BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Student Engagement 1. Definisi Student Engagement Menurut The American Heritage College Dictionary (Fredricks, dkk, 2004) pengertian engagement ialah loyal, bersedia memberikan waktu serta energinya terhadap suatu hal, terlibat atau tertarik dan ikut berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Marks (2000) menambahan selain adanya ketertarikan, student engagement membahas terkait atensi, dan usaha yang diberikan oleh siswa di dalam proses pembelajarannya. Kemudian Cothran dan Ennis (2000) mengartikan student engagement sebagai munculnya rasa memiliki (sense of belonging) siswa di sekolah yang menjadi komponen penting dalam kesuksesan belajar. Willms (Saeed & Zyngier, 2012) menambahkan selain adanya rasa memiliki, student engagement juga diartikan siswa mampu untuk menerima nilai-nilai yang ada di sekolah. Newmann, Wehlage, dan Lamborn (Fredricks, dkk, 2004; Park, 2005) mendefinisikan student engagement sebagai usaha sekaligus keahlian yang ditunjukkan siswa dalam memahami pelajaran sehingga memungkinan siswa untuk sukses dalam proses pembelajarannya. Selain itu, Yazzie-Mintz (2007) mendefinisikan student engagement sebagai hubungan yang dibangun antara siswa dengan orang dewasa dan teman sebaya, hubungan dengan sekolahnya 9 10 (terkait peraturan, fasilitas dan jadwal sekolah), kurikulum dan berbagai kegiatan seperti ekstrakurikuler di sekolah. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian student engagement ialah siswa yang memberikan waktunya untuk terlibat, berpartisipasi di dalam kegiatan akademiknya, adanya ketertarikan dalam proses belajarnya, munculnya perasaan memiliki serta proses pemahaman terkait proses pembelajaran yang siswa lalui sehingga memungkinkan siswa untuk jauh lebih sukses dalam proses pembelajarannya. 2. Aspek-Aspek Student Engagement Menurut Fredricks, dkk (2004) student engagement memiliki 3 (tiga) aspek yakni behavioral engagement, emotional engagement dan cognitive engagement. Penjelasannya ialah sebagai berikut : a. Behavioral Engagement Behavioral engagement diartikan sebagai partisipasi dan keterlibatan siswa dalam mengikuti kegiatan akademik, sosial dan ekstrakurikuler yang dapat meningkatkan hasil prestasi akademik dan mencegah dari dropout. Aspek ini juga menjelaskan hal-hal terkait siswa yang mengikuti aturan-aturan di sekolah dan menjauhi perilaku seperti membolos dari sekolah atau mencari masalah. Termasuk adanya pula usaha, persistensi, konsentrasi, atensi, mengajukan pertanyaan dan berkontribusi di dalam diskusi kelas. 11 b. Emotional Engagement Emotional engagement fokus pada bagaimana reaksi positif dari siswa terhadap guru, teman-teman sekelas dan kegiatan sekolah, menggambarkan hubungan antara siswa dengan sekolah dan hal-hal yang mempengaruhi keinginan siswa untuk mengerjakan tugas-tugas. Aspek ini juga menggambarkan bagaimana perasaan tertarik, senang, perasaan merasa memiliki, merasa penting untuk bersekolah dan nilai-nilai untuk menghargai segala keberhasilan yang berkaitan dengan sekolah. c. Cognitive Engagement Cognitive engagement menggambarkan bagaimana siswa mengusahakan dan menyediakan waktu untuk mendapatkan hal-hal yang baik, menggabungkan antara pikiran dan keinginan siswa untuk berusaha memahami hal-hal rumit dan hal-hal yang membutuhkan kemampuan lebih. Aspek ini juga melihat bagaimana siswa menyelesaikan permasalahannya, memilih untuk berusaha lebih dan menyelesaikannya dengan cara yang positif terhadap kegagalan yang dihadapi. Menurut Appleton, Christenson, Kim, dan Reschly (2006), student engagement memiliki 4 (empat) aspek yakni : a. Academic Engagement Dimensi ini menggambarkan bagaimana waktu yang digunakan siswa untuk mengerjakan tugas dan waktu untuk penyelesaian tugas-tugas yang ada di sekolah. 