BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan IPM merupakan indikator penting yang dapat digunakan untuk melihat upaya dan kinerja program pembangunan secara menyeluruh di suatu wilayah. Dalam hal ini IPM dianggap sebagai gambaran dari hasil program pembangunan yang telah dilakukan beberapa tahun sebelumnya. Demikian juga kemajuan program pembangunan dalam suatu periode dapat diukur dan ditunjukkan oleh besaran IPM pada awal dan akhir periode tersebut. IPM merupakan ukuran untuk melihat dampak kinerja pembangunan wilayah yang mempunyai dimensi yang sangat luas, karena memperlihatkan kualitas penduduk suatu wilayah dalam hal harapan hidup, intelelektualitas dan standar hidup layak. Dalam perencanaan pembangunan, IPM juga berfungsi dalam memberikan tuntunan dalam menentukan prioritas dalam merumuskan kebijakan dan menentukan program. Hal ini juga merupakan tuntunan dalam mengalokasikan anggaran yang sesuai dengan kebijakan umum yang telah ditentukan oleh pembuat kebijakan dan pengambil keputusan. Indikator IPM merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia, baik dari sisi dampaknya terhadap kondisi fisik manusia (kesehatan dan kesejahteraan) maupun yang bersifat non-fisik (intelektualitas). Pembangunan yang berdampak pada kondisi fisik masyarakat diharapkan tercermin dalam angka harapan hidup dan kemampuan daya beli, sedangkan untuk dampak non-fisiknya (intelektualitas) bisa dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh masyarakat. Namun perlu diingat bahwa IPM bukanlah satu-satunya alat ukur untuk menilai keberhasilan dalam pembangunan manusia. Karena dimensi pembangunan manusia yang diukur oleh IPM hanya meliputi tiga indikator saja, yaitu kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Aspek-aspek lain seperti kesetaran jender, tingkat partisipasi masyarakat, kesehatan mental dan lainnya. Sehingga evaluasi dalam pembangunan manusia perlu juga melihat indikator-indikator lain, seperti Indeks Pembangunan Jender (IPJ), Indeks Pemberdayaan Jender(IDJ), IKM (Indeks 80 Kemiskinan Manusia) dan IMH (Indeks Mutu Hidup) sehingga kesimpulan yang didapat akan lebih mendekati fakta sebenarnya. Berdasarkan bahasan sebelumnya, nampak bahwa pelaksanaan program pembangunan di Propinsi Jawa Barat telah menunjukan perubahan yang positif. Krisis memang belum sepenuhnya berakhir, tetapi tanda-tanda kebangkitan kembali ekonomi Propinsi Jawa Barat sudah mulai terlihat. Hal ini bisa disimak dari laju pertumbuhan ekonomi (LPE) yang semakin membaik. Kondisi demikian bukan saja akan memberi peluang bagi peningkatan pendapatan masyarakat, tetapi juga terhadap peningkatan kesejahteraan mereka. Sinergi dari berbagai faktor tadi tercermin dengan semakin membaiknya kualitas pembangunan manusia di Propinsi Jawa Barat seperti diperlihatkan oleh peningkatan angka IPM. Terdapat beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil uraian dan analisis pada bagian sebelumnya adalah sebagai berikut : Pemerataan penyebaran fasilitas dan tenaga kesehatan masih perlu ditingkatkan, khususnya di wilayah-wilayah pedesaan, seerti di wilayah yang menghadapi kendala dalam hal aksesibilitas karena kurangnya sarana dan prasarana transportasi. Angka Drop out (DO) pada tingkat pendidikan dasar pada umumnya masih cukup tinggi walaupun terus menunjukkan penurunan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. terutama di wilayah pedesaan dimana pendidikan sering dipandang sebagai ‘barang mewah’ yang hanya menghabiskan uang tetapi tidak berdampak nyata pada kemampuan ekonomi keluarga dalam jangka pendek. Kaum perempuan masih belum mendapatkan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya. Angka putus sekolah kaum perempuan cenderung lebih tinggi dari kaum laki-laki dan ini hampir secara merata terjadi di seluruh kecamatan yang ada di Propinsi Jawa Barat. Disparitas pembangunan manusia antar kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat masih cukup tinggi, terutama antar daerah perkotaan dan pedesaan. Kesenjangan tersebut hanya dapat di persempit jika terjadi pemerataan distribusi hasil-hasil pembangunan yang lebih adil. Otonomi Daerah yang digulirkan dewasa ini sebenarnya bisa menjadi solusi, Pemerintah Propinsi Jawa Barat seharusnya lebih terpacu untuk menggiatkan pembangunan di daerahnya 81 masing-masing karena sebagian besar kewenangan telah diserahkan ke daerah, sehingga distribusi hasil-hasil pembangunan yang terpusat pada daerah tertentu saja tidak terjadi. 