8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Pratama et.al (2012) dari Universitas Riau
yang berjudul “Pengaruh Bimbingan Kelompok Terhadao Peningkatan
Konsep Diri Siswa yang Orang Tuanya Berpendidikan Rendah Kelas VII di
SMP Negeri 1 Siak Hulu Tahun Ajaran 2012-2013”. Penelitian ini bertujuan
untuk a) untuk mengetahui gambaran konsep diri sebelum diberikan
bimbingan kelompok b) Untuk mengetahui peningkatan gambaran konsep
diri setalah diberikan bimbingan kelompok c) Untuk mengetahui pengaruh
konsep diri siswa sebelum dan setelah diberikan bimbingan kelompok.
Populasi Penelitian ini adalah Siswa kelas VII SMP N 1 Siak Hulu Tahun
Ajaran 2012/2013 yang berjumlah 71 Orang siswa. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode experimental yakni metode yang
digunakan untuk menguji sebab-akibat dari suatu peristiwa.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan diatas,maka dapat
ditarik kesimpulan dari penelitian ini yaitu:
1. Sebelum diberikan layanan bimbingan kelompok kelas VII SMP Negeri 1
Siak Hulu yang memiliki konsep diri pada umumnya berada pada kategori
Rendah.
2. Sesudah diberikan layanan bimbingan kelompok terhadap siswa kelas VII
SMP Negeri 1 Siak Hulu yang memiliki konsep diri terjadi peningkatan
yang signifikan pada umumnya Relatif Sedang dan Tinggi
8
3. Berdasarkan hasil perhitungan koefisien determinan diperoleh sumbangan
yang besar layanan bimbingan kelompok terhadap peningkatan skor
konsep diri siswa kelas VII SMP Negeri 1 Siak Hulu.
4. Terdapat perbedaan yang signifikan antara konsep diri siswa sebelum dan
sesudah pelaksanaan layanan bimbingan kelompok dikelas VII SMP
Negeri 1 Siak Hulu.
Selanjutnya penelitian terdahulu berikutnya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Indrayanti (2011) yang berjudul “Pengaruh Bimbingan dan
Konseling terhadap Motivasi Belajar Siswa SMP Babus Salam Cimone
Tangerang. Permasalahan yang diangkat oleh Indrayanti adalah (1)
bagaimana motivasi belajar siswa di SMP Babus Salam Cimone Tangerang,
(2) apa saja pelayanan bimbingan konseling yang diberikan sekolah, dan (3)
seberapa besar pengaruh layanan bimbingan konseling terhadap motivasi
belajar siswa SMP Babus Salam Cimone Tangerang. Populasi dalam
penelitian ini adalah siswa SMP Babus Salam Cimone Tangerang sebanyak
303 orang, sementara sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 orang siswa
dan 27 orang guru SMP Babus Salam Cimone Tangerang. Teknik yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik observasi, wawancara dan
angket.
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh bimbingan dan konseling
terhadap motivasi belajar siswa yaitu berpengaruh positif. Selanjutnya dengan
nilai signifikansi 95% dan 99% diperoleh kesimpulan bahwa motivasi belajar
siswa SPM Babus Salam Cimone Tangerang dipengaruhi oleh bimbingan dan
konseling.
9
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini dirangkum dalam tabel
2.1 tentang penelitian terdahulu sebagai berikut.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Perbedaan
1.
Pratama et.al
(2012)
Berasal dari
Universitas Riau
Pengaruh
Bimbingan
Kelompok
Terhadao
Peningkatan
Konsep Diri Siswa
yang Orang
Tuanya
Berpendidikan
Rendah Kelas VII
di SMP Negeri 1
Siak Hulu Tahun
Ajaran 2012-2013
Menggunakan metode
penelitian dengan jenis
penelitian eksperimental
.analisis bentuk one group
pres-test dan post test
design. Sedangkan peneliti
nantinya akan
menggunakan jenis
penelitian kausal dengan
analisis data regresi linier
sederhana
2.
