N SA N EV _B P H Aspek Hukum dan Hubungan Internasional dalam Penguatan Sistem Pertahanan Negara PU Arie Poluzzi, S.H., LL.M. Direktorat Perjanjian Polkamwil Paparan pada FGD Analisis dan Evaluasi Hukum dalam rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara Jakarta, 19 September 2016 EV _B P N SA UU Hubungan Luar Negeri (Hublu) dan UU Perjanjian Internasional (PI) Hambatan Umum dalam Implementasi UU Hublu dan UU PI Peran Kemlu dalam Peraturan Per-UU-an Lainnya Beberapa Isu Penting terkait Penguatan Sistem Pertahanan Negara Kesimpulan Saran PU H N STRUKTUR PAPARAN N Kebijakan Luar Negeri dalam Konstitusi PU SA N EV _B P H Pemerintah Negara Indonesia yang: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, [Pembukaan UUD 1945] EV _B P H N Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI PU SA N Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Berdasarkan Hukum Internasional dan Hukum Nasional Psl 1 ayat 1 : Pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. SA N Pasal 3 : (1) Pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, HAM, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional dan kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai. (2) Pertahanan negara disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. PU EV _B P H N UU No. 3 / 2002 ttg PERTAHANAN NEGARA N Perjanjian dan Kerja Sama Luar Negeri EV _B P H Hukum Pertahanan N Capacity Building Umumnya Dituangkan SA G to G PU Kerja Sama Luar Negeri P to P Riset Kerja sama lain Perjanjian / Legal texts Dasar Hukum N Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri PU SA N EV _B P H Hukum Internasional: Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961 Vienna Convention on Consular Relations 1963 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International Organizations or Between International Organizations 1986 Kebiasaan dan Praktek internasional yang berlaku Hukum Nasional: UUD 1945 UU No. 37 thn 1999 ttg Hubungan Luar Negeri UU No. 24 thn 2000 ttg Perjanjian Internasional Keppres No. 108 Tahun 2003 ttg Organisasi Perwakilan RI di LN N Pasal 5 UU Hubungan Luar Negeri N EV _B P H Pasal 5 : Hublu diselenggarakan sesuai dg perundangundangan nasional dan hukum serta kebiasaan internasional. Berlaku bagi semua penyelenggara hublu, baik pemerintah maupun non-pemerintah. PU SA Pasal 6 dan 7 : Kewenangan Presiden – Menlu – Pejabat lainnya Menlu diberikan wewenang untuk konsultasi dan koordinasi dan mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu EV _B P H Langkah-langkah yang dianggap perlu, seperti : N Pasal 5 UU Hubungan Luar Negeri a. Langkah preventif seperti : pemberian informasi tentang pokok-pokok kebijakan Pemerintah di bidang LN, permintaan untuk tidak berkunjung ke suatu negara tertentu, dsb. PU SA N b. Langkah represif seperti : Memberi peringatan kepada pelaku Hublu yang tindakannya bertentangan atau tidak sesuai dengan kebijakan polugri dan peraturan perUUan nasional dlm penyelenggaraan hublu Mencegah tindak lanjut suatu kesepakatan yang mungkin dicapai oleh pelaku Hublu di Indonesia dengan mitra asingnya, Mengusulkan kepada lembaga negara atau lembaga pemerintah yang berwenang untuk melakukan tindakan administratif kepada yang bersangkutan, dan sebagainya. Seluruh K/L (departemen / non departemen, pusat dan daerah) harus lebih dulu konsultasi dan koordinasi dengan Kemlu Harus menetapkan posisi PemRI yang dalam Pedoman Delri; Pedoman Delri yang perlu mendapat persetujuan Menteri, memuat hal-hal sebagai berikut: a. latar belakang permasalahan; b. analisis permasalahan ditinjau dari aspek politis dan yuridis serta aspek lain yang dapat mempengaruhi kepentingan nasional Indonesia; c. posisi Indonesia, saran, dan penyesuaian yang dapat dilakukan untuk mencapai kesepakatan. Ketua Delri dipimpin oleh Menteri atau pejabat lain sesuai dengan materi perjanjian dan lingkup kewenangan masing-masing. (4) PU SA N (2) (3) EV _B P H (1) N Pasal 