perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DEIKSIS DALAM WACANA DI HALAMAN PENDIDIKAN HARIAN SOLOPOS EDISI AGUSTUS – OKTOBER 2011: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK SKRIPSI Oleh : TAUFIQIYYAH NUR ‘AINI K1208049 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user MEI 2012 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DEIKSIS DALAM WACANA DI HALAMAN PENDIDIKAN HARIAN SOLOPOS EDISI AGUSTUS – OKTOBER 2011: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK Oleh : TAUFIQIYYAH NUR ‘AINI K1208049 Skripsi diajukan sebagai salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user MEI 2012 iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id MOTTO Niatkan segala sesuatu karena Allah SWT. (Penulis) Awali segala sesuatu dengan bismillah dan akhiri dengan alhamdulillah. (Penulis) Allah SWT tidak akan mengubah nasib seseorang, jika orang itu tidak mau berusaha untuk mengubahnya. (QS. Ar-Ra’du: 11) Diwajibkan atas setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan untuk menuntut ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat. (Hadist) commit to user vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERSEMBAHAN Dengan ucapan syukur alhamdulillahirabbil’alamin kupersembahkan karya ini untuk: Bapak Muhjiddin (ayahku tercinta) Terima kasih atas doa, kerja keras, pengorbanan, dan kasih sayang yang telah kau berikan padaku. Tiada sesuatupun yang lebih indah dibandingkan dengan semua hal yang telah kau berikan untuk membesarkan dan mendewasakanku. Mas Heru, Mbak Novi, Mas Koko, Mbak Yayan, Mas Teguh, Mbak Putri, Mas Lihin, Dhek Yusuf (kakak-kakak dan adikku) Terima kasih karena selalu mendorong langkahku dengan perhatian, semangat, dan bimbingan yang kalian berikan. Ridho, Fahri, Asya, Najwa (keponakan-keponakanku tersayang) Terima kasih atas semangat, keceriaan, dan canda tawa yang selalu kalian berikan. commit to user vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRAK Taufiqiyyah Nur ‘Aini. DEIKSIS DALAM WACANA DI HALAMAN PENDIDIKAN HARIAN SOLOPOS EDISI AGUSTUS – OKTOBER 2011: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Mei 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan (1) bentuk-bentuk deiksis; dan (2) fungsi-fungsi deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah kalimat yang mengandung deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini digunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan analisis dokumen. Uji validitas data menggunakan trianggulasi teori. Berdasarkan analisis data dapat diambil dua simpulan. Pertama, bentukbentuk deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos adalah a) deiksis persona, bentuk-bentuk deiksis persona yang ditemukan misalnya saya, kita, kami, dia, mereka, dekan, ayah; b) deiksis tempat (ruang), bentuk-bentuk deiksis tempat (ruang) yang ditemukan, misalnya setempat, sini, sana; c) deiksis waktu, bentuk-bentuk deiksis waktu yang ditemukan, misalnya sekarang, dulu, nanti, belum lama ini, depan; d) deiksis wacana, bentuk-bentuk deiksis wacana yang ditemukan, misalnya itu, ini, tersebut, demikian, adalah, yaitu, ia, mereka; dan e) deiksis sosial, bentuk-bentuk deiksis sosial yang ditemukan, misalnya bu, ustad, kaum duafa, difabel, tidak mampu. Kedua, fungsifungsi deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos adalah a) fungsi-fungsi deiksis persona, yaitu (1) merujuk pada orang yang berbicara, misalnya saya; (2) merujuk pada orang yang dibicarakan, misalnya dia, ia, dirinya, -nya; (3) menunjukkan perbedaan tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur, misalnya suami, ayah; (4) menunjukkan bentuk eksklusif, misalnya kami; (5) menunjukkan bentuk inklusif, misalnya kita; (6) menunjukkan bentuk jamak, misalnya mereka; dan (7) menunjukkan jabatan yang dimiliki seseorang, misalnya rektor; b) fungsi-fungsi deiksis tempat (ruang), yaitu (1) menunjuk pada tempat yang dekat dengan pembicara, misalnya sini; dan (2) menunjuk pada tempat yang jauh dari pembicara, misalnya setempat, sana; c) fungsi-fungsi deiksis waktu, yaitu (1) merujuk pada saat tuturan, misalnya kini; (2) merujuk pada waktu lampau, misalnya dulu; (3) merujuk pada waktu sesudah saat tuturan, misalnya nanti; dan (4) menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual, misalnya belum lama ini; d) fungsi-fungsi deiksis wacana, yaitu (1) merujuk pada hal yang telah disebut, misalnya tersebut; (2) merujuk pada hal yang akan disebut, misalnya merupakan; (3) merujuk pada jumlah yang banyak, misalnya mereka; dan (4) menyimpulkan sesuatu, misalnya demikian; e) fungsi-fungsi deiksis sosial, yaitu (1) sebagai pembeda tingkat sosial penutur dan mitra tutur, misalnya ustad; (2) untuk menjaga sopan-santun berbahasa, misalnya difabel; dan (3) sebagai bentuk sikap sosial kemasyarakatan, misalnya almarhum. commit user harian Solopos Kata kunci: deiksis, bentuk deiksis, fungsitodeiksis, viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “DEIKSIS DALAM WACANA DI HALAMAN PENDIDIKAN HARIAN SOLOPOS EDISI AGUSTUS – OKTOBER 2011: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK”. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut. 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penyusunan skripsi ini; 2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni yang telah memberikan motivasi dan izin penyusunan skripsi ini; 3. Dr. Kundharu Saddhono, S.S., M.Hum. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan izin penyusunan skripsi ini; 4. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. selaku Pembimbing I yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini; 5. Drs. Slamet Mulyono, M.Pd. selaku Pembimbing II yang selalu memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini; 6. Prof. Dr. Sumarlam, M.S., Ivan Indrakesuma, Yuli Kusumawati, S.S., dan Rininta Citra, S.Pd. yang telah bersedia menjadi narasumber dalam penyusunan skripsi ini; dan 7. Semua pihak yang turut membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. commit to user ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Semoga pihak-pihak tersebut selalu mendapatkan limpahan rahmat dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Surakarta, Mei 2012 Penulis commit to user x perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI Halaman Halaman judul ............................................................................................ i PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................. ii PENGAJUAN ............................................................................................ iii PERSETUJUAN ........................................................................................ iv PENGESAHAN ......................................................................................... v MOTTO ..................................................................................................... vi PERSEMBAHAN ...................................................................................... vii ABSTRAK ................................................................................................. viii KATA PENGANTAR ............................................................................... ix DAFTAR ISI .............................................................................................. xi DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... 7 C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7 D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................... 9 A. Kajian Teori ................................................................................... 9 1. Hakikat Pragmatik .................................................................... 9 a. Definisi Pragmatik .............................................................. 9 b. Sumber Kajian Pragmatik ................................................... 11 2. Hakikat Konteks ....................................................................... 12 3. Hakikat Deiksis ........................................................................ commit to user a. Definisi Deiksis .................................................................. 14 xi 14 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id b. Macam-macam Deiksis ...................................................... 15 c. Bentuk-bentuk Deiksis ....................................................... 20 4. Hakikat Wacana ....................................................................... 30 a. Definisi Wacana ................................................................. 30 b. Jenis Wacana ...................................................................... 31 5. Hakikat Surat Kabar ................................................................. 33 a. Definisi Surat Kabar ........................................................... 33 b. Ciri-ciri Surat Kabar ........................................................... 34 c. Fungsi Surat Kabar ............................................................. 35 d. Sifat Surat Kabar ................................................................ 36 e. Kategorisasi Isi Surat Kabar ............................................... 38 f. Bahasa Surat Kabar ............................................................ 39 B. Penelitian yang Relevan ................................................................. 40 C. Kerangka Berpikir .......................................................................... 44 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 46 A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 46 B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ..................................................... 46 C. Data dan Sumber Data ................................................................... 47 D. Teknik Sampling (Cuplikan) .......................................................... 47 E. Pengumpulan Data ......................................................................... 48 F. Uji Validitas Data ........................................................................... 48 G. Analisis Data .................................................................................. 49 H. Prosedur Penelitian ......................................................................... 50 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 51 A. Deskripsi Data Halaman Pendidikan Harian Solopos .................... 51 B. Hasil Penelitian .............................................................................. 52 1. Bentuk-bentuk Deiksis yang Terdapat dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian Solopos ................................... 53 2. Fungsi-fungsi Deiksis yang Terdapat dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian Solopos ................................... commit to user C. Pembahasan .................................................................................... xii 67 78 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ................................... 89 A. Simpulan ........................................................................................ 89 B. Implikasi ......................................................................................... 90 C. Saran ............................................................................................... 92 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 94 LAMPIRAN ............................................................................................... 97 commit to user xiii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Rincian Waktu Pelaksanaan Penelitian Kualitatif ................................ 46 2. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Persona ..................................... 57 3. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Tempat (Ruang) ....................... 59 4. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Waktu ....................................... 61 5. Frekuensi Pemakaian Bentuk Anafora ................................................. 63 6. Frekuensi Pemakaian Bentuk Katafora ................................................ 65 7. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Sosial ....................................... 66 commit to user xiv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Bagan Alur Kerangka Berpikir ............................................................. 45 2. Wawancara dengan Narasumber Prof. Dr. Sumarlam, M.S. (Pakar) Berkaitan dengan Pemakaian Deiksis dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian Solopos ............................................... 177 3. Wawancara dengan Narasumber Ivan Indrakesuma (Redaktur) Berkaitan dengan Pemakaian Deiksis dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian Solopos ............................................... 177 4. Wawancara dengan Narasumber Yuli Kusumastuti, S.S. (Pembaca) Berkaitan dengan Pemakaian Deiksis dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian Solopos ............................................... commit to user xv 177 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Data Kasar ............................................................................................ 98 2. Data Penelitian ..................................................................................... 129 3. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Pakar .......................................... 162 4. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Redaktur .................................... 167 5. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Pembaca (I) ............................... 173 6. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Pembaca (II) .............................. 175 7. Dokumentasi Kegiatan Wawancara ..................................................... 177 8. Surat Keterangan .................................................................................. 178 9. Surat Permohonan Izin Penyusunan Skripsi ........................................ 183 10. Surat Keputusan Dekan FKIP tentang Izin Penyusunan Skripsi .......... 185 11. Surat Permohonan Izin Penelitian ........................................................ 187 commit to user xvi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR SINGKATAN Agt : Agustus Apr : April Ar : Artikel BK : Bahasa Kita D : Data Des : Desember Eks : Ekskul Feb : Februari Fi : Figur Jan : Januari Jum : Jumat Kam : Kamis Mar : Maret Nov : November Okt : Oktober Paw : Pawiyatan Rab : Rabu Sab : Sabtu Sel : Selasa Sen : Senin Sept : September Sp : Solopos Va : Varia commit to user xvii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap saat selalu berkomunikasi karena manusia merupakan makhluk sosial. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi oleh manusia. Bahasa adalah alat komunikasi utama yang digunakan antar anggota masyarakat bahasa, terutama bahasa verbal. Tanpa bahasa, manusia tidak akan dapat berkomunikasi. Oleh karena itu, bahasa merupakan alat komunikasi utama dalam hidup bermasyarakat. Sebagai alat komunikasi bahasa memiliki fungsi: 1) informasi, 2) ekspresi diri, 3) adaptasi dan integrasi, 4) kontrol diri (direktif), dan 5) fatik. Halliday (dalam Sumarlam, dkk.; 2008: 1 – 3) mengemukakan tujuh fungsi bahasa, yaitu 1) instrumental, 2) regulasi, 3) pemerian atau representasi, 4) interaksi, 5) perorangan, 6) heuristik, dan 7) imajinatif. Dari beberapa fungsi bahasa tersebut, fungsi informasi dan fungsi pemerian atau representasi adalah fungsi bahasa yang sering digunakan masyarakat pengguna bahasa terutama untuk mengetahui berita-berita aktual. Berita-berita aktual tersebut dapat diperoleh masyarakat pengguna bahasa dari media massa, baik media massa cetak maupun media massa elektronik. Media massa yang paling sering digunakan masyarakat untuk memperoleh informasi adalah media massa cetak atau lebih sering disebut dengan media cetak. Media cetak yang dikenal masyarakat di antaranya surat kabar, majalah, tabloid, buletin, dan buku. Akan tetapi, masyarakat lebih sering menggunakan surat kabar untuk memperoleh informasi terutama untuk mengakses berita. Hal ini disebabkan surat kabar memiliki kelebihan dapat dibaca sewaktuwaktu dan relatif mudah didapatkan. Surat kabar menjadi pilihan utama masyarakat dalam mengakses berita aktual karena dalam surat kabar terdapat berita-berita yang mencakup wilayah lokal, regional, nasional, bahkan internasional. Selain itu, dalam surat kabar juga commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dimuat berita-berita dalam berbagai bidang kehidupan. Surat kabar juga terbit setiap hari sehingga masyarakat dapat memperoleh berita yang aktual setiap hari. Surat kabar yang terbit setiap hari terutama surat kabar lokal salah satunya adalah Solopos. Dalam surat kabar ini dimuat tema yang berbeda di setiap halamannya sesuai dengan jenis dan isi beritanya. Nama halaman-halaman yang terdapat dalam surat kabar Solopos adalah 1) halaman berita utama. 2) halaman Umum, 3) halaman Jateng dan DIY, 4) halaman Gagasan, 5) halaman laporan khusus, 6) halaman Kesehatan, 7) halaman Belanja, 8) halaman Inspirasi, 9) halaman Internasional, 10) halaman Olahraga, 11) halaman Soloraya, 12) halaman Kota Solo, 13) halaman Wonogiri, 14) halaman Sukoharjo, 15) halaman Klaten, 16) halaman Boyolali, 17) halaman Sragen, 18) halaman Karanganyar, 19) halaman Ekonomi Bisnis, 20) halaman Pendidikan, 21) halaman Pergelaran, 22) halaman Hukum dan Kriminalitas, 23) halaman Cesspleng, 24) halaman Fokus, dan beberapa halaman khusus yang dimuat dalam edisi Solopos Minggu. Halaman Pendidikan, misalnya, berisi berita seputar bidang pendidikan yang terjadi di wilayah Soloraya dan nasional. Halaman ini dimuat setiap hari Senin sampai Sabtu. Bahasa dalam surat kabar dapat dikaji menggunakan ilmu-ilmu bahasa, seperti ilmu pragmatik. Akan tetapi, sebagian orang menganggap bahwa bahasa surat kabar, yang termasuk dalam bahasa jurnalistik, sulit untuk dikaji menggunakan ilmu-ilmu bahasa. Hal ini disebabkan bahasa surat kabar memiliki kekhasan dibandingkan bahasa yang digunakan dalam media cetak lain (Sarwoko; 2007: 1 – 2). Ditambahkan oleh Sarwoko (2007: 2 – 3) bahwa bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh pewarta atau media massa untuk menyampaikan informasi. Pernyataan tersebut memberikan informasi bahwa fungsi utama media cetak adalah untuk menyampaikan informasi. Oleh karena itu, bahasa jurnalistik harus mengandung makna informatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Koesworo, Margantoro, dan Viko (1994: 85) yang mengemukakan bahwa bahasa jurnalistik adalah bahasa yang mengandung makna informatif, commit to user kata-kata yang bisa dimengerti persuasif, dan yang secara konsensus merupakan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id secara umum, harus singkat, tapi jelas dan tidak bertele-tele. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa bahasa jurnalistik bersifat informatif, persuasif, mudah dimengerti, dan singkat, tetapi jelas dan tidak bertele-tele. Hal ini disebabkan keragaman pembaca surat kabar, termasuk pembaca harian Solopos. Oleh karena itu, pemakaian bahasa baku dalam surat kabar tetap dipertahankan agar pembaca surat kabar dimanapun dapat memahami isi berita surat kabar tersebut. Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, bahasa surat kabar dapat dianalisis menggunakan ilmu-ilmu bahasa. Dalam penelitian ini, pemakaian bahasa surat kabar dikaji dari sudut pandang deiksis yang merupakan salah satu subkajian ilmu pragmatik. Pragmatik merupakan penggunaan bahasa untuk mengomunikasikan (berkomunikasi) sesuai dan sehubungan dengan konteks dan situasi pemakainya (Sarwiji, Setiawan, dan Suhita; 1996: 1). Diungkapkan oleh Levinson (1983: 24) bahwa pragmatics is the study of the ability of language users to pair sentences with the contexts in which they would be appropriate. Pada halaman yang berbeda juga diungkapkan bahwa pragmatics is the study of deixis (at least in part), implicature, presupposition, speech acts, and aspects of discourse structure (Levinson; 1983: 27). Pemakaian bahasa dalam komunikasi di masyarakat bahasa memberikan kemudahan yang sangat banyak bagi pemakainya. Salah satu kemudahan tersebut adalah adanya sistem pengacuan atau referensi. Akan tetapi, adanya sistem pengacuan ini juga menyebabkan terjadinya kebingungan, ketidakjelasan, dan kesalahpahaman makna antar pengguna bahasa berkaitan dengan pemahaman makna ujaran dan acuan atau referen. Agar dapat memahami referen dari sebuah tuturan, seseorang harus mampu mengidentifikasi konteks dan situasi pertuturan. Pemahaman terhadap referen berhubungan erat dengan pemahaman terhadap deiksis. Untuk memahami dan menentukan apakah sebuah ujaran atau tuturan bersifat deiksis atau tidak dibutuhkan pemahaman yang menyeluruh terhadap ujaran atau tuturan itu. Salah satu aspek penting dalam menganalisis pemakaian bahasa adalah maksud pembicara. Maksud pembicara ditentukan oleh konteks waktu, tempat, penutur, partisipan, dan situasi. Pemahaman terhadap referen dan konteks dalam menentukan sebuah tuturan atau ujaran bersifat deiksis commit to user atau tidak didukung oleh pendapat Sarwiji, dkk. (1996: 25) yang mengungkapkan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id bahwa deiksis adalah suatu kata yang memiliki referen yang hanya dapat diidentifikasi dengan memperhatikan identitas si pembicara serta saat dan tempat diutarakannya tuturan yang mengandung unsur yang bersangkutan. Deiksis merupakan salah satu ilmu yang kajiannya lebih mendalam yang terdapat pada ilmu pragmatik. Deiksis terbagi menjadi lima macam, yaitu deiksis persona (orang), deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Semua jenis deiksis tersebut saling mempengaruhi dan melengkapi satu sama lain. Jenis-jenis deiksis tersebut menjadi alat penghubung ilmu pragmatik dengan ilmuilmu bahasa yang lain seperti ilmu sosiolinguistik dan ilmu analisis wacana. Penafsiran deiksis juga melibatkan konteks seperti ilmu pragmatik sebagai induk kajiannya. Pemaknaan suatu bahasa (seperti wacana berita) juga harus disesuaikan dengan konteksnya. Pemakaian bahasa yang tidak teratur dan tidak efektif akan menyebabkan kerancuan dan menimbulkan persepsi yang berbeda pada mitra tutur atau partisipan atau penerima bahasa. Sebuah kalimat tidak dapat dimengerti jika tidak diketahui siapa yang sedang mengatakan, tentang apa, di mana, dan kapan, misalnya kalimat berikut. (1) Mereka harus melaporkan hal itu besok, tetapi mereka tidak berada di sini sekarang. Apabila tidak diketahui konteks dan referennya, kalimat tersebut akan kabur maknanya. Kalimat tersebut mengandung banyak deiksis, yaitu mereka, itu, besok, di sini, dan sekarang. Makna deiksis tersebut tergantung konteks dan referen pada saat pengucapan kalimat itu. Referen setiap kata tersebut dapat berganti-ganti tergantung konteksnya. Pergantian referen dapat menyebabkan kebingungan terutama bagi anak-anak sebagaimana diungkapkan oleh Purwo (1984: 4 – 5) berikut. “Seorang anak ternyata mengalami kesukaran dalam mempergunakan katakata yang deiktis. Referen kata-kata deiktis yang berganti-ganti atau berpindah-pindah itu bagi seorang anak sangat membingungkan, … . Oleh karena itu, seorang anak akan cenderung memakai nama diri (sampai pada usia tertentu) sebagai ganti kata saya, dan orang tuanya juga akan mempergunakan nama diri anak itu sebagai kata sapaan maupun sebagai ganti kata kamu, untuk menghindari komplikasi deiktis kata saya dan kamu”. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pergantian referen kata-kata deiktis juga terdapat dalam wacana harian Solopos. Dengan demikian, pemahaman terhadap referen kata-kata yang bersifat deiksis harus dimiliki oleh setiap pembaca harian Solopos meskipun mereka belum tentu mengetahui jika kata-kata tersebut adalah kata-kata yang bersifat deiksis. Hal lain yang menarik tentang deiksis adalah kenyataan bahwa tidak semua kata-kata deiksis selalu berfungsi atau bermakna deiksis sebagaimana terdapat dalam kalimat-kalimat berikut. (2) Kelelawar adalah binatang malam. (3) Pada malam hari bintang-bintang bersinar terang. (4) Malam nanti saya akan ke rumahmu. (5) Tadi malam ibu pergi menengok paman di rumah sakit. Kata malam pada kalimat (2) dan (3) tidak termasuk deiksis. Namun, dalam kalimat (4) dan (5) kata malam bersifat deiksis meskipun keempat kalimat tersebut sama-sama menggunakan kata malam. Pemahaman terhadap referen kata atau frase yang bersifat deiksis dan tidak semua kata atau frase deiksis selalu berfungsi atau bermakna deiksis menjadi alasan ketertarikan peneliti untuk meneliti deiksis. Selain itu, kedua hal tersebut juga terdapat dalam wacana di harian Solopos. