BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Pengertian Stres Lazarus (1984) menjelaskan bahwa stres dapat diartikan sebagai : 1. Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres atau disebut juga dengan stresor. 2. Respon, yaitu stres merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respon yang muncul dapat secara fisiologis, seperti: jantung berdebar, gemetar, dan pusing serta psikologis, seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi, dan mudah tersinggung. 3. Proses, yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi. Rice (1987) mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu terasa tegang. Stres merupakan keadaan psikologis yang timbul jika ada ketidakseimbangan antara persepsi individu mengenai tuntutan yang harus dihadapi dibandingkan dengan kemampuan mereka untuk mengatasi tuntutan tersebut (Sarafino, 2006). Menurut Feldman (2007), stres adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif, dan perilaku. Universitas Sumatera Utara 2.1.2 Penggolongan Stres Selye (1974, 1979) dalam Rice (1992) menggolongkan stres menjadi dua golongan. Penggolongan ini didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya : a) Distress (Stres Negatif) Selye menyebutkan distress merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan, dan timbul keinginan untuk menghindarinya. b) Eustress (Stres Positif) Selye menyebutkan bahwa eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi, dan performansi individu. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu. 2.1.3 Sumber-sumber Stres Menurut Tumer & Helms (1995) dalam Melly (2008) sumber stres adalah semua kejadian atau kondisi eksternal yang dapat mengganggu keseimbangan seseorang. Ketidakseimbangan yang terjadi baik disebabkan oleh perubahan fisik, lingkungan, maupun sosial, dapat memicu terjadinya stres. Sumber stres merupakan suatu keadaan yang dianggap mengancam dan menimbulkan ketegangan, antara lain : 1. Peristiwa dalam Hidup (Life Event) Menurut Rice (1992) kejadian penting secara psikologis yang terjadi pada kehidupan seseorang seperti perceraian, kelahiran, atau perubahan pada posisi/jabatan. Kejadian utama dalam hidup kita dapat menyebabkan stres, Universitas Sumatera Utara meskipun itu positif maupun negatif. Pada umumnya, penyebab dari stres dalam hidup kita adalah karena hal-hal berikut ini: a. Kriminal, kekerasan seksual, dan saksi kejahatan b. Kehilangan anggota keluarga (loss of a family member) c. Pisah dengan orang tua Soewadi (1999) dalam Dhona (2007) menyatakan bahwa stres merupakan ketimpangan dalam menyesuiakan antara tuntutan lingkungan dengan kapasitas respon individu. Sehingga anak yang secara tiba-tiba hidup terpisah dengan orang tuanya jika tidak dapat beradaptasi dengan cepat dengan lingkungan tempat tinggalnya yang baru dapat mengalami stres. Penelitian Sliegman (1994) dalam Nuriana (2010) menyatakan bahwa sebanyak 36,4% remaja mengalami gangguan psikiatri akibat pisah dengan orang tua. d. Bencana alam (natural disasters) e. Terrorism f. Daily hassles 2. Frustrasi Frustrasi adalah situasi apa pun di mana individu tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Frustrasi dapat terjadi apabila usaha individu untuk mencapai sasaran tertentu mendapat hambatan atau hilangnya kesempatan dalam mendapatkan hasil yang diinginkan. Frustrasi dapat juga diartikan sebagai efek psikologis terhadap situasi yang mengancam, seperti misalnya timbul reaksi marah, penolakan maupun depresi (Santrock, 2003). 