12 b. Behavioral Engagement Dimensi ini menggambarkan mengenai kehadiran, partisipasi dalam kegiatan kelas dan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. c. Cognitive Engagement Hal yang termasuk di dalam aspek ini ialah terkait apa yang ingin dilakukan atau didapatkan oleh siswa di sekolah serta adanya penilaian terhadap proses pembelajaran yang mereka lakukan. d. Psychological Engagement Hal yang termasuk di dalam aspek ini ialah terkait perasaan siswa untuk memiliki serta hubungan antara siswa dengan guru dan teman sebayanya. Psychological engagement juga terkait dengan perilaku adaptif siswa di sekolah, termasuk persistensi dalam mengerjakan tugas, partisipasi dan kehadiran. Menurut Willms, dkk (2009) student engagement memiliki 3 (tiga) aspek yakni : a. Social Engagement Dimensi ini menggambarkan mengenai perasaan siswa untuk memiliki dan adanya partisipasi di dalam kegiatan di sekolah. b. Academic Engagement Menggambarkan tingkat partisipasi siswa dalam pemenuhan segala bentuk persyaratan yang dibutuhkan di sekolah. c. Intellectual Engagement Menggambarkan mengenai emosi dan kognitif siswa terkait waktu dan usaha mereka dalam proses pembelajaran, menggunakan kemampuan berpikir 13 yang lebih seperti analisis dan evaluasi serta meningkatkan pemahaman terhadap permasalahan yang kompleks. Berdasarkan informasi di atas, peneliti lebih memilih aspek-aspek student engagement yang dikemukakan oleh Fredricks, dkk (2004) dengan pertimbangan bahwa apa yang dikemukakan dapat menggambarkan secara utuh apa yang ingin diukur dari student engagement pada siswa SMA yakni terkait perilaku, afeksi dan kognitif. Bempechat dan Shernoff (2012) juga menegaskan ketiga aspek student engagement (behavioral, emotional dan cognitive) sudah mampu untuk menjelaskan nilai-nilai dari sebuah proses pembelajaran dan hal-hal terkait pengalaman belajar siswa. Adapun aspek academic engagement, menurut Hart, dkk (2011) pengertiannya sudah tercakup ke dalam aspek behavioral engagement. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Student Engagement a. Guru Guru mempunyai peran yang penting dalam meningkatkan motivasi belajar siswa (Brewster & Fager, 2000) karena menurut Bempechat dan Shernoff (2012) hubungan siswa dengan guru atau pengajar akan memiliki kontribusi terhadap student engagement. Wang dan Holcombe (Kraft & Dougherty, 2012) juga melaporkan bahwa level student engagement akan sangat tergantung dari kefektifan instruksi yang diberikan oleh guru di dalam kelas. b. Teman Sebaya Mc Iver dan Reuman (Brewster & Fager, 2000) menyatakan bahwa teman sebaya memiliki posisi penting karena pada saat usia SMP dan SMA tingkat 14 engagement siswa sangat dipengaruhi oleh keberadaan mereka. Ketika siswa mengalami kegalalan di sekolah pun salah satu penyebabnya adalah pengaruh negatif yang diberikan oleh teman sebaya sehingga menyebabkan ketidakberhasilan mereka di sekolah (Appleton, Christenson, & Furlong, 2008). c. Motivasi Motivasi menurut Appleton, dkk (2008) merupakan hal yang dibutuhkan oleh siswa, meskipun bukanlah penyebab utama dari engagement siswa. Namun siswa yang tidak termotivasi akan berdampak pada menurunnya engagement (Brewster & Fager, 2000) karena motivasi mampu membantu rasa ingin tahu dan ketertarikan siswa terhadap aktivitas belajar mereka (Saeed & Zyngier, 2012). d. Orangtua Orangtua memiliki peran penting mengingat perannya sebagai sosok pertama dan mampu untuk mengurangi disengagement dan rendahnya keberhasilan (Bempechat & Shernoff, 2012). Ditambahkan oleh Lumsden (1994) bahwa orangtua mampu meningkatkan motivasi belajar anak dengan cara membantu, memperhatikan keinginan anak-anaknya, menerima pertanyaan mereka dengan hangat, mendorong anak untuk bereksplorasi serta memberikan pemahaman bahwa proses pembelajaran yang dijalani merupakan hal yang penting, berguna, dan menyenangkan. Berdasarkan pemaparan di atas, peran orangtua sangat diperlukan untuk meningkatkan student engagement. Orangtua yang mampu menunjukkan perhatiannya seperti menerima segala pertanyaan dari anaknya dengan 15 memuaskan akan meningkatkan motivasi belajar mereka sehingga dampak dari menurunnya engagement dapat dikurangi. Cara yang dapat dilakukan oleh orangtua ialah melakukan penerimaan dengan menunjukkan rasa menyukai dan rasa peduli kepada anak sehingga mampu meningkatkan motivasi dan berdampak pada meningkatnya pencapaian akademik mereka di sekolah. Hubungan yang positif antara orangtua dan anak juga mampu meningkatkan keterlibatan siswa di sekolah sehingga performansi akademik mereka dapat meningkat pula. Performansi akademik yang tinggi adalah salah satu dampak dari tingginya engagement yang dimiliki oleh siswa. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi student engagement ialah guru, teman sebaya, motivasi dan penerimaan orangtua. B. Penerimaan Orangtua 1. Definisi Penerimaan Orangtua Konsep penerimaan orangtua merujuk pada teori parental aceptancerejection theory yang dikemukakan oleh Rohner dan Khaleque (2002). Menurut Rohner dan Khaleque (2002) parental acceptance-rejection theory (PARTheory) adalah sebuah teori yang menjelaskan mengenai dampak dari penerimaanpenolakan yang berdampak pada hubungan interpersonal anak. Parental acceptance-rejection theory mengacu pada dua dimensi dari parental warmth yakni parental acceptance (penerimaan orangtua) pada sisi positif dan parental rejection (penolakan orangtua) pada sisi negatif. Penerimaan 16 orangtua merujuk pada cinta, perhatian, kepedulian, kenyamanan, dan dukungan positif dari orangtua kepada anak-anak mereka. Penolakan orangtua merujuk pada ketiadaan kasih sayang, kehangatan, dan cinta dari orangtua ke anak-anak mereka. Orangtua mengekspresikan penolakan tersebut dengan cara seperti tidak menunjukkan perasaan sayang dan suka, adanya rasa bermusuhan, munculnya perilaku agresif dan pengabaian terhadap anak-anak mereka (Rohner & Khaleque, 2002). Emosi seseorang membutuhkan respon yang positif yang didapatkan dari orang-orang terdekatnya dan hal tersebut merupakan motivasi terkuat bagi mereka (Rohner & Khaleque, 2002). Contoh orangtua yang menerima anak-anaknya baik secara verbal atau nonverbal dilakukan seperti memeluk, mencium dan menunjukkan penerimaan (Jagodic & Kerestes, 1997). Ditambahkan oleh Munaf dan Hussain (2011) penerimaan orangtua juga dicirikan dengan mengatakan halhal yang baik mengenai anak-anak mereka. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian penerimaan orangtua ialah orangtua yang mampu memberikan rasa cinta, perhatian dan dukungannya kepada anak-anak mereka dan orangtua mengekspresikannya secara verbal atau nonverbal dan hal tersebut mampu mempengaruhi proses perkembangan anak-anak mereka. 17 2. Aspek-Aspek Penerimaan Orangtua Menurut Rohner dan Khaleque (2002) parental acceptance (penerimaan orangtua) memiliki aspek yakni warmth/afffection. Aspek ini menggambarkan bagaimana penerimaan yang diberikan oleh orangtua kepada anaknya. Penerimaan yang diberikan bisa berupa verbal atau nonverbal seperti kata-kata yang diucapkan, perilaku positif yang dimunculkan serta adanya keinginan, kepedulian dan rasa ingin tahu yang ditunjukkan orangtua kepada anaknya. Indikator-indikator perilaku pada penerimaan orangtua adalah : a. Keadaaan orangtua yang mengekspresikan penerimaannya secara verbal (seperti memeluk, mencium dan/atau mengucapkan selamat) b. Memberi rasa nyaman dalam mengungkapkan segala hal c. Tertarik dengan apa yang dikerjakan oleh anak d. Menunjukkan rasa ingin memiliki dan mencintai terhadap anak e. Menunjukkan betapa pentingnya apa yang dilakukan oleh anak f. Menunjukkan rasa kepedulian dan rasa sayangnya kepada anak g. Memperlakukan anak dengan lembut dan baik h. Memberikan perhatiannya yang lebih terhadap anak Menurut Arzeen, dkk (2012) aspek warmth pada penerimaan orangtua merujuk pada perasaan suka, perasaan positif kepada anak, tingginya keterlibatan orangtua dan hal tersebut mereka tunjukkan kepada anak-anak mereka. Demetriou dan Christodoulides (2006) juga menambahkan bahwa orangtua yang menerima dicirikan dengan perasaan bahagia dan puas ketika sedang bersama dengan anakanak mereka. 