5 UU Perjanjian Internasional N Pasal 17 UU PI : Penyimpanan Naskah Perjanjian Kemlu bertanggung jawab menyimpan dan memelihara naskah asli PI serta menyusun daftar naskah resmi dan menerbitkannya dalam himpunan penjanjian internasional (treaty room); (2) Salinan naskah resmi setiap PI disampaikan kepada lembaga pemrakarsa; (3) Kemlu memberitahukan dan menyampaikan salinan naskah resmi suatu perjanjian internasional yang telah dibuat oleh Pemerintah RI kepada sekretariat organisasi internasional dimana Pemri menjadi anggota; (4) Kemlu memberitahukan dan menyampaikan salinan piagam pengesahan perjanjian internasional kepada instansi-instansi terkait; PU SA N EV _B P H (1) N Peran Kementerian Luar Negeri EV _B P N SA Memberikan arahan, pedoman, pemantauan dan pertimbangan dalam pembuatan, pengesahan dan pelaksanaan perjanjian; Menjadi juru runding, penasihat hukum serta memberikan asistensi dalam perundingan pembuatan perjanjian internasional; Verifikasi kesesuaian suatu naskah apakah merupakan perjanjian internasional menurut UU No. 24/2000 dan Konvensi Wina 1969 dan 1986 Membuat standarisasi tentang prosedur dan dokumen yang berkaitan dengan perjanjian internasional Menjabarkan dan menerapkan ketentuan-ketentuan dalam UU No. 24/2000 dalam setiap proses pembuatan perjanjian; Menerbitkan Surat Kuasa dan Surat Kepercayaan; Memfasilitasi dan mengkoordinasi seluruh proses perjanjian; Menyimpan dan memelihara naskah resmi perjanjian internasional yang dibuat oleh Indonesia; Menyusun daftar naskah resmi dan menerbitkannya dalam himpunan perjanjian internasional. PU H Berkaitan dengan pembuatan dan pengesahan Perjanjian Internasional: N Perjanjian Internasional Berdasarkan Konvensi Wina 1969 dan 1986 hanya NEGARA dan ORGANISASI INTERNASIONAL yang dapat membuat perjanjian internasional; Pada dasarnya perjanjian internasional merupakan KESEPAKATAN yang dibentuk oleh SUBYEK HUKUM INTERNASIONAL dalam bentuk TERTULIS dan merujuk pada HUKUM INTERNASIONAL serta menimbulkan HAK DAN KEWAJIBAN bagi para pihak pada perjanjian tersebut. Perjanjian internasional yang telah ditandatangani, berlaku ataupun disahkan (ratifikasi) menjadi hukum yang mengikat. PU SA N EV _B P H Negara EV _B P H Regional Multilateral SA N Perjanjian Internasional PU Subyek Hukum Int’l Bilateral N Perjanjian Internasional Menjabarkan hak dan kewajiban dengan rincian sbb: 1. Preamble; 2. Tujuan; 3. Mengatasnamakan negara (dapat dilaku kan penunjukan focal point); 5. Mekanisme pelaksana; 6. Pendanaan / kontribusi; 7. Penyelesaian Sengketa; 8. Amandemen; 9. Keberlakuan dan Pengakhiran; 10. Surat Kuasa untuk menandatangani perjanjian; 11. Penandatangan. EV _B P H N 4 Aman dalam Pembuatan Perjanjian Internasional Security N Politis PU SA AMAN Teknis Yuridis EV _B P H N Tahapan Pembuatan Perjanjian Internasional Signing Process (Penandatanganan) Acceptance Process (Penerimaan) SA N Drafting Process (Perumusan Naskah) PU Negotiation Process (Perundingan) Preliminary Process (Penjajakan) H EV _B P Pasal 121 KUHP: SA N “Barangsiapa ditugaskan pemerintah untuk berunding dengan suatu negara asing, dengan sengaja merugikan negara, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.” PU N Hati-hati ! DIPLOMASI PERBATASAN N Dasar Hukum Pelaksanaan Instrumen Hukum Nasional UU No. 4/1960: Titik Dasar dan Garis Pangkal Negara Kepulauan UU No. 5/1983: ZEE UU No. 17/1985: Ratifikasi Konvensi hukum Laut 1982 UU No. 6 /1996: Perairan UU No. 43/2008: Wilayah Negara UU No. 37/1999: Hubungan Luar Negeri UU No. 24/2000: Perjanjian Internasional PP tentang Titik Dasar dan Garis Pangkal Kepulauan Indonesia (PP No. 38/2002 sebagaimana disempurnakan dengan PP No. 37/2008) PU SA N EV _B P Instrumen Hukum Internasional • Prinsip Hukum Umum: Uti Possidetis Juris (wilayah negara mewarisi wilayah negara bekas penjajahnya). • Konvensi Wina tentang Perjanjian Internasional 1969. • Konvensi Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982). • Customary