3. Konflik Konflik merupakan munculnya dua kecenderungan yang bertentangan secara simultan. Konflik dapat muncul karena adanya kebutuhan internal atau motif yang bertentangan, karena tuntutan eksternal yang bertentangan, atau karena motif internal yang berlawanan dengan tuntutan eksternal. Keadaan Universitas Sumatera Utara dimana terdapat dua atau lebih motif yang tidak terpuaskan karena motif-motif itu saling berkaitan satu sama lain (Rice, 1992). Konflik berkaitan erat dengan konsep frustrasi. Psikologi menggunakan ‘pendekatan’ dan ‘penghindaran’ dalam usaha menghadapi konflik. Dalam hal ini, kita akan ‘mendekati’ sesuatu yang kita harapkan dan ‘menghindari’ sesuatu yang tidak kita harapkan. Menurut Miller (1959) dalam Sarafino (2006) ada empat jenis utama dari konflik yang meliputi ‘pendekatan’ dan ‘penghindaran’: a) Approach-approach conflict (konflik mendekat-mendekat) Konflik ini terjadi pada saat seseorang diharuskan memilih dua alternatif yang sama-sama menarik tapi saling bertentangan serta ingin dipenuhi pada saat yang bersamaan. Misalnya, seseorang harus memilih diantara dua tawaran pekerjaan yang diberikan kepadanya, dimana kedua pekerjaan ini sama-sama baik, bergengsi dan dengan gaji yang cukup layak. b) Avoidance-avoidance conflict (konflik menghindar-menghindar) Konflik ini muncul pada saat seseorang terjebak dalam dua pilihan yang tidak diinginkan, namun pilihan harus tetap ditentukan. Misalnya, seorang remaja yang harus memilih presentasi di depan kelas atau tidak datang dan mendapat nilai nol. c) Approach-avoidance conflict (konflik mendekat-menghindar) Konflik ini terjadi apabila seseorang menerima suatu tujuan yang positif yang juga akan menghasilkan satu akibat yang negatif. Misalnya, seorang siswa SMA yang akan melanjut ke perguruan tinggi yang terletak di luar kota, tapi harus meninggalkan keluarganya. d) Multiple approach-avoidance conflict Konflik yang menginginkan individu untuk memilih diantara dua pilihan, dimana masing-masing memiliki dampak yang positif dan konsekuensikonsekuensi yang negatif. Universitas Sumatera Utara Misalnya, pilihan antara masuk ke tim basket yang terkenal, menjadi langganan juara, tetapi pelatih dan beberapa pemain dalam tim itu tidak kamu sukai. Atau masuk ke tim basket yang tidak terkenal, sering melakukan permainan yang memalukan, tetapi pelatih dan pemain timnya kamu sukai. 4. Tekanan (Pressure) Tekanan terjadi karena adanya suatu tuntutan untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu maupun tuntutan tingkah laku tertentu. Secara umum, tekanan mendorong individu untuk meningkatkan performa, mengintensifkan usaha atau mengubah sasaran tingkah laku. Tekanan sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki bentuk yang berbeda-beda pada tiap individu. Tekanan dalam kasus tertentu dapat menghabiskan sumber-sumber daya yang dimiliki dalam proses pencapaian sasarannya, bahkan bila berlebihan dapat mengarah pada perilaku maladaptive serta menimbulkan stres (Sarafino, 2006). Tekanan dapat berasal dari dua sumber, yaitu: a. Sumber internal Sumber tekanan yang berasal dari dalam diri seseorang, antara lain adalah konsep diri dan komitmen personal. b. Sumber eksternal Sumber tekanan eksternal banyak berkaitan dengan tekanan waktu, peran yang dijalani, juga berkaitan dengan tuntutan-tuntutan orang lain, misalnya, seorang siswa yang mengejar target agar lulus dalam ujian masuk perguruan tinggi favorit atau dapat berupa tuntutan orang tua. 5. Kondisi lingkungan Faktor lingkungan tempat tinggal, misalnya temperatur, polusi udara, kebisingan, kelembaban juga bisa menjadi sumber dari stres (Sarafino, 2006). Universitas Sumatera Utara 2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi terhadap Stres Seringkali dalam kehidupan sehari-hari ditemui orang-orang yang memiliki reaksi yang berbeda terhadap stres yang sama. Menurut Lazarus (1976) dalam Melly (2008) hal ini terjadi karena stres yang dialami tidak hanya bergantung pada kondisi eksternal tetapi juga karekteristik individu. Reaksi seseorang terhadap stres yang dihadapinya dipengaruhi beberapa faktor (Sarafino, 2006). Faktor-faktor tersebut antara lain: 1) Pengalaman awal dengan stres Reaksi stres pada umumnya tidak akan terlalu kuat ketika seseorang pernah mempunyai pengalaman terhadap stres. Ada studi yang mengatakan bahwa pengalaman awal terhadap stres dapat memberikan efek ke masa yang akan datang. 2) Kehadiran stres lain Diasumsikan bahwa kehadiran suatu sumber stres ternyata tidak hanya menimbulkan reaksi terhadap sumber stres itu sendiri tetapi juga membuat Individu menjadi lebih mudah terganggu oleh sumber stres yang lain. 3) Intensitas dan lamanya stres Semakin kuat dan semakin lama stres itu berlangsung maka reaksi yang muncul juga akan semakin serius. Kematian atau kehilangan seseorang merupakan contoh stres yang kuat dan berlangsung lama, yang dapat memunculkan reaksi yang serius misalnya dapat mengalami depresi. 