perlakuan kombinasi antara pencelupan air panas dan iradiasi

advertisement
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
PERLAKUAN KOMBINASI ANTARA PENCELUPAN AIR
PANAS DAN IRADIASI GAMMA PADA BAKSO SAPI
TERHADAP JUMLAH TOTAL BAKTERI
(The Influences of Hot Water Dipping and Irradiation on Beef Meatballs)
HARSOJO1, L.S. ANDINI1 dan TITIEN OCTAVIA2
1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN, Jakarta.
2
Institut Sains dan Teknologi Nasional, Jakarta
ABSTRACT
Bakso or meatball is a common continental food for the society, however it is also represent medium for
the development of microbes. A research was conducted to know the influence of combined treatments
between dipping in hot water and irradiation on beef meatballs. Meatballs were dipped in hot water for 0; 2.5
and 5 minutes and then irradiated with a dose of 0; 0.5; 1.0 and 1.5 kGy. The dose rate was 2.657 kGy/h. The
results showed combined treatments between dipping for 2.5 minutes and irradiation at 0 kGy, the total
bacteria amount varied from 2.95 up to 3.76 log cfu/g, while the total coliform bacteria varied from 2.95 up to
3.72 log cfu/g. Combinated treatments between dipping 5 minutes and irradiation at 0 kGy the total bacteria
amount varied from 2.70 up to 3.48 log cfu/g, while the total coliform bacteria amount varied from 2.37 up to
3.36 log cfu/g. Combined treatments between dipping for 2.5 minutes and irradiation at 1.0 kGy could
eliminate all of the bacteria including coliform bacteria. No Salmonella was detected in all samples observed.
Key words: Meatball, irradiation, dipping
ABSTRAK
Bakso merupakan makanan yang banyak digemari masyarakat, akan tetapi bakso juga merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan mikroba kontaminan. Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui
pengaruh perlakuan kombinasi antara pencelupan air panas dan iradiasi gamma terhadap jumlah bakteri bakso
sapi. Bakso sapi dicelup dalam air panas selama 0; 2,5 dan 5 menit kemudian diiradiasi dengan dosis 0; 0,5;
1,0 dan 1,5 kGy pada laju dosis 2,657 kGy/jam. Hasil yang diperoleh menunjukkan perlakuan kombinasi
antara pencelupan 2,5 menit dan iradiasi 0 kGy, jumlah total bakteri berkisar antara 2,95 dan 3,76 log
koloni/g, sedang untuk total bakteri koli berkisar antara 2,95 dan 3,72 log koloni/g. Pada perlakuan kombinasi
antara pencelupan 2,5 menit dan iradiasi 1,0 kGy telah mampu menghambat pertumbuhan total bakteri
termasuk bakteri koli. Perlakuan kombinasi antara pencelupan 5 menit dan iradiasi 0 kGy jumlah total bakteri
berkisar antara 2,70 dan 3,48 log koloni/g, sedang untuk jumlah bakteri koli berkisar antara 2,37 dan 3,36 log
koloni/g. Tidak ada Salmonella yang ditemukan pada semua sampel yang diteliti.
Kata kunci: Bakso, iradiasi, pencelupan
PENDAHULUAN
Bakso merupakan produk olahan daging
dan banyak digemari masyarakat. Kekenyalan
disebabkan bakso terbuat dari campuran
hancuran daging yang belum dimasak dengan
tepung
pati
dalam
jumlah
tertentu
(PANDISURYA, 1983). Tepung yang umum
digunakan dalam pembuatan bakso adalah
tepung tapioka dengan persentase dalam
102
komposisi yang tidak pasti, tergantung dari
harga jual yang diinginkan. Pemasaran bakso
di pasar tradisional dilakukan pada kondisi
suhu kamar dengan lingkungan yang kurang
diperhatikan sanitasinya.
Pedagang bakso umumnya membeli bakso
dari industri bakso rumah tangga untuk
menekan harga jual, sehingga keamanan serta
mutunya tidak dijamin. Produsen bakso belum
tentu menerapkan Good Manufacturing
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Practices (GMP), sehingga bakso yang
dihasilkan kemungkinan terkontaminasi bakteri
sangat besar.
