PDF (Bab I)

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Radikal bebas merupakan suatu molekul yang memiliki elektron-elektron
yang tidak berpasangan (unpaired), hal itu dapat menyebabkan radikal bebas
menjadi senyawa yang sangat reaktif terhadap sel-sel tubuh dengan cara mengikat
elektron molekul pada sel dan dapat menyebabkan oksidasi yang berlebihan
(Umayah & Amrun, 2007). Menurut Sholihah & Widodo (2008), secara
sederhana, radikal bebas sering disebut produk oksigen yang tereduksi secara
parsial, karena berpotensi untuk menghasilkan reaksi radikal dalam sistem
biologis. Radikal bebas dalam kadar yang normal sangat diperlukan oleh tubuh
untuk kelangsungan beberapa proses fisiologis, terutama untuk transportasi
elektron, namun radikal bebas yang berlebihan dapat membahayakan tubuh
karena oksidasi yang berlebihan terhadap asam nukleat, protein, lemak dan sel
DNA, sehingga dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif seperti jantung
koroner, katarak, gangguan kognisi, kanker, dan kerusakan makromolekul yang
mengakibatkan terjadinya kematian sel (Wresdiyati et al, 2007).
Secara normal tubuh manusia memiliki sistem pelindung yang luas
berupa antioksidan alamiah yang berfungsi dalam mengendalikan radikal bebas.
Bila pengendalian gagal karena terjadi kelebihan radikal bebas dan kekurangan
relatif dari antioksidansia, maka dapat menyebabkan stres oksidatif sehingga
berdampak pada kerusakan sel dan organ (Tjay & Rahardja, 2002). Kelebihan
radikal bebas dapat disebabkan dua faktor, yaitu faktor dari dalam (internal) dan
faktor dari luar (eksternal). Faktor dari dalam timbul dari tubuh manusia yang
disebabkan karena stres dan penyakit yang diderita seperti diabetes mellitus dan
hiperkolesterolemia (Wresdiyati et al, 2007), sedangkan faktor dari luar timbul
karena aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari, yaitu asap rokok, makanan
yang digoreng dan dibakar, paparan sinar matahari berlebih, obat-obatan tertentu,
racun, dan polusi (Umayah & Amrun, 2007). Menurut Gomes et al (2005),
malondialdehida (MDA) merupakan suatu radikal bebas hasil dari metabolit lipid
1
2
peroksida yang secara luas digunakan sebagai biomarker biologis untuk menilai
stress oksidatif. Lipid peroksida terbentuk karena kelebihan produk ROS (reactive
oxygen species) yang menyerang komponen sel (membran lipid dan protein)
dengan melibatkan residu asam lemak ganda dari fosfolipid yang sangat sensitif
terhadap oksigen. Setelah terbentuk, radikal peroksil (ROO•) disusun kembali
melalui reaksi siklikisasi pada endoperoksida (perkursor malondialdehid) dengan
produk akhir dari proses peroksidasi menjadi MDA (Valko et a.l, 2007).
Kerusakan akibat adanya radikal bebas dapat dicegah oleh senyawa
antioksidan, karena mempunyai potensi untuk menanggulangi proses oksidatif
sebagai dampak negatif adanya radikal bebas (Desminarti et al, 2012).
Antioksidan merupakan senyawa penting bagi tubuh manusia karena berfungsi
dalam menangkap radikal bebas yang banyak terbentuk dalam tubuh. Sebagian
besar sumber antioksidan alami yaitu tanaman yang mengandung senyawa fenolik
yang tersebar diseluruh bagian tanaman, baik di kayu, biji, daun, buah, akar, dan
bunga. Senyawa fenolik dan flavonoid memiliki kemampuan untuk merubah atau
mereduksi radikal bebas (Marliana, 2012). Buah kurma mengandung senyawa
yang memiliki aktivitas antioksidan. Adapun jenis kurma yang dipakai dalam
percobaan kali ini yaitu kurma Ajwah yang memiliki bentuk elips, berwarna
merah saat belum matang kemudian berubah menjadi sawo matang. Ajwah
merupakan salah satu jenis kurma yang terkenal di Madinah (Hammad, 2011).
