BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Makan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perilaku Makan Remaja
Perilaku makan remaja adalah suatu tingkah laku, yang dapat dilihat dan
diamati, yang dilakukan oleh remaja dalam rangka memenuhi kebutuhan makan
yang merupakan kebutuhan dasar yang bersifat fisiologis, merupakan reaksi
terhadap stimulus yang berasal dari dalam dirinya dan juga dari luar dirinya. Jadi,
dapat dikatakan bahwa perilaku makan menjadi kebutuhan untuk menunjukkan
eksistensinya sebagai makhluk hidup serta sebagai dasar guna melakukan
interaksi atau kontak sosial dengan orang lain (Fradjia, 2008). Saat ini banyak
remaja memiliki kebiasaan tidak sarapan pagi. Mereka sering menggantikan
makan pagi dengan makan siang, dengan mengonsumsi makanan jajanan siap saji.
Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) tahun 1999, menunjukkan bahwa persentase pengeluaran
rata-rata perkapita penduduk perkotaan untuk makanan jajanan (termasuk fast
food) meningkat dari 9,13% pada tahun 1996 menjadi 11,37% pada tahun 1999.
Makanan siap saji sudah menjadi tren dikalangan remaja, selain menjadi
tempat makan , restoran siap saji juga menjadi tempat kumpul favorit dengan
teman. Yang menjadi masalah pada restoran siap saji adalah jumlah menu yang
teebatas dan makanannya mengandung lemak dan garam yang tinggi. Minuman
yang tersedia juga menambah masukan kalori berlebih pada remaja. Dengan
demikian remaja yang sering mengonsumsi makanan siap saji cenderung
mengalami kelebihan berat badan (Poltekes, Depkes. 2010).
8
Universitas Sumatera Utara
9
Kejadiaan obesitas sekarang ini lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan
mengkonsumsi fast food atau makanan olahan yang banyak mengandung lemak
dan tidak sehat. Hasil penelitian Martha (2009) yang dilakukan di Yayasan
Pendidikan Swasta SMA Raksana Medan dari 120 orang siswi sebanyak 48 orang
(40,33%) mengalami obesitas, overweight sebanyak 11 orang (9,24%), normal
sebanyak 46 orang (39,49%), kurus sebanyak 14 orang (10,92%). Hal ini
disebabkan oleh pola makan yang berlebih yang dapat dilihat dari jumlah siswi
yang mengonsumsi Kentucky Fried Chicken (KFC) sebanyak 2-3 kali seminggu
yaitu sebesar 43,69% (52 orang).Berdasarkan penelitian Djoyonegoro (1995),
bahwa ada sekitar 60% anak Indonesia tidak sarapan pagi sebelum berangkat
kesekolah dan itu menjadi perhatian penuh, sebab sarapan pagi akan memberikan
kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein,
lemak, vitamin dan mineral. Selain kebiasaan tidak sarapan pagi, saat ini remaja
lebih menyukai mengonsumsi makanan jajanan siap saji (fast food).
2.1.1
Pengetahuan
Makanan sehari – hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua
zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan
tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat – zat gizi
esensial tertentu, zat gizi yang harus di datangkan dari makanan (Proverawati,
2010). Konsumsi makanan yang berlebihan terutama mengandung karbohidrat
dan lemak akan menyebabkan jumlah yang masuk kedalam tubuh tidak seimbang
dengan kebutuhan energi, begitu juga dengan sebaliknya konsumsi makanan yang
kurang, baik yang mengandung karbohidrat, lemak dan zat-zat gizi lainnya akan
Universitas Sumatera Utara
10
meyebabkan jumlah energi yang masuk kedalam tubuh tidak seimbang dengan
kebutuhan. Dan sebagian orang memiliki kebiasaan makan yang tidak benar
sehingga memacu beberapa penyakit. Kebiasaan ini antara lain sering
mengkonsumsi makanan yang penuh kalori atau makanan siap saji terutama bagi
anak sekolah, padahal anak sekolah memerlukan asupan gizi yang cukup (Aji,
2013).