4) Faktor perkembangan Manusia memiliki perbedaan secara psikologis pada umur dan tingkatan perkembangan yang berbeda. Sama halnya dengan dampak stres yang akan berbeda pada umur dan tingkat perkembangan yang berbeda pula. 5) Prediksi dan kontrol Kemampuan tiap individu untuk memprediksi atau mengontrol situasi stres merupakan faktor yang mempengaruhi perbedaan individu dalam bereaksi Universitas Sumatera Utara terhadap stres. Kejadian yang sudah dapat diprediksi dan dapat dikontrol, biasanya memberikan dampak stres yang lebih rendah terhadap individu daripada kejadian yang tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dikontrol. 6) Dukungan sosial (social support) Adanya dukungan sosial dan hubungan yang baik dengan teman atau keluarga merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi perbedaan reaksi individu terhadap stres. Individu yang hidup sendirian ataupun yang mempunyai masalah dengan anggota keluarganya cenderung memperlihatkan reaksi berupa tingkah laku menyimpang dibandingkan dengan individu yang hidup bersama keluarga dan mendapat dukungan sosial. 7) Person variable in reactions to stress Semua karakteristik pribadi individu penting dalam menentukan respon seseorang terhadap stres (person variable). Karakteristik-karakteristik itu terdiri dari: a) Faktor kognitif Lazarus (1993) dalam Santrock (2003) menggunakan istilah penilaian kognitif untuk menggambarkan interpretasi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup mereka sebagai sesuatu yang berbahaya, mengancam, atau menantang dan keyakinan mereka apakah mereka memiliki kemampuan untuk menghadapi suatu kejadian dengan efektif. b) Karakteristik kepribadian Karakteristik kepribadian yang muncul sangat berperan penting dalam mempengaruhi konsekuensi kesehatan dari stres yang disebut dengan pola tingkah laku Tipe A. Pola tingkah laku Tipe A adalah pola tingkah laku yang ditandai dengan sikap yang sangat kompetitif, mudah marah, tidak sabar, sikap bermusuhan, terlalu bekerja keras dan selalu terburu-buru seperti dikejar waktu. Universitas Sumatera Utara c) Perbedaan gender dalam respon terhadap stres Menurut Davis (1999) dalam Sarafino (2006), wanita umumnya memiliki stresor lebih banyak dibanding pria. Wanita lebih mudah mengalami kecemasan, depresi dan gangguan tidur, namun akan kembali membaik setelah peristiwa itu sudah berlalu. Sedangkan pria membutuhkan waktu yang lebih lama untuk kembali membaik meskipun peristiwa itu telah berlalu (Earle, 1999 dalam Sarafino, 2006). d) Perbedaan gender dalam keuntungan dari pernikahan (benefits of marriage) Menikah menguntungkan bagi pria dan wanita, tetapi lebih menguntungkan bagi kaum pria. Alasannya yaitu: (1) pria cenderung untuk lebih percaya kepada pasangan mereka dalam hal dukungan sosial untuk menahan mereka dari pengaruh stres, (2) wanita lebih ingin mendesak pasangan mereka untuk lebih menjaga kesehatan. e) Fight-or-flight dan Tend-and-befriend Fight-or-flight merupakan respon yang diberikan dalam bentuk tindakan ‘lari’ atau ‘hadapi’. Biasanya ini ditunjukkan oleh kaum pria. Sedangkan pada wanita adalah ‘tend-and-befriend’, yaitu sikap ‘melindungi’ atau ‘menjadi teman bagi orang lain’. f) Perbedaan etnis Anggota kelompok ras/suku minoritas yang berada pada suatu masyarakat akan mengalami stres lebih tinggi daripada kelompok mayoritas. Menurut Clark (1999) dalam Sarafino (2006) kelompok minoritas mempunyai banyak tekanan atau peristiwa yang menyebabkan mereka stres. Universitas Sumatera Utara 2.2 Remaja 2.2.1 Pengertian Remaja Menurut Piaget dalam Hurlock (1999), masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Sadock & Sadock (2007) membagi remaja menjadi tiga tahap, yaitu: 1) Remaja awal Dari usia 12-14 tahun. Pada tahap ini, remaja mulai mengkritik kebiasaan-kebiasaan di keluarga, mempunyai kesadaran yang lebih tinggi terhadap penampilan, dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya. 2) Remaja pertengahan Dari usia 14-16 tahun. Pada tahap ini, remaja berusaha untuk mencapai tujuan-tujuan mereka secara mandiri, prilaku seksual meningkat, bergaul dengan teman yang memiliki ketertarikan yang sama, sering terjadi konflik dengan orang tua menyangkut otonomi remaja. 