perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user DEIKSIS

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DEIKSIS DALAM WACANA DI HALAMAN PENDIDIKAN
HARIAN SOLOPOS EDISI AGUSTUS – OKTOBER 2011:
SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK
SKRIPSI
Oleh :
TAUFIQIYYAH NUR ‘AINI
K1208049
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit
to user
MEI 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DEIKSIS DALAM WACANA DI HALAMAN PENDIDIKAN
HARIAN SOLOPOS EDISI AGUSTUS – OKTOBER 2011:
SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK
Oleh :
TAUFIQIYYAH NUR ‘AINI
K1208049
Skripsi
diajukan sebagai salah satu persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit
to user
MEI 2012
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
 Niatkan segala sesuatu karena Allah SWT.
(Penulis)
 Awali segala sesuatu dengan bismillah dan akhiri dengan alhamdulillah.
(Penulis)
 Allah SWT tidak akan mengubah nasib seseorang, jika orang itu tidak mau
berusaha untuk mengubahnya.
(QS. Ar-Ra’du: 11)
 Diwajibkan atas setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan untuk
menuntut ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat.
(Hadist)
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Dengan ucapan syukur alhamdulillahirabbil’alamin
kupersembahkan karya ini untuk:
 Bapak Muhjiddin (ayahku tercinta)
Terima kasih atas doa, kerja keras, pengorbanan, dan kasih sayang yang telah kau
berikan padaku. Tiada sesuatupun yang lebih indah dibandingkan dengan semua
hal yang telah kau berikan untuk membesarkan dan mendewasakanku.
 Mas Heru, Mbak Novi, Mas Koko, Mbak Yayan, Mas Teguh, Mbak Putri, Mas
Lihin, Dhek Yusuf (kakak-kakak dan adikku)
Terima kasih karena selalu mendorong langkahku dengan perhatian, semangat,
dan bimbingan yang kalian berikan.
 Ridho, Fahri, Asya, Najwa (keponakan-keponakanku tersayang)
Terima kasih atas semangat, keceriaan, dan canda tawa yang selalu kalian berikan.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Taufiqiyyah Nur ‘Aini. DEIKSIS DALAM WACANA DI HALAMAN
PENDIDIKAN HARIAN SOLOPOS EDISI AGUSTUS – OKTOBER 2011:
SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Mei 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan (1)
bentuk-bentuk deiksis; dan (2) fungsi-fungsi deiksis yang terdapat dalam wacana
di halaman Pendidikan harian Solopos.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data dalam
penelitian ini adalah kalimat yang mengandung deiksis dalam wacana di halaman
Pendidikan harian Solopos. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
digunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan
analisis dokumen. Uji validitas data menggunakan trianggulasi teori.
Berdasarkan analisis data dapat diambil dua simpulan. Pertama, bentukbentuk deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos
adalah a) deiksis persona, bentuk-bentuk deiksis persona yang ditemukan
misalnya saya, kita, kami, dia, mereka, dekan, ayah; b) deiksis tempat (ruang),
bentuk-bentuk deiksis tempat (ruang) yang ditemukan, misalnya setempat, sini,
sana; c) deiksis waktu, bentuk-bentuk deiksis waktu yang ditemukan, misalnya
sekarang, dulu, nanti, belum lama ini, depan; d) deiksis wacana, bentuk-bentuk
deiksis wacana yang ditemukan, misalnya itu, ini, tersebut, demikian, adalah,
yaitu, ia, mereka; dan e) deiksis sosial, bentuk-bentuk deiksis sosial yang
ditemukan, misalnya bu, ustad, kaum duafa, difabel, tidak mampu. Kedua, fungsifungsi deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos
adalah a) fungsi-fungsi deiksis persona, yaitu (1) merujuk pada orang yang
berbicara, misalnya saya; (2) merujuk pada orang yang dibicarakan, misalnya dia,
ia, dirinya, -nya; (3) menunjukkan perbedaan tingkat sosial antara penutur dan
mitra tutur, misalnya suami, ayah; (4) menunjukkan bentuk eksklusif, misalnya
kami; (5) menunjukkan bentuk inklusif, misalnya kita; (6) menunjukkan bentuk
jamak, misalnya mereka; dan (7) menunjukkan jabatan yang dimiliki seseorang,
misalnya rektor; b) fungsi-fungsi deiksis tempat (ruang), yaitu (1) menunjuk pada
tempat yang dekat dengan pembicara, misalnya sini; dan (2) menunjuk pada
tempat yang jauh dari pembicara, misalnya setempat, sana; c) fungsi-fungsi
deiksis waktu, yaitu (1) merujuk pada saat tuturan, misalnya kini; (2) merujuk
pada waktu lampau, misalnya dulu; (3) merujuk pada waktu sesudah saat tuturan,
misalnya nanti; dan (4) menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual,
misalnya belum lama ini; d) fungsi-fungsi deiksis wacana, yaitu (1) merujuk pada
hal yang telah disebut, misalnya tersebut; (2) merujuk pada hal yang akan disebut,
misalnya merupakan; (3) merujuk pada jumlah yang banyak, misalnya mereka;
dan (4) menyimpulkan sesuatu, misalnya demikian; e) fungsi-fungsi deiksis sosial,
yaitu (1) sebagai pembeda tingkat sosial penutur dan mitra tutur, misalnya ustad;
(2) untuk menjaga sopan-santun berbahasa, misalnya difabel; dan (3) sebagai
bentuk sikap sosial kemasyarakatan, misalnya almarhum.
commit
user harian Solopos
Kata kunci: deiksis, bentuk deiksis,
fungsitodeiksis,
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “DEIKSIS DALAM
WACANA DI HALAMAN PENDIDIKAN HARIAN SOLOPOS EDISI
AGUSTUS – OKTOBER 2011: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK”. Shalawat
serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya
skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan izin penyusunan skripsi ini;
2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni yang telah memberikan motivasi dan izin penyusunan skripsi ini;
3. Dr. Kundharu Saddhono, S.S., M.Hum. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan izin
penyusunan skripsi ini;
4. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. selaku Pembimbing I yang selalu
memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;
5. Drs. Slamet Mulyono, M.Pd. selaku Pembimbing II yang selalu memberikan
arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;
6. Prof. Dr. Sumarlam, M.S., Ivan Indrakesuma, Yuli Kusumawati, S.S., dan
Rininta Citra, S.Pd. yang telah bersedia menjadi narasumber dalam
penyusunan skripsi ini; dan
7. Semua pihak yang turut membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Semoga pihak-pihak tersebut selalu mendapatkan limpahan rahmat dari Allah
SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi
ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Surakarta,
Mei 2012
Penulis
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman judul ............................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................
ii
PENGAJUAN ............................................................................................
iii
PERSETUJUAN ........................................................................................
iv
PENGESAHAN .........................................................................................
v
MOTTO .....................................................................................................
vi
PERSEMBAHAN ......................................................................................
vii
ABSTRAK .................................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ...............................................................................
ix
DAFTAR ISI ..............................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xvi
DAFTAR SINGKATAN ...........................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................
7
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................
7
D. Manfaat Penelitian .........................................................................
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA .....................................................................
9
A. Kajian Teori ...................................................................................
9
1. Hakikat Pragmatik ....................................................................
9
a. Definisi Pragmatik ..............................................................
9
b. Sumber Kajian Pragmatik ...................................................
11
2. Hakikat Konteks .......................................................................
12
3. Hakikat Deiksis ........................................................................
commit to user
a. Definisi Deiksis ..................................................................
14
xi
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Macam-macam Deiksis ......................................................
15
c. Bentuk-bentuk Deiksis .......................................................
20
4. Hakikat Wacana .......................................................................
30
a. Definisi Wacana .................................................................
30
b. Jenis Wacana ......................................................................
31
5. Hakikat Surat Kabar .................................................................
33
a. Definisi Surat Kabar ...........................................................
33
b. Ciri-ciri Surat Kabar ...........................................................
34
c. Fungsi Surat Kabar .............................................................
35
d. Sifat Surat Kabar ................................................................
36
e. Kategorisasi Isi Surat Kabar ...............................................
38
f. Bahasa Surat Kabar ............................................................
39
B. Penelitian yang Relevan .................................................................
40
C. Kerangka Berpikir ..........................................................................
44
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................
46
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................
46
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian .....................................................
46
C. Data dan Sumber Data ...................................................................
47
D. Teknik Sampling (Cuplikan) ..........................................................
47
E. Pengumpulan Data .........................................................................
48
F. Uji Validitas Data ...........................................................................
48
G. Analisis Data ..................................................................................
49
H. Prosedur Penelitian .........................................................................
50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...........................
51
A. Deskripsi Data Halaman Pendidikan Harian Solopos ....................
51
B. Hasil Penelitian ..............................................................................
52
1. Bentuk-bentuk Deiksis yang Terdapat dalam Wacana
di Halaman Pendidikan Harian Solopos ...................................
53
2. Fungsi-fungsi Deiksis yang Terdapat dalam Wacana
di Halaman Pendidikan Harian Solopos ...................................
commit to user
C. Pembahasan ....................................................................................
xii
67
78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ...................................
89
A. Simpulan ........................................................................................
89
B. Implikasi .........................................................................................
90
C. Saran ...............................................................................................
92
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
94
LAMPIRAN ...............................................................................................
97
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Rincian Waktu Pelaksanaan Penelitian Kualitatif ................................
46
2. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Persona .....................................
57
3. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Tempat (Ruang) .......................
59
4. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Waktu .......................................
61
5. Frekuensi Pemakaian Bentuk Anafora .................................................
63
6. Frekuensi Pemakaian Bentuk Katafora ................................................
65
7. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Sosial .......................................
66
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Bagan Alur Kerangka Berpikir .............................................................
45
2. Wawancara dengan Narasumber Prof. Dr. Sumarlam, M.S. (Pakar)
Berkaitan dengan Pemakaian Deiksis dalam Wacana
di Halaman Pendidikan Harian Solopos ...............................................
177
3. Wawancara dengan Narasumber Ivan Indrakesuma (Redaktur)
Berkaitan dengan Pemakaian Deiksis dalam Wacana
di Halaman Pendidikan Harian Solopos ...............................................
177
4. Wawancara dengan Narasumber Yuli Kusumastuti, S.S. (Pembaca)
Berkaitan dengan Pemakaian Deiksis dalam Wacana
di Halaman Pendidikan Harian Solopos ...............................................
commit to user
xv
177
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Data Kasar ............................................................................................
98
2. Data Penelitian .....................................................................................
129
3. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Pakar ..........................................
162
4. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Redaktur ....................................
167
5. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Pembaca (I) ...............................
173
6. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Pembaca (II) ..............................
175
7. Dokumentasi Kegiatan Wawancara .....................................................
177
8. Surat Keterangan ..................................................................................
178
9. Surat Permohonan Izin Penyusunan Skripsi ........................................
183
10. Surat Keputusan Dekan FKIP tentang Izin Penyusunan Skripsi ..........
185
11. Surat Permohonan Izin Penelitian ........................................................
187
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
Agt
: Agustus
Apr
: April
Ar
: Artikel
BK
: Bahasa Kita
D
: Data
Des
: Desember
Eks
: Ekskul
Feb
: Februari
Fi
: Figur
Jan
: Januari
Jum
: Jumat
Kam
: Kamis
Mar
: Maret
Nov
: November
Okt
: Oktober
Paw
: Pawiyatan
Rab
: Rabu
Sab
: Sabtu
Sel
: Selasa
Sen
: Senin
Sept
: September
Sp
: Solopos
Va
: Varia
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia setiap saat selalu berkomunikasi karena manusia merupakan
makhluk sosial. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi oleh manusia. Bahasa
adalah alat komunikasi utama yang digunakan antar anggota masyarakat bahasa,
terutama bahasa verbal. Tanpa bahasa, manusia tidak akan dapat berkomunikasi.
Oleh karena itu, bahasa merupakan alat komunikasi utama dalam hidup
bermasyarakat.
Sebagai alat komunikasi bahasa memiliki fungsi: 1) informasi, 2)
ekspresi diri, 3) adaptasi dan integrasi, 4) kontrol diri (direktif), dan 5) fatik.
Halliday (dalam Sumarlam, dkk.; 2008: 1 – 3) mengemukakan tujuh fungsi
bahasa, yaitu 1) instrumental, 2) regulasi, 3) pemerian atau representasi, 4)
interaksi, 5) perorangan, 6) heuristik, dan 7) imajinatif. Dari beberapa fungsi
bahasa tersebut, fungsi informasi dan fungsi pemerian atau representasi adalah
fungsi bahasa yang sering digunakan masyarakat pengguna bahasa terutama untuk
mengetahui berita-berita aktual. Berita-berita aktual tersebut dapat diperoleh
masyarakat pengguna bahasa dari media massa, baik media massa cetak maupun
media massa elektronik.
Media massa yang paling sering digunakan masyarakat untuk
memperoleh informasi adalah media massa cetak atau lebih sering disebut dengan
media cetak. Media cetak yang dikenal masyarakat di antaranya surat kabar,
majalah, tabloid, buletin, dan buku. Akan tetapi, masyarakat lebih sering
menggunakan surat kabar untuk memperoleh informasi terutama untuk mengakses
berita. Hal ini disebabkan surat kabar memiliki kelebihan dapat dibaca sewaktuwaktu dan relatif mudah didapatkan.
Surat kabar menjadi pilihan utama masyarakat dalam mengakses berita
aktual karena dalam surat kabar terdapat berita-berita yang mencakup wilayah
lokal, regional, nasional, bahkan internasional. Selain itu, dalam surat kabar juga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dimuat berita-berita dalam berbagai bidang kehidupan. Surat kabar juga terbit
setiap hari sehingga masyarakat dapat memperoleh berita yang aktual setiap hari.
Surat kabar yang terbit setiap hari terutama surat kabar lokal salah
satunya adalah Solopos. Dalam surat kabar ini dimuat tema yang berbeda di setiap
halamannya sesuai dengan jenis dan isi beritanya. Nama halaman-halaman yang
terdapat dalam surat kabar Solopos adalah 1) halaman berita utama. 2) halaman
Umum, 3) halaman Jateng dan DIY, 4) halaman Gagasan, 5) halaman laporan
khusus, 6) halaman Kesehatan, 7) halaman Belanja, 8) halaman Inspirasi, 9)
halaman Internasional, 10) halaman Olahraga, 11) halaman Soloraya, 12) halaman
Kota Solo, 13) halaman Wonogiri, 14) halaman Sukoharjo, 15) halaman Klaten,
16) halaman Boyolali, 17) halaman Sragen, 18) halaman Karanganyar, 19)
halaman Ekonomi Bisnis, 20) halaman Pendidikan, 21) halaman Pergelaran, 22)
halaman Hukum dan Kriminalitas, 23) halaman Cesspleng, 24) halaman Fokus,
dan beberapa halaman khusus yang dimuat dalam edisi Solopos Minggu. Halaman
Pendidikan, misalnya, berisi berita seputar bidang pendidikan yang terjadi di
wilayah Soloraya dan nasional. Halaman ini dimuat setiap hari Senin sampai
Sabtu.
Bahasa dalam surat kabar dapat dikaji menggunakan ilmu-ilmu bahasa,
seperti ilmu pragmatik. Akan tetapi, sebagian orang menganggap bahwa bahasa
surat kabar, yang termasuk dalam bahasa jurnalistik, sulit untuk dikaji
menggunakan ilmu-ilmu bahasa. Hal ini disebabkan bahasa surat kabar memiliki
kekhasan dibandingkan bahasa yang digunakan dalam media cetak lain (Sarwoko;
2007: 1 – 2).
Ditambahkan oleh Sarwoko (2007: 2 – 3) bahwa bahasa jurnalistik
adalah bahasa yang digunakan oleh pewarta atau media massa untuk
menyampaikan informasi. Pernyataan tersebut memberikan informasi bahwa
fungsi utama media cetak adalah untuk menyampaikan informasi. Oleh karena itu,
bahasa jurnalistik harus mengandung makna informatif. Hal ini sesuai dengan
pendapat Koesworo, Margantoro, dan Viko (1994: 85) yang mengemukakan
bahwa bahasa jurnalistik adalah bahasa yang mengandung makna informatif,
commit
to user kata-kata yang bisa dimengerti
persuasif, dan yang secara konsensus
merupakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
secara umum, harus singkat, tapi jelas dan tidak bertele-tele. Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa bahasa jurnalistik bersifat informatif, persuasif, mudah
dimengerti, dan singkat, tetapi jelas dan tidak bertele-tele. Hal ini disebabkan
keragaman pembaca surat kabar, termasuk pembaca harian Solopos. Oleh karena
itu, pemakaian bahasa baku dalam surat kabar tetap dipertahankan agar pembaca
surat kabar dimanapun dapat memahami isi berita surat kabar tersebut.
Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, bahasa surat kabar dapat
dianalisis menggunakan ilmu-ilmu bahasa. Dalam penelitian ini, pemakaian
bahasa surat kabar dikaji dari sudut pandang deiksis yang merupakan salah satu
subkajian ilmu pragmatik. Pragmatik merupakan penggunaan bahasa untuk
mengomunikasikan (berkomunikasi) sesuai dan sehubungan dengan konteks dan
situasi pemakainya (Sarwiji, Setiawan, dan Suhita; 1996: 1).
Diungkapkan oleh Levinson (1983: 24) bahwa pragmatics is the study of the
ability of language users to pair sentences with the contexts in which they
would be appropriate. Pada halaman yang berbeda juga diungkapkan bahwa
pragmatics is the study of deixis (at least in part), implicature,
presupposition, speech acts, and aspects of discourse structure (Levinson;
1983: 27).
Pemakaian bahasa dalam komunikasi di masyarakat bahasa memberikan
kemudahan yang sangat banyak bagi pemakainya. Salah satu kemudahan tersebut
adalah adanya sistem pengacuan atau referensi. Akan tetapi, adanya sistem
pengacuan ini juga menyebabkan terjadinya kebingungan, ketidakjelasan, dan
kesalahpahaman makna antar pengguna bahasa berkaitan dengan pemahaman
makna ujaran dan acuan atau referen. Agar dapat memahami referen dari sebuah
tuturan, seseorang harus mampu mengidentifikasi konteks dan situasi pertuturan.
Pemahaman terhadap referen berhubungan erat dengan pemahaman
terhadap deiksis. Untuk memahami dan menentukan apakah sebuah ujaran atau
tuturan bersifat deiksis atau tidak dibutuhkan pemahaman yang menyeluruh
terhadap ujaran atau tuturan itu. Salah satu aspek penting dalam menganalisis
pemakaian bahasa adalah maksud pembicara. Maksud pembicara ditentukan oleh
konteks waktu, tempat, penutur, partisipan, dan situasi. Pemahaman terhadap
referen dan konteks dalam menentukan sebuah tuturan atau ujaran bersifat deiksis
commit to user
atau tidak didukung oleh pendapat Sarwiji, dkk. (1996: 25) yang mengungkapkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahwa deiksis adalah suatu kata yang memiliki referen yang hanya dapat
diidentifikasi dengan memperhatikan identitas si pembicara serta saat dan tempat
diutarakannya tuturan yang mengandung unsur yang bersangkutan.
Deiksis merupakan salah satu ilmu yang kajiannya lebih mendalam yang
terdapat pada ilmu pragmatik. Deiksis terbagi menjadi lima macam, yaitu deiksis
persona (orang), deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial.
Semua jenis deiksis tersebut saling mempengaruhi dan melengkapi satu sama lain.
Jenis-jenis deiksis tersebut menjadi alat penghubung ilmu pragmatik dengan ilmuilmu bahasa yang lain seperti ilmu sosiolinguistik dan ilmu analisis wacana.
Penafsiran deiksis juga melibatkan konteks seperti ilmu pragmatik
sebagai induk kajiannya. Pemaknaan suatu bahasa (seperti wacana berita) juga
harus disesuaikan dengan konteksnya. Pemakaian bahasa yang tidak teratur dan
tidak efektif akan menyebabkan kerancuan dan menimbulkan persepsi yang
berbeda pada mitra tutur atau partisipan atau penerima bahasa. Sebuah kalimat
tidak dapat dimengerti jika tidak diketahui siapa yang sedang mengatakan, tentang
apa, di mana, dan kapan, misalnya kalimat berikut.
(1) Mereka harus melaporkan hal itu besok, tetapi mereka tidak berada di
sini sekarang.
Apabila tidak diketahui konteks dan referennya, kalimat tersebut akan kabur
maknanya. Kalimat tersebut mengandung banyak deiksis, yaitu mereka, itu,
besok, di sini, dan sekarang. Makna deiksis tersebut tergantung konteks dan
referen pada saat pengucapan kalimat itu.
Referen
setiap
kata
tersebut
dapat
berganti-ganti
tergantung
konteksnya. Pergantian referen dapat menyebabkan kebingungan terutama bagi
anak-anak sebagaimana diungkapkan oleh Purwo (1984: 4 – 5) berikut.
“Seorang anak ternyata mengalami kesukaran dalam mempergunakan katakata yang deiktis. Referen kata-kata deiktis yang berganti-ganti atau
berpindah-pindah itu bagi seorang anak sangat membingungkan, … . Oleh
karena itu, seorang anak akan cenderung memakai nama diri (sampai pada
usia tertentu) sebagai ganti kata saya, dan orang tuanya juga akan
mempergunakan nama diri anak itu sebagai kata sapaan maupun sebagai
ganti kata kamu, untuk menghindari komplikasi deiktis kata saya dan
kamu”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pergantian referen kata-kata deiktis juga terdapat dalam wacana harian Solopos.
Dengan demikian, pemahaman terhadap referen kata-kata yang bersifat deiksis
harus dimiliki oleh setiap pembaca harian Solopos meskipun mereka belum tentu
mengetahui jika kata-kata tersebut adalah kata-kata yang bersifat deiksis.
Hal lain yang menarik tentang deiksis adalah kenyataan bahwa tidak
semua kata-kata deiksis selalu berfungsi atau bermakna deiksis sebagaimana
terdapat dalam kalimat-kalimat berikut.
(2) Kelelawar adalah binatang malam.
(3) Pada malam hari bintang-bintang bersinar terang.
(4) Malam nanti saya akan ke rumahmu.
(5) Tadi malam ibu pergi menengok paman di rumah sakit.
Kata malam pada kalimat (2) dan (3) tidak termasuk deiksis. Namun, dalam
kalimat (4) dan (5) kata malam bersifat deiksis meskipun keempat kalimat
tersebut sama-sama menggunakan kata malam.
Pemahaman terhadap referen kata atau frase yang bersifat deiksis dan
tidak semua kata atau frase deiksis selalu berfungsi atau bermakna deiksis menjadi
alasan ketertarikan peneliti untuk meneliti deiksis. Selain itu, kedua hal tersebut
juga terdapat dalam wacana di harian Solopos. Hal inilah yang mendorong peneliti
untuk mengetahui lebih dalam pemakaian deiksis pada wacana di halaman
Pendidikan harian Solopos.
Wacana di halaman Pendidikan harian Solopos mengandung bentukbentuk deiksis yang beragam. Peneliti memilih objek pada wacana di halaman
Pendidikan harian Solopos karena wacana-wacana di halaman tersebut berisi
berita-berita seputar bidang pendidikan yang akurat dan aktual. Wacana-wacana
di halaman Pendidikan harian Solopos juga berisi informasi kegiatan yang telah
dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan di wilayah Soloraya, profil guru,
profil sekolah, maupun informasi lain dalam bidang pendidikan. Selain itu,
pemilihan wacana di halaman Pendidikan harian Solopos sebagai objek kajian
juga didasarkan atas pertimbangan akademik peneliti. Peneliti adalah mahasiswa
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan sehingga fokus perkuliahan lebih
to user
dominan pada dunia pendidikan.commit
Berkaitan
dengan deiksis yang menjadi kajian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam penelitian ini disebabkan deiksis menjadi salah satu materi perkuliahan dan
dapat digunakan sebagai alternatif materi pembelajaran di sekolah, terutama pada
pembelajaran berita dan mengarang.
Pemilihan wacana di halaman Pendidikan harian Solopos sebagai objek
kajian didasarkan atas isi wacana di halaman tersebut. Di halaman Pendidikan
harian Solopos tidak hanya berisi artikel berita dan varia pendidikan, tetapi juga
terdapat rubrik-rubrik sebagaimana dikemukakan di atas yang isinya berbedabeda. Dalam rubrik Pawiyatan yang dimuat pada edisi hari Selasa berisi wacana
tentang profil sekolah atau lembaga pendidikan. Dalam rubrik Figur yang dimuat
pada edisi hari Rabu berisi tentang profil siswa, guru, atau dosen yang berprestasi
atau guru yang berada dibalik keberhasilan siswa yang berprestasi. Dalam rubrik
Bahasa Kita yang dimuat pada edisi hari Kamis berisi tentang penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tertulis. Dalam rubrik
Ekskul yang dimuat pada edisi hari Jumat berisi tentang kegiatan-kegiatan
ekstrakurikuler yang terdapat di suatu sekolah, baik sekolah favorit maupun bukan
sekolah favorit.
Deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos cukup
bervariasi. Deiksis yang dapat diketahui secara langsung adalah deiksis persona.
Deiksis persona dalam wacana di halaman Pendidikan dapat diketahui secara
langsung ketika seseorang membaca wacana di halaman tersebut. Deiksis ini
biasanya menjadi subjek dari suatu kalimat. Oleh karena itu, pembaca dapat
langsung mengetahui acuan dari kata atau frase yang mengungkapkan deiksis
tersebut. Akan tetapi, dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos tidak
hanya terdapat satu macam deiksis saja. Jika diperhatikan dengan seksama
ditemukan jenis deiksis yang lain dalam wacana di halaman Pendidikan.
Dalam wacana-wacana tersebut terdapat berbagai bentuk deiksis.
Pemakaian deiksis dalam wacana tersebut juga disesuaikan dengan topik wacana.
Dalam wacana Bahasa Kita deiksis yang lebih dominan digunakan adalah deiksis
wacana. Dalam wacana Figur deiksis yang dominan digunakan adalah deiksis
persona. Sementara itu, dalam wacana yang lain deiksis ysng digunakan lebih
to user
merata, tidak hanya dominan padacommit
satu macam
deiksis.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam wacana di halaman pendidikan harian Solopos ditemukan kajian
deiksis yang sangat banyak. Penggunaan deiksis dalam wacana di halaman
Pendidikan dapat membantu masyarakat untuk memahami isi berita di halaman
tersebut. Akan tetapi, penggunaan deiksis juga dapat menyebabkan kebingungan
pembaca karena adanya kesalahan pemilihan bentuk deiksis. Inilah yang menjadi
alasan utama peneliti untuk meneliti penggunaan deiksis dalam wacana di
halaman Pendidikan harian umum Solopos. Berdasarkan paparan di atas, judul
penelitian ini adalah “Deiksis dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian
Solopos Edisi Agustus – Oktober 2011: Sebuah Kajian Pragmatik”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan
permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman
Pendidikan harian Solopos?