Hasil penelitian Mardatillah (2008) bahwa tingginya pengetahuan gizi
kesehatan pada siswi SMA Islam PB.Soedirman karena lengkapnya sumber
pengetahuan dan materi pengetahuan gizi yang diajarkan tidak dalam mata ajaran
khusus. Namun demikian hasil analisis disapatkan bahwa proporsi responden gizi
lebih (39,3%) memiliki tingkat pengetahuan baik lebih tinggi dibandingklan
responden gizi lebih dengan tingkat pengetahuan kurang, untuk itu diperlukan
penyuluhan bagaimana cara hidup sehat guna menghindari masalah kesehatan
yang akan dihadapi dimasa mendatang seperti gizi lebih.
Makanan cepat saji kini semakin digemari remaja, baik hanya sebagai
kudapan maupun makanan besar. Makanan ini mudah diperoleh, disamping lebih
bergengsi karena pengaruh iklan. Disebut makanan sampah karena sangat sedikit
(bahkan tidak ada sama sekali) mengandung kalsium, besi, riboflavin, asam folat,
vitamin A dan vitamin C, sementra kandungan lemak jenuh, kolesterol dan
natrium tingi. Proporsi lemak sebagai penyedia kalori lebih dari 50% dari total
kalori yang terkandung dari makanan itu (Arisman, 2010). Snack mencakup
hampir 40 persen kalori diet remaja. Es krim, hamburger dan sejenis pizza
memberikan zat gizi yang penting, tetapi juga tinggi lemak, natrium dan kalori.
Universitas Sumatera Utara
11
Remaja sangat sering mengonsumsi makanan yang ada pada restoran makanan
cepat saji yang mempunyai menu terbatas dan sering menekankan pada makanan
yang tinggi kalori, lemak dan natrium. Salah satu penyebab kebiasaan makan pada
remaja adalah pengetahuan gizi yang rendah dan terlihat pada kebiasaan makan
yang salah (Proverawati, 2010).
2.1.2
Sikap
Sikap seseorang berhubungan dengan tingkat pendidikannya, semakin
tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik pula sikap seseorang. Sikap adalah
predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu,
sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu,
tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya individual
(Notoadmodjo, 2005). Sikap remaja tentang gizi juga berperan dalam memenuhi
kebutuhan gizi itu sendiri, dimana sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Beberapa remaja cenderung menabukan jenis makanan tertentu. Sikap ini
terbentuk karena sifat remaja memang sering mencoba hal baru. Remaja belum
sepenuhnya matang, baik secara fisik, dan psikososial. Dalam pencarian identitas
ini remaja cepat sekali terpengaruh lingkungan. Kegemaran yang tidak lazim,
seperti pilihan untuk menjadi vegetarian merupakan contoh keterpengaruhan itu.
Kebiasaan ini dipengaruhi oleh keluarga, teman dan media (iklan televisi). Teman
akrab berpengarah besar pada remaja terutama pemilihan jenis makanan.
Makanan olahan, seperti yang dinyatakan dalam iklan televisi, secara berlebihan,
meski dalam iklan diklaim kaya akan vitamin dan mineral, sering terlalu banyak
Universitas Sumatera Utara
12
mengandung gula serta lemak, disamping zat aditif. Konsumsi makanan jenis ini
secara berlebihan dapat berakibat kekurangan zat gizi lain. Kegemaran pada
makanan olahan yang mengandung zat ini menyebabkan remaja mengalami
perubahan patologis yang terlalu dini (Arisman, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh R.Sinaga pada 10 siswa di SMA Negeri 1
Medan, jumlah siswa yang mengkonsumsi makanan cepat saji 1 x seminggu
seperti KFC sebanyak 4 orang (40%) sedangkan sebanyak 6 siswa (60%)
mengonsumsi makanan cepat saji setiap hari seperti burger, bakso, nugget dan mie
instan karena makanan cepat saji tersebut tersedia di kantin sekolah yang selalu
dikonsumsi pada jam istirahat sekolah.