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengetahui lebih dalam pemakaian deiksis pada wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. Wacana di halaman Pendidikan harian Solopos mengandung bentukbentuk deiksis yang beragam. Peneliti memilih objek pada wacana di halaman Pendidikan harian Solopos karena wacana-wacana di halaman tersebut berisi berita-berita seputar bidang pendidikan yang akurat dan aktual. Wacana-wacana di halaman Pendidikan harian Solopos juga berisi informasi kegiatan yang telah dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan di wilayah Soloraya, profil guru, profil sekolah, maupun informasi lain dalam bidang pendidikan. Selain itu, pemilihan wacana di halaman Pendidikan harian Solopos sebagai objek kajian juga didasarkan atas pertimbangan akademik peneliti. Peneliti adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan sehingga fokus perkuliahan lebih to user dominan pada dunia pendidikan.commit Berkaitan dengan deiksis yang menjadi kajian perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dalam penelitian ini disebabkan deiksis menjadi salah satu materi perkuliahan dan dapat digunakan sebagai alternatif materi pembelajaran di sekolah, terutama pada pembelajaran berita dan mengarang. Pemilihan wacana di halaman Pendidikan harian Solopos sebagai objek kajian didasarkan atas isi wacana di halaman tersebut. Di halaman Pendidikan harian Solopos tidak hanya berisi artikel berita dan varia pendidikan, tetapi juga terdapat rubrik-rubrik sebagaimana dikemukakan di atas yang isinya berbedabeda. Dalam rubrik Pawiyatan yang dimuat pada edisi hari Selasa berisi wacana tentang profil sekolah atau lembaga pendidikan. Dalam rubrik Figur yang dimuat pada edisi hari Rabu berisi tentang profil siswa, guru, atau dosen yang berprestasi atau guru yang berada dibalik keberhasilan siswa yang berprestasi. Dalam rubrik Bahasa Kita yang dimuat pada edisi hari Kamis berisi tentang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tertulis. Dalam rubrik Ekskul yang dimuat pada edisi hari Jumat berisi tentang kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang terdapat di suatu sekolah, baik sekolah favorit maupun bukan sekolah favorit. Deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos cukup bervariasi. Deiksis yang dapat diketahui secara langsung adalah deiksis persona. Deiksis persona dalam wacana di halaman Pendidikan dapat diketahui secara langsung ketika seseorang membaca wacana di halaman tersebut. Deiksis ini biasanya menjadi subjek dari suatu kalimat. Oleh karena itu, pembaca dapat langsung mengetahui acuan dari kata atau frase yang mengungkapkan deiksis tersebut. Akan tetapi, dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos tidak hanya terdapat satu macam deiksis saja. Jika diperhatikan dengan seksama ditemukan jenis deiksis yang lain dalam wacana di halaman Pendidikan. Dalam wacana-wacana tersebut terdapat berbagai bentuk deiksis. Pemakaian deiksis dalam wacana tersebut juga disesuaikan dengan topik wacana. Dalam wacana Bahasa Kita deiksis yang lebih dominan digunakan adalah deiksis wacana. Dalam wacana Figur deiksis yang dominan digunakan adalah deiksis persona. Sementara itu, dalam wacana yang lain deiksis ysng digunakan lebih to user merata, tidak hanya dominan padacommit satu macam deiksis. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Dalam wacana di halaman pendidikan harian Solopos ditemukan kajian deiksis yang sangat banyak. Penggunaan deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan dapat membantu masyarakat untuk memahami isi berita di halaman tersebut. Akan tetapi, penggunaan deiksis juga dapat menyebabkan kebingungan pembaca karena adanya kesalahan pemilihan bentuk deiksis. Inilah yang menjadi alasan utama peneliti untuk meneliti penggunaan deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian umum Solopos. Berdasarkan paparan di atas, judul penelitian ini adalah “Deiksis dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian Solopos Edisi Agustus – Oktober 2011: Sebuah Kajian Pragmatik”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah bentuk-bentuk deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos? 2. Apakah fungsi-fungsi deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk-bentuk deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. 2. Mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi-fungsi deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. 1. Manfaat teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan di bidang pragmatik pada umumnya dan kajian deiksis pada khususnya. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengajaran Bahasa Indonesia dan peneliti yang lain. a. Bagi pengajaran Bahasa Indonesia Penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif bacaan untuk lebih memperdalam ilmu pragmatik terutama deiksis dan untuk mengenal bentuk dan fungsi pemakaian deiksis. Dalam pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah terdapat materi yang bersumber dari wacana berita. Dalam pelaksanaannya siswa diharuskan mengetahui unsur-unsur berita (5W + 1H). Dengan demikian, guru harus memahami unsur-unsur berita salah satunya dengan mengetahui bentukbentuk deiksis karena deiksis dengan unsur-unsur berita secara tidak langsung saling berhubungan. b. Bagi peneliti yang lain Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk melakukan penelitian lanjutan demi kesempurnaan hasil penelitian ini. commit to user 9 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Pragmatik a. Definisi Pragmatik Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari maksud tuturan seseorang dibalik ujaran sesuai konteks. Pragmatik berusaha menyamakan makna tuturan yang dimaksud penutur dengan makna tuturan yang ditangkap lawan tutur. Hal ini dikarenakan konteks tuturan tersebut dipengaruhi oleh hal-hal yang terdapat di luar ujaran, seperti situasi, objek pembicaraan, partisipan, dan sebagainya. Verhaar (2008: 14) mengemukakan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal ekstralingual yang dibicarakan. Sesuai dengan pendapat Verhaar tersebut, Parera (1993: 126) mengungkapkan bahwa pragmatik adalah telaah tentang penggunaan bahasa dalam komunikasi, khususnya hubungan antara kalimat-kalimat dan konteks serta situasi, tempat, dan waktu kalimat-kalimat itu digunakan. Definisi yang dikemukakan Parera tersebut secara lengkap terdapat pada kutipan berikut. “Pragmatik meliputi telaah tentang: (1) bagaimana interpretasi dan penggunaan tutur-tutur bergantung pada pengetahuan tentang dunia nyata; (2) bagaimana pembicara/penutur menggunakan dan memahami tindak pertuturan; (3) bagaimana struktur kalimat-kalimat dipengaruhi oleh hubungan antara pembicara/petutur dan pendengar/pesimak.” Kedua pendapat tersebut memberikan penjelasan bahwa interpretasi sebuah tuturan dipengaruhi oleh hal-hal yang ada di luar tuturan tersebut. Senada dengan kedua pendapat di atas, Kridalaksana (2008: 198) memberikan definisi bahwa pragmatik (pragmatics) merupakan (1) cabang semiotika yang mempelajari asal usul, pemakaian, dan dampak lambang dan commit to user konteksnya, dan maknanya. Hal tanda; dan (2) ilmu yang menyelidiki pertuturan, 10 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id ini berarti pragmatik juga memanfaatkan asal usul, pemakaian, dan dampak lambang dan tanda dalam menginterpretasi konteks dan makna sebuah tuturan. Nababan (1987: 2) memberikan definisi pragmatik secara lebih luas sebagai aturan-aturan pemakaian bahasa, yaitu pemilihan bentuk bahasa dan penentuan maknanya sehubungan dengan maksud pembicara sesuai dengan konteks dan keadaan. Pragmatik menjelaskan makna tuturan yang merupakan wujud pemakaian bahasa sesuai dengan konteks dan keadaan ketika pertuturan dilakukan. Untuk memahami suatu tuturan diperlukan pengetahuan di luar makna kata dan tata bahasanya sesuai dengan definisi para ahli di atas. Levinson dalam bukunya Pragmatics memberikan definisi yang lebih lengkap lagi tentang pragmatik sebagai berikut. 1). Pragmatics is the study of those relations between language and context that are grammaticalized, or encoded in the structure of a language (Levinson; 1983: 9). 2). Pragmatics is the study of all those aspects of meaning not captured in a semantic theory (Levinson; 1987: 12). 3). Pragmatics is the study of the relations between language and context that are basic to an account of language understanding (Levinson; 1987: 21). 4). Pragmatics is the study of the ability of language users to pair sentences with the contexts in which they would be appropriate (Levinson; 1987: 24). 5). Pragmatics is the study of deixis (at least in part), implicature, presupposition, speech acts, and aspects of discourse structure (Levinson; 1987: 27). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari tuturan atau ujaran sebagai wujud pemakaian bahasa serta makna tuturan atau ujaran dengan melihat konteks dan hal-hal di luar tuturan yang berkaitan dengan tuturan atau ujaran saat tuturan atau ujaran tersebut berlangsung. Dengan demikian, makna tuturan atau ujaran tersebut dapat diketahui dengan memperhatikan konteks serta penanda-penanda deiksis dalam tuturan atau ujaran tersebut. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 11 digilib.uns.ac.id b. Sumber Kajian Pragmatik Pragmatik sebagai ilmu bersumber pada ilmu-ilmu lain yang mengkaji bahasa dan faktor-faktor yang berkaitan dengan penggunaan bahasa secara wajar (Nababan; 1987: 3). Sumber kajian pragmatik tersebut sebagai berikut. 1). Falsafah kebahasaan (language philosophy) Dalam falsafah kebahasaan yang dipelajari adalah teori tindak bahasa (speech act theory) dan implikatur percakapan (conversation implicature). Dalam teori tindak bahasa dikenal tiga sudut pandang tindak bahasa, yaitu konsep lokusi, konsep ilokusi, dan konsep perlokusi. Sementara itu, dalam bidang implikatur percakapan dikenal adanya prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. 2). Sosiolinguistik Bidang kajian pragmatik yang berasal dari sosiolinguistik adalah ragam bahasa. Dalam ragam bahasa dibahas subragam bahasa, kemampuan komunikatif, dan fungsi bahasa. 3). Antropologi Dalam bidang antropologi kajian pragmatik didasarkan pada asal usul berbahasa, konteks situasi sebagai faktor penentu bagi makna suatu ungkapan bahasa, dan faktor-faktor nonverbal dalam pemakaian bahasa. 4). Etnografi (ethnography of communication) Dalam bidang etnografi kajian pragmatik didasarkan pada faktor-faktor sosiolinguistik dalam berkomunikasi. 5). Linguistik Topik utama kajian pragmatik yang bersumber dari linguistik adalah analisis wacana dan teori deiksis. Pendapat lain dikemukakan oleh Verschueren (1999: 6 – 7) yang mengungkapkan bahwa pragmatik mengkaji penggunaan bahasa oleh masyarakat baik secara individual maupun sosial. Kajian terhadap penggunaan bahasa tersebut dapat berasal dari disiplin ilmu yang lain, seperti neurolinguistik, psikolinguistik, sosiolinguistik, dan linguistik antropologi. Dalam neurolinguistik dikaji sebab dan proses terjadinya komunikasi yang meliputi kegiatan berbicara commit todikaji user hubungan antara bahasa dan dan mendengar. Dalam psikolinguistik perpustakaan.uns.ac.id 12 digilib.uns.ac.id maknanya secara umum. Dalam sosiolinguistik dikaji hubungan sosial, status, pola hubungan dalam masyarakat, dan interaksi antar anggota masyarakat dengan bahasa sebagai alatnya. Dalam linguistik antropologi dikaji hubungan antara bahasa dan budaya yang ada dalam masyarakat. Disiplin-disiplin ilmu tersebut saling berhubungan satu sama lain dengan adanya konteks. Pengkajian bahasa dalam berbagai disiplin ilmu tersebut melibatkan konteks yang ada dalam komunikasi, dan konteks merupakan sumber utama kajian pragmatik. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kajian pragmatik bersumber dari berbagai disiplin ilmu yang lain. Disiplin ilmu yang menjadi sumber kajian pragmatik tersebut adalah falsafah kebahasaan, sosiolinguistik, antropologi, etnografi, dan linguistik. Sementara itu, dalam kajian linguistik sendiri masih terdapat berbagai disiplin ilmu yang merupakan penggabungan dari dua disiplin ilmu, seperti neurolinguistik, psikolinguistik, sosiolinguistik, dan linguistik antropologi. Pengkajian ilmu pragmatik dari berbagai disiplin ilmu tersebut didukung adanya konteks. Dengan demikian sumber kajian pragmatik dapat disederhanakan menjadi lima disiplin ilmu yang dikaji dengan adanya konteks, yaitu falsafah kebahasaan, sosiolinguistik, antropologi, etnografi, dan linguistik. 2. Hakikat Konteks Konteks merupakan hal yang penting dalam disiplin ilmu pragmatik. Hal ini disebabkan dalam pragmatik suatu ujaran atau tuturan ditafsirkan berdasarkan konteks yang melingkupinya. Cummings (2007: 5) menyatakan bahwa kita tidak dapat mendapatkan definisi pragmatik yang lengkap bila konteksnya tidak disebutkan. Konteks digunakan untuk memahami suatu ujaran bahkan wacana dari berbagai sisi, baik internal maupun eksternal. Malinowski (dalam Halliday dan Hasan; 1992: 8) membedakan konteks menjadi dua, yaitu konteks situasi dan konteks budaya. Menurutnya, kedua konteks tersebut diperlukan untuk memahami teks dengan sebaik-baiknya. Sumarlam, dkk. (2008: 47) menyatakan bahwa konteks bahasa atau kocommitinternal to user wacana atau konteks internal, teks disebut dengan istilah konteks perpustakaan.uns.ac.id 13 digilib.uns.ac.id sedangkan segala sesuatu yang melingkupi wacana, baik konteks situasi maupun konteks budaya disebut dengan konteks eksternal wacana atau konteks eksternal. Pendapat lain diungkapkan oleh Kridalaksana (2008: 134) yang menyatakan bahwa konteks (context) adalah (1) aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait-mengait dengan ujaran tertentu dan (2) pengetahuan yang sama-sama dimiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham akan apa yang dimaksud pembicara. Dengan demikian, konteks tidak hanya mencakup unsur fisik, tetapi juga unsur-unsur yang lain seperti situasi, jarak, tempat, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan ujaran yang dituturkan oleh penutur. Hal ini sesuai dengan pendapat Preston (dalam Supardo; 1988: 46) bahwa konteks adalah segenap informasi yang berada di sekitar pemakaian bahasa, bahkan termasuk juga pemakaian bahasa yang ada di sekitarnya. Selanjutnya, Cummings (2010: 37) menyatakan bahwa konteks merupakan konsep yang luas yang melibatkan unsur fisik, linguistik, epistemis, dan sosial. Konteks fisik seperti hari dan waktu bertutur, keberadaan orang lain, dan latar fisik tempat dilakukannya suatu percakapan. Konteks linguistik merupakan tuturan yang dituturkan oleh penutur dan lawan tutur ketika melakukan percakapan. Konteks epistemik merupakan pengetahuan latar belakang bersama dan keyakinan antara penutur dan pendengar dalam suatu percakapan. Konteks sosial merupakan derajat atau tingkat sosial antara penutur dan pendengar. Pendapat lain mengenai unsur-unsur konteks dikemukakan oleh Firth (dalam Halliday dan Hasan; 1992: 11) bahwa unsur-unsur konteks terdiri atas pelibat (partisipan) dalam peristiwa berbahasa, tindakan pelibat, baik verbal maupun nonverbal, ciri-ciri situasi lainnya seperti benda-benda dan kejadiankejadian di sekitar ketika peristiwa berbahasa berlangsung, dan dampak tutur. Pendapat Firth ini kemudian berkembang menjadi teori-teori yang lain dan salah satu yang terkenal adalah pendapat Dell Hymes (dalam Halliday dan Hasan; 1992: 11 – 12) yang mengemukakan bahwa untuk memerikan konteks harus diketahui bentuk dan isi pesan, perangkat lingkungan khas seperti waktu dan tempat, pelibat, maksud dan dampak komunikasi, kunci atau petunjuk, perantara, genre, commit to user dan norma interaksi. perpustakaan.uns.ac.id 14 digilib.uns.ac.id Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konteks merupakan seluruh aspek yang melingkupi suatu ujaran atau wacana. Konteks dibedakan menjadi konteks internal yaitu konteks bahasa dan konteks eksternal yaitu konteks situasi dan konteks budaya. Konteks mencakup unsur fisik, linguistik, epistemik, dan sosial. 3. Hakikat Deiksis a. Definisi Deiksis Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos, yang berarti hal penunjukan secara langsung. Istilah deiktikos sebelumnya digunakan oleh tatabahasawan Yunani dalam pengertian yang sekarang disebut kata ganti demonstratif. Selain itu, tatabahasawan Roman menggunakan kata Latin demonstrativus untuk menerjemahkan kata deiktikos (Purwo; 1984: 2). Menurut Cahyono (1995: 217) deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakikat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi sistem pembicaraan. Pendapat tersebut dikuatkan dengan pernyataan Parera (1993: 30) yang mengemukakan bahwa deiksis adalah kata/frase yang menghubungkan langsung sebuah ujaran kepada sebuah tempat, waktu, atau orang/persona. Dengan demikian, kata yang bersifat deiksis referennya berbeda-beda dan berganti-ganti sesuai dengan penutur, waktu, tempat, dan sistem pembicaraan ketika sebuah ujaran berlangsung. Selain pendapat tersebut, Purwo (1984: 1) juga mengemukakan bahwa sebuah kata dikatakan bersifat deiktis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Sesuai dengan pendapat tersebut, jika salah satu segi makna dari kata atau kalimat karena adanya perubahan situasi, kata atau kalimat tersebut mempunyai makna deiksis. Pernyataan ini didukung dengan pendapat Nababan (1987: 40) yang menyamakan istilah rujukan atau referensi dengan deiksis. Menurutnya deiksis adalah kata atau frase yang menunjuk kepada commit to user kata, frase, atau ungkapan yang telah dipakai atau yang akan diberikan. 15 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Alwi, H.; dkk (2003: 42) mengungkapkan bahwa deiksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan. Acuan yang terdapat dalam suatu kalimat dapat menjadi penanda bahwa suatu kata bersifat deiksis. Senada dengan pendapat tersebut, Sarwiji, dkk. (1996: 25) menyatakan bahwa deiksis adalah suatu kata yang memiliki referen yang hanya dapat diidentifikasi dengan memperhatikan identitas si pembicara serta saat dan tempat diutarakannya tuturan yang mengandung unsur yang bersangkutan. Jadi, suatu kata atau kalimat mempunyai makna deiksis jika salah satu kata atau segi makna kata atau kalimat berganti karena adanya perubahan konteks atau sistem pembicaraan. Deiksis berhubungan dengan hal-hal di luar bahasa. Hal ini sesuai dengan definisi deiksis yang diungkapkan oleh Kridalaksana (2008: 45). Menurutnya deiksis (deixis) adalah hal atau fungsi yang menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata tunjuk pronomina, ketakziman, dan sebagainya mempunyai fungsi deiktis. Dengan demikian, deiksis acuannya merupakan hal-hal di luar bahasa, seperti persona, waktu, dan tempat berlangsungnya suatu tuturan. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa deiksis adalah kata yang memiliki referen atau acuan yang berubah-ubah atau bergantiganti sesuai dengan penuturnya ketika mengutarakan suatu ujaran dan dipengaruhi oleh hal-hal di luar bahasa. Hal-hal di luar bahasa yang mempengaruhi penafsiran deiksis seperti tempat, waktu, dan situasi ketika suatu tuturan berlangsung. b. Macam-macam Deiksis Bambang Kaswanti Purwo dalam penelitian yang dilakukannya membagi deiksis menjadi deiksis luar-tuturan (eksofora) dan deiksis dalam-tuturan (endofora). Deiksis luar-tuturan meliputi deiksis persona, deiksis waktu, dan deiksis ruang, sedangkan deiksis dalam-tuturan meliputi anafora dan katafora. Sementara itu, Nababan (1987: 40) membagi deiksis menjadi lima macam, yaitu (1) deiksis orang, (2) deiksis tempat, (3) deiksis waktu, (4) deiksis wacana, dan (5) deiksis sosial. commit to user 16 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 1). Deiksis Persona (Orang) Deiksis persona atau person deixis mengungkapkan acuan atau referen dalam kategori orang atau persona. Pengungkapan tersebut menggunakan kata yang difungsikan sebagai kata ganti orang. Kata ganti orang tersebut digunakan untuk mengungkapkan peran persona atau seseorang dalam suatu sistem pembicaraan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Levinson (1983: 68) berikut. “Although person deixis is reflected directly in the grammatical categories of person, it may be argued that we need to develop an independent pragmatic framework of possible participant roles, so that we can then see how, and to what extent, these roles are grammaticalized in different languages”. Lyons (dalam Sarwiji, dkk.; 1996: 27) mengungkapkan bahwa referen yang ditunjuk oleh kata ganti persona berganti-ganti tergantung pada peran yang dibawakan oleh peserta tindak ujaran. Artinya jika seseorang sedang berbicara, ia berperan sebagai persona pertama. Jika orang tersebut sebagai pendengar, ia berganti peran sebagai persona kedua. Terakhir, orang yang tidak hadir pada tempat terjadinya pembicaraan, tetapi menjadi bahan pembicaraan atau hadir dekat dengan tempat pembicaraan tetapi tidak terlibat pembicaraan disebut persona ketiga. Dalam bahasa Indonesia dikenal pembagian kata persona menjadi tiga, yaitu kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga. Akan tetapi, di antara ketiga kata ganti persona itu hanya kata ganti persona pertama dan kedua yang menyatakan orang. Kata ganti persona ketiga dapat menyatakan orang maupun benda (termasuk binatang) (Purwo; 1984: 21 – 22). Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa deiksis persona adalah pengungkapan acuan atau referen sebuah kata atau kalimat dalam kategori orang atau persona. Pengungkapan tersebut dilakukan dengan menggunakan kata ganti persona. Kata ganti persona yang digunakan sebagai acuan terdiri atas kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 17 digilib.uns.ac.id 2). Deiksis Tempat (Ruang) Deiksis tempat (place deixis) terkonsentrasi pada lokasi terjadinya suatu tindak ujaran. Nababan (1987: 41) menyatakan bahwa deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang (tempat) dipandang dari lokasi orang atau pemeran dalam peristiwa berbahasa itu. Pendapat lain dikemukakan oleh Cummings (2007: 37) yang mengungkapkan bahwa acuan deiksis tempat dapat bersifat absolut atau relatif. Acuan absolut menempatkan objek atau orang pada tempat yang panjang atau luas khusus, sedangkan acuan relatif menempatkan orang dan tempat dalam kaitannya satu sama lain dan dalam kaitannya dengan penutur. Akan tetapi, tidak semua leksem ruang bersifat deiktis. Selain itu, leksem ruang tidak ada yang berupa nomina. Purwo (1984: 37) mengungkapkan bahwa tidak semua leksem ruang dapat bersifat deiktis dan tidak ada leksem ruang yang berupa nomina. Nomina baru dapat menjadi lokatif apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbia, atau verba. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa deiksis tempat adalah pengungkapan lokasi terjadinya suatu tindak ujaran dengan menggunakan leksem ruang. Akan tetapi, tidak semua leksem ruang bersifat deiktis. Untuk menentukan leksem ruang termasuk deiktis atau tidak harus dilihat lokasi pemeran dalam suatu tindak ujaran. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbia, atau verba. 3). Deiksis Waktu Deiksis waktu (time deixis) berkonsentrasi pada leksem waktu ketika suatu ungkapan dibuat. Nababan (1987: 41) mengemukakan bahwa deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat (peristiwa berbahasa), seperti sekarang, pada waktu itu, kemarin, bulan ini, dan sebagainya. Senada dengan pendapat tersebut, Cahyono (1995: 218) mengungkapkan bahwa deiksis waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa. Dalam banyak bahasa, deiksis waktu diungkapkan dalam commitdisebut to user dengan tense. bentuk “kala” atau dalam bahasa Inggris perpustakaan.uns.ac.id 18 digilib.uns.ac.id Pengungkapan hal waktu diambil dari leksem ruang pada beberapa bahasa. Lyons (dalam Purwo; 1984: 58) memberikan contoh bahwa dalam bahasa Inggris hampir setiap preposisi atau partikel yang bersifat lokatif juga bersifat temporal. Preposisi for, since, dan till dalam bahasa Inggris lebih bersifat temporal daripada lokatif. Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa deiksis waktu adalah pengungkapan waktu ketika suatu tuturan atau ujaran berlangsung. Pengungkapan deiksis waktu dapat dilakukan dengan kata sekarang, pada waktu itu, kemarin, bulan ini, dan sebagainya. 4). Deiksis Wacana Deiksis wacana atau discourse deixis merupakan rujukan pada bagianbagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan dan/atau yang sedang dikembangkan (Nababan; 1984: 42). Deiksis wacana merupakan pengungkapan kembali bagian suatu wacana dengan ungkapan tertentu. Pengungkapan tersebut tidak hanya bagian suatu wacana saja, tetapi juga ungkapan tersebut. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Abdurrahman (2006) bahwa deiksis wacana berkaitan dengan penggunaan ungkapan dalam suatu ujaran untuk mengacu pada bagian dari ujaran yang mengandung ungkapan itu (termasuk ungkapan itu sendiri). Deiksis wacana terbagi menjadi dua, yaitu anafora dan katafora. Anafora adalah penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana dengan pengulangan atau substitusi. Katafora adalah penunjukan ke sesuatu yang disebut kemudian (Cahyono; 1995: 218). Pendapat lain tentang anafora dan katafora dikemukakan oleh Bambang Kaswanti Purwo. Menurutnya, anafora adalah penunjukan yang mengacu pada konstituen di sebelah kirinya. Katafora adalah penunjukan yang mengacu pada konstituen di sebelah kanannya (Purwo; 1984: 104). Dengan demikian, deiksis wacana adalah pengungkapan bagian yang telah atau akan dituturkan dalam sebuah tuturan atau ujaran. Pengungkapan bagian yang telah dituturkan disebut anafora, sedangkan pengungkapan bagian commit to user yang akan dituturkan disebut katafora. 19 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 5). Deiksis Sosial Deiksis sosial atau social deixis merupakan bagian kalimat yang merefleksikan realita sosial dalam tindak bahasa. Fillmore (dalam Levinson; 1983: 89) mengungkapkan social deixis concerns that aspect of sentences which reflect or establish or are determined by certain realities of the social situation in which the speech act occurs. Deiksis sosial menunjuk perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat antara penutur dan lawan tutur serta partisipan terutama pada aspek-aspek sosial di antara mereka ketika suatu tuturan sedang berlangsung. Hal ini sebagaimana diungkapkan Nababan (1987: 42) bahwa deiksis sosial menunjukkan atau mengungkapkan perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat antara peran peserta terutama aspek peran sosial antara pembicara dan pendengar/alamat dan antara pembicara dengan rujukan/topik yang lain. Rahmawan (2010) mengungkapkan bahwa deiksis sosial adalah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembaca dan pendengar. Deiksis sosial digunakan menyesuaikan dengan tingkat sosial penutur karena deiksis sosial berfungsi sebagai bentuk kesopanan dalam berbahasa. Hal ini didukung dengan pendapat dari Abdurrahman (2006) yang menyatakan bahwa deiksis sosial berkenaan dengan aspek ujaran yang mencerminkan realitas sosial tertentu pada saat ujaran itu dihasilkan. Realitas sosial yang ada antara penutur dan mitra tutur serta partisipan tidak selalu setara. Hal ini disebabkan dalam masyarakat setiap anggotanya berkomunikasi satu sama lain, baik dengan yang memiliki tingkat sosial yang sejajar maupun dengan yang berbeda tingkat sosialnya, seperti mahasiswa dengan dosen. Deiksis sosial diungkapkan menyesuaikan dengan dimensi yang ada ketika tuturan dihasilkan. Dimensi tersebut meliputi dimensi tempat dan waktu, dimensi sosial dan politik, serta dimensi budaya antara penutur dan mitra tutur serta partisipan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ahmed (2011: 813) berikut. Social deixis always encodes aspects of social relationship between speakers and addresses, and the social commit to userdistinctions that are relatives to participants’ roles in speech event. This social relation in every language perpustakaan.uns.ac.id 20 digilib.uns.ac.id has specific spatio-temporal, socio-political, and cultural dimensions which are intuitively employed by the interlocutors of that particular language to show their presuppotitions and the dimensions of the discourse they have been involved in. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa deiksis sosial adalah pengungkapan realita sosial dalam tindak bahasa yang dilakukan oleh penutur kepada mitra tutur. Pengungkapan tersebut terjadi karena adanya perbedaanperbedaan kemasyarakatan yang terdapat di antara peserta tindak ujaran. Selain itu, pengungkapan realita sosial dengan deiksis sosial dilakukan sebagai bentuk kesopanan dalam berbahasa. c. Bentuk-bentuk Deiksis 1). Deiksis Persona (Orang) Bentuk deiksis persona adalah kata ganti persona. Kata ganti persona terbagi menjadi kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga. Akan tetapi, hanya kata ganti persona pertama dan kedua yang menyatakan orang. Sementara itu, kata ganti persona ketiga dapat menyatakan orang atau benda (termasuk binatang). Dalam setiap kata ganti persona tersebut terdapat kata ganti persona tunggal dan jamak. Bentuk kata ganti persona pertama tunggal terdiri dari aku dan saya yang masing-masing memiliki perbedaan dalam pemakaiannya. Kata aku hanya dipakai dalam situasi informal (misalnya di antara dua peserta tindak ujaran yang saling mengenal atau sudah akrab hubungannya), bermarkah keintiman (marked for intimacy), dan mempunyai bentuk terikat –ku. Sementara untuk kata saya lebih banyak dipergunakan dalam situasi formal (misalnya dalam suatu ceramah, kuliah, atau di antara dua peserta tindak ujaran yang belum saling mengenal), tidak bermarkah (unmarked), dan tidak memiliki bentuk terikat. Bentuk kata ganti persona pertama jamak adalah kami dan kita. Menurut Purwo (1984: 24) kami adalah bentuk eksklusif (gabungan antara persona pertama dan ketiga), sedangkan kita adalah bentuk inklusif (gabungan antara persona pertama dan kedua). Kata kami dapat dipakai untuk mengacu orang pertama commit user penulis atau penutur tidak mau tunggal, yaitu sebagai pengganti kata sayatokarena perpustakaan.uns.ac.id 21 digilib.uns.ac.id mengacu dirinya secara langsung atau tidak mau menonjolkan dirinya (misalnya dalam pidato atau khotbah). Bentuk kata ganti persona kedua tunggal terdiri atas engkau dan kamu. Kedua bentuk ini hanya dapat digunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya atau dipakai oleh orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi untuk menyapa lawan bicara yang mempunyai status sosial lebih rendah. Kata kamu juga mempunyai bentuk terikat –mu. Selain kata engkau dan kamu, bentuk kata ganti persona kedua tunggal adalah sebutan ketakziman. Sebutan ketakziman tersebut diantaranya anda, saudara; leksem kekerabatan seperti bapak, kakak; dan leksem jabatan seperti dokter, mantri. Bentuk kata ganti persona kedua jamak adalah kamu sekalian atau kalian. Bentuk persona kedua merupakan penunjukan yang dituju dalam hal penyapaan. Namun, bentuk persona kedua seperti engkau, kamu, dikau, dan anda tidak dapat dipakai sebagai kata sapa. Kata-kata seperti bapak, ibu, saudara, dan nama diri (yang dapat digunakan sebagai penunjuk persona kedua) yang dapat digunakan sebagai kata sapa. Akan tetapi bentuk singkat dari kata bapak, ibu tidak dapat digunakan sebagai penunjuk persona kedua kecuali jika diikuti nama diri (Purwo; 1984: 26 – 27). Bentuk kata ganti persona ketiga tunggal adalah ia, dia, dan beliau. Kata beliau dipakai sebagai bentuk ketakziman, sedangkan ia dan dia dapat digunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya. Akan tetapi, bentuk ia dan dia memiliki perbedaan. Bentuk dia dapat dirangkaikan dengan partikel –lah dan kata yang atau dapat dipergunakan dalam bentuk kontras. Selain itu, secara endoforis bentuk ia dan dia juga dapat mengacu pada bentuk atau kata yang referennya bukan insan (Purwo; 1984: 26). Bentuk ia dan dia memiliki bentuk terikat –nya. Sementara itu, bentuk kata ganti persona ketiga jamak adalah mereka. Terdapat beberapa sifat khas leksem persona dalam bahasa Indonesia (Sarwiji, dkk.; 1996: 29 – 31). Sifat-sifat khas tersebut sebagai berikut. a). Leksem persona dapat dirangkai dengan kata ganti demonstratif ini dan itu. commit to tega usermenelantarkan anak istri. (1) Lelaki macam apa kamu itu sampai 22 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id (2) Generasi muda macam apa aku ini sampai tidak tahu harus berbuat apa untuk mengisi kemerdekaan negaraku. b). Bentuk terikat persona yang berada dalam konstruksi posesif dapat pula dirangkaikan dengan kata ini atau itu. (1) Bukuku ini baru. (2) Rumahnya itu dibeli dengan harga murah. c). Kata ganti persona dapat direduplikasikan dengan tujuan memberi warna emosi. (1) Mengapa hanya saya-saya saja yang dimarahi, sedangkan dia tidak. (2) Kami-kami ini yang selalu kena tegur, yang lain tidak. d). Kata ganti persona ketiga tidak dapat direduplikasikan, tetapi dapat dirangkai dengan –nya. Dianya yang telepon bukan aku. e). Apabila menjadi topik wacana, bentuk mereka dapat direduplikasikan. Mereka-mereka yang belum terdaftar diharap mendaftarkan diri. f). Di antara kata ganti persona hanya bentuk dia yang dapat dirangkaikan dengan kata sandang si yang biasanya dirangkaikan dengan nama diri atau kata sifat. (1) Si Manis melahirkan tiga ekor anak yang lucu-lucu. (2) Si Ali terkenal sebagai mahasiswa yang cerdas. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bentuk deiksis persona terdiri atas kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga. Kata ganti persona pertama yang digunakan untuk mengungkapkan deiksis persona adalah bentuk aku, saya, kami, kita, dan bentuk terikat –ku. Kata ganti persona kedua yang digunakan untuk mengungkapkan deiksis adalah bentuk engkau; kamu; sebutan ketakziman seperti anda, saudara; leksem kekerabatan seperti bapak, kakak; leksem jabatan seperti dokter, mantri; dan kamu sekalian atau kalian. Kata ganti persona ketiga yang digunakan untuk mengungkapkan deiksis adalah bentuk ia, dia, beliau, mereka, dan bentuk terikat –nya. Berdasarkan paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi-fungsi deiksis userberbicara digunakan bentuk aku, persona. Pertama, merujuk padacommit orang to yang 23 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id saya, bentuk terikat -ku. Kedua, merujuk pada orang yang dibicarakan digunakan bentuk ia, dia, bentuk terikat –nya. Ketiga, menunjukkan perbedaan tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur digunakan bentuk engkau, kamu, bentuk terikat – mu, bentuk ketakziman seperti anda, saudara, leksem kekerabatan seperti bapak, kakak, ibu. Keempat, menunjukkan bentuk eksklusif digunakan bentuk kami. Kelima, menunjukkan bentuk inklusif digunakan bentuk kita. Keenam, menunjukkan bentuk jamak digunakan bentuk kamu sekalian atau kalian, mereka. Ketujuh, menunjukkan jabatan yang dimiliki seseorang digunakan bentuk leksem jabatan seperti dokter, mantri. 2). Deiksis Tempat (Ruang) Purwo (1984: 37) mengungkapkan bahwa tidak semua leksem ruang dapat bersifat deiksis dan tidak ada leksem ruang yang berupa nomina. Nomina baru dapat menjadi lokatif apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang. Bentuk deiksis ruang, baik yang deiktis maupun yang tidak deiktis sebagai berikut. a). Leksem ruang dekat, jauh, tinggi, pendek tidak bersifat deiktis jika tidak dirangkai dengan bentuk persona. (1) Sala dekat dengan Yogya. tidak deiktis (2) Rumah Ani dekat dengan rumah Ita. deiktis b). Leksem ruang kanan dan kiri tidak deiktis jika dirangkaikan dengan benda bernyawa (seperti manusia), tetapi menjadi deiktis jika dirangkaikan dengan benda tidak bernyawa (seperti pohon). (1) Adik berdiri di sebelah kiri Bapak polisi itu. tidak deiktis (2) Pemburu itu berdiri di sebelah kiri pohon jambu. deiktis Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kata kiri pada kalimat (2) pendengar harus mengetahui tempat si pembicara berdiri ketika mengucapkan kalimat tersebut. c). Leksem ruang depan, belakang tidak deiktis jika dirangkaikan dengan nomina yang mempunyai bagian depan dan belakang yang pasti, tetapi menjadi deiktis jika dirangkaikan dengan nomina yang tidak mempunyai commit bagian depan dan belakang yang jelas.to user 24 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id (1) Aku berdiri di depan mobil. tidak deiktis (2) Ada seekor rusa di depan pohon cemara itu. deiktis d). Hal ruang yang ditunjukkan oleh preposisi dapat bersifat statis (menggambarkan hal yang diam) dan dapat bersifat dinamis (menggambarkan hal yang bergerak). Menurut Purwo (1984: 39), untuk mengetahui hal yang bergerak itu perlu dibedakan antara pengertian tempat asal gerakan dan tempat tujuan gerakan. Preposisi di menggambarkan hal yang diam, preposisi ke dan dari menggambarkan hal yang bergerak. Preposisi ke merupakan “pengantar tempat yang dituju”, sedangkan dari merupakan “pengantar tempat yang ditinggalkan”. Selain bentuk-bentuk di atas terdapat bentuk lain yang deiktis, yaitu bentuk pronomina demonstratif ini dan itu. Menurut Purwo (1984: 43) pronomina demonstratif ini yang sejajar dengan kata sini digunakan untuk menunjuk pada tempat yang dekat dengan persona pertama, sedangkan pronomina demonstratif itu yang sejajar dengan kata situ digunakan untuk menunjuk pada tempat yang jauh dari persona pertama atau yang dekat dari persona kedua. Pendapat lain dikemukakan oleh pakar deiksis, Prof. Dr. Sumarlam, M.S., yang menyatakan bahwa pronomina demonstratif lokatif dibagi menjadi empat, yaitu dekat dengan pembicara digunakan kata ini atau sini, agak dekat atau agak jauh digunakan kata itu atau situ, jauh dari pembicara digunakan kata sana, dan bentuk eksplisit misalnya Sala atau Yogya. Akan tetapi, dari keempat bentuk pronomina demonstratif lokatif tersebut bentuk eksplisit tidak termasuk dalam kategori deiksis. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa deiksis tempat diungkapkan dengan leksem ruang yang dapat berupa adjektiva, adverbia, dan verba. Leksem dekat, jauh, tinggi, pendek bersifat deiktis jika dirangkai dengan bentuk persona. Leksem ruang kanan dan kiri bersifat deiktis jika dirangkai dengan benda tidak bernyawa. Sementara itu, leksem depan dan belakang bersifat deiktis jika dirangkai dengan nomina yang tidak mempunyai bagian depan dan belakang yang jelas. Selain itu, juga kata yang telah pasti bersifat deiktis, yaitu sini, ini, situ, itu, dan sana.commit to user perpustakaan.uns.ac.id 25 digilib.uns.ac.id Berdasarkan paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi-fungsi deiksis ruang. Pertama, menunjuk pada tempat yang dekat dengan pembicara digunakan kata sini dan ini. Kedua, menunjuk pada tempat yang agak dekat atau agak jauh dari pembicara digunakan kata situ dan itu. Ketiga, menunjuk pada tempat yang jauh dari pembicara digunakan kata sana. 3). Deiksis Waktu Leksem waktu baik yang deiktis maupun yang tidak deiktis sebagai berikut. a). Leksem waktu yang tidak deiktis (1). Beberapa leksem waktu saat, waktu, masa, tempo, kala, dan kali berbeda dalam jangkauan waktunya. (a) Bumi berputar sepanjang masa. tidak deiktis (b) Dalam tempo satu bulan rumah ini sudah harus tidak deiktis dibongkar. (2). Beberapa leksem waktu dibedakan sebagai akibat perputaran bumi mengelilingi matahari menyebabkan gelap atau terang. Batas waktu antara yang disebut pagi, siang, sore, dan malam dalam setiap bahasa tidak sama. Leksem waktu pagi, siang, sore, dan malam tidak deiktis karena leksem tersebut ditentukan berdasarkan posisi planet bumi terhadap matahari. b). Leksem waktu yang deiktis (1). Kata sekarang bertitik labuh pada saat penutur mengucapkan kata itu (dalam kalimat), atau yang disebut saat tuturan. Kata kemarin bertitik labuh pada satu hari sebelum saat tuturan. Kata besok bertitik labuh pada satu hari sesudah saat tuturan. (2). Untuk menyebutkan satu hari sebelum kemarin digunakan frasa kemarin dulu. Untuk menyebutkan satu hari sesudah besok digunakan kata lusa, dua hari sesudah besok kata tulat atau langkat, dan tiga hari sesudah besok tubin atau tungging (Poerwadarminta (dalam Purwo; 1984:71)). (3). Penentuan leksem deiktis dulu, tadi, nanti, kelak tidak tertentu dan relatif. Kata dulu dan tadi bertitik labuh pada waktu sebelum saat tuturan. Kata nanti dan kelak bertitik labuh pada waktu sesudah saat tuturan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 26 digilib.uns.ac.id Leksem waktu tersebut, baik yang deiktis maupun yang tidak deiktis dapat dirangkaikan dengan kata ini dan itu. Leksem waktu yang dirangkaikan dengan kata ini mengacu pada waktu sekarang, sedangkan leksem waktu yang dirangkaikan dengan kata itu mengacu pada waktu lampau. Akan tetapi, tidak semua leksem waktu dapat dirangkaikan dengan kata ini dan itu. Yang dapat dirangkaikan dengan kata ini dan itu adalah satuan kalender seperti hari, Kamis, bulan, April, tahun; kata-kata seperti saat, waktu, masa, kali, zaman; konjungsi yang menyatakan waktu, sementara dan preposisi mengenai waktu, selama; kata dewasa. Yang dapat dirangkaikan dengan kata ini adalah leksem waktu sekarang dan tadi. Selain itu, juga terdapat rangkaian kata-kata seperti baru-baru ini, belum lama ini, akhir-akhir ini, dan belakangan ini. Rangkaian kata-kata tersebut hanya dapat dirangkaikan dengan kata ini. Yang dapat dirangkaikan dengan kata itu adalah kata kala dan ketika. Rangkaian kata seperti baru-baru ini, belum lama ini, akhir-akhir ini, dan belakangan ini menunjuk pada waktu lampau, tetapi tidak terlalu jauh jaraknya dari saat tuturan. Baru-baru ini dan belum lama ini digunakan untuk menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual, sedangkan akhir-akhir ini dan belakangan ini dipakai untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi lebih dari satu kali atau yang duratif (Purwo; 1984: 85). Selain leksem waktu, terdapat leksem ruang yang mengungkapkan pengertian waktu sebagai berikut. (1). Leksem ruang seperti depan, belakang, panjang, pendek yang dipakai dalam pengertian waktu memberikan kesan seolah-olah waktu merupakan hal yang diam. Namun, leksem ruang seperti datang, lalu, tiba, mendekat dalam pengertian waktu memberikan kesan bahwa waktulah yang bergerak melewati kita (Purwo; 1984: 59). Kata depan dan datang merujuk pada waktu yang akan datang atau futur. Kata belakang dan lalu merujuk pada waktu lampau. Kata belakang untuk menyatakan waktu ditunjukkan dengan penggunaan kata belakangan ini, sedangkan kata datang untuk menyatakan waktu diberi tambahan yang dan akan. Namun, dalam pemakaian bahasa Indonesia saat ini commitpenggunaannya. to user kata belakangan ini jarang dijumpai 27 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id (2). Patokan untuk mengukur ruang seperti panjang dan pendek juga dapat dipakai untuk mengukur waktu, yaitu dengan menggunakan kata jangka panjang dan jangka pendek. Kedua kata tersebut merupakan bekuan. Dengan demikian, deiksis waktu diungkapkan dengan kata keterangan waktu dan leksem ruang yang menyatakan waktu. Leksem pagi, siang, sore, dan malam tidak deiktis jika leksem tersebut ditentukan berdasarkan posisi planet bumi terhadap matahari. Leksem pagi, siang, sore, dan malam menjadi deiktis jika patokannya bukan posisi bumi terhadap matahari. Deiksis waktu diungkapkan dengan kata sekarang, kemarin, besok, dulu, tadi, nanti, dan kelak. Leksem ruang yang dapat digunakan untuk mengungkapkan waktu adalah leksem ruang seperti depan, belakang, panjang, pendek, datang, lalu, tiba, mendekat, panjang, dan pendek. Selain itu, dari paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi-fungsi deiksis waktu. Pertama, merujuk pada saat tuturan digunakan kata sekarang dan penambahan kata ini pada leksem waktu. Kedua, merujuk pada waktu lampau atau sebelum saat tuturan digunakan kata kemarin, kemarin dulu, dulu, tadi, lalu, barubaru ini, belum lama ini, akhir-akhir ini, belakangan ini, dan penambahan kata itu pada leksem waktu. Ketiga, merujuk pada waktu sesudah saat tuturan digunakan kata besok, lusa, tulat atau langkat, tubin atau tungging, nanti, kelak, depan, yang akan datang. Keempat, untuk menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual digunakan kata baru-baru ini dan belum lama ini. Kelima, untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi lebih dari satu kali atau yang duratif digunakan kata akhirakhir ini dan belakangan ini. 4). Deiksis Wacana Deiksis wacana terdiri atas anafora dan katafora. Keduanya termasuk deiksis dalam-tuturan. Menurut Nababan (1987: 42) anafora merujuk pada yang sudah disebut, sedangkan katafora merujuk pada yang akan disebut. Bentuk yang dipakai untuk mengungkapkan deiksis wacana adalah kata atau frasa ini, itu, yang terdahulu, sebagai berikut, yang pertama, yang berikut, begitulah, dan lainlain. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 28 digilib.uns.ac.id Pemarkah anafora dan katafora yang berupa bentuk persona adalah kata ganti persona ketiga. Pemarkah anafora dibedakan atas bentuk tunggal, dia dan bentuk jamak, mereka. Bentuk dia mempunyai bentuk terikat –nya yang lekat kanan pada verba meN-, verba di-, dan preposisi tertentu. Bentuk –nya juga dapat dipakai dalam konstruksi posesif, sebagai bentuk jamak, dan dirangkai dengan kata di antara. Bentuk pronominal dapat menjadi pemarkah katafora jika berada dalam konstruksi posesif dan dalam kedudukan sebagai objek verba transitif. Selain bentuk-bentuk pronominal tersebut, ada frasa yang dapat menjadi pemarkah anafora, yaitu frasa yang bersangkutan. Pemarkahan anafora bentuk bukan persona dilakukan dengan penyebutan ulang konstituen induknya kemudian dirangkaikan dengan kata itu. Pemarkahan anafora terhadap dua hal yang disebutkan secara bertutut-turut digunakan istilah seperti yang pertama dan yang kedua, atau yang pertama dan yang satunya. Untuk pengacuan konstituen yang disebutkan kedua digunakan frasa seperti yang tersebut belakang, yang belakangan itu, atau (yang) terakhir ini. Pemarkah anaforis yang lain adalah tersebut dan tadi. Yang dapat menjadi pemarkah katafora adalah kata ini, begini, yakni, yaitu, dan demikian. Kata begini sebagai katafora mirip dengan frasa sebagai berikut dan seperti di bawah ini. Namun, kata berikut dapat menjadi pemarkah katafora tanpa dirangkaikan dengan kata sebagai dan dapat dirangkai dengan kata ini menjadi berikut ini. Khusus untuk kata demikian dapat kataforis dan anaforis karena dapat dirangkaikan dengan kata ini dan itu. Pemarkah anafora tempat ditunjukkan dengan penggunaan kata sana dan itu yang dirangkaikan dengan leksem ruang. Sementara itu, untuk pemarkah anafora waktu digunakan kata itu yang dirangkaikan dengan leksem waktu (yang tidak deiktis). Selain itu, kata bilangan selalu dijumpai dalam rangkaian dengan pemarkah anafora itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa deiksis wacana terdiri atas anafora dan katafora. Pengungkapan deiksis wacana dilakukan dengan kata atau frasa ini, itu, yang terdahulu, sebagai berikut, yang pertama, yang berikut, begitulah, dan sebagainya. Pengungkapan bentuk anafora digunakan kata dia, ia, commit to user bentuk terikat -nya, mereka, yang bersangkutan, itu, yang pertama, yang perpustakaan.uns.ac.id 29 digilib.uns.ac.id kedua, yang satunya, yang tersebut belakang, yang belakangan itu, (yang) terakhir ini, tersebut, tadi, demikian, sana, dan sebagainya. Pengungkapan bentuk katafora digunakan kata ini, begini, yakni, yaitu, demikian, sebagai berikut, seperti di bawah ini, berikut ini, dan sebagainya. Berdasarkan paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi-fungsi deiksis wacana. Pertama, merujuk pada hal yang telah disebut (anafora) digunakan kata dia, ia, -nya, mereka, yang bersangkutan, itu, yang pertama, yang kedua, yang satunya, yang tersebut belakang, yang belakangan itu, (yang) terakhir ini, tersebut, tadi, demikian, sana, dan sebagainya. Kedua, merujuk pada hal yang akan disebut (katafora) digunakan kata ini, begini, yakni, yaitu, demikian, sebagai berikut, seperti di bawah ini, berikut ini, dan sebagainya. Ketiga, merujuk pada jumlah yang banyak (jamak) digunakan kata mereka dan bentuk terikat –nya. Keempat, menunjukkan konstruksi posesif digunakan bentuk terikat –nya. Kelima, untuk menyimpulkan sesuatu digunakan kata begitu dan demikian. 5). Deiksis Sosial Pengungkapan deiksis sosial berhubungan dengan kesopanan berbahasa atau undha usuk atau honorifics (sopan-santun berbahasa). Bentuk yang digunakan untuk mengungkapkan deiksis sosial adalah kata sapaan seperti ibu, bapak, saudara, nyonya, dan sebagainya; kata ganti orang seperti engkau, kamu; dan penggunaan gelar seperti Prof., Drs.. Bentuk-bentuk tersebut merupakan bentuk honorifics atau sopan-santun berbahasa. Selain itu, deiksis sosial juga dapat diungkapkan dengan eufemisme atau penggunaan kata halus. Eufemisme merupakan gejala kebahasaan yang didasarkan pada sikap sosial kemasyarakatan atau kesopanan terhadap orang atau peristiwa (Nababan; 1987: 43). Bentuk-bentuk yang termasuk eufemisme adalah kata wafat atau meninggal sebagai pengganti kata mati, wanita tuna susila atau singkatan WTS sebagai pengganti pelacur, dan singkatan WC sebagai pengganti jamban. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa deiksis sosial diungkapkan dengan kata sapaan, kata ganti orang, penggunaan gelar, dan kata-kata khusus. Kata sapaan, kata ganti orang, dan penggunaan gelar merupakan honorifics, commit to user sedangkan kata-kata khusus merupakan eufemisme. Deiksis sosial diungkapkan perpustakaan.uns.ac.id 30 digilib.uns.ac.id dengan kata ibu, bapak, saudara, nyonya, engkau, kamu, Prof., Drs., tunanetra, WTS, dan sebagainya. Berdasarkan paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi deiksis sosial secara umum, yaitu sebagai bentuk kesopanan dalam berbahasa. Sementara untuk fungsi khusus deiksis sosial ditentukan sesuai dengan konteksnya. Deiksis sosial dapat berfungsi (1) sebagai bentuk efektivitas kalimat, (2) sebagai pembeda tingkat sosial penutur dengan mitra tutur, (3) untuk menjaga sopan santun berbahasa, dan (4) untuk menjaga sikap sosial kemasyarakatan antar penutur. 4. Hakikat Wacana a. Definisi Wacana Wacana merupakan satuan lingual yang tertinggi. Wacana berada di atas kalimat. Sebuah wacana terdiri atas kalimat-kalimat. Wacana dalam bahasa Inggris disebut discourse. Kata discourse berasal dari bahasa Latin discursus yang berarti lari kian kemari (Sumarlam, Adhani, dan Indratmo (ed.); 2004: 3). Fatimah (1994: 3) mengungkapkan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Kridalaksana (2008: 259) menjelaskan bahwa wacana adalah seluruh peristiwa bahasa yang membawa ujaran dari pembicara sampai ke pendengar, termasuk ujaran dan konteksnya. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa wacana merupakan salah satu bentuk peristiwa berbahasa. Ujaran termasuk wacana dan ujaran dapat diwujudkan dengan kalimat. Alwi, H., dkk. (2003: 41) mengungkapkan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Wacana dapat dilihat dalam berbagai bahan bacaan, seperti novel, buku, artikel, pidato, atau khotbah. Dengan demikian, wacana dapat dibagi menjadi wacana tulis dan wacana lisan. Wacana tulis dapat berupa novel, buku, atau artikel. Wacana lisan dapat berupa pidato atau khotbah. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Tarigan (dalam Fatimah; 1994: 5) bahwa wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan commit to user perpustakaan.uns.ac.id 31 digilib.uns.ac.id koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tulisan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi di atas kalimat yang direalisasikan secara lisan atau tertulis. Wacana direalisasikan secara lisan misalnya dalam pidato atau khotbah. Wacana direalisasikan secara tertulis misalnya dengan novel, buku, atau artikel. Dalam realisasi wacana tersebut dibutuhkan unsur-unsur wacana. Supardo (1988: 56) menyatakan bahwa wacana terdiri atas bagian-bagian yang berupa (1) unsur bahasa seperti kata, frasa, klausa, dan kalimat; (2) konteks yang terdapat di sekitar wacana; (3) makna dan maksud; (4) koherensi; dan (5) kohesi. Unsurunsur tersebut harus terdapat dalam setiap wacana. b. Jenis Wacana James L. Kinneavy (dalam Parera; 2004: 221) membedakan wacana berdasarkan tujuannya, yaitu (1) wacana ekspresif, (2) wacana referensial, (3) wacana susastra, dan (4) wacana persuasif. Pertama, wacana ekspresif adalah wacana yang lebih ditujukan atau unsur yang paling dominan adalah enkoder (untuk penulis atau pembicara sendiri). Wacana ini dibedakan atas (1) wacana yang bersifat individual, seperti jurnal, catatan harian, keluhan, doa; dan (2) wacana yang bersifat sosial, seperti manifesto, deklarasi kemerdekaan, kontrak, dan ikrar keagamaan. Kedua, wacana referensial adalah wacana yang acuannya kepada realitas, kepada fakta dan data. Wacana tersebut dibagi menjadi (1) wacana ekspositori (dialog, seminar, hipotesis, dan sebagainya); (2) wacana ilmiah (laporan penelitian); dan (3) wacana informatif (makalah-makalah di surat kabar, laporan, rangkuman dan abstrak, makalah-makalah nonteknis dalam ensiklopedia, dan buku-buku teks untuk pendidikan). Ketiga, wacana susastra adalah wacana yang berisi realitas yang sudah dijalin ke dalam imajinasi dan penikmatan estetis. Wacana susastra dapat dibedakan atas: cerita pendek, novel, lirik, limerik, balada, drama, dan sebagainya. Keempat, wacana persuasif adalah wacana yang memancing tindakan, emosi, dan keyakinan tertentu dari enkoder. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 32 digilib.uns.ac.id Wacana ini meliputi iklan, pidato politik, khotbah agama, tajuk rencana, dan sebagainya. Klasifikasi lain diungkapkan oleh Sumarlam dkk. (2008: 15). Sumarlam, dkk. mengklasifikasikan wacana berdasarkan bahasa yang dipakai sebagai sarana untuk mengungkapkan, media yang dipakai untuk mengungkapkan, jenis pemakaian, bentuk, serta cara dan tujuan pemaparannya. Berdasarkan bahasa yang dipakai sebagai sarana untuk mengungkapkan wacana dibagi menjadi empat macam, yaitu (1) wacana bahasa nasional (menggunakan bahasa Indonesia); (2) wacana bahasa lokal atau daerah (menggunakan bahasa daerah); (3) wacana internasional (menggunakan bahasa Inggris); dan (4) wacana bahasa lainnya (menggunakan bahasa asing yang lain). Berdasarkan media yang digunakan wacana dibagi menjadi wacana tulis dan wacana lisan. Wacana tulis adalah wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui media tulis. Wacana lisan adalah wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan. Berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya wacana dibagi menjadi wacana monolog dan wacana dialog. Wacana monolog (monologue discourse) adalah wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung. Contoh wacana ini adalah orasi ilmiah, penyampaian visi dan misi, khotbah, dan sebagainya. Sementara itu, wacana dialog (dialogue discourse) adalah wacana atau percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung, seperti pemakaian bahasa dalam peristiwa diskusi, seminar, musyawarah, dan kampanye dialogis. Berdasarkan bentuknya wacana dibedakan menjadi tiga, yaitu wacana prosa, wacana puisi, dan wacana drama. Wacana prosa adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa, seperti cerita pendek, cerita bersambung, novel, artikel, pidato, khotbah, dan kuliah. Wacana puisi adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi, seperti puisi, syair, dan puitisasi (puisi lisan). Wacana drama adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog, baik berupa wacana tulis maupun wacana lisan; seperti naskah commit todrama user (wacana lisan). drama, naskah sandiwara, dan pementasan perpustakaan.uns.ac.id 33 digilib.uns.ac.id Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya wacana dibedakan menjadi lima, yaitu wacana narasi, wacana deskripsi, wacana eksposisi, wacana argumentasi, dan wacana persuasi. Pertama, wacana narasi adalah wacana yang mementingkan urutan waktu dan dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu. Kedua, wacana deskripsi adalah wacana yang bertujuan melukiskan, menggambarkan, atau memerikan sesuatu menurut apa adanya. Ketiga, wacana eksposisi adalah wacana yang tidak mementingkan waktu dan pelaku karena berorientasi pada pokok pembicaraan dan bagian-bagiannya diikat secara logis. Keempat, wacana argumentasi adalah wacana yang berisi ide atau gagasan yang dilengkapi dengan data-data sebagai bukti dan bertujuan meyakinkan pembaca akan kebenaran ide atau gagasannya. Kelima, wacana persuasi adalah wacana yang isinya bersifat ajakan atau nasihat, biasanya ringkas dan menarik, serta bertujuan untuk mempengaruhi secara kuat pada pembaca atau pendengar agar melakukan nasihat atau ajakan tersebut. 5. Hakikat Surat Kabar a. Definisi Surat Kabar Surat kabar merupakan salah satu jenis media cetak yang sangat dikenal masyarakat. Sebagian besar orang menganggap surat kabar adalah pers, tetapi itu tidak sepenuhnya benar. Surat kabar bukan pers, melainkan bagian dari pers. Istilah pers berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak (printed publications) (Effendy; 2006: 145). Menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 (dalam Djuroto; 2002: 4), pers adalah lembaga kemasyarakatan, alat perjuangan nasional yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa, yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya, diperlengkapi atau tidak diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan, alat-alat foto, klise, mesin-mesin stensil, atau alat-alat teknik lainnya. Dalam perekembangannya pers mempunyai dua pengertian, yaitu pers commitpengertian to user sempit. Pers dalam pengertian dalam pengertian luas dan pers dalam 34 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id luas mencakup media cetak dan media elektronik, seperti radio, televisi, dan film. Pers dalam pengertian sempit terbatas pada media cetak saja, misalnya koran, majalah, buletin, brosur, pamflet, dan leaflet (R. Amak Syarifuddin dalam Djuroto; 2002: 5). Istilah pers dalam pengertian surat kabar (media cetak) berasal dari benua Eropa ketika para pedagang di sana saling bertukar informasi harga pasar yang ditulis pada kulit kayu atau kulit ternak (Djuroto; 2002: 5). Menurutnya, surat kabar adalah kumpulan berita, artikel, cerita, iklan, dan sebagainya yang dicetak dalam lembaran kertas ukuran plano, terbit secara teratur, bisa setiap hari atau seminggu satu kali (Djuroto; 2002: 11). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa surat kabar adalah kumpulan berita, artikel, cerita, iklan, dan sebagainya yang dicetak dalam lembaran kertas yang terbagi atas kolom-kolom dan terbit setiap hari atau seminggu satu kali. Surat kabar umumnya berisi peristiwa-peristiwa aktual yang terjadi di masyarakat. Peristiwa tersebut dapat peristiwa yang berskala lokal, nasional, bahkan internasional. b. Ciri-ciri Surat Kabar Surat kabar sebagai salah satu jenis media massa memiliki ciri-ciri sama dengan ciri-ciri komunikasi massa. Effendy (2006: 145) mengungkapkan lima ciri-ciri komunikasi massa. Ciri-ciri komunikasi massa adalah (1) prosesnya berlangsung satu arah, (2) komunikatornya melembaga, (3) pesannya bersifat umum, (4) medianya menimbulkan keserempakan, dan (5) komunikannya heterogen. Surat kabar (media cetak) juga mempunyai ciri khas yang membedakannya dengan media elektronik. Ciri khas media cetak adalah pesanpesannya dapat dikaji, dipelajari, dan disimpan untuk dibaca pada tiap kesempatan. Selain itu, pesan yang disiarkan media cetak juga canggih (sophisticated) dan ilmiah. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan pendapat di antara para cendekiawan yang menyajikan pemikirannya dalam surat kabar. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 35 digilib.uns.ac.id Media cetak juga memiliki daya persuasi yang tinggi karena pesannya lebih banyak ditujukan pada pikiran. Effendy (2006: 154 – 155) juga mengemukakan ciri surat kabar secara khusus, yaitu (1) publisitas, (2) universalitas, (3) aktualitas, dan (4) periodisitas. Publisitas adalah surat kabar diperuntukkan bagi khalayak umum karena berita, tajuk rencana, artikel, dan lain-lain harus menyangkut kepentingan umum. Universalitas maksudnya surat kabar harus memuat aneka berita mengenai kejadian-kejadian di seluruh dunia dan segala aspek kehidupan manusia. Aktualitas maksudnya adalah kecepatan penyampaian laporan tentang kejadian di masyarakat kepada khalayak. Aktualitas surat kabar adalah 24 jam. Terakhir, periodisitas adalah penerbitan surat kabar terbitnya secara periodik dan teratur. c. Fungsi Surat Kabar Effendy (2006: 149) mengemukakan empat fungsi pers, yaitu (1) fungsi menyiarkan informasi, (2) fungsi mendidik, (3) fungsi menghibur, dan (4) fungsi mempengaruhi. 1). Fungsi menyiarkan informasi (to inform) Menyiarkan informasi merupakan fungsi utama pers. Pembaca membeli surat kabar karena memerlukan informasi tentang berbagai hal yang terjadi di sekitarnya. 2). Fungsi mendidik (to educate) Surat kabar memuat tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga pembaca dapat bertambah pengetahuannya. Fungsi ini diwujudkan secara implisit dalam artikel atau tajuk rencana, bahkan kadang-kadang dalam cerita bersambung atau berita bergambar. 3). Fungsi menghibur diri (to entertain) Hal-hal yang bersifat hiburan dimuat oleh surat kabar untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel yang berbobot. Isi surat kabar yang bersifat hiburan bisa berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, karikatur, berita yang mengandung commit user human interest, dan kadang-kadang tajuk to rencana. perpustakaan.uns.ac.id 36 digilib.uns.ac.id 4). Fungsi mempengaruhi (to influence) Fungsi ini membuat surat kabar mempunyai peran penting dalam masyarakat. Fungsi mempengaruhi secara implisit terdapat pada tajuk rencana dan artikel. d. Sifat Surat Kabar Surat kabar mempunyai sifat yang berbeda dibandingkan media elektronik, seperti radio dan televisi, dalam menyiarkan berita. Ditinjau dari ilmu komunikasi sifat surat kabar sebagaimana diungkapkan Effendy (2006: 155 – 159) sebagai berikut. 1). Terekam Berita yang disiarkan oleh surat kabar tersusun dalam alinea, kalimat, dan kata-kata yang terdiri atas huruf-huruf dan dicetak pada kertas. Oleh karena itu, setiap peristiwa atau hal yang diberitakan dapat dikaji kembali, dapat dijadikan dokumentasi, dan dapat dipakai sebagai bukti untuk keperluan tertentu. 2). Menimbulkan perangkat mental secara aktif Pembaca untuk memahami berita yang disiarkan surat kabar harus menggunakan perangkat mentalnya secara aktif. Hal ini menyebabkan wartawan harus menggunakan bahasa yang umum dan lazim agar pembaca mudah memahaminya. Selain itu, pembaca surat kabar sifatnya heterogen, tingkat pendidikannya juga tidak sama, dan mayoritas rata-rata berpendidikan rendah sampai menengah. 3). Pesan menyangkut kebutuhan komunikan Dalam proses komunikasi pesan yang akan disampaikan kepada komunikan menyangkut teknik transmisinya agar mengenai sasarannya dan mencapai tujuannya. Wilbur Schramm (dalam Effendy; 2006: 157) menyatakan: a). pesan hendaknya dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian sasaran yang dimaksud; b). pesan hendaknya menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran sehingga sama-sama dapat dimengerti; c). pesan hendaknya membangkitkan kebutuhan pribadi pihak sasaran dan commit to memperoleh user menyarankan beberapa cara untuk kebutuhannya itu; dan 37 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id d). pesan hendaknya menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi, yang layak bagi situasi kelompok tempat sasaran berada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki. Untuk menerapkan saran Wilbur Schramm tersebut, wartawan harus membuat perencanaan jurnalistik (communication planning) secara matang sebelum membuat sebuah karya. 4). Efek sesuai dengan tujuan Efek yang diharapkan dari pembaca surat kabar bergantung pada tujuan wartawan sebagai komunikator. Tujuan komunikasi melalui surat kabar (Effendy; 2006: 157 – 159) dirumuskan dengan pertanyaan berikut. a). Apakah tujuannya agar pembaca tahu? Pesan yang disampaikan surat kabar dituangkan dalam bentuk berita karena surat kabar bersifat informatif. b). Apakah tujuannya agar pembaca berubah sikap dan perilakunya? Pesan surat kabar disiarkan dengan tujuan agar khalayak mempunyai sikap tertentu, pendapat tertentu, atau melakukan tindakan tertentu. Berita-berita tersebut dituangkan dalam tajuk rencana (editorial), reportase dengan gaya pelaporan interpretatif (interpretative reporting), atau dalam pojok. c). Apakah tujuannya agar pembaca meningkat intelektualitasnya? Efek yang diharapkan agar pembaca meningkat intelektualitasnya dapat diperoleh dengan menyajikan artikel-artikel mengenai aspek kehidupan tertentu. Sebuah artikel di surat kabar yang mengandung pendidikan dapat disajikan secara ilmiah populer. 5). Yang harus dilakukan oleh wartawan sebagai komunikator Wartawan harus memahami ciri-ciri dan sifat-sifat komponen komunikasi. Dalam pelaksanaannya Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers dan pasal-pasal dalam Kode Etik Persatuan Wartawan Indonesia harus selalu diperhatikan oleh wartawan. Selain itu, seorang wartawan harus dapat menyajikan karya yang menarik, akurat, objektif, dan bermanfaat bagi para pembaca. commit to user 38 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id e. Kategorisasi Isi Surat Kabar Surat kabar berisi berita-berita seputar kehidupan manusia, seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Paul J. Deutschmann (dalam Flournoy (ed.); 1989: 30) menggolongkan kategori isi surat kabar menjadi sebelas sebagai berikut. 1). 2). 3). 4). 5). 6). 7). 8). 9). 10). 11). Perang, pertahanan, dan diplomasi; berisi (a) perang dan pemberontakan; (b) pertahanan, (c) diplomasi dan hubungan luar negeri, (d) peluru kendali dan ruang angkasa, (e) bom atom, dan sebagainya. Politik dan pemerintahan; berisi (a) politik, (b) kegiatan-kegiatan pemerintah, (c) komunisme, (d) perpajakan, dan sebagainya. Kegiatan ekonomi, berisi (a) kegiatan perekonomian umum, (b) harga-harga, (c) uang, (d) angkutan dan perjalanan, (e) pertanian, (f) tenaga kerja dan upah, (g) sumber-sumber alamiah, dan sebagainya. Kejahatan, berisi (a) kejahatan orang dewasa, (b) kejahatan remaja, (c) penegakan hukum dan badan-badan penegak hukum, dan sebagainya. Masalah-masalah moral masyarakat, berisi (a) masalah-masalah moral masyarakat, (b) minuman keras, (c) perceraian, (d) seks, (e) persidangan pengadilan sipil, (f) hubungan-hubungan kesukuan, dan sebagainya. Kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, berisi (a) penanganan masalah-masalah kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, (b) kesehatan, (c) kesejahteraan masyarakat, (d) penanganan soal-soal sosial dan keselamatan, (e) kesejahteraan anak-anak, dan sebagainya. Kecelakaan-kecelakaan dan bencana-bencana, berisi kecelakaan yang disebabkan oleh manusia maupun bencana-bencana alam. Ilmu dan penemuan, berisi (a) ilmu, penemuan, dan penelitian; (b) angkasa, non-pertahanan; (c) energi atom, non-pertahanan; dan sebagainya. Pendidikan dan seni klasik, berisi (a) pendidikan, (b) seni klasik dan kebudayaan, (c) agama, (d) perikemanusiaan, dan sebagainya. Hiburan rakyat, berisi (a) hiburan, (b) Hollywood, (c) halaman berita olahraga, (d) TV dan radio, (e) pers, dan sebagainya. Human interest, berisi (a) kepentingan manusiawi secara umum, (b) cuaca, (c) kematian alamiah dan berita-berita dukacita, (d) binatang, (e) minat remaja, dan sebagainya. Selain kategori-kategori tersebut, isi berita surat kabar juga dikelompokkan menurut ukurannya, seperti lokal, nasional, dan internasional (Flournoy; 1989: 30). Berita lokal adalah berita yang memuat kejadian-kejadian di wilayah lokal. Berita nasional adalah yang memuat kejadian-kejadian di commitberita to user perpustakaan.uns.ac.id 39 digilib.uns.ac.id wilayah nasional. Berita internasional adalah berita-berita yang tidak dianggap lokal atau nasional yang bersifat penting tentang negara-negara lain dan organisasi-organisasi internasional. f. Bahasa Surat Kabar Bahasa jurnalistik, termasuk juga bahasa berita atau bahasa surat kabar, memiliki ciri dan gaya yang berbeda dibandingkan bahasa yang digunakan dalam bidang lain. Bahasa yang digunakan harus efektif agar pembaca dapat memahami dan menerima amanat yang disampaikan oleh penulis atau pembicara. Koesworo, dkk. (1994: 86) mengemukakan lima karakteristik bahasa jurnalistik sebagai berikut. 1). Sederhana, singkat, padat, jelas, dan langsung (to the point). 2). Hidup, lincah, sesuai dengan zamannya, mengandung kekayaan bahasa rakyat. 3). Kalimat singkat dan kata-kata positif, mengandung banyak fakta dengan menggunakan kata sesedikit mungkin (more and less words). 4). Bahasanya memasyarakat dengan mengutamakan isi. 5). Memiliki banyak gaya (style) bahasa. Style yang dimiliki bahasa pers berbeda-beda sesuai dengan jenis beritanya. Style bahasa pers terdiri atas style bahasa head-line (berita utama), style bahasa lead, bahasa berita, bahasa tajuk rencana (editorial), bahasa pojok, dan bahasa iklan (advertensi). Style bahasa head-line (berita utama) singkat dan merangsang (provocatif), sedangkan awalan dan akhiran tidak dipentingkan. Style bahasa lead sederhana, singkat, padat, menarik, langsung menuju perhatian pembaca, jelas, dan memudahkan pembaca. Bahasa berita singkat, jelas, menggunakan kata-kata biasa, familiar, dan positif. Bahasa tajuk rencana menggunakan kata “kita”, sugestif, mengajak berpikir, mempengaruhi, logisanalitis, dan kadang-kadang bersifat literair. Bahasa pojok humoritis, menyindir, kalau perlu mengejek tetapi tidak sarkastis, kemahiran mempermainkan bahasa atau kata-kata, dan dapat dicampur bahasa asing atau bahasa daerah. Bahasa iklan menarik, sugestif, singkat, jelas, bisa menggunakan semboyan-semboyan, katakata positif, jauhkan dari bahasa klise, dan kalimat ringkas (Koesworo, dkk.; commit to user 1994: 86). 40 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id B. Penelitian yang Relevan Penelitian tentang deiksis sebelumnya sudah pernah dilaksanakan oleh peneliti-peneliti yang berasal dari dalam dan luar negeri. Penelitian dari dalam negeri tentang deiksis yang menjadi rujukan bagi penelitian-penelitian tentang deiksis selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Bambang Kaswanti Purwo. Selain penelitian tersebut, terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain di antaranya penelitian Erlina Kusumawati, Tutik Muryani, Pudiyono, Miren Montoya Morales, dan Josep Ribera. Penelitian yang dilakukan oleh Bambang Kaswanti Purwo merupakan disertasi yang dibukukan. Penelitian Erlina Kusumawati dan Tutik Muryani berupa skripsi. Penelitian Pudiyono berupa tesis. Sementara itu, penelitian Miren Montoya Morales dan Josep Ribera merupakan penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal internasional. Pertama, penelitian Bambang Kaswanti Purwo pada tahun 1982, yang diterbitkan menjadi sebuah buku atas permintaan Indonesian Linguistics Development Project (ILDEP), berjudul Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Dalam penelitiannya ini diperoleh pembagian deiksis menjadi dua golongan besar, yaitu deiksis luar tuturan (eksofora) dan deiksis dalam tuturan (endofora). Deiksis luar tuturan terdiri atas deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu. Deiksis dalam tuturan terdiri atas anafora dan katafora. Deiksis persona diungkapkan dengan kata ganti persona pertama (aku, saya, kami, kita); kata ganti persona kedua (engkau, kamu, kalian atau kamu sekalian, anda, saudara, leksem kekerabatan, leksem jabatan); dan kata ganti persona ketiga (ia, dia, beliau, mereka, bentuk terikat –nya). Deiksis ruang (kata kanan, kiri, depan, belakang, dekat, jauh, dirangkai dengan bentuk persona). Deiksis waktu (kata malam, pagi, siang, sore yang menjadi patokan adalah pembicara serta kata sekarang, kemarin, dulu, nanti, tadi). Anafora adalah rujuk silang pada unsur yang telah disebutkan terdahulu dengan penanda kata tersebut, begitu, dia, mereka, demikian. Katafora adalah rujuk silang pada unsur yang akan disebutkan dengan penanda ialah, adalah, berikut ini. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Pudiyono pada tahun 2004 commit user and The Pauper” Karya Mark berjudul Deiksis dalam Prosa Fiksi “ThetoPrince perpustakaan.uns.ac.id 41 digilib.uns.ac.id Twain (Sebuah Kajian Pragmatik). Kesimpulan dari penelitian ini adalah ungkapan deiksis ditemukan dalam empat jenis tindak tutur, yaitu tindak tutur asertif, direktif, komisif, dan ekspresif. Berdasarkan letak atau tempat acuan sebuah ungkapan deiksis ditemukan distribusi deiksis endofora lebih banyak dibandingkan deiksis eksofora. Berdasarkan jenisnya ditemukan empat jenis deiksis, yaitu deiksis persona, deiksis tempat, deiksis wacana, dan deiksis waktu. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Tutik Muryani pada tahun 2006 berjudul Deiksis dalam Berita Utama Harian Solopos (Edisi Desember 2005 – Februari 2006). Kesimpulan penelitian ini adalah bentuk-bentuk pemakaian deiksis dalam berita utama harian Solopos edisi Desember 2005 – Februari 2006 dikelompokkan menjadi eksofora dan endofora yang meliputi anafora dan katafora. Bentuk-bentuk deiksis persona yang digunakan, yaitu persona pertama tunggal dan jamak, persona kedua tunggal, dan persona ketiga tunggal dan jamak. Bentuk-bentuk deiksis waktu yang dipakai, yaitu berupa leksem ruang yang mengungkapkan waktu dan leksem waktu. Bentuk-bentuk deiksis ruang yang digunakan, yaitu leksem bukan verba dan pronominal demonstratif. Bentukbentuk deiksis pemarkah anafora dan katafora yang ditemukan di antaranya pronominal demonstratif, bentuk terikat –nya, dan persona ketiga jamak (mereka). Selain itu, dalam penelitian ini juga disimpulkan bahwa distribusi deiksis dalam berita utama harian umum Solopos edisi Desember 2005 – Februari 2006 terdapat di awal, di tengah, dan di akhir kalimat bahkan dalam satu kalimat terdapat lebih dari satu deiksis. Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Erlina Kusumawati pada tahun 2006 berjudul Analisis Deiksis Persona dan Sosial Wacana Berita Patroli dalam Surat Kabar Harian Umum Solopos Tahun 2004. Dalam penelitian ini dibahas tentang bentuk-bentuk deiksis persona dan sosial, kategorisasi deiksis persona dan sosial, dan fungsi pemakaian deiksis persona dan sosial. Kesimpulan penelitian ini adalah bentuk-bentuk deiksis persona yang terdapat dalam wacana berita patroli harian umum Solopos seperti bentuk terikat –nya, saya, kita, kami, dia, dirinya, mereka, Kapolwil. Bentuk deiksis yang paling sering muncul adalah bentuk to user berita yang paling sering muncul terikat –nya. Bentuk deiksis sosialcommit dalam wacana perpustakaan.uns.ac.id 42 digilib.uns.ac.id adalah bentuk honorifics. Bentuk deiksis sosial yang muncul, seperti PSK, Kapolwil, nyolong, K.H., Ny., pembantu. Kategorisasi deiksis persona dalam wacana tersebut terdiri atas (1) deiksis persona pertama tunggal, saya; (2) deiksis persona pertama jamak, kami dan kita; (3) deiksis persona kedua tunggal, seperti Kapolwil; (4) deiksis persona ketiga tunggal seperti, dia, dirinya, dan bentuk terikat –nya; dan (5) deiksis persona ketiga jamak seperti, mereka. Kategorisasi deiksis sosial dalam wacana tersebut terdiri atas (1) eufimisme (pemakaian kata halus), misalnya: PSK, prostitusi, pembantu; dan (2) honorifics (sopan santun berbahasa), misalnya: sungkem, Kapolwil, K.H. (Kiai Haji), Ny., nyolong, ngutil. Fungsi pemakaian deiksis persona adalah (1) merujuk pada diri orang yang sedang berbicara, misalnya: saya; (2) merujuk pada nama orang yang memegang jabatan, misalnya: Kapolwil; (3) merujuk pada orang yang sedang dibicarakan, misalnya: dia, –nya, dan dirinya; (4) menyebutkan orang dalam jumlah banyak, misalnya: mereka; (5) menunjukkan bentuk inklusif, misalnya: kita; (6) menunjukkan bentuk ekslusif, misalnya: kami. Fungsi pemakaian deiksis sosial adalah (1) sebagai salah satu bentuk efektivitas kalimat, misalnya: Kapolwil; (2) sebagai pembeda tingkat sosial seseorang, misalnya: K.H (Kiai Haji); (3) untuk menjaga sopan santun berbahasa, misalnya: PSK; (4) untuk menjaga sikap sosial kemasyarakatan, misalnya: sungkem. Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Morales yang dipublikasikan dalam Philippine ESL Journal pada bulan Februari 2011 berjudul How The Deictic and Anaphoric Role of Na in Filipino Functions as a Cohesive Device in Classroom Interaction. Hasil dari penelitian ini adalah dalam bahasa Filipina kata na dapat digunakan sebagai kata ganti demonstratif, infinitif ke (dalam bahasa Inggris to), kata keterangan, kata ganti relatif, bahkan setara dengan perfect tense dalam bahasa Inggris. Penggunaan na sebagai deiksis persona berlaku dalam fungsinya sebagai kata ganti demonstratif dan deiksis spasial atau temporal dengan kata keterangan. Sementara itu, penggunaan anaforis na ditampilkan dalam fungsinya sebagai kata ganti relatif dan non-deiktis digunakan na. Fungsi anaforis terakhir ini adalah sebagai kata sifat. commit to user 43 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Ribera yang dipublikasikan dalam International Journal of English Studies tahun 2007 berjudul Text Deixis in Narrative Sequences. Hasil dari penelitian ini adalah teks deiksis dianggap sebagai perangkat referensial metaforis yang memetakan ucapan ke teks sehingga menggabungkan sifat referensial deiksis dan anafora. Frasa nomina demonstratif dalam urutan narasi dapat mengekspresikan jarak tekstual, jarak emosional, atau keduanya. Preferensi DemNPs (demonstrative noun phrase) untuk kata benda abstrak dan kompleks berkontribusi untuk mendefinisikan pola teks deiksis + kata benda umum dengan spesifik. Penelitian-penelitian tersebut mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti. Persamaan penelitian-penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah kesamaan bidang yang diteliti, yaitu bidang linguistik, khususnya deiksis. Perbedaan penelitianpenelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah objek penelitian yang diambil. Penelitian Bambang Kaswanti Purwo objeknya adalah bahasa Indonesia secara umum. Penelitian Pudiyono objeknya adalah karya sastra, yaitu novel The Prince and The Pauper karya Mark Twain. Penelitian Morales objeknya adalah kata na dalam bahasa Filipina, sedangkan penelitian Ribera objeknya adalah wacana narasi. Akan tetapi, penelitian Erlina Kusumawati dan Tutik Muryani objeknya sama dengan objek yang akan diteliti pada penelitian ini, yaitu surat kabar Solopos. Perbedaan penelitian Erlina Kusumawati dan Tutik Muryani dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah penelitian Erlina Kusumawati yang diteliti adalah berita Patroli dan deiksis yang diteliti adalah deiksis persona dan deiksis sosial, penelitian Tutik Muryani bagian yang diteliti berita utama, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti bagian yang diteliti adalah wacana di halaman Pendidikan. commit to user 44 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id C. Kerangka Berpikir Pragmatik merupakan kajian bahasa yang menelaah tentang penggunaan bahasa dalam komunikasi. Pragmatik memfokuskan pada struktur bahasa secara eksternal. Dalam penelitian ini menjadi objek kajiannya adalah teori deiksis yang bersumber dari kajian linguistik. Deiksis adalah kata yang referen atau acuannya selalu berganti-ganti yang dipengaruhi oleh konteks dan situasi yang melingkupinya. Deiksis dibagi menjadi lima, yaitu deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Deiksis merupakan salah satu subkajian dalam ilmu pragmatik. Selain deiksis masih terdapat praanggapan dan tindak tutur. Hal ini diungkapkan oleh Setiawan (2011: 69) bahwa pragmatik mencakup deiktik, praduga, dan tindak tutur. Pendapat ini juga diungkapkan oleh Levinson (1987: 27) bahwa pragmatics is the study of deixis (at least in part), implicature, presupposition, speech acts, and aspects of discourse structure. Realitas pemakaian deiksis dapat ditemukan pada suatu kata atau kalimat dalam suatu wacana kebahasaan, seperti pada surat kabar. Surat kabar merupakan media cetak yang menggunakan bahasa tulis sebagai sarana penyampaiannya sehingga dalam surat kabar terdapat banyak wacana kebahasaan. Salah satu wacana kebahasaan dalam surat kabar adalah berita pendidikan. Berita pendidikan berisi peristiwa-peristiwa dan informasi-informasi seputar dunia pendidikan. Wacana berita pendidikan menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Wacana berita yang digunakan dalam penelitian ini adalah wacana dalam harian Solopos yang dimuat setiap hari Senin – Sabtu. Dalam penelitian ini dideskripsikan bentuk-bentuk deiksis dan fungsi-fungsi pemakaian deiksis yang terdapat dalam wacana pada halaman pendidikan harian Solopos. Uraian di atas merupakan uraian kerangka berpikir dalam penelitian ini. Kerangka berpikir tersebut dapat dilihat pada bagan berikut. commit to user 45 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Bahasa wacana dalam halaman Pendidikan harian Solopos Pragmatik Struktur Wacana Tindak Tutur Deiksis Implikatur Praanggapan Deiksis Deiksis Deiksis Deiksis Deiksis persona tempat waktu wacana sosial Bentuk-bentuk deiksis Fungsi-fungsi deiksis Gambar 1. Bagan Alur Kerangka Berpikir commit to user 46 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada analisis dalam wacana surat kabar. Oleh karena itu, penelitian ini lokasinya tidak terikat dengan tempat tertentu. Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan antara bulan September 2011 sampai bulan April 2012. Rincian waktu pelaksanaan penelitian ini terdapat pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Rincian Waktu Pelaksanaan Penelitian Kualitatif No . Bulan Kegiatan Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr 2011 2011 2011 2011 2012 2012 2012 2012 1. Pengajuan judul 2. Pembuatan proposal 3. Seminar proposal 4. Pengajuan proposal 5. Pengumpulan data 6. Analisis data 7. Penulisan laporan B. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Bentuk penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Sutopo (2002: 111) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif kualitatif mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan studinya. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mencatat, menjelaskan, dan mendeskripsikan bentuk dan fungsi commit to user 47 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos edisi bulan Agustus – Oktober 2011. C. Data dan Sumber Data Menurut Arikunto (2006: 129) sumber data adalah subjek darimana data dapat diperoleh. Sumber data dikelompokkan menjadi tiga tingkatan oleh Arikunto, yaitu person (sumber data berupa orang), place (sumber data berupa tempat), dan paper (sumber data berupa simbol). Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah dokumen. Dokumen termasuk dalam tingkatan paper karena dokumen yang digunakan adalah wacana yang berisikan simbol dan lambang bahasa. Dokumen yang digunakan adalah artikel berita pendidikan dalam harian Solopos edisi bulan Agustus – Oktober 2011. Edisi ini dipilih karena berita-berita pendidikan selalu baru (aktual), tidak terikat dengan waktu-waktu tertentu. Pemilihan edisi ini didasarkan pada isi berita, bukan pada bulan atau faktor waktu tertentu seperti ujian nasional, mid semester, atau penerimaan siswa baru. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalimat-kalimat yang mengandung deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos edisi bulan Agustus – Oktober 2011 yang dapat mewakili sesuai dengan tujuan penelitian. D. Teknik Sampling (Cuplikan) Sampel pada penelitian ini diambil dengan teknik purposive sampling. Menurut Sutopo (2002: 56) purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan berdasarkan berbagai pertimbangan tertentu seperti kaitan dengan landasan teori yang digunakan, keingintahuan pribadi, karakteristik empiris yang dihadapi, dan sebagainya. Sumber data dipilih peneliti untuk mengetahui informasi dan untuk menjawab masalahnya secara mendalam. Sampel penelitian ini merupakan wacana-wacana pendidikan di harian Solopos yang dipilih secara acak. Teknik purposive sampling dipilih karena sumber data adalah dokumen, yaitu wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. Wacana di halaman ini commit to user 48 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kemudian dipilih lagi sebagai sampel. Pemilihan wacana tersebut dilakukan secara acak. E. Pengumpulan Data Sumber data yang dipilih ketika melakukan penelitian menuntut teknik pengumpulan data yang sesuai guna mendapatkan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis dokumen. Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. Teknik analisis dokumen dipilih dengan pertimbangan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumen, yaitu wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. F. Uji Validitas Data Data yang telah terkumpul divalidasi dengan melakukan trianggulasi. Patton (dalam Sutopo; 2002: 78) menyatakan bahwa ada empat macam teknik trianggulasi, yaitu trianggulasi data, trianggulasi peneliti, trianggulasi metodologi, dan trianggulasi teoretis (teori). Pada penelitian ini yang digunakan adalah trianggulasi teori, yaitu trianggulasi yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. Teknik ini dipilih karena penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan objek kajian. Selain itu, data penelitian ini merupakan kalimat-kalimat yang mengandung deiksis dan untuk menentukan jenis deiksis dalam suatu kalimat harus mengacu pada teori yang digunakan dalam penelitian. Teknik ini, misalnya, diterapkan ketika memvalidasi data deiksis tempat (ruang). Purwo (1984: 37) mengungkapkan bahwa deiksis tempat (ruang) diungkapkan dengan leksem ruang. Namun, ada pendapat lain tentang pengungkapan deiksis tempat yang dikemukakan oleh Sumarlam (10/02/2012) bahwa deiksis tempat (ruang) dapat diungkapkan dengan pronomina demonstratif lokatif yang dibagi menjadi empat, yaitu dekat dengan pembicara commit user digunakan kata ini atau sini, agak dekat to atau agak jauh digunakan kata itu atau 49 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id situ, jauh dari pembicara digunakan kata sana, dan bentuk eksplisit misalnya Sala atau Yogya. Akan tetapi, dari keempat bentuk pronomina demonstratif lokatif tersebut bentuk eksplisit tidak termasuk dalam kategori deiksis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengungkapan deiksis tempat (ruang) dapat diungkapkan dengan pemakaian leksem ruang dan pronomina demonstratif lokatif. G. Analisis Data Proses analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode padan. Metode padan adalah metode yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Alat penentu yang digunakan dalam metode ini adalah referen bahasa, organ wicara, bahasa lain, tulisan, dan mitra wicara (Sudaryanto; 1993: 13). Dalam penelitian ini digunakan alat penentu berupa referen bahasa, yaitu kenyataan yang ditunjuk oleh suatu bahasa. Dalam penelitian ini referen bahasa adalah bagian wacana yang menjadi acuan deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. Metode padan memiliki teknik-teknik yang digunakan untuk menganalisis data penelitian. Teknik analisis data dalam metode padan pada dasarnya adalah membandingkan dengan pengertian mencari persamaan dan perbedaan yang ada di antara dua hal yang dibandingkan. Teknik analisis data dalam metode padan terdiri atas teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar metode padan adalah teknik pilah unsur penentu, sedangkan teknik lanjutannya ada tiga, yaitu (1) teknik hubung banding menyamakan (teknik HBS), (2) teknik hubung banding memperbedakan (teknik HBB), dan (3) teknik hubung banding menyamakan hal pokok (teknik HBSP). Hubungan padan ini berupa hubungan banding antara semua penentu yang relevan dengan semua unsur data yang ditentukan. Hal ini disebabkan membandingkan berarti mencari kesamaan dan perbedaan yang ada di antara dua hal yang dibandingkan dan tujuan akhir mencari kesamaan pokok di antara kedua hal yang dibandingkan tersebut (Sudaryanto; 1993: 27). Teknik-teknik tersebut dipilih commit to user karena data yang digunakan berupa kalimat yang mengandung deiksis. Setiap 50 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kalimat tersebut mengandung unsur pokok yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan jenis deiksis. Unsur tersebut kemudian menjadi unsur penentu, sedangkan pengulangan unsur tersebut dapat menjadi bentuk deiksis. H. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian merupakan tahap-tahap yang dilakukan peneliti dalam melakukan penelitian. Prosedur penelitian ini terdiri atas tiga langkah, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap akhir. 1. Tahap persiapan meliputi pengajuan judul, penyusunan proposal, permohonan izin, dan pengajuan proposal. 2. Tahap pelaksanaan meliputi pengumpulan data dan analisis data. 3. Tahap akhir meliputi pembuatan laporan penelitian. commit to user 51 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Halaman Pendidikan Harian Solopos Halaman Pendidikan merupakan salah satu bagian dalam harian Solopos. Dalam halaman Pendidikan dimuat berbagai berita dalam dunia pendidikan. Berita yang dimuat merupakan berita yang aktual dan terjadi di wilayah Soloraya dan kota lain. Selain berita, di halaman Pendidikan juga dimuat informasiinformasi kegiatan yang telah dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan di wilayah Soloraya, profil guru, profil sekolah, maupun informasi lain dalam bidang pendidikan. Informasi-informasi kegiatan dimuat dalam varia pendidikan, sedangkan informasi lain dimuat dalam rubrik-rubrik pendidikan. Rubrik-rubrik yang terdapat di halaman Pendidikan isinya berbeda-beda. Rubrik yang terdapat di halaman Pendidikan adalah rubrik Pawiyatan, Figur, Bahasa Kita, dan Ekskul. Rubrik-rubrik tersebut dimuat pada hari yang berbeda. Rubrik Pawiyatan dimuat pada hari Selasa dan berisi tentang profil sekolah atau lembaga pendidikan. Rubrik Figur dimuat pada hari Rabu dan berisi tentang profil guru, dosen, atau siswa yang berprestasi. Rubrik Bahasa Kita dimuat pada hari Kamis dan berisi tentang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis. Terakhir, rubrik Ekskul dimuat pada hari Jumat dan berisi tentang kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang terdapat di suatu sekolah, baik sekolah favorit maupun bukan sekolah favorit. Wacana dalam rubrik-rubrik tersebut mempunyai fungsi yang berbedabeda sesuai dengan isinya. Artikel berita dan wacana varia pendidikan berfungsi memberikan informasi pada masyarakat tentang kegiatan yang dilaksanakan oleh sekolah atau lembaga pendidikan dan informasi-informasi lain seputar dunia pendidikan. Wacana rubrik Pawiyatan dapat memberikan informasi pada pembaca tentang profil sekolah di wilayah Soloraya, baik yang sudah dikenal masyarakat maupun yang belum dikenal masyarakat. Wacana rubrik Figur dapat memotivasi siswa, guru, atau dosen untuk menjadi lebih berprestasi. Wacana rubrik Bahasa commit pembaca to user tentang penggunaan bahasa Kita dapat menambah pengetahuan 52 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Indonesia yang baik dan benar. Terakhir, wacana rubrik Ekskul dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan sebagai bahan pertimbangan bagi siswa dan masyarakat ketika akan memilih sekolah dengan mengetahui prestasi yang dicapai sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler yang terdapat di sekolah. B. Hasil Penelitian Data penelitian ini berupa kalimat yang mengandung deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. Data tersebut dipilih sesuai dengan tujuan penelitian. Sampel penelitian dipilih dengan memilih dan memilah kalimat-kalimat yang mengandung deiksis. Pemilihan sampel disesuaikan dengan permasalahan yang dikaji peneliti. Permasalahan tersebut adalah (1) bentuk-bentuk deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos, dan (2) fungsi-fungsi deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. Dalam penyajian data digunakan kodifikasi untuk menuliskan sumber datanya. Kode yang diterapkan adalah kode singkatan, yaitu D (data); Sp (Solopos); wacana Ar (artikel), Va (Varia), Paw (Pawiyatan), Eks (Ekskul), BK (Bahasa Kita), Fi (Figur); hari Sen (Senin), Sel (Selasa), Rab (Rabu), Kam (Kamis), Jum (Jumat), Sab (Sabtu); tanggal bulan Agt (Agustus), Sept (September), Okt (Oktober); tahun 2011. Kode tersebut dituliskan seperti contoh berikut. D1/Sp/Va/Sen/1 Agt/2011 Kode tersebut dibaca data 1 di halaman Pendidikan harian Solopos terdapat dalam wacana Varia yang dimuat pada edisi hari Senin tanggal 1 Agustus 2011. Berikut ini akan diuraikan bentuk-bentuk deiksis dan fungsi-fungsi deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos edisi bulan Agustus – Oktober 2011. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 53 digilib.uns.ac.id 1. Bentuk-bentuk Deiksis yang Terdapat dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian Solopos Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, ditemukan bentuk-bentuk deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. Bentuk-bentuk tersebut adalah (1) deiksis persona, (2) deiksis tempat, (3) deiksis waktu, (4) deiksis wacana, dan (5) deiksis sosial. Dalam setiap deiksis tersebut terdapat kata yang diacu atau ditunjuk dan referennya disebut titik tolak atau titik labuh. Titik tolak bersifat endoforis sehingga dapat digunakan untuk referen deiksis wacana. Akan tetapi, titik labuh bersifat eksoforis sehingga digunakan untuk referen deiksis persona, deiksis tempat, dan deiksis waktu. “Titik tolak berupa kata atau frasa atau kalimat atau wacana, berupa unsur dalam bahasa, sedangkan titik labuh berupa unsur luar bahasa yang dapat berwujud orang, tempat, atau waktu” (Purwo; 1984: 104 – 105). Berikut ini akan diuraikan lebih rinci mengenai bentuk-bentuk deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos edisi bulan Agustus – Oktober 2011. a. Deiksis Persona Deiksis persona adalah pengungkapan acuan atau referen sebuah kata atau kalimat dalam kategori orang atau persona. Pengungkapan tersebut dilakukan dengan menggunakan kata ganti persona yang terdiri atas kata ganti persona pertama, persona kedua, dan persona ketiga. 1). Bentuk persona pertama Cahyono (1995: 218) mengemukakan bahwa deiksis persona pertama adalah kategori rujukan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya. Bentuk persona pertama terdiri atas persona pertama tunggal dan jamak. a). Persona pertama tunggal Menurut Purwo (1984: 22 – 23) bentuk persona pertama tunggal adalah kata aku, saya, dan bentuk terikat –ku. Bentuk persona pertama tunggal yang ditemukan di antaranya sebagai berikut. (1). “Tapi karena ini amanah, maka saya berusaha melaksanakannya dengan baik,” … (D91/Sp/Fi/Rab/24 Agt/2011) (2). “Saya usahakan ketika pembelajaran, seolah tak ada jarak antara commit to user saya sebagai guru dengan siswa. (D130/Sp/Fi/Rab/7 Sept/2011) perpustakaan.uns.ac.id 54 digilib.uns.ac.id Kata saya dalam data di atas merupakan deiksis karena acuannya berganti-ganti sesuai dengan orang yang menuturkannya. Kata saya pada kalimat (1) merujuk pada Wisnu Untoro, sedangkan kalimat (2) merujuk pada Rahmat Hariyadi. b). Persona pertama jamak Bentuk jamak dari kata ganti persona pertama adalah kata kami dan kita. Purwo (1984: 24) mengungkapkan bahwa kami adalah bentuk eksklusif, sedangkan kita adalah bentuk inklusif. Bentuk persona pertama jamak yang ditemukan di antaranya sebagai berikut. (3). Oleh karena itu pembahasan di September setelah Lebaran ini kita harapkan Inpres sudah bisa keluar,” ujarnya. (D112/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011) (4). “Tahun sebelumnya kita pernah membuat kerajinan dari botol bekas dan bambu. (D288/Sp/Paw/Sel/25 Okt/2011) (5). Kami sengaja meminta seorang seniman terkenal sebagai pembimbing ekstrakurikuler Musik Etnik, Lanjar Sarwanto,” ujarnya. (D65/Sp/Eks/Jum/19 Agt/2011) (6). “Kami pun tetap memberikan pendidikan karakter bagi siswa dengan membimbing dan membina mereka. (D257/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011) Bentuk kata ganti persona pertama jamak yang ditemukan adalah kata kami dan kita. Kata kita dalam kalimat (3 dan 4) merujuk pada penutur atau pembicara, beserta mitra tutur dan pendengar secara berkelompok. Sementara itu, kata kami dalam kalimat (5 dan 6) mengacu pada penutur atau pembicara, baik sendiri maupun penutur lain yang ikut terlibat. Kata kami dan kita pada data di atas referennya berbeda-beda karena konteksnya berbeda. 2). Bentuk persona kedua Menurut Cahyono (1995: 218) kata ganti persona kedua adalah kategori rujukan pembicara kepada seorang pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama. Kata ganti persona kedua terdiri atas bentuk tunggal dan jamak. Kata ganti persona kedua tunggal adalah engkau, kamu, dan bentuk terikat –mu. Selain itu, kata ganti persona kedua tunggal juga diungkapkan dengan sebutan ketakziman (seperti anda, saudara); leksem kekerabatan (seperti bapak, kakak); dan leksem jabatan (seperti dokter, mantri). Sementara bentuk kata ganti persona commit to user perpustakaan.uns.ac.id 55 digilib.uns.ac.id kedua jamak adalah kamu sekalian atau kalian. Dalam penelitian ini bentuk persona kedua jamak tidak ditemukan, sedangkan bentuk persona kedua tunggal yang ditemukan adalah leksem kekerabatan dan leksem jabatan. Bentuk deiksis persona kedua yang ditemukan sebagai berikut. a). Leksem kekerabatan Bentuk leksem kekerabatan di antaranya bapak, ibu, kakak, adik, dan sebagainya. Kata bapak, ibu dapat digunakan sebagai kata sapa, tetapi bentuk singkatnya tidak dapat digunakan kecuali diikuti nama diri (Purwo; 1984: 26 – 27). Bentuk-bentuk leksem kekerabatan yang ditemukan di antaranya sebagai berikut. (7). Di KB Aisyiyah, kata Bu Har, sejak berdiri sampai sekarang rata-rata jumlah murid yang masuk sekitar 20. (D211/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011) (8). Ayah Feristo Adi Rajasa ini pernah meraih berbagai prestasi. (D222/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011) Kata Bu Har pada kalimat (7) mengacu pada Hariyah Indradadi. Sementara itu, kata ayah pada kalimat (8) mengacu pada Isharyanto. Kata-kata tersebut merupakan deiksis karena referennya berpindah-pindah sesuai dengan konteks kalimat dan siapa penuturnya. b). Leksem jabatan Leksem jabatan merupakan kata-kata yang mengungkapkan jabatan yang dimiliki seseorang. Kata-kata yang merupakan leksem jabatan misalnya dokter, mantri, kepala, psikolog, dan sebagainya. Berikut ini beberapa bentuk-bentuk leksem jabatan yang ditemukan dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. (9). Kepala SMA Muhammadiyah 1 Solo, Drs Tri Kuat, mengungkapkan kegiatan … (D20/Sp/Va/Rab/3 Agt/2011) (10). Hal ini seperti pengalaman Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Dr Wisnu Untoro MS. (D89/Sp/Fi/Rab/24 Agt/2011) Kata Kepala dan Dekan pada data tersebut merupakan bentuk-bentuk deiksis persona tunggal yang diungkapkan dengan menggunakan leksem jabatan. Kata-kata tersebut termasuk deiksis karena mengacu pada jabatan yang dimiliki commit to user perpustakaan.uns.ac.id 56 digilib.uns.ac.id oleh seseorang. Selain itu, referen kata-kata tersebut juga berpindah-pindah sesuai dengan orang yang menduduki jabatan tersebut. 