Hasil penelitian terdahulu (HARSOJO dan
ANDINI, 2003), menununjukkan bahwa pada
bakso sapi yang diteliti ternyata kontaminasi
bakteri cukup tinggi (11,4 x 107 koloni/g),
sehingga bila dikaitkan dengan STANDAR
NASIONAL INDONESIA (1995) bakso sapi
tersebut tidak memenuhi persyaratan karena
telah melebihi ambang batas yang diizinkan.
Dalam kehidupan sehari-hari, pemilihan
bahan pangan maupun makanan yang bergizi,
sehat, aman dan tidak terkontaminasi bahan
beracun sulit dilakukan. Ketidakamanan ini
dapat terjadi disebabkan oleh kontaminasi
silang
maupun
kontaminasi
ulang.
Kontaminasi silang ini dapat melalui alat-alat
atau
karena
meletakkan
bahan
pangan/makanan berdekatan dengan bahan
yang sudah terkontaminasi, atau dapat juga
terjadi bila sarana, wadah, atau tempat
penyimpanan digunakan bersama-sama antara
bahan mentah dengan bahan yang telah
matang. Kontaminasi ulang tersebut terjadi
karena kurang memperhatikan sanitasi dan
higienis, begitu pula dengan pekerja yang
kurang menjaga kebersihan.
Di Indonesia kasus penyakit asal pangan
jarang dilaporkan sehingga data yang diperoleh
kurang lengkap. Diare di Indonesia sering
dianggap sebagai bukan suatu penyakit, sedang
pada anak-anak yang mengalami diare sering
dianggap sebagai “tanda” anak mau tumbuh.
Beberapa patogen asal pangan dapat
menimbulkan penyakit di organ tubuh lain
seperti gagal ginjal, keguguran kandungan,
bayi lahir mati dan lain-lain.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
sanitasi serta pengaruh kombinasi perlakuan
antara pencelupan dan iradiasi terhadap bakso
sapi.
BAHAN DAN METODE
Bahan. Bakso sapi yang digunakan dibeli
dari 3 tempat yang berbeda di Jakarta Selatan
yaitu a) warung bakso Srengseng Sawah, b)
warung bakso Pasar Jumat dan c) pasar Pondok
Labu.
Pencelupan bakso. Masing-masing sampel
dicelupkan dalam air panas mendidih selama 0;
2,5 dan 5,0 menit. Kemudian secara aseptis
sampel dipotong kecil-kecil dan ditimbang
untuk selanjutnya dibungkus dalam kantong
plastik.
Persiapan iradiasi. Masing-masing setelah
mengalami perlakuan pencelupan diiradiasi di
Irpasena dengan dosis 0; 0,5; 1,0 dan 1,5 kGy
pada laju dosis 2,657 kGy. Selanjutnya sampel
dimasukkan dalam air pepton untuk dilakukan
pengenceran bertingkat.
Penentuan jumlah total bakteri aerob.
Penentuan jumlah total bakteri aerob dilakukan
dengan cara menimbang sampel sebanyak 25
g, kemudian dicampur dengan air pepton steril
(225 ml) dan selanjutnya dilakukan pengenceran
bertingkat. Sejumlah 0,1 ml larutan suspensi
ditanam pada media lempeng cawan petri yang
berisi agar nutrien (0xoid) dan diinkubasi pada
suhu kamar selama 24-48 jam.
Penentuan jumlah bakteri koli. Penentuan
jumlah bakteri koli dilakukan seperti pada
penentuan jumlah total bakteri aerob. Media
yang digunakan ialah media selektif agar Mac
Conkey (0xoid) dan diinkubasi pada suhu 37o
C selama 24-48 jam.
Penentuan
jumlah
salmonella.