2.2
Pola makan Remaja
Menurut Hoang (1985) berbagai informasi yang memberikan gambaran
mengenai jumlah dan jenis makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan
merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Makanan
merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Makanan yang dikonsumsi
beragam jenis dengan berbagai cara pengolahannya. Di masyarakat di kenal pola
makan dan kebiasaan makan di mana seseorang atau sekelompok orang tinggal.
Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok memilih pangan dan
mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, psikologi sosial
dan budaya (soehardjo, 1996). Ada beberapa pola makan remaja yangsangat khas
dan berbeda dibandingkan usia lainnya, yaitu(Proverawati,2010):
1. Tidak makan terutama makan pagi atau sarapan.
Universitas Sumatera Utara
13
2. Kegemaran makan snacks dan kembang gula serta softdrinks. Snacks (makanan
kecil) umumnya dikonsumsi pada waktu sore hari setelah pulang dari sekolah.
3. Makanan cepat saji sangat digemari, baik yang langsung dibeli atau makanan
yang dibawa dari rumah. Makanan modern ini dikonsumsi sebagai bagian dari
life style (gaya hidup). Makanan ini mengandung zat gizi yang tinggi energi,
lemak, serta protein.
4. Sering mengonsumsi minuman ringan (soft drink).
Selain kebiasaan tidak sarapan pagi, saat ini remaja lebih menyukai
mengonsumsi makanan jajanan cepat saji (fast food). Dari hasil Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
tahun 1999, menunjukkan bahwa persentase pengeluaran rata-rata per kapita
penduduk perkotaan untuk makanan jajanan (termasuk fast food) meningkat dari
9,13% pada tahun 1996 menjadi 11,37% pada tahun 1999.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Diane (2003) di Minneapolis,
menunjukkan bahwa kebiasaan makan keluarga sangat mempengaruhi kebiasaan
makan remaja. Asupan makanan yang biasa dihidangkan di rumah membentuk
kesukaan remaja terhadap makanan sehat ataupun tidak sehat. Keluarga yang
sering menyajikan fast food untuk anak remaja mereka, cenderung memiliki anakanak remaja yang memiliki pola makan yang buruk. Dibandingkan dengan
keluarga yang jarang atau tidak menyajikan fast food untuk anak remaja mereka.
Hasil yang sama diperoleh juga pada penelitian Kerry dkk, di tempat yang sama.
Ketersediaan fast food di rumah berhubungan dengan peningkatan konsumsi
Universitas Sumatera Utara
14
makanan asin dan fast food pada remaja. Sebaliknya, hal tersebut berhubungan
negatif dengan konsumsi sayuran pada pangan remaja.
2.2.1 Makanan Cepat Saji
Makanan cepat saji (fast food) adalah makanan yang tersedia dalam waktu
cepat dan siap disantap, seperti hamburger, pizza, mi instan, dll. Mudahnya
memperoleh makanan siap saji di pasaran memang memudahkan tersedianya
variasi pangan sesuai selera dan daya beli. Selain itu, pengolahan dan
penyiapannya lebih mudah dan cepat,cocok bagi mereka yang selalu sibuk (
Sulistijani, 2002).
Kehadiran makanan cepat saji dalam industri makanan di Indonesia juga
bisa mempengaruhi pola makan kaum remaja. Khususnya bagi remaja tingkat
menengah ke atas, restoran makanan cepat saji merupakan tempat yang tepat
untuk bersantai. Makanan di restoran fast food ditawarkan dengan harga
terjangkau dengan kantong mereka, pelayanannya cepat dan jenis makanannya
memenuhi selera. Makanan cepat saji umumnya mengandung kalori, kadar lemak,
gula dan sodium (Na) yang tinggi tetapi rendah serat, vitamin A, asam askorbat,
kalsium dan folat. Makanan cepat saji adalah gaya hidup remaja (Khomsan,
2004).