Menurut Vyawahre et al. (2009), kurma diketahui memiliki beragam aktivitas
biologis seperti antiulkus, antikanker, antidiare, efek pada gastrointestinal,
hepatoprotektif, antimutagenik, antioksidan, efek pada sistem reproduksi,
antiinflamasi, antivirus, antihemolitik, antihiperlidemik, dan nefroprotektif.
Senyawa dalam kurma yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi senyawa
fenolik, flavonoid, dan procyanidin. Kurma jenis Deglet Nour yang diekstraksi
dengan aquadest terbukti memiliki efek yang sama dengan vitamin C yaitu secara
signifikan dapat menurunkan MDA tikus yang telah diinduksi dengan dimetoat
(Saafi et al., 2011). Kandungan vitamin C dan E, β-karoten, dan retinol yang
tinggi pada ekstrak metanol kurma Zaghlool dapat menurunkan kadar MDA tikus
yang mengalami stress oksidatif (Mohamed & Al-Okbi, 2004).
3
Salah satu penyebab meningkatnya radikal bebas pada tubuh manusia
yaitu karena hepatotoksisitas atau kerusakan hati yang disebabkan oleh obatobatan tertentu. Shenoy et al (2012), menyatakan pemberian parasetamol dengan
dosis yang berlebihan (overdose) dapat menyebabkan hepatotoksisitas dan
meningkatkan MDA pada hati yang signifikan dibandingkan dengan kontrol
normal yang diberi Gom acacia. Hepatotoksisitas disebabkan produk dari reaksi
reaktif N-asetil-p-benzoquinon imina (NAPQI) yang dihasilkan oleh sistem
sitokrom P450 pada hati yang berlebihan (overdose). Secara normal NAPQI akan
didetoksifikasi oleh glutathione menjadi senyawa non toksik yang kemudian
diekskresikan oleh ginjal (Knight et al, 2003).
Sejauh pengetahuan penulis belum pernah ada penelitian tentang
aktivitas antioksidan pada kurma Ajwah dengan melihat penurunan profil kadar
MDA karena krusakan hati yang diinduksi dengan parasetamol.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disusun perumusan
masalah, apakah pemberian ekstrak etanol buah kurma Ajwah dapat menurunkan
kadar malondialdehida (MDA) pada tikus putih yang diinduksi dengan
parasetamol 2,5 g/kgBB?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu mengetahui pemberian ekstrak
etanol buah kurma Ajwah untuk menurunkan kadar malondialdehida (MDA) pada
tikus putih yang diinduksi dengan parasetamol 2,5 g/kgBB.
D. Tinjauan Pustaka
1.
Kurma (Phoenix dactylifera)
a.
Klasifikasi
Klasifikasi kurma sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
4
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Arecales
Keluarga
: Arecaceae
Genus
: Phoenix
Spesies
: P. Dactylifera Linn
Nama ilmiah : Phoenix dactylifera
(Vyawahare et al., 2009)
b.
Kandungan Kimia
Kurma memiliki kandungan kimia karbohidrat, alkaloid, steroid,
flavonoid, tanin esterterpen, asam fenolik (Onuh et al., 2012). Profil fenolik pada
tanaman menunjukkan adanya asam sinamat (ferulat, sinapik dan asam kumarat
beserta turunannya, seperti asam 5-O-kaffeoylshikimik yang juga disebut dengan
asam dactyliferic), glikosida flavonoid (luteolin, metil luteolin, kuersetin, dan
metil kuersetin), dan flavonol (katekin dan epikatekin). Kandungan sari kurma
juga menunjukkan adanya α-amirin, triterpenoid saponin dan zat mentah
gonadotropik. Terdapat juga kandungan kimia terisolasi, seperti α-D glukan,
heteroksilon, dan galaktomannan (Vyawahare et al., 2009). Selain itu kurma juga
mengandung sterol, prosianidin, karotenoid, antosianin, serat, vitamin seperti
riboflavin, biotin, tiamin, asam askorbat dan asam folat, dan mineral seperti
kalsium, besi, tembaga, kobalt, magnesium, sulfur, zinc, dan selenium (Ismail dan
Radzi, 2013).
c.