Pemeriksaan salmonella dilakukan dengan cara
sampel ditimbang sebanyak 10 g kemudian
ditanam dalam media pengaya dan dieram pada
suhu 37oC selama 24 jam dan selanjutnya
ditanam dalam media selektif (XLD) yang
dieram pada suhu 37oC selama 48 jam. Koloni
tersangka diidentifikasi secara mikrobiologi
dan biokimia ke arah salmonella dan
dilanjutkan dengan uji serologi untuk ditentukan
serotipe seperti pada prosedur yang dilakukan
ANDINI et al. (1995) dan POERNOMO (1994).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 menunjukkan kombinasi perlakuan
antara pencelupan dan iradiasi terhadap jumlah
total bakteri bakso sapi. Kontaminasi tertinggi
didapatkan pada bakso yang berasal dari
warung bakso Pasar Jum'at (7,66 log koloni/g),
kemudian diikuti oleh warung bakso Srengseng
Sawah (7,18 log koloni/g) dan terakhir Pasar
Pondok Labu sebesar 6,87 log koloni/g. Bila
mengacu pada STANDAR NASIONAL INDONESIA
(SNI, 1995) terlihat dari ke 3 lokasi penjual
103
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
bakso tersebut tidak ada yang memenuhi
persyaratan, semuanya telah melebihi ambang
batas yang diizinkan. Pada kombinasi
perlakuan antara pencelupan 0 menit dan
iradiasi dengan dosis 1,0 kGy terlihat bakso
yang berasal dari warung bakso Srengseng
Sawah dan pasar Pondok Labu dapat diterima
sesuai dengan standar STANDAR NASIONAL
INDONESIA (1995). Pada kombinasi perlakuan
tersebut ternyata dapat menurunkan jumlah
total koloni bakteri aerob dari lokasi A, B dan
C masing-masing sebesar 3, 2 dan 2 desimal.
Hal ini menunjukkan bahwa para penjual bakso
maupun
produsen
bakso
kurang
memperhatikan sanitasi barang dagangannya.
Bakso yang berasal dari warung bakso Pasar
Jumat terlihat mutunya yang paling jelek
diantara ke 3 macam penjual bakso. Pada
kombinasi perlakuan antara pencelupan 0
menit dan iradiasi 1,5 kGy jumlah koloni
bakteri mencapai 4,05 log koloni/g. Jumlah
koloni bakteri tersebut memenuhi persyaratan
STANDAR NASIONAL INDONESIA (1995).
Tabel 1. Kombinasi perlakuan antara pencelupan
dan iradiasi terhadap jumlah total bakteri
aerob pada bakso sapi
Pencelupan
(menit)
0
2,5
5,0
A
B
C
=
=
=
=
Dosis
(kGy)
0
Lokasi
A
B
C
------log koloni/g-----7,18
7,66
6,87
0,5
5,97
6,06
5,64
1,0
4,95
5,28
4,57
1,5
3,58
4,05
3,16
0
3,50
3,76
2,95
0,5
2,80
2,95
2,43
1,0
-
-
-
1,5
-
-
-
0
3,17
3,48
2,70
0,5
-
-
-
1,0
-
-
-
1,5
-
-
-
tidak ada pertumbuhan bakteri
warung bakso Srengseng Sawah
warung bakso Pasar Jum'at
pasar Pondok Labu
Tingginya kontaminasi bakteri pada ke 3
macam warung bakso menunjukkan bahwa
104
produsen bakso maupun pedagang tidak atau
belum mengetahui tentang Good Manufacturing
Practices (GMP) ataupun sanitasi. Hal lain
terjadi tingginya kontaminasi mungkin juga
disebabkan adanya kontaminasi silang melalui
alat maupun cara meletakkan bahan-bahan
yang dijual.
E. coli merupakan salah satu bakteri
indikator sanitasi yang termasuk kelompok
bakteri koli (koliform). Hal ini karena bakteri
tersebut umumnya terdapat dan hidup pada
usus manusia dan tidak membentuk spora,
akan tetapi beberapa jenis E. coli dapat bersifat
patogen. Dengan adanya bakteri tersebut pada
makanan atau air menunjukkan bahwa dalam
pengolahannya telah terjadi kontak dengan air
yang tercemar kotoran manusia yang
kemungkinan mengandung bakteri patogen lain
yang
berbahaya
(SURIAWIRIA,
1986,
POERNOMO, 1995; RATIH, 2003).