2. Apakah fungsi-fungsi deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman
Pendidikan harian Solopos?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk-bentuk deiksis yang terdapat dalam
wacana di halaman Pendidikan harian Solopos.
2. Mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi-fungsi deiksis yang terdapat dalam
wacana di halaman Pendidikan harian Solopos.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu manfaat
teoretis dan manfaat praktis.
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan di
bidang pragmatik pada umumnya dan kajian deiksis pada khususnya.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengajaran Bahasa
Indonesia dan peneliti yang lain.
a. Bagi pengajaran Bahasa Indonesia
Penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif bacaan untuk lebih
memperdalam ilmu pragmatik terutama deiksis dan untuk mengenal bentuk dan
fungsi pemakaian deiksis. Dalam pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah terdapat
materi yang bersumber dari wacana berita. Dalam pelaksanaannya siswa
diharuskan mengetahui unsur-unsur berita (5W + 1H). Dengan demikian, guru
harus memahami unsur-unsur berita salah satunya dengan mengetahui bentukbentuk deiksis karena deiksis dengan unsur-unsur berita secara tidak langsung
saling berhubungan.
b. Bagi peneliti yang lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk melakukan
penelitian lanjutan demi kesempurnaan hasil penelitian ini.
commit to user
9
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat Pragmatik
a. Definisi Pragmatik
Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari maksud tuturan seseorang
dibalik ujaran sesuai konteks. Pragmatik berusaha menyamakan makna tuturan
yang dimaksud penutur dengan makna tuturan yang ditangkap lawan tutur. Hal ini
dikarenakan konteks tuturan tersebut dipengaruhi oleh hal-hal yang terdapat di
luar ujaran, seperti situasi, objek pembicaraan, partisipan, dan sebagainya.
Verhaar (2008: 14) mengemukakan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu
linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat
komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda
bahasa pada hal-hal ekstralingual yang dibicarakan.
Sesuai dengan pendapat Verhaar tersebut, Parera (1993: 126)
mengungkapkan bahwa pragmatik adalah telaah tentang penggunaan bahasa
dalam komunikasi, khususnya hubungan antara kalimat-kalimat dan konteks serta
situasi, tempat, dan waktu kalimat-kalimat itu digunakan. Definisi yang
dikemukakan Parera tersebut secara lengkap terdapat pada kutipan berikut.
“Pragmatik meliputi telaah tentang:
(1) bagaimana interpretasi dan penggunaan tutur-tutur bergantung pada
pengetahuan tentang dunia nyata;
(2) bagaimana pembicara/penutur menggunakan dan memahami tindak
pertuturan;
(3) bagaimana struktur kalimat-kalimat dipengaruhi oleh hubungan antara
pembicara/petutur dan pendengar/pesimak.”
Kedua pendapat tersebut memberikan penjelasan bahwa interpretasi sebuah
tuturan dipengaruhi oleh hal-hal yang ada di luar tuturan tersebut.
Senada dengan kedua pendapat di atas, Kridalaksana (2008: 198)
memberikan definisi bahwa pragmatik (pragmatics) merupakan (1) cabang
semiotika yang mempelajari asal usul, pemakaian, dan dampak lambang dan
commit
to user konteksnya, dan maknanya. Hal
tanda; dan (2) ilmu yang menyelidiki
pertuturan,
10
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini berarti pragmatik juga memanfaatkan asal usul, pemakaian, dan dampak
lambang dan tanda dalam menginterpretasi konteks dan makna sebuah tuturan.
Nababan (1987: 2) memberikan definisi pragmatik secara lebih luas
sebagai aturan-aturan pemakaian bahasa, yaitu pemilihan bentuk bahasa dan
penentuan maknanya sehubungan dengan maksud pembicara sesuai dengan
konteks dan keadaan. Pragmatik menjelaskan makna tuturan yang merupakan
wujud pemakaian bahasa sesuai dengan konteks dan keadaan ketika pertuturan
dilakukan. Untuk memahami suatu tuturan diperlukan pengetahuan di luar makna
kata dan tata bahasanya sesuai dengan definisi para ahli di atas.
Levinson dalam bukunya Pragmatics memberikan definisi yang lebih
lengkap lagi tentang pragmatik sebagai berikut.
1). Pragmatics is the study of those relations between language and context
that are grammaticalized, or encoded in the structure of a language
(Levinson; 1983: 9).
2). Pragmatics is the study of all those aspects of meaning not captured in a
semantic theory (Levinson; 1987: 12).
3). Pragmatics is the study of the relations between language and context
that are basic to an account of language understanding (Levinson;
1987: 21).
4). Pragmatics is the study of the ability of language users to pair sentences
with the contexts in which they would be appropriate (Levinson; 1987:
24).
5). Pragmatics is the study of deixis (at least in part), implicature,
presupposition, speech acts, and aspects of discourse structure
(Levinson; 1987: 27).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah
ilmu yang mempelajari tuturan atau ujaran sebagai wujud pemakaian bahasa serta
makna tuturan atau ujaran dengan melihat konteks dan hal-hal di luar tuturan yang
berkaitan dengan tuturan atau ujaran saat tuturan atau ujaran tersebut berlangsung.
Dengan demikian, makna tuturan atau ujaran tersebut dapat diketahui dengan
memperhatikan konteks serta penanda-penanda deiksis dalam tuturan atau ujaran
tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
11
digilib.uns.ac.id
b. Sumber Kajian Pragmatik
Pragmatik sebagai ilmu bersumber pada ilmu-ilmu lain yang mengkaji
bahasa dan faktor-faktor yang berkaitan dengan penggunaan bahasa secara wajar
(Nababan; 1987: 3). Sumber kajian pragmatik tersebut sebagai berikut.
1). Falsafah kebahasaan (language philosophy)
Dalam falsafah kebahasaan yang dipelajari adalah teori tindak bahasa
(speech act theory) dan implikatur percakapan (conversation implicature). Dalam
teori tindak bahasa dikenal tiga sudut pandang tindak bahasa, yaitu konsep lokusi,
konsep ilokusi, dan konsep perlokusi. Sementara itu, dalam bidang implikatur
percakapan dikenal adanya prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan.
2). Sosiolinguistik
Bidang kajian pragmatik yang berasal dari sosiolinguistik adalah ragam
bahasa. Dalam ragam bahasa dibahas subragam bahasa, kemampuan komunikatif,
dan fungsi bahasa.
3). Antropologi
Dalam bidang antropologi kajian pragmatik didasarkan pada asal usul
berbahasa, konteks situasi sebagai faktor penentu bagi makna suatu ungkapan
bahasa, dan faktor-faktor nonverbal dalam pemakaian bahasa.
4). Etnografi (ethnography of communication)
Dalam bidang etnografi kajian pragmatik didasarkan pada faktor-faktor
sosiolinguistik dalam berkomunikasi.
5). Linguistik
Topik utama kajian pragmatik yang bersumber dari linguistik adalah
analisis wacana dan teori deiksis.
Pendapat lain dikemukakan oleh Verschueren (1999: 6 – 7) yang
mengungkapkan bahwa pragmatik mengkaji penggunaan bahasa oleh masyarakat
baik secara individual maupun sosial. Kajian terhadap penggunaan bahasa
tersebut dapat berasal dari disiplin ilmu yang lain, seperti neurolinguistik,
psikolinguistik, sosiolinguistik, dan linguistik antropologi. Dalam neurolinguistik
dikaji sebab dan proses terjadinya komunikasi yang meliputi kegiatan berbicara
commit todikaji
user hubungan antara bahasa dan
dan mendengar. Dalam psikolinguistik
perpustakaan.uns.ac.id
12
digilib.uns.ac.id
maknanya secara umum. Dalam sosiolinguistik dikaji hubungan sosial, status,
pola hubungan dalam masyarakat, dan interaksi antar anggota masyarakat dengan
bahasa sebagai alatnya. Dalam linguistik antropologi dikaji hubungan antara
bahasa dan budaya yang ada dalam masyarakat. Disiplin-disiplin ilmu tersebut
saling berhubungan satu sama lain dengan adanya konteks. Pengkajian bahasa
dalam berbagai disiplin ilmu tersebut melibatkan konteks yang ada dalam
komunikasi, dan konteks merupakan sumber utama kajian pragmatik.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kajian pragmatik
bersumber dari berbagai disiplin ilmu yang lain. Disiplin ilmu yang menjadi
sumber kajian pragmatik tersebut adalah falsafah kebahasaan, sosiolinguistik,
antropologi, etnografi, dan linguistik. Sementara itu, dalam kajian linguistik
sendiri masih terdapat berbagai disiplin ilmu yang merupakan penggabungan dari
dua disiplin ilmu, seperti neurolinguistik, psikolinguistik, sosiolinguistik, dan
linguistik antropologi. Pengkajian ilmu pragmatik dari berbagai disiplin ilmu
tersebut didukung adanya konteks. Dengan demikian sumber kajian pragmatik
dapat disederhanakan menjadi lima disiplin ilmu yang dikaji dengan adanya
konteks, yaitu falsafah kebahasaan, sosiolinguistik, antropologi, etnografi, dan
linguistik.
2. Hakikat Konteks
Konteks merupakan hal yang penting dalam disiplin ilmu pragmatik. Hal
ini disebabkan dalam pragmatik suatu ujaran atau tuturan ditafsirkan berdasarkan
konteks yang melingkupinya. Cummings (2007: 5) menyatakan bahwa kita tidak
dapat mendapatkan definisi pragmatik yang lengkap bila konteksnya tidak
disebutkan. Konteks digunakan untuk memahami suatu ujaran bahkan wacana
dari berbagai sisi, baik internal maupun eksternal. Malinowski (dalam Halliday
dan Hasan; 1992: 8) membedakan konteks menjadi dua, yaitu konteks situasi dan
konteks budaya. Menurutnya, kedua konteks tersebut diperlukan untuk memahami
teks dengan sebaik-baiknya.
Sumarlam, dkk. (2008: 47) menyatakan bahwa konteks bahasa atau kocommitinternal
to user wacana atau konteks internal,
teks disebut dengan istilah konteks
perpustakaan.uns.ac.id
13
digilib.uns.ac.id
sedangkan segala sesuatu yang melingkupi wacana, baik konteks situasi maupun
konteks budaya disebut dengan konteks eksternal wacana atau konteks eksternal.
Pendapat lain diungkapkan oleh Kridalaksana (2008: 134) yang menyatakan
bahwa konteks (context) adalah (1) aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang
kait-mengait dengan ujaran tertentu dan (2) pengetahuan yang sama-sama dimiliki
pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham akan apa yang dimaksud
pembicara. Dengan demikian, konteks tidak hanya mencakup unsur fisik, tetapi
juga unsur-unsur yang lain seperti situasi, jarak, tempat, dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan ujaran yang dituturkan oleh penutur. Hal ini sesuai dengan
pendapat Preston (dalam Supardo; 1988: 46) bahwa konteks adalah segenap
informasi yang berada di sekitar pemakaian bahasa, bahkan termasuk juga
pemakaian bahasa yang ada di sekitarnya.
Selanjutnya, Cummings (2010: 37) menyatakan bahwa konteks
merupakan konsep yang luas yang melibatkan unsur fisik, linguistik, epistemis,
dan sosial. Konteks fisik seperti hari dan waktu bertutur, keberadaan orang lain,
dan latar fisik tempat dilakukannya suatu percakapan. Konteks linguistik
merupakan tuturan yang dituturkan oleh penutur dan lawan tutur ketika
melakukan percakapan. Konteks epistemik merupakan pengetahuan latar belakang
bersama dan keyakinan antara penutur dan pendengar dalam suatu percakapan.
Konteks sosial merupakan derajat atau tingkat sosial antara penutur dan
pendengar. Pendapat lain mengenai unsur-unsur konteks dikemukakan oleh Firth
(dalam Halliday dan Hasan; 1992: 11) bahwa unsur-unsur konteks terdiri atas
pelibat (partisipan) dalam peristiwa berbahasa, tindakan pelibat, baik verbal
maupun nonverbal, ciri-ciri situasi lainnya seperti benda-benda dan kejadiankejadian di sekitar ketika peristiwa berbahasa berlangsung, dan dampak tutur.
Pendapat Firth ini kemudian berkembang menjadi teori-teori yang lain dan salah
satu yang terkenal adalah pendapat Dell Hymes (dalam Halliday dan Hasan; 1992:
11 – 12) yang mengemukakan bahwa untuk memerikan konteks harus diketahui
bentuk dan isi pesan, perangkat lingkungan khas seperti waktu dan tempat,
pelibat, maksud dan dampak komunikasi, kunci atau petunjuk, perantara, genre,
commit to user
dan norma interaksi.
perpustakaan.uns.ac.id
14
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konteks merupakan
seluruh aspek yang melingkupi suatu ujaran atau wacana. Konteks dibedakan
menjadi konteks internal yaitu konteks bahasa dan konteks eksternal yaitu konteks
situasi dan konteks budaya. Konteks mencakup unsur fisik, linguistik, epistemik,
dan sosial.
3. Hakikat Deiksis
a. Definisi Deiksis
Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos, yang berarti hal
penunjukan secara langsung. Istilah deiktikos sebelumnya digunakan oleh
tatabahasawan Yunani dalam pengertian yang sekarang disebut kata ganti
demonstratif. Selain itu, tatabahasawan Roman menggunakan kata Latin
demonstrativus untuk menerjemahkan kata deiktikos (Purwo; 1984: 2).
Menurut Cahyono (1995: 217) deiksis adalah suatu cara untuk mengacu
ke hakikat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan
menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi sistem pembicaraan.
Pendapat tersebut dikuatkan dengan pernyataan Parera (1993: 30) yang
mengemukakan bahwa deiksis adalah kata/frase yang menghubungkan langsung
sebuah ujaran kepada sebuah tempat, waktu, atau orang/persona. Dengan
demikian, kata yang bersifat deiksis referennya berbeda-beda dan berganti-ganti
sesuai dengan penutur, waktu, tempat, dan sistem pembicaraan ketika sebuah
ujaran berlangsung.
Selain pendapat tersebut, Purwo (1984: 1) juga mengemukakan bahwa
sebuah kata dikatakan bersifat deiktis apabila referennya berpindah-pindah atau
berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung
pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Sesuai dengan pendapat tersebut, jika
salah satu segi makna dari kata atau kalimat karena adanya perubahan situasi, kata
atau kalimat tersebut mempunyai makna deiksis. Pernyataan ini didukung dengan
pendapat Nababan (1987: 40) yang menyamakan istilah rujukan atau referensi
dengan deiksis. Menurutnya deiksis adalah kata atau frase yang menunjuk kepada
commit
to user
kata, frase, atau ungkapan yang telah
dipakai
atau yang akan diberikan.
15
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Alwi, H.; dkk (2003: 42) mengungkapkan bahwa deiksis adalah gejala
semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan
acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan. Acuan yang terdapat
dalam suatu kalimat dapat menjadi penanda bahwa suatu kata bersifat deiksis.
Senada dengan pendapat tersebut, Sarwiji, dkk. (1996: 25) menyatakan bahwa
deiksis adalah suatu kata yang memiliki referen yang hanya dapat diidentifikasi
dengan memperhatikan identitas si pembicara serta saat dan tempat diutarakannya
tuturan yang mengandung unsur yang bersangkutan. Jadi, suatu kata atau kalimat
mempunyai makna deiksis jika salah satu kata atau segi makna kata atau kalimat
berganti karena adanya perubahan konteks atau sistem pembicaraan.
Deiksis berhubungan dengan hal-hal di luar bahasa. Hal ini sesuai dengan
definisi deiksis yang diungkapkan oleh Kridalaksana (2008: 45). Menurutnya
deiksis (deixis) adalah hal atau fungsi yang menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata
tunjuk pronomina, ketakziman, dan sebagainya mempunyai fungsi deiktis.
Dengan demikian, deiksis acuannya merupakan hal-hal di luar bahasa, seperti
persona, waktu, dan tempat berlangsungnya suatu tuturan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa deiksis
adalah kata yang memiliki referen atau acuan yang berubah-ubah atau bergantiganti sesuai dengan penuturnya ketika mengutarakan suatu ujaran dan dipengaruhi
oleh hal-hal di luar bahasa. Hal-hal di luar bahasa yang mempengaruhi penafsiran
deiksis seperti tempat, waktu, dan situasi ketika suatu tuturan berlangsung.
b. Macam-macam Deiksis
Bambang Kaswanti Purwo dalam penelitian yang dilakukannya membagi
deiksis menjadi deiksis luar-tuturan (eksofora) dan deiksis dalam-tuturan
(endofora). Deiksis luar-tuturan meliputi deiksis persona, deiksis waktu, dan
deiksis ruang, sedangkan deiksis dalam-tuturan meliputi anafora dan katafora.
Sementara itu, Nababan (1987: 40) membagi deiksis menjadi lima macam, yaitu
(1) deiksis orang, (2) deiksis tempat, (3) deiksis waktu, (4) deiksis wacana, dan (5)
deiksis sosial.
commit to user
16
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1). Deiksis Persona (Orang)
Deiksis persona atau person deixis mengungkapkan acuan atau referen
dalam kategori orang atau persona. Pengungkapan tersebut menggunakan kata
yang difungsikan sebagai kata ganti orang. Kata ganti orang tersebut digunakan
untuk mengungkapkan peran persona atau seseorang dalam suatu sistem
pembicaraan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Levinson (1983: 68) berikut.
“Although person deixis is reflected directly in the grammatical categories
of person, it may be argued that we need to develop an independent
pragmatic framework of possible participant roles, so that we can then see
how, and to what extent, these roles are grammaticalized in different
languages”.
Lyons (dalam Sarwiji, dkk.; 1996: 27) mengungkapkan bahwa referen
yang ditunjuk oleh kata ganti persona berganti-ganti tergantung pada peran yang
dibawakan oleh peserta tindak ujaran. Artinya jika seseorang sedang berbicara, ia
berperan sebagai persona pertama. Jika orang tersebut sebagai pendengar, ia
berganti peran sebagai persona kedua. Terakhir, orang yang tidak hadir pada
tempat terjadinya pembicaraan, tetapi menjadi bahan pembicaraan atau hadir
dekat dengan tempat pembicaraan tetapi tidak terlibat pembicaraan disebut
persona ketiga.
Dalam bahasa Indonesia dikenal pembagian kata persona menjadi tiga,
yaitu kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona
ketiga. Akan tetapi, di antara ketiga kata ganti persona itu hanya kata ganti
persona pertama dan kedua yang menyatakan orang. Kata ganti persona ketiga
dapat menyatakan orang maupun benda (termasuk binatang) (Purwo; 1984: 21 –
22).
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa deiksis persona
adalah pengungkapan acuan atau referen sebuah kata atau kalimat dalam kategori
orang atau persona. Pengungkapan tersebut dilakukan dengan menggunakan kata
ganti persona. Kata ganti persona yang digunakan sebagai acuan terdiri atas kata
ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17
digilib.uns.ac.id
2). Deiksis Tempat (Ruang)
Deiksis tempat (place deixis) terkonsentrasi pada lokasi terjadinya suatu
tindak ujaran. Nababan (1987: 41) menyatakan bahwa deiksis tempat adalah
pemberian bentuk kepada lokasi ruang (tempat) dipandang dari lokasi orang atau
pemeran dalam peristiwa berbahasa itu. Pendapat lain dikemukakan oleh
Cummings (2007: 37) yang mengungkapkan bahwa acuan deiksis tempat dapat
bersifat absolut atau relatif. Acuan absolut menempatkan objek atau orang pada
tempat yang panjang atau luas khusus, sedangkan acuan relatif menempatkan
orang dan tempat dalam kaitannya satu sama lain dan dalam kaitannya dengan
penutur.
Akan tetapi, tidak semua leksem ruang bersifat deiktis. Selain itu, leksem
ruang tidak ada yang berupa nomina. Purwo (1984: 37) mengungkapkan bahwa
tidak semua leksem ruang dapat bersifat deiktis dan tidak ada leksem ruang yang
berupa nomina. Nomina baru dapat menjadi lokatif apabila dirangkaikan dengan
preposisi hal ruang. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbia, atau verba.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa deiksis tempat
adalah pengungkapan lokasi terjadinya suatu tindak ujaran dengan menggunakan
leksem ruang. Akan tetapi, tidak semua leksem ruang bersifat deiktis. Untuk
menentukan leksem ruang termasuk deiktis atau tidak harus dilihat lokasi pemeran
dalam suatu tindak ujaran. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbia, atau
verba.
3). Deiksis Waktu
Deiksis waktu (time deixis) berkonsentrasi pada leksem waktu ketika
suatu ungkapan dibuat. Nababan (1987: 41) mengemukakan bahwa deiksis waktu
adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu
dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat (peristiwa berbahasa), seperti
sekarang, pada waktu itu, kemarin, bulan ini, dan sebagainya. Senada dengan
pendapat tersebut, Cahyono (1995: 218) mengungkapkan bahwa deiksis waktu
ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur
dalam peristiwa bahasa. Dalam banyak bahasa, deiksis waktu diungkapkan dalam
commitdisebut
to user dengan tense.
bentuk “kala” atau dalam bahasa Inggris
perpustakaan.uns.ac.id
18
digilib.uns.ac.id
Pengungkapan hal waktu diambil dari leksem ruang pada beberapa
bahasa. Lyons (dalam Purwo; 1984: 58) memberikan contoh bahwa dalam bahasa
Inggris hampir setiap preposisi atau partikel yang bersifat lokatif juga bersifat
temporal. Preposisi for, since, dan till dalam bahasa Inggris lebih bersifat temporal
daripada lokatif.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa deiksis waktu adalah
pengungkapan waktu ketika suatu tuturan atau ujaran berlangsung. Pengungkapan
deiksis waktu dapat dilakukan dengan kata sekarang, pada waktu itu, kemarin,
bulan ini, dan sebagainya.
4). Deiksis Wacana
Deiksis wacana atau discourse deixis merupakan rujukan pada bagianbagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan dan/atau yang sedang
dikembangkan (Nababan; 1984: 42). Deiksis wacana merupakan pengungkapan
kembali bagian suatu wacana dengan ungkapan tertentu. Pengungkapan tersebut
tidak hanya bagian suatu wacana saja, tetapi juga ungkapan tersebut. Hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh Abdurrahman (2006) bahwa deiksis wacana
berkaitan dengan penggunaan ungkapan dalam suatu ujaran untuk mengacu pada
bagian dari ujaran yang mengandung ungkapan itu (termasuk ungkapan itu
sendiri).
Deiksis wacana terbagi menjadi dua, yaitu anafora dan katafora. Anafora
adalah penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya
dalam wacana dengan pengulangan atau substitusi. Katafora adalah penunjukan
ke sesuatu yang disebut kemudian (Cahyono; 1995: 218). Pendapat lain tentang
anafora dan katafora dikemukakan oleh Bambang Kaswanti Purwo. Menurutnya,
anafora adalah penunjukan yang mengacu pada konstituen di sebelah kirinya.
Katafora adalah penunjukan yang mengacu pada konstituen di sebelah kanannya
(Purwo; 1984: 104).
Dengan demikian, deiksis wacana adalah pengungkapan bagian yang
telah atau akan dituturkan dalam sebuah tuturan atau ujaran. Pengungkapan
bagian yang telah dituturkan disebut anafora, sedangkan pengungkapan bagian
commit to user
yang akan dituturkan disebut katafora.
19
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5). Deiksis Sosial
Deiksis sosial atau social deixis merupakan bagian kalimat yang
merefleksikan realita sosial dalam tindak bahasa. Fillmore (dalam Levinson;
1983: 89) mengungkapkan social deixis concerns that aspect of sentences which
reflect or establish or are determined by certain realities of the social situation in
which the speech act occurs. Deiksis sosial menunjuk perbedaan-perbedaan
kemasyarakatan yang terdapat antara penutur dan lawan tutur serta partisipan
terutama pada aspek-aspek sosial di antara mereka ketika suatu tuturan sedang
berlangsung. Hal ini sebagaimana diungkapkan Nababan (1987: 42) bahwa
deiksis
sosial
menunjukkan
atau
mengungkapkan
perbedaan-perbedaan
kemasyarakatan yang terdapat antara peran peserta terutama aspek peran sosial
antara pembicara dan
pendengar/alamat dan antara pembicara
dengan
rujukan/topik yang lain.
Rahmawan (2010) mengungkapkan bahwa deiksis sosial adalah rujukan
yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi
peran pembaca dan pendengar. Deiksis sosial digunakan menyesuaikan dengan
tingkat sosial penutur karena deiksis sosial berfungsi sebagai bentuk kesopanan
dalam berbahasa. Hal ini didukung dengan pendapat dari Abdurrahman (2006)
yang menyatakan bahwa deiksis sosial berkenaan dengan aspek ujaran yang
mencerminkan realitas sosial tertentu pada saat ujaran itu dihasilkan. Realitas
sosial yang ada antara penutur dan mitra tutur serta partisipan tidak selalu setara.
Hal ini disebabkan dalam masyarakat setiap anggotanya berkomunikasi satu sama
lain, baik dengan yang memiliki tingkat sosial yang sejajar maupun dengan yang
berbeda tingkat sosialnya, seperti mahasiswa dengan dosen.
Deiksis sosial diungkapkan menyesuaikan dengan dimensi yang ada
ketika tuturan dihasilkan. Dimensi tersebut meliputi dimensi tempat dan waktu,
dimensi sosial dan politik, serta dimensi budaya antara penutur dan mitra tutur
serta partisipan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ahmed (2011: 813)
berikut.
Social deixis always encodes aspects of social relationship between
speakers and addresses, and
the social
commit
to userdistinctions that are relatives to
participants’ roles in speech event. This social relation in every language
perpustakaan.uns.ac.id
20
digilib.uns.ac.id
has specific spatio-temporal, socio-political, and cultural dimensions which
are intuitively employed by the interlocutors of that particular language to
show their presuppotitions and the dimensions of the discourse they have
been involved in.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa deiksis sosial adalah
pengungkapan realita sosial dalam tindak bahasa yang dilakukan oleh penutur
kepada mitra tutur. Pengungkapan tersebut terjadi karena adanya perbedaanperbedaan kemasyarakatan yang terdapat di antara peserta tindak ujaran. Selain
itu, pengungkapan realita sosial dengan deiksis sosial dilakukan sebagai bentuk
kesopanan dalam berbahasa.
c. Bentuk-bentuk Deiksis
1). Deiksis Persona (Orang)
Bentuk deiksis persona adalah kata ganti persona. Kata ganti persona
terbagi menjadi kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata
ganti persona ketiga. Akan tetapi, hanya kata ganti persona pertama dan kedua
yang menyatakan orang. Sementara itu, kata ganti persona ketiga dapat
menyatakan orang atau benda (termasuk binatang). Dalam setiap kata ganti
persona tersebut terdapat kata ganti persona tunggal dan jamak.
