APBN Tahun 2017 dan Pembangunan Ekonomi Indonesia Oleh: Eri Hariyanto, pegawai Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan*) Di era ekonomi modern saat ini, telah terbukti secara empiris bahwa mekanisme pasar tidak dapat berjalan sendiri tanpa peran pemerintah untuk mencapai kondisi perekonomian yang optimal. Kondisi ini memberikan legitimasi bagi pemerintah untuk mengambil peran yang lebih banyak dalam membuat kebijakan ekonomi agar manfaat dari perekonomian dapat dirasakan oleh seluruh komponen masyarakat. Kebijakan utama pemerintah dalam mengendalikan perekonomian diejawantahkan dalam anggaran negara. Melaui anggaran negara, Pemerintah menjalankan fungsi utamanya dalam melaksanakan alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi utama yang dijalankan oleh pemerintah tersebut bertujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Dalam beberapa teori ekonomi pembangunan, untuk mencapai kesejahteraan tersebut dapat ditempuh dengan pembangunan ekonomi. Sebenarnya konsep pembangunan ekonomi itu sendiri terus mengalami perkembangan. Pada era tahun 1960-an, pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi nasional untuk dapat dan mempertahankan laju pertumbuhan GNP pada kisaran 57% per tahun. Dapat dikatakan pula bahwa fokus pembangunan ekonomi pada waktu itu adalah pertumbuhan ekonomi. Pemerataan kesejahteraan akan diraih melalui mekanisme tetesan ke bawah (trickle down effect) atau pemerataan kesejahteraan akan terjadi secara otomatis setelah pertumbuhan ekonomi yang tinggi terjadi. Sayangnya konsep ini tidak memberikan perbaikan taraf ekonomi khususnya bagi negara-negara yang sedang berkembang. Kenyataan yang terjadi justru seiring melesatnya pertumbuhan ekonomi, jurang perbedaan antara kelompok kaya dan miskin semakin melebar. Kemudian pada awal dekade tahun 1970-an para ekonom mencoba melakukan redifinisi mengenai makna pembangunan ekonomi. Para ekonom berpendapat bahwa usaha-usaha pembangunan ekonomi bukan lagi menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja, namun juga pada upaya mengurangi kemiskinan dan ketimpangan. Todaro dan Smith (2003) menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara ditunjukkan oleh tiga nilai pokok, yaitu: (1) berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (sustenance), (2) meningkatnya rasa harga diri masyarakat sebagai manusia (self-esteem), dan (3) meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from survitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Berdasarkan definisi diatas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa definisi pembangunan ekonomi tersebut sangatlah luas bukan hanya sekedar meningkatnya GNP dari tahun ke tahun saja. Pembangunan ekonomi dapat didefinisikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan suatu negara dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya. Adelman (1975) berpendapat bahwa tujuan pembangunan ekonomi harus difokuskan kepada tingkat kesejahteraan individu (masyarakat) moril dan material yang disebut dengan istilah depoperisasi (depauperization). Pemerintah Indonesia sepaham dengan konsep pembangunan ekonomi di atas. Dalam berbagai kebijakan ekonomi yang dituangkan dalam anggaran negara, Pemerintah tidak hanya berfokus dalam mengejar pertumbuhan ekonomi namun juga sangat memerhatikan pengurangan tingkat kemiskinan dan kesenjangan yang terjadi ditengah masyarakat. Seperti diketahui bahwa hingga awal tahun 2017 indeks rasio gini Indonesia baik secara nasional maupun per-daerah masih cukup tinggi. Demikian halnya dengan kemiskinan, meskipun secara persentase mengalami penurunan namun jumlah kemiskinan di Indonesia masih cukup besar. Sehingga pengurangan kesenjangan dan kemiskinan menjadi salah satu target utama dalam pembangunan ekonomi. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), disebutkan bahwa beberapa strategi dalam menanggulangi kemiskinandan kesenjangan yaitu: Penanggulangan kemiskinan diarahkan pada penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat secara bertahap dengan mengutamakan prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi; Pengembangan sistem perlindungan dan jaminan sosial untuk memastikan dan memantapkan pemenuhan hak-hak rakyat akan pelayanan sosial dasar, terutama kelompok masyarakat yang kurang beruntung; Meningkatkan peran koperasi dan pemberdayaan usaha mikro dan kecil; dan Peningkatan kesempatan kerja penduduk miskin. Seiring dengan strategi dalam RPJM, APBN pada tahun 2017 menerjemahkan strategi RPJM dalam arah kebijakan fiskal yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dengan tema utama adalah memacu pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan kesempatan kerja serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah. RKP itu sendiri mencakup tiga dimensi pembangunan yaitu: (1) dimensi pembangunan manusia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa, (2) dimensi pembangunan sektor unggulan yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing, serta mewujudkan kemandirian ekonomi, dan (3) dimensi pemerataan dan kewilayahan yang bertujuan untuk memperbaiki distribusi pendapatan dan pengurangan kesenjangan antar wilayah. Dalam rangka penanggulangan kesenjangan dan kemiskinan tersebut, melalui APBN 2017 Pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan diantaranya adalah peningkatan transfer ke daerah dan dana desa. Pemerintah meyakini bahwa desentralisasi fiskal merupakan instrumen penting dalam memperbaiki pelayanan dasar berkualitas, menurunkan kesenjangan antar daerah, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk tahun anggaran 2017, alokasi TKKD mencapai Rp764,9 triliun, termasuk dana desa sebesar Rp60 triliun. Jumlah itu lebih besar Rp1,3 triliun dibandingkan anggaran belanja kementerian dan lembaga. Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu menjelaskan bahwa pemberian dana transfer yang lebih besar dari belanja kementerian dan lembaga bertujuan untuk menggempur kemiskinan yang terkonsentrasi di desa. Keberpihakan APBN kepada penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan diharapkan dapat mewujudkan tujuan pembangunan ekonomi. *) Tulisan adalah pendapat pribadi dan bukan kebijakan dari institusi tempat penulis bekerja.