6.2. Rekomendasi Dengan adanya gambaran perkembangan pembangunan manusia di Propinsi Jawa Barat, setiap kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat diharapkan dapat memperbaiki kualitas dari determinan setiap komponen IPM yang telah dicapai khususnya pada beberapa daerah yang harus diprioritaskan. Dengan mempertimbangkan upaya yang telah dilakukan, hasil yang dicapai dan kendala yang dihadapi maka penyusun mengajukan beberapa saran sebagai berikut : 1) Agar dapat dibuat kebijakan yang tepat maka perlu dilakukan identifikasi faktorfaktor dominan yang menyebabkan akses terhadap pendidikan, kesehatan dan aktivitas ekonomi kurang maksimal. Di bidang kesehatan misalnya, Pemerintah Propinsi Jawa Barat mesti lebih intensif dalam hal perbaikan angka harapan hidup dan penurunan angka kematian bayi. Angka harapan hidup dipengaruhi oleh adanya faktor pelayanan kesehatan, lingkungan dan perilaku. Intervensi pelayanan diarahkan dalam rangka memperbaiki faktor lingkungan dan perilaku masyarakat. Pembangunan berbagai sarana dan prasarana kesehatan seperti rumah sakit, poliklinik, puskesmas, puskesmas pembantu, tempat praktek, serta tersedianya tenaga-tenaga dokter, bidan, dan tenaga paramedis lain hingga ke pelosok-pelosok daerah perlu ditingkatkan untuk menunjang kualitas kesehatan penduduk. Di bidang pendidikan, penuntasan buta huruf dan penurunan angka rawan drop out murid sekolah harus tetap mendapat prioritas utama, disamping terus melakukan upaya lain, seperti: pembangunan dan revitalisasi gedunggedung sekolah, sebagai upaya meningkatkan partisipasi murid secara berkelanjutan. 2) Untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap arti penting pembangunan manusia maka perlu mengoptimalkan peran komponen masyarakat, misalnya pemuka agama. 3) Kebijakan pembangunan manusia seyogyanya sinergis dengan upaya kesetaraan gender dan pengentasan kemiskinan. 82 4) Dengan masih rendahnya pendidikan di masyarakat pedesaan (fakta, penduduk Propinsi Jawa Barat lebih dominan tinggal di pedesaan), perlu langkah terobosan untuk membuka peluang pertumbuhan ekonomi di pedesaan yang dapat memperbaiki dan meningkatkan pendapatan rumahtangga. Membuka lapangan usaha pertanian dan memberdayakan industri kecil merupakan hal yang dapat dilakukan. Kegiatan tersebut dikembangkan dengan lebih mengutamakan penggunaan bahan baku lokal. 5) Peningkatan pembangunan di berbagai sektor usaha secara seimbang sesuai potensi yang ada di wilayahnya masing-masing. Untuk daerah-daerah perdesaan pembangunan yang optimal dapat dilakukan melalui peningkatan mutu dan sarana irigasi, penyediaan alat-alat pertanian yang mencukupi, sarana transportasi bagi kemudahan pemasaran produksi pertanian, serta pengadaan penyuluhan bagi pertaniannya petani yang berguna untuk meningkatkan produktivitas merupakan cara-cara peningkatan pembangunan di bidang pertanian. 6) Mendorong laju investasi baik pemerintah maupun swasta kepada pembangunan yang mengarah ke daerah-daerah yang kurang berkembang, misalnya ke daerah-daerah perdesaan. Dan dalam rangka meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat, upaya pengembangan usaha skala mikro tampaknya dapat menjadi alternatif pilihan untuk mendongkrak pendapatan masyarakat yang relatif tertinggal. 7) Kemampuan daya beli masyarakat sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat. Sedangkan faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan itu sendiri adalah lapangan pekerjaan yang pada akhirnya akan mendatangkan penghasilan atau upah. Tingkat pendidikan seseorang berperan juga dalam menentukan lapangan pekerjaannya. 8) Kebijakan maupun intervensi yang akan kembangkan hendaknya memprioritaskan pembangunan ekonomi maupun manusia pada wilayah-wilayah yang relatif tertinggal tanpa mengesampingkan wilayah yang dapat dikategorikan sudah “berhasil” dalam pembangunan manusianya. 83