PUSANEV_BPHN

advertisement
N
SA
N
EV
_B
P
H
Aspek Hukum dan Hubungan
Internasional dalam Penguatan Sistem
Pertahanan Negara
PU
Arie Poluzzi, S.H., LL.M.
Direktorat Perjanjian Polkamwil
Paparan pada FGD Analisis dan Evaluasi Hukum dalam rangka
Penguatan Sistem Pertahanan Negara
Jakarta, 19 September 2016



EV
_B
P
N

SA

UU Hubungan Luar Negeri (Hublu) dan UU
Perjanjian Internasional (PI)
Hambatan Umum dalam Implementasi UU Hublu
dan UU PI
Peran Kemlu dalam Peraturan Per-UU-an Lainnya
Beberapa Isu Penting terkait Penguatan Sistem
Pertahanan Negara
Kesimpulan
Saran
PU

H
N
STRUKTUR PAPARAN
N
Kebijakan Luar Negeri dalam Konstitusi
PU
SA
N
EV
_B
P
H
Pemerintah Negara Indonesia yang:
 melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia
 dan untuk memajukan kesejahteraan
umum,
 mencerdaskan kehidupan bangsa
 dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial,
[Pembukaan UUD 1945]
EV
_B
P
H
N
Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI
PU
SA
N
Hubungan dan Kerjasama
Luar Negeri
Berdasarkan Hukum Internasional
dan Hukum Nasional
Psl 1 ayat 1 : Pertahanan negara adalah segala usaha untuk
mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan
keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan negara.
SA
N
Pasal 3 :
(1) Pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, HAM,
kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum
nasional, hukum internasional dan kebiasaan internasional,
serta prinsip hidup berdampingan secara damai.
(2) Pertahanan negara disusun dengan memperhatikan kondisi
geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
PU

EV
_B
P
H

N
UU No. 3 / 2002 ttg PERTAHANAN NEGARA
N
Perjanjian dan Kerja Sama Luar Negeri
EV
_B
P
H
Hukum
Pertahanan
N
Capacity
Building
Umumnya
Dituangkan
SA
G to G
PU
Kerja Sama
Luar Negeri
P to P
Riset
Kerja sama
lain
Perjanjian /
Legal texts
Dasar Hukum
N
Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri
PU
SA
N
EV
_B
P
H
Hukum Internasional:

Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961

Vienna Convention on Consular Relations 1963

Vienna Convention on the Law of Treaties 1969

Vienna Convention on the Law of Treaties between States and
International Organizations or Between International Organizations
1986

Kebiasaan dan Praktek internasional yang berlaku
Hukum Nasional:

UUD 1945

UU No. 37 thn 1999 ttg Hubungan Luar Negeri

UU No. 24 thn 2000 ttg Perjanjian Internasional

Keppres No. 108 Tahun 2003 ttg Organisasi Perwakilan RI di LN
N
Pasal 5 UU Hubungan Luar Negeri
N
EV
_B
P
H
Pasal 5 : Hublu diselenggarakan sesuai dg perundangundangan nasional dan hukum serta kebiasaan
internasional. Berlaku bagi semua penyelenggara hublu,
baik pemerintah maupun non-pemerintah.
PU
SA
Pasal 6 dan 7 :
 Kewenangan Presiden – Menlu – Pejabat lainnya
 Menlu diberikan wewenang untuk konsultasi dan
koordinasi dan mengambil langkah-langkah yang
dianggap perlu
EV
_B
P
H
Langkah-langkah yang dianggap perlu, seperti :
N
Pasal 5 UU Hubungan Luar Negeri
a. Langkah preventif seperti : pemberian informasi tentang pokok-pokok
kebijakan Pemerintah di bidang LN, permintaan untuk tidak berkunjung ke
suatu negara tertentu, dsb.
PU
SA
N
b. Langkah represif seperti :
Memberi peringatan kepada pelaku Hublu yang tindakannya bertentangan
atau tidak sesuai dengan kebijakan polugri dan peraturan perUUan
nasional dlm penyelenggaraan hublu
Mencegah tindak lanjut suatu kesepakatan yang mungkin dicapai oleh
pelaku Hublu di Indonesia dengan mitra asingnya,
Mengusulkan kepada lembaga negara atau lembaga pemerintah yang
berwenang untuk melakukan tindakan administratif kepada yang
bersangkutan, dan sebagainya.
Seluruh K/L (departemen / non departemen, pusat dan daerah) harus lebih
dulu konsultasi dan koordinasi dengan Kemlu
Harus menetapkan posisi PemRI yang dalam Pedoman Delri;
Pedoman Delri yang perlu mendapat persetujuan Menteri, memuat hal-hal
sebagai berikut:
a. latar belakang permasalahan;
b. analisis permasalahan ditinjau dari aspek politis dan yuridis serta aspek
lain yang dapat mempengaruhi kepentingan nasional Indonesia;
c. posisi Indonesia, saran, dan penyesuaian yang dapat dilakukan untuk
mencapai kesepakatan.
Ketua Delri dipimpin oleh Menteri atau pejabat lain sesuai dengan materi
perjanjian dan lingkup kewenangan masing-masing.
(4)
PU
SA
N
(2)
(3)
EV
_B
P
H
(1)
N
Pasal 5 UU Perjanjian Internasional
N
Pasal 17 UU PI :
Penyimpanan Naskah Perjanjian
Kemlu bertanggung jawab menyimpan dan memelihara naskah asli PI
serta menyusun daftar naskah resmi dan menerbitkannya dalam
himpunan penjanjian internasional (treaty room);
(2)
Salinan naskah resmi setiap PI disampaikan kepada lembaga
pemrakarsa;
(3)
Kemlu memberitahukan dan menyampaikan salinan naskah resmi suatu
perjanjian internasional yang telah dibuat oleh Pemerintah RI kepada
sekretariat organisasi internasional dimana Pemri menjadi anggota;
(4)
Kemlu memberitahukan dan menyampaikan salinan piagam pengesahan
perjanjian internasional kepada instansi-instansi terkait;
PU
SA
N
EV
_B
P
H
(1)
N
Peran Kementerian Luar Negeri






EV
_B
P
N

SA

Memberikan arahan, pedoman, pemantauan dan pertimbangan dalam pembuatan,
pengesahan dan pelaksanaan perjanjian;
Menjadi juru runding, penasihat hukum serta memberikan asistensi dalam
perundingan pembuatan perjanjian internasional;
Verifikasi kesesuaian suatu naskah apakah merupakan perjanjian internasional
menurut UU No. 24/2000 dan Konvensi Wina 1969 dan 1986
Membuat standarisasi tentang prosedur dan dokumen yang berkaitan dengan
perjanjian internasional
Menjabarkan dan menerapkan ketentuan-ketentuan dalam UU No. 24/2000 dalam
setiap proses pembuatan perjanjian;
Menerbitkan Surat Kuasa dan Surat Kepercayaan;
Memfasilitasi dan mengkoordinasi seluruh proses perjanjian;
Menyimpan dan memelihara naskah resmi perjanjian internasional yang dibuat oleh
Indonesia;
Menyusun daftar naskah resmi dan menerbitkannya dalam himpunan perjanjian
internasional.
PU

H
Berkaitan dengan pembuatan dan pengesahan Perjanjian Internasional:
N
Perjanjian Internasional
Berdasarkan Konvensi Wina 1969 dan 1986 hanya
NEGARA dan ORGANISASI INTERNASIONAL yang
dapat membuat perjanjian internasional;

Pada dasarnya perjanjian internasional merupakan
KESEPAKATAN yang dibentuk oleh SUBYEK HUKUM
INTERNASIONAL dalam bentuk TERTULIS dan merujuk
pada HUKUM INTERNASIONAL serta menimbulkan HAK
DAN KEWAJIBAN bagi para pihak pada perjanjian
tersebut.

