besar sehingga penampang melintang berbentuk V dengan tebing batuan induk. Berbeda dengan bagian hilir yang penampang melintangnya berbentuk U dengan tebing batuan endapan yang belum mengeras. Material endapan yang ada di bagian hulu, tengah dan hilirpun berbeda. Di bagian hulu umumnya material berupa krakal dan bongkah-bongkah batuan induk dengan air yang jernih, di bagian tengah material berupa pasir, sedangkan di hilir terdiri dari material yang berfraksi halus. Gambar 15. Penampang Melintang Sungai Berbentuk U di Daerah Hilir Desa Manjung, Kecamatan Wonogiri (Kiri) dan Berbentuk V Pada Hulu Sungai Desa Wonorejo, Kecamatan Jatiyoso (Kanan). (Foto diambil 23 Januari 2012) d. Morfometri DAS Morfometri DAS merupakan istilah yang dipakai untuk menyatakan keadaan jaringan alur sungai secara kuantitatif (Soewarno, 1991:33). Morfometri yang akan diuraikan di sini meliputi luas DAS, gradien sungai, orde dan tingkat percabangan sungai, serta kerapatan sungai (drainage density). 87 1) Luas DAS Berdasarkan perhitungan luas DAS menggunakan aplikasi SIG dengan Xtool Update area, perimeter, hectare diketahui luas DAS Walikan adalah 5.599,636 Ha atau 56 Km2. DAS tersebut menurut Heirich et al (1999) dalam Maryono (2002:174) termasuk dalam klasifikasi DAS kecil. 2) Gradien Sungai Gradien sungai adalah beda elevasi (d) perpanjang sungai yang diukur (I). untuk tiap segmen sungai gradiennya tidak sama, tetapi mempunyai sebuah gradien umum. Gradien sungai dinyatakan dalam m/km, penentuan gradien dapat langsung di lapangan atau dari peta RBI. Caranya adalah dengan mengukur beda tinggi antara muara atau hilir dan hulu sungai, kemudian dicari jarak mendatarnya. Berdasarkan peta RBI diketahui : Tinggi Hilir : 111,5 m Tinggi Hulu : 2.250 m Jarak mendatar : 28.796,4 m : 28,8 km Jawab : Gradien : : : 74,25 m/km Jika dinyatakan dalam derajat adalah : Tg α : : 88 Tg α : 0,0742 α (o) : arc tg 0,0742 : 4,24 o Gradien sungai mempengaruhi kecepatan laju aliran air. Semakin besar gradiennya maka aliran air akan semakin cepat, demikian pula sebaliknya semakin kecil gradiennya maka aliran air akan semakin lambat. Kecepatan aliran ini akan berpengaruh terhadap besarnya erosi permukaan. Penentuan nilai gradien tersebut merupakan gradien global dari suatu sistem sungai, tetapi seharusnya ada perbedaan antara yang di hulu, tengah dan hilir. Penentuan gradien yang lebih tepat adalah mencari gradien tiap segmen, kemudian dicari nilai rata-ratanya. 3) Orde Sungai Orde sungai ditentukan dari derajat percabangan sungai. Berdasarkan cara Strahler dalam Soewarno (1991:35), alur sungai paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan orde pertama, pertemuan antara dua orde pertama disebut orde kedua, demikian seterusnya sampai pada sungai utama ditandai dengan nomor orde yang paling besar. Dari perhitungan seperti pada gambar 25 di peroleh nomor orde sungai sampai orde ke 4. Dengan demikian, semakin banyak jumlah ordenya semakin luas DAS nya dan semakin panjang pula alur sungainya. Penentuan orde sungai DAS Walikan dapat dilihat pada gambar 25. 4) Kerapatan Sungai (Drainage Density) Kerapatan sungai adalah suatu angka indek yang menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS (Soewrno, 1991:38). Indek tersebut dinyatakan dalam persamaan : Dd = L/A 89 Keterangan : Dd : Indek kerapatan sungai (Km/Km2) L : Jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungainya (Km) A : Luas DAS (Km2) Dengan menggunakan perhitungan dengan SIG diketahui : L : 198,03 Km A : 56 Km2 Maka Hasilnya : Dd : L/A : 198,03 Km/56 Km2 : 3,536 Km/Km2 Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa kerapatan sungainya adalah 3,54 Km/Km2 sehingga termasuk dalam kerapatan sedang. Kerapatan sungai pada suatu DAS dapat menentukan sifat drainase pada DAS tersebut. Semakin besar nilai kerapatan sungainya maka drainase nya akan semakin baik, demikian pula sebaliknya semakin kecil nilai kerapatan sungainya maka drainasenya akan semakin buruk. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kerapatam sungai DAS Walikan tergolong dalam kategori baik/jarang mengalami penggenangan. Artinya semakin banyak anak sungai dalam DAS tersebut maka daerah tangkapan airnya akan semakin baik sehingga akan memperlancar aliran air dan semakin baik pula kondisi drainase di DAS tersebut. Gambar penentuan orde sungai dapat dilihat pada berikutnya. 90 Gambar 16. Penentuan orde sungai DAS Walikan 91 8. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan merupakan suatu tutupan lahan yang terdapat di atas permukaan bumi. Pada DAS Walikan terdapat 6 penggunaan lahan yang ada di DAS Walikan yaitu Permukiman, Sawah, Kebun, Hutan, Semak Belukar, Tegalan. Penggunaan lahan terluas kedua yaitu permukiman yaitu sekitar 1.241,34 Ha. Permukiman terpadat umumnya berada di daerah dengan kemiringan lereng datar atau berada di daerah tengah dan hilir DAS. Jika dilihat dari Peta Penggunaan Lahan DAS Walikan, permukiman terpadat berada di Kecamatan Jatipuro. Hal ini disebabkan karena wilayah ini merupakan wilayah pusat ekonomi dan pemerintahan yaitu adanya pasar dan kantor kecamatan serta sarana penunjang lainnya sepert sekolah, kantor polisi yang ada di wilayah tersebut. Tegalan adalah jenis penggunaan lahan terluas ketiga yang biasanya dimanfaatkan penduduk dengan ditanami jagung. Hampir sebagian besar tutupan lahan tegalan didominasi oleh jagung. Hanya ada tutupan lahan yang tidak ditanami jagung yaitu biasanya berada di daerah hulu yaitu di Desa Wonorjo yang tuupan lahannya berupa tanaman sayur-sayuran dan palawija lainnya. Luas penggunaan lahan tegalan sekitar 1.232,63 Ha atau sekitar 22,03% dari luas total DAS Walikan. Hutan merupakan jenis penggunaan lahan keempat terluas di lokasi penelitian yang semuanya berada di wilayah DAS hulu atau berfungsi sebagai hutan lindung bagi wilayah di bawahnya. Tutupan lahan berupa pohon pinus yang dibiarkan secara alami dengan kerapatan tajuk pohon rendah sampai tinggi. Luas penggunaan lahan ini sekitar 661,785 Ha. Penggunaan lahan kebun dan semak belukar mempunyai luas masingmasing 346,814 Ha dan 177,533 Ha. Kebun yang ada di lokasi penelitian umumnya merupakan kebun campuran dengan kerapatan rendah sampai tinggi. Perbandingan luas dan prosentase penggunaan lahan lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 16 dan diagram lingkaran dibawah ini. 92 Tabel 16. Luas dan Prosentase Penggunaan Lahan DAS Walikan No. Penggunaan lahan Luas (Ha) Prosentase (%) 1 Permukiman 1.241,337 22,168 2 Sawah 1.939,537 34,637 3 Hutan 661,785 11,818 4 Kebun 346,814 6,194 5 Tegalan 1.232,63 22,013 6 Semak Belukar 177,533 3,170 Luas Total 5.599,636 100 Sumber : Analisis SIG Tahun 2012 Gambar 17. Diagram Lingkaran Prosentase Luas Penggunaan Lahan DAS Walikan 93 9. Keadaan Penduduk Berdasarkan data monografi desa diketahui jumlah penduduk di 13 Desa yang masuk dalam wilayah administrasi DAS Walikan adalah sebanyak 62.296 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak di Giriwarno, namun demikian luasan yang tercakup di DAS Walikan untuk wilayah Giriwarno hanya 215,488 Ha yang merupakan wilayah dengan luas terkecil kedua setelah Ngepungsari. Jumlah penduduk yang dimaksud dalam tulisan ini adalah jumlah penduduk secara umum. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Sebagai contoh di Kecamatan Jatipuro yang merupakan wilayah dengan luas terbesar kedua setelah Jatiyoso, jumlah penduduk yang bermata pencaharian petani adalah sebanyak 9.139 jiwa kemudian disusul pedagang dengan jumlah 4.125 jiwa. Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk masih menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian. 94 Berikut adalah jumlah penduduk masing-masing Desa di 3 Kecamatan yang masuk dalam DAS Walikan. Tabel 17. Jumlah Penduduk DAS Walikan Tahun 2011 No. Kabupaten 1 Karanganyar Kecamatan Desa/Kelurahan 1. Jatiyoso 1. Beruk 4.715 2. Wonorejo 6.123 3. Wonokeling 3.589 3. Jatiyoso 4.489 4. Jatisawit 3.811 5. Petung 3.876 1. Jatiroyo 4.357 2. Jatipurwo 3.972 3. Jatipuro 3.881 4. Jatisobo 5.174 5. Ngepungsari 4.085 1. Sonoharjo 6.659 2. Manjung 3.837 3. Giriwarno 7.317 2. Jatipuro 2 Wonogiri 3. Wonogiri Total Luas Jumlah Penduduk (Jiwa) 62.296 Sumber : Monografi Desa di Kecamatan Jatiyoso, Jatipuro, dan Wonogiri Tahun 2011 Semakin tinggi jumlah penduduk menyebabkan tekanan penduduk meningkat sehingga tekanan akan penggunaan lahan meningkat dan tata guna tanah semakin tidak sesuai sehingga menyebabkan kerusakan akan lahan dan perubahan penggunaan lahan pada wilayah tersebut. 95 B. Hasil Penelitian 1. Satuan Lahan Daerah Penelitian A.Parameter Penyusun Satuan Lahan Satuan lahan didapat dari tumpang susun antara peta geologi, peta penggunaan lahan, peta tanah, serta peta lereng. Dari satuan lahan tersebut dijelaskan beberapa parameter penyusunnya yaitu : Persebaran luas dan penggunaan lahan dilihat dari masing – masing faktor yang ada antara lain Litologinya, Kemiringan Lereng, Macam Tanah dan Penggunaan Lahannya. 1. Litologi Berdasarkan litologinya, DAS Walikan tersusun atas 4 formasi batuan. Formasi batuan yang paling luas adalah Endapan Lahar Lawu (Qlla) dengan luas 4.448,27 ha (79,82 %) material tersebut tersebar di Desa Jatiyiso, Jatipurwo, Jatisawit, Jatipuro, Jatiroyo, Jatisobo, Petung, Sonoharjo, Giriwarno, Manjung, dan Giriwono. Sedangkan yang paling sempit adalah Breksi jobolarangan (Qvjb) dengan luas 60,60 ha (1,09%) dan hanya terdapat di Desa Wonorejo. Data mengenai formasi batuan DAS Walikan beserta penulisan simbolnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 18. Formasi Batuan DAS Walikan beserta Simbol Penulisannya. No 1 2 3 4 Formasi Batuan Endapan Lahar Lawu Lava Jobolarangan Lava Sidoramping Breksi Jobolarangan Jumlah Sumber : Simbol Qlla Qvjl Qvsl Qvjb Luas Ha 4.475,27 510,41 553,4 60,61 5.599,69 % 79,82 9,16 9,93 1,09 100 1. Peta Geologi Lembar Ponorogo, Surakarta dan Giritrontro Skala 1:100.000 tahun 1992 (Puslitbang Geoligi, Bandung) 96 2) Kemiringan Lereng Berdasarkan pada Tabel `19 maka kemiringan lereng DAS Walikan yang paling luas adalah lereng kelas I (0-8 %) dengan luas 3.299,57 ha (58,93%) dan tersebar di Desa Manjung, Sonoharjo, Jatisobo, Jatipuro, Jatiroyo, Jatipurwo, Ngepungsari, Jatiyoso. Kemiringan lereng yang paling sempit adalah lereng kelas V ( > 45 %) dengan luas 388,59 ha (6,94 %) terdapat di Desa Beruk. Tabel 19. Kemiringan Lereng DAS Walikan Luas No Besar Lereng (%) 1 0–8 2 Keterangan Simbol Ha % Datar I 3.299,57 58,93 8 – 15 Landai II 933,25 16,66 3 15 – 25 Agak Curam III 579,62 10,35 4 25 – 45 Curam IV 398,66 7,12 5 > 45 Sangat Curam V 388,59 6,94 5.599,69 100 Sumber :1. Interpretasi Peta Rupa Bumi indonesia Tahun 2001 2. Hasil perhitungan tahun 2012 3) Macam Tanah Berdasarkan Peta Tanah DAS Walikan dengan skala 1:250.000 yang didapat dari Peta Tanah BAPEDA Karanganyar dan Wonogiri, maka di DAS Walikan terdapat 3 macam tanah dalam satuan konsosiasi, asosiasi maupun kompleks yaitu Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat Kemerahan, Komplek Andosol Coklat, Andosol Coklat Kekuningan, Latosol Coklat Kemerahan. Macam tanah paling luas yaitu Latosol Coklat Kemerahan 3.376,01 ha (66,72 %) dan tersebar di wilayah Jatisobo, Jatipuro, Jatiroyo, Jatisawit, Jatipurwo, Ngepungsari, Petung, Jatiyoso, Wonokeling. Sedangkan macam tanah paling sempit Komplek 97 Andosol Coklat, Andosol Coklat Kekuningan dengan luas 844,58 ha (15,56%) dan tersebar di wilayah Wonorejo dan Beruk. Tabel 20 Macam Tanah Beserta Simbolnya No 1 Macam Tanah Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat Simbol Luas ha % AlMcm 992,1 17,72 KacAck 844,58 15,56 3.376,01 66,72 5.599,69 100 Kemerahan 2 Komplek Andosol Coklat, Andosol Coklat Kekuningan 3 Latosol Coklat Kemerahan Jumlah LaCm Sumber :1. Peta Tanah BAPEDA Karanganyar dan Wonogiri dengan skala 1 : 250.000 2. Hasil Perhitungan Tahun 2012 Dasri hasil tumpang susun peta parameter penyusun satuan lahan tersebut maka di DAS Walikan terdapat 49 satuan lahan. Informasi mengenai sebaran satuan lahan di DAS Walikan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Peta Satuan Lahan Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012. 98 B. Hasil Penelitian 99 1. Luas dan Persebaran Penggunaan Lahan Penggunaan Lahan merupakan hasil interaksi antara aktivitas manusia dengan lingkungan alami. Berdasarkan jenisnya penggunaan lahan di DAS Walikan dapat dibedakan menjadi 6 yaitu : Permukiman, Sawah, kebun, Hutan, Semak Belukar, Tegalan. Dengan persebaran sebagai berikut : Permukiman yang paling mendominasi terdapat di wilayah Jatipuro. Sawah hampir semuanya terdapat di wilayah Manjung, Sonoharjo, Jatipuro, Ngepungsari, Jatisawit, Jatiyoso dan petung. Kebun sebagian terdapat di Manjung, Jatisobo dan paling mendominasi Jatiroyo. Hutan hanya terdapat di Desa Beruk. Semak Belukar Hanya terdapat di Wonokeling. Tegalan sebagian terdapat di Jatipuro, Wonokeling dan yang paling mendominasi terdapat di Jatipurwo, Jatiyoso serta Wonorejo. Tabel 21 : Jenis Penggunaan Lahan DAS Walikan Beserta Simbolnya Bentuk No Luas Penggunaan Lahan Simbol ha % 1 Permukiman Pmk 1.240,3 22,15 2 Sawah Sw 1.835,54 32,78 3 Kebun Kb 344,64 6,15 4 Hutan Htn 661,02 11,80 5 Semak Belukar Sb 106,75 1,91 6 Tegalan Tg 1.411,44 25,21 5.599,69 100 Jumlah Sumber : 1. Interpretasi Peta Rupa Bumi Indonesia tahun 2001 2.Hasil Cek Lapangan tahun 2012 Dari hasil perhitungan diatas penggunaan lahan yang paling luas adalah sawah dengan luas 1.835,54 ha (32,78 % ) sedangkan penggunaan lahan paling kecil adalah semak belukar dengan luas 106,75 ha ( 1,91 %). 100 Persebaran penggunaan lahan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Peta Penggunaan Lahan Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012. 2 Fungsi Kawasan Lahan Adanya variasi penyusunan lahan yang berupa batuan, tanah, kemiringan lereng dan penggunaan lahan menyebabkan terjadinya perbedaan sifat dan karakteristik lahan, artinya setiap lahan mempunyai fungsi kawasan tersendiri dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Sesuai dengan tujuannya fungsi kawasan didapat dari hasil skoring antara intensitas curah hujan, kemiringan lereng dan jenis tanah. Maka fungsi kawasan lahan di DAS Walikan dapat dibedakan mkenjadi 4 fungsi kawasan yaitu : kawasan lindung (KL), kawasan penyangga (KP), Kawasan budidaya tanaman semusim (KBTS), kawasa budidaya tanaman tahunan (KBTT). Deskripsi dari masing – masing fungsi kawasan lahan DAS Walikan adalah sebagai berikut : 101 102 a. Fungsi Kawasan Lindung Fungsi utama kawasan lindung DAS Walikan adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, antara lain mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi serta memelihara kesuburan tanah di DAS Walikan. Berdasarkan karakteristiknya, lahan di DAS Walikan yang masuk dalam kawasan lindung (KL) ada 5 satuan lahan. Dari 5 satuan lahan tersebut terdapat pada lereng V (>45%) semua sehingga mudah tererosi dan rentan akan bahaya longsor. Luas lahan fungsi kawasan lindung (KL) DAS Walikan sebesar 388,58 ha (6,94%) dari total keseluruhan luas DAS Walikan. Wilayahnya terdapat di antara Desa Beruk. Data perhitungan Fungsi Kawasan Lindung dapat dilihat pada tabel 22. Gambar 18 . Fungsi Kawasan Lindung di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-V-Htn (Kanan) dan KAcAck-Qvjb-V-Htn (Kiri) Desa Beruk, Foto diambil 23 Januari 2012 103 Tabel 22. Fungsi Kawasan Lindung DAS Walikan No No Satlah 1 9 2 13 3 20 4 21 5 23 Satuan Lahan KAcAck-Qvjb-VHtn KAcAck-Qvjl-VHtn KAcAck-Qvjl-VSb KAcAck-Qvjl-VTg KAcAck-Qvsl-VHtn jumlah % Karakteristik Intensitas Curah Hujan (mm/hari) 20,00 20,00 20,00 20,00 20,00 Macam Tanah Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan Fungsi Kawasan Luas (Ha) Lereng V V V V V KL KL KL KL KL 29,74 13,32 21,17 16,70 307,66 388,58 6,94 104 b. Fungsi Kawasan Penyangga Kawasan Penyangga (KP) mempunyai fungsi yaitu menyangga atau mempertahankan keberadaan fungsi kawasan lindung, kawasan