Bentuk kata ganti persona pertama tunggal terdiri dari aku dan saya yang
masing-masing memiliki perbedaan dalam pemakaiannya. Kata aku hanya dipakai
dalam situasi informal (misalnya di antara dua peserta tindak ujaran yang saling
mengenal atau sudah akrab hubungannya), bermarkah keintiman (marked for
intimacy), dan mempunyai bentuk terikat –ku. Sementara untuk kata saya lebih
banyak dipergunakan dalam situasi formal (misalnya dalam suatu ceramah,
kuliah, atau di antara dua peserta tindak ujaran yang belum saling mengenal),
tidak bermarkah (unmarked), dan tidak memiliki bentuk terikat.
Bentuk kata ganti persona pertama jamak adalah kami dan kita. Menurut
Purwo (1984: 24) kami adalah bentuk eksklusif (gabungan antara persona pertama
dan ketiga), sedangkan kita adalah bentuk inklusif (gabungan antara persona
pertama dan kedua). Kata kami dapat dipakai untuk mengacu orang pertama
commit
user penulis atau penutur tidak mau
tunggal, yaitu sebagai pengganti kata
sayatokarena
perpustakaan.uns.ac.id
21
digilib.uns.ac.id
mengacu dirinya secara langsung atau tidak mau menonjolkan dirinya (misalnya
dalam pidato atau khotbah).
Bentuk kata ganti persona kedua tunggal terdiri atas engkau dan kamu.
Kedua bentuk ini hanya dapat digunakan di antara peserta ujaran yang sudah
akrab hubungannya atau dipakai oleh orang yang mempunyai status sosial lebih
tinggi untuk menyapa lawan bicara yang mempunyai status sosial lebih rendah.
Kata kamu juga mempunyai bentuk terikat –mu. Selain kata engkau dan kamu,
bentuk kata ganti persona kedua tunggal adalah sebutan ketakziman. Sebutan
ketakziman tersebut diantaranya anda, saudara; leksem kekerabatan seperti
bapak, kakak; dan leksem jabatan seperti dokter, mantri. Bentuk kata ganti
persona kedua jamak adalah kamu sekalian atau kalian.
Bentuk persona kedua merupakan penunjukan yang dituju dalam hal
penyapaan. Namun, bentuk persona kedua seperti engkau, kamu, dikau, dan anda
tidak dapat dipakai sebagai kata sapa. Kata-kata seperti bapak, ibu, saudara, dan
nama diri (yang dapat digunakan sebagai penunjuk persona kedua) yang dapat
digunakan sebagai kata sapa. Akan tetapi bentuk singkat dari kata bapak, ibu tidak
dapat digunakan sebagai penunjuk persona kedua kecuali jika diikuti nama diri
(Purwo; 1984: 26 – 27).
Bentuk kata ganti persona ketiga tunggal adalah ia, dia, dan beliau. Kata
beliau dipakai sebagai bentuk ketakziman, sedangkan ia dan dia dapat digunakan
di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya. Akan tetapi, bentuk ia
dan dia memiliki perbedaan. Bentuk dia dapat dirangkaikan dengan partikel –lah
dan kata yang atau dapat dipergunakan dalam bentuk kontras. Selain itu, secara
endoforis bentuk ia dan dia juga dapat mengacu pada bentuk atau kata yang
referennya bukan insan (Purwo; 1984: 26). Bentuk ia dan dia memiliki bentuk
terikat –nya. Sementara itu, bentuk kata ganti persona ketiga jamak adalah
mereka.
Terdapat beberapa sifat khas leksem persona dalam bahasa Indonesia
(Sarwiji, dkk.; 1996: 29 – 31). Sifat-sifat khas tersebut sebagai berikut.
a). Leksem persona dapat dirangkai dengan kata ganti demonstratif ini dan itu.
commit
to tega
usermenelantarkan anak istri.
(1) Lelaki macam apa kamu itu
sampai
22
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2) Generasi muda macam apa aku ini sampai tidak tahu harus berbuat apa
untuk mengisi kemerdekaan negaraku.
b). Bentuk terikat persona yang berada dalam konstruksi posesif dapat pula
dirangkaikan dengan kata ini atau itu.
(1) Bukuku ini baru.
(2) Rumahnya itu dibeli dengan harga murah.
c). Kata ganti persona dapat direduplikasikan dengan tujuan memberi warna
emosi.
(1) Mengapa hanya saya-saya saja yang dimarahi, sedangkan dia tidak.
(2) Kami-kami ini yang selalu kena tegur, yang lain tidak.
d). Kata ganti persona ketiga tidak dapat direduplikasikan, tetapi dapat dirangkai
dengan –nya.
Dianya yang telepon bukan aku.
e). Apabila menjadi topik wacana, bentuk mereka dapat direduplikasikan.
Mereka-mereka yang belum terdaftar diharap mendaftarkan diri.
f). Di antara kata ganti persona hanya bentuk dia yang dapat dirangkaikan dengan
kata sandang si yang biasanya dirangkaikan dengan nama diri atau kata sifat.
(1) Si Manis melahirkan tiga ekor anak yang lucu-lucu.
(2) Si Ali terkenal sebagai mahasiswa yang cerdas.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bentuk deiksis persona
terdiri atas kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti
persona
ketiga.
Kata
ganti
persona
pertama
yang
digunakan
untuk
mengungkapkan deiksis persona adalah bentuk aku, saya, kami, kita, dan bentuk
terikat –ku. Kata ganti persona kedua yang digunakan untuk mengungkapkan
deiksis adalah bentuk engkau; kamu; sebutan ketakziman seperti anda,
saudara; leksem kekerabatan seperti bapak, kakak; leksem jabatan seperti
dokter, mantri; dan kamu sekalian atau kalian. Kata ganti persona ketiga yang
digunakan untuk mengungkapkan deiksis adalah bentuk ia, dia, beliau, mereka,
dan bentuk terikat –nya.
Berdasarkan paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi-fungsi deiksis
userberbicara digunakan bentuk aku,
persona. Pertama, merujuk padacommit
orang to
yang
23
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
saya, bentuk terikat -ku. Kedua, merujuk pada orang yang dibicarakan digunakan
bentuk ia, dia, bentuk terikat –nya. Ketiga, menunjukkan perbedaan tingkat sosial
antara penutur dan mitra tutur digunakan bentuk engkau, kamu, bentuk terikat –
mu, bentuk ketakziman seperti anda, saudara, leksem kekerabatan seperti bapak,
kakak, ibu. Keempat, menunjukkan bentuk eksklusif digunakan bentuk kami.
Kelima, menunjukkan bentuk inklusif digunakan bentuk kita. Keenam,
menunjukkan bentuk jamak digunakan bentuk kamu sekalian atau kalian, mereka.
Ketujuh, menunjukkan jabatan yang dimiliki seseorang digunakan bentuk leksem
jabatan seperti dokter, mantri.
2). Deiksis Tempat (Ruang)
Purwo (1984: 37) mengungkapkan bahwa tidak semua leksem ruang
dapat bersifat deiksis dan tidak ada leksem ruang yang berupa nomina. Nomina
baru dapat menjadi lokatif apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang.
Bentuk deiksis ruang, baik yang deiktis maupun yang tidak deiktis sebagai
berikut.
a). Leksem ruang dekat, jauh, tinggi, pendek tidak bersifat deiktis jika tidak
dirangkai dengan bentuk persona.
(1) Sala dekat dengan Yogya.
tidak deiktis
(2) Rumah Ani dekat dengan rumah Ita.
deiktis
b). Leksem ruang kanan dan kiri tidak deiktis jika dirangkaikan dengan benda
bernyawa (seperti manusia), tetapi menjadi deiktis jika dirangkaikan dengan
benda tidak bernyawa (seperti pohon).
(1) Adik berdiri di sebelah kiri Bapak polisi itu.
tidak deiktis
(2) Pemburu itu berdiri di sebelah kiri pohon jambu.
deiktis
Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kata kiri pada kalimat (2)
pendengar harus mengetahui tempat si pembicara berdiri ketika mengucapkan
kalimat tersebut.
c). Leksem ruang depan, belakang tidak deiktis jika dirangkaikan dengan
nomina yang mempunyai bagian depan dan belakang yang pasti, tetapi
menjadi deiktis jika dirangkaikan dengan nomina yang tidak mempunyai
commit
bagian depan dan belakang yang
jelas.to user
24
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1) Aku berdiri di depan mobil.
tidak deiktis
(2) Ada seekor rusa di depan pohon cemara itu.
deiktis
d). Hal
ruang
yang
ditunjukkan
oleh
preposisi
dapat
bersifat
statis
(menggambarkan hal yang diam) dan dapat bersifat dinamis (menggambarkan
hal yang bergerak). Menurut Purwo (1984: 39), untuk mengetahui hal yang
bergerak itu perlu dibedakan antara pengertian tempat asal gerakan dan tempat
tujuan gerakan. Preposisi di menggambarkan hal yang diam, preposisi ke dan
dari menggambarkan hal yang bergerak. Preposisi ke merupakan “pengantar
tempat yang dituju”, sedangkan dari merupakan “pengantar tempat yang
ditinggalkan”.
Selain bentuk-bentuk di atas terdapat bentuk lain yang deiktis, yaitu
bentuk pronomina demonstratif ini dan itu. Menurut Purwo (1984: 43) pronomina
demonstratif ini yang sejajar dengan kata sini digunakan untuk menunjuk pada
tempat yang dekat dengan persona pertama, sedangkan pronomina demonstratif
itu yang sejajar dengan kata situ digunakan untuk menunjuk pada tempat yang
jauh dari persona pertama atau yang dekat dari persona kedua. Pendapat lain
dikemukakan oleh pakar deiksis, Prof. Dr. Sumarlam, M.S., yang menyatakan
bahwa pronomina demonstratif lokatif dibagi menjadi empat, yaitu dekat dengan
pembicara digunakan kata ini atau sini, agak dekat atau agak jauh digunakan kata
itu atau situ, jauh dari pembicara digunakan kata sana, dan bentuk eksplisit
misalnya Sala atau Yogya. Akan tetapi, dari keempat bentuk pronomina
demonstratif lokatif tersebut bentuk eksplisit tidak termasuk dalam kategori
deiksis.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa deiksis tempat
diungkapkan dengan leksem ruang yang dapat berupa adjektiva, adverbia, dan
verba. Leksem dekat, jauh, tinggi, pendek bersifat deiktis jika dirangkai dengan
bentuk persona. Leksem ruang kanan dan kiri bersifat deiktis jika dirangkai
dengan benda tidak bernyawa. Sementara itu, leksem depan dan belakang
bersifat deiktis jika dirangkai dengan nomina yang tidak mempunyai bagian depan
dan belakang yang jelas. Selain itu, juga kata yang telah pasti bersifat deiktis,
yaitu sini, ini, situ, itu, dan sana.commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
25
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi-fungsi deiksis
ruang. Pertama, menunjuk pada tempat yang dekat dengan pembicara digunakan
kata sini dan ini. Kedua, menunjuk pada tempat yang agak dekat atau agak jauh
dari pembicara digunakan kata situ dan itu. Ketiga, menunjuk pada tempat yang
jauh dari pembicara digunakan kata sana.
3). Deiksis Waktu
Leksem waktu baik yang deiktis maupun yang tidak deiktis sebagai berikut.
a). Leksem waktu yang tidak deiktis
(1). Beberapa leksem waktu saat, waktu, masa, tempo, kala, dan kali
berbeda dalam jangkauan waktunya.
(a) Bumi berputar sepanjang masa.
tidak deiktis
(b) Dalam tempo satu bulan rumah ini sudah harus tidak deiktis
dibongkar.
(2). Beberapa leksem waktu dibedakan sebagai akibat perputaran bumi
mengelilingi matahari menyebabkan gelap atau terang. Batas waktu antara
yang disebut pagi, siang, sore, dan malam dalam setiap bahasa tidak sama.
Leksem waktu pagi, siang, sore, dan malam tidak deiktis karena leksem
tersebut ditentukan berdasarkan posisi planet bumi terhadap matahari.
b). Leksem waktu yang deiktis
(1). Kata sekarang bertitik labuh pada saat penutur mengucapkan kata itu
(dalam kalimat), atau yang disebut saat tuturan. Kata kemarin bertitik
labuh pada satu hari sebelum saat tuturan. Kata besok bertitik labuh pada
satu hari sesudah saat tuturan.
(2). Untuk menyebutkan satu hari sebelum kemarin digunakan frasa kemarin
dulu. Untuk menyebutkan satu hari sesudah besok digunakan kata lusa,
dua hari sesudah besok kata tulat atau langkat, dan tiga hari sesudah
besok tubin atau tungging (Poerwadarminta (dalam Purwo; 1984:71)).
(3). Penentuan leksem deiktis dulu, tadi, nanti, kelak tidak tertentu dan
relatif. Kata dulu dan tadi bertitik labuh pada waktu sebelum saat tuturan.
Kata nanti dan kelak bertitik labuh pada waktu sesudah saat tuturan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
26
digilib.uns.ac.id
Leksem waktu tersebut, baik yang deiktis maupun yang tidak deiktis
dapat dirangkaikan dengan kata ini dan itu. Leksem waktu yang dirangkaikan
dengan kata ini mengacu pada waktu sekarang, sedangkan leksem waktu yang
dirangkaikan dengan kata itu mengacu pada waktu lampau. Akan tetapi, tidak
semua leksem waktu dapat dirangkaikan dengan kata ini dan itu. Yang dapat
dirangkaikan dengan kata ini dan itu adalah satuan kalender seperti hari, Kamis,
bulan, April, tahun; kata-kata seperti saat, waktu, masa, kali, zaman; konjungsi
yang menyatakan waktu, sementara dan preposisi mengenai waktu, selama; kata
dewasa. Yang dapat dirangkaikan dengan kata ini adalah leksem waktu sekarang
dan tadi. Selain itu, juga terdapat rangkaian kata-kata seperti baru-baru ini, belum
lama ini, akhir-akhir ini, dan belakangan ini. Rangkaian kata-kata tersebut hanya
dapat dirangkaikan dengan kata ini. Yang dapat dirangkaikan dengan kata itu
adalah kata kala dan ketika.
Rangkaian kata seperti baru-baru ini, belum lama ini, akhir-akhir ini,
dan belakangan ini menunjuk pada waktu lampau, tetapi tidak terlalu jauh
jaraknya dari saat tuturan. Baru-baru ini dan belum lama ini digunakan untuk
menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual, sedangkan akhir-akhir ini
dan belakangan ini dipakai untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi lebih
dari satu kali atau yang duratif (Purwo; 1984: 85).
Selain leksem waktu, terdapat leksem ruang yang mengungkapkan
pengertian waktu sebagai berikut.
(1). Leksem ruang seperti depan, belakang, panjang, pendek yang dipakai dalam
pengertian waktu memberikan kesan seolah-olah waktu merupakan hal yang
diam. Namun, leksem ruang seperti datang, lalu, tiba, mendekat dalam
pengertian waktu memberikan kesan bahwa waktulah yang bergerak melewati
kita (Purwo; 1984: 59). Kata depan dan datang merujuk pada waktu yang
akan datang atau futur. Kata belakang dan lalu merujuk pada waktu lampau.
Kata belakang untuk menyatakan waktu ditunjukkan dengan penggunaan kata
belakangan ini, sedangkan kata datang untuk menyatakan waktu diberi
tambahan yang dan akan. Namun, dalam pemakaian bahasa Indonesia saat ini
commitpenggunaannya.
to user
kata belakangan ini jarang dijumpai
27
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2). Patokan untuk mengukur ruang seperti panjang dan pendek juga dapat
dipakai untuk mengukur waktu, yaitu dengan menggunakan kata jangka
panjang dan jangka pendek. Kedua kata tersebut merupakan bekuan.
Dengan demikian, deiksis waktu diungkapkan dengan kata keterangan
waktu dan leksem ruang yang menyatakan waktu. Leksem pagi, siang, sore, dan
malam tidak deiktis jika leksem tersebut ditentukan berdasarkan posisi planet
bumi terhadap matahari. Leksem pagi, siang, sore, dan malam menjadi deiktis
jika patokannya bukan posisi bumi terhadap matahari. Deiksis waktu diungkapkan
dengan kata sekarang, kemarin, besok, dulu, tadi, nanti, dan kelak. Leksem
ruang yang dapat digunakan untuk mengungkapkan waktu adalah leksem ruang
seperti depan, belakang, panjang, pendek, datang, lalu, tiba, mendekat,
panjang, dan pendek.
Selain itu, dari paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi-fungsi
deiksis waktu. Pertama, merujuk pada saat tuturan digunakan kata sekarang dan
penambahan kata ini pada leksem waktu. Kedua, merujuk pada waktu lampau atau
sebelum saat tuturan digunakan kata kemarin, kemarin dulu, dulu, tadi, lalu, barubaru ini, belum lama ini, akhir-akhir ini, belakangan ini, dan penambahan kata itu
pada leksem waktu. Ketiga, merujuk pada waktu sesudah saat tuturan digunakan
kata besok, lusa, tulat atau langkat, tubin atau tungging, nanti, kelak, depan, yang
akan datang. Keempat, untuk menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual
digunakan kata baru-baru ini dan belum lama ini. Kelima, untuk menggambarkan
peristiwa yang terjadi lebih dari satu kali atau yang duratif digunakan kata akhirakhir ini dan belakangan ini.
4). Deiksis Wacana
Deiksis wacana terdiri atas anafora dan katafora. Keduanya termasuk
deiksis dalam-tuturan. Menurut Nababan (1987: 42) anafora merujuk pada yang
sudah disebut, sedangkan katafora merujuk pada yang akan disebut. Bentuk yang
dipakai untuk mengungkapkan deiksis wacana adalah kata atau frasa ini, itu, yang
terdahulu, sebagai berikut, yang pertama, yang berikut, begitulah, dan lainlain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28
digilib.uns.ac.id
Pemarkah anafora dan katafora yang berupa bentuk persona adalah kata
ganti persona ketiga. Pemarkah anafora dibedakan atas bentuk tunggal, dia dan
bentuk jamak, mereka. Bentuk dia mempunyai bentuk terikat –nya yang lekat
kanan pada verba meN-, verba di-, dan preposisi tertentu. Bentuk –nya juga dapat
dipakai dalam konstruksi posesif, sebagai bentuk jamak, dan dirangkai dengan
kata di antara. Bentuk pronominal dapat menjadi pemarkah katafora jika berada
dalam konstruksi posesif dan dalam kedudukan sebagai objek verba transitif.
Selain bentuk-bentuk pronominal tersebut, ada frasa yang dapat menjadi
pemarkah anafora, yaitu frasa yang bersangkutan.
Pemarkahan anafora bentuk bukan persona dilakukan dengan penyebutan
ulang konstituen induknya kemudian dirangkaikan dengan kata itu. Pemarkahan
anafora terhadap dua hal yang disebutkan secara bertutut-turut digunakan istilah
seperti yang pertama dan yang kedua, atau yang pertama dan yang satunya.
Untuk pengacuan konstituen yang disebutkan kedua digunakan frasa seperti yang
tersebut belakang, yang belakangan itu, atau (yang) terakhir ini. Pemarkah
anaforis yang lain adalah tersebut dan tadi. Yang dapat menjadi pemarkah
katafora adalah kata ini, begini, yakni, yaitu, dan demikian. Kata begini sebagai
katafora mirip dengan frasa sebagai berikut dan seperti di bawah ini. Namun,
kata berikut dapat menjadi pemarkah katafora tanpa dirangkaikan dengan kata
sebagai dan dapat dirangkai dengan kata ini menjadi berikut ini. Khusus untuk
kata demikian dapat kataforis dan anaforis karena dapat dirangkaikan dengan kata
ini dan itu. Pemarkah anafora tempat ditunjukkan dengan penggunaan kata sana
dan itu yang dirangkaikan dengan leksem ruang. Sementara itu, untuk pemarkah
anafora waktu digunakan kata itu yang dirangkaikan dengan leksem waktu (yang
tidak deiktis). Selain itu, kata bilangan selalu dijumpai dalam rangkaian dengan
pemarkah anafora itu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa deiksis wacana terdiri atas
anafora dan katafora. Pengungkapan deiksis wacana dilakukan dengan kata atau
frasa ini, itu, yang terdahulu, sebagai berikut, yang pertama, yang berikut,
begitulah, dan sebagainya. Pengungkapan bentuk anafora digunakan kata dia, ia,
commit
to user
bentuk terikat -nya, mereka, yang
bersangkutan,
itu, yang pertama, yang
perpustakaan.uns.ac.id
29
digilib.uns.ac.id
kedua, yang satunya, yang tersebut belakang, yang belakangan itu, (yang)
terakhir ini, tersebut, tadi, demikian, sana, dan sebagainya. Pengungkapan
bentuk katafora digunakan kata ini, begini, yakni, yaitu, demikian, sebagai
berikut, seperti di bawah ini, berikut ini, dan sebagainya.
Berdasarkan paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi-fungsi deiksis
wacana. Pertama, merujuk pada hal yang telah disebut (anafora) digunakan kata
dia, ia, -nya, mereka, yang bersangkutan, itu, yang pertama, yang kedua, yang
satunya, yang tersebut belakang, yang belakangan itu, (yang) terakhir ini, tersebut,
tadi, demikian, sana, dan sebagainya. Kedua, merujuk pada hal yang akan disebut
(katafora) digunakan kata ini, begini, yakni, yaitu, demikian, sebagai berikut,
seperti di bawah ini, berikut ini, dan sebagainya. Ketiga, merujuk pada jumlah
yang banyak (jamak) digunakan kata mereka dan bentuk terikat –nya. Keempat,
menunjukkan konstruksi posesif digunakan bentuk terikat –nya. Kelima, untuk
menyimpulkan sesuatu digunakan kata begitu dan demikian.
5). Deiksis Sosial
Pengungkapan deiksis sosial berhubungan dengan kesopanan berbahasa
atau undha usuk atau honorifics (sopan-santun berbahasa). Bentuk yang
digunakan untuk mengungkapkan deiksis sosial adalah kata sapaan seperti ibu,
bapak, saudara, nyonya, dan sebagainya; kata ganti orang seperti engkau,
kamu; dan penggunaan gelar seperti Prof., Drs.. Bentuk-bentuk tersebut
merupakan bentuk honorifics atau sopan-santun berbahasa. Selain itu, deiksis
sosial juga dapat diungkapkan dengan eufemisme atau penggunaan kata halus.
Eufemisme merupakan gejala kebahasaan yang didasarkan pada sikap sosial
kemasyarakatan atau kesopanan terhadap orang atau peristiwa (Nababan; 1987:
43). Bentuk-bentuk yang termasuk eufemisme adalah kata wafat atau meninggal
sebagai pengganti kata mati, wanita tuna susila atau singkatan WTS sebagai
pengganti pelacur, dan singkatan WC sebagai pengganti jamban.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa deiksis sosial diungkapkan
dengan kata sapaan, kata ganti orang, penggunaan gelar, dan kata-kata khusus.
Kata sapaan, kata ganti orang, dan penggunaan gelar merupakan honorifics,
commit to
user
sedangkan kata-kata khusus merupakan
eufemisme.
Deiksis sosial diungkapkan
perpustakaan.uns.ac.id
30
digilib.uns.ac.id
dengan kata ibu, bapak, saudara, nyonya, engkau, kamu, Prof., Drs.,
tunanetra, WTS, dan sebagainya.
Berdasarkan paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi deiksis sosial
secara umum, yaitu sebagai bentuk kesopanan dalam berbahasa. Sementara untuk
fungsi khusus deiksis sosial ditentukan sesuai dengan konteksnya. Deiksis sosial
dapat berfungsi (1) sebagai bentuk efektivitas kalimat, (2) sebagai pembeda
tingkat sosial penutur dengan mitra tutur, (3) untuk menjaga sopan santun
berbahasa, dan (4) untuk menjaga sikap sosial kemasyarakatan antar penutur.
4. Hakikat Wacana
a. Definisi Wacana
Wacana merupakan satuan lingual yang tertinggi. Wacana berada di atas
kalimat. Sebuah wacana terdiri atas kalimat-kalimat. Wacana dalam bahasa
Inggris disebut discourse. Kata discourse berasal dari bahasa Latin discursus yang
berarti lari kian kemari (Sumarlam, Adhani, dan Indratmo (ed.); 2004: 3). Fatimah
(1994: 3) mengungkapkan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dalam
hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.
Kridalaksana (2008: 259) menjelaskan bahwa wacana adalah seluruh
peristiwa bahasa yang membawa ujaran dari pembicara sampai ke pendengar,
termasuk ujaran dan konteksnya. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa wacana
merupakan salah satu bentuk peristiwa berbahasa. Ujaran termasuk wacana dan
ujaran dapat diwujudkan dengan kalimat. Alwi, H., dkk. (2003: 41)
mengungkapkan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga
terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.
Wacana dapat dilihat dalam berbagai bahan bacaan, seperti novel, buku,
artikel, pidato, atau khotbah. Dengan demikian, wacana dapat dibagi menjadi
wacana tulis dan wacana lisan. Wacana tulis dapat berupa novel, buku, atau
artikel. Wacana lisan dapat berupa pidato atau khotbah. Hal ini dipertegas dengan
pernyataan Tarigan (dalam Fatimah; 1994: 5) bahwa wacana adalah satuan bahasa
yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31
digilib.uns.ac.id
koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai
awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tulisan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa wacana adalah
satuan bahasa terlengkap dan tertinggi di atas kalimat yang direalisasikan secara
lisan atau tertulis. Wacana direalisasikan secara lisan misalnya dalam pidato atau
khotbah. Wacana direalisasikan secara tertulis misalnya dengan novel, buku, atau
artikel. Dalam realisasi wacana tersebut dibutuhkan unsur-unsur wacana. Supardo
(1988: 56) menyatakan bahwa wacana terdiri atas bagian-bagian yang berupa (1)
unsur bahasa seperti kata, frasa, klausa, dan kalimat; (2) konteks yang terdapat di
sekitar wacana; (3) makna dan maksud; (4) koherensi; dan (5) kohesi. Unsurunsur tersebut harus terdapat dalam setiap wacana.
b. Jenis Wacana
James L. Kinneavy (dalam Parera; 2004: 221) membedakan wacana
berdasarkan tujuannya, yaitu (1) wacana ekspresif, (2) wacana referensial, (3)
wacana susastra, dan (4) wacana persuasif. Pertama, wacana ekspresif adalah
wacana yang lebih ditujukan atau unsur yang paling dominan adalah enkoder
(untuk penulis atau pembicara sendiri). Wacana ini dibedakan atas (1) wacana
yang bersifat individual, seperti jurnal, catatan harian, keluhan, doa; dan (2)
wacana yang bersifat sosial, seperti manifesto, deklarasi kemerdekaan, kontrak,
dan ikrar keagamaan. Kedua, wacana referensial adalah wacana yang acuannya
kepada realitas, kepada fakta dan data. Wacana tersebut dibagi menjadi (1)
wacana ekspositori (dialog, seminar, hipotesis, dan sebagainya); (2) wacana
ilmiah (laporan penelitian); dan (3) wacana informatif (makalah-makalah di surat
kabar, laporan, rangkuman dan abstrak, makalah-makalah nonteknis dalam
ensiklopedia, dan buku-buku teks untuk pendidikan). Ketiga, wacana susastra
adalah wacana yang berisi realitas yang sudah dijalin ke dalam imajinasi dan
penikmatan estetis. Wacana susastra dapat dibedakan atas: cerita pendek, novel,
lirik, limerik, balada, drama, dan sebagainya. Keempat, wacana persuasif adalah
wacana yang memancing tindakan, emosi, dan keyakinan tertentu dari enkoder.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32
digilib.uns.ac.id
Wacana ini meliputi iklan, pidato politik, khotbah agama, tajuk rencana, dan
sebagainya.