Perjanjian internasional yang telah ditandatangani, berlaku
ataupun disahkan (ratifikasi) menjadi hukum yang
mengikat.
PU
SA
N
EV
_B
P
H

Negara
EV
_B
P
H
Regional
Multilateral
SA
N
Perjanjian
Internasional
PU
Subyek
Hukum
Int’l
Bilateral
N
Perjanjian Internasional
Menjabarkan hak dan kewajiban dengan
rincian sbb:
1. Preamble;
2. Tujuan;
3. Mengatasnamakan negara (dapat dilaku
kan penunjukan focal point);
5. Mekanisme pelaksana;
6. Pendanaan / kontribusi;
7. Penyelesaian Sengketa;
8. Amandemen;
9. Keberlakuan dan Pengakhiran;
10. Surat Kuasa untuk menandatangani
perjanjian;
11. Penandatangan.
EV
_B
P
H
N
4 Aman dalam Pembuatan Perjanjian
Internasional
Security
N
Politis
PU
SA
AMAN
Teknis
Yuridis
EV
_B
P
H
N
Tahapan Pembuatan Perjanjian
Internasional
Signing Process (Penandatanganan)
Acceptance Process (Penerimaan)
SA
N
Drafting Process (Perumusan Naskah)
PU
Negotiation Process (Perundingan)
Preliminary Process (Penjajakan)
H
EV
_B
P
Pasal 121 KUHP:
SA
N
“Barangsiapa ditugaskan pemerintah
untuk berunding dengan suatu negara
asing, dengan sengaja merugikan
negara, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.”
PU

N
Hati-hati !
DIPLOMASI PERBATASAN
N
Dasar Hukum Pelaksanaan
Instrumen Hukum Nasional
UU No. 4/1960: Titik Dasar dan Garis
Pangkal Negara Kepulauan

UU No. 5/1983: ZEE

UU No. 17/1985: Ratifikasi Konvensi
hukum Laut 1982

UU No. 6 /1996: Perairan

UU No. 43/2008: Wilayah Negara

UU No. 37/1999: Hubungan Luar Negeri

UU No. 24/2000: Perjanjian Internasional

PP tentang Titik Dasar dan Garis Pangkal
Kepulauan Indonesia (PP No. 38/2002
sebagaimana disempurnakan dengan PP No.
37/2008)
PU
SA
N
EV
_B
P

Instrumen Hukum Internasional
• Prinsip Hukum Umum: Uti Possidetis Juris
(wilayah negara mewarisi wilayah negara
bekas penjajahnya).
• Konvensi
Wina
tentang
Perjanjian
Internasional 1969.
• Konvensi Hukum Laut 1982 (UNCLOS
1982).
• Customary International Law.
• State Practices.
• Yurisprudensi: tanpa harus tunduk pada kasuskasus yang telah diputus oleh Mahkamah
Internasional atau Arbitrasi Internasional.
H

Direktorat Perjanjian Polkamwil
Kementerian Luar Negeri





H
EV
_B
P

N

SA

Politik
Kewilayahan
Pertahanan dan Keamanan (71)
Pemberantasan Terorisme (15)
Penanggulangan TOC (23)
Mutual Legal Assistance (7 + AMLAT)
Ekstradisi (12)
Keimigrasian
Dll.
PU

N
JENIS PERJANJIAN TERKAIT PERTAHANAN
DAN KEAMANAN NEGARA
N
H
PU
SA
N
EV
_B
P
HAMBATAN UMUM
IMPLEMENTASI
UU HUBUNGAN
INTERNASIONAL DAN
UU PERJANJIAN
INTERNASIONAL
Kurang koordinasi dan konsultasi dengan Kemlu, terutama karena
menganggap bahwa pertemuan bilateral bersifat teknis
Banyak K/L yang tidak menyusun Pedoman Delri
Tidak menyerahkan naskah perjanjian asli kepada Kemlu
Banyak komitmen Perjanjian Internasional yang dibuat tetapi tidak
memenuhi aspek 4 aman
Kesulitan implementasi PI karena :
- overlapping tupoksi antar K/L
- tidak sesuai/belum diakomodir dalam peraturan perundangundangan nasional
- ketidaksiapan teknis

N

SA

PU

EV
_B
P
H

N
HAMBATAN
Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional
21
Kementerian Luar Negeri
H
PU

SA
N

Terdapat banyak inisiatif internasionalisasi penegakan hukum di
Selat Malaka dengan mengaburkan konsep piracy dan armed
robbery at sea
Posisi RI (Kemlu) bahwa penegakan hukum hanya di Selat Malaka
dilakukan oleh negara pantai karena termasuk yurisdiksi negara
pantai, terutama di Selat Malaka dan secara regional telah ada
mekanisme kerjasama MALISINDOTHAI
Kemlu tidak pernah mendapatkan laporan implementasi kerjasama
MALISINDOTHAI, terutama efektivitasnya, sebagai bahan
justifikasi posisi Pemri di berbagai forum, utamanya multilateral
terkait counter piracy
Alasannya laporan bersifat terbatas vertikal
EV
_B
P

