KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL BIRO KOMUNIKASI DAN LAYANAN INFORMASI JI. Dr. Wahidin Raya No.1 Jakarta 10710 Telepon (021) 3449230 ext. 6347/48; Fax: (021) 3500847 Website:www.kemenkeu.go.id; email: [email protected] SIARAN P~RS Nomor: Tanggal: 14 IKLl/2014 23 Januari 2014 Utang Pemerintah Terus Dapat Dijaga Pad a Level Yang Aman Hampir semua negara di dunia melakukan utang. Utang merupakan instrumen fiskal dalam rangka mencapai target-target ekonomi makro, terutama pertumbuhan ekonomi dan pengurangan tingkat pengangguran. Utang Pemerintah yang digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan produktif seperti pembangungan infrastruktur dapat memberikan multiplier effect dalam menggerakkan perekonomian nasional. Besaran utang Pemerintah setiap tahunnya dibahas dalam proses penyusunan RUU APBN dimana besarnya utang terutama akan dipengaruhi oleh besaran defisit APBN yang ditetapkan. Seberapa besar Pemerintah boleh berutang diatur dalam Undang-undang Keuangan Negara yaitu: (i) batas maksimal defisit APBN dan APBD adalah 3% dari PDB; (ii) total outstanding utang Pemerintah maksimal 60% dari PDB. Rasio-rasio yang merujuk pada standar Maastricht Treaty ini dinilai akan dapat menjaga utang Pemerintah dalam batas yang masih dapat dikelola dengan baik (manageable) dan menjamin keberlanjutan fiskal (fiscal sustainability). Realisasi defisit APBN tahun 2010 adalah sebesar 0,73%, tahun 2011 sebesar 1,14%, dan tahun 2012 sebesar 1,86% dari PDB. Adapun realisasi sementara defisit APBN 2013 adalah 2,24%, dan turun menjadi 1,7% pada APBN tahun 2014. Tingkat defisit APBN tersebut masih relatif rendah dan dikonfirmasi oleh berbagai lembaga rating sebagai salah satu kunci Indonesia dapat mempertahankan level credit rating-nya dengan outlook minimal stable di tengah banyak negara mengalami downgrade maupun penurunan outlook sebagai dampak krisis perekonomian global. Fitch, misalnya, menggarisbawahi bahwa Pemerintah Indonesia mengelola fiskalnya dengan sangat disiplin (Reuters 15 November 2013). Sementara itu Moody's menilai bahwa fiskal Pemerintah cukup kuat sejalan dengan beban utang yang rendah dan defisit yang terjaga (Moody's release tanggal 24 Oktober 2013). Dari sisi outstanding, utang Pemerintah mengalami kenaikan dari Rp 1.590,66 triliun pada akhir 2009 menjadi Rp 2.371,39 triliun pada akhir 2013. Kenaikan outstanding utang ini disebabkan oleh realisasi kebutuhan pembiayaan APBN maupun sebagai dampak melemahnya kurs rupiah, mengingat sebagian utang Pemerintah adalah dalam mata uang asing. Untuk secara obyektif menilai level utang Pemerintah Indonesia, perlu dilihat beberapa indikator kunci sebagai berikut. Pertama, rasio utang Pemerintah terhadap PDB di akhir tahun 2013 adalah sekitar 26% (dengan outlook PDB tahun 2013 sebesar Rp 9.112,4 triliun), turun dari 28,3% pada akhir tahun 2009. Rasio utang terhadap PDB sekitar 26% ini tidak saja masih jauh lebih rendah daripada batas yang diperkenankan oleh Undang-undang Keuangan Negara maupun standar Maastricht Treaty sebesar 60%, namun juga jauh lebih rendah dibandingkan rasio utang terhadap PDB dari negara-negara lain, misalnya Jepang sekitar 243%; USA sekitar 106%; Thailand sekitar 47%; Malaysia sekitar 57%; dan Philipina sekitar 41 %. Kedua, outstanding utang Pemerintah dibagi dengan jumlah penduduk (utang perkapita) 1/2 pad a tahun 2013 diperkirakan sekitar Rp 8,6 juta (outlook), lebih tinggi dari posisi tahun 2009 sebesar Rp 6,8 juta. Dengan menggunakan kurs akhir tahun, utang perkapita Indonesia tahun 2013 tersebut ekuivalen dengan USD707,5. Utang perkapita Indonesia ini relatif kecil dibandingkan negara-negara lain seperti Jepang sekitar USD 101.765; USA sekitar USD 53.378; Thailand sekitar USD 2.514; Malaysia sekitar USD 5.539; dan Philipina sekitar USD 1.081. Besaran rasio-rasio utang Pemerintah Indonesia tersebut masih dalam batas-batas aman yang menjamin keberlanjutan fiskal (fiscal sustainability). Sebagai dampak dari kebijakan fiskal Pemerintah, termasuk di dalamnya pengelolaan defisit anggaran yang terkendali, serta kebijakan Pemerintah lainnya, kapasitas perekonomian kita terus tumbuh, antara lain ditunjukkan oleh kenaikan PDB dari Rp 5.613,4 triliun pada tahun 2009 menjadi sekitar Rp 9.112,4 triliun pada tahun 2013 (outlook). Demikian pula pendapatan perkapita naik dari Rp 23.927.460,7 pada tahun 2009 menjadi Rp 36.697.846,4 pada tahun 2013 (outlook). Hal ini menunjukkan kemampuan perekonomian Indonesia yang semakin besar untuk membayar kewajiban utangnya dengan tanpa mengorbankan keberlanjutan fiskal (fiscal sustainability). Dalam rangka memastikan utang Pemerintah terus dapat dijaga pada level yang aman, di samping melaksanakan kebijakan fiskal yang hati-hati (prudent), Pemerintah juga berupaya meningkatkan pengelolaan utang (debt management) secara berkelanjutan. Di antara kebijakan pengelolaan utang yang penting adalah: mengutamakan sumber pembiayaan utang domestik; mengembangkan pasar surat berharga negara (SBN); dan mengutamakan penggunaan utang untuk kegiatan produktif seperti pembangunan infrastruktur. (ch) 2/2