3). Bentuk Persona Ketiga Bentuk persona ketiga merupakan rujukan kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar suatu ujaran, baik hadir maupun tidak. Bentuk persona ketiga juga terdiri atas bentuk tunggal dan jamak. a). Persona ketiga tunggal Bentuk kata ganti persona ketiga tunggal adalah ia, dia, beliau, dan bentuk terikat –nya. Kata beliau dipakai sebagai bentuk ketakziman, sedangkan ia dan dia dapat digunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya. Bentuk persona ketiga tunggal yang ditemukan di antaranya sebagai berikut. (11). Menurut pejabat Humas dan Promosi Unisri C Ikka Sri Litnaniyah dalam rilisnya, Rabu (10/8), … (D44/Sp/Va/Jum/12 Agt/2011) (12). Ketika mengajar, Rahmat, panggilan akrabnya, berusaha agar dirinya … (D128/Sp/Fi/Rab/7 Sept/2011) (13). Ia mencontohkan seorang anak yang punya bakat di bidang musik, ada yang belajar Matematika dengan dibuat lagu untuk menghafalkan rumus-rumus. (D68/Sp/Eks/Jum/19 Agt/2011) (14). Saat ini, lanjut dia, pemerintah masih fokus pada perbaikan sarana pendidikan … (D120/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011) Berdasarkan data di atas ditemukan bentuk deiksis persona yang diungkapkan dengan kata ia, dia, dirinya, dan bentuk terikat –nya. Kata-kata tersebut merupakan deiksis karena referennya berpindah-pindah sesuai dengan penuturnya. b). Persona ketiga jamak Bentuk persona ketiga jamak adalah mereka. Bentuk persona ketiga jamak yang ditemukan antara lain sebagai berikut. (15). Dia tidak menyalahkan mahasiswa sepenuhnya jika mereka belum bisa kritis … (D231/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011) (16). … kegiatan seni dan budaya merupakan salah satu wadah bagi siswa-siswi untuk menyalurkan minat mereka di dunia seni dan budaya. (D263/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011) Kata mereka dalam data di atas merupakan bentuk deiksis persona. Referen kata tersebut berpindah-pindah commit sesuai to userdengan konteks kalimat. Referen 57 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kata tersebut adalah sekelompok orang yang tidak ikut terlibat dalam peristiwa bahasa. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk deiksis persona yang ditemukan dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos adalah bentuk persona pertama tunggal dan jamak, persona kedua tunggal, serta persona ketiga tunggal dan jamak. Frekuensi penggunaan bentuk deiksis persona dalam wacana tersebut terdapat dalam tabel 2 berikut. Tabel 2. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Persona No 1 Bentuk Deiksis Persona Persona pertama tunggal a. saya 2. 3. 4. 5. Frekuensi 12 Persona pertama jamak a. kita 13 b. kami 10 Persona kedua tunggal a. Leksem kekerabatan 6 b. Leksem jabatan 54 Persona ketiga tunggal a. Bentuk terikat –nya 101 b. ia 15 c. dirinya 1 d. dia 8 Persona ketiga jamak a. mereka Jumlah 13 233 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa bentuk persona ketiga, yaitu bentuk terikat –nya adalah bentuk deiksis persona yang sering digunakan dalam commit to user wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. 58 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. Deiksis Tempat (Ruang) Nababan (1987: 41) mengemukakan bahwa deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang (tempat) dipandang dari lokasi orang atau pemeran dalam peristiwa berbahasa. Deiksis tempat dapat diungkapkan dengan leksem ruang, preposisi, dan pronomina demonstratif lokatif. Bentuk deiksis tempat yang ditemukan sebagai berikut. (17). … ulang tahun ke-16 sekaligus buka puasa bersama di kampus setempat, Kamis (5/8). (D43/Sp/Va/Jum/12 Agt/2011) (18). Palang Merah Remaja Wira SMA Muhammadiyah 1 Solo bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) Solo mengadakan donor darah di sekolah setempat, Rabu (27/7). (D19/Sp/Va/Rab/3 Agt/2011) Kata setempat pada kedua kalimat tersebut merupakan deiksis karena untuk mengetahui letaknya pembaca harus memahami referen kata tersebut dan konteks kalimat. Kata setempat pada kalimat (17) mengacu pada Universitas Slamet Riyadi, sedangkan pada kalimat (18) mengacu pada SMA Muhammadiyah 1 Solo. (19). “Kebanyakan, anak-anak yang sekolah di sini justru dari luar kota Solo. (D148/Sp/Paw/Sel/13 Sept/2011) (20). Dulu, kami pindah-pindah hingga lima kali karena belum punya gedung sampai akhirnya 2003 punya gedung di sini,” … (D202/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011) (21). Di sana, siswi Kelas VII SMPN Al Azhar 21 Solo Baru, Grogol … (D169/Sp/Fi/Rab/21 Sept/2011) Kalimat-kalimat tersebut menggunakan preposisi di untuk menggambarkan hal ruang. Preposisi tersebut menggambarkan hal yang diam (statis). Hal ini sebagaimana diungkapkan Purwo (1984: 39) bahwa preposisi di menggambarkan hal yang diam karena penunjukan hal ruang dengan menggunakan preposisi dapat bersifat statis atau dinamis. Selain preposisi juga digunakan bentuk pronomina demonstratif lokatif, yaitu kata sini dan sana. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk deiksis tempat (ruang) yang ditemukan dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos adalah leksem bukan verba dan pronomina demonstratif lokatif. Frekuensi penggunaan bentuk deiksis tempat (ruang) dalam wacana tersebut terdapat dalam tabel 3 berikut. commit to user 59 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 3. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Tempat (Ruang) No 1 Bentuk Deiksis Tempat (Ruang) Leksem bukan verba a. setempat 2. Frekuensi 2 Pronomina demonstratif lokatif a. sini 4 b. sana 1 Jumlah 7 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa bentuk pronomina demonstratif lokatif sini adalah bentuk deiksis tempat (ruang) yang sering digunakan dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. b. Deiksis Waktu Cahyono (1995: 218) mengemukakan bahwa deiksis waktu adalah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa. Deiksis waktu dapat diungkapkan dengan leksem waktu, leksem ruang, dan penambahan kata ini atau itu yang dirangkaikan pada leksem waktu. Bentuk-bentuk deiksis waktu yang ditemukan antara lain sebagai berikut. (22). Kegiatan ini bertujuan agar masyarakat mengenal teknologi informasi yang ada di era global saat ini. (D2/Sp/Va/Sen/1 Agt/2011) (23). Tahun ini, kuota BOMM SMK mencapai 21.546 siswa. (D11/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011) (24). “Menurut informasi terakhir, dana tersebut akan cair bulan Agustus ini,” jelasnya. (D15/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011) (25). Oleh karena itu pembahasan di September setelah Lebaran ini kita harapkan Inpres sudah bisa keluar,” ujarnya. (D112/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011) (26). Salah satu kebijakan yang diberlakukan mulai tahun ajaran ini adalah bagi guru kelas IV nantinya akan mengikuti keberadaan siswa hingga kelas VI. (D250/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011) (27). Tapi kegiatan penelitian saya sekarang tidak sebanyak dulu sebelum menjadi dekan,” … (D97/Sp/Fi/Rab/24 Agt/2011) commit to user 60 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id (28). Jika diarahkan dengan benar, bakat dan potensi itu akan berkembang dengan baik dan menunjang profesi yang nanti dipilih anak. (D58/Sp/Eks/Jum/19 Agt/2011) (29). Anggota KIR dan Mading, ungkapnya, tahun lalu mengadakan pertemuan rutin sepekan sekali pada Selasa pukul 14.00-15.30 WIB. (D27/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011) (30). … berhasil meraih medali perak dan perunggu pada Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) 2011 Tingkat Nasional, di Solo awal Oktober lalu. (D296/Sp/Fi/Rab/26 Okt/2011) (31). “Tahun ajaran depan (2012/2013-red) mungkin gedungnya sudah dapat digunakan,” ... (D213/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011) (32). Saat itu siswa SD Muhammadiyah Alam Surya Mentari adalah lulusan TK Alam Surya … (D76/Sp/Paw/Sel/23 Agt/2011) (33). … pameran dan Astronomy Day pada medio April sampai medio Mei,” papar Ustad AR saat ditemui Espos belum lama ini. (D272/Sp/Eks/Jum/21 Okt/2011) (34). Pertengahan September pelaksanaan seleksi dan akhir September diharapkan … (D105/Sp/Ar/Sab/27 Agt/2011) (35). Kelompok Bermain (KB) dan Taman Kanak-kanak (TK) Aisyiyah Karangasem, Laweyan Solo kini telah mengalami banyak perubahan. (D200/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011) (36). Sejak lima tahun terakhir, jumlah siswa yang masuk di atas 120-an. (D206/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011) (37). “Tahun sebelumnya kita pernah membuat kerajinan dari botol bekas dan bambu. (D288/Sp/Paw/Sel/25 Okt/2011) Deiksis waktu dalam data di atas diungkapkan dengan leksem waktu, leksem ruang, serta penambahan kata ini dan itu pada leksem waktu. Leksem waktu yang digunakan adalah nantinya, sekarang, dulu, nanti, belum lama ini, medio, kini, lima tahun terakhir, dan tahun sebelumnya. Leksem ruang yang digunakan adalah kata depan dan lalu. Penambahan kata ini dan itu yang digunakan terdapat pada kata-kata saat ini, tahun ini, Agustus ini, Lebaran ini, dan saat itu. Referen kata-kata tersebut berpindah-pindah sesuai dengan saat terjadinya tuturan. Frekuensi pemakaian bentuk deiksis waktu tersebut dapat dilihat dalam tabel 4 berikut. commit to user 61 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 4. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Waktu No 1 2. 3. Bentuk Deiksis Waktu Frekuensi Leksem waktu a. nantinya 5 b. sekarang 5 c. dulu 3 d. nanti 3 e. belum lama ini 2 f. medio 2 g. pertengahan 2 h. awal 3 i. akhir 1 j. kini 6 k. … terakhir 1 l. … sebelumnya 1 Leksem ruang a. depan 3 b. lalu 5 Penambahan kata ini dan itu pada leksem waktu a. saat ini 13 b. tahun ini 2 c. Agustus ini 1 d. Lebaran ini 1 e. tahun ajaran ini 1 f. saat itu 1 Jumlah commit to user 61 perpustakaan.uns.ac.id 62 digilib.uns.ac.id Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa bentuk saat ini adalah bentuk deiksis waktu yang sering digunakan dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. c. Deiksis Wacana Deiksis wacana merupakan rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan dan/atau sedang dikembangkan (Nababan; 1984: 42). Deiksis wacana diungkapkan dengan kata-kata yang berbeda-beda. Deiksis wacana dibagi menjadi dua, yaitu anafora dan katafora. 1). Anafora Cahyono (1995: 218) mengemukakan bahwa anafora adalah penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana dengan pengulangan atau substitusi. Bentuk-bentuk anafora yang ditemukan di antaranya sebagai berikut. (38). (Salah satu hasil penelitiannya adalah penelitian tentang lingkungan yang tercemar akibat limbah pabrik batik.) “Dari penelitian itu, siswa kemudian menyusun solusi agar limbahnya … (D29/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011) (39). (Selama menjadi dosen mulai tahun 2007, dia menilai mahasiswa masih sulit diajak kritis.) “Orientasi mereka biasanya yang penting hapal materi dan bisa lulus,” imbuhnya. (D230/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011) (40). (… SOLOCOM bekerja sama dengan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Gajahan Colomadu, Karanganyar mengadakan pendidikan dan latihan (Diklat) komputer … .) Kegiatan ini bertujuan agar … (D2/Sp/Va/Sen/1 Agt/2011) (41). (Jabatan yang disandang seseorang selalu menuntut waktu lebih banyak untuk melaksanakan amanah yang melekat pada jabatan itu.) Hal ini seperti pengalaman Dekan Fakultas Ekonomi … (D89/Sp/Fi/Rab/24 Agt/2011) (42). (… ada ketentuan bahwa seorang dosen yang sudah mendapatkan tunjangan profesi khususnya, harus mau menulis.) Hal itu sekaligus merupakan potensi … (D195/Sp/Ar/Kam/29 Sept/2011) (43). (Bagi Ica, kemampuan mengaji telah terlatih semenjak orangtuanya mendatangkan ustazah ke rumahnya.) Meski demikian, mengaji di rumah berbeda … (D177/Sp/Fi/Rab/21 Sept/2011) Pemarkah anaforis yang ditemukan berdasarkan data di atas adalah itu, commit to user bentuk terikat –nya, mereka, ia, ini, tersebut, dan demikian. Bentuk-bentuk 63 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tersebut merupakan deiksis karena referen atau hal yang diacu oleh kata-kata tersebut berpindah-pindah sesuai dengan konteks kalimat. Bentuk-bentuk tersebut mengungkapkan hal yang telah diungkapkan sebelumnya dalam wacana. Frekuensi pemakaian bentuk anafora tersebut dapat dilihat dalam tabel 5 berikut. Tabel 5. Frekuensi Pemakaian Bentuk Anafora No 1 2. Bentuk Anafora Frekuensi Leksem bukan persona a. itu 61 b. Bentuk terikat –nya 37 c. ini 22 d. tersebut 31 e. inilah 2 f. hal ini 6 g. hal inilah 1 h. hal itu 4 i. hal itulah 1 j. demikian 1 Leksem persona a. mereka 10 b. ia 5 Jumlah 181 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa bentuk pronomina demonstratif itu adalah bentuk anafora yang sering digunakan dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. 2). Katafora Cahyono (1995: 218) menyatakan bahwa katafora adalah penunjukan ke sesuatu yang disebut kemudian. Bentuk-bentuk katafora yang ditemukan di commit to user antaranya sebagai berikut. 64 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id (44). Afiksasi sendiri terdiri atas prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran), konfiks (gabungan awalan-akhiran) dan simulfiks (awalan-akhiran). (D138/Sp/BK/Kam/8 Sept/2011) (45). Salah satu kegiatan ekstrakurikuler di SMKN 6 Solo adalah Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) dan Majalah Dinding (Mading). (D22/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011) (46). Pertama, siswa tidak hanya akan terbiasa meneliti, tapi ia juga dilatih menulis laporan hasil penelitian dan bentuk karya tulis lainnya untuk selanjutnya diinformasikan kepada banyak orang. (D31/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011) (47). Perhatikan contoh berikut ini “Yuyun tidak bergeming mendengar berita itu”. (D47/Sp/BK/Kam/18 Agt/2011) (48). Dengan demikian, kata M Nuh, anggaran pendidikan dalam APBN harus terlebih dahulu disisihkan untuk pembangunan gedung sekolah rusak sebelum dialokasikan untuk kebutuhan yang lain. (D114/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011) (49). Kata berimbuhan ini sering kita temui dan digunakan … (Penulis menemui banyak orang menggunakan kata merubah …) (D100/Sp/BK/Kam/25 Agt/2011) (50). Ada juga sebuah kata serapan yang salah, tetapi sering digunakan oleh masyarakat, yakni standarisasi. (D158/Sp/BK/Kam/15 Sept/2011) (51). “Kegiatan CASA yaitu belajar astronomi teori dan praktik. (D271/Sp/Eks/Jum/21 Okt/2011) (52). “Ratusan lowongan kerja, baik untuk fresh graduate maupun mereka yang sudah berpengalaman tersedia dalam job fair mendatang,” jelasnya dalam rilis yang diterima Espos, Rabu (12/10). (D244/Sp/Va/Sab/15 Okt/2011) Pemarkah kataforis yang ditemukan berdasarkan data di atas adalah terdiri atas, adalah, merupakan, pertama, berikut ini, demikian, ini, yakni, yaitu, dan mereka. Bentuk-bentuk tersebut merupakan deiksis karena referen atau hal yang diacu oleh kata-kata tersebut berpindah-pindah sesuai dengan konteks kalimat. Bentuk-bentuk tersebut mengungkapkan hal yang akan diungkapkan setelah penggunaan kata tersebut dalam wacana. Frekuensi pemakaian bentuk katafora tersebut dapat dilihat dalam tabel 6 berikut. commit to user 65 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 6. Frekuensi Pemakaian Bentuk Katafora No 1 2. Bentuk Katafora Frekuensi Leksem bukan persona a. terdiri atas 2 b. adalah 30 c. merupakan 7 d. pertama 1 e. berikut ini 1 f. demikian 3 g. ini 1 h. yakni 1 i. yaitu 4 Leksem persona a. mereka Jumlah 1 51 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa bentuk pemarkah kataforis berupa leksem bukan persona adalah merupakan bentuk katafora yang sering digunakan dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. d. Deiksis Sosial Deiksis sosial adalah pengungkapan realita sosial dalam tindak bahasa yang dilakukan oleh penutur kepada mitra tutur. Pengungkapan tersebut terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat di antara peserta tindak ujaran. Selain itu, pengungkapan realita sosial dengan deiksis sosial dilakukan sebagai bentuk kesopanan dalam berbahasa. Bentuk-bentuk deiksis sosial yang ditemukan antara lain sebagai berikut. (53). Rektor UNS, Prof Dr Ravik Karsidi MS, mengungkapkan ketika seorang dosen … (D188/Sp/Ar/Kam/29 Sept/2011) (54). … zakat fitrah dibagikan kepada kaum duafa dan masyarakat commit to user sekitar SD Al Islam 3 Gebang. (D121/Sp/Va/Jum/2 Sept/2011) 66 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id (55). Lelaki yang senang travelling itu ternyata juga pernah menjadi Tenaga Ahli DPRD Solo dalam Pembahasan Perda Pendidikan, Kesetaraan Difabel, Administrasi Kependudukan, Retribusi Daerah 2007-2010. (D224/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011) (56). “Bahkan ditengarai pungutan SPS juga masih ditarik dari orangtua siswa yang masuk kategori gold atau tidak mampu. (D234/Sp/Ar/Sel/11 Okt/2011) (57). Di KB Aisyiyah, kata Bu Har, sejak berdiri sampai sekarang rata-rata jumlah murid yang masuk sekitar 20. (D211/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011) (58). CASA didirikan pada 16 April 2005 oleh Ustad AR Sugeng Riyadi dan almarhum Ustad Budi Prasetyo. (D270/Sp/Eks/Jum/21 Okt/2011) Bentuk-bentuk deiksis sosial yang ditemukan berdasarkan data di atas adalah pemakaian gelar, kata sapaan, dan penggunaan kata-kata khusus. Pemakaian gelar dan kata sapaan merupakan bentuk honorifics, sedangkan katakata khusus merupakan bentuk eufemisme. Frekuensi pemakaian bentuk deiksis sosial tersebut dapat dilihat dalam tabel 7 berikut. Tabel 7. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Sosial No Bentuk Deiksis Sosial 1 Pemakaian gelar 2. Pemakaian kata sapaan 3. Frekuensi 21 a. Bu Har 3 b. Ustad 3 Pemakaian kata khusus a. difabel 1 b. kaum duafa 1 c. tidak mampu 3 d. almarhum 1 Jumlah commit to user 33 67 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa bentuk pemakaian gelar merupakan bentuk deiksis sosial yang sering digunakan dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. 2. Fungsi-fungsi Deiksis yang Terdapat dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian Solopos Deiksis-deiksis yang ditemukan dalam wacana di halaman Pendidikan memiliki fungsi yang berbeda-beda sesuai jenis deiksisnya. Secara umum, deiksis berfungsi untuk membantu pembaca memahami sebuah wacana. Namun, setiap deiksis memiliki fungsi khusus yang berbeda sesuai jenis dan konteks yang ada dalam deiksis tersebut. Fungsi-fungsi deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan sebagai berikut. a. Deiksis Persona Fungsi deiksis persona ada tujuh. Pertama, merujuk pada orang yang berbicara. Kedua, merujuk pada orang yang dibicarakan. Ketiga, menunjukkan perbedaan tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur. Keempat, menunjukkan bentuk eksklusif. Kelima, menunjukkan bentuk inklusif. Keenam, menunjukkan bentuk jamak. Terakhir, ketujuh, menunjukkan jabatan yang dimiliki seseorang. Fungsi deiksis persona yang ditemukan sebagai berikut. 1). Merujuk pada orang yang berbicara Rujukan pada orang yang berbicara ditunjukkan dengan penggunaan bentuk persona pertama tunggal, yaitu aku dan saya. Selain itu, juga dengan penggunaan bentuk terikat –ku. Fungsi ini di antaranya terdapat pada data berikut. a). “Tapi karena ini amanah, maka saya berusaha melaksanakannya dengan baik,” ... (D91/Sp/Fi/Rab/24 Agt/2011) b). “Saya usahakan ketika pembelajaran, seolah tak ada jarak antara saya sebagai guru dengan siswa. (D130/Sp/Fi/Rab/7 Sept/2011) c). “Pekerjaan saya itu bisa dibilang tanpa tenaga tapi menguras otak. (D227/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011) d). Untuk penyiapan pencapaian itu, saya sudah rapat … (D249/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011) commit to user perpustakaan.uns.ac.id 68 digilib.uns.ac.id Kata saya dalam data di atas merupakan rujukan terhadap orang yang berbicara karena secara langsung mengacu pada si pembicara dan dituturkan langsung oleh pembicara. 2). Merujuk pada orang yang dibicarakan Rujukan terhadap orang yang dibicarakan digunakan kata ganti persona ketiga tunggal. Bentuk yang digunakan adalah kata ia, dia, dirinya dan bentuk terikat –nya. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut. a). Ketika mengajar, Rahmat, panggilan akrabnya, berusaha agar dirinya ... (D128/Sp/Fi/Rab/7 Sept/2011) b). … Nana Rosiana, megungkapkan ia memilih ekstrakurikuler KIR karena secara pribadi ia suka membuat cerita narasi dan membuat desain gambar. (D33/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011) c). Inpres tersebut, lanjut dia, nantinya akan digunakan untuk menyusun anggaran … (D113/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011) Kata ia, dia, dirinya, dan bentuk terikat –nya dalam data di atas merujuk pada orang yang dibicarakan karena kalimat-kalimat tersebut tidak diucapkan oleh pembicara atau pembicara menceritakan kembali hal yang diucapkan oleh orang lain. 3). Menunjukkan perbedaan tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur Fungsi yang ketiga ini ditunjukkan dengan penggunaan bentuk persona kedua. Bentuk yang digunakan adalah kata engkau, kamu, bentuk terikat –mu, sebutan ketakziman, dan leksem kekerabatan. Fungsi ini di antaranya terdapat pada data berikut. a). Idealnya, untuk mencapai hasil dan perkembangan lebih cepat, ibu dua anak tersebut … (D151/Sp/Paw/Sel/13 Sept/2011) b). … masuk kelas membaca surat-surat pendek,” tambah Hariyah yang biasa disapa Bu Har. (D205/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011) c). Ayah Feristo Adi Rajasa ini pernah meraih berbagai prestasi. (D222/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011) Bentuk leksem kekerabatan yang ditemukan dalam penelitian ini berfungsi sebagai pembeda tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur. Hal ini disebabkan leksem kekerabatan digunakan sebagai salah satu bentuk ketakziman dalam peristiwa berbahasa. Penutur menggunakan leksem kekerabatan untuk menghormati lawan tuturnya dalam peristiwa tindak bahasa. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 69 digilib.uns.ac.id 4). Menunjukkan bentuk eksklusif Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan bentuk kami. Menurut Purwo (1984: 24) kami adalah gabungan antara persona pertama dan ketiga. Fungsi ini di antaranya terdapat pada data berikut. a). Kami sengaja meminta seorang seniman terkenal sebagai pembimbing … (D65/Sp/Eks/Jum/19 Agt/2011) b). Hanya penyampaiannya yang berbeda karena kami menggunakan alam … (D84/Sp/Paw/Sel/23 Agt/2011) c). Untuk dana yang bersumber di APBN-P, itu sudah kami alokasikan,” ujarnya. (D117/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011) Kata kami dalam data di atas merupakan bentuk eksklusif. Ini dikarenakan kata tersebut diucapkan oleh satu orang, yaitu si pembicara tetapi secara tidak langsung juga mewakili kelompok yang melibatkan pembicara atau pembicara berada dalam kelompok tersebut. 5). Menunjukkan bentuk inklusif Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan bentuk kita. Menurut Purwo (1984: 24) kita adalah gabungan antara persona pertama dan kedua. Fungsi ini di antaranya terdapat pada data berikut. a). Oleh karena itu pembahasan di September setelah Lebaran ini kita harapkan Inpres … (D112/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011) b). “Tahun sebelumnya kita pernah membuat kerajinan dari botol bekas dan bambu. (D288/Sp/Paw/Sel/25 Okt/2011) c). “Tak jarang kita hadirkan penulis-penulis ternama untuk membagi ilmunya atau … (D319/Sp/Eks/Jum/28 Okt/2011) Kata kita dalam data di atas merupakan bentuk eksklusif. Ini dikarenakan kata tersebut diucapkan oleh satu orang, yaitu si pembicara tetapi secara tidak langsung juga mewakili kelompok yang melibatkan pembicara atau pembicara berada dalam kelompok tersebut. 6). Menunjukkan bentuk jamak Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata ganti persona jamak. Bentuk yang digunakan adalah persona kedua dan ketiga jamak. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut. a). Selanjutnya agar anak pintar, mereka dibekali berbagai ilmu pengetahuan … (D85/Sp/Paw/Sel/23 Agt/2011) commit to user 70 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b). “Orientasi mereka biasanya yang penting hapal materi dan bisa lulus,” imbuhnya. (D230/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011) c). … pendidikan karakter bagi siswa dengan membimbing dan membina mereka. (D257/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011) d). Mereka adalah siswa hasil seleksi berdasarkan karya yang dihasilkan. (D315/Sp/Eks/Jum/28 Okt/2011) Kata mereka dalam data di atas merujuk pada jumlah yang banyak atau jamak. Ini disebabkan referen kata tersebut berjumlah banyak. 7). Menunjukkan jabatan yang dimiliki seseorang Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata ganti persona kedua tunggal. Akan tetapi tidak semua bentuk kata ganti persona kedua tunggal, hanya bentuk leksem jabatan yang digunakan untuk menunjukkan fungsi ini. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut. a). Pelaksana Public Relations SOLOCOM, Biyarni, dalam rilis yang diterima Espos, … (D1/Sp/Va/Sen/1 Agt/2011) b). Kasi Kurikulum Bidang Pendidikan Menengah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Solo, Budi Setiono, … (D5/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011) c). Kepala SMA Muhammadiyah 1 Solo, Drs Tri Kuat, mengungkapkan kegiatan … (D20/Sp/Va/Rab/3 Agt/2011) d). Sebelum menjadi dekan FE UNS, terangnya, pria kelahiran 20 Februari 1950 ini pernah menjabat sebagai pembantu dekan III FE UNS dan Direktur Magister Manajemen FE UNS. (D92/Sp/Fi/Rab/24 Agt/2011) e). Menteri Pendidikan Nasional M Nuh berharap instruksi presiden (Inpres) ... (D109/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011) f). Seusai silaturahmi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Negara, … (D110/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011) g). … ucap Ketua Pusat Penelitian Konstitusi UNS periode 2004sekarang saat ditemui Espos di ruang kerjanya, Rabu (28/9) lalu. (D220/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011) Leksem jabatan yang terdapat dalam data di atas menunjukkan jabatan yang dimiliki oleh seseorang. Leksem jabatan merupakan deiksis karena referennya berpindah-pindah sesuai dengan orang yang menduduki jabatan tersebut pada saat peristiwa tindak bahasa dilakukan. commit to user 71 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. Deiksis Tempat Fungsi deiksis tempat ada tiga. Pertama, menunjuk pada tempat yang dekat dengan pembicara. Kedua, menunjuk pada tempat yang agak dekat atau agak jauh dari pembicara. Ketiga, menunjuk pada tempat yang jauh dari pembicara. Fungsi deiksis tempat yang ditemukan sebagai berikut. 1). Menunjuk pada tempat yang dekat dengan pembicara Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata sini atau ini. Selain itu, ditunjukkan dengan penggunaan leksem ruang dengan menyesuaikan konteks pembicaraan. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut. a). “Siswa di sini tidak dibebani pekerjaan rumah dan guru tidak menentukan buku panduan khusus. (D80/Sp/Paw/Sel/23 Agt/2011) b). “Kebanyakan, anak-anak yang sekolah di sini justru dari luar kota Solo. (D148/Sp/Paw/Sel/13 Sept/2011) Kata di sini dalam data di atas mengungkapkan tempat yang dekat dengan pembicara. Ini disebabkan peristiwa bahasa atau pembicaraan tersebut terjadi di tempat yang ditunjuk oleh pembicara. 2). Menunjuk pada tempat yang jauh dari pembicara Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata sana dan setempat. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut. a). Mahasiswa pecinta alam (Mapala) Arcapada Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo merayakan ulang tahun ke-16 sekaligus buka puasa bersama di kampus setempat, Kamis (5/8). (D43/Sp/Va/Jum/12 Agt/2011) b). Palang Merah Remaja Wira SMA Muhammadiyah 1 Solo bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) Solo mengadakan donor darah di sekolah setempat, … (D19/Sp/Va/Rab/3 Agt/2011) c). Di sana, siswi Kelas VII SMPN Al Azhar 21 Solo Baru, Grogol yang akrab dengan panggilan Ica itu meraih urutan tujuh dari sejumlah peserta. (D169/Sp/Fi/Rab/21 Sept/2011) Kata setempat dan di sana pada data di atas menunjuk pada tempat yang jauh dari pembicara. Ini disebabkan pembicara tidak berada di tempat yang ditunjuk saat peristiwa berbahasa sedang berlangsung. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 72 digilib.uns.ac.id c. Deiksis Waktu Deiksis waktu memiliki lima fungsi. Pertama, merujuk pada saat tuturan. Kedua, merujuk pada waktu lampau atau sebelum saat tuturan. Ketiga, merujuk pada waktu sesudah saat tuturan. Keempat, menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual. Kelima, menggambarkan peristiwa yang terjadi lebih dari satu kali atau duratif. Fungsi deiksis waktu yang ditemukan sebagai berikut. 1). Merujuk pada saat tuturan Fungsi penunjukan pada saat tuturan ditunjukkan dengan penggunaan kata sekarang. Selain itu, penambahan kata ini pada leksem waktu juga menunjukkan fungsi pada saat tuturan dilakukan. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut. a). … agar masyarakat mengenal teknologi informasi yang ada di era global saat ini. (D2/Sp/Va/Sen/1 Agt/2011) b). Tahun ini, kuota BOMM SMK mencapai 21.546 siswa. (D11/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011) c). “Menurut informasi terakhir, dana tersebut akan cair bulan Agustus ini,” jelasnya. (D15/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011) d). Tapi kegiatan penelitian saya sekarang tidak sebanyak dulu sebelum menjadi dekan,” jelasnya. (D97/Sp/Fi/Rab/24 Agt/2011) e). … pelaksanaan LKS tingkat nasional bagi pemenang LKS tahun 2010, ungkapnya, hingga kini belum ada kejelasan kapan pelaksanaannya. (D108/Sp/Ar/Sab/27 Agt/2011) f). Oleh karena itu pembahasan di September setelah Lebaran ini kita harapkan Inpres … (D112/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011) g). Salah satu kebijakan yang diberlakukan mulai tahun ajaran ini adalah bagi guru kelas IV … (D250/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011) Pemakaian kata kini, sekarang, dan penambahan kata ini pada leksem waktu dalam data di atas menunjuk waktu ketika pembicaraan sedang berlangsung atau rentang waktu suatu kegiatan sedang berlangsung. Hal ini disebabkan penutur melakukan suatu kegiatan yang ditunjuk pada waktu saat tuturan sedang berlangsung atau terdapat suatu kejadian yang berlangsung pada saat tuturan dilakukan. 2). Merujuk pada waktu lampau atau sebelum saat tuturan Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan leksem waktu yang menyatakan waktu lampau. Selain dengan penggunaan leksem waktu, fungsi ini commit to user 73 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id juga ditunjukkan dengan pemakaian leksem ruang lalu dan penambahan kata itu pada leksem waktu. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut. a). Anggota KIR dan Mading, ungkapnya, tahun lalu mengadakan pertemuan rutin sepekan sekali ... (D27/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011) b). Saat itu siswa SD Muhammadiyah Alam Surya Mentari adalah lulusan TK Alam Surya … (D76/Sp/Paw/Sel/23 Agt/2011) c). Bahkan, dulu ada yang pernah kontrak rumah di Fajar Indah karena anaknya sekolah di sini. (D149/Sp/Paw/Sel/13 Sept/2011) d). “Tahun sebelumnya kita pernah membuat kerajinan dari botol bekas dan bambu. (D288/Sp/Paw/Sel/25 Okt/2011) Penggunaan leksem waktu di atas menunjukkan waktu lampau. Penunjukan tersebut disebabkan peristiwa berbahasa dilakukan pada waktu sekarang, sedangkan kejadian yang diungkapkan oleh penutur telah terjadi sebelum peristiwa berbahasa terjadi. 3). Merujuk pada waktu sesudah saat tuturan Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan leksem waktu yang menyatakan waktu yang akan datang, seperti besok, nanti, kelak, dan sebagainya. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut. a). Nantinya, kata Budi, dana langsung dicairkan ke rekening masing-masing sekolah. (D14/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011) b). Ke depan, kata Sofwan, KIR dan Mading di SMKN 6 akan dikembangkan agar lebih eksis lagi. (D35/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011) c). Jika diarahkan dengan benar, bakat dan potensi itu akan berkembang dengan baik dan menunjang profesi yang nanti dipilih anak. (D58/Sp/Eks/Jum/19 Agt/2011) d). Lomba Kompetensi Siswa (LKS) siswa SMK tingkat Kota Solo rencananya akan digelar pertengahan September. (D103/Sp/Ar/Sab/27 Agt/2011) e). Waluyo mengemukakan mulai tahun depan ada rencana pengadaan peralatan untuk Ekskul drumband. (D260/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011) Leksem-leksem waktu di atas menunjukkan waktu sesudah saat tuturan karena mengungkapkan kejadian yang akan terjadi sesudah peristiwa berbahasa dilakukan. Hal ini dapat dibuktikan pada waktu yang ditunjuk oleh penutur ketika suatu peristiwa berbahasa dilakukan. commit to user 74 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 4). Menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan rangkaian kata baru-baru ini dan belum lama ini. Selain itu, juga dapat digunakan kata-kata lain yang mengungkapkan fakta. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut. a). Waka Humas dan Kerja Sama SD Al Islam 3 Gebang, Solo, Joko S Munandar ST, dalam rilis yang diterima Espos, belum lama ini mengatakan kegiatan tersebut dilaksanakan, Jumat (26/8). (D123/Sp/Va/Jum/2 Sept/2011) b). Sejak lima tahun terakhir, jumlah siswa yang masuk di atas 120an. (D206/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011) c). Tiap bulan, ada observasi hilal pada akhir dan awal bulan, Hari Arah Kiblat tiap 28 Mei dan 16 Juli serta pameran dan Astronomy Day pada medio April sampai medio Mei,” papar Ustad AR saat ditemui Espos belum lama ini. (D272/Sp/Eks/Jum/21 Okt/2011) Leksem-leksem waktu di atas menunjukkan kejadian yang faktual atau pungtual. Hal ini disebabkan kejadian yang dimaksudkan oleh penutur dapat dibuktikan kebenarannya pada waktu yang ditunjuk oleh penutur dalam tuturan tersebut. d. Deiksis Wacana Deiksis wacana mempunyai lima fungsi. Pertama, merujuk pada hal yang telah disebut (anafora). Kedua, merujuk pada hal yang akan disebut (katafora). Ketiga, merujuk pada jumlah yang banyak (jamak). Keempat, menunjukkan konstruksi posesif. Kelima, menyimpulkan sesuatu. Fungsi-fungsi deiksis wacana yang ditemukan sebagai berikut. 1). Merujuk pada hal yang telah disebut (anafora) Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan pemarkah anaforis. Kata-kata yang dapat menjadi pemarkah anaforis di antaranya adalah kata ganti persona ketiga, pronomina demonstratif itu, tersebut, tadi, demikian, sana, dan sebagainya. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut. a). Pelaksana Public Relations SOLOCOM, Biyarni, dalam rilis yang diterima Espos, Jumat (29/7), menyatakan kegiatan itu diikuti 12 peserta. (D1/Sp/Va/Sen/1 Agt/2011) b). Bantuan ini ditujukan untuk peningkatan mutu sekolah. (D4/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011) commit to user perpustakaan.uns.ac.id 75 digilib.uns.ac.id c). “Tujuannya untuk meningkatkan kepedulian kepada sesama dan membantu pemerintah dalam pengadaan persediaan darah,” ... (D21/Sp/Va/Rab/3 Agt/2011) d). Waka Humas dan Kerja Sama SD Al Islam 3 Gebang, Solo, Joko S Munandar ST, dalam rilis yang diterima Espos, belum lama ini mengatakan kegiatan tersebut dilaksanakan, Jumat (26/8). (D123/Sp/Va/Jum/2 Sept/2011) e). Pertama, siswa tidak hanya akan terbiasa meneliti, tapi ia juga dilatih menulis laporan … (D31/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011) f). Mereka terbiasa berhadapan pada suatu kondisi yang menuntut adanya penyelesaian masalah,” … (D32/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011) g). Meski demikian, mengaji di rumah berbeda rasanya dibandingkan mengaji di depan peserta lomba. (D177/Sp/Fi/Rab/21 Sept/2011) Kata itu, ini, tersebut, ia, mereka, demikian, dan bentuk terikat –nya dalam data di atas merupakan pemarkah anaforis. Ini karena kata-kata tersebut menunjukkan hal yang telah disebut oleh penutur dalam suatu tuturan. 2). Merujuk pada hal yang akan disebut (katafora) Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan pemarkah kataforis. Kata yang dapat digunakan sebagai pemarkah kataforis di antaranya adalah ini, begini, yakni, yaitu, demikian, dan sebagainya. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut. a). Kasi Kurikulum Bidang Pendidikan Menengah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Solo, Budi Setiono, menjelaskan 76 sekolah tersebut terdiri atas 29 SMA dan 47 SMK. (D5/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011) b). Jumlah total dana yang dikucurkan adalah Rp 1.017.360.000. (D8/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011) c). Kepala SMA Muhammadiyah 1 Solo, Drs Tri Kuat, mengungkapkan kegiatan bertema Darah yang Aman Mulai Dari Diriku ini merupakan agenda rutin SMA Muhammadiyah 1 setiap empat bulan sekali. (D20/Sp/Va/Rab/3 Agt/2011) d). Pertama, siswa tidak hanya akan terbiasa meneliti, tapi ia juga dilatih menulis laporan hasil penelitian dan bentuk karya tulis lainnya untuk selanjutnya diinformasikan kepada banyak orang. (D31/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011) e). Perhatikan contoh berikut ini “Yuyun tidak bergeming mendengar berita itu”. (D47/Sp/BK/Kam/18 Agt/2011) f). Dengan demikian berarti kalimat tersebut menjadi kalimat yang salah. (D52/Sp/BK/Kam/18 Agt/2011) g). Kata berimbuhan ini sering kita temui dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. (D100/Sp/BK/Kam/25 Agt/2011) commit to user 76 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id h). “Ratusan lowongan kerja, baik untuk fresh graduate maupun mereka yang sudah berpengalaman tersedia dalam job fair mendatang,” jelasnya dalam rilis yang diterima Espos, Rabu (12/10). (D244/Sp/Va/Sab/15 Okt/2011) i). Di SDN Wonosari 103, lanjutnya, sampai saat ini ada dua wadah untuk kegiatan ekstrakurikuler (Ekskul) yaitu pramuka dan seni & budaya. (D259/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011) Rangkaian kata terdiri atas, berikut ini, kata adalah, merupakan, pertama, demikian, mereka, dan yaitu merupakan bentuk-bentuk pemarkah kataforis. Bentuk-bentuk tersebut mengungkapkan hal yang akan disebut oleh penutur dalam suatu tuturan. 3). Merujuk pada jumlah yang banyak Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata ganti persona ketiga jamak, mereka. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut. a). Selanjutnya agar anak pintar, mereka dibekali berbagai ilmu pengetahuan dan dikembangkan jiwa seninya agar menjadi pribadi yang luwes. (D85/Sp/Paw/Sel/23 Agt/2011) b). … pendidikan karakter bagi siswa dengan membimbing dan membina mereka. (D257/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011) Kata mereka dalam data di atas menunjuk pada jumlah yang banyak karena referen dari kata tersebut berjumlah banyak atau jamak. 4). Menyimpulkan sesuatu Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata begitu dan demikian. Fungsi ini biasanya terletak di akhir paragraf atau wacana. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut. a). Dengan demikian berarti kalimat tersebut menjadi kalimat yang salah. (D52/Sp/BK/Kam/18 Agt/2011) b). Dengan demikian, kata M Nuh, anggaran pendidikan dalam APBN harus terlebih dahulu disisihkan untuk pembangunan gedung sekolah rusak sebelum dialokasikan untuk kebutuhan yang lain. (D114/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011) Kata demikian dalam data di atas berfungsi untuk menyimpulkan sesuatu. Kata tersebut sering digunakan di akhir paragraf untuk menyatakan simpulan dari suatu paragraf atau wacana. commit to user 77 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id e. Deiksis Sosial Secara umum, deiksis sosial berfungsi sebagai bentuk kesopanan dalam berbahasa. Secara khusus, fungsi deiksis sosial ditentukan oleh konteks yang terdapat dalam suatu tuturan. Fungsi khusus deiksis sosial ada empat, yaitu (1) sebagai bentuk efektivitas kalimat, (2) sebagai pembeda tingkat sosial penutur dengan mitra tutur, (3) untuk menjaga sopan santun berbahasa, dan (4) sebagai bentuk sikap sosial kemasyarakatan antar penutur. Fungsi-fungsi deiksis sosial yang ditemukan sebagai berikut. 1). Pembeda tingkat sosial penutur dengan mitra tutur Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata-kata yang dimaksudkan untuk lebih menghormati seseorang atau bersikap sopan pada lawan tutur. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut. a). Waka Humas dan Kerja Sama SD Al Islam 3 Gebang, Solo, Joko S Munandar ST, dalam rilis … (D123/Sp/Va/Jum/2 Sept/2011) b). … masuk kelas membaca surat-surat pendek,” tambah Hariyah yang biasa disapa Bu Har. (D205/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011) c). … pada 16 April 2005 oleh Ustad AR Sugeng Riyadi dan almarhum Ustad Budi Prasetyo. (D270/Sp/Eks/Jum/21 Okt/2011) Pemakaian gelar, kata Bu Har, dan ustad dalam data di atas merupakan bentuk pembedaan tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur. Hal ini dilakukan sebagai bentuk sopan-santun berbahasa dan untuk menghormati mitra tutur. 2). Menjaga sopan santun berbahasa Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan bahasa yang lebih halus atau eufemisme. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga perasaan mitra tutur agar tidak tersinggung atau agar lebih sopan didengar oleh mitra tutur. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut. a). Lelaki yang senang travelling itu ternyata juga pernah menjadi Tenaga Ahli DPRD Solo dalam Pembahasan Perda Pendidikan, Kesetaraan Difabel, Administrasi Kependudukan, Retribusi Daerah 2007-2010. (D224/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011) b). “Bahkan ditengarai pungutan SPS juga masih ditarik dari orangtua siswa yang masuk kategori gold atau tidak mampu. (D234/Sp/Ar/Sel/11 Okt/2011) commit to user 78 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Bentuk-bentuk deiksis sosial dalam data di atas berfungsi untuk menjaga sopan-santun berbahasa. Hal ini dilakukan oleh penutur agar tidak menyinggung mitra tutur dan agar bahasa yang digunakan lebih sopan didengar oleh orang lain. 3). Bentuk sikap sosial kemasyarakatan Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata-kata tertentu yang berhubungan dengan keadaan di masyarakat. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut. a). … pada 16 April 2005 oleh Ustad AR Sugeng Riyadi dan almarhum Ustad Budi Prasetyo. (D270/Sp/Eks/Jum/21 Okt/2011) Kata almarhum pada data di atas merupakan bentuk sikap sosial kemasyarakatan karena kata tersebut sering digunakan dalam masyarakat. Selain itu, kata tersebut digunakan untuk menghormati orang yang telah meninggal dunia. C. Pembahasan Berdasarkan analisis data yang telah dipaparkan di atas ditemukan bentuk-bentuk deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos dan fungsi pemakaiannya. Deiksis yang ditemukan terdiri atas deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Deiksis persona, tempat, dan waktu merupakan deiksis luar-tuturan (eksofora), sedangkan deiksis wacana merupakan deiksis dalam-tuturan (endofora). Sementara itu, deiksis sosial merupakan deiksis tambahan yang difungsikan sebagai bentuk sopan-santun dalam berbahasa. Deiksis yang paling banyak ditemukan dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 adalah deiksis persona dan deiksis wacana. Hal ini disebabkan wacana di halaman Pendidikan adalah wacana-wacana yang aktual dan faktual. Wacana di halaman Pendidikan memiliki nilai-nilai yang penting dan layak untuk dimediamassakan karena wacana tersebut mengandung berbagai informasi, motivasi, dan nilai-nilai dalam berbagai bidang kehidupan. Adanya pemakaian deiksis dapat membantu pembaca untuk memahami isi wacana di halamancommit Pendidikan harian Solopos. to user 79 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Deiksis persona merupakan pengungkapan acuan atau referen sebuah kata atau frasa dalam kategori orang atau persona. Bentuk deiksis persona dibagi menjadi tiga, yaitu (1) bentuk persona pertama, (2) bentuk persona kedua, dan (3) bentuk persona ketiga. Bentuk persona pertama adalah rujukan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya. Bentuk persona kedua adalah rujukan pembicara kepada seorang pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama. Bentuk persona ketiga adalah rujukan kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu, baik hadir maupun tidak (Cahyono; 1995: 218). Bentuk deiksis persona pertama yang ditemukan dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 adalah bentuk saya yang merupakan bentuk persona pertama tunggal. Bentuk saya lebih banyak ditemukan karena bentuk saya merupakan bentuk yang baku. Hal ini disebabkan bahasa yang digunakan di harian Solopos merupakan bahasa yang baku meskipun bahasa yang digunakan adalah bahasa jurnalistik. Selain itu, bahasa yang digunakan dalam wacana di harian Solopos adalah bahasa yang singkat, sederhana, dan mudah dimengerti tetapi tetap mengindahkan bahasa baku karena wacananya merupakan wacana formal dan bentuk saya dapat digunakan dalam situasi formal dan informal. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Purwo (1984: 22) bahwa kata saya dapat dipergunakan dalam situasi formal (misalnya, dalam suatu ceramah, kuliah, atau di antara dua peserta tindak ujaran yang belum saling mengenal), tetapi dapat pula dipakai dalam situasi informal, misalnya di antara dua peserta tindak ujaran yang saling mengenal atau sudah akrab hubungannya. Pemakaian bentuk saya pada wacana di halaman Pendidikan harian Solopos juga digunakan untuk menyampaikan ungkapan-ungkapan langsung yang disampaikan oleh narasumber. Oleh karena itu, bentuk saya ditemui dalam penulisan ungkapan langsung. Hal ini dilakukan untuk menjaga netralitas penulis berita dan untuk meyakinkan bahwa berita atau informasi yang disampaikan benar-benar terjadi. Begitu pula dengan pemakaian kata kita dan kami dalam wacana di halaman Pendidikan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 80 digilib.uns.ac.id Bentuk persona pertama jamak yang ditemukan adalah kami dan kita. Purwo (1984: 24) menyatakan bahwa kita merupakan bentuk inklusif atau gabungan antara persona pertama dan kedua, sedangkan kami merupakan gabungan antara persona pertama dan ketiga. acuan bentuk kami adalah penutur yang jumlahnya lebih dari satu orang dan ikut terlibat langsung dalam peristiwa bahasa. Sementara bentuk kita, acuannya adalah penutur dan mitra tutur yang terlibat secara langsung dalam peristiwa bahasa yang jumlahnya lebih dari satu orang. Hal ini sebagaimana terdapat dalam kalimat berikut. 1. “Tahun sebelumnya kita pernah membuat kerajinan dari botol bekas dan bambu. (D288/Sp/Paw/Sel/25 Okt/2011) 2. Dulu, kami pindah-pindah hingga lima kali karena belum punya gedung sampai akhirnya 2003 punya gedung di sini,” ujar Kepala TK Aisyiyah Karangasem, Mufti Muflihatun SPd yang diamini Pengelola KB Aisyiyah Karangasem, Dra Hariyah Indradadi saat ditemui Espos, Senin (3/10). (D202/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011) Kata kita dan kami pada kedua kalimat di atas merupakan bentuk persona pertama jamak. Kata kita pada kalimat (1) mengacu pada penutur, yaitu Tri Hastuti beserta mitra tutur yang berkelompok, yaitu pengelola SDN Tambak Boyo 3 Tawangsari, Sukoharjo. Sementara kata kami pada kalimat (2), acuannya adalah Mufti Muflihatun dan Hariyah Indradadi beserta seluruh warga sekolah Kelompok Bermain (KB) dan Taman Kanak-kanak (TK) Aisyiyah Karangasem, Laweyan, Solo. Bentuk kami dan kita juga banyak digunakan dalam penulisan wacana di halaman Pendidikan. Hal ini dikarenakan isi wacana di halaman Pendidikan merupakan informasi dari sekelompok orang yang terlibat dalam peristiwa yang disampaikan dalam wacana tersebut. Pemakaian bentuk kami dan kita dimaksudkan untuk menyampaikan suara atau informasi dari sekelompok orang yang disuarakan oleh seseorang sebagai perwakilan kelompok dalam sebuah tulisan. Ini merupakan salah satu karakteristik bahasa wacana di surat kabar. Bentuk persona kedua tunggal yang ditemukan adalah leksem kekerabatan dan leksem jabatan. Bentuk persona kedua tunggal yang lain, seperti engkau, kamu, bentuk terikat –mu, anda, dan saudara tidak ditemukan. Demikian commit to user pula bentuk persona kedua jamak, seperti kamu sekalian dan kalian juga tidak perpustakaan.uns.ac.id 81 digilib.uns.ac.id ditemukan. Hal ini karena data dalam penelitian ini hanya diambil dari wacana di halaman Pendidikan harian Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 yang merupakan bentuk wacana formal. Bentuk leksem kekerabatan yang ditemukan adalah bentuk ibu, suami, dan ayah. Sementara untuk leksem jabatan, bentuk yang ditemukan adalah pelaksana, pejabat, kepala, pembina, dekan, direktur, menteri, presiden, rektor, tenaga ahli, dan guru. Bentuk-bentuk tersebut di antaranya terdapat dalam kalimat berikut. 