International Law. • State Practices. • Yurisprudensi: tanpa harus tunduk pada kasuskasus yang telah diputus oleh Mahkamah Internasional atau Arbitrasi Internasional. H Direktorat Perjanjian Polkamwil Kementerian Luar Negeri H EV _B P N SA Politik Kewilayahan Pertahanan dan Keamanan (71) Pemberantasan Terorisme (15) Penanggulangan TOC (23) Mutual Legal Assistance (7 + AMLAT) Ekstradisi (12) Keimigrasian Dll. PU N JENIS PERJANJIAN TERKAIT PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA N H PU SA N EV _B P HAMBATAN UMUM IMPLEMENTASI UU HUBUNGAN INTERNASIONAL DAN UU PERJANJIAN INTERNASIONAL Kurang koordinasi dan konsultasi dengan Kemlu, terutama karena menganggap bahwa pertemuan bilateral bersifat teknis Banyak K/L yang tidak menyusun Pedoman Delri Tidak menyerahkan naskah perjanjian asli kepada Kemlu Banyak komitmen Perjanjian Internasional yang dibuat tetapi tidak memenuhi aspek 4 aman Kesulitan implementasi PI karena : - overlapping tupoksi antar K/L - tidak sesuai/belum diakomodir dalam peraturan perundangundangan nasional - ketidaksiapan teknis N SA PU EV _B P H N HAMBATAN Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional 21 Kementerian Luar Negeri H PU SA N Terdapat banyak inisiatif internasionalisasi penegakan hukum di Selat Malaka dengan mengaburkan konsep piracy dan armed robbery at sea Posisi RI (Kemlu) bahwa penegakan hukum hanya di Selat Malaka dilakukan oleh negara pantai karena termasuk yurisdiksi negara pantai, terutama di Selat Malaka dan secara regional telah ada mekanisme kerjasama MALISINDOTHAI Kemlu tidak pernah mendapatkan laporan implementasi kerjasama MALISINDOTHAI, terutama efektivitasnya, sebagai bahan justifikasi posisi Pemri di berbagai forum, utamanya multilateral terkait counter piracy Alasannya laporan bersifat terbatas vertikal EV _B P N KURANG KOORDINASI DAN KONSULTASI DENGAN KEMLU, TERUTAMA KARENA MENGANGGAP BAHWA PERTEMUAN BILATERAL BERSIFAT TEKNIS Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional 22 Kementerian Luar Negeri N HAMBATAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN INTERNASIONAL KARENA OVERLAPPING TUPOKSI K/L Penetapan Central Authority dalam Perjanjian MLA – Kejaksaan, KemenkumHAM Belum jelasnya konsep dan instansi yang tegas berfungsi sebagai Coast Guard : Bakamla, Dit. KPLP (Ditjen Hubla, Kemhub), Polair, TNI AL, sementara terdapat berbagai forum kerjasama maritime security, seperti HACGAM, AMF, dll. PU SA N EV _B P H Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional 23 Kementerian Luar Negeri N PU SA N EV _B P H PERAN KEMLU DALAM BERBAGAI PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN LAINNYA H N Peran Kemlu dalam Dewan Ketahanan Nasional (Keppres No. 101/1999) dan Dewan Pertahanan Nasional (UU Pertahanan Negara) EV _B P 1. Psl 7 ayat 1 (c) Keprres No. 101/1999, terdapat 13 anggota inti Dewan Ketahanan Nasional, termasuk Menlu, sementara Psl 15 ayat 5 UU No. 3/2002 ttg Pertahanan Negara, anggota tetap Dewan Pertahanan Nasional adalah Wapres, Menhan, Menlu, Mendagri dan Panglima. N Permasalahan : SA 1. Perlu kejelasan mengenai eksistensi Dewan Ketahanan Nasional dan Dewan Pertahanan Nasional. PU 2. Dewan Pertahanan Nasional berfungsi sebagai penasihat Presiden dalam menetapkan kebijakan umum pertahanan dan pengerahan segenap komponen pertahanan negara. Tetapi Dewan ini dipimpin oleh Presiden, Bagaimana mungkin memberikan nasihat kepada Presiden yang juga pemimpin dari Dewan ini. 3. Kemlu belum terlalu aktif dilibatkan dalam kegiatan Dewan Ketahanan Nasional N Peran Kemlu dalam UU No. 17 / 2013 ttg Organisasi Masyarakat EV _B P H Pasal 44 Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain wajib memiliki izin Pemerintah, berupa izin prinsip dan izin operasional. Izin prinsip diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri setelah memperoleh pertimbangan tim perizinan. SA N Pasal 49 PU Pembentukan tim perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) dan Pasal 47 ayat (1) dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri. (Dit. Sosial Budaya dan OI Negara Berkembang, Dirjen Multilateral, Kemlu) N Peran Kemlu dalam UU No. 17 / 2013 ttg Organisasi Masyarakat EV _B P H Ormas asing berkewajiban untuk: PU SA N • menghormati kedaulatan NKRI; • tunduk dan patuh pada ketentuan peraturan perundang-undangan; • menghormati dan menghargai nilai-nilai agama dan adat budaya yang berlaku dalam masyarakat Indonesia; • memberikan manfaat kepada masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia; • mengumumkan seluruh sumber, jumlah, dan penggunaan dana; dan • membuat laporan kegiatan berkala kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan dipublikasikan kepada masyarakat melalui media massa berbahasa Indonesia. H N Peran Kemlu dalam UU No. 17 / 2013 ttg Organisasi Masyarakat EV _B P Permasalahan : SA N Perlu peningkatan kewaspadaan dalam memberikan izin dan pengawasan terhadap aktivitas ormas asing. PU Kerancuan konsep Ormas dan partai politik, sehingga ada Parpol Indonesia yang membuka ‘DPP dan DPD’ di luar negeri, sementara UU Indonesia ttg Ormas melarang ormas asing melakukan kegiatan politik N Peran Kemlu dalam UU No. 6/2011 ttg Keimigrasian H Pasal 5 EV _B P Fungsi Keimigrasian di setiap Perwakilan Republik Indonesia atau tempat lain di luar negeri dilaksanakan oleh Pejabat Imigrasi dan/atau pejabat dinas luar negeri yang ditunjuk. N Permasalahan : SA • Banyak Perwakilan RI yang belum mendapat update data Cekal PU • Belum berlakunya SIMKIM di seluruh Perwakilan RI • Banyak Perwakilan RI yang tidak mendapatkan update data/jumlah WNA yang masuk ke Indonesia melalui mekanisme bebas visa atau VKSK • Belum digunakannya teknologi nasional (mesin printing) untuk cetak visa atau paspor Peran Kemlu terkait Perlindungan WNI Pasal 19 (d) Perpres No. 46/2010 ttg BNPT Pasal 21 UU Hublu : Dalam hal WNI terancam bahaya nyata, Perwakilan RI berkewajiban memberikan perlindungan, membantu, dan menghimpun mereka di wilayah yang aman, serta mengusahakan untuk memulangkan mereka ke Indonesia atas biaya negara. Deputi bidang Kerjasama Internasional menyelenggarakan fungsi koordinasi pelaksanaan perlindungan WNI dan kepentingan nasional di LN dari ancaman terorisme. PU SA N EV _B P H N Pasal 78 (1) UU No. 39 / 2004 ttg Penempatan dan Perlindungan TKI di LN Perwakilan RI memberikan perlindungan terhadap TKI di LN Pasal 22 UU Hublu : Dalam hal terjadi perang dan atau pemutusan hubungan diplomatik dengan suatu negara, Menlu atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Presiden, mengkoordinasikan usaha untuk mengamankan dan melindungi kepentingan nasional, termasuk WNI. N PU SA N EV _B P H Beberapa Isu Penting terkait Penguatan Sistem Pertahanan Negara N CYBER SECURITY Hingga saat ini belum terdapat instrumen hukum internasional mengikat yang menetapkan kewajiban Negara dalam pengaturan cyber security. Namun demikian, Majelis Umum PBB telah menerbitkan beberapa resolusi terkati cyber security, diantaranya melalui resolusi A/RES/55/63 (4 Desember 2001) dan A/RES/56/121 (19 Desember 2011) mengenai Combating the criminal misuse of information technologies; A/RES/57/239 (20 Desember 2002), A/RES/58/199 (23 Desember 2003) dan A/RES/64/211 (21 Desember 2009) mengenai Creation of a global culture of cybersecurity and the protection of critical information infrastructures. PU SA N EV _B P H N CYBER SECURITY Selain itu, beberapa organisasi internasional seperti International Telecommunication Union (ITU), North Atlantic City organization (NATO) dan European Union Agency for Network and Information Security (ENISA) telah menerbitkan dokumen manual berkaitan dengan national cyber security strategy (NCSS) sebagai panduan negara-negara dalam menyusun arsitektur kemanan nasional dalam cyberspace. Dokumen-dokumen dimaksud dapat menjadi referensi untuk penyusunan legislasi maupun kebijakan