Klasifikasi lain diungkapkan oleh Sumarlam dkk. (2008: 15). Sumarlam,
dkk. mengklasifikasikan wacana berdasarkan bahasa yang dipakai sebagai sarana
untuk mengungkapkan, media yang dipakai untuk mengungkapkan, jenis
pemakaian, bentuk, serta cara dan tujuan pemaparannya. Berdasarkan bahasa yang
dipakai sebagai sarana untuk mengungkapkan wacana dibagi menjadi empat
macam, yaitu (1) wacana bahasa nasional (menggunakan bahasa Indonesia); (2)
wacana bahasa lokal atau daerah (menggunakan bahasa daerah); (3) wacana
internasional (menggunakan bahasa Inggris); dan (4) wacana bahasa lainnya
(menggunakan bahasa asing yang lain).
Berdasarkan media yang digunakan wacana dibagi menjadi wacana tulis
dan wacana lisan. Wacana tulis adalah wacana yang disampaikan dengan bahasa
tulis atau melalui media tulis. Wacana lisan adalah wacana yang disampaikan
dengan bahasa lisan atau media lisan.
Berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya wacana dibagi menjadi
wacana monolog dan wacana dialog. Wacana monolog (monologue discourse)
adalah wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain
untuk ikut berpartisipasi secara langsung. Contoh wacana ini adalah orasi ilmiah,
penyampaian visi dan misi, khotbah, dan sebagainya. Sementara itu, wacana
dialog (dialogue discourse) adalah wacana atau percakapan yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih secara langsung, seperti pemakaian bahasa dalam peristiwa
diskusi, seminar, musyawarah, dan kampanye dialogis.
Berdasarkan bentuknya wacana dibedakan menjadi tiga, yaitu wacana
prosa, wacana puisi, dan wacana drama. Wacana prosa adalah wacana yang
disampaikan dalam bentuk prosa, seperti cerita pendek, cerita bersambung, novel,
artikel, pidato, khotbah, dan kuliah. Wacana puisi adalah wacana yang
disampaikan dalam bentuk puisi, seperti puisi, syair, dan puitisasi (puisi lisan).
Wacana drama adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam
bentuk dialog, baik berupa wacana tulis maupun wacana lisan; seperti naskah
commit todrama
user (wacana lisan).
drama, naskah sandiwara, dan pementasan
perpustakaan.uns.ac.id
33
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya wacana dibedakan menjadi
lima, yaitu wacana narasi, wacana deskripsi, wacana eksposisi, wacana
argumentasi, dan wacana persuasi. Pertama, wacana narasi adalah wacana yang
mementingkan urutan waktu dan dituturkan oleh persona pertama atau ketiga
dalam waktu tertentu. Kedua, wacana deskripsi adalah wacana yang bertujuan
melukiskan, menggambarkan, atau memerikan sesuatu menurut apa adanya.
Ketiga, wacana eksposisi adalah wacana yang tidak mementingkan waktu dan
pelaku karena berorientasi pada pokok pembicaraan dan bagian-bagiannya diikat
secara logis. Keempat, wacana argumentasi adalah wacana yang berisi ide atau
gagasan yang dilengkapi dengan data-data sebagai bukti dan bertujuan
meyakinkan pembaca akan kebenaran ide atau gagasannya. Kelima, wacana
persuasi adalah wacana yang isinya bersifat ajakan atau nasihat, biasanya ringkas
dan menarik, serta bertujuan untuk mempengaruhi secara kuat pada pembaca atau
pendengar agar melakukan nasihat atau ajakan tersebut.
5. Hakikat Surat Kabar
a. Definisi Surat Kabar
Surat kabar merupakan salah satu jenis media cetak yang sangat dikenal
masyarakat. Sebagian besar orang menganggap surat kabar adalah pers, tetapi itu
tidak sepenuhnya benar. Surat kabar bukan pers, melainkan bagian dari pers.
Istilah pers berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press.
Secara harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara
tercetak atau publikasi secara dicetak (printed publications) (Effendy; 2006: 145).
Menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 (dalam Djuroto; 2002: 4), pers
adalah lembaga kemasyarakatan, alat perjuangan nasional yang mempunyai karya
sebagai salah satu media komunikasi massa, yang bersifat umum berupa
penerbitan yang teratur waktu terbitnya, diperlengkapi atau tidak diperlengkapi
dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan, alat-alat foto, klise, mesin-mesin
stensil, atau alat-alat teknik lainnya.
Dalam perekembangannya pers mempunyai dua pengertian, yaitu pers
commitpengertian
to user sempit. Pers dalam pengertian
dalam pengertian luas dan pers dalam
34
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
luas mencakup media cetak dan media elektronik, seperti radio, televisi, dan film.
Pers dalam pengertian sempit terbatas pada media cetak saja, misalnya koran,
majalah, buletin, brosur, pamflet, dan leaflet (R. Amak Syarifuddin dalam
Djuroto; 2002: 5).
Istilah pers dalam pengertian surat kabar (media cetak) berasal dari benua
Eropa ketika para pedagang di sana saling bertukar informasi harga pasar yang
ditulis pada kulit kayu atau kulit ternak (Djuroto; 2002: 5). Menurutnya, surat
kabar adalah kumpulan berita, artikel, cerita, iklan, dan sebagainya yang dicetak
dalam lembaran kertas ukuran plano, terbit secara teratur, bisa setiap hari atau
seminggu satu kali (Djuroto; 2002: 11).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa surat kabar adalah
kumpulan berita, artikel, cerita, iklan, dan sebagainya yang dicetak dalam
lembaran kertas yang terbagi atas kolom-kolom dan terbit setiap hari atau
seminggu satu kali. Surat kabar umumnya berisi peristiwa-peristiwa aktual yang
terjadi di masyarakat. Peristiwa tersebut dapat peristiwa yang berskala lokal,
nasional, bahkan internasional.
b. Ciri-ciri Surat Kabar
Surat kabar sebagai salah satu jenis media massa memiliki ciri-ciri sama
dengan ciri-ciri komunikasi massa. Effendy (2006: 145) mengungkapkan lima
ciri-ciri komunikasi massa. Ciri-ciri komunikasi massa adalah (1) prosesnya
berlangsung satu arah, (2) komunikatornya melembaga, (3) pesannya bersifat
umum, (4) medianya menimbulkan keserempakan, dan (5) komunikannya
heterogen.
Surat
kabar
(media
cetak)
juga
mempunyai
ciri
khas
yang
membedakannya dengan media elektronik. Ciri khas media cetak adalah pesanpesannya dapat dikaji, dipelajari, dan disimpan untuk dibaca pada tiap
kesempatan. Selain itu, pesan yang disiarkan media cetak juga canggih
(sophisticated) dan ilmiah. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan pendapat di
antara para cendekiawan yang menyajikan pemikirannya dalam surat kabar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
35
digilib.uns.ac.id
Media cetak juga memiliki daya persuasi yang tinggi karena pesannya lebih
banyak ditujukan pada pikiran.
Effendy (2006: 154 – 155) juga mengemukakan ciri surat kabar secara
khusus, yaitu (1) publisitas, (2) universalitas, (3) aktualitas, dan (4) periodisitas.
Publisitas adalah surat kabar diperuntukkan bagi khalayak umum karena berita,
tajuk rencana, artikel, dan lain-lain harus menyangkut kepentingan umum.
Universalitas maksudnya surat kabar harus memuat aneka berita mengenai
kejadian-kejadian di seluruh dunia dan segala aspek kehidupan manusia.
Aktualitas maksudnya adalah kecepatan penyampaian laporan tentang kejadian di
masyarakat kepada khalayak. Aktualitas surat kabar adalah 24 jam. Terakhir,
periodisitas adalah penerbitan surat kabar terbitnya secara periodik dan teratur.
c. Fungsi Surat Kabar
Effendy (2006: 149) mengemukakan empat fungsi pers, yaitu (1) fungsi
menyiarkan informasi, (2) fungsi mendidik, (3) fungsi menghibur, dan (4) fungsi
mempengaruhi.
1). Fungsi menyiarkan informasi (to inform)
Menyiarkan informasi merupakan fungsi utama pers. Pembaca membeli
surat kabar karena memerlukan informasi tentang berbagai hal yang terjadi di
sekitarnya.
2). Fungsi mendidik (to educate)
Surat kabar memuat tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga
pembaca dapat bertambah pengetahuannya. Fungsi ini diwujudkan secara implisit
dalam artikel atau tajuk rencana, bahkan kadang-kadang dalam cerita bersambung
atau berita bergambar.
3). Fungsi menghibur diri (to entertain)
Hal-hal yang bersifat hiburan dimuat oleh surat kabar untuk
mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel yang berbobot. Isi surat
kabar yang bersifat hiburan bisa berbentuk cerita pendek, cerita bersambung,
cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, karikatur, berita yang mengandung
commit
user
human interest, dan kadang-kadang
tajuk to
rencana.
perpustakaan.uns.ac.id
36
digilib.uns.ac.id
4). Fungsi mempengaruhi (to influence)
Fungsi ini membuat surat kabar mempunyai peran penting dalam
masyarakat. Fungsi mempengaruhi secara implisit terdapat pada tajuk rencana dan
artikel.
d. Sifat Surat Kabar
Surat kabar mempunyai sifat yang berbeda dibandingkan media
elektronik, seperti radio dan televisi, dalam menyiarkan berita. Ditinjau dari ilmu
komunikasi sifat surat kabar sebagaimana diungkapkan Effendy (2006: 155 – 159)
sebagai berikut.
1). Terekam
Berita yang disiarkan oleh surat kabar tersusun dalam alinea, kalimat,
dan kata-kata yang terdiri atas huruf-huruf dan dicetak pada kertas. Oleh karena
itu, setiap peristiwa atau hal yang diberitakan dapat dikaji kembali, dapat
dijadikan dokumentasi, dan dapat dipakai sebagai bukti untuk keperluan tertentu.
2). Menimbulkan perangkat mental secara aktif
Pembaca untuk memahami berita yang disiarkan surat kabar harus
menggunakan perangkat mentalnya secara aktif. Hal ini menyebabkan wartawan
harus menggunakan bahasa yang umum dan lazim agar pembaca mudah
memahaminya. Selain itu, pembaca surat kabar sifatnya heterogen, tingkat
pendidikannya juga tidak sama, dan mayoritas rata-rata berpendidikan rendah
sampai menengah.
3). Pesan menyangkut kebutuhan komunikan
Dalam proses komunikasi pesan yang akan disampaikan kepada
komunikan menyangkut teknik transmisinya agar mengenai sasarannya dan
mencapai tujuannya. Wilbur Schramm (dalam Effendy; 2006: 157) menyatakan:
a). pesan hendaknya dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga
dapat menarik perhatian sasaran yang dimaksud;
b). pesan hendaknya menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada
pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran sehingga sama-sama
dapat dimengerti;
c). pesan hendaknya membangkitkan kebutuhan pribadi pihak sasaran dan
commit
to memperoleh
user
menyarankan beberapa cara
untuk
kebutuhannya itu; dan
37
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d). pesan hendaknya menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan
tadi, yang layak bagi situasi kelompok tempat sasaran berada saat ia
digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
Untuk menerapkan saran Wilbur Schramm tersebut, wartawan harus membuat
perencanaan jurnalistik (communication planning) secara matang sebelum
membuat sebuah karya.
4). Efek sesuai dengan tujuan
Efek yang diharapkan dari pembaca surat kabar bergantung pada tujuan
wartawan sebagai komunikator. Tujuan komunikasi melalui surat kabar (Effendy;
2006: 157 – 159) dirumuskan dengan pertanyaan berikut.
a). Apakah tujuannya agar pembaca tahu?
Pesan yang disampaikan surat kabar dituangkan dalam bentuk berita
karena surat kabar bersifat informatif.
b). Apakah tujuannya agar pembaca berubah sikap dan perilakunya?
Pesan surat kabar disiarkan dengan tujuan agar khalayak mempunyai
sikap tertentu, pendapat tertentu, atau melakukan tindakan tertentu. Berita-berita
tersebut dituangkan dalam tajuk rencana (editorial), reportase dengan gaya
pelaporan interpretatif (interpretative reporting), atau dalam pojok.
c). Apakah tujuannya agar pembaca meningkat intelektualitasnya?
Efek yang diharapkan agar pembaca meningkat intelektualitasnya dapat
diperoleh dengan menyajikan artikel-artikel mengenai aspek kehidupan tertentu.
Sebuah artikel di surat kabar yang mengandung pendidikan dapat disajikan secara
ilmiah populer.
5). Yang harus dilakukan oleh wartawan sebagai komunikator
Wartawan
harus
memahami
ciri-ciri
dan
sifat-sifat
komponen
komunikasi. Dalam pelaksanaannya Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pers dan pasal-pasal dalam Kode Etik Persatuan Wartawan Indonesia harus
selalu diperhatikan oleh wartawan. Selain itu, seorang wartawan harus dapat
menyajikan karya yang menarik, akurat, objektif, dan bermanfaat bagi para
pembaca.
commit to user
38
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Kategorisasi Isi Surat Kabar
Surat kabar berisi berita-berita seputar kehidupan manusia, seperti
ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Paul J. Deutschmann (dalam
Flournoy (ed.); 1989: 30) menggolongkan kategori isi surat kabar menjadi sebelas
sebagai berikut.
1).
2).
3).
4).
5).
6).
7).
8).
9).
10).
11).
Perang, pertahanan, dan diplomasi; berisi (a) perang dan
pemberontakan; (b) pertahanan, (c) diplomasi dan hubungan luar
negeri, (d) peluru kendali dan ruang angkasa, (e) bom atom, dan
sebagainya.
Politik dan pemerintahan; berisi (a) politik, (b) kegiatan-kegiatan
pemerintah, (c) komunisme, (d) perpajakan, dan sebagainya.
Kegiatan ekonomi, berisi (a) kegiatan perekonomian umum, (b)
harga-harga, (c) uang, (d) angkutan dan perjalanan, (e) pertanian, (f)
tenaga kerja dan upah, (g) sumber-sumber alamiah, dan sebagainya.
Kejahatan, berisi (a) kejahatan orang dewasa, (b) kejahatan remaja,
(c) penegakan hukum dan badan-badan penegak hukum, dan
sebagainya.
Masalah-masalah moral masyarakat, berisi (a) masalah-masalah
moral masyarakat, (b) minuman keras, (c) perceraian, (d) seks, (e)
persidangan pengadilan sipil, (f) hubungan-hubungan kesukuan, dan
sebagainya.
Kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, berisi (a) penanganan
masalah-masalah kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, (b)
kesehatan, (c) kesejahteraan masyarakat, (d) penanganan soal-soal
sosial dan keselamatan, (e) kesejahteraan anak-anak, dan sebagainya.
Kecelakaan-kecelakaan dan bencana-bencana, berisi kecelakaan yang
disebabkan oleh manusia maupun bencana-bencana alam.
Ilmu dan penemuan, berisi (a) ilmu, penemuan, dan penelitian; (b)
angkasa, non-pertahanan; (c) energi atom, non-pertahanan; dan
sebagainya.
Pendidikan dan seni klasik, berisi (a) pendidikan, (b) seni klasik dan
kebudayaan, (c) agama, (d) perikemanusiaan, dan sebagainya.
Hiburan rakyat, berisi (a) hiburan, (b) Hollywood, (c) halaman berita
olahraga, (d) TV dan radio, (e) pers, dan sebagainya.
Human interest, berisi (a) kepentingan manusiawi secara umum, (b)
cuaca, (c) kematian alamiah dan berita-berita dukacita, (d) binatang,
(e) minat remaja, dan sebagainya.
Selain
kategori-kategori
tersebut,
isi
berita
surat
kabar
juga
dikelompokkan menurut ukurannya, seperti lokal, nasional, dan internasional
(Flournoy; 1989: 30). Berita lokal adalah berita yang memuat kejadian-kejadian di
wilayah lokal. Berita nasional adalah
yang memuat kejadian-kejadian di
commitberita
to user
perpustakaan.uns.ac.id
39
digilib.uns.ac.id
wilayah nasional. Berita internasional adalah berita-berita yang tidak dianggap
lokal atau nasional yang bersifat penting tentang negara-negara lain dan
organisasi-organisasi internasional.
f. Bahasa Surat Kabar
Bahasa jurnalistik, termasuk juga bahasa berita atau bahasa surat kabar,
memiliki ciri dan gaya yang berbeda dibandingkan bahasa yang digunakan dalam
bidang lain. Bahasa yang digunakan harus efektif agar pembaca dapat memahami
dan menerima amanat yang disampaikan oleh penulis atau pembicara. Koesworo,
dkk. (1994: 86) mengemukakan lima karakteristik bahasa jurnalistik sebagai
berikut.
1). Sederhana, singkat, padat, jelas, dan langsung (to the point).
2). Hidup, lincah, sesuai dengan zamannya, mengandung kekayaan bahasa
rakyat.
3). Kalimat singkat dan kata-kata positif, mengandung banyak fakta dengan
menggunakan kata sesedikit mungkin (more and less words).
4). Bahasanya memasyarakat dengan mengutamakan isi.
5). Memiliki banyak gaya (style) bahasa.
Style yang dimiliki bahasa pers berbeda-beda sesuai dengan jenis
beritanya. Style bahasa pers terdiri atas style bahasa head-line (berita utama), style
bahasa lead, bahasa berita, bahasa tajuk rencana (editorial), bahasa pojok, dan
bahasa iklan (advertensi). Style bahasa head-line (berita utama) singkat dan
merangsang (provocatif), sedangkan awalan dan akhiran tidak dipentingkan. Style
bahasa lead sederhana, singkat, padat, menarik, langsung menuju perhatian
pembaca, jelas, dan memudahkan pembaca. Bahasa berita singkat, jelas,
menggunakan kata-kata biasa, familiar, dan positif. Bahasa tajuk rencana
menggunakan kata “kita”, sugestif, mengajak berpikir, mempengaruhi, logisanalitis, dan kadang-kadang bersifat literair. Bahasa pojok humoritis, menyindir,
kalau perlu mengejek tetapi tidak sarkastis, kemahiran mempermainkan bahasa
atau kata-kata, dan dapat dicampur bahasa asing atau bahasa daerah. Bahasa iklan
menarik, sugestif, singkat, jelas, bisa menggunakan semboyan-semboyan, katakata positif, jauhkan dari bahasa klise, dan kalimat ringkas (Koesworo, dkk.;
commit to user
1994: 86).
40
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang deiksis sebelumnya sudah pernah dilaksanakan oleh
peneliti-peneliti yang berasal dari dalam dan luar negeri. Penelitian dari dalam
negeri tentang deiksis yang menjadi rujukan bagi penelitian-penelitian tentang
deiksis selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Bambang Kaswanti
Purwo. Selain penelitian tersebut, terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh
peneliti lain di antaranya penelitian Erlina Kusumawati, Tutik Muryani, Pudiyono,
Miren Montoya Morales, dan Josep Ribera. Penelitian yang dilakukan oleh
Bambang Kaswanti Purwo merupakan disertasi yang dibukukan. Penelitian Erlina
Kusumawati dan Tutik Muryani berupa skripsi. Penelitian Pudiyono berupa tesis.
Sementara itu, penelitian Miren Montoya Morales dan Josep Ribera merupakan
penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal internasional.
Pertama, penelitian Bambang Kaswanti Purwo pada tahun 1982, yang
diterbitkan menjadi sebuah buku atas permintaan Indonesian Linguistics
Development Project (ILDEP), berjudul Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Dalam
penelitiannya ini diperoleh pembagian deiksis menjadi dua golongan besar, yaitu
deiksis luar tuturan (eksofora) dan deiksis dalam tuturan (endofora). Deiksis luar
tuturan terdiri atas deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu. Deiksis
dalam tuturan terdiri atas anafora dan katafora. Deiksis persona diungkapkan
dengan kata ganti persona pertama (aku, saya, kami, kita); kata ganti persona
kedua (engkau, kamu, kalian atau kamu sekalian, anda, saudara, leksem
kekerabatan, leksem jabatan); dan kata ganti persona ketiga (ia, dia, beliau,
mereka, bentuk terikat –nya). Deiksis ruang (kata kanan, kiri, depan, belakang,
dekat, jauh, dirangkai dengan bentuk persona). Deiksis waktu (kata malam, pagi,
siang, sore yang menjadi patokan adalah pembicara serta kata sekarang, kemarin,
dulu, nanti, tadi). Anafora adalah rujuk silang pada unsur yang telah disebutkan
terdahulu dengan penanda kata tersebut, begitu, dia, mereka, demikian. Katafora
adalah rujuk silang pada unsur yang akan disebutkan dengan penanda ialah,
adalah, berikut ini.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Pudiyono pada tahun 2004
commit
user and The Pauper” Karya Mark
berjudul Deiksis dalam Prosa Fiksi
“ThetoPrince
perpustakaan.uns.ac.id
41
digilib.uns.ac.id
Twain (Sebuah Kajian Pragmatik). Kesimpulan dari penelitian ini adalah
ungkapan deiksis ditemukan dalam empat jenis tindak tutur, yaitu tindak tutur
asertif, direktif, komisif, dan ekspresif. Berdasarkan letak atau tempat acuan
sebuah ungkapan deiksis ditemukan distribusi deiksis endofora lebih banyak
dibandingkan deiksis eksofora. Berdasarkan jenisnya ditemukan empat jenis
deiksis, yaitu deiksis persona, deiksis tempat, deiksis wacana, dan deiksis waktu.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Tutik Muryani pada tahun 2006
berjudul Deiksis dalam Berita Utama Harian Solopos (Edisi Desember 2005 –
Februari 2006). Kesimpulan penelitian ini adalah bentuk-bentuk pemakaian
deiksis dalam berita utama harian Solopos edisi Desember 2005 – Februari 2006
dikelompokkan menjadi eksofora dan endofora yang meliputi anafora dan
katafora. Bentuk-bentuk deiksis persona yang digunakan, yaitu persona pertama
tunggal dan jamak, persona kedua tunggal, dan persona ketiga tunggal dan jamak.
Bentuk-bentuk deiksis waktu yang dipakai, yaitu berupa leksem ruang yang
mengungkapkan waktu dan leksem waktu. Bentuk-bentuk deiksis ruang yang
digunakan, yaitu leksem bukan verba dan pronominal demonstratif. Bentukbentuk deiksis pemarkah anafora dan katafora yang ditemukan di antaranya
pronominal demonstratif, bentuk terikat –nya, dan persona ketiga jamak (mereka).
Selain itu, dalam penelitian ini juga disimpulkan bahwa distribusi deiksis dalam
berita utama harian umum Solopos edisi Desember 2005 – Februari 2006 terdapat
di awal, di tengah, dan di akhir kalimat bahkan dalam satu kalimat terdapat lebih
dari satu deiksis.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Erlina Kusumawati pada tahun
2006 berjudul Analisis Deiksis Persona dan Sosial Wacana Berita Patroli dalam
Surat Kabar Harian Umum Solopos Tahun 2004. Dalam penelitian ini dibahas
tentang bentuk-bentuk deiksis persona dan sosial, kategorisasi deiksis persona dan
sosial, dan fungsi pemakaian deiksis persona dan sosial. Kesimpulan penelitian ini
adalah bentuk-bentuk deiksis persona yang terdapat dalam wacana berita patroli
harian umum Solopos seperti bentuk terikat –nya, saya, kita, kami, dia, dirinya,
mereka, Kapolwil. Bentuk deiksis yang paling sering muncul adalah bentuk
to user berita yang paling sering muncul
terikat –nya. Bentuk deiksis sosialcommit
dalam wacana
perpustakaan.uns.ac.id
42
digilib.uns.ac.id
adalah bentuk honorifics. Bentuk deiksis sosial yang muncul, seperti PSK,
Kapolwil, nyolong, K.H., Ny., pembantu. Kategorisasi deiksis persona dalam
wacana tersebut terdiri atas (1) deiksis persona pertama tunggal, saya; (2) deiksis
persona pertama jamak, kami dan kita; (3) deiksis persona kedua tunggal, seperti
Kapolwil; (4) deiksis persona ketiga tunggal seperti, dia, dirinya, dan bentuk
terikat –nya; dan (5) deiksis persona ketiga jamak seperti, mereka. Kategorisasi
deiksis sosial dalam wacana tersebut terdiri atas (1) eufimisme (pemakaian kata
halus), misalnya: PSK, prostitusi, pembantu; dan (2) honorifics (sopan santun
berbahasa), misalnya: sungkem, Kapolwil, K.H. (Kiai Haji), Ny., nyolong, ngutil.
Fungsi pemakaian deiksis persona adalah (1) merujuk pada diri orang yang sedang
berbicara, misalnya: saya; (2) merujuk pada nama orang yang memegang jabatan,
misalnya: Kapolwil; (3) merujuk pada orang yang sedang dibicarakan, misalnya:
dia, –nya, dan dirinya; (4) menyebutkan orang dalam jumlah banyak, misalnya:
mereka; (5) menunjukkan bentuk inklusif, misalnya: kita; (6) menunjukkan
bentuk ekslusif, misalnya: kami. Fungsi pemakaian deiksis sosial adalah (1)
sebagai salah satu bentuk efektivitas kalimat, misalnya: Kapolwil; (2) sebagai
pembeda tingkat sosial seseorang, misalnya: K.H (Kiai Haji); (3) untuk menjaga
sopan santun berbahasa, misalnya: PSK; (4) untuk menjaga sikap sosial
kemasyarakatan, misalnya: sungkem.