3. Misalnya saja sebelum masuk kelas membaca surat-surat pendek,” tambah Hariyah yang biasa disapa Bu Har. (D205/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011) 4. Hal ini seperti pengalaman Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Dr Wisnu Untoro MS. (D89/Sp/Fi/Rab/24 Agt/2011) 5. Menteri Pendidikan Nasional M Nuh berharap instruksi presiden (Inpres) tentang perbaikan gedung sekolah rusak bisa keluar pada September 2011 sebelum pembahasan RAPBN 2012 yang akan dimulai pada Oktober 2011. (D109/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011) Penggunaan leksem kekerabatan dan leksem jabatan pada kalimat-kalimat tersebut merupakan bentuk deiksis karena referennya berpindah-pindah sesuai dengan persona yang diacu. Untuk leksem jabatan nama jabatan mungkin tidak berubah, tetapi orang yang memegang jabatan tersebut mungkin berganti pada waktu tertentu. Kata Bu Har pada kalimat (3) mengacu pada Hariyah. Kata Dekan Fakultas Ekonomi pada kalimat (4) mengacu pada Wisnu Untoro, sedangkan Menteri Pendidikan Nasional pada kalimat (5) mengacu pada M Nuh. Bentuk persona ketiga yang ditemukan adalah ia, dia, dan bentuk terikat –nya untuk bentuk persona tunggal. Sementara untuk bentuk jamaknya ditemukan bentuk mereka. Bentuk-bentuk tersebut digunakan oleh penutur untuk mengacu pada orang yang menjadi objek pembicaraan baik ikut terlibat langsung ataupun tidak dalam suatu peristiwa bahasa. Bentuk ia dan dia yang ditemukan dalam wacana di halaman Pendidikan merujuk pada insan atau orang. Ini sesuai dengan pernyataan Purwo (1984: 26) bahwa bentuk ia dan dia secara eksoforis hanya dapat menunjuk pada orang. Begitu pula dengan bentuk terikat –nya dan bentuk jamak mereka yang ditemukan pada penelitian ini juga mengacu pada persona commit to user atau orang. 82 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Deiksis kedua yang ditemukan adalah deiksis tempat atau deiksis ruang. Deiksis ruang merupakan pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta dalam peristiwa tindak bahasa (Cahyono; 1995: 218). Bentuk deiksis tempat yang ditemukan berupa leksem bukan verba, yaitu setempat dan pronomina demonstratif lokatif. Pronomina demonstratif lokatif yang ditemukan adalah sini dan sana. Kata sini menunjuk pada tempat yang dekat dari pembicara, sedangkan kata sana menunjuk pada tempat yang jauh dari pembicara. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh pakar deiksis, Prof. Dr. Sumarlam, M.S., bahwa pronomina demonstratif lokatif dibagi menjadi empat, yaitu dekat dengan pembicara, agak dekat atau agak jauh dari pembicara, jauh dari pembicara, dan eksplisit. Untuk pronomina demonstratif lokatif dekat dengan pembicara digunakan kata ini atau sini, agak dekat atau agak jauh digunakan kata itu atau situ, jauh dari pembicara digunakan kata sana, sedangkan bentuk eksplisit contohnya Sala, Yogya. Dari keempat bentuk tersebut, bentuk eksplisit tidak termasuk deiksis. Sementara itu, bentuk yang lain merupakan deiksis karena untuk mengetahui acuan atau referen dari pemakaian bentuk tersebut pembaca harus mengetahui posisi penutur. Deiksis ketiga yang ditemukan adalah deiksis waktu yang merupakan rujukan pada waktu yang dimaksud penutur dalam peristiwa bahasa. Menurut Cahyono (1995: 218) deiksis waktu adalah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa. Bentuk deiksis waktu yang ditemukan berupa leksem ruang yang menyatakan waktu, leksem waktu, dan penambahan kata ini atau itu yang dirangkaikan pada leksem waktu. Leksem ruang yang menyatakan waktu adalah depan dan lalu. Kata tersebut secara harfiah dan lahiriah menyatakan ruang, tetapi dalam konteks tertentu dapat menyatakan waktu. Kata depan dan lalu yang menyatakan waktu terdapat dalam kalimat berikut. 6. “Tahun ajaran depan (2012/2013-red) mungkin gedungnya sudah dapat digunakan,” … (D213/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011) 7. Anggota KIR dan Mading, ungkapnya, tahun lalu mengadakan pertemuan rutin sepekan sekali pada Selasa pukul 14.00-15.30 WIB. (D27/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011) commit to user 83 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Kata depan pada ungkapan tahun ajaran depan dalam kalimat (6) mengacu pada waktu yang akan datang, yaitu tahun ajaran 2012/2013. Sementara itu, kata lalu pada ungkapan tahun lalu dalam kalimat (7) mengacu pada waktu lampau, yaitu tahun 2010. Leksem waktu yang ditemukan adalah sekarang, dulu, nanti, dan kini. Sementara untuk penambahan kata ini atau itu pada leksem waktu bentuk yang ditemukan adalah saat ini, tahun ini, Agustus ini, Lebaran ini, tahun ajaran ini, dan saat itu. Selain bentuk-bentuk tersebut juga ditemukan bentuk-bentuk yang lain, yaitu belum lama ini, medio, akhir, awal, lima tahun terakhir, dan tahun sebelumnya. Pemakaian leksem waktu tersebut dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos karena kata-kata tersebut menunjukkan jangkauan waktu. Hal itu disebabkan isi wacana yang disampaikan merupakan berita-berita yang aktual dan faktual. Dalam penelitian ini juga ditemukan bentuk leksem waktu yang bersifat eksoforis, tetapi berubah menjadi bersifat endoforis. Ini seperti terdapat dalam kalimat berikut. 8. Nantinya, guru dapat mempersiapkan untuk ujian nasional. (D252/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011) Kata nantinya dalam kalimat tersebut merupakan endofora. Kata tersebut mengacu pada ujian nasional. Kata nanti seharusnya bersifat eksoforis, tetapi ketika digabungkan dengan bentuk terikat –nya, seperti pada kalimat di atas, kata tersebut berubah menjadi bersifat endoforis. Ini sebagaimana diungkapkan oleh Purwo (1984: 94) bahwa dalam rangkaian dengan bentuk –nya leksem waktu yang semula eksoforis menjadi endoforis. Deiksis wacana merupakan rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan dan/atau sedang dikembangkan (Nababan; 1997: 42). Deiksis wacana terbagi menjadi dua, yaitu anafora dan katafora. Cahyono (1995: 218) mengemukakan bahwa anafora adalah penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana, sedangkan katafora adalah penunjukan ke sesuatu yang disebut kemudian. Anafora dan katafora dapat diungkapkan dengan bentuk persona, bentuk bukan persona, dan konstituen nol. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 84 digilib.uns.ac.id Dalam penelitian ini bentuk pemarkah anaforis dan kataforis yang ditemukan adalah bentuk persona dan bentuk bukan persona. Bentuk pemarkah anaforis yang ditemukan adalah bentuk itu, ia, mereka, ini, tersebut, hal ini, hal itu, demikian, dan bentuk terikat –nya. Sementara untuk bentuk pemarkah kataforis, bentuk yang ditemukan adalah bentuk terdiri atas, adalah, merupakan, pertama, berikut ini, demikian, ini, yakni, yaitu, dan mereka. Berdasarkan analisis data ditemukan dua bentuk pemarkah yang dapat kataforis dan anaforis, yaitu kata ini, demikian, dan mereka. Hal ini sebagaimana terdapat dalam kalimat berikut. 9a. (Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo berusaha merangsang minat dosen untuk menulis dengan memberikan sejumlah insentif.) Harapannya kebijakan ini akan meningkatkan jumlah karya dosen UNS. (D187/Sp/Ar/Kam/29 Sept/2011) 9b. Kata berimbuhan ini sering kita temui dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. (Penulis menemui banyak orang menggunakan kata merubah ...) (D100/Sp/BK/Kam/25 Agt/2011) 10a. (Bagi Ica, kemampuan mengaji telah terlatih semenjak orangtuanya mendatangkan ustazah ke rumahnya.) Meski demikian, mengaji di rumah … (D177/Sp/Fi/Rab/21 Sept/2011) 10b. Dengan demikian, kata M Nuh, anggaran pendidikan dalam APBN harus terlebih dahulu disisihkan untuk pembangunan gedung sekolah rusak sebelum dialokasikan untuk kebutuhan yang lain. (D114/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011) 11a. (“Khusus SMA berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) …) Pasalnya mereka telah menerima bantuan lain yang lebih besar,” … (D9/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011) 11b. “Ratusan lowongan kerja, baik untuk fresh graduate maupun mereka yang sudah berpengalaman tersedia dalam job fair mendatang,” jelasnya dalam rilis yang diterima Espos, Rabu (12/10). (D244/Sp/Va/Sab/15 Okt/2011) Kata ini, demikian, dan mereka dalam kalimat-kalimat tersebut merupakan bentuk anafora dan katafora. Kata ini pada kalimat (9a) merupakan anafora, sedangkan pada kalimat (9b) merupakan katafora. Begitu pula dengan kata demikian dan mereka pada kalimat (10a dan 10b) serta (11a dan 11b). Kata demikian pada kalimat (10a) merupakan anafora, sedangkan pada kalimat (10b) merupakan katafora. Sementara kata mereka pada kalimat (11a) merupakan anafora dan pada kalimat (11b) merupakan katafora. Bentuk deiksis terakhir yang ditemukan adalah deiksis sosial. Deiksis commit to user sosial merupakan pengungkapan realita sosial dalam tindak bahasa yang perpustakaan.uns.ac.id 85 digilib.uns.ac.id dilakukan oleh penutur kepada mitra tutur. Bentuk deiksis sosial yang ditemukan adalah bentuk honorifics dan eufemisme. Honorifics merupakan bentuk sopansantun berbahasa, sedangkan eufemisme merupakan penghalusan kata-kata yang digunakan. Bentuk honorifics yang ditemukan adalah kata sapaan dan penggunaan gelar. Sementara untuk eufemisme, bentuk yang ditemukan adalah kata kaum duafa, difabel, tidak mampu, dan almarhum. Bentuk-bentuk deiksis tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda dalam pemakaiannya. Secara umum, deiksis berfungsi untuk membantu pembaca memahami isi wacana. Secara khusus, setiap deiksis mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Perbedaan fungsi tersebut dipengaruhi oleh konteks yang ada dalam setiap kalimat. Deiksis yang pertama, deiksis persona, mempunyai tujuh fungsi. Deiksis persona yang ditemukan dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 memiliki tujuh fungsi tersebut. Fungsi pertama adalah merujuk pada orang yang berbicara. Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan bentuk persona pertama tunggal, yaitu saya. Fungsi kedua adalah merujuk pada orang yang dibicarakan. Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan bentuk persona ketiga tunggal, yaitu kata ia, dia, dirinya, dan bentuk terikat –nya. Fungsi ketiga adalah menunjukkan perbedaan tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur. Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan bentuk persona kedua tunggal, yaitu leksem kekerabatan. Fungsi keempat adalah menunjukkan bentuk eksklusif yang ditunjukkan dengan penggunaan bentuk kami. Fungsi kelima adalah menunjukkan bentuk inklusif dengan menggunakan kata kita. Fungsi keenam adalah menunjukkan bentuk jamak dengan menggunakan kata mereka. Terakhir, fungsi ketujuh adalah menunjukkan jabatan yang dimiliki seseorang. Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan leksem jabatan. Deiksis kedua, deiksis tempat, mempunyai tiga fungsi. Dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 ditemukan dua fungsi pemakaian deiksis tempat. Fungsi pertama adalah menunjuk pada tempat yang dekat dengan pembicara. Fungsi ini ditunjukkan dengan pemakaian kata sini. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 86 digilib.uns.ac.id Fungsi yang kedua adalah menunjuk pada tempat yang jauh dari pembicara. Fungsi ini ditunjukkan dengan pemakaian kata sana dan setempat. Deiksis ketiga, deiksis waktu, memiliki lima fungsi. Dalam penelitian ini ditemukan empat fungsi pemakaian deiksis waktu. Fungsi pertama adalah merujuk pada saat tuturan yang ditunjukkan dengan pemakaian kata sekarang, kini, dan penambahan kata ini pada leksem waktu. Fungsi kedua adalah merujuk pada waktu lampau atau sebelum saat tuturan yang ditunjukkan dengan pemakaian kata dulu, penambahan kata itu pada leksem waktu dan pemakaian leksem ruang lalu, serta penggunaan kata atau gabungan kata yang menyatakan waktu lampau seperti tahun sebelumnya. Fungsi ketiga adalah merujuk pada waktu sesudah saat tuturan. Fungsi ini ditunjukkan dengan pemakaian kata nanti, leksem ruang depan, dan leksem waktu atau kata yang menyatakan waktu dengan didahului kata akan. Fungsi keempat adalah menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual. Fungsi ini ditunjukkan dengan pemakaian rangkaian kata belum lama ini dan pemakaian leksem waktu yang dapat dibuktikan kebenarannya. Deiksis keempat, deiksis wacana, memiliki lima fungsi. Dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 ditemukan empat fungsi pemakaian deiksis wacana. Fungsi pertama adalah merujuk pada hal yang telah disebut (anafora). Fungsi ini ditunjukkan dengan pemakaian kata itu, ini, tersebut, demikian, bentuk terikat –nya, serta leksem persona ia dan mereka. Fungsi kedua adalah merujuk pada hal yang akan disebut (katafora). Fungsi ini ditunjukkan dengan pemakaian kata terdiri atas, adalah, merupakan, pertama, berikut ini, demikian, ini, yaitu, yakni, dan leksem persona mereka. Fungsi ketiga adalah merujuk pada jumlah yang banyak yang ditunjukkan dengan pemakaian leksem persona mereka. Fungsi keempat adalah menyimpulkan sesuatu yang ditunjukkan dengan pemakaian kata demikian. Deiksis yang terakhir, deiksis sosial mempunyai empat fungsi. Dalam wacana di halaman Pendidikan ditemukan tiga fungsi pemakaian deiksis sosial. Fungsi pertama adalah sebagai pembeda tingkat sosial penutur dengan mitra tutur. to user Fungsi ini ditunjukkan dengan commit pemakaian gelar dan penggunaan kata ustad. perpustakaan.uns.ac.id 87 digilib.uns.ac.id Fungsi kedua adalah untuk menjaga sopan-santun berbahasa yang ditunjukkan dengan pemakaian bentuk eufemisme atau bahasa yang lebih halus, seperti difabel, tidak mampu, dan kaum duafa. Fungsi ketiga adalah sebagai bentuk sikap sosial kemasyarakatan yang ditunjukkan dengan pemakaian kata-kata yang berhubungan dengan keadaan di masyarakat, seperti pemakaian kata almarhum. Bentuk-bentuk deiksis dan fungsi pemakaiannya berhubungan erat dengan penulisan wacana. Ini dikarenakan dalam setiap wacana pasti terdapat deiksis. Deiksis menduduki setiap bagian kalimat. Deiksis persona menduduki bagian subjek dan objek. Deiksis tempat dan waktu menduduki bagian keterangan, yaitu keterangan tempat dan keterangan waktu. Deiksis wacana digunakan sebagai konjungsi antarkalimat. Sementara deiksis sosial dapat melekat pada subjek, objek, maupun pelengkap karena deiksis sosial merupakan deiksis tambahan dan tidak selalu ada dalam wacana. Selain itu, dalam wacana juga terdapat unsur 5W + 1H, terutama dalam berita. Berkaitan dengan unsur 5W + 1H, deiksis memiliki hubungan yang erat dengan unsur tersebut. Deiksis persona berhubungan dengan unsur who. Deiksis tempat berhubungan dengan unsur where. Deiksis waktu berhubungan dengan unsur when. Deiksis wacana berhubungan dengan unsur what, why, dan how karena deiksis wacana merupakan deiksis yang selalu ada dalam wacana dan digunakan sebagai konjungsi antarkalimat. Deiksis selalu berhubungan dengan wacana. Hal ini sebagaimana diungkapkan di atas bahwa deiksis menduduki bagian kalimat dan berhubungan dengan unsur 5W + 1H. Deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 juga memiliki hubungan tersebut. Deiksis tersebut juga menduduki bagian kalimat dan berhubungan dengan unsur 5W + 1H. Oleh karena itu, wacana di halaman Pendidikan harian Solopos dapat digunakan sebagai bahan ajar dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia. Bahasa yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos juga sederhana dan mudah dimengerti. Ini sebagaimana diungkapkan oleh pembaca harian Solopos, Yuli Kusumawati, S.S., bahwa bahasa dalam wacana di commit to user dan cukup mudah dimengerti. halaman Pendidikan harian Solopos itu sederhana 88 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Selain itu, bahasanya juga santun karena salah satu fungsi surat kabar adalah untuk mendidik. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Redaktur Solopos, Ivan Indrakesuma, bahwa bahasa jurnalistik juga berfungsi mendidik sehingga bahasa yang digunakan santun dan mudah dimengerti oleh pembaca, termasuk masyarakat awam. Dengan demikian, wacana di halaman Pendidikan harian Solopos dapat dijadikan sebagai salah satu bahan ajar dalam pembelajaran bahasa Indonesia terutama pada kegiatan pembelajaran dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang membahas unsur berita. Selain itu, deiksis juga dapat disampaikan pada pembelajaran mengarang karena deiksis pasti terdapat dalam wacana. commit to user 89 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis data mengenai pemakaian deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1. Bentuk-bentuk deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 dikelompokkan menjadi lima, yaitu deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Bentuk-bentuk deiksis persona yang digunakan adalah kata ganti persona berupa bentuk persona pertama tunggal, bentuk persona pertama jamak. bentuk persona kedua tunggal, bentuk persona ketiga tunggal, dan bentuk persona ketiga jamak. Bentuk-bentuk deiksis tempat (ruang) yang digunakan adalah leksem bukan verba, dan pronomina demonstratif lokatif. Bentukbentuk deiksis waktu yang digunakan adalah leksem waktu, leksem ruang, serta penambahan kata ini dan itu pada leksem waktu. Bentuk-bentuk deiksis wacana yang ditemukan dibagi menjadi dua, yaitu anafora dan katafora. Bentuk-bentuk anafora yang digunakan adalah leksem persona dan leksem bukan persona. Bentuk-bentuk katafora yang digunakan adalah leksem persona dan leksem bukan persona. Bentuk-bentuk deiksis sosial yang ditemukan adalah penggunaan gelar, kata sapaan, serta bentuk eufemisme. 2. Fungsi-fungsi deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 disesuaikan dengan konteks dalam wacana tersebut. Fungsi deiksis persona yang ditemukan adalah (a) merujuk pada orang yang berbicara; (b) merujuk pada orang yang dibicarakan; (c) menunjukkan perbedaan tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur; (d) menunjukkan bentuk eksklusif; (e) menunjukkan bentuk inklusif; (f) menunjukkan bentuk jamak; dan (g) menunjukkan jabatan yang dimiliki seseorang. Fungsi deiksis tempat yang ditemukan adalah (a) menunjuk pada commit to user tempat yang dekat dengan pembicara; dan (b) menunjuk pada tempat yang 90 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id jauh dari pembicara. Fungsi deiksis waktu yang ditemukan adalah (a) merujuk pada saat tuturan; (b) merujuk pada waktu lampau atau sebelum saat tuturan; (c) merujuk pada waktu sesudah saat tuturan; dan (d) menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual. Fungsi deiksis wacana yang ditemukan adalah (a) merujuk pada hal yang telah disebut (anafora); (b) merujuk pada hal yang akan disebut (katafora); (c) merujuk pada jumlah yang banyak; dan (d) menyimpulkan sesuatu. Terakhir, fungsi deiksis sosial yang ditemukan adalah (a) sebagai pembeda tingkat sosial penutur dengan mitra tutur; (b) untuk menjaga sopan-santun berbahasa; dan (c) sebagai bentuk sikap sosial kemasyarakatan. B. Implikasi Berdasarkan simpulan hasil penelitian dapat dirumuskan beberapa implikasi sebagai berikut. 1. Bentuk-bentuk deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos berimplikasi bahwa wacana tersebut merupakan berita yang aktual dan faktual. Wacana tersebut dapat dikaitkan dengan hal-hal yang sedang terjadi dan sedang dibicarakan oleh masyarakat. Pemakaian deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos merupakan hal yang tepat karena dapat mendukung keaktualan informasi yang disampaikan dalam wacana tersebut. Ini disebabkan deiksis mengungkapkan berbagai hal yang melingkupi suatu tuturan termasuk wacana. Pengungkapan tersebut disebabkan adanya konteks dalam wacana. 2. Fungsi-fungsi deiksis yang ditemukan dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos berimplikasi dengan adanya berbagai konteks yang melingkupi sebuah tuturan. Konteks tersebut membantu pembaca untuk memahami isi wacana dalam surat kabar. Konteks selalu terdapat dalam wacana. Dengan demikian, pemahaman terhadap konteks wacana juga berpengaruh terhadap pemahaman isi wacana. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 91 digilib.uns.ac.id 3. Hasil penelitian ini juga berimplikasi pada dunia pendidikan. a. Pemakaian deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos dapat dijadikan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Guru dapat menggunakan wacana di halaman Pendidikan harian Solopos sebagai contoh dalam pembelajaran berita atau menulis. Hal ini disebabkan dalam penulisan karangan pasti terdapat deiksis sehingga pemberian contoh wacana tersebut dapat membantu siswa untuk memahami materi yang disampaikan. b. Pemakaian deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos dapat dijadikan sebagai materi ajar dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Guru dapat menggunakan wacana tersebut sebagai bahan bacaan bagi siswa dalam pembelajaran dengan materi berita, terutama di kelas VI SD, kelas VII dan VIII SMP, serta kelas X dan XI SMA. Wacana di halaman pendidikan harian Solopos memiliki bahasa yang sederhana sehingga dapat mudah dipahami oleh setiap pembaca termasuk siswa. c. Variasi pemakaian deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos mengharuskan guru memiliki strategi yang baik ketika menggunakan wacana tersebut sebagai materi ajar. Guru dapat menyesuaikan antara unsur berita yang dibahas dengan bentuk deiksis yang terdapat dalam wacana. Hal ini dikarenakan deiksis berhubungan dengan unsur berita. Misalnya ketika membahas contoh konjungsi antarkalimat, guru dapat menggunakan bentuk deiksis wacana dengan terlebih dahulu meminta siswa membaca wacana dan memahami isinya. d. Pemakaian deiksis dalam wacana tersebut dapat dijadikan sebagai alternatif bahan belajar bagi siswa. Wacana tersebut dapat digunakan siswa sebagai contoh ketika mempelajari materi bahasa Indonesia terutama dalam kegiatan pembelajaran menulis. Selain itu, siswa juga dapat menggunakannya untuk mempelajari unsur-unsur berita dalam suatu wacana. e. Wacana di halaman Pendidikan harian Solopos dapat digunakan sebagai commit to user Dalam pembelajaran bahasa media pembelajaran bahasa Indonesia. 92 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Indonesia guru dapat menggunakan wacana tersebut sebagai media pembelajaran. Hal ini disebabkan wacana tersebut mengandung deiksis yang berhubungan dengan unsur berita. Selain itu, bahasa dalam wacana tersebut merupakan bahasa baku. f. Wacana di halaman Pendidikan harian Solopos dapat digunakan sebagai contoh bagi dosen dalam perkuliahan Pragmatik dan Analisis Wacana di perguruan tinggi. Dosen juga dapat menggunakan wacana tersebut sebagai tugas dalam mata kuliah tersebut agar mahasiswa dapat lebih memahami materi deiksis yang diberikan. C. Saran Berdasarkan simpulan dapat disampaikan beberapa saran kepada berbagai pihak berikut. 1. Bagi redaktur Hendaknya redaktur dalam menulis wacana di halaman Pendidikan harian Solopos menggunakan deiksis yang bervariasi. Hal ini bertujuan agar pembaca mudah memahami informasi dalam wacana di surat kabarnya. Selain itu, pemahaman terhadap acuan dari deiksis yang terdapat dalam wacana berpengaruh terhadap pemhaman isi wacana. Oleh karena itu, pemakaian deiksis yang bervariasi dapat memudahkan pembaca untuk memahami isi wacana karena pembaca dapat lebih jelas untuk menentukan acuan dari deiksis yang terdapat dalam wacana sesuai dengan pengetahuan masing-masing pembaca. 2. Bagi pembaca Hendaknya pembaca memperhatikan adanya unsur luar bahasa yang turut mempengaruhi makna sebuah tuturan. Unsur luar bahasa tersebut merupakan sebuah konteks yang melingkupi kalimat tersebut. Peran konteks dalam wacana sangat penting untuk memahami isi wacana. Hal ini disebabkan konteks merupakan wujud dari unsur luar bahasa yang melingkupi suatu wacana. Unsur luar bahasa tersebut menjadi salah satu faktor untuk commit to user memahami acuan deiksis. 93 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3. Bagi guru dan dosen bahasa Indonesia Hendaknya guru bahasa Indonesia kelas VI SD, VII dan VIII SMP, serta X dan XI SMA dapat memanfaatkan deiksis sebagai materi pembelajaran menulis atau kegiatan pembelajaran dengan materi berita. Hal ini disebabkan wacana di halaman Pendidikan harian Solopos menggunakan bahasa yang baku. Selain itu, pemberian contoh yang nyata dapat membantu siswa memahami materi yang diberikan. Sementara itu, dalam pembelajaran Pragmatik dan Analisis Wacana di perguruan tinggi dosen dapat menggunakan wacana di halaman Pendidikan harian Solopos sebagai contoh. Ini dikarenakan bentuk-bentuk deiksis dalam wacana tersebut yang bervariasi dan mahasiswa akan lebih mudah memahami materi yang diberikan dengan pemberian contoh nyata yang sering dihadapi. commit to user