Khasiat
Kurma memiliki beberapa aktivitas yang bermanfaat diantaranya
antiulkus, antikanker, anti-diare, hepatoprotektif, antimutagenik, antioksidan,
antiinflamasi, antivirus, antihemolitik, nefroprotektif, antihiperlidemik, dan
memiliki efek baik terhadap gastrointestinal, cisplatin dan sistem reproduksi
(Vyawahare et al., 2009).
d.
Keamanan
Menurut Agbon et al. (2014), penggunaan ekstrak kurma pada dosis
5000 mg/kgBB masih terbilang relatif aman. Pemakaian ekstrak kurma akan
5
mengakibatkan LD50 semu pada penggunaan dosis 6000 mg/kgBB (Okwuosa et
al., 2014)
e.
Senyawa yang berperan pada aktivitas antioksidan
Senyawa fenolik yang terkandung pada buah kurma memiliki aktivitas
antioksidan, karena terbukti dapat menghambat kenaikan signifikan lipid
peroksida dan protein oksida, ekstrak aquadest buah kurma juga memiliki potensi
untuk membersihkan superperoksid dan radikal hidroksil (Vyawahare et al, 2009).
Asam ferulat dan kumarat pada buah kurma bertanggung jawab sebagai senyawa
yang mempunyai aktivitas antioksidan (Ismail dan Radzi, 2013). Selain senyawa
fenolik, kandungan senyawa flavonoid dan procyanidin juga memiliki potensi
antioksidan yang dapat menghambat lipid peroksida (Saafi et al, 2011). Tingginya
kandungan vitamin dan β-karoten menjadi pendukung aktivitas antioksidan yang
dimiliki buah kurma (Mohamed & Al-Okbi, 2004)
b
a
(Vyawahare et al, 2009)
Gambar 1. Struktur dari (a) senyawa fenolik yaitu asam ferulat; (b)
senyawa flavonoid yaitu kuersetin
2.
Antioksidan
Aktivitas antioksidan dalam buah kurma secara efektif dapat mereduksi
radikal bebas dalam tubuh dengan cara mengikat elektron bebas yang berlebihan,
karena kaya dengan antioksidan hidrofilik yang umumnya terkait dengan adanya
senyawa polifenol khususnya flavanol (Saleh et al, 2011). Senyawa antioksidan
dapat mengurangi penyakit kronis akibat dari senyawa radikal bebas dengan
memanfaatkan peran senyawa antioksidan seperti vitamin C, E, A, β-karoten,
asam-asam fenol, polifenol, dan flavonoid, karena senyawa-senyawa tersebut
memiliki karakter utama untuk menangkap dan menstabilkan radikal bebas
(Prakash et al, 2001). Reaksi senyawa antioksidan pada buah kurma dalam
menangkap radikal bebas dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
6
(Shofia et al, 2013)
Gambar 2. Reaksi penangkapan radikal bebas oleh kuersetin beserta muatan proton pada
atom OH
Gambar 3. Reaksi penangkapan radikal bebas oleh asam ferulat beserta muatan proton
pada atom OH
3.