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Morales yang dipublikasikan
dalam Philippine ESL Journal pada bulan Februari 2011 berjudul How The
Deictic and Anaphoric Role of Na in Filipino Functions as a Cohesive Device in
Classroom Interaction. Hasil dari penelitian ini adalah dalam bahasa Filipina kata
na dapat digunakan sebagai kata ganti demonstratif, infinitif ke (dalam bahasa
Inggris to), kata keterangan, kata ganti relatif, bahkan setara dengan perfect tense
dalam bahasa Inggris. Penggunaan na sebagai deiksis persona berlaku dalam
fungsinya sebagai kata ganti demonstratif dan deiksis spasial atau temporal
dengan kata keterangan. Sementara itu, penggunaan anaforis na ditampilkan
dalam fungsinya sebagai kata ganti relatif dan non-deiktis digunakan na. Fungsi
anaforis terakhir ini adalah sebagai kata sifat.
commit to user
43
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Ribera yang dipublikasikan
dalam International Journal of English Studies tahun 2007 berjudul Text Deixis in
Narrative Sequences. Hasil dari penelitian ini adalah teks deiksis dianggap
sebagai perangkat referensial metaforis yang memetakan ucapan ke teks sehingga
menggabungkan sifat referensial deiksis dan anafora. Frasa nomina demonstratif
dalam urutan narasi dapat mengekspresikan jarak tekstual, jarak emosional, atau
keduanya. Preferensi DemNPs (demonstrative noun phrase) untuk kata benda
abstrak dan kompleks berkontribusi untuk mendefinisikan pola teks deiksis + kata
benda umum dengan spesifik.
Penelitian-penelitian tersebut mempunyai persamaan dan perbedaan
dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti. Persamaan penelitian-penelitian
tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah kesamaan bidang
yang diteliti, yaitu bidang linguistik, khususnya deiksis. Perbedaan penelitianpenelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah objek
penelitian yang diambil. Penelitian Bambang Kaswanti Purwo objeknya adalah
bahasa Indonesia secara umum. Penelitian Pudiyono objeknya adalah karya sastra,
yaitu novel The Prince and The Pauper karya Mark Twain. Penelitian Morales
objeknya adalah kata na dalam bahasa Filipina, sedangkan penelitian Ribera
objeknya adalah wacana narasi. Akan tetapi, penelitian Erlina Kusumawati dan
Tutik Muryani objeknya sama dengan objek yang akan diteliti pada penelitian ini,
yaitu surat kabar Solopos. Perbedaan penelitian Erlina Kusumawati dan Tutik
Muryani dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah penelitian Erlina
Kusumawati yang diteliti adalah berita Patroli dan deiksis yang diteliti adalah
deiksis persona dan deiksis sosial, penelitian Tutik Muryani bagian yang diteliti
berita utama, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti bagian yang
diteliti adalah wacana di halaman Pendidikan.
commit to user
44
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Kerangka Berpikir
Pragmatik merupakan kajian bahasa yang menelaah tentang penggunaan
bahasa dalam komunikasi. Pragmatik memfokuskan pada struktur bahasa secara
eksternal. Dalam penelitian ini menjadi objek kajiannya adalah teori deiksis yang
bersumber dari kajian linguistik. Deiksis adalah kata yang referen atau acuannya
selalu berganti-ganti yang dipengaruhi oleh konteks dan situasi yang
melingkupinya. Deiksis dibagi menjadi lima, yaitu deiksis persona, deiksis
tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Deiksis merupakan
salah satu subkajian dalam ilmu pragmatik. Selain deiksis masih terdapat
praanggapan dan tindak tutur. Hal ini diungkapkan oleh Setiawan (2011: 69)
bahwa pragmatik mencakup deiktik, praduga, dan tindak tutur. Pendapat ini juga
diungkapkan oleh Levinson (1987: 27) bahwa pragmatics is the study of deixis (at
least in part), implicature, presupposition, speech acts, and aspects of discourse
structure.
Realitas pemakaian deiksis dapat ditemukan pada suatu kata atau kalimat
dalam suatu wacana kebahasaan, seperti pada surat kabar. Surat kabar merupakan
media cetak yang menggunakan bahasa tulis sebagai sarana penyampaiannya
sehingga dalam surat kabar terdapat banyak wacana kebahasaan. Salah satu
wacana kebahasaan dalam surat kabar adalah berita pendidikan. Berita pendidikan
berisi peristiwa-peristiwa dan informasi-informasi seputar dunia pendidikan.
Wacana berita pendidikan menjadi fokus utama dalam penelitian ini.
Wacana berita yang digunakan dalam penelitian ini adalah wacana dalam harian
Solopos yang dimuat setiap hari Senin – Sabtu. Dalam penelitian ini
dideskripsikan bentuk-bentuk deiksis dan fungsi-fungsi pemakaian deiksis yang
terdapat dalam wacana pada halaman pendidikan harian Solopos.
Uraian di atas merupakan uraian kerangka berpikir dalam penelitian ini.
Kerangka berpikir tersebut dapat dilihat pada bagan berikut.
commit to user
45
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bahasa wacana dalam halaman
Pendidikan harian Solopos
Pragmatik
Struktur
Wacana
Tindak Tutur
Deiksis
Implikatur
Praanggapan
Deiksis
Deiksis
Deiksis
Deiksis
Deiksis
persona
tempat
waktu
wacana
sosial
Bentuk-bentuk deiksis
Fungsi-fungsi deiksis
Gambar 1. Bagan Alur Kerangka Berpikir
commit to user
46
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada analisis dalam wacana surat kabar. Oleh
karena itu, penelitian ini lokasinya tidak terikat dengan tempat tertentu. Penelitian
ini dilaksanakan selama delapan bulan antara bulan September 2011 sampai bulan
April 2012. Rincian waktu pelaksanaan penelitian ini terdapat pada tabel 1
berikut.
Tabel 1. Rincian Waktu Pelaksanaan Penelitian Kualitatif
No
.
Bulan
Kegiatan
Sept
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
2011 2011 2011 2011 2012 2012 2012 2012
1.
Pengajuan judul
2.
Pembuatan proposal
3.
Seminar proposal
4.
Pengajuan proposal
5.
Pengumpulan data
6.
Analisis data
7.
Penulisan laporan
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Bentuk penelitian
yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Sutopo (2002: 111) menjelaskan
bahwa penelitian deskriptif kualitatif mengarah pada pendeskripsian secara rinci
dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi
menurut apa adanya di lapangan studinya. Dengan demikian, penelitian ini
bertujuan untuk mencatat, menjelaskan, dan mendeskripsikan bentuk dan fungsi
commit to user
47
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos edisi
bulan Agustus – Oktober 2011.
C. Data dan Sumber Data
Menurut Arikunto (2006: 129) sumber data adalah subjek darimana data
dapat diperoleh. Sumber data dikelompokkan menjadi tiga tingkatan oleh
Arikunto, yaitu person (sumber data berupa orang), place (sumber data berupa
tempat), dan paper (sumber data berupa simbol). Dalam penelitian ini sumber data
yang digunakan adalah dokumen. Dokumen termasuk dalam tingkatan paper
karena dokumen yang digunakan adalah wacana
yang berisikan simbol dan
lambang bahasa. Dokumen yang digunakan adalah artikel berita pendidikan dalam
harian Solopos edisi bulan Agustus – Oktober 2011. Edisi ini dipilih karena
berita-berita pendidikan selalu baru (aktual), tidak terikat dengan waktu-waktu
tertentu. Pemilihan edisi ini didasarkan pada isi berita, bukan pada bulan atau
faktor waktu tertentu seperti ujian nasional, mid semester, atau penerimaan siswa
baru. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalimat-kalimat yang
mengandung deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian
Solopos edisi bulan Agustus – Oktober 2011 yang dapat mewakili sesuai dengan
tujuan penelitian.
D. Teknik Sampling (Cuplikan)
Sampel pada penelitian ini diambil dengan teknik purposive sampling.
Menurut Sutopo (2002: 56) purposive sampling merupakan teknik pengambilan
sampel dengan berdasarkan berbagai pertimbangan tertentu seperti kaitan dengan
landasan teori yang digunakan, keingintahuan pribadi, karakteristik empiris yang
dihadapi, dan sebagainya. Sumber data dipilih peneliti untuk mengetahui
informasi dan untuk menjawab masalahnya secara mendalam. Sampel penelitian
ini merupakan wacana-wacana pendidikan di harian Solopos yang dipilih secara
acak. Teknik purposive sampling dipilih karena sumber data adalah dokumen,
yaitu wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. Wacana di halaman ini
commit to user
48
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemudian dipilih lagi sebagai sampel. Pemilihan wacana tersebut dilakukan secara
acak.
E. Pengumpulan Data
Sumber data yang dipilih ketika melakukan penelitian menuntut teknik
pengumpulan data yang sesuai guna mendapatkan data yang diperlukan untuk
menjawab permasalahan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis dokumen. Teknik ini dilakukan
untuk mengumpulkan data yang bersumber dari wacana di halaman Pendidikan
harian Solopos. Teknik analisis dokumen dipilih dengan pertimbangan sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumen, yaitu wacana di
halaman Pendidikan harian Solopos.
F. Uji Validitas Data
Data yang telah terkumpul divalidasi dengan melakukan trianggulasi.
Patton (dalam Sutopo; 2002: 78) menyatakan bahwa ada empat macam teknik
trianggulasi, yaitu trianggulasi data, trianggulasi peneliti, trianggulasi metodologi,
dan trianggulasi teoretis (teori). Pada penelitian ini yang digunakan adalah
trianggulasi teori, yaitu trianggulasi yang dilakukan oleh peneliti dengan
menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang
dikaji. Teknik ini dipilih karena penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan objek kajian. Selain itu, data
penelitian ini merupakan kalimat-kalimat yang mengandung deiksis dan untuk
menentukan jenis deiksis dalam suatu kalimat harus mengacu pada teori yang
digunakan dalam penelitian. Teknik ini, misalnya, diterapkan ketika memvalidasi
data deiksis tempat (ruang). Purwo (1984: 37) mengungkapkan bahwa deiksis
tempat (ruang) diungkapkan dengan leksem ruang. Namun, ada pendapat lain
tentang pengungkapan deiksis tempat yang dikemukakan oleh Sumarlam
(10/02/2012) bahwa deiksis tempat (ruang) dapat diungkapkan dengan pronomina
demonstratif lokatif yang dibagi menjadi empat, yaitu dekat dengan pembicara
commit
user
digunakan kata ini atau sini, agak
dekat to
atau
agak jauh digunakan kata itu atau
49
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
situ, jauh dari pembicara digunakan kata sana, dan bentuk eksplisit misalnya Sala
atau Yogya. Akan tetapi, dari keempat bentuk pronomina demonstratif lokatif
tersebut bentuk eksplisit tidak termasuk dalam kategori deiksis. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pengungkapan deiksis tempat (ruang) dapat
diungkapkan dengan pemakaian leksem ruang dan pronomina demonstratif
lokatif.
G. Analisis Data
Proses analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode padan. Metode padan adalah metode yang alat penentunya berada di luar,
terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Alat
penentu yang digunakan dalam metode ini adalah referen bahasa, organ wicara,
bahasa lain, tulisan, dan mitra wicara (Sudaryanto; 1993: 13). Dalam penelitian ini
digunakan alat penentu berupa referen bahasa, yaitu kenyataan yang ditunjuk oleh
suatu bahasa. Dalam penelitian ini referen bahasa adalah bagian wacana yang
menjadi acuan deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos.
Metode padan memiliki teknik-teknik yang digunakan untuk menganalisis data
penelitian. Teknik analisis data dalam metode padan pada dasarnya adalah
membandingkan dengan pengertian mencari persamaan dan perbedaan yang ada
di antara dua hal yang dibandingkan.
Teknik analisis data dalam metode padan terdiri atas teknik dasar dan
teknik lanjutan. Teknik dasar metode padan adalah teknik pilah unsur penentu,
sedangkan teknik lanjutannya ada tiga, yaitu (1) teknik hubung banding
menyamakan (teknik HBS), (2) teknik hubung banding memperbedakan (teknik
HBB), dan (3) teknik hubung banding menyamakan hal pokok (teknik HBSP).
Hubungan padan ini berupa hubungan banding antara semua penentu yang relevan
dengan semua unsur data yang ditentukan. Hal ini disebabkan membandingkan
berarti mencari kesamaan dan perbedaan yang ada di antara dua hal yang
dibandingkan dan tujuan akhir mencari kesamaan pokok di antara kedua hal yang
dibandingkan tersebut (Sudaryanto; 1993: 27). Teknik-teknik tersebut dipilih
commit
to user
karena data yang digunakan berupa
kalimat
yang mengandung deiksis. Setiap
50
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kalimat tersebut mengandung unsur pokok yang digunakan sebagai acuan untuk
menentukan jenis deiksis. Unsur tersebut kemudian menjadi unsur penentu,
sedangkan pengulangan unsur tersebut dapat menjadi bentuk deiksis.
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan tahap-tahap yang dilakukan peneliti
dalam melakukan penelitian. Prosedur penelitian ini terdiri atas tiga langkah, yaitu
tahap persiapan, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap akhir.
1. Tahap persiapan meliputi pengajuan judul, penyusunan proposal, permohonan
izin, dan pengajuan proposal.
2. Tahap pelaksanaan meliputi pengumpulan data dan analisis data.
3. Tahap akhir meliputi pembuatan laporan penelitian.
commit to user
51
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Halaman Pendidikan Harian Solopos
Halaman Pendidikan merupakan salah satu bagian dalam harian Solopos.
Dalam halaman Pendidikan dimuat berbagai berita dalam dunia pendidikan.
Berita yang dimuat merupakan berita yang aktual dan terjadi di wilayah Soloraya
dan kota lain. Selain berita, di halaman Pendidikan juga dimuat informasiinformasi kegiatan yang telah dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan di
wilayah Soloraya, profil guru, profil sekolah, maupun informasi lain dalam bidang
pendidikan. Informasi-informasi kegiatan dimuat dalam varia pendidikan,
sedangkan informasi lain dimuat dalam rubrik-rubrik pendidikan.
Rubrik-rubrik yang terdapat di halaman Pendidikan isinya berbeda-beda.
Rubrik yang terdapat di halaman Pendidikan adalah rubrik Pawiyatan, Figur,
Bahasa Kita, dan Ekskul. Rubrik-rubrik tersebut dimuat pada hari yang berbeda.
Rubrik Pawiyatan dimuat pada hari Selasa dan berisi tentang profil sekolah atau
lembaga pendidikan. Rubrik Figur dimuat pada hari Rabu dan berisi tentang profil
guru, dosen, atau siswa yang berprestasi. Rubrik Bahasa Kita dimuat pada hari
Kamis dan berisi tentang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik
secara lisan maupun tulis. Terakhir, rubrik Ekskul dimuat pada hari Jumat dan
berisi tentang kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang terdapat di suatu sekolah,
baik sekolah favorit maupun bukan sekolah favorit.
Wacana dalam rubrik-rubrik tersebut mempunyai fungsi yang berbedabeda sesuai dengan isinya. Artikel berita dan wacana varia pendidikan berfungsi
memberikan informasi pada masyarakat tentang kegiatan yang dilaksanakan oleh
sekolah atau lembaga pendidikan dan informasi-informasi lain seputar dunia
pendidikan. Wacana rubrik Pawiyatan dapat memberikan informasi pada pembaca
tentang profil sekolah di wilayah Soloraya, baik yang sudah dikenal masyarakat
maupun yang belum dikenal masyarakat. Wacana rubrik Figur dapat memotivasi
siswa, guru, atau dosen untuk menjadi lebih berprestasi. Wacana rubrik Bahasa
commit pembaca
to user tentang penggunaan bahasa
Kita dapat menambah pengetahuan
52
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Indonesia yang baik dan benar. Terakhir, wacana rubrik Ekskul dapat digunakan
untuk menambah pengetahuan dan sebagai bahan pertimbangan bagi siswa dan
masyarakat ketika akan memilih sekolah dengan mengetahui prestasi yang dicapai
sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler yang terdapat di sekolah.
B. Hasil Penelitian
Data penelitian ini berupa kalimat yang mengandung deiksis yang
terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. Data tersebut
dipilih sesuai dengan tujuan penelitian. Sampel penelitian dipilih dengan memilih
dan memilah kalimat-kalimat yang mengandung deiksis. Pemilihan sampel
disesuaikan dengan permasalahan yang dikaji peneliti. Permasalahan tersebut
adalah (1) bentuk-bentuk deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman
Pendidikan harian Solopos, dan (2) fungsi-fungsi deiksis yang terdapat dalam
wacana di halaman Pendidikan harian Solopos.
Dalam penyajian data digunakan kodifikasi untuk menuliskan sumber
datanya. Kode yang diterapkan adalah kode singkatan, yaitu D (data); Sp
(Solopos); wacana Ar (artikel), Va (Varia), Paw (Pawiyatan), Eks (Ekskul), BK
(Bahasa Kita), Fi (Figur); hari Sen (Senin), Sel (Selasa), Rab (Rabu), Kam
(Kamis), Jum (Jumat), Sab (Sabtu); tanggal bulan Agt (Agustus), Sept
(September), Okt (Oktober); tahun 2011. Kode tersebut dituliskan seperti contoh
berikut.
D1/Sp/Va/Sen/1 Agt/2011
Kode tersebut dibaca data 1 di halaman Pendidikan harian Solopos terdapat dalam
wacana Varia yang dimuat pada edisi hari Senin tanggal 1 Agustus 2011. Berikut
ini akan diuraikan bentuk-bentuk deiksis dan fungsi-fungsi deiksis dalam wacana
di halaman Pendidikan harian Solopos edisi bulan Agustus – Oktober 2011.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
53
digilib.uns.ac.id
1. Bentuk-bentuk Deiksis yang Terdapat dalam Wacana di Halaman
Pendidikan Harian Solopos
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, ditemukan bentuk-bentuk
deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. Bentuk-bentuk
tersebut adalah (1) deiksis persona, (2) deiksis tempat, (3) deiksis waktu, (4)
deiksis wacana, dan (5) deiksis sosial. Dalam setiap deiksis tersebut terdapat kata
yang diacu atau ditunjuk dan referennya disebut titik tolak atau titik labuh. Titik
tolak bersifat endoforis sehingga dapat digunakan untuk referen deiksis wacana.
Akan tetapi, titik labuh bersifat eksoforis sehingga digunakan untuk referen
deiksis persona, deiksis tempat, dan deiksis waktu. “Titik tolak berupa kata atau
frasa atau kalimat atau wacana, berupa unsur dalam bahasa, sedangkan titik labuh
berupa unsur luar bahasa yang dapat berwujud orang, tempat, atau waktu”
(Purwo; 1984: 104 – 105). Berikut ini akan diuraikan lebih rinci mengenai
bentuk-bentuk deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos edisi
bulan Agustus – Oktober 2011.
a. Deiksis Persona
Deiksis persona adalah pengungkapan acuan atau referen sebuah kata
atau kalimat dalam kategori orang atau persona. Pengungkapan tersebut dilakukan
dengan menggunakan kata ganti persona yang terdiri atas kata ganti persona
pertama, persona kedua, dan persona ketiga.
1). Bentuk persona pertama
Cahyono (1995: 218) mengemukakan bahwa deiksis persona pertama
adalah kategori rujukan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan
dirinya. Bentuk persona pertama terdiri atas persona pertama tunggal dan jamak.
a). Persona pertama tunggal
Menurut Purwo (1984: 22 – 23) bentuk persona pertama tunggal adalah
kata aku, saya, dan bentuk terikat –ku. Bentuk persona pertama tunggal yang
ditemukan di antaranya sebagai berikut.
(1). “Tapi karena ini amanah, maka saya berusaha melaksanakannya
dengan baik,” … (D91/Sp/Fi/Rab/24 Agt/2011)
(2). “Saya usahakan ketika pembelajaran, seolah tak ada jarak antara
commit
to user
saya sebagai guru dengan
siswa.
(D130/Sp/Fi/Rab/7 Sept/2011)
perpustakaan.uns.ac.id
54
digilib.uns.ac.id
Kata saya dalam data di atas merupakan deiksis karena acuannya
berganti-ganti sesuai dengan orang yang menuturkannya. Kata saya pada kalimat
(1) merujuk pada Wisnu Untoro, sedangkan kalimat (2) merujuk pada Rahmat
Hariyadi.
b). Persona pertama jamak
Bentuk jamak dari kata ganti persona pertama adalah kata kami dan kita.
Purwo (1984: 24) mengungkapkan bahwa kami adalah bentuk eksklusif,
sedangkan kita adalah bentuk inklusif. Bentuk persona pertama jamak yang
ditemukan di antaranya sebagai berikut.
(3). Oleh karena itu pembahasan di September setelah Lebaran ini
kita harapkan Inpres sudah bisa keluar,” ujarnya.
(D112/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011)
(4). “Tahun sebelumnya kita pernah membuat kerajinan dari botol
bekas dan bambu. (D288/Sp/Paw/Sel/25 Okt/2011)
(5). Kami sengaja meminta seorang seniman terkenal sebagai
pembimbing ekstrakurikuler Musik Etnik, Lanjar Sarwanto,”
ujarnya. (D65/Sp/Eks/Jum/19 Agt/2011)
(6). “Kami pun tetap memberikan pendidikan karakter bagi siswa
dengan
membimbing
dan
membina
mereka.
(D257/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011)
Bentuk kata ganti persona pertama jamak yang ditemukan adalah kata
kami dan kita. Kata kita dalam kalimat (3 dan 4) merujuk pada penutur atau
pembicara, beserta mitra tutur dan pendengar secara berkelompok. Sementara itu,
kata kami dalam kalimat (5 dan 6) mengacu pada penutur atau pembicara, baik
sendiri maupun penutur lain yang ikut terlibat. Kata kami dan kita pada data di
atas referennya berbeda-beda karena konteksnya berbeda.
2). Bentuk persona kedua
Menurut Cahyono (1995: 218) kata ganti persona kedua adalah kategori
rujukan pembicara kepada seorang pendengar atau lebih yang hadir bersama
orang pertama. Kata ganti persona kedua terdiri atas bentuk tunggal dan jamak.
Kata ganti persona kedua tunggal adalah engkau, kamu, dan bentuk terikat –mu.
Selain itu, kata ganti persona kedua tunggal juga diungkapkan dengan sebutan
ketakziman (seperti anda, saudara); leksem kekerabatan (seperti bapak, kakak);
dan leksem jabatan (seperti dokter,
mantri).
Sementara bentuk kata ganti persona
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
55
digilib.uns.ac.id
kedua jamak adalah kamu sekalian atau kalian. Dalam penelitian ini bentuk
persona kedua jamak tidak ditemukan, sedangkan bentuk persona kedua tunggal
yang ditemukan adalah leksem kekerabatan dan leksem jabatan. Bentuk deiksis
persona kedua yang ditemukan sebagai berikut.
a). Leksem kekerabatan
Bentuk leksem kekerabatan di antaranya bapak, ibu, kakak, adik, dan
sebagainya. Kata bapak, ibu dapat digunakan sebagai kata sapa, tetapi bentuk
singkatnya tidak dapat digunakan kecuali diikuti nama diri (Purwo; 1984: 26 –
27). Bentuk-bentuk leksem kekerabatan yang ditemukan di antaranya sebagai
berikut.
(7). Di KB Aisyiyah, kata Bu Har, sejak berdiri sampai sekarang
rata-rata jumlah
murid
yang masuk
sekitar 20.
(D211/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011)
(8). Ayah Feristo Adi Rajasa ini pernah meraih berbagai prestasi.
(D222/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011)
Kata Bu Har pada kalimat (7) mengacu pada Hariyah Indradadi.
Sementara itu, kata ayah pada kalimat (8) mengacu pada Isharyanto. Kata-kata
tersebut merupakan deiksis karena referennya berpindah-pindah sesuai dengan
konteks kalimat dan siapa penuturnya.
b). Leksem jabatan
Leksem jabatan merupakan kata-kata yang mengungkapkan jabatan yang
dimiliki seseorang. Kata-kata yang merupakan leksem jabatan misalnya dokter,
mantri, kepala, psikolog, dan sebagainya. Berikut ini beberapa bentuk-bentuk
leksem jabatan yang ditemukan dalam wacana di halaman Pendidikan harian
Solopos.
(9). Kepala SMA Muhammadiyah 1 Solo, Drs Tri Kuat,
mengungkapkan kegiatan … (D20/Sp/Va/Rab/3 Agt/2011)
(10). Hal ini seperti pengalaman Dekan Fakultas Ekonomi,
Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Dr Wisnu Untoro MS.
(D89/Sp/Fi/Rab/24 Agt/2011)
Kata Kepala dan Dekan pada data tersebut merupakan bentuk-bentuk
deiksis persona tunggal yang diungkapkan dengan menggunakan leksem jabatan.
Kata-kata tersebut termasuk deiksis karena mengacu pada jabatan yang dimiliki
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
56
digilib.uns.ac.id
oleh seseorang. Selain itu, referen kata-kata tersebut juga berpindah-pindah sesuai
dengan orang yang menduduki jabatan tersebut.
3). Bentuk Persona Ketiga
Bentuk persona ketiga merupakan rujukan kepada orang yang bukan
pembicara atau pendengar suatu ujaran, baik hadir maupun tidak. Bentuk persona
ketiga juga terdiri atas bentuk tunggal dan jamak.
a). Persona ketiga tunggal
Bentuk kata ganti persona ketiga tunggal adalah ia, dia, beliau, dan
bentuk terikat –nya. Kata beliau dipakai sebagai bentuk ketakziman, sedangkan ia
dan dia dapat digunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya.
Bentuk persona ketiga tunggal yang ditemukan di antaranya sebagai berikut.
(11). Menurut pejabat Humas dan Promosi Unisri C Ikka Sri
Litnaniyah dalam rilisnya, Rabu (10/8), … (D44/Sp/Va/Jum/12
Agt/2011)
(12). Ketika mengajar, Rahmat, panggilan akrabnya, berusaha agar
dirinya … (D128/Sp/Fi/Rab/7 Sept/2011)
(13). Ia mencontohkan seorang anak yang punya bakat di bidang
musik, ada yang belajar Matematika dengan dibuat lagu untuk
menghafalkan rumus-rumus. (D68/Sp/Eks/Jum/19 Agt/2011)
(14). Saat ini, lanjut dia, pemerintah masih fokus pada perbaikan
sarana pendidikan … (D120/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011)
Berdasarkan data di atas ditemukan bentuk deiksis persona yang
diungkapkan dengan kata ia, dia, dirinya, dan bentuk terikat –nya. Kata-kata
tersebut merupakan deiksis karena referennya berpindah-pindah sesuai dengan
penuturnya.
b). Persona ketiga jamak
Bentuk persona ketiga jamak adalah mereka. Bentuk persona ketiga
jamak yang ditemukan antara lain sebagai berikut.
