BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Intrapersonal Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri. Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan. Komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya. Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh komunikator. Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk mengenal diri mereka sendiri dan orang lain. Karena pemahaman ini diperoleh melalui proses persepsi. Maka pada dasarnya letak persepsi adalah pada orang yang mempersepsikan, bukan pada suatu ungkapan ataupun obyek. Aktivitas dari komunikasi intrapribadi yang kita lakukan sehari-hari dalam upaya memahami diri pribadi diantaranya adalah; berdo’a, bersyukur, instrospeksi diri dengan meninjau perbuatan kita dan reaksi hati nurani kita, mendayagunakan kehendak bebas, dan berimajinasi secara kreatif. Pemahaman diri pribadi ini berkembang sejalan dengan perubahan perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Kita tidak terlahir dengan pemahaman akan siapa diri kita, tetapi prilaku kita selama ini memainkan peranan penting bagaimana kita membangun pemahaman diri pribadi ini. Kesadaran pribadi (self awareness) memiliki beberapa elemen yang mengacu pada identitas spesifik dari individu (Fisher 1987:134). Elemen dari kesadaran diri adalah konsep diri, proses menghargai diri sendiri (self esteem), dan identitas diri kita yang berbeda beda (multiple selves). Unsur/elemen Komunikasi Intrapersonal : a. Sensasi, proses menangkap stimulus pesan informasi (verbal maupun non verbal). Pada proses sensasi ini maka panca indera manusia dibutuhkan, khususnya mata dan telinga. b. Persepsi, proses pemberian makna terhadap informasi yang ditangkap oleh sensasi.Pemberian makna ini melibatkan unsur subyektif. Contohnya, nyaman tidaknya proses komunikasi dengan orang yg kita ajak bicara. c. Memori, proses penyimpanan informasi dan evaluasinya dalam kognitif individu. Kemudian informasi dan evaluasi komunikasi akan dikeluarkan atau diingat kembali dalam keadaan sadar maupun tidak sadar. d. Berfikir, proses mengolah, memanipulasi informasi untuk memenuhi kebutuhan atau menyelesaikan masalah. Proses ini meliputi pengambilan keputusan, pemecahan masalah dan berfikir kreatif. 2.2 Komunikasi Antar Personal Dalam penelitian ini, peneliti lebih fokus pada komunikasi interpersonal di mana memiliki efektifitas cukup tinggi dalam proses komunikasi. Pengertian Komunikasi Antar Pribadi menurut Josep A.Devito dalam bukunya “the Interpersonal communication book” komunikasi interpersonal adalah : “The process of sending and receiving message beetwen two persons, or among a small group of person with some effect and some immediate feedback” (proses penerimaan dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau diantara kelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik dalam berkomunikasi secara seketika) (Devito ,1989 : 4). Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan secara langsung tatap muka dan bersifat pribadi oleh minimal dua orang. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang mampu menjalin keakraban antara komunikator dan komunikannya. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang langsung dialogis, sehingga dapat menciptakan keterbukaan dan hal utama seseorang dalam melakukan hubungan antar pribadi adalah untuk dua hal yaitu perasaan dan ketergantungan yang akhirnya terjalin hubungan yang lebih akrab dengan orang lain dan dapat membentuk kinerja bersama. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi dalam bentuk verbal maupun non verbal, yang proses komunikasinya berlangsung secara timbal balik antara komunikator dengan komunikan. Dalam penelitian ini, proses komunikasi interpersonal dapat saling menafsirkan, memperjelas dan menyimpulkan masalah yang dibahas yaitu mengenai penggunaan Baju Sisa Import , karena terdapat proses mulai dari pengertian bersama tentang pemahaman Baju Sisa Import, kemudian melakukan tindakan yang dikehendaki, mencoba mendatangi penjual Baju Sisa import. Dengan demikian dalam proses komunikasi interpersonal tidak sekedar menyampaikan pesan tapi perlu diperhitungkan kadar hubungan interpersonal (relationship ). Pergaulan manusia merupakan salah satu bentuk peristiwa komunikasi dalam masyarakat. Menurut Schramm (1974) di antara manusia yang saling bergaul, ada yang saling membagi informasi, namun ada pula yang membagi gagasan dan sikap. Terdapat tiga pendekatan utama tentang pemikiran Komunikasi Antar Personal berdasarkan: 1. Komponen-komponen utama. Bittner (1985:10) menerangkan Komunikasi Antar Pribadi berlangsung, bila pengirim menyampaikan informasi berupa kata-kata kepada penerima dengan menggunakan medium suara manusia (human voice). Menurut Barnlund (dikutip dalam Alo Liliweri;1991), ciri-ciri mengenali Komunikasi Antar Pribadi sebagai berikut: 1. Bersifat spontan. 2. Tidak berstruktur. 3. Kebetulan. 4. Tidak mengejar tujuan yang direncanakan. 5. Identitas keanggotaan tidak jelas. 6. Terjadi sambil lalu. Seperti itulah yang terjadi pada percakapan antara penjual Baju Sisa Import dengan pembeli, segala sesuatunya bersifat spontan, tidak direncanakan, serba kebetulan, bahkan penjual tidak mengejar tujuan, terkesan tidak butuh dan terdapat pola terbalik yaitu pembeli yang butuh penjual Baju Sisa Import. Tidak seperti penjual baju (toko resmi/baju baru) pada umumnya, yang mereka mencoba mengejar tujuan , yaitu agar baju yang dijual laku. 2. Hubungan diadik. Hubungan diadik mengartikan Komunikasi Antar Pribadi sebagai komunikasi yang berlangsung antara dua orang yang mempunyai hubungan mantap dan jelas. Untuk memahami perilaku seseorang, harus mengikutsertakan paling tidak dua orang peserta dalam situasi bersama (Laing, Phillipson, dan Lee (1991:117). Trenholm dan Jensen (1995:26) mendefinisikan KAP sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka (komunikasi diadik). Sifat komunikasi ini adalah: 1. Spontan dan informal. 2. Saling menerima feedback secara maksimal. 3. Partisipan berperan fleksibel. Peneliti menggambarkan komunikasi diadik terjadi pada saat pembeli menceritakan pengalamannya setelah membeli Baju Sisa Import kepada teman (calon pembeli), semuanya bersifat spontan. Percakapan dapat mengarah ketika salah satu mulai membahas mengenai fashion yang kerap menjadi perbicangan anak muda terutama perempuan. Pembeli menceritakan tentang pengalaman kemudian teman (calon pembeli) menanggapi. Dalam proses menanggapi terjadi juga perhatian yang dapat menimbulkan ketertarikan calon pembeli. Ketika komunikasi diadik berlangsung, secara tidak langsung orang lain dapat masuk berbaur mengikuti perbincangan yang sedang terjadi. 3. Pengembangan Komunikasi Antar Pribadi dapat dilihat dari dua sisi sebagai perkembangan dari komunikasi impersonal dan komunikasi pribadi atau intim. Oleh karena itu, derajat Komunikasi Antar Pribadi berpengaruh terhadap keluasan dan kedalaman informasi sehingga merubah sikap. Pendapat Berald Miller dan M. Steinberg (1998: 274), pandangan developmental tentang semakin banyak komunikator mengetahui satu sama lain, maka semakin banyak karakter antar pribadi yang terbawa dalam komunikasi tersebut. 