Indrayanti
(2011) berasal
dari Universitas
Islam Negeri
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
Pengaruh
Bimbingan dan
Konseling terhadap
Motivasi Belajar
Siswa SMP Babus
Salam Cimone
Tangerang
Penelitian Indrayanti
(2011) menggunakan
sampel berasal dari siswa
dan guru, kemudian data
diperoleh dengan teknik
observasi, wawancara dan
angket. Sedangkan
penelitian yang akan
dilakukan peneliti nantinya
sampel yang digunakan
adalah murni dari siswa
(sehingga mengetahui
benar apa yang dipikirkan
siswa tentang bimbingan
dan konseling yang ada di
sekolah), kemudian teknik
pengumpulan data hanya
sebatas dokumentasi dan
kuesioner
10
Persam
aan
Pembaha
san
dalam
lingkung
an
bimbing
an dan
konselin
g dalah
lingkup
bimbing
an
kelompo
k
Variabel
bebas
yang
digunaka
n adalah
pengaru
h
layanan
bimbing
an
konselin
g dan
variabel
terikat
yang
digunaka
n adalah
motivasi
belajar
siswa
2.
Peneliti (Supa’i)
Pengaruh Layanan
bimbingan dan
Konseling
Twrhadap
Motivasi Belajar
siswa di SMAN 1
Driyorejo Gresik
Penelitian yang dilakukan
peneliti nantinya akan
difokuskan pada bagaimana
cara Bimbingan dan
Konseling akan
mempengaruhi motivasi
belajar sisa. Sehingga
denganadanya penelitian
ini, dapat membawa
manfaat bagi guru-guru
agar lebih memanfaatkan
keberadaan bimbingan dan
konseling dalam
memotivasi belajar siswa di
kelasnya masing-masing.
2.1. Landasan Teori
2.2.1. Motivasi Belajar (Y)
A. Pengertian Motivasi Belajar
Motif merupakan konstruk yang menjelaskan mengapa
seseorang melakukan apa yang mereka lakukan. Motif merupakan
kebutuhan atau keinginan umum yang mendorong individu untuk
memulai serangkaian tindakan yang memiliki tujuan. Motivasi
merupakan konstruksi teoritis yang menjelaskan suatu inisiasi, arahan,
intensitas, dan kegigihan serta kualitas perilaku terutama perilaku
mengarahkan tujuan (Brophy, 2010:3).
Kata motif diartikan sebagai daya yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak
dari dalam dan luar subyek untuk melakukan aktivitas – aktivitas
tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan
sebagai suatu kondisi intern (kesiap siagaan). Berasal dari kata motif
tersebut, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang
11
telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat saat tertentu, terutama
bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat atau mendesak. Sabri
(2007:128) menunjukkan bahwa motif adalah dorongan atau kekuatan
dalam diri seseorang yang mendorong orang untuk bertingkah laku atau
berbuat sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan Sardiman (2006: 74) mendefinisikan motivasi
adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan
munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya
tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan tersebut mengandung tiga
elemen penting yaitu:
1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri
setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa
beberapa perubahan energi dalam sistem yang ada pada organisme
manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun
motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan
menyangkut kegiatan fisik manusia
2. Motivasi ditandai dengan adanya rasa atau feeling,afeksi seseorang.
Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan–persoalan kejiwaan,
afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.
3. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam
hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan.
Motivasi memang muncul dalam diri manusia, tetapi kemunculannya
karena adanya dorongan oleh adanya unsur lain,
12
dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal
kebutuhan
Dalam konteks ruang kelas, konsep motivasi siswa digunakan
untuk menjelaskan tingkat dimana siswa memberikan perhatian dan
upaya dalam berbagai cara untuk mencapai sesuatu, baik hal itu
diinginkan atau tidak oleh guru. Dalam hal ini, motivasi siswa
didasarkan pada pengalaman siswa, terutama yang berhubungan
dengan
kebersediaan
pembelajaran
dan
mereka
alasan
untuk
mereka
terikat
untuk
dalam
aktivitas
melakukan
aktivitas
pembelajaran tersebut. Sementara itu, motivasi untuk belajar adalah
niat untuk memperoleh pengetahuan atau keahlian sebagaimana yang
telah didesain dan dikembangkan dalam aktivitas pembelajaran
(Brophy, 2010:3).
