APBN 2013: Memperkuat Perekonomian Domestik Sidang Paripurna DPR pada 23 Oktober 2012, akhirnya menyetujui rancangan Pemerintah mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013. Di tengah situasi perekonomian global yang belum sepenuhnya bugar, APBN 2013 disusun untuk memperkuat daya tahan perekonomian domestik sehingga terus mendekatkan tercapainya sasaran-sasaran pembangunan jangka menengah nasional. “Sasaran utama pembangunan nasional 2013 adalah tercapainya pertumbuhan ekonomi pada 6,8-7,1 persen, menurunnya penggangguran terbuka menjadi 5,8-6,1 persen, dan menurunnya tingkat kemiskinan menjadi 9,5-10,5 persen," kata Menteri Keuangan Agus D W Martowardojo di depan Rapat Paripurna DPR ketika menanggapi pandangan umum fraksi-fraksi, awal September 2012. Untuk menuju sasaran tersebut, APBN 2013 dirancang untuk tetap ekspansif, dengan volume mencapai Rp1.683,0 triliun atau tumbuh 8,7 persen dari pagu APBNP 2012 yang hanya Rp1.548,3 triliun. Kenaikan volume ini diperlukan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi melalui percepatan pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat berpenghasilan rendah, perluasan lapangan kerja produktif, pemerataan pembangunan dan bantuan bagi masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan energi. Ikhtiar pemerataan pembangunan antara lain dilakukan dengan memperbesar alokasi transfer ke daerah. Dari total anggaran belanja Rp1.683,0 triliun, sebesar Rp528,6 triliun (31,4 persen) dialokasikan untuk transfer ke daerah, atau naik 10,4 persen ketimbang pagu transfer ke daerah tahun ini. Sementara itu, pos belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp1.154,4 triliun atau naik 7,9 persen dari pagu belanja Pemerintah Pusat tahun ini. Kencangnya pertumbuhan dana transfer ke daerah ketimbang pertumbuhan belanja pusat, memperlihatkan besarnya perhatian Pemerintah untuk mempercepat pembangunan daerah, memperkuat pelaksanaan desentralisasi fiskal, dan memeratakan pembangunan. Kebijakan fiskal yang ekspansif tak bisa dilakukan tanpa diiringi ikhtiar untuk menggenjot pos penerimaan. Pengeluaran yang sembrono tanpa kemampuan menambah penghasilan ibarat rumah tangga yang “besar pasak dari tiang”. Untuk itu, Pemerintah terus berupaya menggenjot pos pendapatan negara agar selisih antara belanja dan penerimaan tidak bertambah besar. Tahun 2013 mendatang, pendapatan negara direncanakan mencapai Rp1.529,7 triliun, atau naik 12,6 persen dari APBNP 2012 yang mencapai Rp 1.358,2 triliun. Dengan demikian, defisit anggaran (selisih antara belanja dan penerimaan) tahun depan akan mencapai Rp 153,3 triliun, lebih rendah dari target defisit tahun ini yang mencapai Rp190,1 triliun. Kita mencatat bahwa pada APBN 2013, laju pertumbuhan pendapatan lebih tinggi ketimbang pertumbuhan belanja negara. Ini menunjukkan ikhtiar Pemerintah untuk mengendalikan defisit anggaran, sebagai bagian dari upaya mencapai kemandirian fiskal. Total penerimaan perpajakan 2013 ditargetkan dapat menutup 70,9 persen dari kebutuhan belanja negara -- naik dari rasio tahun ini yang mencapai 65,6 persen. Upaya Pemerintah untuk tetap mempertahankan kebijakan fiskal yang sehat dan berkelanjutan juga tampak dari rasio antara defisit anggaran dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang terus menurun. Tahun 2013, rasio defisit terhadap PDB disepakati 1,65 persen, lebih rendah dari target defisit tahun ini yang mencapai 2,23 persen. Target defisit anggaran yang hanya 1,65 persen terhadap PDB sekaligus menegaskan kuatnya tekad Pemerintah menjaga kesehatan dan keberlanjutan fiskal dengan mempertahankan ‘level aman’ defisit maksimum tiga persen dari PDB, seperti diamanatkan undang-undang. Defisit APBN 2013 akan ditutup melalui pembiayaan yang sebagian besar bersumber dari dalam negeri. Rencananya, pembiayaan dari dalam negeri akan mencapai Rp172,8 triliun, sementara pembiayaan luar negeri yang hanya (minus) Rp19,5 triliun. Hal ini meneguhkan tekad Pemerintah untuk membangun dengan kekuatan dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada pinjaman luar negeri. Dengan perkembangan tersebut, rasio utang Pemerintah terhadap PDB dapat dijaga pada level 23 persen. Rasio ini masih jauh lebih rendah ketimbang rasio utang Pemerintah negara-negara berkembang lainnya yang rata-rata mencapai 33 persen dari PDB. Rendahnya rasio utang Pemerintah Indonesia mencerminkan kian kuatnya struktur ketahanan fiskal, sejalan dengan upaya kita mencapai kemandirian fiskal yang berkelanjutan. Pengendalian defisit bukan hanya dilakukan dengan optimalisasi penerimaan, tapi juga efisiensi belanja. Pada pos belanja, Pemerintah bertekad untuk terus melakukan penghematan, tanpa harus mengorbankan output. Sejumlah pos belanja, seperti perjalanan dinas dipangkas hingga 10–15 persen dari rencana semula. Hasil penghematan senilai Rp2,9 triliun ini dialokasikan untuk tambahan pos belanja modal. Dari pos pendapatan, penerimaan perpajakan akan tetap menjadi tulang punggung pendapatan negara. Total penerimaan perpajakan 2013 ditargetkan mencapai Rp 1.193,0 triliun atau 78,0 persen dari pendapatan negara, naik dari 74,8 persen tahun lalu. Dengan total penerimaan pajak sebesar itu, rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB atau tax ratio mengalami peningkatan dari 11,9 persen di tahun 2012 menjadi 12,9 persen di tahun 2013. Alokasi dan target-target APBN 2013 tersebut, disusun dengan sejumlah asumsi dasar ekonomi makro, yakni (a) pertumbuhan ekonomi 6,8 persen, (b) inflasi 4,9 persen, (c) suku bunga SPN 3 bulan 5,0 persen, (d) nilai tukar Rp9.300/US$, (e) harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price) US$100/barel, (f) lifting minyak bumi 900 ribu barel per hari, dan (g) lifting gas bumi 1.360 ribu barel setara minyak per hari.