ini sebagai batas antara kawasan budidaya dengan kawasan lindung. DAS Walikan sendiri kawasan penyangga mempunyai luas 1.456,41 ha (26,01%) dan terdapat 19 satuan lahan yang terbagi dalam lereng I sebanyak 4 satua lahan dengan luas 872,59 ha, lereng II sebanyak 5 satuan lahan dengan luas 140,2 ha, lereng III sebanyak 1 satuan lahan dengan luas 44,98 ha dan yang terakhir lereng IV sebanyak 9 satuan lahan dengan luas 398,66 ha. Pada kawasan penyangga tersebar di wilayah Manjung, Sonoharjo, Giriwarno, dan Wonorejo. Data perhitungan Fungsi Kawasan Penyangga dapat dilihat pada tabel 23 Gambar 19. Fungsi Penyangga di satuan Lahan KAcAck-Qvjl-IV-Kb di Desa Jatiyoso (Kanan) dan AlMcm-Qlla-II-Kbn di Desa Manjung (Kiri), Foto diambil 22 Januari 2012 105 Tabel 23. Fungsi Kawasan Penyangga DAS Walikan No 1 No Satlah 1 Satuan Lahan AlMcm-Qlla-I-Kbn Karakteristik Intensitas Curah Hujan (mm/hari) 21,31 2 2 AlMcm-Qlla-I-Pmk 21,31 3 3 AlMcm-Qlla-I-Sw 21,31 4 4 5 5 6 6 7 7 8 8 9 11 10 12 AlMcm-Qlla-I-Tg AlMcm-Qlla-IIKbn AlMcm-Qlla-IIPmk 21,31 15 19 18 49 I Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan I 20,72 Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan II LaCm-Qvjl-IV-Sw 17 Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan AlMcm-Qlla-II-Tg KAcAck-Qvjb-IVHtn KAcAck-Qvjl-IIPmk 48 14 I II 18 16 250,88 Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan 22 13 95,39 KP 20,72 17 15 KP II 19 12 I Lereng Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan 16 14 Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan Luas (Ha) 20,72 KAcAck-Qvjl-II-Tg KAcAck-Qvjl-IIITg KAcAck-Qvjl-IVHtn KAcAck-Qvjl-IVKbn KAcAck-Qvjl-IVPmk KAcAck-Qvjl-IVSb KAcAck-Qvjl-IVTg KAcAck-Qvsl-IVHtn 11 Macam Tanah Fungsi Kawasan LaCm-Qvjl-IV-Tg jumlah % 20,10 Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan 20,72 Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan 20,72 Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan 20,72 Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan 20,10 Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan 20,72 Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan 20,72 Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan 20,72 Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan 20,72 Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan 20,10 Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan 20,10 Latosol coklat kemerahan 20,10 Latosol coklat kemerahan IV KP KP KP KP KP KP II KP II KP III KP IV KP IV KP IV KP IV KP IV KP IV KP IV KP IV KP 514,10 12,22 7,52 20,58 91,41 30,87 7,40 13,29 44,98 33,69 11,35 13,41 8,63 39,58 245,74 7,55 7,84 1456,41 26,01 106 c. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukuman (KBTS) DAS Walikan mempunyai luas paling besar yaitu 2.426,98 ha (43,44%) yang terdiri dari 7 satuan lahan yang semuanya berada pada lereng I dan tersebar di Jatisobo, Jatipuro, Jatiroyo, Jatisawit, dan Jatipurwo. Data perhitungan Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman dapat dilihat pada tabel 24. Gambar 20. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-I-Tg di Desa Wonokeling (Kanan) dan LaCm-Qlla-I-Sw di Desa Jatisobo (Kiri), Foto diambil 24 Januari 2012 107 Tabel 24. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim DAS Walikan No 1 2 No Satlah 10 24 Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-I-Tg LaCm-Qlla-I-Kbn Karakteristik Fungsi Kawasan Intensitas Curah Hujan (mm/hari) Macam Tanah Lereng 20,72 Komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan I 21,31 Latosol coklat kemerahan I 3 25 LaCm-Qlla-I-Pmk 25,89 Latosol coklat kemerahan I 4 26 LaCm-Qlla-I-Sw 21,31 Latosol coklat kemerahan I 5 27 LaCm-Qlla-I-Tg 20,72 Latosol coklat kemerahan I 6 7 37 38 LaCm-Qvjl-I-Pmk LaCm-Qvjl-I-Tg jumlah % 20,72 20,72 Latosol coklat kemerahan Latosol coklat kemerahan I I KBTS KBTS KBTS KBTS KBTS KBTS KBTS Luas (Ha) 7,05 185,24 703,31 945,66 570,28 6,77 8,67 2426,98 43,34 108 d. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan (KBTT) DAS Walikan dengan luas 1327,67 ha (23,71%) dan terdapat 18 satuan lahan pada kawasan penyangga (KP). Sebaran satuan lahan hampir sama yaitu dengan jumlah 8 satuan lahan pada lereng II dan 8 satuan lahan pada lereng III, yang membedakan hanya luasnya pada lereng II dengan luas 792,95 sedangkan pada lereng III luasnya 534,64. Data perhitungan Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim Tahunan dapat dilihat pada tabel 25. Gambar 21. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan di Satuan Lahan LaCm-Qvjl-IIIKbn di Desa Wonokeling, Foto diambil 25 Januari 2012 Secara administratif persebaran kawasan budidaya tanaman tahunan (KBTT) terdapat di Petung dan Wonokeling. Persebaran fungsi kawasan dapat dilihat pada Peta Fungsi Kawasan Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012. 109 Tabel 25. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan DAS Walikan No No Satlah Satuan Lahan Karakteristik Intensitas Curah Hujan (mm/hari) Fungsi Kawasan Luas (Ha) Macam Tanah Lereng Latosol coklat kemerahan II KBTT 125,28 1 28 LaCm-Qlla-II-Pmk 20,72 2 29 LaCm-Qlla-II-Sb 20,72 Latosol coklat kemerahan II KBTT 17,24 3 30 LaCm-Qlla-II-Sw 20,72 Latosol coklat kemerahan II KBTT 253,31 4 31 LaCm-Qlla-II-Tg 20,72 Latosol coklat kemerahan II KBTT 316,77 LaCm-Qlla-III-Kbn 20,72 III KBTT 28,11 LaCm-Qlla-III-Pmk 20,72 III KBTT 66,57 LaCm-Qlla-III-Sb 20,72 III KBTT 26,73 LaCm-Qlla-III-Sw 20,72 III KBTT 88,56 156,11 5 6 7 8 32 33 34 35 Latosol coklat kemerahan Latosol coklat kemerahan Latosol coklat kemerahan Latosol coklat kemerahan 9 36 LaCm-Qlla-III-Tg 20,72 Latosol coklat kemerahan III KBTT 10 39 LaCm-Qvjl-II-Kbn 20,72 Latosol coklat kemerahan II KBTT 9,93 11 40 LaCm-Qvjl-II-Pmk 20,72 Latosol coklat kemerahan II KBTT 15,20 LaCm-Qvjl-II-Sb 20,72 II KBTT 30,98 LaCm-Qvjl-II-Sw 20,72 II KBTT 16,93 LaCm-Qvjl-II-Tg 20,72 II KBTT 7,41 LaCm-Qvjl-III-Kbn 20,72 III KBTT 9,10 LaCm-Qvjl-III-Pmk 20,72 III KBTT 30,90 Latosol coklat kemerahan III KBTT 9,43 Latosol coklat kemerahan III KBTT 119,13 12 13 14 15 16 41 42 43 44 45 17 46 LaCm-Qvjl-III-Sw 20,72 18 47 LaCm-Qvjl-III-Tg 20,72 jumlah % Latosol coklat kemerahan Latosol coklat kemerahan Latosol coklat kemerahan Latosol coklat kemerahan Latosol coklat kemerahan 1327,67 23,71 110 111 3. Kesesuaian Fungsi Kawasan Setelah diketahui ungsi kawasan lahan DAS Walikan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi kecocokan antara penggunaan lahan aktual dengan fungsi kawasan lahan yang terdapat di DAS Walikan. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui penggunaan lahan aktual DAS Walikan yang tidak sesuai dengan fungsi utama kawasannya dan selanjutnya dapat ditentukan arahan konservasi yang sesuai dengan fungsi kawasannya. Penilaian kesesuaian antara penggunaan lahan aktual dengan fungsi kawasan lahan DAS Walikan dapat dilihat pada Tabel 26. Dari tabel 26 dapat diketahui satuan lahan yang penggunaan lahan aktualnya tidak sesuai dengan fungsi utama kawasannya yaitu sebagai berikut : a. Kawasan Lindung Penggunaan lahan yang diperbolehkan pada kawasan ini seharusnya adalah pengolahan lahan dengan tanpa pengolahan tanah (zero tillage) dan dilarang melakukan penebangan vegetasi hutan. Namun pada kenyataannya di lahan DAS Walikan masih banyak dijumpai pengolahan tanaman semusim untuk sayuran. Selain itu juga kawasan lindung memiliki ciri : (1) Mempunyai kemiringan lahan lebih dari 40 %, (2) Jenis tanahnya sangat peka terhadap erosi (regosol, litosol, organosol, dan renzina) dengan kemiringan lapangan lebih dari 15 %, (3) Merupakan jalur pengaman aliran air/sungai yaitu sekurang-kurangnya 100 meter di kiri-kanan sungai besar dan 50 meter kiri-kanan anak sungai, (4) Merupakan perlindungan mata air, yaitu sekurang-kurangnya radius 200 meter di sekeliling mata air, (5) Mempunyai ketinggian 2.000 meter atau lebih di atasa permukaan laut. Penggunaan lahan aktual yag tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan pada kawasan lindung mempunyai luas 16,70 ha (1,15%) dari seluruh DAS Walikan yang tidak sesuai dengan fungsi utama kawasannya. Secara administratif penyimpangan penggunaan lahan tersebut terletak di Wonorejo dan hanya terdapat pada 1 satuan lahan dan penyimpangan penggunaan lahan pada wilayah kawasan lindung adalah tegalan. 