N
KURANG KOORDINASI DAN KONSULTASI DENGAN KEMLU,
TERUTAMA KARENA MENGANGGAP BAHWA
PERTEMUAN BILATERAL BERSIFAT TEKNIS

Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional
22
Kementerian Luar Negeri
N
HAMBATAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN INTERNASIONAL
KARENA OVERLAPPING TUPOKSI K/L
Penetapan Central Authority dalam Perjanjian MLA – Kejaksaan,
KemenkumHAM

Belum jelasnya konsep dan instansi yang tegas berfungsi sebagai
Coast Guard : Bakamla, Dit. KPLP (Ditjen Hubla, Kemhub), Polair,
TNI AL, sementara terdapat berbagai forum kerjasama maritime
security, seperti HACGAM, AMF, dll.
PU
SA
N
EV
_B
P
H

Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional
23
Kementerian Luar Negeri
N
PU
SA
N
EV
_B
P
H
PERAN KEMLU
DALAM BERBAGAI
PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN LAINNYA
H
N
Peran Kemlu dalam Dewan Ketahanan Nasional
(Keppres No. 101/1999) dan Dewan Pertahanan
Nasional (UU Pertahanan Negara)
EV
_B
P
1. Psl 7 ayat 1 (c) Keprres No. 101/1999, terdapat 13 anggota inti Dewan
Ketahanan Nasional, termasuk Menlu, sementara Psl 15 ayat 5 UU No.
3/2002 ttg Pertahanan Negara, anggota tetap Dewan Pertahanan Nasional
adalah Wapres, Menhan, Menlu, Mendagri dan Panglima.
N
Permasalahan :
SA
1. Perlu kejelasan mengenai eksistensi Dewan Ketahanan Nasional dan
Dewan Pertahanan Nasional.
PU
2. Dewan Pertahanan Nasional berfungsi sebagai penasihat Presiden dalam
menetapkan kebijakan umum pertahanan dan pengerahan segenap
komponen pertahanan negara. Tetapi Dewan ini dipimpin oleh Presiden,
Bagaimana mungkin memberikan nasihat kepada Presiden yang juga
pemimpin dari Dewan ini.
3. Kemlu belum terlalu aktif dilibatkan dalam kegiatan Dewan Ketahanan
Nasional
N
Peran Kemlu dalam UU No. 17 / 2013 ttg
Organisasi Masyarakat
EV
_B
P
H
Pasal 44
Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain wajib memiliki izin
Pemerintah, berupa izin prinsip dan izin operasional. Izin prinsip diberikan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri
setelah memperoleh pertimbangan tim perizinan.
SA
N
Pasal 49
PU
Pembentukan tim perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3)
dan Pasal 47 ayat (1) dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang luar negeri. (Dit. Sosial Budaya dan OI Negara
Berkembang, Dirjen Multilateral, Kemlu)
N
Peran Kemlu dalam UU No. 17 / 2013 ttg
Organisasi Masyarakat
EV
_B
P
H
Ormas asing berkewajiban untuk:
PU
SA
N
• menghormati kedaulatan NKRI;
• tunduk dan patuh pada ketentuan peraturan perundang-undangan;
• menghormati dan menghargai nilai-nilai agama dan adat budaya yang
berlaku dalam masyarakat Indonesia;
• memberikan manfaat kepada masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia;
• mengumumkan seluruh sumber, jumlah, dan penggunaan dana; dan
• membuat laporan kegiatan berkala kepada Pemerintah atau Pemerintah
Daerah dan dipublikasikan kepada masyarakat melalui media massa
berbahasa Indonesia.
H
N
Peran Kemlu dalam UU No. 17 / 2013 ttg
Organisasi Masyarakat
EV
_B
P
Permasalahan :
SA
N
Perlu
peningkatan
kewaspadaan
dalam
memberikan izin dan pengawasan terhadap
aktivitas ormas asing.
PU
Kerancuan konsep Ormas dan partai politik,
sehingga ada Parpol Indonesia yang membuka
‘DPP dan DPD’ di luar negeri, sementara UU
Indonesia ttg Ormas melarang ormas asing
melakukan kegiatan politik
N
Peran Kemlu dalam UU No. 6/2011 ttg Keimigrasian
H
Pasal 5
EV
_B
P
Fungsi Keimigrasian di setiap Perwakilan Republik Indonesia atau tempat lain
di luar negeri dilaksanakan oleh Pejabat Imigrasi dan/atau pejabat dinas luar
negeri yang ditunjuk.
N
Permasalahan :
SA
• Banyak Perwakilan RI yang belum mendapat update data Cekal
PU
• Belum berlakunya SIMKIM di seluruh Perwakilan RI
• Banyak Perwakilan RI yang tidak mendapatkan update data/jumlah WNA
yang masuk ke Indonesia melalui mekanisme bebas visa atau VKSK
• Belum digunakannya teknologi nasional (mesin printing) untuk cetak visa
atau paspor
Peran Kemlu terkait Perlindungan WNI
Pasal 19 (d) Perpres No. 46/2010 ttg
BNPT
Pasal 21 UU Hublu : Dalam hal WNI
terancam bahaya nyata, Perwakilan RI
berkewajiban memberikan perlindungan,
membantu, dan menghimpun mereka di
wilayah yang aman, serta mengusahakan
untuk memulangkan mereka ke Indonesia
atas biaya negara.
Deputi bidang Kerjasama
Internasional menyelenggarakan
fungsi koordinasi pelaksanaan
perlindungan WNI dan kepentingan
nasional di LN dari ancaman
terorisme.
PU
SA
N
EV
_B
P
H
N
Pasal 78 (1) UU No. 39 / 2004 ttg
Penempatan dan Perlindungan TKI di
LN
Perwakilan RI memberikan perlindungan
terhadap TKI di LN
Pasal 22 UU Hublu : Dalam hal terjadi
perang dan atau pemutusan hubungan
diplomatik dengan suatu negara, Menlu
atau pejabat lain yang ditunjuk oleh
Presiden, mengkoordinasikan usaha
untuk mengamankan dan melindungi
kepentingan nasional, termasuk WNI.
N
PU
SA
N
EV
_B
P
H
Beberapa Isu Penting
terkait Penguatan Sistem
Pertahanan Negara
N
CYBER SECURITY
Hingga saat ini belum terdapat instrumen hukum internasional
mengikat yang menetapkan kewajiban Negara dalam
pengaturan cyber security.

