Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim | 263 11. KESIMPULAN UMUM Fahm uddin Agus dan Achm ad Rachm an Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Gejala perubahan iklim semakin nyata yang ditandai dengan peningkatan suhu atmosfir, peningkatan frekuensi cuaca ekstrim (musim hujan semakin basah dan musim kemarau semakin panjang) serta semakin sulitnya cuaca diramalkan (unpredictability). Prioritas utama pembangunan pertanian adalah bagaimana melakukan penyelamatan (adaptasi) agar pertanian lebih tangguh (resilient) sehingga secara berkelanjutan tetap dapat menghasilkan bahan pangan, serat, dan sumber energi terbarukan. Prioritas kedua adalah ikut memitigasi emisi gas rumah kaca. Aksi mitigasi tersebut dapat bersingkronisasi dengan aksi adaptasi untuk mendatangkan keuntungan privat yang maksimal bagi pengelola lahan dan keuntungan publik berupa penurunan emisi gas rumah kaca serta keuntungan tambahan lainnya (co-benefit). Konservasi tanah dan air berperan penting, baik dalam aksi adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim. Konservasi Tanah dan Peningkatan Efisiensi Penggunaan Air Berbagai hasil penelitian dan teori tentang konservasi tanah dan air menunjukkan bahwa pengolahan tanah konservasi (conservation tillage), daurulang limbah pertanian dalam bentuk mulsa atau kompos (pupuk organik), penanaman tanaman penutup tanah (cover crops), panen dan daur-ulang air limpasan permukaan, penghematan penggunaan air, konservasi secara vegetatif, pertanaman campuran (multiple cropping), dan terasering mampu mencegah penghanyutan permukaan tanah yang subur dari lahan pertanian ke saluran dan badan air. Teknik-teknik konservasi tanah tersebut juga meningkatkan daya infiltrasi air ke dalam tanah dan meningkatkan kapasitas tanah memegang air (water holding capacity), sehingga secara simultan akan mengurangi genangan air di permukaan tanah dan risiko banjir pada waktu musim penghujan dan risiko kekeringan pada musim kemarau. Budi daya pertanian yang menerapkan salah satu atau kombinasi dari beberapa teknik konservasi tanah tersebut akan memperbaiki kualitas lahan pertanian antara lain agregat tanah lebih stabil dan gembur, keseimbangan hara dalam tanah lebih baik, penggunaan pupuk kimia akan lebih sedikit, dan sumber mata air lebih banyak sehingga keuntungan usaha tani akan lebih tinggi dan berkelanjutan (sustainable). 264 | Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim Dinamika Karbon Tanah Kata kunci terpenting dalam konservasi tanah adalah bahan organik, karena bahan organik tanah adalah senyawa yang sangat akrab dengan keseharian tindakan petani. Di lain sisi kandungan bahan organik juga berhubungan langsung dengan simpanan dan dinamika karbon (C) di dalam tanah, di dalam biomas tumbuhan pada serasah dan jaringan tumbuhan yang mati (necromass), serta karbon di atmosfir yang mempengaruhi perubahan iklim. Karbon yang tersimpan di dalam tanah selain mempengaruhi kualitas tanah, juga merupakan cadangan karbon (carbon stock) dalam jumlah besar. Kandungan karbon organik (organic carbon content) dalam satuan masa karbon per masa padatan tanah dan cadangan karbon dalam satuan masa karbon persatuan luas dan ketebalan tanah merupakan dua indikator penting yang tidak terpisahkan. Kandungan karbon penting sebagai indikator kesehatan tanah, sedangkan cadangan karbon penting untuk menilai sumbangan suatu bentang lahan (landscape) dalam mitigasi perubahan iklim. Selain karbon di dalam tanah, cadangan karbon pada suatu bentang lahan juga terdapat pada tumbuhan. Dalam hal ini masa bahan organik (biomas dan nekromas) merupakan indikator penting cadangan karbon suatu bentang lahan selain cadangan karbon di dalam tanah. Cadangan karbon yang tinggi berkorelasi negatif dengan emisi karbon dalam bentuk karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4). Kandungan karbon di dalam tanah perlu dioptimalkan sampai mencapai konsentrasi tertentu. Kandungan karbon berbagai jenis tanah mineral perlu dipertahankan antara 2-5%, pada Andisols sekitar 5-10% dan Histosols (tanah gambut) antara 30-60%. Kuncinya adalah dengan menerapkan daur-ulang bahan organik dan berbagai metode konservasi, terutama konservasi vegetatif. Peningkatan