2.3 Disonansi Kognitif Festinger menamakan perasaan yang tidak seimbang ini sebagai disonansi kognitif, yang merupakan perasaan yang dimiliki orang ketika mereka “menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui, atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang”. Roger Brown (1965) mengatakan dasar dari teori ini mengikuti sebuah prinsip yang cukup sederhana : Keadaan disonansi kognitif dikatakan sebagai keadaan ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk mencapai konsonansi. Disonansi adalah sebutan untuk ketidakseimbangan dan konsonansi adalah sebutan untuk keseimbangan. Teori ini juga memungkinkan dua elemen untuk memiliki tiga hubungan yang berbeda satu sama lain: Mungkin saja konsonan (consonant), disonan (dissonant), atau tidak relevan (irrelevant). Hubungan konsonan (consonant relationship) ada antara dua elemen ketika dua elemen tersebut ada pada posisi seimbang satu sama lain. Misalnya, jika Anda meyakini bahwa kesehatan dan kebugaran adalah tujuan yang penting dan Anda berolahraga sebanyak tiga sampai lima kali dalam seminggu, maka keyakinan Anda mengenai kesehatan dan perilaku Anda sendiri akan memiliki hubungan yang konsonan antara satu sama lain. Hubungan disonan (dissonant relationship) berarti bahwa elemen-elemennya tidak seimbang satu dengan yang lainnya. Contoh dari hubungan disonan antar elemen adalah seorang penganut agama yang mendukung hak perempuan untuk memilih melakukan aborsi. Dalam kasus ini, keyakinan keagamaan orang itu berkonflik dengan keyakinan politiknya mengenai aborsi. Hubungan tidak relevan (irrelevant relationship) ada ketika elemen-elemen tidak mengimplikasikan apapun mengenai satu sama lain. Disonansi kognitif dapat memotivasi perilaku komunikasi saat seseorang melakukan persuasi kepada orang lain dan saat orang berjuang dalam melawan disonansi kognitifnya. Gambar 2.1. Proses Disonansi Kognitif Sikap, pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten berakibat pada mulainya disonansi berakibat pada rangsangan yang tidak menyenangkan dikurangi dengan perubahan yang menghilangkan inkonsistensi (Sumber : Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi 1 Richard West, Lynn H. Turner: 2007) Festinger menyebutkan dua situasi umum yang menyebabkan munculnya disonansi, yaitu ketika terjadi peristiwa atau informasi baru dan ketika sebuah opini atau keputusan harus dibuat, di mana kognisi dari tindakan yang dilakukan berbeda dengan opini atau pengetahuan yang mengarahkan ke tindakan lain. Terdapat empat sumber penyebab munculnya disonansi, yaitu : a. Inkonsistensi Logika, yaitu logika berpikir yang mengingkari logika berpikir yang lain. b. Nilai Budaya, yaitu bahwa kognisi yang dimiliki seseorang di suatu budaya, kemungkinan akan berbeda di budaya lainnya. c. Opini umum, yaitu disonansi mungkin muncul karena sebuah pendapat yang berbeda dengan yang menjadi pendapat umum. d. Pengalaman masa lalu, yaitu disonansi akan muncul bila sebuah kognisi tidak konsisten dengan pengalaman masa lalunya. 2.3.1 Asumsi dari Teori Disonansi Kognitif Terdapat empat asumsi dasar dari teori ini, yaitu : a. Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan perilakunya. b. Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologi. c. Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur. d. Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk mengurangi disonansi. 2.3.2 Tingkat Disonansi Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi tingkat disonansi yang dirasakan seseorang (Zimbardo, Ebbsen & Maslach, 1977): 1. Kepentingan (importance) atau beberapa signifikan suatu masalah, berpengaruh terhadap tingkat disonansi yang dirasakan. 2. Rasio disonansi (dissonance ratio) atau jumlah kognisi disonan berbanding jumlah kognisi yang konsonan. 3. Rasionalitas (rationale) yang digunakan individu untuk menjustifikasi inkonsistensi. Faktor ini merujuk pada alasan yang dikemukakan untuk menjelaskan mengapa sebuah inkonsistensi muncul. Makin banyak alasan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi kesenjangan yang ada, maka semakin sedikit disonansi yang seseorang rasakan. 