(15). Dia tidak menyalahkan mahasiswa sepenuhnya jika mereka
belum bisa kritis … (D231/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011)
(16). … kegiatan seni dan budaya merupakan salah satu wadah bagi
siswa-siswi untuk menyalurkan minat mereka di dunia seni dan
budaya. (D263/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011)
Kata mereka dalam data di atas merupakan bentuk deiksis persona.
Referen kata tersebut berpindah-pindah
commit sesuai
to userdengan konteks kalimat. Referen
57
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kata tersebut adalah sekelompok orang yang tidak ikut terlibat dalam peristiwa
bahasa.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk deiksis
persona yang ditemukan dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos
adalah bentuk persona pertama tunggal dan jamak, persona kedua tunggal, serta
persona ketiga tunggal dan jamak. Frekuensi penggunaan bentuk deiksis persona
dalam wacana tersebut terdapat dalam tabel 2 berikut.
Tabel 2. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Persona
No
1
Bentuk Deiksis Persona
Persona pertama tunggal
a. saya
2.
3.
4.
5.
Frekuensi
12
Persona pertama jamak
a. kita
13
b. kami
10
Persona kedua tunggal
a. Leksem kekerabatan
6
b. Leksem jabatan
54
Persona ketiga tunggal
a. Bentuk terikat –nya
101
b. ia
15
c. dirinya
1
d. dia
8
Persona ketiga jamak
a. mereka
Jumlah
13
233
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa bentuk persona ketiga, yaitu
bentuk terikat –nya adalah bentuk deiksis persona yang sering digunakan dalam
commit to user
wacana di halaman Pendidikan harian Solopos.
58
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Deiksis Tempat (Ruang)
Nababan (1987: 41) mengemukakan bahwa deiksis tempat adalah
pemberian bentuk kepada lokasi ruang (tempat) dipandang dari lokasi orang atau
pemeran dalam peristiwa berbahasa. Deiksis tempat dapat diungkapkan dengan
leksem ruang, preposisi, dan pronomina demonstratif lokatif. Bentuk deiksis
tempat yang ditemukan sebagai berikut.
(17). … ulang tahun ke-16 sekaligus buka puasa bersama di kampus
setempat, Kamis (5/8). (D43/Sp/Va/Jum/12 Agt/2011)
(18). Palang Merah Remaja Wira SMA Muhammadiyah 1 Solo
bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) Solo
mengadakan donor darah di sekolah setempat, Rabu (27/7).
(D19/Sp/Va/Rab/3 Agt/2011)
Kata setempat pada kedua kalimat tersebut merupakan deiksis karena untuk
mengetahui letaknya pembaca harus memahami referen kata tersebut dan konteks
kalimat. Kata setempat pada kalimat (17) mengacu pada Universitas Slamet
Riyadi, sedangkan pada kalimat (18) mengacu pada SMA Muhammadiyah 1 Solo.
(19). “Kebanyakan, anak-anak yang sekolah di sini justru dari luar
kota Solo. (D148/Sp/Paw/Sel/13 Sept/2011)
(20). Dulu, kami pindah-pindah hingga lima kali karena belum punya
gedung sampai akhirnya 2003 punya gedung di sini,” …
(D202/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011)
(21). Di sana, siswi Kelas VII SMPN Al Azhar 21 Solo Baru, Grogol
… (D169/Sp/Fi/Rab/21 Sept/2011)
Kalimat-kalimat
tersebut
menggunakan
preposisi
di
untuk
menggambarkan hal ruang. Preposisi tersebut menggambarkan hal yang diam
(statis). Hal ini sebagaimana diungkapkan Purwo (1984: 39) bahwa preposisi di
menggambarkan hal yang diam karena penunjukan hal ruang dengan
menggunakan preposisi dapat bersifat statis atau dinamis. Selain preposisi juga
digunakan bentuk pronomina demonstratif lokatif, yaitu kata sini dan sana.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk deiksis
tempat (ruang) yang ditemukan dalam wacana di halaman Pendidikan harian
Solopos adalah leksem bukan verba dan pronomina demonstratif lokatif.
Frekuensi penggunaan bentuk deiksis tempat (ruang) dalam wacana tersebut
terdapat dalam tabel 3 berikut.
commit to user
59
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Tempat (Ruang)
No
1
Bentuk Deiksis Tempat (Ruang)
Leksem bukan verba
a. setempat
2.
Frekuensi
2
Pronomina demonstratif lokatif
a. sini
4
b. sana
1
Jumlah
7
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa bentuk pronomina
demonstratif lokatif sini adalah bentuk deiksis tempat (ruang) yang sering
digunakan dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos.
b. Deiksis Waktu
Cahyono (1995: 218) mengemukakan bahwa deiksis waktu adalah
pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam
peristiwa bahasa. Deiksis waktu dapat diungkapkan dengan leksem waktu, leksem
ruang, dan penambahan kata ini atau itu yang dirangkaikan pada leksem waktu.
Bentuk-bentuk deiksis waktu yang ditemukan antara lain sebagai berikut.
(22). Kegiatan ini bertujuan agar masyarakat mengenal teknologi
informasi yang ada di era global saat ini. (D2/Sp/Va/Sen/1
Agt/2011)
(23). Tahun ini, kuota BOMM SMK mencapai 21.546 siswa.
(D11/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011)
(24). “Menurut informasi terakhir, dana tersebut akan cair bulan
Agustus ini,” jelasnya. (D15/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011)
(25). Oleh karena itu pembahasan di September setelah Lebaran ini
kita harapkan Inpres sudah bisa keluar,” ujarnya.
(D112/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011)
(26). Salah satu kebijakan yang diberlakukan mulai tahun ajaran ini
adalah bagi guru kelas IV nantinya akan mengikuti keberadaan
siswa hingga kelas VI. (D250/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011)
(27). Tapi kegiatan penelitian saya sekarang tidak sebanyak dulu
sebelum menjadi dekan,” … (D97/Sp/Fi/Rab/24 Agt/2011)
commit to user
60
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(28). Jika diarahkan dengan benar, bakat dan potensi itu akan
berkembang dengan baik dan menunjang profesi yang nanti
dipilih anak. (D58/Sp/Eks/Jum/19 Agt/2011)
(29). Anggota KIR dan Mading, ungkapnya, tahun lalu mengadakan
pertemuan rutin sepekan sekali pada Selasa pukul 14.00-15.30
WIB. (D27/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011)
(30). … berhasil meraih medali perak dan perunggu pada Lomba
Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) 2011 Tingkat Nasional, di
Solo awal Oktober lalu. (D296/Sp/Fi/Rab/26 Okt/2011)
(31). “Tahun ajaran depan (2012/2013-red) mungkin gedungnya
sudah dapat digunakan,” ... (D213/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011)
(32). Saat itu siswa SD Muhammadiyah Alam Surya Mentari adalah
lulusan TK Alam Surya … (D76/Sp/Paw/Sel/23 Agt/2011)
(33). … pameran dan Astronomy Day pada medio April sampai
medio Mei,” papar Ustad AR saat ditemui Espos belum lama
ini. (D272/Sp/Eks/Jum/21 Okt/2011)
(34). Pertengahan September pelaksanaan seleksi dan akhir
September diharapkan … (D105/Sp/Ar/Sab/27 Agt/2011)
(35). Kelompok Bermain (KB) dan Taman Kanak-kanak (TK)
Aisyiyah Karangasem, Laweyan Solo kini telah mengalami
banyak perubahan. (D200/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011)
(36). Sejak lima tahun terakhir, jumlah siswa yang masuk di atas
120-an. (D206/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011)
(37). “Tahun sebelumnya kita pernah membuat kerajinan dari botol
bekas dan bambu. (D288/Sp/Paw/Sel/25 Okt/2011)
Deiksis waktu dalam data di atas diungkapkan dengan leksem waktu,
leksem ruang, serta penambahan kata ini dan itu pada leksem waktu. Leksem
waktu yang digunakan adalah nantinya, sekarang, dulu, nanti, belum lama ini,
medio, kini, lima tahun terakhir, dan tahun sebelumnya. Leksem ruang yang
digunakan adalah kata depan dan lalu. Penambahan kata ini dan itu yang
digunakan terdapat pada kata-kata saat ini, tahun ini, Agustus ini, Lebaran ini,
dan saat itu. Referen kata-kata tersebut berpindah-pindah sesuai dengan saat
terjadinya tuturan. Frekuensi pemakaian bentuk deiksis waktu tersebut dapat
dilihat dalam tabel 4 berikut.
commit to user
61
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Waktu
No
1
2.
3.
Bentuk Deiksis Waktu
Frekuensi
Leksem waktu
a. nantinya
5
b. sekarang
5
c. dulu
3
d. nanti
3
e. belum lama ini
2
f. medio
2
g. pertengahan
2
h. awal
3
i. akhir
1
j. kini
6
k. … terakhir
1
l. … sebelumnya
1
Leksem ruang
a. depan
3
b. lalu
5
Penambahan kata ini dan itu pada leksem waktu
a. saat ini
13
b. tahun ini
2
c. Agustus ini
1
d. Lebaran ini
1
e. tahun ajaran ini
1
f. saat itu
1
Jumlah
commit to user
61
perpustakaan.uns.ac.id
62
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa bentuk saat ini adalah bentuk
deiksis waktu yang sering digunakan dalam wacana di halaman Pendidikan harian
Solopos.
c. Deiksis Wacana
Deiksis wacana merupakan rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam
wacana yang telah diberikan dan/atau sedang dikembangkan (Nababan; 1984: 42).
Deiksis wacana diungkapkan dengan kata-kata yang berbeda-beda. Deiksis
wacana dibagi menjadi dua, yaitu anafora dan katafora.
1). Anafora
Cahyono (1995: 218) mengemukakan bahwa anafora adalah penunjukan
kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana dengan
pengulangan atau substitusi. Bentuk-bentuk anafora yang ditemukan di antaranya
sebagai berikut.
(38). (Salah satu hasil penelitiannya adalah penelitian tentang
lingkungan yang tercemar akibat limbah pabrik batik.) “Dari
penelitian itu, siswa kemudian menyusun solusi agar
limbahnya … (D29/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011)
(39). (Selama menjadi dosen mulai tahun 2007, dia menilai
mahasiswa masih sulit diajak kritis.) “Orientasi mereka
biasanya yang penting hapal materi dan bisa lulus,” imbuhnya.
(D230/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011)
(40). (… SOLOCOM bekerja sama dengan Badan Keswadayaan
Masyarakat (BKM) Gajahan Colomadu, Karanganyar
mengadakan pendidikan dan latihan (Diklat) komputer … .)
Kegiatan ini bertujuan agar … (D2/Sp/Va/Sen/1 Agt/2011)
(41). (Jabatan yang disandang seseorang selalu menuntut waktu
lebih banyak untuk melaksanakan amanah yang melekat pada
jabatan itu.) Hal ini seperti pengalaman Dekan Fakultas
Ekonomi … (D89/Sp/Fi/Rab/24 Agt/2011)
(42). (… ada ketentuan bahwa seorang dosen yang sudah
mendapatkan tunjangan profesi khususnya, harus mau
menulis.) Hal itu sekaligus merupakan potensi …
(D195/Sp/Ar/Kam/29 Sept/2011)
(43). (Bagi Ica, kemampuan mengaji telah terlatih semenjak
orangtuanya mendatangkan ustazah ke rumahnya.) Meski
demikian, mengaji di rumah berbeda … (D177/Sp/Fi/Rab/21
Sept/2011)
Pemarkah anaforis yang ditemukan berdasarkan data di atas adalah itu,
commit to user
bentuk terikat –nya, mereka, ia, ini, tersebut, dan demikian. Bentuk-bentuk
63
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut merupakan deiksis karena referen atau hal yang diacu oleh kata-kata
tersebut berpindah-pindah sesuai dengan konteks kalimat. Bentuk-bentuk tersebut
mengungkapkan hal yang telah diungkapkan sebelumnya dalam wacana.
Frekuensi pemakaian bentuk anafora tersebut dapat dilihat dalam tabel 5 berikut.
Tabel 5. Frekuensi Pemakaian Bentuk Anafora
No
1
2.
Bentuk Anafora
Frekuensi
Leksem bukan persona
a. itu
61
b. Bentuk terikat –nya
37
c. ini
22
d. tersebut
31
e. inilah
2
f. hal ini
6
g. hal inilah
1
h. hal itu
4
i. hal itulah
1
j. demikian
1
Leksem persona
a. mereka
10
b. ia
5
Jumlah
181
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa bentuk pronomina
demonstratif itu adalah bentuk anafora yang sering digunakan dalam wacana di
halaman Pendidikan harian Solopos.
2). Katafora
Cahyono (1995: 218) menyatakan bahwa katafora adalah penunjukan ke
sesuatu yang disebut kemudian. Bentuk-bentuk katafora yang ditemukan di
commit to user
antaranya sebagai berikut.
64
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(44). Afiksasi sendiri terdiri atas prefiks (awalan), infiks (sisipan),
sufiks (akhiran), konfiks (gabungan awalan-akhiran) dan
simulfiks (awalan-akhiran). (D138/Sp/BK/Kam/8 Sept/2011)
(45). Salah satu kegiatan ekstrakurikuler di SMKN 6 Solo adalah
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) dan Majalah Dinding
(Mading). (D22/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011)
(46). Pertama, siswa tidak hanya akan terbiasa meneliti, tapi ia juga
dilatih menulis laporan hasil penelitian dan bentuk karya tulis
lainnya untuk selanjutnya diinformasikan kepada banyak
orang. (D31/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011)
(47). Perhatikan contoh berikut ini “Yuyun tidak bergeming
mendengar berita itu”. (D47/Sp/BK/Kam/18 Agt/2011)
(48). Dengan demikian, kata M Nuh, anggaran pendidikan dalam
APBN harus terlebih dahulu disisihkan untuk pembangunan
gedung sekolah rusak sebelum dialokasikan untuk kebutuhan
yang lain. (D114/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011)
(49). Kata berimbuhan ini sering kita temui dan digunakan …
(Penulis menemui banyak orang menggunakan kata merubah
…) (D100/Sp/BK/Kam/25 Agt/2011)
(50). Ada juga sebuah kata serapan yang salah, tetapi sering
digunakan
oleh
masyarakat,
yakni
standarisasi.
(D158/Sp/BK/Kam/15 Sept/2011)
(51). “Kegiatan CASA yaitu belajar astronomi teori dan praktik.
(D271/Sp/Eks/Jum/21 Okt/2011)
(52). “Ratusan lowongan kerja, baik untuk fresh graduate maupun
mereka yang sudah berpengalaman tersedia dalam job fair
mendatang,” jelasnya dalam rilis yang diterima Espos, Rabu
(12/10). (D244/Sp/Va/Sab/15 Okt/2011)
Pemarkah kataforis yang ditemukan berdasarkan data di atas adalah
terdiri atas, adalah, merupakan, pertama, berikut ini, demikian, ini, yakni,
yaitu, dan mereka. Bentuk-bentuk tersebut merupakan deiksis karena referen atau
hal yang diacu oleh kata-kata tersebut berpindah-pindah sesuai dengan konteks
kalimat. Bentuk-bentuk tersebut mengungkapkan hal yang akan diungkapkan
setelah penggunaan kata tersebut dalam wacana. Frekuensi pemakaian bentuk
katafora tersebut dapat dilihat dalam tabel 6 berikut.
commit to user
65
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 6. Frekuensi Pemakaian Bentuk Katafora
No
1
2.
Bentuk Katafora
Frekuensi
Leksem bukan persona
a. terdiri atas
2
b. adalah
30
c. merupakan
7
d. pertama
1
e. berikut ini
1
f. demikian
3
g. ini
1
h. yakni
1
i. yaitu
4
Leksem persona
a. mereka
Jumlah
1
51
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa bentuk pemarkah kataforis
berupa leksem bukan persona adalah merupakan bentuk katafora yang sering
digunakan dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos.
d. Deiksis Sosial
Deiksis sosial adalah pengungkapan realita sosial dalam tindak bahasa
yang dilakukan oleh penutur kepada mitra tutur. Pengungkapan tersebut terjadi
karena adanya perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat di antara
peserta tindak ujaran. Selain itu, pengungkapan realita sosial dengan deiksis sosial
dilakukan sebagai bentuk kesopanan dalam berbahasa. Bentuk-bentuk deiksis
sosial yang ditemukan antara lain sebagai berikut.
(53). Rektor UNS, Prof Dr Ravik Karsidi MS, mengungkapkan
ketika seorang dosen … (D188/Sp/Ar/Kam/29 Sept/2011)
(54). … zakat fitrah dibagikan kepada kaum duafa dan masyarakat
commit to user
sekitar SD Al Islam 3 Gebang. (D121/Sp/Va/Jum/2 Sept/2011)
66
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(55). Lelaki yang senang travelling itu ternyata juga pernah menjadi
Tenaga Ahli DPRD Solo dalam Pembahasan Perda Pendidikan,
Kesetaraan Difabel, Administrasi Kependudukan, Retribusi
Daerah 2007-2010. (D224/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011)
(56). “Bahkan ditengarai pungutan SPS juga masih ditarik dari
orangtua siswa yang masuk kategori gold atau tidak mampu.
(D234/Sp/Ar/Sel/11 Okt/2011)
(57). Di KB Aisyiyah, kata Bu Har, sejak berdiri sampai sekarang
rata-rata jumlah murid yang masuk sekitar 20.
(D211/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011)
(58). CASA didirikan pada 16 April 2005 oleh Ustad AR Sugeng
Riyadi
dan
almarhum
Ustad
Budi
Prasetyo.
(D270/Sp/Eks/Jum/21 Okt/2011)
Bentuk-bentuk deiksis sosial yang ditemukan berdasarkan data di atas
adalah pemakaian gelar, kata sapaan, dan penggunaan kata-kata khusus.
Pemakaian gelar dan kata sapaan merupakan bentuk honorifics, sedangkan katakata khusus merupakan bentuk eufemisme. Frekuensi pemakaian bentuk deiksis
sosial tersebut dapat dilihat dalam tabel 7 berikut.
Tabel 7. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Sosial
No
Bentuk Deiksis Sosial
1
Pemakaian gelar
2.
Pemakaian kata sapaan
3.
Frekuensi
21
a. Bu Har
3
b. Ustad
3
Pemakaian kata khusus
a. difabel
1
b. kaum duafa
1
c. tidak mampu
3
d. almarhum
1
Jumlah
commit to user
33
67
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa bentuk pemakaian gelar
merupakan bentuk deiksis sosial yang sering digunakan dalam wacana di halaman
Pendidikan harian Solopos.
2. Fungsi-fungsi Deiksis yang Terdapat dalam Wacana di Halaman
Pendidikan Harian Solopos
Deiksis-deiksis yang ditemukan dalam wacana di halaman Pendidikan
memiliki fungsi yang berbeda-beda sesuai jenis deiksisnya. Secara umum, deiksis
berfungsi untuk membantu pembaca memahami sebuah wacana. Namun, setiap
deiksis memiliki fungsi khusus yang berbeda sesuai jenis dan konteks yang ada
dalam deiksis tersebut. Fungsi-fungsi deiksis dalam wacana di halaman
Pendidikan sebagai berikut.
a. Deiksis Persona
Fungsi deiksis persona ada tujuh. Pertama, merujuk pada orang yang
berbicara. Kedua, merujuk pada orang yang dibicarakan. Ketiga, menunjukkan
perbedaan tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur. Keempat, menunjukkan
bentuk eksklusif. Kelima, menunjukkan bentuk inklusif. Keenam, menunjukkan
bentuk jamak. Terakhir, ketujuh, menunjukkan jabatan yang dimiliki seseorang.
Fungsi deiksis persona yang ditemukan sebagai berikut.
1). Merujuk pada orang yang berbicara
Rujukan pada orang yang berbicara ditunjukkan dengan penggunaan
bentuk persona pertama tunggal, yaitu aku dan saya. Selain itu, juga dengan
penggunaan bentuk terikat –ku. Fungsi ini di antaranya terdapat pada data berikut.
a). “Tapi karena ini amanah, maka saya berusaha melaksanakannya
dengan baik,” ... (D91/Sp/Fi/Rab/24 Agt/2011)
b). “Saya usahakan ketika pembelajaran, seolah tak ada jarak antara
saya sebagai guru dengan siswa. (D130/Sp/Fi/Rab/7 Sept/2011)
c). “Pekerjaan saya itu bisa dibilang tanpa tenaga tapi menguras otak.
(D227/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011)
d). Untuk penyiapan pencapaian itu, saya sudah rapat …
(D249/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
68
digilib.uns.ac.id
Kata saya dalam data di atas merupakan rujukan terhadap orang yang
berbicara karena secara langsung mengacu pada si pembicara dan dituturkan
langsung oleh pembicara.
2). Merujuk pada orang yang dibicarakan
Rujukan terhadap orang yang dibicarakan digunakan kata ganti persona
ketiga tunggal. Bentuk yang digunakan adalah kata ia, dia, dirinya dan bentuk
terikat –nya. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut.
a). Ketika mengajar, Rahmat, panggilan akrabnya, berusaha agar
dirinya ... (D128/Sp/Fi/Rab/7 Sept/2011)
b). … Nana Rosiana, megungkapkan ia memilih ekstrakurikuler KIR
karena secara pribadi ia suka membuat cerita narasi dan membuat
desain gambar. (D33/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011)
c). Inpres tersebut, lanjut dia, nantinya akan digunakan untuk
menyusun anggaran … (D113/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011)
Kata ia, dia, dirinya, dan bentuk terikat –nya dalam data di atas merujuk
pada orang yang dibicarakan karena kalimat-kalimat tersebut tidak diucapkan oleh
pembicara atau pembicara menceritakan kembali hal yang diucapkan oleh orang
lain.
3). Menunjukkan perbedaan tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur
Fungsi yang ketiga ini ditunjukkan dengan penggunaan bentuk persona
kedua. Bentuk yang digunakan adalah kata engkau, kamu, bentuk terikat –mu,
sebutan ketakziman, dan leksem kekerabatan. Fungsi ini di antaranya terdapat
pada data berikut.
a). Idealnya, untuk mencapai hasil dan perkembangan lebih cepat, ibu
dua anak tersebut … (D151/Sp/Paw/Sel/13 Sept/2011)
b). … masuk kelas membaca surat-surat pendek,” tambah Hariyah
yang biasa disapa Bu Har. (D205/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011)
c). Ayah Feristo Adi Rajasa ini pernah meraih berbagai prestasi.
(D222/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011)
Bentuk leksem kekerabatan yang ditemukan dalam penelitian ini
berfungsi sebagai pembeda tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur. Hal ini
disebabkan leksem kekerabatan digunakan sebagai salah satu bentuk ketakziman
dalam peristiwa berbahasa. Penutur menggunakan leksem kekerabatan untuk
menghormati lawan tuturnya dalam peristiwa tindak bahasa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
69
digilib.uns.ac.id
4). Menunjukkan bentuk eksklusif
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan bentuk kami. Menurut Purwo
(1984: 24) kami adalah gabungan antara persona pertama dan ketiga. Fungsi ini di
antaranya terdapat pada data berikut.
a). Kami sengaja meminta seorang seniman terkenal sebagai
pembimbing … (D65/Sp/Eks/Jum/19 Agt/2011)
b). Hanya penyampaiannya yang berbeda karena kami menggunakan
alam … (D84/Sp/Paw/Sel/23 Agt/2011)
c). Untuk dana yang bersumber di APBN-P, itu sudah kami
alokasikan,” ujarnya. (D117/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011)
Kata kami dalam data di atas merupakan bentuk eksklusif. Ini
dikarenakan kata tersebut diucapkan oleh satu orang, yaitu si pembicara tetapi
secara tidak langsung juga mewakili kelompok yang melibatkan pembicara atau
pembicara berada dalam kelompok tersebut.
5). Menunjukkan bentuk inklusif
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan bentuk kita. Menurut Purwo
(1984: 24) kita adalah gabungan antara persona pertama dan kedua. Fungsi ini di
antaranya terdapat pada data berikut.
a). Oleh karena itu pembahasan di September setelah Lebaran ini kita
harapkan Inpres … (D112/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011)
b). “Tahun sebelumnya kita pernah membuat kerajinan dari botol
bekas dan bambu. (D288/Sp/Paw/Sel/25 Okt/2011)
c). “Tak jarang kita hadirkan penulis-penulis ternama untuk membagi
ilmunya atau … (D319/Sp/Eks/Jum/28 Okt/2011)
Kata kita dalam data di atas merupakan bentuk eksklusif. Ini dikarenakan
kata tersebut diucapkan oleh satu orang, yaitu si pembicara tetapi secara tidak
langsung juga mewakili kelompok yang melibatkan pembicara atau pembicara
berada dalam kelompok tersebut.
6). Menunjukkan bentuk jamak
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata ganti persona jamak.
Bentuk yang digunakan adalah persona kedua dan ketiga jamak. Fungsi ini di
antaranya terdapat dalam data berikut.
a). Selanjutnya agar anak pintar, mereka dibekali berbagai ilmu
pengetahuan … (D85/Sp/Paw/Sel/23 Agt/2011)
commit to user
70
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b). “Orientasi mereka biasanya yang penting hapal materi dan bisa
lulus,” imbuhnya. (D230/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011)
c). … pendidikan karakter bagi siswa dengan membimbing dan
membina mereka. (D257/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011)
d). Mereka adalah siswa hasil seleksi berdasarkan karya yang
dihasilkan. (D315/Sp/Eks/Jum/28 Okt/2011)
Kata mereka dalam data di atas merujuk pada jumlah yang banyak atau
jamak. Ini disebabkan referen kata tersebut berjumlah banyak.
7). Menunjukkan jabatan yang dimiliki seseorang
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata ganti persona kedua
tunggal. Akan tetapi tidak semua bentuk kata ganti persona kedua tunggal, hanya
bentuk leksem jabatan yang digunakan untuk menunjukkan fungsi ini. Fungsi ini
di antaranya terdapat dalam data berikut.
a). Pelaksana Public Relations SOLOCOM, Biyarni, dalam rilis
yang diterima Espos, … (D1/Sp/Va/Sen/1 Agt/2011)
b). Kasi Kurikulum Bidang Pendidikan Menengah, Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Solo, Budi
Setiono, … (D5/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011)
c). Kepala SMA Muhammadiyah 1 Solo, Drs Tri Kuat,
mengungkapkan kegiatan … (D20/Sp/Va/Rab/3 Agt/2011)
d). Sebelum menjadi dekan FE UNS, terangnya, pria kelahiran 20
Februari 1950 ini pernah menjabat sebagai pembantu dekan III
FE UNS dan Direktur Magister Manajemen FE UNS.