Motivasi belajar didefinisikan sebagai kemauan (kebersediaan)
untuk berusaha keras dalam menghadapi tugas yang menantang untuk
mendapatkan perolehan yang tinggi (Shaffer, 2009:209). Santrock
(2003:474) menjelaskan bahwa motivasi belajar adalah keinginan
untuk menyelesaikan sesuatu, untuk mencapai suatu standar
kesuksesan, dan untuk melakukan sesuatu usaha dengan tujuan untuk
mencapai kesuksesan. Selanjutnya, motivasi belajari menurut
Mc.Clelland (Akbar-Hawadi, 2001:43-44; Shaffer, 2009:209) adalah
motif untuk mengarahkan tingkah laku seseorang dengan titik berat
pada bagaimana hasil belajar tersebut dicapai. Motif ini yang
mendorong individu untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing
13
dengan suatu standar keunggulan tertentu. Akbar-Hawadi (2001:85)
juga menjelaskan bahwa motivasi belajar adalah daya penggerak
dalam diri siswa untuk mencapai taraf prestasi setinggi mungkin,
sesuai dengan yang ditetapkan oleh siswa itu sendiri.
Definisi motivasi belajar bagi setiap budaya berbeda. Di
negara Barat yang merupakan negara industri dengan budaya yang
cenderung individualis memiliki motivasi berprestasi yang berasal
dari dalam diri individu dan bahkan seringkali melakukan persaingan
untuk mendapatkan perolehan yang lebih tinggi dari yang telah
ditetapkan sebagai standar perolehan. Sedangkan bagi masyarakat
yang menganut budaya kolektif, maka motivasi belajar mencerminkan
kebersediaan untuk berusaha keras agar berhasil dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan bersama atau memaksimalkan tujuan
kelompok dimana mereka bergabung (Shaffer, 2009:209).
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan bahwa
motivasi belajar adalah dorongan atau kekuatan yang berasal dari diri
seseorang yang muncul karena adanya kebutuhan akan ilmu
pengetahuan dengan tujuan untuk mencapai prestasi dalam proses
belajar.
B. Fungsi Motivasi Belajar.
Perlu di tegaskan, bahwa motivasi bertalian dengan suatu
tujuan, ada dua pendekatan yang biasa di pakai untuk meninjau dan
memahami motivasi yaitu:
14
1. Motivasi sebagai suatu proses pengetahuan tentang proses ini dapat
membantu guru menjelaskan tingkah laku yang di amati dan
meramalkan tingkah laku orang lain.
2. Menentukan ciri-ciri proses ini berdasarkan petunjuk-petunjuk
tingkah laku seseorang, petunjuk-petunjuk dapat di percaya apabila
tampak kegunaannya.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas ada tiga fungsi
motivasi, yaitu (Sardiman, 2006:85):
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau
motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan
motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan di kerjakan.
2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak di
capai. demikian dengan motivasi dapat memberikan arah dan
kegiatan yang harus di kerjakan sesuai dengan rumus tujuannya.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbutan apa
yang harus di kerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisihkan-menyisihkan
perbuatan-perbuatan
yang
tidak
bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Di samping itu, ada juga fungsi-fungsi lain. Motivasi dapat
berfungsi sebagai pendorong usaha karena adanya motivasi. Adanya
motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik.
Dengan kata lain bahwa dengan adanya usaha yang tekun dan
terutama di dasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar
15
tersebut akan melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi siswa
akan menentukan tingkat pencapian prestasi belajar.
C. Aspek –Aspek dalam Motivasi Belajar.
Motivasi berperan sebagai sasaran dan sekaligus alat untuk
prestasi yang lebih tinggi. Seseorang yang memiliki motivasi
berprestasi yang tinggi akan menampilkan tingkah laku yang berbeda
dengan orang yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Ada empat
hal menurut McClelland (dalam Akbar-Hawadi, 2001:57) yang
membedakan tingkat motivasi berprestasi tinggi dari orang lain, yaitu:
1. Tanggung jawab. Individu yang memiliki motivasi yang tinggi
akan merasa dirinya bertanggung jawab atas tugas yang diberikan.