Cadangan Karbon Tanah dengan Pendekatan Zero W aste Cadangan karbon di dalam tanah dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan mempertebal lapisan tanah yang tinggi kandungan bahan organiknya. Cadangan karbon pada biomas dan nekromas dapat ditingkatkan melalui penanaman tanaman pohon-pohonan dengan biomas tinggi, misalnya melalui pendekatan multistrata cropping dan dengan tidak membiarkan permukaan tanah dalam keadaan bera. Upaya konvensional, namun tetap penting dan popular dalam peningkatan kandungan karbon tanah adalah melalui penerapan olah tanah konservasi baik olah tanah minimum, maupun tanpa olah tanah serta konservasi tanah secara vegetatif. Pendekatan yang lebih mutakhir adalah melalui nir Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim | 265 limbah (zero waste) di mana setiap limbah organik dimanfaatkan kembali dan muara terakhir dari limbah (misalnya kotoran sapi yang sudah melalui methane digester) adalah tanah. Pendekatan lain yang banyak disarankan di berbagai belahan dunia adalah penggunaan biochar (arang yang dibuat melalui proses pembakaran tidak sempurna atau pyrolysis bahan organik sisa tanaman). Pertanian nir limbah harus memenuhi beberapa kriteria: produksi dan keuntungan yang tinggi (High production and profitability), rendah emisi GRK (low greenhouse gases), sangat efisien dalam penggunaan air (efficient water use), nir limbah (zero waste) dan rendah erosi serta sedimentasi (clear run-off water). Kelima kriteria ini harus berjalan secara simultan. Penerapan pertanian nir limbah dimulai dengan analisis perhitungan karbon (carbonfootprint) dari sistem pertanian untuk menentukan semua sumber karbon dan serapan (sink) gas rumah kaca (GRK). Dari analisis ini akan dapat ditentukan sumber utama emisi GRK (hotspots), sehingga dapat direncanakan pendekatan yang dapat menurunkan emisi dari sumber tersebut serta dengan menilai apa manfaat adaptasi dari penurunan emisi tersebut. Isu Khusus Lahan Gambut Tanah gambut merupakan kasus khusus untuk Indonesia karena Indonesia memiliki sekitar 14,9 juta ha lahan gambut. Tanah gambut dalam keadaan alami, ketebalannya antara 0,5 m sampai lebih dari 10 m yang komposisinya terutama adalah bahan organik dan air. Kandungan bahan organik dari masa kering tanah gambut berkisar antara 30 sampai mendekati 100% dan kandungan karbonnya berkisar antara 18 sampai 66%. Pada kondisi alami, secara perlahan lahan gambut menyerap karbon dari atmosfir (memitigasi GRK terutama CO2) melalui biomas tumbuhan dan selanjutnya pelapukan tumbuhan yang mati di atas permukaan tanah. Karena proses tersebut, hutan gambut alami semakin bertambah ketebalannya dengan laju penebalan sekitar 0-3 mm per tahun. Akan tetapi konversi dan drainase lahan gambut untuk berbagai keperluan pembangunan menyebabkan gambut berubah sifatnya dari penyerap menjadi sumber emisi CO2. Emisi dan pemadatan lahan gambut yang didrainase menyebabkan penurunan permukaan gambut (subsidence) sekitar 20-60 mm per tahun. Subsidence yang tinggi akan memperpendek umur pakai lahan gambut untuk pertanian karena apabila penurunan permukaan mendekati permukaan badan air alami maka lahan akan berada pada kondisi tidak dapat lagi didrainase (non-drainable state) sehingga tidak cocok lagi ditanami, kecuali untuk tanaman aquatic. Besarnya potensi emisi dari lahan gambut, menyebabkan lahan ini mendapat perhatian khusus di 268 | Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim Karena itu perlakuan yang tidak signifikan menaikkan hasil, namun mahal biayanya, tidak diprioritaskan sedangkan perlakuan dengan biaya murah namun konsisten meningkatkan produksi dijadikan pilihan. Selain memberikan keuntungan privat, tindakan konservasi juga memberikan jasa (services) berupa penurunan emisi gas rumah kaca, pengurangan risiko banjir, dan peningkatan kenyamanan (amenity) suatu bentang lahan yang dapat dinikmati oleh publik.Pada sistem pasar yang berlaku sekarang jasa ini tidak dapat dipasarkan (non-marketable). Oleh karena itu mekanisme untuk menjadikannya sebagai marketable services perlu dirumuskan dalam kebijakan, sehingga jasa tersebut tetap dapat dihasilkan secara berkelanjutan oleh petani yang menerapkan teknik tersebut.