112 Tabel 26. Kesesuaian Fungsi Kawasan dengan Penggunaan Lahan No. Satlah Nama Satlah Fungsi Kawasan Penggunaan Lahan Kesesuaian Penggunaan Lahan 1 AlMcm-Qlla-I-Kbn Kawasan Penyangga Kebun Sesuai 2 AlMcm-Qlla-I-Pmk Kawasan Penyangga Permukiman Tidak Sesuai 3 AlMcm-Qlla-I-Sw Kawasan Penyangga Sawah Tidak Sesuai 4 AlMcm-Qlla-I-Tg Kawasan Penyangga Tegalan Tidak Sesuai 5 AlMcm-Qlla-II-Kbn Kawasan Penyangga Kebun Sesuai 6 AlMcm-Qlla-II-Pmk Kawasan Penyangga Permukiman Tidak Sesuai 7 AlMcm-Qlla-II-Tg Kawasan Penyangga Tegalan Tidak Sesuai 8 KAcAck-Qvjb-IV-Htn Kawasan Penyangga Hutan Sesuai 9 KAcAck-Qvjb-V-Htn Kawasan Lindung Hutan Sesuai 10 KAcAck-Qvjl-I-Tg Kawasan Budidaya Tanaman Semusim & Permukiman Tegalan Sesuai 11 KAcAck-Qvjl-II-Pmk Kawasan Penyangga Permukiman Tidak Sesuai 12 KAcAck-Qvjl-II-Tg Kawasan Penyangga Tegalan Tidak Sesuai 13 KAcAck-Qvjl-V-Htn Kawasan Lindung Hutan Sesuai 14 KAcAck-Qvjl-III-Tg Kawasan Penyangga Tegalan Tidak Sesuai 15 KAcAck-Qvjl-IV-Htn Kawasan Penyangga Hutan Sesuai 16 KAcAck-Qvjl-IV-Kbn Kawasan Penyangga Kebun Sesuai 17 KAcAck-Qvjl-IV-Pmk Kawasan Penyangga Permukiman Tidak Sesuai 18 KAcAck-Qvjl-IV-Sb Kawasan Penyangga Semak Belukar Sesuai 19 KAcAck-Qvjl-IV-Tg Kawasan Penyangga Tegalan Tidak Sesuai 20 KAcAck-Qvjl-V-Sb Kawasan Lindung Semak Belukar Sesuai 21 KAcAck-Qvjl-V-Tg Kawasan Lindung Tegalan Tidak Sesuai 22 KAcAck-Qvsl-IV-Htn Kawasan Penyangga Hutan Sesuai 23 KAcAck-Qvsl-V-Htn Kawasan Lindung Hutan Sesuai 24 LaCm-Qlla-I-Kbn Kawasan Budidaya Tanaman Semusim & Permukiman Kebun Tidak Sesuai 25 LaCm-Qlla-I-Pmk Kawasan Budidaya Tanaman Semusim & Permukiman Permukiman Sesuai 26 LaCm-Qlla-I-Sw Kawasan Budidaya Tanaman Semusim & Permukiman Sawah Sesuai 27 LaCm-Qlla-I-Tg Kawasan Budidaya Tanaman Semusim & Permukiman Tegalan Sesuai 28 LaCm-Qlla-II-Pmk Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Permukiman Sesuai 29 LaCm-Qlla-II-Sb Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Semak Belukar Sesuai 30 LaCm-Qlla-II-Sw Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Sawah Sesuai 31 LaCm-Qlla-II-Tg Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Tegalan Sesuai 32 LaCm-Qlla-III-Kbn Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kebun Sesuai 33 LaCm-Qlla-III-Pmk Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Permukiman Sesuai 34 LaCm-Qlla-III-Sb Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Semak Belukar Sesuai 35 LaCm-Qlla-III-Sw Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Sawah Sesuai 36 LaCm-Qlla-III-Tg Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Tegalan Sesuai 37 LaCm-Qvjl-I-Pmk Kawasan Budidaya Tanaman Semusim & Permukiman Permukiman Sesuai 38 LaCm-Qvjl-I-Tg Kawasan Budidaya Tanaman Semusim & Permukiman Tegalan Sesuai 39 LaCm-Qvjl-II-Kbn Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kebun Tidak Sesuai 40 LaCm-Qvjl-II-Pmk Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Permukiman Sesuai 113 41 LaCm-Qvjl-II-Sb Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Semak Belukar Tidak Sesuai 42 LaCm-Qvjl-II-Sw Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Sawah Sesuai 43 LaCm-Qvjl-II-Tg Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Tegalan Sesuai 44 LaCm-Qvjl-III-Kbn Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kebun Sesuai 45 LaCm-Qvjl-III-Pmk Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Permukiman Tidak Sesuai 46 LaCm-Qvjl-III-Sw Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Sawah Tidak Sesuai 47 LaCm-Qvjl-III-Tg Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Tegalan Tidak Sesuai 48 LaCm-Qvjl-IV-Sw Kawasan Penyangga Sawah Tidak Sesuai 49 LaCm-Qvjl-IV-Tg Kawasan Penyangga Tegalan Tidak Sesuai Gambar 22. Ketidaksesuaian Lahan Kawasan Lindung di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-V-Tg (Kanan) dan KAcAck-Qvjl-V-Sb (Kiri) di Desa Wonorejo Foto diambil 22 Januari 2012 b. Kawasan Penyangga Penggunaan lahan yang diperbolehkan pada kawasan ini adalah kebun dengan pengolahan lahan sangat minim (minimum tillage) atau dengan sitem pertanian hutan (agroforestry). Padahal kriteria umum kawasan penyangga sebagai berikut : (1) Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan budidaya secara ekonomis, (2) Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga, (3) Tidak merugikan dilihat dari segi ekologi/lingkungan hidup bila dikembangkan sebagai kawasan penyangga. 114 Namun kenyataan yang ada di lapangan masih banyak dijumpai sawah dan tegalan yang banyak ditanami jenis sayuran sehingga fungsi lahannya tidak terpenuhi yang mengakibatkan terjadinya degradasi lahan akbat proses erosi dan longsor lahan, bahkan yang paling kelihatan menonjol adalah adanya pemukiman di kawasan tersebut.kegiatan pengolahan lahan secara intensif tersebut disebabkan oleh pengolahan lahan yang sangat mudah dan ketersediaan air. Pengunaan lahan aktual yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan pada kawasan penyangga adalah seluas 1.054,11 ha (72,38%) dari seluruh penggunaan lahan DAS Walikan dan merupakan wilayah yang paling luas penggunaan lahan aktual yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan dibanding dengan kawasan – kawasan lainnya. Secara administratif pnggunaan lahan aktual yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan terdapat di Sonoharjo, Giriwarno, Wonorejo, Beruk, Manjung. Terdapat 13 satuan lahan yang penggunaanya tidak sesuai dengan fungsi kawasannya Gambar 23. Ketidaksesuaian Lahan Kawasan Penyangga di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-IV-Pmk (Kanan) dan KAcAck-Qvjl-IV-Tg (Kiri) di Desa Wonorejo Foto diambil 25 Januari 2012 c. Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Penggunaan lahan pada kawasan ini dapat digunakan secara intensif untuk dilakukan pengolahan lahan dan kondisi lereng mkronya memenuhi syarat untuk lokasi permukiman. Selain itu juga kriteria umum dari kawasan ini adalah mempunyai fungsi budidaya dan diusahakan dengan tanaman semusim terutama untuk tanaman pangan pangan atau permukiman, dari pernyataan tersebut sudah 115 jelas tentang kegunaan kawasan tersebut. Namun saat ini jenis penggunaan lahan pada kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman DAS Walikan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan mempunyai luas 185,24 ha (12,71 %) dari seluruh penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan dan hanya 1 satuan lahan. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasannya terdapat di sebagian kecil wilayah Jatipurwo, penyalahgunaan berupa kebun. Gambar 24. Ketidaksesuaian Lahan Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman di Satuan Lahan LaCm-Qlla-I-Kbn di Desa Jatipurwo, Foto diambil 25 Januari 2012 d. Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Penggunaan lahan yang dianjurkan pada kawasan budidaya tanaman tahunan adalah untuk perkebunan dan tanaman budidaya tahunan lainnya,selain itu juga kawasan budidaya tanaman tahunan mempunyai tingkat kemiringan lahan 15-40% da mempunyai kriteria seperti tanaman penyangga yaitu : (1) Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan budidaya secara ekonomis, (2) Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan, (3) Tidak merugikan dilihat dari segi ekologi/lingkungan hidup bila dikembangkan. Kenyataan di lapangan masih dijumpai penggunaan lahan untuk kebun, semak belukar, pemukiman, sawah dan tegalan. Biasanya penggunaan lahan untuk kebunletaknya berdampingan dengan pengunaan lahan untuk sawah dan permukman. 