2.3.3 Disonansi Kognitif dan Persepsi Secara spesifik, Teori Disonansi Kognitif berkaitan dengan proses pemilihan terpaan (selective exposure), pemilihan perhatian (selective attention), pemilihan interpretasi (selective interpretation), , pemilihan retensi (selective retention) karena teori ini memprediksi bahwa orang akan menghindari informasi yang meningkatkan disonansi. Proses perseptual ini merupakan dasar dari penghindaran ini (West & Turner : 2007) a. Terpaan selektif (selective exposure), mencari informasi konsisten yang belum ada, membantu untuk mengurangi disonansi. Teori ini memprediksikan bahwa orang akan menghindari informasi yang meningkatkan disonansi dan mencari informasi yang konsisten dengan sikap dan perilaku mereka. b. Perhatian selektif (selective attention), merujuk pada melihat informasi secara konsisten begitu konsistensi itu ada. Orang memerhatikan informasi dalam lingkungannya yang sesuai dengan sikap dan keyakinannya sementara tidak menghiraukan informasi yang tidak konsisten. c. Interpretasi selektif (selective interpretation), melibatkan penginterpretasian informasi yang ambigu sehingga menjadi konsisten. Dengan menggunakan interpretasi selektif, kebanyakan orang menginterpretasikan sikap teman dekatnya lebih sesuai dengan sikap mereka sendiri daripada yang sebenarnya terjadi. d. Retensi selektif (selective retention), merujuk pada mengingat dan mempelajari informasi yang konsisten dengan kemampuan yang lebih besar dibandingkan yang kita lakukan terhadap informasi yang tidak konsisten. 2.3.4 Mengatasi Disonansi Kognitif Dalam kehidupan sehari hari, kita menemui keadaan tidak nyaman ketika menghadapi situasi di mana kita harus berperilaku berbeda dengan sikap yang kita miliki. Biasanya kita akan berusaha mengurangi ketidaknyamanan tersebut dengan mengubah sikap atau perilaku kita untuk mencapai keseimbangan dalam diri kita. Tiga jenis mekanisme untuk mengurangi disonansi kognitif adalah sebagai berikut (Aronson, 1968; Festinger, 1957) : 1. Mengubah sikap atau perilaku kita menjadi konsisten satu sama lain. 2. Mencari informasi baru yang mendukung sikap atau perilaku untuk menyeimbangkan elemen kognitif yang bertentangan. 3. Trivilization, mengabaikan atau menganggap ketidaksesuaian antara sikap atau perilaku yang menimbulkan disonansi sebagai suatu yang tidak penting. 2.4 Perilaku Konsumen Perilaku Konsumen seperti didefinisikan oleh Schiffman dan Kanuk (2000) adalah proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya. Perilaku konsumen adalah suatu proses, yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu : a. Tahap acquisition (perolehan); searching (mencari); dan purchasing (membeli) b. Tahap evaluating (mengevaluasi) consumption (konsumsi); using (menggunakan); c. Tahap disposition (tindakan pasca beli) apa yang dilakukan oleh konsumen setelah produk itu digunakan atau dikonsumsi. 2.4.1 Motivasi Schifmann dan Kanuk, 2000 memberikan pemahaman tentang motivasi sebagai dorongan dari dalam individu yang menyebabkan dia bertindak. Sedangkan Hilgard dan Atkinson, 1975 merumuskan motivasi sebagai keadaan aktif di dalam diri seseorang yang mengarahkannya pada perilaku pencapaian tujuan. Kekuatan pendorong (driving force) memicu suasana tegang (state of tension) yang disebabkan adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi. Upaya seseorang untuk membebaskan diri dan mengurangi ketegangan inilah yang disebut dengan motivasi. Motivasi inilah yang penting bagi pemasar dengan satu pertanyaan, bagaimana motivasi ini bisa membawa konsumen