Ia akan menyelesaikan setiap tugas yang dikerjakannya dan tidak
akan meninggalkan tugas itu sebelum selesai,
2. Mempertimbangkan risiko. Individu dengan motivasi berprestasi
tinggi akan memilih tugas dengan derajad kesukaran yang sedang,
yang
menantang
kemampuannya,
namun
masih
memungkinkannya untuk berhasil menyelesaikan dengan baik.
3. Memperhatikan umpan balik. Individu dengan motivasi berprestasi
tinggi menyukai pemberian umpan balik atas hasil kerjanya.
4. Kreatif-Inovatif. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi
cenderung bertindak kreatif, dengan mencari cara baru untuk
menyelesaikan tugas seefisien dan seefektif mungkin.
16
Menurut Harter (dalam Akbar-Hawadi, 2001:88), ada tiga hal
yang mempengaruhi motivasi berprestasi dalam kaitannya dengan
kegiatan belajar mengajar di sekolah, yaitu:
1. Kompetensi yang dirasakan oleh individu. Hal ini dipengaruhi oleh
persepsinya tentang bagaimana penilaian orang lain terhadap
tingkat prestasi yang sesungguhnya. Semakin tinggi prestasi
seseorang, maka semakin besar pula rasa kompetensi yang
dimilikinya dan semakin besar pula mereka menyukai tantangan,
penuh rasa ingin tahu, dan melibatkan diri dalam menguasai suatu
ketrampilan.
2. Afek dalam kegiatan belajar di sekolah. Ada tiga afek yaitu
berkaitan dengan mata pelajaran, guru, dan sekolah. Jika siswa
merasa mampu dalam suatu mata pelajaran tertentu maka ia akan
menyenangi pelajaran itu. Pada umumnya siswa terdorong bekerja
lebih tekun pada mata pelajaran yang diajarkan oleh guru yang
disenangi. Afek terhadap sekolah diperoleh dari perasaan siswa
memiliki kecakapan yang tinggi dalam sebagian besar tugas
sekolah, menerima pengakuan yang besar dari kegiatan belajar dan
mengajar, dan mempunyai hubungan yang baik dengan guru
maupun teman sebayanya.
3. Persepsi tentang kontrol. Siswa yang memiliki persepsi control
internal mempunyai harapan yang tinggi untuk berhasil dan
terdorong untuk bekerja keras. Mereka menyadari bahwa
17
keberhasilan dan kegagalan amat tergantung pada usaha mereka
sendiri.
Bentuk motivasi ada dua yaitu (Akbar-Hawadi, 2001:44):
1. Motivasi berprestasi yang berasal dari luar dirinya (motivasi
ekstrinsik), yang artinya bahwa motif berprestasi ini muncul
karena faktor di luar dirinya baik dari lingkungan rumah maupun
sekolah, seperti siswa belajar karena takut dihukum guru,
dijanjikan memperoleh hadiah oleh orang tuanya, menaikkan
gengsi dirinya di mata teman atau saudaranya, dank arena untuk
mendapat pujian/penghargaan yang disediakan oleh sekolah.
2. Motivasi berprestasi yang berasal dari dalam diri siswa (motivasi
intrinsik). Motivasi berprestasi ini muncul tanpa dorongan dari
pihak luar. Siswa belajar karena kesadaran atau keinginannya
untuk belajar. Belajar bagi dirinya sudah merupakan kebutuhan. Ia
menyadari sepenuhnya manfaat dari kegiatan belajar itu, bukan
karena semata-mata ingin mendapatkan hadiah, pujian, atau takut
dihukum, tapi lebih dari itu, ia akan memperoleh pengetahuan.