18 Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerimaan orangtua memiliki aspek warmth/affection yang diartikan sebagai bentuk penerimaan yang ditunjukkan kepada anak dengan cara verbal atau nonverbal seperti mengucapkan selamat, mencium, memeluk serta adanya kepedulian yang ditunjukkan kepada anak-anak mereka. C. Hubungan Antara Penerimaan Orangtua dan Student Engagement Orangtua yang menerima akan menunjukkan perilaku-perilaku yang menandakan bahwa orangtua mencintai dan menyayangi anak-anak mereka. Dampak yang akan dirasakan oleh anak ketika mereka diterima oleh orangtuanya, menurut Arzeen, dkk (2012) adalah munculnya perasaan positif dan anak akan merasa berkompeten terhadap kemampuan mereka di sekolah. Munculnya perasaan positif ini akan berpengaruh terhadap penilaian siswa terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. Hal tersebut penting untuk dimiliki karena menyebabkan siswa akan menghargai segala keberhasilan yang telah mereka lakukan di sekolah sehingga aspek emotional engagement siswa akan meningkat. Hal ini sesuai dengan penjelasan mengenai emotional engagement (Fredricks, dkk, 2004) bahwa siswa memiliki reaksi positif terhadap lingkungan sekitarnya dan adanya kemampuan siswa untuk menghargai segala keberhasilan yang telah mereka lakukan berkaitan dengan kegiatan sekolah. Lakshmi dan Arora (2006) menambahkan bahwa orangtua yang menerima serta mencintai anak-anak mereka akan menyebabkan performansi mereka ketika di sekolah akan jauh lebih baik. Ketika siswa menunjukkan performansi yang jauh 19 lebih baik di sekolah, siswa akan memiliki perasaan positif dan merasa penting untuk bersekolah karena telah mampu menunjukkan performansi terbaik mereka. Efek dari hal tersebut mampu untuk meningkatkan emotional engagement siswa karena menurut Fredricks, dkk (2004) salah satu ciri dari emotional engagement adalah siswa memiliki perasaan penting untuk bersekolah. Bentuk penerimaan orangtua yang lainnya ialah dicirikan dengan ketertarikan dan kepedulian dari orangtua kepada anaknya (Rohner & Khaleque, 2002). Hal ini bisa ditunjukkan dengan kepedulian orangtua terhadap kesulitan tugas yang sedang anak kerjakan. Menurut Bempechat dan Shernoff (2012) ketika orangtua menanyakan kepada anak terkait kesulitan tugas yang sedang ia kerjakan maka hal itu akan membantu anak untuk meningkatkan kemampuan berpikir agar bisa sukses di sekolah. Hal demikian dapat meningkatkan cognitive engagement siswa terkait bagaimana anak mampu untuk menyelesaikan permasalahannya dan membuat siswa ingin untuk berusaha lebih dalam menuntaskan tugas yang sedang ia kerjakan di sekolah (Fredricks, dkk, 2004). Orangtua yang menunjukkan kehangatan, ikut terlibat berdiskusi serta tertarik mengenai kegiatan akademik anak-anak mereka akan menyebabkan anak memiliki kepercayaan terhadap kemampuan mereka di sekolah dan hal tersebut menyebabkan mereka mendapatkan peringkat yang lebih baik di sekolah (Juang & Silbereisen, 2002). Dari kepercayaan siswa terhadap kemampuan mereka di sekolah ternyata mampu untuk meningkatkan behavioral engagement siswa. Hal tersebut terlihat dari siswa yang mampu untuk menunjukkan rasa kepercayaan terhadap kemampuan dirinya di dalam kegiatan belajar dan mengeskpresikan 20 keterlibatannya di sekolah dengan cara mengikuti segala kegiatan di kelas dengan baik sehingga kemungkinan mereka untuk mendapatkan peringkat dan pencapaian yang lebih tinggi lagi dapat tercapai. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa bagaimana penerimaan orangtua dalam berbagai perilaku yang dimunculkannya dapat meningkatkan student engagement siswa dalam beberapa aspeknya seperti emotional, cognitive, dan behavioral engagement untuk terlibat di dalam kegiatan mereka di sekolah. D. Hipotesis Berdasarkan kajian pustaka di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: Diprediksikan akan ada hubungan positif antara penerimaan orangtua dan student engagement. Semakin tinggi penerimaan orangtua maka semakin tinggi student engagement. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah penerimaan orangtua maka semakin rendah student engagement.