Keberadaan restoran-restoran
fast food yang semakin banyak di di
Indonesia, yang menyajikan berbagai makanan siap saji yang dapat berupa
makanan tradisional Indonesia (seperti restoran padang) dan makanan barat yang
terkenal dengan ayam gorengnya, disamping jenis makanan yang tidak kalah
populer seperti
burger, pizza, sandwich, dan sebagainya. Hasil penelitian
Universitas Sumatera Utara
15
Khomsiyah (2010) menunjukkan bahwa ramaja yang mengunjungi restoran
makanan cepat saji rata-rata masih berpendidian SMP dan SMU dan berasal dari
keluarga ekonomi menengah keatas.Frekuensi remaja dalam konsumsi makanan
siap saji rata-rata 1-2 kali semingu. Jenis makanan siap saji yang sering
dikonsumsi ada fried chicken dan hamburger. Jenis minuman yang dikonsumsi
adalah soft drink. Rata-ratakonsumsienergi, lemak, kolesterol, natrium fast
fooddalam sehari masing-masing adalah 903,1 kal, 33,6 gizi, 251,9 mg dan 232,02352,7 mg. Sebagian besar remaja berstatus gizi obesitas dan overweight selain itu
kebanyakan remaja ternyata memiliki kebiasaan makan lebih pada saat sedih dari
pada saat senang.
Makanan cepat saji mempunyai kelebihan yaitu penyajian cepat sehingga
hemat waktu dan dapat dihidangkan kapan dan dimana saja,tempat saji dan
penyajian yang higienis, dianggap makanan bergengsi, makanan modern, juga
makanan gaul bagi anak muda. Makanan cepat saji yang dimaksud adalah jenis
makanan yang dikemas, mudah disajikan, praktis, atau diolah dengan cara
sederhana. Makanan tersebut umumnya diproduksi oleh industri pengolahan
pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk
mengawetkan dan memberikan cita rasa bagi produk tersebut (Ade, 2012).
2.2.2 Dampak Negatif Makanan Cepat Saji
Konsumsi makanan cepat saji yang terlalu sering dapat menyebabkan
berbagai masalah kesehatan. Dampak negatif makanan cepat saji diantaranya
adalah (Proverawati,2010) :
Universitas Sumatera Utara
16
1. Meningkatkan Risiko Serangan Jantung.
Kandungan kolesterol yang tinggi pada makanan
cepat saji dapat
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah. Pembuluh darah yang tersumbat
akan membuat aliran darah tidak lancar yang dapat mengakibatkan terjadinya
serangan jantung koroner.
2. Membuat Ketagihan
Makanan cepat saji mengandung zat aditif yang dapat membuat ketagihan dan
merangsang untuk ingin terus memakannya sesering mungkin.
3. Meningkatkan Berat Badan
Jika suka mengonsumsi makanan cepat saji dan jarang berolahraga, maka
dalam beberapa minggu tubuh akan mengalami penambahan berat badan yang
tidak sehat. Lemak yang di dapat dari mengonsumsi makanan cepat saji tidak
digunakan dengan baik oleh tubuh jika tidak berolahraga. Lemak inilah yang
kemudian tersimpan dan menumpuk dalam tubuh.
4. Meningkatkan Risiko Kanker
Kandungan lemak yang tinggi yang terdapat dalam makanan cepat saji dapat
meningkatkan risiko kanker, terutama kanker payudara dan usus besar.
5. Memicu Diabetes
Kandungan kalori dan lemak jenuh yang tinggi dalam makanan cepat saji akan
memicu terjadinya resistensi insulin yang berujung pada penyakit diabetes.
Resistensi insulin terjadi ketika sel-sel tubuh tidak merespon insulin sehingga
menurunkan penyerapan glukosa yang menyebabkan banyak glukosa
menumpuk di aliran darah.