Namun demikian, Majelis Umum PBB telah menerbitkan
beberapa resolusi terkati cyber security, diantaranya melalui
resolusi A/RES/55/63 (4 Desember 2001) dan A/RES/56/121
(19 Desember 2011) mengenai Combating the criminal
misuse of information technologies; A/RES/57/239 (20
Desember 2002), A/RES/58/199 (23 Desember 2003) dan
A/RES/64/211 (21 Desember 2009) mengenai Creation of a
global culture of cybersecurity and the protection of critical
information infrastructures.
PU
SA
N
EV
_B
P
H

N
CYBER SECURITY
Selain itu, beberapa organisasi internasional seperti International
Telecommunication Union (ITU), North Atlantic City organization
(NATO) dan European Union Agency for Network and Information
Security (ENISA) telah menerbitkan dokumen manual berkaitan
dengan national cyber security strategy (NCSS) sebagai panduan
negara-negara dalam menyusun arsitektur kemanan nasional dalam
cyberspace.

Dokumen-dokumen dimaksud dapat menjadi referensi untuk
penyusunan legislasi maupun kebijakan nasional dalam bidang cyber
security, seperti RUU Keamanan Nasional dan kaitannya dengan UU
Pertahanan Negara, UU ITE, UU Intelijen Negara atau peraturan
perundang-undangan terkait lainnya.
PU
SA
N
EV
_B
P
H


H
N
CYBER SECURITY
EV
_B
P
Terkait pertahanan dan keamanan, cyber security dapat
diklasifikasikan menjadi :
Military cyber, berkaitan erat dengan penanganan
kapasitas siber militer negara, termasuk penanganan dan
pencegahan perang dunia maya (cyber war)