116 Penggunaan lahan aktual yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan pada kawasan budidaya tanaman tahunan adalah seluas 190,44 ha (13,76 %) dari seluruh luas lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan di DAS Walikan. Secara administratif tersebar di Wonorejo, wonokeling. Gambar 25. Ketidaksesuaian Lahan Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan di Satuan Lahan LaCm-QllaII-Sw di Desa Jatisawit (Kanan) dan LaCm-Qvjl-II-Tg di Desa Wonokeling, Foto diambil 24 Januari 2012 Peta persebaran kesesuaian fungsi kawasan dapat dilihat pada Peta Kesesuaian Fungsi Kawasan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri Tahun 2012 pada halaman berikutnya. 4. Arahan Konservasi Lahan Satuan lahan yang penggunaan lahan aktualnya tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan, selamjutnya diarahkan pemanfaatannya dengan menerapkan teknik rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dengan berdasar pada persyaratan pelaksanaan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang ada pada masing – masing kawasan. Arahan pemanfaatan lahan ini bertujuan untuk mengembalikan dan menjaga fungsi utama pada masing – masing kawasan. Arahan fungsi pemanfaatan lahan dikelompokkan berdasarka fungsi kawasan lahan, penggunaan lahan, kemiringan lereng dan kedalaman tanah pada setiap satuan lahan. Keterangan mengenai simbol arahan konservasi pada tiap-tiap kelompok arahan fungsi pemanfaatan lahan dapat dilihat pada tabel. 117 118 Berdasarkan pada tabel Rekomendasi Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah dalam Setiap fungsi Kawasan Lahan, arahan konservasi dan pemanfaatan lahan DAS Walikan dapat dideskripsikan sebagai berikut : a. Kawasan Lindung Pada Kawasan Lindung DAS Walikan terdapat 5 satuan lahan dan terdapat 1 satuan lahan yang penggunaan lahan aktualnya tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahannya yaitu KacAck-Qvjl-V-Tg (21). Satuan lahan tersebut berada pada lereng yang sangat curam ( > 45 %) dengan solum tanah dangkal sampai sedang yaitu berkisar aantara 34 – 90 cm. Berdasarkan fungsi utama kawasannya penggunan lahan tegalan pada kawasan ini tidak diperbolehkan, arahan konservasi yang perlu dilakukan secara vegetatif adalah melakukan usaha untuk memulihkan dan menghutankan kembali tanah yang mengalami keadaan fisik, kimia maupun biologi baik secara alami maupun akibat ulah manusia, atau lebih dikenal dengan istilah reboisasi. Artinya perlu dilakukan perubahan penggunaan lahan tegalan menjadi hutan. Selaian itu reboisasi juga merupakan cara yang cocok untuk menurunkan erosi aliran permukaan, terutama jika dilakukan pada bagian hulu daerah tangkapan air untuk mengatur banjir. Tanaman yang digunakan biasanya tanaman yang bisa mencegah erosi, baik secara habitus maupun umur, juga diutamakan tanaman keras yang bernilai ekonomis, baik kayunya maupun hasil samping lainnya, misalnya getah, akar dan minyak. Metode mekanik yang diterapkan adalah dengan pembuatan sumbat jurang untuk mengendalikan erosi dan longsor lahan pada jurang – jurang besar mengingat kondisi lereng di lapangan sangat curam dan banyak terdapat jurang besar, serta perlu dibangun dam pengendali pada alur sungai untuk menahan laju aliran permukaan sekaligus menampung endapan hasil erosi dari kawasan diatasnya. Sumbat jurang tersebut merupakan bangunan pengawet tanah dan air berupa bendungan kecil, dengan konstruksi terbuat dari urugan tanah dan gebalan rumput, batu bronjong atau kayu/bambu yang berfungsi untuk menahan sedimen yang berasal dari erosi parit. (Departemen Kehutanan, 1997 : 230-231). 119 Satuan lahan tersebut adalah KacAck-Qvjl-V-Tg sedangkan arahan konservasinya adalah : KL - Tg Vr + Msj – dp b. Kawasan Penyangga Pada kawasan ini terdapat 13 satuan lahan yang penggunaan lahan aktualnya tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan. Arahan penggunaan lahan pada kawasan penyangga dibedakan menjadi 8 kelompok. Kelompok pertama adalah satuan lahan AlMcm-Qlla-I-Pmk (2), AlMcm-Qlla-II-Pmk (6), KacAckQvjl-II-Pmk (11). Kelompok satuan lahan ini terletak pada lereng datar ( 0 – 8 %) dan landai ( 8 – 15 % ) dengan kedalaman tanah yaitu 40 – 160 cm. Keberadaan permukiman pada kawasan penyangga sebenarnya tidak sesuai dengan fungsi utama kawasannya yaitu sebagai penyangga keberadaan kawasan lindung, namun apabila relokasi tidak mungkin untuk dilakukan maka masih dapat diupayakan dengan melakukan arahan konservasi secara vegetatif dengan menerapkan sistem wanatani, dalam bentuk kebun pekarangan yaitu kebun campuran yang terdiri atas campuran yang tidak teratur antara tanaman tahunan atau tanaman keras lainnya yang menghasilkan buah-buahan dan tanaman semusim berupa tanaman sayuran dan tanaman obat-obatan yang diusahakan pada lahan disekitar pekarangan. Pengolahan kebun pekarangan ini harus dilakukan secara minimal demi menjaga fungsi utama kawasannya yaitu sebagai kawasan penyangga. Wanatani (agroforestry) sendiri merupakan manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengolahan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat berperanserta (Departemen Kehutanan, 1997: 232). Metode mekanik dapat dilakukan dengan pembuatan teras bangku. Selain untuk mengurangi erosi dan resiko terjadinya longsor lahan, pembuatan teras bangku pada kelompok satuan lahan ini juga sekaligus dapat berfungsi sebagai penguat berdirinya bangunan yang ada. Teras bangku atau tangga dibuat dengan 120 jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak tangga atau bangku yang dipisahkan oleh talud. (Suripin, 2004:118). Metode mekanik lain yang dapat diterapkan adalah dengan membuat saluran pembuangan air yang tujuannya untuk mengalirkan air limbah domestik maupun air limpasan dari kawasan permukman secara aman tanpa menimbulkan erosi secara intensif. Saluran pembuangan air adalah bangunan pengawet tanah berupa saluran air yang pada dinding dan dasar salurannya ditanami rumput yang merayap. Saluran ini berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan secara aman tanpa menimbulkan erosi. (Departemen Kehutanan, 1997 : 267). Simbol untuk arahan konservasi ini adalah KP - Pmk Vwt + Mtb - spa Kelompok kedua adalah satuan lahan KacAck-Qvjl-IV-Pmk (17). Satuan lahan tersebut terletak pada lereng curam ( > 25 – 45 % ) dengan kedalaman tanah dangkal yaitu 58 cm. Arahan konservasi secara vegetatif dapat dilakukan dengan menerapkan sistem wanatani dalam bentuk kebun pekarangan dan mengoptimalkan usaha peternakan yang sudah ada menuju bentuk peternakan hutan. Sistem peternakan tersebut memberikan keuntungan ganda yaitu menyediakan kebutuhan pakan ternak tanpa harus menyediakan lahan tempat penggembalaan dan menghasilkan pupuk kandang yang sangat baik untuk kesuburan tanah. Wanatani (agroforestry) sendiri merupakan manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengolahan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat berperanserta (Departemen Kehutanan, 1997: 232). Dengan keadaan lereng yang curam maka arahan konservasi mekanik dapat ditempuh dengan membuat teras gulud, tujuannya adalah untuk menahan laju aliran permukaan dan sekaligus menghambat laju erosi. Teras guludan sendiri merupakan bentuk konservasi tanah dengan membuat guludan yaitu tumpukan tanah (galengan) yang dibuat memanjang memotong kemiringan lahan. Fungsi 121 guludan ini adalah untuk menghambat aliran permukaan, menyimpan air di bagian atasnya dan untuk memotong panjang lereng. Tinggi tumpukan tanah berkisar antara 25-30 cm dengan lebar dasar 25-30 cm. (Suripin, 2004: 1160). Bentuk konservasi mekanik yang lain dapat berupa saluran pembuangan air yang berfungsi untuk mengalirkan air dari kawasan permukiman supaya dapat dialirkan secara aman tanpa menimbulkan erosi permukaan, sedangkan pada alur sungai yang melalui kelompok satuan lahan ini perlu dibangun dam pengendali. Dam pengendali adalah bangunan pengawetan tanah dan air berupa bendungan kecil dan berfungsi sebagai penampung air dan sedimen. Tipe dam pengendali yang digunakan berupa tanah urugan tanah homogen yaitu badan bendungnya terbuat dari konstruksi urugan tanah yang dipadatkan. (Departemen Kehutanan, 1997 : 230). Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah : KP - Pmk Vwt + Mtg - spa - dp Kelompok ke tiga adalah satuan lahan AlMcm-Qlla-I-Tg (4) kelompok satuan lahan tersebut terletak pada lereng yang datar. Dengan kedalaman tanah dalam yaitu 96 cm. Pada satuan lahan tersebut perlu arahan konservasi secara vegetatif yaitu dengan wanatani dimana pengkombinasian tanaman sangat diperlukan agar tanah dapat terikat pada tanaman sehingga mengurangi terjadinya erosi. Wanatani (agroforestry) merupakan manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengolahan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat berperanserta (Departemen kehutanan, 1997: 232). Selain itu arahan arahan secara mekanik adalah dengan teras bangku dimana fungsi utama teras tersebut adalah untuk memperkuat struktur tanaman dari bahaya erosi, saluran pembuangan air juga sangat pentung untuk mengurangi terkikisnya material-material organik sehingga tanah tetap terjaga kesuburannya. Teras bangku atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan 122 tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak tangga atau bangku yang dipisahkan oleh talud. (Suripin, 2004:118). Talud (riser) harus ditanami rumput-rumputan atau tanaman penutup lain agar terlindung dari erosi percikan maupun erosi permukaan, begitu pula pada bibir teras (lip) perlu diperkuat dengan tanaman penguat teras. Agar bidang olah cukup lebar dan agr tidakmudah longsor, teras bangku dibuat pada lahan kering untuk tanaman semusim dengan kemiringan kurang dari 40%. (departemen Kehuanan, 1997:267). Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah : KP - Tg Vwt + Mtb - spa Kelompok ke empat adalah satuan lahan AlMcm-Qlla-II-Tg (7), KacAckQvjl-II-Tg (12), KacAk-Qvjl-III-Tg (14) . satuan lahan tersebut terletak pada lereng landai dan agak curam, selain itu juga mempunyai kedalaman tanah 9 – 70 cm dengan klasifikasi dangkal sampai sedang. Arahan konservasi secara vegetatif yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan sistem wanatani dalam bentuk pengolaahan pertanaman dalam lorong yaitu suatu bentuk usahatani atau penggunaan tanah yang menanam tanaman semusim atau tanaman pangan di lorong atau gang yang ada di antara barisan pagar tanaman pepohonan atau semak (Arsyad, 1989:201). Barisan tanaman pagar harus ditanam menurut kontur agar pencegahan erosi terjadi dengan baik. Tanaman pagar selain ini mampu mencegah erosi sekaligus juga bermanfaat sebagai pupuk hijau. Kegiatan penanaman pagar pada kelompok satuan lahan ini dapat dilakukan dengan penyulaman di antara tanaman tegalan yang sudah ada. Metode mekanik yang diterapkan adalah dengan membuat dan menyempurnakan teras bangku yang sudah ada dengan tanaman penguat pada bibir teras.tujuan dari teras bangku adalah untuk memperkuat dan mengurangi erosi. Selain itu juga perlu dibuat saluran pembuangan air agar erosi tidak terjadi secara besar-besaran. Saluran pembuangan air adalah bangunan pengawet tanah berupa saluran air yang pada dinding dan dasar salurannya ditanami rumput yang 123 merayap. Saluran ini berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan secara aman tanpa menimbulkan erosi. (Departemen Kehutanan, 1997 : 267). Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah : KP - Tg Vwt + Mtb - sp Kelompok ke lima adalah satuan lahan KacAck-Qvjl-IV-Tg (19), LaCmQvjl-IV-Tg (49). kelompok lereng ini terletak pada lereng yang curam dengan kedalaman tanah sedang sampai dalam yaitu 39-80 cm. Arahan konservasi vegetatif pada kelompok satuan lahan ini dapat ditempuh dengan menerapkan sistem wanatani dalam bentuk pertanaman tumpangsari, yaitu tanaman tegalan yang sudah ada diselingi dengan tanaman pohon-pohonan seperti damar dan pinus dengan tujuan agar tanah tersebut menjadi kuat dan dapat menyimpan air sehingga dapat mengurangi erosi dan juga dapat menyimpan cadangan air tanah. Berdasarkan kondisi lereng yang ada pada satuan lahan tersebut arahan konservasi dengan metode mekanik dapat dilaksanakan dengan menyempurnakan teras guludan yang sudah ada dengan menanami tanaman penguat pada setiap guludannya. Pada alur sungai yang berada pada satuan lahan ini harus dibangun dam pengendali yang tujuannya untuk mengendalikan laju aliran sungai dan sekaligus menahan hasil erosi yang terbawa dari kawasan di atasnya. Dam pengendali merupakan bangunan pengawetan tanah dan air berupa bendungan kecil dan berfungsi sebagai penampung air dan sedimen. Dengan tipe tanah urugan tanah homogen yaitu badan bendungnya terbuat dari konstruksi urugan tanah yang dipadatkan. (Departemen Kehutanan, 1997 : 230). Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah : KP - Tg Vwt + Mtg - dp 124 Kelompok ke enam adalah satuan lahan AlMcm-Qlla-I-Sw (3). Satuan lahan ini terletak pada lereng I dengan klasifikasi agak curam (0%-8%) dengan kedalaman tanah 115 cm dengan klasifikasi solum tanah dalam. Bentuk arahan konservasi vegetatif yang diterapkan pada satuan lahan ini adalah dengan kegiatan wanatani, artinya penggunaan lahan sawah harus diarahkan kedalam bentuk penanaman tumpangsari yang memadukan penanaman tanaman semusim seperti padi, ketela pohon dan tanaman pangan lainnya sehingga dapat menghasilkan secara optimal. Wanatani sendiri yaitu manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengolahan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat berperanserta (Departemen kehutanan, 1997: 232). Selain itu konservasi mekanik yang diterapkan dalam satuan lahan ini adalah dengan menerapkan teras bangku dengan tujuan untuk memperkuat tanaman dari akumulasi air yang berlebih selain itu juga perlu dibuat saluran pembuangan air agar saluran air menjadi lancar. Saluran pembuangan air merupakan bangunan pengawet tanah berupa saluran air yang pada dinding dan dasar salurannya ditanami rumput yang merayap. Saluran ini berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan secara aman tanpa menimbulkan erosi. (Departemen Kehutanan, 1997 : 267). Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah : KP - Sw Vwt + Mtb - spa Kelompok ke tujuh adalah satuan lahan LaCm-Qvjl-IV-Sw (48). Satuan lahan ini terletak pada lereng curam (25%-45%) dengan kedalaman tanah dalam yaitu 110 cm. Bentuk arahan konservasi vegetatif yang dapat diterapkan pada satuan lahan ini adalah dengan kegiatan wanatani, artinya penggunaan lahan sawah harus diarahkan kedalam sistem wanatani dalam bentuk penanaman tumpangsari yang memadukan penanaman tanaman semusim seperti padi, ketela pohon dan tanaman pangan lainnya selama dua sampai tiga tahun setelah 125 penanaman pohon-pohonan hutan. Setelah tanaman pohon hutan tumbuh besar kegiatan penanaman tanaman semusim sudah tidak dapat efektif, maka pada tahap selanjutnya dapat diarahkan pada jenis kegiatan peternakan hutan. Pada sebagian satuan lahan yang termasuk dalam kelompok ini keberadaan teras bangku justru akan memicu terjadinya longsor lahan, akibat adanya akumulasi air yang berlebih dan akan menjadi bidang tergerusnya pada permukaan batuan. Sesuai dengan keadaan lereng dan solum tanahnya maka metode mekanik yang dapat diterapkan adalah pembuatan teras gulud. Teras guludan adalah bentuk konservasi tanah dengan membuat guludan yaitu tumpukan tanah (galengan) yang dibuat memanjang memotonh kemiringan lahan. Fungsi guludan ini adalah untuk menghambat aliran permukaan, menyimpan air di bagian atasnya dan untuk memotong panjang lereng. Tinggi tumpukan tanah berkisar antara 25-30 cm dengan lebar dasar 25-30 cm. (Suripin, 2004). Untuk mengurangi akumulasi air pada kelompok satuan lahan ini perlu dibangun saluran pembuangan air, mengingat lahan ini merupakan lahan persawahan yang mendapat pengairan secara intensif. Pada alur sungai yang berada pada satuan lahan ini perlu dibangu dam pengendali yang bertujuan untuk mengendalikan laju aliran sungai serta menahan Hasil erosi yang terbawa aliran dari kawasan diatasnya. Dam pengendali adalah bangunan pengawetan tanah dan air berupa bendungan kecil dan berfungsi sebagai penampung air dan sedimen. Tipe dam yang digunakan adalah tipe kedap air yaitu dam pengendali dengan badan bendungan yang terbuat dari konstruksi batu bata/ beton. (Departemen Kehutanan, 1997 : 230). Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah : KP - Sw Vwt + Mtg – spa - dp Kelompok ke delapan adalah satuan lahan KacAck-Qvjb-IV-Htn (8). Pada kawasan ini mempunyai kemiringa lereng yang curam yaitu (25%-45%) dengan kedalaman tanah dangkal yaitu 83 cm. Dengan kondisi tersebut maka arahan 126 konservasi secara vegetatif dilakukan dengan reboisasi yaitu dengan penanaman pohon kembali pada daerah – daerah yang hutannya sudah mulai berkurang akibat ulah manusia. Reboisasi sendiri diartikan sebagai usaha untuk memulihkan dan menghutankan kembali tanah yang mengalami kerusakan fisik, kimia maupun biologi baik secara alami maupun oleh ulah manusia. Reboisasi merupakan cara yang cocok untuk menurunkan erosi aaliran permukaan, terutama jika dilakukan pada bagian hulu daerah tangkapan air untuk mengatur banjir. Tanaman yang digunakan biasanya tanaman yang bisa mencegah erosi, baik secara habitus maupun umur, juga diutamakan tanaman keras yang bernilai ekonomis, baik kayunya maupun hasil samping lainnya, misalnya getah, akar dan minyak. Selain itu juga arahan konservasi secara mekanik dilakukan dengan dam pengendali dimana di situ dilakukan pada daerah yang ada sungainya supaya pengaruh erosi tidak besar. Dam pengendali adalah bangunan pengawetan tanah dan air berupa bendungan kecil dan berfungsi sebagai penampung air dan sedimen. selain itu juga perlu adanya saluran pembuangan air yang berfungsi untuk memberikan jalan air agar dapat mengurangi erosi. Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah : KP - Htn Vr + Mdp - spa c. Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Pada kawasan ini terdapat 1 satuan lahan yang penggunaan lahan aktualnya tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan. Lahan tersebut adalah LaCm-Qlla-I-Kbn (24). Dengan kemiringan lereng yang datar dengan kedalaman tanah yang dangkal yaitu 90 cm, maka arahan konservasi secara vegetatif dilakukan dengan rotasi tanaman dimana tujuan dari rotasi tanaman tersebut adalah agar tanah tidak mengalami pengrusakan sehingga perlu dilakukan rotasi tanaman. Arahan konservasi secara mekanik adalah dengan teras bangku selain untuk mengurangi erosi pembuatan teras bangku pada satuan lahan ini juga 127 sebagai penguat tanah. Selain itu juga perlu dilakukan reboisasi supaya resiko erosi lebih kecil sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Yang terakhir adalah pembuatan daerah pengendali air agar tanaman tidak kebanyakan air sehingga bisa tumbu secara maksimal. Dam pengendali adalah bangunan pengawetan tanah dan air berupa bendungan kecil dan berfungsi sebagai penampung air dan sedimen. Tipe dam yang digunakan adalah tipe tanah urugan tanah homogen yaitu badan bendungnya terbuat dari konstruksi urugan tanah yang dipadatkan. (Departemen Kehutanan, 1997 : 230). Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah : KBTS - Kbn Vrt + Mtb - i – dp d. Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Pada kawasan ini terdapat 4 satuan lahan yang penggunaan lahan aktualnya tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan. Arahan penggunaan lahan pada kawasan budidaya tanaman tahunan dibedakan menjadi 4 kelompok. Kelompok pertama adalah satuan lahan LaCm-Qvjl-II-Sb (41). Pada satuan lahan tersebut mempunyai kemiringan lereng yang landai dan kedalaman tanah sedang 102 cm. Arahan konservasi vegetatif yang digunakan adalah dengan perubahan lahan menjadi kebun atau perkebunan agar bisa ditanami tanaman tahunan. Selain itu juga arahan konsrervasi secara mekanik adalah dengan pembuatan teras bangku untuk memperkuat tanaman, teras bangku atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak tangga atau bangku yang dipisahkan oleh talud. (Suripin, 2004:118). selain itu juga perlu dibuat saluran pengendali air untuk mengurangi resiko erosi yang ada pada satuan lahan tersebut, dengan membuat semacam parit atau saluran memotong arah lereng dengan kemiringan yang kecil sehingga kecepatan air tidak lebih dari 0,5 m/detik. Saluran pengelak biasanya dibuat pada tanah yang berlereng panjang dan seragam yang permeabilitasnya rendah. (Arsyad, 1989: 121). 128 Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah : KBTT - Sb Vkb + Mtb - spa Kelompok kedua adalah satuan lahan LaCm-Qvjl-III-Pmk (45). Satuan lahan ini berada pada lereng agak curam (15%-25%) dengan kedalaman tanah tanah sedang yaitu 86 cm. Berdasarkan pengamatan dilapangan lahan – lahan yang berada di sekitar pekarangan masih banyak yang digunakan untuk tegalan, oleh karena itu arahan konservasi vegetatif dapat dilakukan dengan merubah lahan tegalan tersebut menjadi lahan tanaman budidaya perkebunan dan tanaman tahunan lainnya dan tentunya harus dilakukan dengan pengolahan tanah secara bijak dan memperhatikan kaidah konservasi. Jenis tanaman perkebunan yang dikembangkan sebaiknya dipilih yang mempunyai nilai komoditas tinggi seperti cengkeh, coklat. Yang terbukti mempunyai prospek yang baik baik dalam hal harga pasar maupun kualitas. Arahan secara mekanik dilakukan dengan menyempurnakan teras bangku yang sudah ada. Penyempurnaan teras bangku selain untuk mengendalikan erosi sekaligus juga dapat menambah kuat bangunan permukiman yang berada pada satuan lahan tersebut sehinga dapat meminimalkan resiko terjadinya longsor. Teras bangku atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak tangga atau bangku yang dipisahkan oleh talud. (Suripin, 2004:118). Pembuatan saluran pembuangan air juga diperlukan dengan tujuan mengalirkan air limpasan dari kawasan permukiman secara aman tanpa menimbulkan erosi permukaan. Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah : KBTT - Pmk Vkb + Mtb - spa Kelompok ketiga adalah satuan lahan LaCm-Qvjl-III-Sw (46). Satuan lahan tersebut barada pada lereng agak curam (15%-25%) dengan kedalaman tanah dangkal yaitu 100 cm. Arahan konservasi secara vegetatif dilakukan dengan 129 perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan perkebunan. Hal ini ditempuh mengingat kawasan ini memang seharusnya diperuntukkan untuk penanaman tanaman perkebunan atau tanaman tahunan lainnya sehingga fungsi kawasannya tidak terganggu. Arahan konservasi mekanik dilakukan dengan menyempurnakan teras bangku yang sudah ada, yaitu dengan cara menanam rumput atau tanaman polowijo pada bibir teras tujuan tanaman tersebut adalah untuk mengurangi resiko erosi yang ada. Teras bangku atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak tangga atau bangku yang dipisahkan oleh talud. (Suripin, 2004:118). Bentuk tindakan konservasi mekanik yang lain dilakukan dengan membangun saluran pembuangan air yang lebih baik mengingat lahan ini merupakan lahan persawahan yang mendapat pengairan secara intensif agar menghasilkan secara potensial. Saluran pembuangan air adalah bangunan pengawet tanah berupa saluran air yang pada dinding dan dasar salurannya ditanami rumput yang merayap. Saluran ini berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan secara aman tanpa menimbulkan erosi. (Departemen Kehutanan, 1997 : 267). Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah : KBTT - Sw Vkb + Mtb - spa Kelompok keempat adalah satuan lahan LaCm-Qvjl-III-Tg (47). Satuan lahan ini berada pada lereng agak curam yaitu (15%-25%) dengan kedalaman tanah dalam yaitu 125 cm. Arahan konservasi secara vegetatif adalah dengan melakukan penanaman tanaman perkebunan. Artinya perlu dilakukan pergantian komoditi tanaman tegalan menjadi tanaman perkebunan atau tanaman tahunan lainnya. Arahan konservasi secara mekanik dilakukan dengan membuat teras bangku dengan tujuan agar tingkat erosi semakin kecil dan untuk memperkuat tanaman. Teras bangku atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan 130 meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak tangga atau bangku yang dipisahkan oleh talud. (Suripin, 2004:118). Selain itu juga dilakukan dengan membuat saluran pengelak yang dihubungkan dengan saluran pembuangan air, hal ini bertujuan untuk memungkinkan minimalnya erosi permukaan.Simbol yang diberikan untuk arahan konservasi adalah : KBTT - Tg Vkb + Mtb - spa Arahan konservasi dapat dilihat pada Peta Arahan Konservasi Lahan Daerah Aliran Sungai Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012. 