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa
pada bakso yang dijual dari ketiga tempat
tersebut mengandung E. coli sebesar 10% dari
jumlah total bakteri koli. Disamping itu pada
penelitian ini tidak dilakukan isolasi E. coli
untuk mengetahui patogenitasnya seperti E.
coli 0157:H7 yang antara lain dapat
menyebabkan gagal ginjal, diare berdarah dan
lain sebagainya. Bakteri tersebut pernah
menyebabkan kasus yang menghebohkan yaitu
dengan menelan korban 73.000 orang di
Amerika dan umumnya yang menjadi korban
adalah anak-anak balita (WINARNO, 2003).
Tabel 2 menunjukkan pengaruh kombinasi
perlakuan antara pencelupan dan iradiasi
terhadap jumlah total bakteri koli. Pada tabel
tersebut terlihat jumlah total bakteri koli
tertinggi didapatkan pada warung bakso Ps.
Jumat (B) sebesar 7,29 log koloni/g, kemudian
dengan warung bakso Srengseng Sawah (A)
sebesar 7,04 log koloni/g, dan selanjutnya
pasar Pondok Labu (C) sebesar 5,29 log
koloni/g. Bila dikaitkan dengan STANDAR
NASIONAL INDONESIA (1995), semua sampel
bakso yang diteliti telah melebihi ambang batas
yang diizinkan yaitu maksimum 10 koloni/g.
Pada kombinasi perlakuan antara pencelupan 0
menit dan iradiasi sampai dengan dosis 1,5
kGy telah terjadi penurunan jumlah total
bakteri koli yang berkisar antara 3 dan 4
desimal. Akan tetapi jumlah total koloni
bakteri koli masih tetap tinggi yaitu berkisar
antara 3,16 dan 3,91 log koloni/g. Kombinasi
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
perlakuan pencelupan 5 menit tanpa iradiasi
menunjukkan jumlah total koloni bakteri koli
masih melebihi ambang batas yang diizinkan
yaitu berkisar antara 2,37 dan 3,36 log koloni/
g, walaupun telah terjadi penurunan jumlah
total koloni bakteri koli sebesar 4 desimal.
Kombinasi perlakuan antara pencelupan 2,5
menit dan iradiasi dengan dosis 1 kGy dapat
menghambat pertumbuhan bakteri koli
sehingga memenuhi ambang batas STANDAR
NASIONAL INDONESIA (1995) yang diizinkan.
Tingginya cemaran bakteri koli pada bakso
dari ketiga tempat penjual walaupun telah
dicelup dalam air mendidih selama 5 menit
menunjukkan bahwa produsen dan penjual
bakso kurang memperhatikan sanitasi dan ada
kemungkinan datangnya bakteri koli berasal
dari penggunaan air yang telah tercemar.
Kemungkinan lain adalah produk bakso yang
dibuat telah memenuhi standar persyaratan
STANDAR NASIONAL INDONESIA (1995) akan
tetapi terjadi kontaminasi silang. Umumnya
bakso dibuat pada malam hari dan dijual pada
pagi hari. Hal ini memungkinkan terjadinya
kontaminasi karena penyimpanan
Tabel 2. Kombinasi perlakuan antara pencelupan
dan iradiasi terhadap jumlah bakteri koli
pada bakso sapi
Lokasi
Pencelupan
(menit)
Dosis
(kGy)
A
0
0
7,04
7,29
5,29
0,5
5,94
6,04
4,94
1,0
4,91
4,81
4,56
1,5
3,46
3,91
3,16
0
3,46
3,72
2,95
0,5
2,73
2,67
1,82
1,0
-
-
-
B
C
------log koloni/g------
2,5
5,0
A
B
C
=
=
=
=
1,5
-
-
-
0
3,10
3,36
2,37
1,5
-
-
-
1,0
-
-
-
1,5
-
-
-
tidak ada pertumbuhan bakteri
warung bakso Srengseng Sawah
warung bakso Pasar Jumat
pasar Pondok Labu
yang kurang diperhatikan atau transportasi
selama bakso dibawa dari tempat produsen ke
penjual tidak mengikuti petunjuk (POERNOMO,
1995). Disamping itu ada kemungkinan mereka
baik produsen maupun penjual belum
mengetahui adanya batas maksimum bakteri
yang diizinkan dalam makanan. Untuk itu
perlu adanya pelatihan/penyuluhan kepada
industri kecil agar pengetahuan sanitasi dan
batas cemaran dapat menjadi perhatian.