3) Remaja lanjut Dari usia 17-19 tahun. Pada tahap ini, minat remaja meningkat pada fungsi intelektual, prestasi akademik, berpartisipasi dalam aktivitas olahraga, mengambil tanggung jawab dalam suatu kelompok sosial. Universitas Sumatera Utara 2.2.2 Stres pada remaja Menurut Windle dan Mason (2004) dalam Indri (2007) ada empat faktor yang dapat membuat remaja menjadi stres, yaitu penggunaan obat-obat terlarang, kenakalan remaja, pengaruh negatif, dan masalah akademis. Menurut Walker (2002), ada tiga faktor yang dapat menyebabkan remaja menjadi stres, yaitu: 1. Faktor biologis, yaitu : a. Sejarah depresi dan bunuh diri di dalam keluarga b. Penggunaaan alkohol dan obat-obatan di dalam keluarga c. Siksaan secara seksual dan fisik di dalam keluarga d. Penyakit yang serius yang diderita remaja atau anggota keluarga e. Sejarah keluarga atau individu dari kelainan psikiatri seperti skizofrenia, manik depresif, gangguan perilaku dan kejahatan 2. f. Kematian salah satu anggota keluarga g. Ketidakmampuan belajar atau ketidakmampuan mental atau fisik h. Perceraian orang tua i. Konflik dalam keluarga Faktor kepribadian, yaitu : a. Tingkah laku impulsif, obsesif, dan ketakutan yang tidak nyata b. Tingkah laku agresif dan antisosial c. Penggunaan dan ketergantungan obat terlarang, tertutup d. Hubungan sosial yang buruk dengan orang lain, menyalahkan diri sendiri dan merasa bersalah e. Masalah tidur atau makan Universitas Sumatera Utara 3. Faktor psikologis dan sosial, yaitu : a. Kehilangan orang yang dicintai, seperti kematian teman atau anggota keluarga, putus cinta, kepindahan teman dekat atau keluarga b. Tidak dapat memenuhi harapan orang tua, seperti kegagalan dalam mencapai tujuan, tinggal kelas, dan penolakan sosial. c. Tidak dapat menyelesaikan konflik dengan anggota keluarga, teman sebaya, guru, pelatih, yang dapat mengakibatkan kemarahan, frustrasi, dan penolakan d. Pengalaman yang dapat membuatnya merasa rendah diri dapat mengakibatkan remaja kehilangan harga diri atau penolakan e. Pengalaman buruk seperti hamil atau masalah keuangan Sedangkan menurut Needlmen (2004) ada beberapa sumber stres yang dialami remaja : 1. Biological Stress Tubuh remaja berubah secara cepat, remaja merasa bahwa semua orang melihat dirinya. Jerawat juga dapat membuat remaja stres, terutama bagi mereka yang mempunyai pikiran sempit tentang kecantikan yang ideal. Saat yang sama, remaja menjadi sibuk di sekolah sehingga dapat membuat remaja kekurangan tidur. 2. Family Stress Salah satu sumber stres utama pada remaja adalah hubungannya dengan orang tua, karena remaja merasa bahwa mereka ingin mandiri dan bebas, tetapi dilain pihak mereka juga ingin diperhatikan. Universitas Sumatera Utara 3. School Stress Tekanan dalam masalah akademis cenderung tinggi pada dua tahun terakhir di sekolah, keinginan untuk mendapat nilai tinggi, atau keberhasilan dalam bidang olahraga, dimana remaja selalu berusaha untuk tidak gagal, ini semua dapat menyebabkan stres. 4. Peer Stress Stres pada teman sebaya cenderung tinggi pada pertengahan tahun sekolah. Remaja yang tidak diterima oleh teman-temannya biasanya akan tertutup dan mempunyai harga diri yang rendah. Pada beberapa remaja, agar dapat diterima oleh teman-temannya, mereka melakukan hal-hal negatif, seperti merokok, minum alkohol, dan menggunakan obat terlarang. 5. Social Stress Remaja tidak mendapat tempat pada pergaulan orang dewasa, karena mereka tidak diberikan kebebasan mengungkapkan pendapat mereka, tidak boleh membeli alkohol secara legal. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1995), mahasiswa yang berada di masa remaja lanjut menghadapi berbagai kesulitan penyesuaian dan tidak semua mampu mengatasinya sendiri sehingga cenderung untuk mengalami stres. Kesulitan penyesuaian tersebut berkisar pada: 1. Perbedaan sifat pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dengan Perguruan Tinggi (PT) a. Kurikulum Isi kurikulum PT biasanya lebih sedikit tetapi lebih mendalam. Jika kebetulan senang dengan bidang yang dipilih, kelanjutan dan kegairahan belajar akan lebih lancar. Sebaliknya jika tidak sesuai, kegairahan akan menurun, bahkan bisa menimbulkan gangguan pada kepribadian. Universitas Sumatera Utara b. Disiplin Di PT biasanya tidak sedisiplin di SLTA karena dianggap sudah lebih dewasa dan tanggung jawab diserahkan kepada mahasiswa yang bersangkutan. Hal ini mengubah cara belajar dan bisa menyebabkan kesulitan tersendiri. c. Hubungan dosen mahasiswa Pola hubungan sangat berbeda dibandingkan ketika di SLTA. Dialog langsung pada tingkat awal yang jumlah mahasiswanya besar, cenderung jarang dilakukan di ruangan. Karena itu mahasiswa harus menyesuaikan cara dosen memberi kuliah yang masih banyak mempergunakan cara tradisional yakni dosen menerangkan tanpa memperdulikan apakah mahasiswa mengerti atau tidak. 2. Hubungan sosial Pada remaja lanjut, pola pergaulan sudah bergeser dari pola pergaulan yang homoseksual ke arah heteroseksual sehingga masalah pergaulan bisa menjadi masalah yang penting, baik mengenai percintaan, kesulitan penyesuaian diri, dan keterlibatan terhadap pengaruh kelompok pergaulan yang bisa bersifat negatif. 3. Masalah ekonomi Sekalipun mahasiswa sudah bisa melepaskan diri dari ketergantungan psikis, ketergantungan ekonomi masih ada karena pada umumnya belum berpenghasilan. Kelonggaran untuk mempergunakan uang tidak sebebas menetukan tingkah laku dan sikap. 4. Pemilihan jurusan Antara bakat dan minat dengan kesempatan sering tidak sejalan sehingga merasa salah pilih jurusan. Tahap mencoba-coba dan memilih jurusan sesuai dengan keinginan orang tua sering dialami mahasiswa tahun pertama. Universitas Sumatera Utara Masalah yang dihadapi oleh mahasiswa (Gunarsa dan Gunarsa, 1995): 1. Bersumber pada kepribadian Aspek motivasi penting agar gairah untuk belajar dan menekuni ilmu bisa berlangsung lancar. Kegairahan yang ditandai oleh disiplin diri yang kuat dan ditampilkan dalam ketekunan belajar dan menyelesaikan tugas-tugas. 2. Prestasi akademik Kegagalan dalam prestasi akademik bisa disebabkan karena kemampuan dasarnya tidak menyokong atau bakatnya kurang menunjang. Kegagalan juga bisa disebabkan mahasiswa yang kurang bisa mempergunakan cara belajar yang tepat atau kurangnya fasilitas. 3. Kondisi yang kurang menunjang Keadaan lingkungan perumahan yang tidak mendukung mahasiswa belajar dengan baik, misalnya penerangan, ventilasi, meja belajar, bising. Demikian pula keadaan psikologis di rumah, baik dalam hubungan dengan orang tua maupun dengan saudara-saudara. Bahkan juga lingkungan sosial dengan tuntutan yang memaksa untuk menyesuaikan diri. Kampus dengan ketersediaan fasilitas bisa menjadi sumber yang menghambat kelancaran belajar mahasiswa. 2.3 Hassles Assessment Scale for Student in College (HASS/Col) Stres merupakan suatu konsep yang sulit diartikan bahkan lebih sulit untuk menilainya. Meskipun demikian, berdasarkan bukti yang ada, stres memiliki hubungan yang moderat dengan kesehatan dan merupakan salah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit (Sarafino, 2006). HASS/Col adalah suatu skala yang terdiri dari kejadian umum yang tidak menyenangkan bagi para mahasiswa (Sarafino dan Ewing, 1999). Universitas Sumatera Utara Setiap kejadian tersebut diukur berdasarkan frekuensi terjadinya dalam satu bulan, dalam bentuk skala sebagai berikut: 1. Tidak pernah diberi skor 0 2. Sangat jarang diberi skor 1 3. Beberapa kali diberi skor 2 4. Sering diberi skor 3 5. Sangat sering diberi skor 4 6. Hampir setiap saat diberi skor 5 Semua penilaian diakumulasikan, kemudian disesuaikan dengan tingkatan stres. Skor kurang dari 75 menunjukkan seseorang mengalami stres lebih rendah, skor 75135 menunjukkan seseorang mengalami stres menengah, skor lebih dari 135 menunjukkan seseorang mengalamin stres lebih tinggi. Universitas Sumatera Utara