nasional dalam bidang cyber security, seperti RUU Keamanan Nasional dan kaitannya dengan UU Pertahanan Negara, UU ITE, UU Intelijen Negara atau peraturan perundang-undangan terkait lainnya. PU SA N EV _B P H H N CYBER SECURITY EV _B P Terkait pertahanan dan keamanan, cyber security dapat diklasifikasikan menjadi : Military cyber, berkaitan erat dengan penanganan kapasitas siber militer negara, termasuk penanganan dan pencegahan perang dunia maya (cyber war) Counter cybercrime, berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan melalui cyberspace (a.l: pencurian identitas dan pembajakan HaKI) dan tindak pidana lain yang sifat dan dampaknya hanya terjadi di dunia maya seperti cyberattacks (baik yang menyerang individu maupun entitas public dan swasta) PU SA N RI sudah meratifikasi BWC pada tahun 1992 dan saat ini sedang menyusun legislasi nasionalnya. EV _B P H N BIOLOGICAL WEAPONS Permasalahan : N Kemenkes menyusun RUU Bahan Biologi dan Toksin vs Kemhan membentuk Pokja Penyusunan Kajian Pengelolaan Agensi Biologi untuk Pertahanan Negara yang diarahkan untuk menyusun suatu peraturan perundang-undangan di bidang penggunaan Agensi Biologi untuk kepentingan Pertahanan Negara. Belum jelasnya proyeksi visi / kepentingan nasional Indonesia baik dalam hal penggunaan maupun larangan penggunaan bahan biologi dan toksin sebagai senjata. PU SA N KERJASAMA KEANTARIKSAAN Perlu harmonisasi dan koordinasi antara K/L tentang kerjasama terkait Satelit Terdapat beberapa inisiatif kerjasama dari RRT yang masuk ke berbagai K/L seperti Bakamla, SAR dan LAPAN utamanya terkait Remote Sensing Satellite utamanya terkait bidang maritim PU Permasalahan : SA N EV _B P H Masih belum jelas konsep integrasi penggunaan teknologi satelit antar K/L karena pendekatannya masih bersifat sektoral sehingga negara lain melakukan pendekatan secara sektoral juga ke K/L terkait. H N KESIMPULAN PU SA N EV _B P Kemlu menjadi koordinator dalam pelaksanaan hubungan luar negeri dan mengawal pembuatan Perjanjian internasional sampai dengan implementasinya sesuai dengan UU Hublu dan UU PI N KESIMPULAN UU 24/2000 tentang Perjanjian Internasional telah memberikan prosedur dan mekanisme pembuatan suatu PI yang harus dilaksanakan setiap K/L yang akan membuat PI. Terlepas dari permasalahan hukum dalam praktik pembuatan perjanjian internasional di Indonesia, namun pada prinsipnya UU 24/2000 telah memberikan modalitas yang cukup bagi Pemri dalam mengadakan kerjasama luar negeri. Dengan adanya kesesuaian dan kepatuhan atas prosedur dan mekanisme pembuatan perjanjian internasional menurut UU, maka diharapkan perjanjian yang dihasilkan dapat aman secara politis, yuridis, teknis dan security. PU SA N EV _B P H N Saran EV _B P H Guna efektivitas implementasi UU Hublu dan UU PI serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya, maka : Perlunya peningkatan koordinasi dengan Kemlu dan K/L terkait bidang kerjasama pertahanan dan keamanan yang memiliki elemen internasional Perlunya pengaturan ataupun koordinasi wewenang dan fungsi dari instansi terkait guna mendukung pelaksanaan hubungan luar negeri, terutama yang dituangkan dalam perjanjian internasional. maupun mengantisipasi pembuatan komitmen dalam menghadapi tantangan non-traditional security threats atau emerging TOC. PU SA N N TERIMA KASIH EV _B P H Hubungi kami: Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Gedung Utama, Lantai 2, 7 dan 11 Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta Pusat – 10110 SA N Sekretariat Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Telp. 021-3846633 Fax: 021-3858044 PU Direktorat Hukum Telp. 021-3848648 Fax: 021-3504663 Direktorat Perjanjian Politik Keamanan dan Kewilayahan Telp: 021-3849618 Fax: 021-3524154 Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya Telp: 021-3858015 Fax: 021-3523302 Website: http://www.kemlu.go.id http://naskahperjanjian .deplu.go.id/main.asp http://pustakahpi.kemlu.go.id