dalam proses perilaku beli terutama dalam proses mencari dan mengevaluasi. Pada tataran ini perlu dipikirkan keterlibatan konsumen dengan produk. Motivasi adalah daya dorong untuk berperilaku dan perilaku itu mengarah kepada tujuan tertentu. Tujuan adalah hasil yang dicapai oleh perilaku yang termotivasi. Singkatnya, semua perilaku berorientasi pada tujuan, jadi tujuan adalah daya tarik untuk berperilaku. Bila diterapkan pada perilaku beli konsumen, pilihan tujuan mana (generik atau tujuan produk khusus) yang akan diambil untuk memenuhi kebutuhannya, tergantung pada : 1. Pengalaman pribadi si konsumen 2. Persepsi konsumen akan dirinya sendiri (self image) 3. Kapasitas fisik 4. Norma-norma dan nilai-nilai budaya yang berlaku 5. Aksesibilitas tujuan di lingkungan fisik maupun sosial Keterlibatan dapat dipahami sebagai motivasi untuk memproses informasi produk dalam situasi dimana ada hubungan antara kebutuhan, tujuan, atau nilai – nilai dan pengetahuan tentang produk. Bila keterlibatan suatu produk meningkat, maka konsumen akan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap informasi yang berhubungan dengan produk tersebut. Ada beberapa istilah untuk proses keterlibatan yaitu: 1. Inertia, yaitu keterlibatan konsumen terhadap suatu produk sehingga dia memperhatikan setiap informasi tentang produk tersebut. 2. Passion, yaitu keterlibatan konsumen terhadap suatu produk karena pengaruh masa lalunya. 3. Trend, yaitu menciptakan dan meningkatkan keterlibatan konsumen pada produk dengan membentuk suatu komunitas. Berdasarkan pemahaman ini, terdapat tiga faktor penting yang mempengaruhi pemrosesan informasi yaitu: 1. Persepsi Adalah proses dimana individu diekspos untuk menerima informasi, memperhatikan informasi tersebut dan memahaminya. Pada faktor ini proses yang terjadi pada setiap tahapan adalah: a. Pada tahap exposure (exposure stage) konsumen menerima informasi melalui panca inderanya b. Pada tahap perhatian (attention stage) mereka mengalokasikan kapasitas pemrosesan menjadi rangsangan c. Pada tahap pemahaman (comprehension stage), mereka menyusun dan mengintepretasikan informasi untuk mendapatkan arti tentang informasi tersebut. Pemahaman merupakan proses rangsangan panca indera sehingga mereka dapat memahaminya. 2. Tingkat keterlibatan konsumen Tingkat keterlibatan mempengaruhi apakah konsumen akan bergeser dari exposure ke perhatian, dan akhirnya sampai pada tahap pemahaman persepsi. Keterlibatan juga mempengaruhi fungsi memori. 3. Memori Memori memandu proses exposure dan perhatian dengan membiarkan konsumen mengantisipasi rangsangan yang mereka hadapi. Memori juga membantu proses pemahaman keonsumen dengan menyimpan pengetahaun tentang lingkungan. 2.4.2 Proses Keputusan Pembelian Konsumen Proses keputusan pembelian konsumen yang dikemukakan Kotler (2002:204) terdiri dari lima tahap yang dilakukan oleh seorang konsumen sebelum sampai pada keputusan pembelian dan selanjutnya pasca pembelian. Hal ini menunjukkan bahwa proses membeli yang dilakukan oleh konsumen dimulai jauh sebelum tindakan membeli dilakukan serta mempunyai konsekuensi setelah pembelian tersebut dilakukan. Model lima tahap proses pembelian (Gambar 2.2) tersebut menjelaskan bahwa konsumen harus melalui lima tahap dalam proses pembelian sebuah produk. Namun hal ini tidak berlaku, terutama atas pembelian dengan keterlibatan yang rendah. Konsumen dapat melewatkan atau membalik beberapa tahap. Dalam konteks penelitian ini, seseorang dalam memutuskan membeli pakaian bekas impor yang biasa digunakannya langsung mulai dari kebutuhan akan pakaian (fashion) keputusan pembelian, dan melewatkan pencarian dan evaluasi informasi. menuju Gambar 2.2 Model lima tahap proses