Radikal bebas
Radikal bebas merupakan suatu molekul yang memiliki elektron-elektron
yang tidak berpasangan (unpaired), hal itu dapat menyebabkan radikal bebas
menjadi senyawa yang sangat reaktif terhadap sel-sel tubuh dengan cara mengikat
elektron molekul pada sel dan dapat menyebabkan oksidasi yang berlebihan
(Umayah & Amrun, 2007). Terdapat dua jenis radikal bebas, yaitu reactive
oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) yang memiliki peran
ganda, dapat sebagai perusak dan bermanfaat. ROS dan RNS biasanya dihasilkan
oleh enzim yang diatur secara ketat, seperti NO sintesis (NOS) dan NADPH
(nicotinamide adenin dinuclotide phosphate hydrogen) oksidase isoform.
7
Kelebihan produk ROS (timbul baik dari rantai transport elektron mitokondria
atau stimulasi kelebihan NADPH) menghasilkan stres oksidatif, yaitu suatu proses
perusakan yang dapat menjadi mediator penting dari kerusakan struktur sel
(membran lipid dan protein) dan DNA (deoxyribose nucleic acid). ROS yang
berlebihan tidak hanya menyerang pada DNA, tetapi juga komponen seluler
lainnya yang melibatkan residu asam lemak tak jenuh ganda dari fosfolipid yang
sangat sensitif terhadap oksidasi. Setelah terbentuk, radikal peroksil (ROO•)
disusun kembali melalui reaksi siklikisasi pada endoperoksida (perkursor
malondialdehid) dengan produk akhir dari proses peroksidasi menjadi
malondialdehid (MDA) (Valko et al, 2007). MDA merupakan suatu radikal bebas
hasil dari metabolit peroksidasi lipid yang secara luas digunakan sebagai
biomarker biologis peroksidasi lipid untuk menilai stress oksidatif (Gomes et al,
2005). Terdapat banyak faktor-faktor yang dapat menyebabkan pembentukan
ROS (Gambar 5).
4.
Parasetamol
a.
Defenisi parasetamol
Parasetamol atau asetaminofen (N-asetil-4-aminofenol) mengandung
tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan. Parasetamol memiliki pemerian serbuk hablur putih,
tidak berbau, dan rasanya pahit. Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
96%, dalam 13 bagian aseton, dalam 40 bagian gliserol, dan dalam 9 bagian
propilenglikol (Depkes RI, 1979). Parasetamol memiliki khasiat analgetik dan
antipiretik, namun bukan antiradang. Obat ini umumnya dianggap sebagai zat
antinyeri yang paling aman, termasuk juga untuk swamedikasi (pengobatan
mandiri) (Tjay & Rahardja, 2002).
(Depkes RI, 1979)
Gambar 4. Struktur Parasetamol
8
b.
Efek samping
Efek samping penggunaan parasetamol pada dosis yang dianjurkan
jarang terjadi. Namun dilaporkan adanya keluhan ruam kulit, kelainan darah
(trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia), hipotensi, kerusakan hati, dan
kerusakan ginjal yang disebabkan penggunaan dosis yang berlebihan (BPOM RI,
2008). Menurut Tjay & Rahardja (2002), efek samping yang sering ditimbulkan
antara lain reaksi hipersensitifitas dan kelainan darah. Pada penggunaan kronis
dosis 3-4 gram sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis diatas 6 gram
mengakibatkan nekrosis hati yang tidak reversible.
c.
Hepatotoksisitas
Pemberian parasetamol yang berlebihan (overdose) menyebabkan
hepatotoksisitas. Karena parasetamol akan dimetabolisme oleh hati dengan enzim
sitokrom P450 yang kemudian menjadi produk reaktif yaitu NAPQI (Knight et al,
2003). Pembentukan radikal bebas oleh sitrokrom P450 pada hati, terjadi didalam
retikulum endoplasma (Gambar 5). Umumnya NAPQI secara cepat akan
didetoksifikasi oleh cadangan glutation (GSH) sel aktif yang mengandung gugus
sulfinil yang akan berikatan dengan NAPQI. Reaksi GSH dengan NAPQI akan
menghasilkan pembentukan konjugat sistein dan asam merkapturat yang
diekskresikan dalam urin, sehingga tidak menimbulkan ketoksikan. Akan tetapi,
jika laju reaksi pembentukan NAPQI lebih besar daripada laju detoksifikasi oleh
GSH dan jumlah NAPQI berlebihan maka akan terjadi peroksidasi lipid
(Murugesh dkk., 2005). Karena kelebihan metabolit NAPQI, maka akan terjadi
ikatan dengan makromolekul protein sel hati dan mereduksi O2 manjadi O2•,
sehingga menjadi radikal yang reaktif (ROS) yang kemudian akan mengoksidasi
fosfolipid dengan proses inisiasi, propagasi, dan terminasi (Gibson & Skett,
1991).