Shaffer (2009:210) menyebutkan bahwa terdapat dua bentuk
motivasi berprestasi yaitu intrinsic orientation dan extrinsic
orientation. Intrinsic orientation adalah keinginan untuk berprestasi
guna
memuaskan
kebutuhan/penguasaan
kompetensi
pribadi.
Sedangkan extrinsic orientation adalah keinginan untuk berprestasi
guna mendapatkan insentif eksternal seperti nilai, hadiah, atau
pengakuan dari yang lain.
18
2.2.2. Bimbingan dan Konseling (X)
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Secara etomologis kata bimbingan merupakan terjemahan
dari guidance berasal dari kata to gide yang mempunyai arti
menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu. Sesuai
dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan dapat diartikan
sebagai bantuan atau tuntunan (Hallen, 2002:3). Namun meskipun
demikian, tidak berarti semua bentuk bantuan atau tuntunan adalah
bimbingan. Bantuan dalam pengertian bimbingan menurut terminologi
bimbingan dan konseling haruslah memenuhi syarat – syarat tertentu
sebagaimana dikemukakan di bawah ini.
Bimbingan menurut Hallen (2002:3) adalah suatu proses
membanyu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan
mengembangkan pribadi dan kemanfaatan sosial. Kemudian Hallen
(2002:3) menambahkan bahwa bimbingan adalah suatu proses terus
menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing
agara tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri,
pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat
pengembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Bimo Walgito (2004 : 5) mengemukakan bahwa bimbingan
adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau
19
sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan
individu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. Selanjutnya Miller
dalam
Tohirin
(2007:16-17)
menyatakan
bahwa
bimbingan
merupakan proses bantuan terhadap individu untuk mencapai
pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk
melakukan penyesuaian diri secara maksimal kepada sekolah (dalam
hal ini termasuk madrasah) keluarga, dan masyarakat.
Adapun pengertian konseling adalah pelayanan bantuan
untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar
mampu mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang
pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan
belajar dan perencanaan karir melalui berbagai jenis layanan dan
kegiatan pendukung berdasarkan norma – norma yang berlaku
(Depdiknas:.118)
Kemudian Roger dalam Hallen (2002:10) memberikan
pengertian bahwa konseling adalah serangkaian hubungan langsung
dengan individu yang bertujuan untuk membantu dia dalam merubah
sikap dan tingkah lakunya.
Dari uraian di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa
bimbingan dan konseling sangat perlu diberikan kepada siswa agar
tercapainya
kemandirian
dalam
pemahaman diri
serta
dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal sesuai
dengan bakat dan kemampuannya, dan untuk membantu peserta didik
20
agar mampu mencegah dan menghindarkan diri dari berbagai
permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya serta
mengatasi masalah yang dialaminya.
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah
dari tingkat satuan pendidikan sekolah dasar hingga perguruan tinggi,
dewasa ini saling butuhkan. Seiring dengan pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), berbagai persoalanpun
muncul dengan segala kompleksitasnya. Dunia penidikan tampaknya
belum sepenuhnya mampu menjawab berbagai persoalan akibat
perkembangan IPTEK, indikasinya adalah munculnya berbagai
penyimpangan perilaku di kalangan peseta didik yang seyogiyanya
tidak di lalukukan oleh seorang atau orang yang di sebut terdidik.
Selain itu, potensi (fitrah) siswa sebagai individu sebagai
bakat, minat, cita-cita, dan lain sebagainya juga belum berkembang
dan tersalurkan secara optimal melalui proses pendidikan dan
pembelajaran di kelas. Guna memecahkan persoalan-persoalan di atas,
proses pendidikan dan pembelajaran perlu di sinergi dengan pelayanan
bimbingan dan dan konseling. optimalisasi pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah dan madrasah benar-benar memberikan
kontribusi pada pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah dan
madrasah yang bersangkutan.
Optimalisasi pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah
dan madrasah perlu di dukung oleh sumber daya manusia (petugas
21
pelayanan BK) yang memadai; dalam arti memiliki pengetahuan dan
wawasan tentang bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling di sekolah merupakan bentuk
pelanyanan dan bukan mata pelajaran yang diberikan kepada peserta
didik. Sebagai kegiatan pelayanan, bimbingan dan konseling
merupakan keterpaduan dari segenap pelayanan di sekolah baik yang
menyangkut pelajaran maupun latihan. di sekolah bimbingan dan
konseling memperhatikan tujuan pendidikan, kurikulum dan peserta
didik.
B. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Fungsi bimbingan dan konseling dapat ditunjukkan kepada
peserta didik yang mengalami persoalan yang serius, maka dapat
dikatakan bahwa bimbingan dan konseling sangat menunjang
perkembangan peserta didik secara optimal, terutama dalam proses
belajar mengajar. Bimbingan dan konseling tidak hanya sebagai
pengiring dalam proses pendidikan dan pengajaran, tetapi merupakan
bagian integral dari pendidikan dalam lingkup sekolah (Umam dan
Amninudin, 2005:24-25).
1.
Fungsi Penyaluran (Distribitive)
Yaitu fungsi bimbingan sebagai pemberi bantuan kepada peserta
didik dalam memilih kemungkinan-kemungkinan kesempatan
yang terdapat dalam lingkup sekolah. Di antaranya adalah
memilih mata pelajaran atau kelompok program, memilih sekolah
lanjutan dan karir atau lapangan kerja. Di samping itu dalam
22
fungsi penyaluran ini adalah membantu peserta didik dalam
memilih
kegiatan-kegiatan
kurikulum,
kelompok
belajar,
organisasi dan sebagainya yang ada di sekolah.
2.
Fungsi Pengadaptasian (Adaptive)
Yaitu fungsi bimbingan sebagai pemberi bantuan kepada staf
sekolah (terutama guru-guru) untuk mengadaptasikan perilaku
mendidik staf sekolah, dan terutama program pengajaran dan
integrasi
belajar
mengajar
guru-guru
dengan
kebutuhan,
kecakapan, bakat, dan minat peserta didik. dalam pelaksanaan
fungsi pengadaptasian ini, kerjasama antara guru-guru dengan
konselor sangat utama dan sangat memerlukan kecakapan humam
relationship yang tinggi bagi konselor dan guru dengan bekal
utama saling mengerti dan memahami bahwa tugas mendidik
mereka adalah semata bagi kepentingan peserta didik.
3.
Fungsi Penyesuaian (Adjustive)
Yaitu fungsi bimbingan sebagai pemberi bantuan kepada peserta
didik agar mereka memperoleh penyesuaian pribadi dan maju
secara optimal dalam perkembangan pribadinya. Pelaksanaan
fungsi ini diwujudkan dalam membantu peserta didik menghadapi
masalah penyesuaian yang dialaminya; yaitu melalui identifikasi
diri dan masalahnya, memahami diri dan masalahnya sehingga
peserta
didik
dapat
memecahkan
dihadapinya.
C. Tujuan Bimbingan dan Konseling
23
sendiri
masalah
yang
Menurut Yusuf (2001:41-42) tujuan bimbingan telah banyak
dirumuskan dalam definisi bimbingan, antara lain bimbingan
dinyatakan bantuan yang diberikan kepada individu tersebut agar
individu tersebut:
1. Mengerti
dirinya
dan
lingkungan.
Mengerti
diri
meliputi
pengenalan kemampuan, bakat khusus, minat, cita – cita dan nilai –
nilai hidup yang dimilikinya untuk perkembangan dirinya.
Mengerti lingkungan meliputi pengenalan lingkungan baik
lingkungan fisik, sosial, maupun budaya.
2. Mampu memilih, memutuskan, dan merencanakan hidupnya secara
bijaksana baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan, dan sosial
pribadi. Termasuk di dalamnya membantu individu untuk memilih
bidang studi, karier, dan pola hidup pribadinya.
3. Mengembangkan kemampuan dan kesanggupan secara maksimal
4. Memecahkan masalah yang dihadapi secara bijaksana. Bantuan ini
termasuk memberikan bantuan menghilangkan kebiasaaan kebiasaan buruk atau sikap hidup yang menjadi sumber timbulnya
masalah.