131 132 BAB V PENUTUP KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : 1. Luas dan persebaran penggunaan lahan yang terdapat di DAS Walikan berupa Perrmukiman 1.240,3 ha (22,15%) terdapat di wilayah Jatipuro. Sawah 1.835,54 ha (32,78) terdapat di wilayah Manjung, Sonoharjo, Jatipuro, Ngepungsari, Jatisawit, Jatiyoso dan petung. Kebun 344,64 ha (6,15%) terdapat di Manjung, Jatisobo dan paling mendominasi Jatiroyo. Hutan 661,02 ha (11,80%) terdapat di Desa Beruk. Semak Belukar 106,75 ha (1,91%) terdapat di Wonokeling, Tegalan 1.411,44 ha (25,21%) sebagian terdapat di Jatipuro, Wonokeling dan yang paling mendominasi terdapat di Jatipurwo, Jatiyoso serta Wonorejo. 2. Fungsi kawasan lahan DAS Walikan mempunyai 4 fungsi yaitu : Fungsi Kawasan Lindung yang tersebar di 5 satuan lahan dengan luas 388,58 ha (6,94%). Fungsi Kawasan Penyangga yang tersebar di 19 satuan lahan dengan luas 1.456,41 ha (26,01%). Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman yang tersebar di 7 satuan lahan dengan luas 2.426,98 ha (43,44%). Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan yang tersebar di 18 satuan lahan dengan luas 1.327,67 ha (23,71%). 3. Kesesuaian antara fungsi kawasan lahan dengan penggunaan lahan yang terdapat di DAS Walikan sebagai berikut : Kawasan Lindung, penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya mempunyai luas 16,70 ha (1,15%). Kawasan Penyangga, penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya mempunyai luas 1.054,11 ha (72,38%). Kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman, penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya 133 mempunyai luas 185,24 ha (12,71%). Kawasan budidaya tanaman tahunan, penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya mempunyai luas 190,44 ha (13,76%). 4. Arahan konservasi yang sesuai untuk DAS Walikan sebagai berikut : Pada Kawasan Lindung diarahkan pada reboisasi dan sumbat jurang serta dam pengendali. Kawasan Penyaangga paling banyak diarahkan pada wanatani dan teras bangku serta dam pengendali. Kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman diarahkan pada rotasi tanaman serta teras bangku, irigasi dan dam pengendali. Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan diarahka pada kebun, teras bangku dan saluran pembuangan air. B. Implikasi Daerah Aliran Sungai (DAS) merupaka suatu kawasan ekosistem yang terdiri atas komponen biotik dan abiotik yang saling membentuk satu kesatuan yang teratur, salah satu komponen abiotik DAS adalah lahan. Pembangunan yang terus bertambah dan diiringi oleh laju pertumbuhan penduduk yang terus bertambah mengakibatkan kebutuhan akan lahan semakin meningkat, akibatnya kegiatan alih fungsi lahan semakin meningkat. Kegiatan alih fungsi lahan DAS Walikan yang kurang memperhatikan aspek lingkungan, serta tanpa memperhatikan fungsi kawasannya akan berakibat terhadap menurunnya kualitas lahan serta meningkatkan potensi terjadinya bencana alam. Dengan tersedianya suatu arahan fungsi pemanfaatan lahan diharapkan pengelolaan DAS Walikan khususnya dalam hal pemanfaatan lahan, dapat lebih terarah dan terencana sehingga dapat terwujud sebuah kondisi ekosistem DAS yang stabil Dalam dunia pendidikan diharapkan dapat membantu siswa untuk memahami tentang fungsi kawasan dan arahan konservasi lahan yang diberlakukan untuk setiap fungsi kawasan sesuai dengan rekomendasi yang ada. 134 C. Saran Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lahan DAS Walikan, dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang lebih parah serta timbulnya bencana alam. Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis ingin menyampaikan saran dan masukan sehubungan dengan pemanfaatan lahan DAS Walikan kepada : 1. Pemerintah diharapkan dapat mengkoordinir pihak atau instansi yang terkait dan berkompeten dalam pengelolaan DAS untuk segera melakukan pengelolaan DAS Walikan secara terpadu, khususnya dalam hal pemanfaatan lahan supaya diarahkan sesuai dengan fungsi kawasan lahan. 2. Masyarakat khususnya para petani diharapkan untuk mengelola lahan secara biak dan tetap emperhatika kaidah konservasi tanah. 3. Peneliti yang lain diharapkan dapat menindak lanjuti penelitian ini dengan melengkapi data yang terus diperbaharui mengingat kondisi pemanfaatan lahan akan terus berubah dari waktu ke waktu. 135 Daftar Pustaka Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor:IPB Press Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: UGM Press Budiyanto, Eko. 2002. Sistem Informasi Geografis Menggunakan Arc View GIS. Yogyakarta : ANDI Cholid, 2009. Sistem Informasi Geografis: Suatu Pengantar. Makalah. Bogor : Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI Darmawijaya, Isa. 1990.Klasifikasi Tanah Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Departemen Kehutanan. 2009. “Pedoman Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS)” Departemen Kehutanan. 2009. Sungai Terpadu” “Pedoman Teknik Pengelolaan Daerah Aliran Departemen Pekerjaan Umum. 2005. Profil DAS Bengawan Solo. Direktorat Jendral Sumberdaya Air Direktorat perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian Kementrian Pertanian. 2011. “Pedoman Teknik Konservasi Lahan 2011”. Jakarta : Departemen Pertanian Freyfogle. 1993. “Land Conservation in Kentucky”. Jurnal Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 16 No. 2, Desember 2010 (86-99). University of Louisville Hardjowigeno, Sarwono. 1987. Ilmu Tanah. Bogor : PT. Mediyatama Sarana Perkasa Hartono, Agung. 2006. “Arahan Konservasi Daerah Aliran Sungai Samin Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo tahun 2006”. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta Hidayat, Agung. 2010. “Kajian Lahan Kritis Untuk Arahan Rehabilitasi Lahan Daerah Aliran Sungai Jlantah Hulu Tahun 2010”. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta Munir, Moh. 2003. Geologi Lingkungan. Malang: Bayumedia Publishing Muryono. 2008. “Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan Daerah Aliran Sungai Samin Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007”. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Nugraha, Setya. 2007. “Kesesuaian Fungsi Kawasan Dengan Pemanfaatan Lahan di Daerah Aliran Sungai Samin Tahun 2007”. Jurnal MIPS Vol 7 No.1 Maret 2008 halaman 67-76. Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Soaial. 136 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P.39/Menhut-II/2009 “Pedoman Teknik Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu” Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 41/Permentan/Ot. 140/9/2009 Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian” “Kriteria Prahasta, Eddy. 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung : Informatika Rahim, Supli Efendi. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta : Bumi Aksaran Sutikno & Sunarto. 1993. Petunjuk Praktikum Geologi. Yogyakarta : Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Tika, M.P. 1997. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama Wati, S. Eka. 2010. “Comparing Scoring Method And Modified Usdamethod To Determine Land Use Function In Spatial Planning”. Jurnal Indonesian Of Applied Physycs. Vol 02/No 1/April 2011 (16-23). Gadjah Mada University Surat Keputusan Menteri Peranian No. 837/Kpts/um/11/1980 dan No. : 683/Kpts/Um/8/1981 “kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung dan hutan produksi”