9
Chloroplast:
- PSI: electron transport
chain Fd, 2Fe-2S, and
4Fe-4s cluster
- PSII: electron transport
cahain QA dan QB
- Chlirophyll pigmen
Endoplasmic reticulum:
NADPH-dependent
electron transport
involving Cyt P450
Peroxisome:
- Matrix: Xanthine oxidase (XOD)
- Membrane: Electron transport chain
flavoprotein NADH and Cyt b
- Metabolic processes: glycolate oxidase, fatty
acid oxidation, flavin oxidases,
disproportionation of O2•- radicals
ROS
Plasma membrane:
Electron transporting
oxidoreductase NADPH
oxidase, quinone oxidase
Cell wall:
Cell-wall-associated
peroxidase diamine
oxidase
Apoplast:
Cell-wall-associated
oxalate oxidase dan
amine oxidase
Mitochondria:
- Complex I: NADH dehydrogenase segment
- Complex II: reverse electron flow to complex I
- Complex III: ubiquinone-cytochrome region
Enzyme:
Aconitase, 1-galactono-ᵧ lactone,dehydrogenase
(GAL)
(Sharma et al, 2012)
Gambar 5. Faktor-faktor pembentukan ROS
E. Landasan Teori
Radikal bebas secara sederhana sering disebut produk oksigen yang
tereduksi secara parsial, sehingga memiliki potensi untuk menghasilkan reaksi
radikal dalam sistem biologis (Sholihah & Widodo, 2008). Jumlah radikal bebas
yang berlebihan dalam tubuh dapat membahayakan tubuh karena bisa terjadi
oksidasi yang berlebihan terhadap asam nukleat, protein, lemak dan sel DNA,
sehingga dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif seperti jantung koroner,
katarak, gangguan kognisi, kanker, dan kerusakan makromolekul yang
mengakibatkan terjadinya kematian sel (Wresdiyati et al, 2007). Antioksidan
merupakan senyawa penting bagi tubuh manusia karena berfungsi dalam
menangkap radikal bebas yang banyak terbentuk dalam tubuh (Marliana, 2012).
Senyawa antioksidan dapat mengurangi penyakit kronis akibat dari senyawa
10
radikal bebas dengan memanfaatkan peran senyawa antioksidan seperti vitamin C,
E, A, β-karoten, asam-asam fenol, polifenol, dan flavonid, karena senyawasenyawa tersebut memiliki karakter utama untuk menangkap dan menstabilkan
radikal bebas (Prakash et al, 2001). Senyawa-senyawa fenolik dan flavonoid yang
terkandung pada buah kurma memiliki aktivitas antioksidan, karena terbukti dapat
menghambat kenaikan signifikan lipid peroksida dan protein oksida (Vyawahare
et al, 2009). Asam ferulat dan kumarat pada buah kurma juga bertanggungjawab
sebagai aktivitas antioksidan (Ismail dan Radzi, 2013).
F. Hipotesis
Ekstrak etanol buah kurma Ajwah (Phoenix dactylifera) memiliki
aktivitas antioksidan dengan menghambat produksi malondialdehid (MDA) tikus
putih yang telah diinduksi parasetamol 2,5 g/kgBB.
Download