5. Mengelolah
aktivitas
kehidupannya,
pandangnya,
dan
mengambil
mengembangkan
sudut
keputusan
serta
mempertanggungjawabkannya.
6. Memahami dan mengarahkan diri dalam bertindak serta bersikap
sesuai tuntutan keadaan lingkungannya.
24
Sedangkan tujuan bimbingan dan konseling menurut Sukardi
(2002:28-29) dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Tujuan umum
Tujuan umum bimbingan dan konseling adalah sesuai dengan
tujuan pendidikan, sebaagaimana dinyatakan dalam Undangundang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun 2003 (UU
No. 20/2003), yaitu menyatakan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta
peradaban
bangsa
yang
bermartabat
dalam
rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab
2. Tujuan khusus
Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu
siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi
aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.
D. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
Pelaksanaan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan
yang bersumber pada kehidupan manusia. Kenyataan menunjukkan
bahwa manusia di dalam kehidupannya sering menghadapi persoalan
– persoalan yang silih berganti. Dengan demikian maka pelaksanaan
bimbingan dan konseling di sekolah terdapat butiran-butiran pokok
25
tentang bimbingan dan konseling yang berlaku umum untuk peserta
didik sebagai layanan di segenap jenjang dan jenis pendidikan. Pola
umum bimbingan dan konseling di sekolah sering disebut dengan BK
pola 17, karena di dalamnya terdapat 17 butir pokok yang amat perlu
diperhatikan dalam penyelenggaraannya di sekolah. Pola umum
tersebut dapat digambarkan dengan diagram berikut ini:
Gambar 2.1. BK Pola 17
(Prayitno, 2001:65)
Dari diagram diatas dapat ditarik pengertian sebagai berikut :
1. Seluruh kegiatan bimbingan dan konseling (BK) didasari satu
pemahaman yang menyeluruh dan terpadu tentang wawasan dasar
26
BK yang meliput pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas-asas
BK.
2. Kegiatan BK secara menyeluruh meliputi empat bidang bimbingan
yaitu : bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan
bimbingan karier.
3. Kegiatan
Bk
dalam
keempat
bidang
bimbingannya
itu
diselenggarakan melalui tujuh (7) jenis layanan, yaitu: layanan
orientasi,
informasi,
penempatan/penyaluran,
pembelajaran,
konseling perorangan, bimbingan kelompok dan konseling
kelompok.
4. Untuk mendukung ke jutuh (&) layanan itu diselenggarakan lima
jenis kegiatan pendukung, yaitu: instrumentasi bimbingan dan
konseling, himpunan data, konfrensi kasus, kunjungan rumah dan
alih tangan kasus.
2.2. Hubungan antar Variabel
Permasalahan yang dialami para siswa di sekolah sering kali tidak
dapat dihindari, meski dengan pengajaran yang baik sekalipun. Hal ini
terlebih lagi disebabkan karena sumber – sumber permasalahan siswa banyak
yang terletak di luar sekolah. Dalam kaitan itu, permasalahan siswa tidak
boleh dibiarkan begitu saja. Apabila misi sekolah adalah menyediakan
pelayanan yang luas untuk secara efektif membantu siswa mencapai tujuan –
tujuan perkembangannya dan mengatasi permasalahannya, maka segenap
kegiatan dan kemudahan yang diselenggarakan sekolah perlu diarahkan ke
sana. Disinilah dirasakan perlunya pelayanan bimbingan dan konseling
27
disamping kegiatan pengajaran. Dalam tugas pelayanan yang luas, bimbingan
dan konseling di sekolah adalah pelayanan untuk semua murid yang mengacu
pada keseluruhan perkembangan mereka yang meliputi keempat dimensi
kemanusiaannya yaitu dimensi individualitas, sosialitas, moralitas dan
keberagaman dalam rangka mewujudkan manusia seutuhnya.