Pada penelitian bakso tersebut tidak
ditemukan adanya Salmonella pada semua
sampel.
Dengan
tidak
ditemukannya
salmonella pada bakso tersebut tidak berarti
bahwa bakso tersebut telah aman untuk
dikonsumsi, sebab dari hasil pengujian
cemaran bakteri koli menunjukkan telah
melebihi ambang batas yang diizinkan oleh
STANDAR NASIONAL INDONESIA (1995).
KESIMPULAN
Jumlah total bakteri aerob dan koliform
pada contoh baso melebihi ambang batas yang
diizinkan menurut Standar Nasional Indonesia.
Salmonella tidak ditemukan, meskipun
demikian bukan berarti bahwa bakso tersebut
aman untuk dikonsumsi. Bakso yang berasal
dari warung bakso Pasar Jumat (lokasi B)
mempunyai cemaran bakteri aerob dan
koliform yang paling tinggi di antara ketiga
lokasi lainnya. Kombinasi perlakuan antara
pencelupan 2,5 menit dan iradiasi dengan dosis
1 kGy dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
sdr. Armanu dan Edy Mulyana atas bantuannya
sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan
lancar.
DAFTAR PUSTAKA
ANDINI, L.S., HARSOJO, S.D. ANASTASIA dan M.
MAHA. 1995. Efek iradiasi Gamma pada
Salmonella spp yang diisolasi dari daging
ayam segar, Ris. Pertemuan Ilmiah
APISORA-BATAN, Jakarta Desember 1995.
hlm. 165.
105
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
HARSOJO dan L. ANDINI. 2003. Cemaran mikroba
pada makanan olahan asal ternak. (belum
diterbitkan).
PANDISURYA, C. 1983. Pengaruh Jenis Daging dn
Penambahan Tepung Terhadap Mutu Bakso.
Skripsi. Fak. Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
POERNOMO, S. 1994. Salmonella pada ayam di
rumah porong dan lingkungannya di wilayah
jakarta dan sekitarnya. Seminar Nasional
Teknologi Veteriner untuk Meningkatkan
Kesehatan Hewan dan Pengamanan Bahan
Pangan Asal Ternak. Balai Penelitian Veteriner.
Bogor.
POERNOMO, S. 1995. Standar higiene dan keamanan
pangan. Bahan Penataran Manajemen Usaha
Jasa Boga, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
RATIH, D.H. 2003. Bakteri indikator keamanan air
minum. Harian Kompas, 29 Juni. hlm. 22.
STANDAR NASIONAL INDONESIA. 1995. Batas
maksimum cemaran mikroba bakso daging.
STANDAR NASIONAL INDONESIA. 1995. Batas
maksimum cemaran mikroba baso daging.
Departemen Perdindustrian dan Perdagangan
Republika Indonesia.
SURIAWIRIA, U. 1986. Pengantar Mikrobiologi
Umum. Cetakan ke-10. Penerbit Angkasa
Bandung.
WINARNO, F.G. 2003. Apakah produk pangan di
Amerika Serikat “Paling aman”?. Harian
Kompas, 11 Maret. hlm. 30.
DISKUSI
Pertanyaan:
Berapa perubahan real jumlah bakteri (TPC) pada pencelupan air panas dan iradiasi nyata taraf
berapa (P≤0,05 atau P≤0,01)?
Jawab:
Pada pencelupan dengan air panas 2,5 menit, persentase bakteri 107 jika diiradiasi 0,5 kGy
menurun sampai dengan 2 desimal, dosis iradiasi 1,0 kGy menurun sampai 3 desimal dan dosis
iradiasi 1,5 kGy menurun sampai dengan 4,5 desimal. Pada pencelupan air panas 2,5 menit
perubahan bakteri mencapai 103.
106
Download