(D92/Sp/Fi/Rab/24 Agt/2011)
e). Menteri Pendidikan Nasional M Nuh berharap instruksi presiden
(Inpres) ... (D109/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011)
f). Seusai silaturahmi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) di Istana Negara, … (D110/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011)
g). … ucap Ketua Pusat Penelitian Konstitusi UNS periode 2004sekarang saat ditemui Espos di ruang kerjanya, Rabu (28/9) lalu.
(D220/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011)
Leksem jabatan yang terdapat dalam data di atas menunjukkan jabatan
yang dimiliki oleh seseorang. Leksem jabatan merupakan deiksis karena
referennya berpindah-pindah sesuai dengan orang yang menduduki jabatan
tersebut pada saat peristiwa tindak bahasa dilakukan.
commit to user
71
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Deiksis Tempat
Fungsi deiksis tempat ada tiga. Pertama, menunjuk pada tempat yang
dekat dengan pembicara. Kedua, menunjuk pada tempat yang agak dekat atau
agak jauh dari pembicara. Ketiga, menunjuk pada tempat yang jauh dari
pembicara. Fungsi deiksis tempat yang ditemukan sebagai berikut.
1). Menunjuk pada tempat yang dekat dengan pembicara
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata sini atau ini. Selain itu,
ditunjukkan dengan penggunaan leksem ruang dengan menyesuaikan konteks
pembicaraan. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut.
a). “Siswa di sini tidak dibebani pekerjaan rumah dan guru tidak
menentukan buku panduan khusus. (D80/Sp/Paw/Sel/23 Agt/2011)
b). “Kebanyakan, anak-anak yang sekolah di sini justru dari luar kota
Solo. (D148/Sp/Paw/Sel/13 Sept/2011)
Kata di sini dalam data di atas mengungkapkan tempat yang dekat
dengan pembicara. Ini disebabkan peristiwa bahasa atau pembicaraan tersebut
terjadi di tempat yang ditunjuk oleh pembicara.
2). Menunjuk pada tempat yang jauh dari pembicara
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata sana dan setempat.
Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut.
a). Mahasiswa pecinta alam (Mapala) Arcapada Universitas Slamet
Riyadi (Unisri) Solo merayakan ulang tahun ke-16 sekaligus buka
puasa bersama di kampus setempat, Kamis (5/8).
(D43/Sp/Va/Jum/12 Agt/2011)
b). Palang Merah Remaja Wira SMA Muhammadiyah 1 Solo bekerja
sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) Solo mengadakan
donor darah di sekolah setempat, … (D19/Sp/Va/Rab/3 Agt/2011)
c). Di sana, siswi Kelas VII SMPN Al Azhar 21 Solo Baru, Grogol
yang akrab dengan panggilan Ica itu meraih urutan tujuh dari
sejumlah peserta. (D169/Sp/Fi/Rab/21 Sept/2011)
Kata setempat dan di sana pada data di atas menunjuk pada tempat yang
jauh dari pembicara. Ini disebabkan pembicara tidak berada di tempat yang
ditunjuk saat peristiwa berbahasa sedang berlangsung.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
72
digilib.uns.ac.id
c. Deiksis Waktu
Deiksis waktu memiliki lima fungsi. Pertama, merujuk pada saat tuturan.
Kedua, merujuk pada waktu lampau atau sebelum saat tuturan. Ketiga, merujuk
pada waktu sesudah saat tuturan. Keempat, menggambarkan kejadian yang faktual
atau pungtual. Kelima, menggambarkan peristiwa yang terjadi lebih dari satu kali
atau duratif. Fungsi deiksis waktu yang ditemukan sebagai berikut.
1). Merujuk pada saat tuturan
Fungsi penunjukan pada saat tuturan ditunjukkan dengan penggunaan
kata sekarang. Selain itu, penambahan kata ini pada leksem waktu juga
menunjukkan fungsi pada saat tuturan dilakukan. Fungsi ini di antaranya terdapat
dalam data berikut.
a). … agar masyarakat mengenal teknologi informasi yang ada di era
global saat ini. (D2/Sp/Va/Sen/1 Agt/2011)
b). Tahun ini, kuota BOMM SMK mencapai 21.546 siswa.
(D11/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011)
c). “Menurut informasi terakhir, dana tersebut akan cair bulan
Agustus ini,” jelasnya. (D15/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011)
d). Tapi kegiatan penelitian saya sekarang tidak sebanyak dulu
sebelum menjadi dekan,” jelasnya. (D97/Sp/Fi/Rab/24 Agt/2011)
e). … pelaksanaan LKS tingkat nasional bagi pemenang LKS tahun
2010, ungkapnya, hingga kini belum ada kejelasan kapan
pelaksanaannya. (D108/Sp/Ar/Sab/27 Agt/2011)
f). Oleh karena itu pembahasan di September setelah Lebaran ini
kita harapkan Inpres … (D112/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011)
g). Salah satu kebijakan yang diberlakukan mulai tahun ajaran ini
adalah bagi guru kelas IV … (D250/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011)
Pemakaian kata kini, sekarang, dan penambahan kata ini pada leksem
waktu dalam data di atas menunjuk waktu ketika pembicaraan sedang berlangsung
atau rentang waktu suatu kegiatan sedang berlangsung. Hal ini disebabkan penutur
melakukan suatu kegiatan yang ditunjuk pada waktu saat tuturan sedang
berlangsung atau terdapat suatu kejadian yang berlangsung pada saat tuturan
dilakukan.
2). Merujuk pada waktu lampau atau sebelum saat tuturan
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan leksem waktu yang
menyatakan waktu lampau. Selain dengan penggunaan leksem waktu, fungsi ini
commit to user
73
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
juga ditunjukkan dengan pemakaian leksem ruang lalu dan penambahan kata itu
pada leksem waktu. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut.
a). Anggota KIR dan Mading, ungkapnya, tahun lalu mengadakan
pertemuan rutin sepekan sekali ... (D27/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011)
b). Saat itu siswa SD Muhammadiyah Alam Surya Mentari adalah
lulusan TK Alam Surya … (D76/Sp/Paw/Sel/23 Agt/2011)
c). Bahkan, dulu ada yang pernah kontrak rumah di Fajar Indah
karena anaknya sekolah di sini. (D149/Sp/Paw/Sel/13 Sept/2011)
d). “Tahun sebelumnya kita pernah membuat kerajinan dari botol
bekas dan bambu. (D288/Sp/Paw/Sel/25 Okt/2011)
Penggunaan leksem waktu di atas menunjukkan waktu lampau.
Penunjukan tersebut disebabkan peristiwa berbahasa dilakukan pada waktu
sekarang, sedangkan kejadian yang diungkapkan oleh penutur telah terjadi
sebelum peristiwa berbahasa terjadi.
3). Merujuk pada waktu sesudah saat tuturan
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan leksem waktu yang
menyatakan waktu yang akan datang, seperti besok, nanti, kelak, dan sebagainya.
Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut.
a). Nantinya, kata Budi, dana langsung dicairkan ke rekening
masing-masing sekolah. (D14/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011)
b). Ke depan, kata Sofwan, KIR dan Mading di SMKN 6 akan
dikembangkan agar lebih eksis lagi. (D35/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011)
c). Jika diarahkan dengan benar, bakat dan potensi itu akan
berkembang dengan baik dan menunjang profesi yang nanti
dipilih anak. (D58/Sp/Eks/Jum/19 Agt/2011)
d). Lomba Kompetensi Siswa (LKS) siswa SMK tingkat Kota Solo
rencananya
akan
digelar
pertengahan
September.
(D103/Sp/Ar/Sab/27 Agt/2011)
e). Waluyo mengemukakan mulai tahun depan ada rencana
pengadaan
peralatan
untuk
Ekskul
drumband.
(D260/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011)
Leksem-leksem waktu di atas menunjukkan waktu sesudah saat tuturan
karena mengungkapkan kejadian yang akan terjadi sesudah peristiwa berbahasa
dilakukan. Hal ini dapat dibuktikan pada waktu yang ditunjuk oleh penutur ketika
suatu peristiwa berbahasa dilakukan.
commit to user
74
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4). Menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan rangkaian kata baru-baru ini
dan belum lama ini. Selain itu, juga dapat digunakan kata-kata lain yang
mengungkapkan fakta. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut.
a). Waka Humas dan Kerja Sama SD Al Islam 3 Gebang, Solo, Joko
S Munandar ST, dalam rilis yang diterima Espos, belum lama ini
mengatakan kegiatan tersebut dilaksanakan, Jumat (26/8).
(D123/Sp/Va/Jum/2 Sept/2011)
b). Sejak lima tahun terakhir, jumlah siswa yang masuk di atas 120an. (D206/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011)
c). Tiap bulan, ada observasi hilal pada akhir dan awal bulan, Hari
Arah Kiblat tiap 28 Mei dan 16 Juli serta pameran dan Astronomy
Day pada medio April sampai medio Mei,” papar Ustad AR saat
ditemui Espos belum lama ini. (D272/Sp/Eks/Jum/21 Okt/2011)
Leksem-leksem waktu di atas menunjukkan kejadian yang faktual atau
pungtual. Hal ini disebabkan kejadian yang dimaksudkan oleh penutur dapat
dibuktikan kebenarannya pada waktu yang ditunjuk oleh penutur dalam tuturan
tersebut.
d. Deiksis Wacana
Deiksis wacana mempunyai lima fungsi. Pertama, merujuk pada hal
yang telah disebut (anafora). Kedua, merujuk pada hal yang akan disebut
(katafora). Ketiga, merujuk pada jumlah yang banyak (jamak). Keempat,
menunjukkan konstruksi posesif. Kelima, menyimpulkan sesuatu. Fungsi-fungsi
deiksis wacana yang ditemukan sebagai berikut.
1). Merujuk pada hal yang telah disebut (anafora)
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan pemarkah anaforis. Kata-kata
yang dapat menjadi pemarkah anaforis di antaranya adalah kata ganti persona
ketiga, pronomina demonstratif itu, tersebut, tadi, demikian, sana, dan sebagainya.
Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut.
a). Pelaksana Public Relations SOLOCOM, Biyarni, dalam rilis yang
diterima Espos, Jumat (29/7), menyatakan kegiatan itu diikuti 12
peserta. (D1/Sp/Va/Sen/1 Agt/2011)
b). Bantuan ini ditujukan untuk peningkatan mutu sekolah.
(D4/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
75
digilib.uns.ac.id
c). “Tujuannya untuk meningkatkan kepedulian kepada sesama dan
membantu pemerintah dalam pengadaan persediaan darah,” ...
(D21/Sp/Va/Rab/3 Agt/2011)
d). Waka Humas dan Kerja Sama SD Al Islam 3 Gebang, Solo, Joko
S Munandar ST, dalam rilis yang diterima Espos, belum lama ini
mengatakan kegiatan tersebut dilaksanakan, Jumat (26/8).
(D123/Sp/Va/Jum/2 Sept/2011)
e). Pertama, siswa tidak hanya akan terbiasa meneliti, tapi ia juga
dilatih menulis laporan … (D31/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011)
f). Mereka terbiasa berhadapan pada suatu kondisi yang menuntut
adanya penyelesaian masalah,” … (D32/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011)
g). Meski demikian, mengaji di rumah berbeda rasanya dibandingkan
mengaji di depan peserta lomba. (D177/Sp/Fi/Rab/21 Sept/2011)
Kata itu, ini, tersebut, ia, mereka, demikian, dan bentuk terikat –nya
dalam data di atas merupakan pemarkah anaforis. Ini karena kata-kata tersebut
menunjukkan hal yang telah disebut oleh penutur dalam suatu tuturan.
2). Merujuk pada hal yang akan disebut (katafora)
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan pemarkah kataforis. Kata
yang dapat digunakan sebagai pemarkah kataforis di antaranya adalah ini, begini,
yakni, yaitu, demikian, dan sebagainya. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam
data berikut.
a). Kasi Kurikulum Bidang Pendidikan Menengah, Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Solo, Budi Setiono,
menjelaskan 76 sekolah tersebut terdiri atas 29 SMA dan 47
SMK. (D5/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011)
b). Jumlah total dana yang dikucurkan adalah Rp 1.017.360.000.
(D8/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011)
c). Kepala SMA Muhammadiyah 1 Solo, Drs Tri Kuat,
mengungkapkan kegiatan bertema Darah yang Aman Mulai Dari
Diriku ini merupakan agenda rutin SMA Muhammadiyah 1 setiap
empat bulan sekali. (D20/Sp/Va/Rab/3 Agt/2011)
d). Pertama, siswa tidak hanya akan terbiasa meneliti, tapi ia juga
dilatih menulis laporan hasil penelitian dan bentuk karya tulis
lainnya untuk selanjutnya diinformasikan kepada banyak orang.
(D31/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011)
e). Perhatikan contoh berikut ini “Yuyun tidak bergeming mendengar
berita itu”. (D47/Sp/BK/Kam/18 Agt/2011)
f). Dengan demikian berarti kalimat tersebut menjadi kalimat yang
salah. (D52/Sp/BK/Kam/18 Agt/2011)
g). Kata berimbuhan ini sering kita temui dan digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. (D100/Sp/BK/Kam/25
Agt/2011)
commit to user
76
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
h). “Ratusan lowongan kerja, baik untuk fresh graduate maupun
mereka yang sudah berpengalaman tersedia dalam job fair
mendatang,” jelasnya dalam rilis yang diterima Espos, Rabu
(12/10). (D244/Sp/Va/Sab/15 Okt/2011)
i). Di SDN Wonosari 103, lanjutnya, sampai saat ini ada dua wadah
untuk kegiatan ekstrakurikuler (Ekskul) yaitu pramuka dan seni &
budaya. (D259/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011)
Rangkaian kata terdiri atas, berikut ini, kata adalah, merupakan, pertama,
demikian, mereka, dan yaitu merupakan bentuk-bentuk pemarkah kataforis.
Bentuk-bentuk tersebut mengungkapkan hal yang akan disebut oleh penutur
dalam suatu tuturan.
3). Merujuk pada jumlah yang banyak
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata ganti persona ketiga
jamak, mereka. Fungsi ini di antaranya terdapat dalam data berikut.
a). Selanjutnya agar anak pintar, mereka dibekali berbagai ilmu
pengetahuan dan dikembangkan jiwa seninya agar menjadi pribadi
yang luwes. (D85/Sp/Paw/Sel/23 Agt/2011)
b). … pendidikan karakter bagi siswa dengan membimbing dan
membina mereka. (D257/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011)
Kata mereka dalam data di atas menunjuk pada jumlah yang banyak
karena referen dari kata tersebut berjumlah banyak atau jamak.
4). Menyimpulkan sesuatu
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata begitu dan demikian.
Fungsi ini biasanya terletak di akhir paragraf atau wacana. Fungsi ini di antaranya
terdapat dalam data berikut.
a). Dengan demikian berarti kalimat tersebut menjadi kalimat yang
salah. (D52/Sp/BK/Kam/18 Agt/2011)
b). Dengan demikian, kata M Nuh, anggaran pendidikan dalam
APBN harus terlebih dahulu disisihkan untuk pembangunan
gedung sekolah rusak sebelum dialokasikan untuk kebutuhan yang
lain. (D114/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011)
Kata demikian dalam data di atas berfungsi untuk menyimpulkan
sesuatu. Kata tersebut sering digunakan di akhir paragraf untuk menyatakan
simpulan dari suatu paragraf atau wacana.
commit to user
77
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Deiksis Sosial
Secara umum, deiksis sosial berfungsi sebagai bentuk kesopanan dalam
berbahasa. Secara khusus, fungsi deiksis sosial ditentukan oleh konteks yang
terdapat dalam suatu tuturan. Fungsi khusus deiksis sosial ada empat, yaitu (1)
sebagai bentuk efektivitas kalimat, (2) sebagai pembeda tingkat sosial penutur
dengan mitra tutur, (3) untuk menjaga sopan santun berbahasa, dan (4) sebagai
bentuk sikap sosial kemasyarakatan antar penutur. Fungsi-fungsi deiksis sosial
yang ditemukan sebagai berikut.
1). Pembeda tingkat sosial penutur dengan mitra tutur
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata-kata yang dimaksudkan
untuk lebih menghormati seseorang atau bersikap sopan pada lawan tutur. Fungsi
ini di antaranya terdapat dalam data berikut.
a). Waka Humas dan Kerja Sama SD Al Islam 3 Gebang, Solo, Joko
S Munandar ST, dalam rilis … (D123/Sp/Va/Jum/2 Sept/2011)
b). … masuk kelas membaca surat-surat pendek,” tambah Hariyah
yang biasa disapa Bu Har. (D205/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011)
c). … pada 16 April 2005 oleh Ustad AR Sugeng Riyadi dan
almarhum Ustad Budi Prasetyo. (D270/Sp/Eks/Jum/21 Okt/2011)
Pemakaian gelar, kata Bu Har, dan ustad dalam data di atas merupakan
bentuk pembedaan tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur. Hal ini dilakukan
sebagai bentuk sopan-santun berbahasa dan untuk menghormati mitra tutur.
2). Menjaga sopan santun berbahasa
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan bahasa yang lebih halus atau
eufemisme. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga perasaan mitra tutur agar tidak
tersinggung atau agar lebih sopan didengar oleh mitra tutur. Fungsi ini di
antaranya terdapat dalam data berikut.
a). Lelaki yang senang travelling itu ternyata juga pernah menjadi
Tenaga Ahli DPRD Solo dalam Pembahasan Perda Pendidikan,
Kesetaraan Difabel, Administrasi Kependudukan, Retribusi
Daerah 2007-2010. (D224/Sp/Fi/Rab/5 Okt/2011)
b). “Bahkan ditengarai pungutan SPS juga masih ditarik dari orangtua
siswa yang masuk kategori gold atau tidak mampu.
(D234/Sp/Ar/Sel/11 Okt/2011)
commit to user
78
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bentuk-bentuk deiksis sosial dalam data di atas berfungsi untuk menjaga
sopan-santun berbahasa. Hal ini dilakukan oleh penutur agar tidak menyinggung
mitra tutur dan agar bahasa yang digunakan lebih sopan didengar oleh orang lain.
3). Bentuk sikap sosial kemasyarakatan
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata-kata tertentu yang
berhubungan dengan keadaan di masyarakat. Fungsi ini di antaranya terdapat
dalam data berikut.
a). … pada 16 April 2005 oleh Ustad AR Sugeng Riyadi dan
almarhum Ustad Budi Prasetyo. (D270/Sp/Eks/Jum/21 Okt/2011)
Kata almarhum pada data di atas merupakan bentuk sikap sosial
kemasyarakatan karena kata tersebut sering digunakan dalam masyarakat. Selain
itu, kata tersebut digunakan untuk menghormati orang yang telah meninggal
dunia.
C. Pembahasan
Berdasarkan analisis data yang telah dipaparkan di atas ditemukan
bentuk-bentuk deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos dan
fungsi pemakaiannya. Deiksis yang ditemukan terdiri atas deiksis persona, deiksis
tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Deiksis persona, tempat,
dan waktu merupakan deiksis luar-tuturan (eksofora), sedangkan deiksis wacana
merupakan deiksis dalam-tuturan (endofora). Sementara itu, deiksis sosial
merupakan deiksis tambahan yang difungsikan sebagai bentuk sopan-santun
dalam berbahasa.
Deiksis yang paling banyak ditemukan dalam wacana di halaman
Pendidikan harian Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 adalah deiksis persona
dan deiksis wacana. Hal ini disebabkan wacana di halaman Pendidikan adalah
wacana-wacana yang aktual dan faktual. Wacana di halaman Pendidikan memiliki
nilai-nilai yang penting dan layak untuk dimediamassakan karena wacana tersebut
mengandung berbagai informasi, motivasi, dan nilai-nilai dalam berbagai bidang
kehidupan. Adanya pemakaian deiksis dapat membantu pembaca untuk
memahami isi wacana di halamancommit
Pendidikan
harian Solopos.
to user
79
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Deiksis persona merupakan pengungkapan acuan atau referen sebuah
kata atau frasa dalam kategori orang atau persona. Bentuk deiksis persona dibagi
menjadi tiga, yaitu (1) bentuk persona pertama, (2) bentuk persona kedua, dan (3)
bentuk persona ketiga. Bentuk persona pertama adalah rujukan pembicara kepada
dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya. Bentuk persona kedua adalah
rujukan pembicara kepada seorang pendengar atau lebih yang hadir bersama
orang pertama. Bentuk persona ketiga adalah rujukan kepada orang yang bukan
pembicara atau pendengar ujaran itu, baik hadir maupun tidak (Cahyono; 1995:
218).
Bentuk deiksis persona pertama yang ditemukan dalam wacana di
halaman Pendidikan harian Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 adalah bentuk
saya yang merupakan bentuk persona pertama tunggal. Bentuk saya lebih banyak
ditemukan karena bentuk saya merupakan bentuk yang baku. Hal ini disebabkan
bahasa yang digunakan di harian Solopos merupakan bahasa yang baku meskipun
bahasa yang digunakan adalah bahasa jurnalistik. Selain itu, bahasa yang
digunakan dalam wacana di harian Solopos adalah bahasa yang singkat,
sederhana, dan mudah dimengerti tetapi tetap mengindahkan bahasa baku karena
wacananya merupakan wacana formal dan bentuk saya dapat digunakan dalam
situasi formal dan informal. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Purwo (1984:
22) bahwa kata saya dapat dipergunakan dalam situasi formal (misalnya, dalam
suatu ceramah, kuliah, atau di antara dua peserta tindak ujaran yang belum saling
mengenal), tetapi dapat pula dipakai dalam situasi informal, misalnya di antara
dua peserta tindak ujaran yang saling mengenal atau sudah akrab hubungannya.
Pemakaian bentuk saya pada wacana di halaman Pendidikan harian
Solopos juga digunakan untuk menyampaikan ungkapan-ungkapan langsung yang
disampaikan oleh narasumber. Oleh karena itu, bentuk saya ditemui dalam
penulisan ungkapan langsung. Hal ini dilakukan untuk menjaga netralitas penulis
berita dan untuk meyakinkan bahwa berita atau informasi yang disampaikan
benar-benar terjadi. Begitu pula dengan pemakaian kata kita dan kami dalam
wacana di halaman Pendidikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
80
digilib.uns.ac.id
Bentuk persona pertama jamak yang ditemukan adalah kami dan kita.
Purwo (1984: 24) menyatakan bahwa kita merupakan bentuk inklusif atau
gabungan antara persona pertama dan kedua, sedangkan kami merupakan
gabungan antara persona pertama dan ketiga. acuan bentuk kami adalah penutur
yang jumlahnya lebih dari satu orang dan ikut terlibat langsung dalam peristiwa
bahasa. Sementara bentuk kita, acuannya adalah penutur dan mitra tutur yang
terlibat secara langsung dalam peristiwa bahasa yang jumlahnya lebih dari satu
orang. Hal ini sebagaimana terdapat dalam kalimat berikut.
1. “Tahun sebelumnya kita pernah membuat kerajinan dari botol
bekas dan bambu. (D288/Sp/Paw/Sel/25 Okt/2011)
2. Dulu, kami pindah-pindah hingga lima kali karena belum punya
gedung sampai akhirnya 2003 punya gedung di sini,” ujar Kepala
TK Aisyiyah Karangasem, Mufti Muflihatun SPd yang diamini
Pengelola KB Aisyiyah Karangasem, Dra Hariyah Indradadi saat
ditemui Espos, Senin (3/10). (D202/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011)
Kata kita dan kami pada kedua kalimat di atas merupakan bentuk persona pertama
jamak. Kata kita pada kalimat (1) mengacu pada penutur, yaitu Tri Hastuti beserta
mitra tutur yang berkelompok, yaitu pengelola SDN Tambak Boyo 3 Tawangsari,
Sukoharjo. Sementara kata kami pada kalimat (2), acuannya adalah Mufti
Muflihatun dan Hariyah Indradadi beserta seluruh warga sekolah Kelompok
Bermain (KB) dan Taman Kanak-kanak (TK) Aisyiyah Karangasem, Laweyan,
Solo.
Bentuk kami dan kita juga banyak digunakan dalam penulisan wacana di
halaman Pendidikan. Hal ini dikarenakan isi wacana di halaman Pendidikan
merupakan informasi dari sekelompok orang yang terlibat dalam peristiwa yang
disampaikan dalam wacana tersebut. Pemakaian bentuk kami dan kita
dimaksudkan untuk menyampaikan suara atau informasi dari sekelompok orang
yang disuarakan oleh seseorang sebagai perwakilan kelompok dalam sebuah
tulisan. Ini merupakan salah satu karakteristik bahasa wacana di surat kabar.
Bentuk persona kedua tunggal yang ditemukan adalah leksem
kekerabatan dan leksem jabatan. Bentuk persona kedua tunggal yang lain, seperti
engkau, kamu, bentuk terikat –mu, anda, dan saudara tidak ditemukan. Demikian
commit
to user
pula bentuk persona kedua jamak,
seperti
kamu sekalian dan kalian juga tidak
perpustakaan.uns.ac.id
81
digilib.uns.ac.id
ditemukan. Hal ini karena data dalam penelitian ini hanya diambil dari wacana di
halaman Pendidikan harian Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 yang
merupakan bentuk wacana formal. Bentuk leksem kekerabatan yang ditemukan
adalah bentuk ibu, suami, dan ayah. Sementara untuk leksem jabatan, bentuk yang
ditemukan adalah pelaksana, pejabat, kepala, pembina, dekan, direktur, menteri,
presiden, rektor, tenaga ahli, dan guru. Bentuk-bentuk tersebut di antaranya
terdapat dalam kalimat berikut.
3. Misalnya saja sebelum masuk kelas membaca surat-surat pendek,”
tambah Hariyah yang biasa disapa Bu Har. (D205/Sp/Paw/Sel/4
Okt/2011)
4. Hal ini seperti pengalaman Dekan Fakultas Ekonomi,
Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Dr Wisnu Untoro MS.
(D89/Sp/Fi/Rab/24 Agt/2011)
5. Menteri Pendidikan Nasional M Nuh berharap instruksi presiden
(Inpres) tentang perbaikan gedung sekolah rusak bisa keluar pada
September 2011 sebelum pembahasan RAPBN 2012 yang akan
dimulai pada Oktober 2011. (D109/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011)
Penggunaan leksem kekerabatan dan leksem jabatan pada kalimat-kalimat
tersebut merupakan bentuk deiksis karena referennya berpindah-pindah sesuai
dengan persona yang diacu. Untuk leksem jabatan nama jabatan mungkin tidak
berubah, tetapi orang yang memegang jabatan tersebut mungkin berganti pada
waktu tertentu. Kata Bu Har pada kalimat (3) mengacu pada Hariyah. Kata Dekan
Fakultas Ekonomi pada kalimat (4) mengacu pada Wisnu Untoro, sedangkan
Menteri Pendidikan Nasional pada kalimat (5) mengacu pada M Nuh.
