PENGARUH KEBUDAYAAN BACSON-HOABINH, DAN DONGSON DI KEPULAUAN INDONESIA. Ras Mongoloid berasal dari daratan Tiongkok Selatan (Cina Selatan) yang bernama Yunan. Mereka datang dan menyebar dari daratan Tiongkok Selatan ke Asia Tenggara. Kampuchea, Vietnam, Laos, Myanmar, Filifina, Malaysia dan Indonesia. Bangsa ini menyebar dalam dua periode. Periode yang pertama dilakukan oleh bangsa yang bernama Paleo Mongoloid. Sementara periode yang kedua dilakukan oleh bangsa Neo Mongoloid. Kedatangan kedua bangsa ini terjadi pada permulaan abad sesudah Masehi tepatnya pada masa Neolithikum. Dengan peristiwa tersebut, maka penduduk asli kepulauan Indonesia menjadi terdesak ke arah timur, yaitu ke arah Maluku, Nusa Tenggara dan Irian. Bukti-bukti adanya ras Mongoloid yang muncul di Indonesia dapat dilihat dari berbagai macam kebudayaan yang diketemukan terutama di wilayah Sulawesi. Selain hasil-hasil budaya berupa kapak persegi dan kapak lonjong yang tertinggal di beberapa wilayah Negara kita, ras Mongoloid juga meninggalkan budaya Toala. Kebudayaan Toala berasal dari Sulawesi Selatan. Kebudayaan ini meninggalkan berbagai mata panah yang sangat spesifik bentuk. Mata panah yang bergerigi ini ditemukan pada akhir abad ke-19, bersama dengan ciri-ciri ras Veddoid. Mata panah dari Toala muncul pada 8.000 tahun yang lalu. Mata panah yang dibuat di Maros ini mirip dengan mata panah Indian Amerika, hanya sisinya yang bergerigi dan dipakai untuk berburu. Hasil kebudayaan Mongoloid yang muncul di kawasan Sulawesi telah menunjukkan bagaimana budaya asing yang menerima pengaruh dari kebudayaan Mongoloid, bangsa Indonesia juga menerima pengaruh dari budaya-budaya lain terutama di kawasan Asia Tenggara. Kebudayaan tersebut juga berpengaruh luas dan meninggalkan jejak berupa peninggalan fisik maupun nonfisik. a. Kebudayaan Bacson-Hoabinh Wilayah Indo Cina yang jauh letaknya ternyata turut memengaruhi kebudayaan batu yang muncul di Indonesia. Penelitian yang dilakukan di Pegunungan Bacson-Hoabinh, telah menemukan alat-alat batu kehidupan masyarakat prasejarah. Alat-alat yang ditemukan di tempat tersebut menunjukkan suatu kebudayaan Mesolithikum. Pebbles (Kapak Sumatra) dan Kapak Pendek merupakan salah satu jenis hasil budaya yang ditemukan di pegunungan tersebut. Selain itu, ditemukan juga sejumlah alat-alat tulang. Mme Madeleine Colani, seorang ahli prasejarah Prancis, memberi nama kebudayaan tersebut dengan nama kebudayaan Bacson-Hoabinh. Kebudayaan tersebut tersebar ke berbagai wilayah seperti Thailand dan Malaysia Barat. b. Kebudayaan Dongson Kebudayaan dongson merupakan nama lain dari kebudayaan perunggu yang berkembang di Asia Tenggara. Penyelidikan pertama dilakukan di sebuah daerah yang bernama Tonkin (Indo Cina) Ada dua pendapat tentang masuknya kebudayaan Dongson, yaitu: 1) Masa Neolithikum sejak ± 2000 tahun sebelum masehi. 2) Masa perunggu sejak ± 500 tahun sebelum masehi. Kebudayaan Dongson yang ditemukan di Indonesia diwujudkan melalui berbagai hasil kebudayaan perunggu, nekara, dan alat besi. Nekara ditemukan di Selayar, Sulawesi Selatan. Selain itu, di Pulau Alor ditemukan Moko (sejenis nekara yang berbentuk lebih kecil). Di Bali juga ditemukan nekara terbesar, tepatnya di daerah Pejeng. Nekara dahulunya dianggap sebagai salah satu pelengkap upacara persembahan yang dilakukan masyarakat prasejarah. Pada nekara tersebut biasanya terdapat berbagai macam hiasan yang menggambarkan sistem penghidupan dan kebudayaan yang ada saat itu. Hiasan-hiasan itu menampakkan bahwa kebudayaan Indonesia merupakan salah satu bagian dari kebudayaan perunggu di Asia Tenggara.