Dikemukakan dalam Surat Keputusan Pendayagunaan Aparatur
Negara No 26 Tahun 1989 menyebutkan secara eksplisit pekerjaan bimbingan
dan konseling dan pekerjaan mengajar yang satu sama lain berkedudukan
seimbang dan sejajar. Dalam surat keputusan tersebut disebutkan bahwa
seorang guru di sekolah dapat mengerjakan kegiatan mengajar atau kegiatan
pelayanan bimbingan dan penyuluhan atau konseling.
Keberadaan bimbingan dan pelayanan konseling di sekolah dipertegas
lagi oleh Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 1990 (tentang Pendidikan
Dasar) dan No 29 Tahun 1990 (tentang pendidikan menengah). Dalam kedua
peraturan tersebut disebutkan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang
diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal
lingkungan dan merencanakan masa depan. Kemudian peraturan tersebut juga
menyebutkan bahwa bimbingan diberikan oleh guru pembimbing.
Peraturan – peraturan di atas memberikan legalisasi yang cukup
mantap tentang keberadaan pelayanan bimbingan dan konseling sekolah.
Boleh dikatakan pekerjaan bimbingan dan konseling tidak dapat diganggu
gugat lagi keberadaannya
Sebagaimana yang telah di bahas bahwa bimbingan dan konseling
adalah bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka upaya
28
menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan.
Pengertian tersebut telah secara langsung memuat pengertian dan tujuan
pokok bimbingan dan konseling di sekolah.
Bimbingan dan konseling merupakan layanan yang di tentukan
dengan pengukuran dan penilaian secara bulat dari 4 aspek pelaksanaan yaitu
bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan
karier. Pengertian ini yang dimaksud adalah keikut sertaan secara aktif di
dalam kegiatan membantu peserta didik untuk mengatasi gejala-gejala yang
tampak menghambat dalam proses menerima pelajaran. Sehingga dapat
tercapainya kemampuan mengaktualisasikan (mewujudkan) dirinya di
tengah-tengah masyarakat sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya,
kematangan mental dan kecakapan intektual peserta didik meliputi
kecerdasan umum, bakat, kecakapan ranah cipta yang diperoleh lewat
pengalaman belajar.
Penulisan dan penelitian tentang bimbingan dan konseling bukanlah
hal yang baru, dan sudah banyak dilakukan oleh banyak orang atau peneliti,
baik yang berupa skripsi, disertasi, dan juga tulisan ilmiah lainnya. Kajian
pustaka di sini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan
membantu pembahasan penelitian, kajian pustaka yang mencakup tentang
hubungan layanan bimbingan dan konseling dengan tingkat motivasi belajar
peserta didik antara lain sudah disebutkan peneliti pada bahasan penelitian
terdahulu.
2.3. Kerangka Konseptual.
29
Berdasarkan
beberapa
pemikiran
di
atas,
maka
peneliti
menggambarkan sebuah kerangka konseptual seperti gambar di bawah ini:
X
Y
Layanan bimbingan
konseling :
1.
2.
3.
4.
5.
Motivasi Belajar:
1. Kepribadian Diri
2. Lingkungan
3. Masa Depan
4. Keaktifan
mengungkapkan
pendapat
5. Masalah Pribadi
Bakat
Usaha Belajar
Dorongan
Belajar
Pelajaran
Bimbingan
Kelompok
Gambar 2.2.
Kerangka Konseptual
2.4. Hipotesis Penelitian.
Berdasarkan rumusan masalah dan uraian di atas, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah: Ada pengaruh layanan bimbingan dan
konseling terhadap motivasi belajar siswa SMAN 1 Driyorejo Gresik.
Kemudian, rumusan dan kerangka hipotesis dalam penelitian ini dapat
digambarkan pada kerangka hipotesis di bawah ini:
H0:  = 0, H1:   0
30
Keterangan:
H0 =
hipotesis nol
H1 =
hipotesis alternatif
H0 :  = 0 → (layanan bimbingan dan konseling tidak memberikan pengaruh
terhadap motivasi belajar siswa SMAN 1 Driyorejo Gresik)
H1 :  ≠ 0 → (layanan bimbingan dan konseling memberikan pengaruh
terhadap motivasi belajar siswa SMAN 1 Driyorejo Gresik)
31
Download