Counter cybercrime, berkaitan dengan tindak pidana yang
dilakukan melalui cyberspace (a.l: pencurian identitas dan
pembajakan HaKI) dan tindak pidana lain yang sifat dan
dampaknya hanya terjadi di dunia maya seperti cyberattacks (baik yang menyerang individu maupun entitas
public dan swasta)
PU
SA
N

RI sudah meratifikasi BWC pada tahun 1992 dan saat ini
sedang menyusun legislasi nasionalnya.
EV
_B
P
H

N
BIOLOGICAL WEAPONS
Permasalahan :
N
Kemenkes menyusun RUU Bahan Biologi dan Toksin vs
Kemhan membentuk Pokja Penyusunan Kajian Pengelolaan
Agensi Biologi untuk Pertahanan Negara yang diarahkan
untuk menyusun suatu peraturan perundang-undangan di
bidang penggunaan Agensi Biologi untuk kepentingan
Pertahanan Negara.
Belum jelasnya proyeksi visi / kepentingan nasional Indonesia
baik dalam hal penggunaan maupun larangan penggunaan
bahan biologi dan toksin sebagai senjata.
PU
SA


N
KERJASAMA KEANTARIKSAAN
Perlu harmonisasi dan koordinasi antara K/L tentang
kerjasama terkait Satelit

Terdapat beberapa inisiatif kerjasama dari RRT yang masuk
ke berbagai K/L seperti Bakamla, SAR dan LAPAN utamanya
terkait Remote Sensing Satellite utamanya terkait bidang
maritim

PU
Permasalahan :
SA
N
EV
_B
P
H

Masih belum jelas konsep integrasi penggunaan teknologi
satelit antar K/L karena pendekatannya masih bersifat sektoral
sehingga negara lain melakukan pendekatan secara sektoral
juga ke K/L terkait.
H
N
KESIMPULAN
PU
SA
N
EV
_B
P
Kemlu menjadi koordinator dalam
pelaksanaan hubungan luar negeri
dan
mengawal
pembuatan
Perjanjian internasional sampai
dengan implementasinya sesuai
dengan UU Hublu dan UU PI
N
KESIMPULAN
UU 24/2000 tentang Perjanjian Internasional telah memberikan prosedur
dan mekanisme pembuatan suatu PI yang harus dilaksanakan setiap K/L
yang akan membuat PI.

Terlepas dari permasalahan hukum dalam praktik pembuatan perjanjian
internasional di Indonesia, namun pada prinsipnya UU 24/2000 telah
memberikan modalitas yang cukup bagi Pemri dalam mengadakan
kerjasama luar negeri.

Dengan adanya kesesuaian dan kepatuhan atas prosedur dan mekanisme
pembuatan perjanjian internasional menurut UU, maka diharapkan
perjanjian yang dihasilkan dapat aman secara politis, yuridis, teknis dan
security.
PU
SA
N
EV
_B
P
H

N
Saran
EV
_B
P
H
Guna efektivitas implementasi UU Hublu dan UU PI serta peraturan
perundang-undangan terkait lainnya, maka :
Perlunya peningkatan koordinasi dengan Kemlu dan K/L terkait
bidang kerjasama pertahanan dan keamanan yang memiliki
elemen internasional

Perlunya pengaturan ataupun koordinasi wewenang dan fungsi
dari instansi terkait guna mendukung pelaksanaan hubungan luar
negeri, terutama yang dituangkan dalam perjanjian internasional.
maupun mengantisipasi pembuatan komitmen dalam menghadapi
tantangan non-traditional security threats atau emerging TOC.
PU
SA
N

N
TERIMA KASIH
EV
_B
P
H
Hubungi kami:
Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia
Gedung Utama, Lantai 2, 7 dan 11
Jalan Taman Pejambon No. 6
Jakarta Pusat – 10110
SA
N
Sekretariat Direktorat Jenderal Hukum dan
Perjanjian Internasional
Telp. 021-3846633 Fax: 021-3858044
PU
Direktorat Hukum
Telp. 021-3848648 Fax: 021-3504663
Direktorat Perjanjian Politik Keamanan dan
Kewilayahan
Telp: 021-3849618 Fax: 021-3524154
Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial
Budaya
Telp: 021-3858015 Fax: 021-3523302
Website:
http://www.kemlu.go.id
http://naskahperjanjian .deplu.go.id/main.asp
http://pustakahpi.kemlu.go.id
Download