pembelian Pengenalan Pengenalan Pencarian Pencarian Evaluasi Evaluasi Keputusan Keputusan Perilaku Perilaku Masalah Masalah Informasi Informasi Alternatif Alternatif Pembelian Pembelian Pasca-Pembelian Pasca-Pembelian Sumber : Buku Perilaku Konsumen, John Ihalauw; hal.8 Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pengenalan Masalah Pada tahap ini konsumen menyadari adanya kebutuhan akan adanya pakaian yang murah, fashionable serta banyak pilihan. Kebutuhan yang timbul ini dapat dipicu oleh adanya rangsangan dari dalam atau dari luar yang akan menimbulkan minat beli serta menggerakkan konsumen untuk melakukan pembelian. 2. Pencarian Informasi Setelah konsumen merasakan adanya kebutuhan dan minat belinya timbul, maka dia akan berusaha untuk mencari informasi lebih lanjut. Ada beberapa sumber pokok yang akan diperhatikan konsumen dan mempunyai peranan yang cukup penting dalam keputusan pembelian. Sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok (Kotler, 2002:205), yaitu: a. Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan. b. Sumber komersial : iklan, penyalur, kemasan, pajangan di toko. c. Sumber publik : media massa, organisasi penentu peringkat konsumen d. Sumber pengalaman : penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk. 3. Evaluasi Alternatif Sebagai hasil dari pengumpulan informasi, konsumen dapat mengetahui merek-merek yang ada di dalam suatu kategori produk beserta karakteristiknya. Dengan adanya pengetahuan akan keuntungan dan kerugian dari semua alternatif merek, maka dia akan melakukan evaluasi akan merek-merek tersebut. Dalam melakukan penilaian ini, ada beberapa proses yang mendasarinya, namun yang paling umum adalah proses orientasi kognitif, yaitu dimana seorang konsumen dalam melakukan keputusan pembelian akan suatu produk didasarkan pada pertimbangan yang logis dan rasional. 4. Keputusan Pembelian Dalam tahap penilaian alternatif, konsumen telah menentukan pilihan yang terbaik di antara beberapa merek produk yang telah dikumpulkan. Di samping konsumen telah memiliki keputusan dan kecendrungan atas suatu produk secara mandiri, ada dua faktor yang turut menentukan pembentukan keputusan konsumen, yaitu sikap orang lain serta faktor situasional yang tidak terduga. Selanjutnya konsumen tersebut melakukan proses pengambilan keputusan konsumen yang paling penting yaitu pembelian. 5. Perilaku Pasca Pembelian Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses keputusan pembelian konsumen. Pada tahap ini, seorang konsumen akan menemukan apakah produk yang dia beli memuaskan atau tidak serta apakah produk itu sesuai dengan harapannya atau tidak. Pada tahap ini meliputi kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian dan pemakaian produk pasca pembelian. 2.5 KERANGKA PIKIR PENELITIAN Bagan 2.1 Baju Sisa Import “Awul-Awul’ Konsumen • • • • • Teori Perilaku Konsumen Pengenalan Masalah Pncarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Perilaku Pasca Pembelian Teori Disonansi Kognitif Pemakaian Hasil Proses perilaku konsumen merupakan hal yang mutlak terjadi ketika seseorang hendak membeli sesuatu. Begitu pula yang terjadi ketika seseorang hendak membeli Baju Sisa Import ‘Awul-awul yang notabennya memiliki citra negatif dikalangan orang pada umumnya, mulai dari mengandung virus, penyakit, kuman, bahkan bekas pakai orang lain yang kita tidak tahu kondisinya. konsumen akan mencari tahu mengenai keberadaan informasi yang dapat mendukung dan mengevaluasi informasi yang dapat meyakinkan konsumen. Berbagai macam pengaruh internal maupun eksternal akan di dapat, maka dari situ akan timbul disonansi kognitif yang akan mempengaruhi keputusan untuk membeli Baju Sisa import ‘Awul-awul’ atau tidak.