Bentuk persona ketiga yang ditemukan adalah ia, dia, dan bentuk terikat
–nya untuk bentuk persona tunggal. Sementara untuk bentuk jamaknya ditemukan
bentuk mereka. Bentuk-bentuk tersebut digunakan oleh penutur untuk mengacu
pada orang yang menjadi objek pembicaraan baik ikut terlibat langsung ataupun
tidak dalam suatu peristiwa bahasa. Bentuk ia dan dia yang ditemukan dalam
wacana di halaman Pendidikan merujuk pada insan atau orang. Ini sesuai dengan
pernyataan Purwo (1984: 26) bahwa bentuk ia dan dia secara eksoforis hanya
dapat menunjuk pada orang. Begitu pula dengan bentuk terikat –nya dan bentuk
jamak mereka yang ditemukan pada penelitian ini juga mengacu pada persona
commit to user
atau orang.
82
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Deiksis kedua yang ditemukan adalah deiksis tempat atau deiksis ruang.
Deiksis ruang merupakan pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta dalam
peristiwa tindak bahasa (Cahyono; 1995: 218). Bentuk deiksis tempat yang
ditemukan berupa leksem bukan verba, yaitu setempat dan pronomina
demonstratif lokatif. Pronomina demonstratif lokatif yang ditemukan adalah sini
dan sana. Kata sini menunjuk pada tempat yang dekat dari pembicara, sedangkan
kata sana menunjuk pada tempat yang jauh dari pembicara. Hal ini sebagaimana
diungkapkan oleh pakar deiksis, Prof. Dr. Sumarlam, M.S., bahwa pronomina
demonstratif lokatif dibagi menjadi empat, yaitu dekat dengan pembicara, agak
dekat atau agak jauh dari pembicara, jauh dari pembicara, dan eksplisit. Untuk
pronomina demonstratif lokatif dekat dengan pembicara digunakan kata ini atau
sini, agak dekat atau agak jauh digunakan kata itu atau situ, jauh dari pembicara
digunakan kata sana, sedangkan bentuk eksplisit contohnya Sala, Yogya. Dari
keempat bentuk tersebut, bentuk eksplisit tidak termasuk deiksis. Sementara itu,
bentuk yang lain merupakan deiksis karena untuk mengetahui acuan atau referen
dari pemakaian bentuk tersebut pembaca harus mengetahui posisi penutur.
Deiksis ketiga yang ditemukan adalah deiksis waktu yang merupakan
rujukan pada waktu yang dimaksud penutur dalam peristiwa bahasa. Menurut
Cahyono (1995: 218) deiksis waktu adalah pemberian bentuk pada rentang waktu
seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa. Bentuk deiksis waktu
yang ditemukan berupa leksem ruang yang menyatakan waktu, leksem waktu, dan
penambahan kata ini atau itu yang dirangkaikan pada leksem waktu. Leksem
ruang yang menyatakan waktu adalah depan dan lalu. Kata tersebut secara harfiah
dan lahiriah menyatakan ruang, tetapi dalam konteks tertentu dapat menyatakan
waktu. Kata depan dan lalu yang menyatakan waktu terdapat dalam kalimat
berikut.
6. “Tahun ajaran depan (2012/2013-red) mungkin gedungnya
sudah dapat digunakan,” … (D213/Sp/Paw/Sel/4 Okt/2011)
7. Anggota KIR dan Mading, ungkapnya, tahun lalu mengadakan
pertemuan rutin sepekan sekali pada Selasa pukul 14.00-15.30
WIB. (D27/Sp/Eks/Jum/5 Agt/2011)
commit to user
83
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kata depan pada ungkapan tahun ajaran depan dalam kalimat (6) mengacu pada
waktu yang akan datang, yaitu tahun ajaran 2012/2013. Sementara itu, kata lalu
pada ungkapan tahun lalu dalam kalimat (7) mengacu pada waktu lampau, yaitu
tahun 2010.
Leksem waktu yang ditemukan adalah sekarang, dulu, nanti, dan kini.
Sementara untuk penambahan kata ini atau itu pada leksem waktu bentuk yang
ditemukan adalah saat ini, tahun ini, Agustus ini, Lebaran ini, tahun ajaran ini,
dan saat itu. Selain bentuk-bentuk tersebut juga ditemukan bentuk-bentuk yang
lain, yaitu belum lama ini, medio, akhir, awal, lima tahun terakhir, dan tahun
sebelumnya. Pemakaian leksem waktu tersebut dalam wacana di halaman
Pendidikan harian Solopos karena kata-kata tersebut menunjukkan jangkauan
waktu. Hal itu disebabkan isi wacana yang disampaikan merupakan berita-berita
yang aktual dan faktual. Dalam penelitian ini juga ditemukan bentuk leksem
waktu yang bersifat eksoforis, tetapi berubah menjadi bersifat endoforis. Ini
seperti terdapat dalam kalimat berikut.
8. Nantinya, guru dapat mempersiapkan untuk ujian nasional.
(D252/Sp/Paw/Sel/18 Okt/2011)
Kata nantinya dalam kalimat tersebut merupakan endofora. Kata tersebut
mengacu pada ujian nasional. Kata nanti seharusnya bersifat eksoforis, tetapi
ketika digabungkan dengan bentuk terikat –nya, seperti pada kalimat di atas, kata
tersebut berubah menjadi bersifat endoforis. Ini sebagaimana diungkapkan oleh
Purwo (1984: 94) bahwa dalam rangkaian dengan bentuk –nya leksem waktu yang
semula eksoforis menjadi endoforis.
Deiksis wacana merupakan rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam
wacana yang telah diberikan dan/atau sedang dikembangkan (Nababan; 1997: 42).
Deiksis wacana terbagi menjadi dua, yaitu anafora dan katafora. Cahyono (1995:
218) mengemukakan bahwa anafora adalah penunjukan kembali kepada sesuatu
yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana, sedangkan katafora adalah
penunjukan ke sesuatu yang disebut kemudian. Anafora dan katafora dapat
diungkapkan dengan bentuk persona, bentuk bukan persona, dan konstituen nol.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
84
digilib.uns.ac.id
Dalam penelitian ini bentuk pemarkah anaforis dan kataforis yang
ditemukan adalah bentuk persona dan bentuk bukan persona. Bentuk pemarkah
anaforis yang ditemukan adalah bentuk itu, ia, mereka, ini, tersebut, hal ini, hal
itu, demikian, dan bentuk terikat –nya. Sementara untuk bentuk pemarkah
kataforis, bentuk yang ditemukan adalah bentuk terdiri atas, adalah, merupakan,
pertama, berikut ini, demikian, ini, yakni, yaitu, dan mereka. Berdasarkan analisis
data ditemukan dua bentuk pemarkah yang dapat kataforis dan anaforis, yaitu kata
ini, demikian, dan mereka. Hal ini sebagaimana terdapat dalam kalimat berikut.
9a. (Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo berusaha merangsang
minat dosen untuk menulis dengan memberikan sejumlah
insentif.) Harapannya kebijakan ini akan meningkatkan jumlah
karya dosen UNS. (D187/Sp/Ar/Kam/29 Sept/2011)
9b. Kata berimbuhan ini sering kita temui dan digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. (Penulis menemui banyak orang
menggunakan kata merubah ...) (D100/Sp/BK/Kam/25 Agt/2011)
10a. (Bagi Ica, kemampuan mengaji telah terlatih semenjak
orangtuanya mendatangkan ustazah ke rumahnya.) Meski
demikian, mengaji di rumah … (D177/Sp/Fi/Rab/21 Sept/2011)
10b. Dengan demikian, kata M Nuh, anggaran pendidikan dalam
APBN harus terlebih dahulu disisihkan untuk pembangunan
gedung sekolah rusak sebelum dialokasikan untuk kebutuhan
yang lain. (D114/Sp/Ar/Kam/1 Sept/2011)
11a. (“Khusus SMA berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI) …) Pasalnya mereka telah menerima bantuan lain yang
lebih besar,” … (D9/Sp/Ar/Sel/2 Agt/2011)
11b. “Ratusan lowongan kerja, baik untuk fresh graduate maupun
mereka yang sudah berpengalaman tersedia dalam job fair
mendatang,” jelasnya dalam rilis yang diterima Espos, Rabu
(12/10). (D244/Sp/Va/Sab/15 Okt/2011)
Kata ini, demikian, dan mereka dalam kalimat-kalimat tersebut merupakan bentuk
anafora dan katafora. Kata ini pada kalimat (9a) merupakan anafora, sedangkan
pada kalimat (9b) merupakan katafora. Begitu pula dengan kata demikian dan
mereka pada kalimat (10a dan 10b) serta (11a dan 11b). Kata demikian pada
kalimat (10a) merupakan anafora, sedangkan pada kalimat (10b) merupakan
katafora. Sementara kata mereka pada kalimat (11a) merupakan anafora dan pada
kalimat (11b) merupakan katafora.
Bentuk deiksis terakhir yang ditemukan adalah deiksis sosial. Deiksis
commit to user
sosial merupakan pengungkapan realita sosial dalam tindak bahasa yang
perpustakaan.uns.ac.id
85
digilib.uns.ac.id
dilakukan oleh penutur kepada mitra tutur. Bentuk deiksis sosial yang ditemukan
adalah bentuk honorifics dan eufemisme. Honorifics merupakan bentuk sopansantun berbahasa, sedangkan eufemisme merupakan penghalusan kata-kata yang
digunakan. Bentuk honorifics yang ditemukan adalah kata sapaan dan penggunaan
gelar. Sementara untuk eufemisme, bentuk yang ditemukan adalah kata kaum
duafa, difabel, tidak mampu, dan almarhum.
Bentuk-bentuk deiksis tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda dalam
pemakaiannya. Secara umum, deiksis berfungsi untuk membantu pembaca
memahami isi wacana. Secara khusus, setiap deiksis mempunyai fungsi yang
berbeda-beda. Perbedaan fungsi tersebut dipengaruhi oleh konteks yang ada
dalam setiap kalimat.
Deiksis yang pertama, deiksis persona, mempunyai tujuh fungsi. Deiksis
persona yang ditemukan dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos
edisi Agustus – Oktober 2011 memiliki tujuh fungsi tersebut. Fungsi pertama
adalah merujuk pada orang yang berbicara. Fungsi ini ditunjukkan dengan
penggunaan bentuk persona pertama tunggal, yaitu saya. Fungsi kedua adalah
merujuk pada orang yang dibicarakan. Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan
bentuk persona ketiga tunggal, yaitu kata ia, dia, dirinya, dan bentuk terikat –nya.
Fungsi ketiga adalah menunjukkan perbedaan tingkat sosial antara penutur dan
mitra tutur. Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan bentuk persona kedua
tunggal, yaitu leksem kekerabatan. Fungsi keempat adalah menunjukkan bentuk
eksklusif yang ditunjukkan dengan penggunaan bentuk kami. Fungsi kelima
adalah menunjukkan bentuk inklusif dengan menggunakan kata kita. Fungsi
keenam adalah menunjukkan bentuk jamak dengan menggunakan kata mereka.
Terakhir, fungsi ketujuh adalah menunjukkan jabatan yang dimiliki seseorang.
Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan leksem jabatan.
Deiksis kedua, deiksis tempat, mempunyai tiga fungsi. Dalam wacana di
halaman Pendidikan harian Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 ditemukan dua
fungsi pemakaian deiksis tempat. Fungsi pertama adalah menunjuk pada tempat
yang dekat dengan pembicara. Fungsi ini ditunjukkan dengan pemakaian kata sini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
86
digilib.uns.ac.id
Fungsi yang kedua adalah menunjuk pada tempat yang jauh dari pembicara.
Fungsi ini ditunjukkan dengan pemakaian kata sana dan setempat.
Deiksis ketiga, deiksis waktu, memiliki lima fungsi. Dalam penelitian ini
ditemukan empat fungsi pemakaian deiksis waktu. Fungsi pertama adalah
merujuk pada saat tuturan yang ditunjukkan dengan pemakaian kata sekarang,
kini, dan penambahan kata ini pada leksem waktu. Fungsi kedua adalah merujuk
pada waktu lampau atau sebelum saat tuturan yang ditunjukkan dengan
pemakaian kata dulu, penambahan kata itu pada leksem waktu dan pemakaian
leksem ruang lalu, serta penggunaan kata atau gabungan kata yang menyatakan
waktu lampau seperti tahun sebelumnya. Fungsi ketiga adalah merujuk pada
waktu sesudah saat tuturan. Fungsi ini ditunjukkan dengan pemakaian kata nanti,
leksem ruang depan, dan leksem waktu atau kata yang menyatakan waktu dengan
didahului kata akan. Fungsi keempat adalah menggambarkan kejadian yang
faktual atau pungtual. Fungsi ini ditunjukkan dengan pemakaian rangkaian kata
belum lama ini dan pemakaian leksem waktu yang dapat dibuktikan
kebenarannya.
Deiksis keempat, deiksis wacana, memiliki lima fungsi. Dalam wacana di
halaman Pendidikan harian Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 ditemukan
empat fungsi pemakaian deiksis wacana. Fungsi pertama adalah merujuk pada hal
yang telah disebut (anafora). Fungsi ini ditunjukkan dengan pemakaian kata itu,
ini, tersebut, demikian, bentuk terikat –nya, serta leksem persona ia dan mereka.
Fungsi kedua adalah merujuk pada hal yang akan disebut (katafora). Fungsi ini
ditunjukkan dengan pemakaian kata terdiri atas, adalah, merupakan, pertama,
berikut ini, demikian, ini, yaitu, yakni, dan leksem persona mereka. Fungsi ketiga
adalah merujuk pada jumlah yang banyak yang ditunjukkan dengan pemakaian
leksem persona mereka. Fungsi keempat adalah menyimpulkan sesuatu yang
ditunjukkan dengan pemakaian kata demikian.
Deiksis yang terakhir, deiksis sosial mempunyai empat fungsi. Dalam
wacana di halaman Pendidikan ditemukan tiga fungsi pemakaian deiksis sosial.
Fungsi pertama adalah sebagai pembeda tingkat sosial penutur dengan mitra tutur.
to user
Fungsi ini ditunjukkan dengan commit
pemakaian
gelar dan penggunaan kata ustad.
perpustakaan.uns.ac.id
87
digilib.uns.ac.id
Fungsi kedua adalah untuk menjaga sopan-santun berbahasa yang ditunjukkan
dengan pemakaian bentuk eufemisme atau bahasa yang lebih halus, seperti
difabel, tidak mampu, dan kaum duafa. Fungsi ketiga adalah sebagai bentuk sikap
sosial kemasyarakatan yang ditunjukkan dengan pemakaian kata-kata yang
berhubungan dengan keadaan di masyarakat, seperti pemakaian kata almarhum.
Bentuk-bentuk deiksis dan fungsi pemakaiannya berhubungan erat
dengan penulisan wacana. Ini dikarenakan dalam setiap wacana pasti terdapat
deiksis. Deiksis menduduki setiap bagian kalimat. Deiksis persona menduduki
bagian subjek dan objek. Deiksis tempat dan waktu menduduki bagian
keterangan, yaitu keterangan tempat dan keterangan waktu. Deiksis wacana
digunakan sebagai konjungsi antarkalimat. Sementara deiksis sosial dapat melekat
pada subjek, objek, maupun pelengkap karena deiksis sosial merupakan deiksis
tambahan dan tidak selalu ada dalam wacana.
Selain itu, dalam wacana juga terdapat unsur 5W + 1H, terutama dalam
berita. Berkaitan dengan unsur 5W + 1H, deiksis memiliki hubungan yang erat
dengan unsur tersebut. Deiksis persona berhubungan dengan unsur who. Deiksis
tempat berhubungan dengan unsur where. Deiksis waktu berhubungan dengan
unsur when. Deiksis wacana berhubungan dengan unsur what, why, dan how
karena deiksis wacana merupakan deiksis yang selalu ada dalam wacana dan
digunakan sebagai konjungsi antarkalimat.
Deiksis selalu berhubungan dengan wacana. Hal ini sebagaimana
diungkapkan di atas bahwa deiksis menduduki bagian kalimat dan berhubungan
dengan unsur 5W + 1H. Deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian
Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 juga memiliki hubungan tersebut. Deiksis
tersebut juga menduduki bagian kalimat dan berhubungan dengan unsur 5W + 1H.
Oleh karena itu, wacana di halaman Pendidikan harian Solopos dapat digunakan
sebagai bahan ajar dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia.
Bahasa yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian
Solopos juga sederhana dan mudah dimengerti. Ini sebagaimana diungkapkan oleh
pembaca harian Solopos, Yuli Kusumawati, S.S., bahwa bahasa dalam wacana di
commit
to user dan cukup mudah dimengerti.
halaman Pendidikan harian Solopos
itu sederhana
88
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selain itu, bahasanya juga santun karena salah satu fungsi surat kabar adalah
untuk mendidik. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Redaktur
Solopos, Ivan Indrakesuma, bahwa bahasa jurnalistik juga berfungsi mendidik
sehingga bahasa yang digunakan santun dan mudah dimengerti oleh pembaca,
termasuk masyarakat awam. Dengan demikian, wacana di halaman Pendidikan
harian Solopos dapat dijadikan sebagai salah satu bahan ajar dalam pembelajaran
bahasa Indonesia terutama pada kegiatan pembelajaran dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang membahas unsur berita. Selain itu, deiksis
juga dapat disampaikan pada pembelajaran mengarang karena deiksis pasti
terdapat dalam wacana.
commit to user
89
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan analisis data mengenai pemakaian deiksis dalam wacana di
halaman Pendidikan harian Solopos edisi Agustus – Oktober 2011 dapat ditarik
simpulan sebagai berikut.
1. Bentuk-bentuk deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos
edisi Agustus – Oktober 2011 dikelompokkan menjadi lima, yaitu deiksis
persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial.
Bentuk-bentuk deiksis persona yang digunakan adalah kata ganti persona
berupa bentuk persona pertama tunggal, bentuk persona pertama jamak.
bentuk persona kedua tunggal, bentuk persona ketiga tunggal, dan bentuk
persona ketiga jamak. Bentuk-bentuk deiksis tempat (ruang) yang digunakan
adalah leksem bukan verba, dan pronomina demonstratif lokatif. Bentukbentuk deiksis waktu yang digunakan adalah leksem waktu, leksem ruang,
serta penambahan kata ini dan itu pada leksem waktu. Bentuk-bentuk deiksis
wacana yang ditemukan dibagi menjadi dua, yaitu anafora dan katafora.
Bentuk-bentuk anafora yang digunakan adalah leksem persona dan leksem
bukan persona. Bentuk-bentuk katafora yang digunakan adalah leksem
persona dan leksem bukan persona. Bentuk-bentuk deiksis sosial yang
ditemukan adalah penggunaan gelar, kata sapaan, serta bentuk eufemisme.
2. Fungsi-fungsi deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos
edisi Agustus – Oktober 2011 disesuaikan dengan konteks dalam wacana
tersebut. Fungsi deiksis persona yang ditemukan adalah (a) merujuk pada
orang yang berbicara; (b) merujuk pada orang yang dibicarakan; (c)
menunjukkan perbedaan tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur; (d)
menunjukkan bentuk eksklusif; (e) menunjukkan bentuk inklusif; (f)
menunjukkan bentuk jamak; dan (g) menunjukkan jabatan yang dimiliki
seseorang. Fungsi deiksis tempat yang ditemukan adalah (a) menunjuk pada
commit to user
tempat yang dekat dengan pembicara;
dan (b) menunjuk pada tempat yang
90
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jauh dari pembicara. Fungsi deiksis waktu yang ditemukan adalah (a) merujuk
pada saat tuturan; (b) merujuk pada waktu lampau atau sebelum saat tuturan;
(c) merujuk pada waktu sesudah saat tuturan; dan (d) menggambarkan
kejadian yang faktual atau pungtual. Fungsi deiksis wacana yang ditemukan
adalah (a) merujuk pada hal yang telah disebut (anafora); (b) merujuk pada hal
yang akan disebut (katafora); (c) merujuk pada jumlah yang banyak; dan (d)
menyimpulkan sesuatu. Terakhir, fungsi deiksis sosial yang ditemukan adalah
(a) sebagai pembeda tingkat sosial penutur dengan mitra tutur; (b) untuk
menjaga sopan-santun berbahasa; dan (c) sebagai bentuk sikap sosial
kemasyarakatan.
B. Implikasi
Berdasarkan simpulan hasil penelitian dapat dirumuskan beberapa
implikasi sebagai berikut.
1. Bentuk-bentuk deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos
berimplikasi bahwa wacana tersebut merupakan berita yang aktual dan
faktual. Wacana tersebut dapat dikaitkan dengan hal-hal yang sedang terjadi
dan sedang dibicarakan oleh masyarakat. Pemakaian deiksis dalam wacana di
halaman Pendidikan harian Solopos merupakan hal yang tepat karena dapat
mendukung keaktualan informasi yang disampaikan dalam wacana tersebut.
Ini disebabkan deiksis mengungkapkan berbagai hal yang melingkupi suatu
tuturan termasuk wacana. Pengungkapan tersebut disebabkan adanya konteks
dalam wacana.
2. Fungsi-fungsi deiksis yang ditemukan dalam wacana di halaman Pendidikan
harian Solopos berimplikasi dengan adanya berbagai konteks yang melingkupi
sebuah tuturan. Konteks tersebut membantu pembaca untuk memahami isi
wacana dalam surat kabar. Konteks selalu terdapat dalam wacana. Dengan
demikian, pemahaman terhadap konteks wacana juga berpengaruh terhadap
pemahaman isi wacana.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
91
digilib.uns.ac.id
3. Hasil penelitian ini juga berimplikasi pada dunia pendidikan.
a. Pemakaian deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos
dapat dijadikan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Guru dapat menggunakan wacana di halaman Pendidikan harian Solopos
sebagai contoh dalam pembelajaran berita atau menulis. Hal ini
disebabkan dalam penulisan karangan pasti terdapat deiksis sehingga
pemberian contoh wacana tersebut dapat membantu siswa untuk
memahami materi yang disampaikan.
b. Pemakaian deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos
dapat dijadikan sebagai materi ajar dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Guru dapat menggunakan wacana tersebut sebagai bahan bacaan bagi
siswa dalam pembelajaran dengan materi berita, terutama di kelas VI SD,
kelas VII dan VIII SMP, serta kelas X dan XI SMA. Wacana di halaman
pendidikan harian Solopos memiliki bahasa yang sederhana sehingga
dapat mudah dipahami oleh setiap pembaca termasuk siswa.
c. Variasi pemakaian deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian
Solopos mengharuskan guru memiliki strategi yang baik ketika
menggunakan wacana tersebut sebagai materi ajar. Guru dapat
menyesuaikan antara unsur berita yang dibahas dengan bentuk deiksis
yang terdapat dalam wacana. Hal ini dikarenakan deiksis berhubungan
dengan unsur berita. Misalnya ketika membahas contoh konjungsi
antarkalimat, guru dapat menggunakan bentuk deiksis wacana dengan
terlebih dahulu meminta siswa membaca wacana dan memahami isinya.
d. Pemakaian deiksis dalam wacana tersebut dapat dijadikan sebagai
alternatif bahan belajar bagi siswa. Wacana tersebut dapat digunakan
siswa sebagai contoh ketika mempelajari materi bahasa Indonesia terutama
dalam kegiatan pembelajaran menulis. Selain itu, siswa juga dapat
menggunakannya untuk mempelajari unsur-unsur berita dalam suatu
wacana.
e. Wacana di halaman Pendidikan harian Solopos dapat digunakan sebagai
commit
to user Dalam pembelajaran bahasa
media pembelajaran bahasa
Indonesia.
92
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Indonesia guru dapat menggunakan wacana tersebut sebagai media
pembelajaran. Hal ini disebabkan wacana tersebut mengandung deiksis
yang berhubungan dengan unsur berita. Selain itu, bahasa dalam wacana
tersebut merupakan bahasa baku.
f. Wacana di halaman Pendidikan harian Solopos dapat digunakan sebagai
contoh bagi dosen dalam perkuliahan Pragmatik dan Analisis Wacana di
perguruan tinggi. Dosen juga dapat menggunakan wacana tersebut sebagai
tugas dalam mata kuliah tersebut agar mahasiswa dapat lebih memahami
materi deiksis yang diberikan.
C. Saran
Berdasarkan simpulan dapat disampaikan beberapa saran kepada
berbagai pihak berikut.
1. Bagi redaktur
Hendaknya redaktur dalam menulis wacana di halaman Pendidikan harian
Solopos menggunakan deiksis yang bervariasi. Hal ini bertujuan agar pembaca
mudah memahami informasi dalam wacana di surat kabarnya. Selain itu,
pemahaman terhadap acuan dari deiksis yang terdapat dalam wacana
berpengaruh terhadap pemhaman isi wacana. Oleh karena itu, pemakaian
deiksis yang bervariasi dapat memudahkan pembaca untuk memahami isi
wacana karena pembaca dapat lebih jelas untuk menentukan acuan dari deiksis
yang terdapat dalam wacana sesuai dengan pengetahuan masing-masing
pembaca.
2. Bagi pembaca
Hendaknya pembaca memperhatikan adanya unsur luar bahasa yang turut
mempengaruhi makna sebuah tuturan. Unsur luar bahasa tersebut merupakan
sebuah konteks yang melingkupi kalimat tersebut. Peran konteks dalam
wacana sangat penting untuk memahami isi wacana. Hal ini disebabkan
konteks merupakan wujud dari unsur luar bahasa yang melingkupi suatu
wacana. Unsur luar bahasa tersebut menjadi salah satu faktor untuk
commit to user
memahami acuan deiksis.
93
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Bagi guru dan dosen bahasa Indonesia
Hendaknya guru bahasa Indonesia kelas VI SD, VII dan VIII SMP, serta X
dan XI SMA dapat memanfaatkan deiksis sebagai materi pembelajaran
menulis atau kegiatan pembelajaran dengan materi berita. Hal ini disebabkan
wacana di halaman Pendidikan harian Solopos menggunakan bahasa yang
baku. Selain itu, pemberian contoh yang nyata dapat membantu siswa
memahami materi yang diberikan. Sementara itu, dalam pembelajaran
Pragmatik dan Analisis Wacana di perguruan tinggi dosen dapat menggunakan
wacana di halaman Pendidikan harian Solopos sebagai contoh. Ini dikarenakan
bentuk-bentuk deiksis dalam wacana tersebut yang bervariasi dan mahasiswa
akan lebih mudah memahami materi yang diberikan dengan pemberian contoh
nyata yang sering dihadapi.
commit to user
Download