Universitas Sumatera Utara
17
6. Memicu Tekanan Darah Tinggi
Garam dapat membuat masakan menjadi jauh lebih nikmat, hampir semua
makanan
makanan cepat saji mengandung garam yang tinggi. Garam
mengandung natrium, ketika kadar natrium dalam darah tinggi dan tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal, volume darah meningkat karena natrium bersifat
menarik dan menahan air. Peningkatan ini menyebabkan jantung bekerja lebih
keras untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh yang menyebabkan tekanan
darah tinggi.
2.3
Obesitas pada Remaja
Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai kegemukan, merupakan suatu
masalah yang cukup merisaukan di kalangan remaja. Obesitas atau kegemukan
terjadi pada saat badan menjadi gemuk yang disebabkan penumpukan jaringan
adipose secara berlebihan. Jadi obesitas adalah keadaan dimana seseorang
memiliki berat badan yang lebih berat dibandingkan berat badan idealnya yang
disebabkan terjadinya penumpukan lemak ditubuhnya. Sedangkan berat badan
berlebih (overweight) adalah kelebihan berat badan termasuk didalamnya otot,
tulang, lemak dan air (Proverawati, 2010). Dijelaskan lebih lanjut bahwa
persamaan keduanya terletak pada adanya penumpukan lemak yang berlebihan di
dalam tubuh, yang ditandai dengan peningkatan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT)
di atas normal. Obesitas merupakan refleksi ketidakseimbangan konsumsi dan
pengeluaran energi (Khomsan, 2004).
Overweight dan obesitas adalah suatu kondisi kronik yang sangat erat
hubungannya dengan peningkatan risiko sejumlah penyakit degeneratif. Obesitas
Universitas Sumatera Utara
18
adalah peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan fisik dan skeletal akibat
akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh. Obesitas tidak hanya berdampak
terhadap kesehatan fisik tapi juga berdampak terhadap kesehatan mental. Dampak
psikologis yang ditimbulkan seperti individu merasa malu, tidak percaya diri, dan
merasa orang lain jijik terhadapnya. Hal tersebut dapat menyebabkan perubahan
konsep diri. Penyakit degeneratif adalah suatu kondisi penyakit yang muncul
akibat proses kemunduran fungsi sel – sel tubuh yaitu yaitu dari keadaan normal
menjadi lebih buruk dan berlangsung secara kronis (Hasdianah, dkk. 2014).
Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh yang berfungsi sebagai
energi, sebagai penyekat panas, penyerap goncangan dan fungsi lainnya. Jumlah
lemak pada wanita dan pria tidaklah sama. Perbandingan normal antara lemak
tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada
pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh
lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas (Proverawati, 2010).
2.3.1 Tipe-Tipe Kegemukan
Menurut Purwati (2000) kegemukan dapat dibedakan menjadi beberapa macam.
Berikut dibawah ini merupakan tipe-tipe kegemukan dibedakan berdasarkan letak
timbunan lemak dan penambahan usia.
1. Kegemukan berdasarkan Letak Timbunan Lemak
Kegemukan akan menjadi masalah kesehatan jika kelebihan lemak di
dalam tubuh tersebar pada bagian-bagian tertentu seperti bagian perut, dada,
lengan, dan muka. Lemak yang menumpuk pada bagian tubuh sebelah atas
tersebut lebih membahayakan dibandingkan lemak yang menumpuk disekitar
Universitas Sumatera Utara
19
tubuh bagian bawah seperti pinggul, paha, pantat, dan perut. Berdasarkan
penyebaran lemak di dalam tubuh, ada dua tipe kegemukan, yaitu tipe buah apel
(tipe android) dan tipe buah pear (tipe ginoid).
a. Kegemukan tipe buah apel (tipe android)
Tubuh gemuk tipe android ini ditandai dengan penumpukan lemak yang
berlebihan di bagian tubuh sebelah atas yaitu sekitar dada, pundak, leher, dan
muka. Pada umumnya, tipe ini dialami oleh wanita yang sudah menopause dan
pada pria. Lemak yang terdapat pada tipe android merupakan lemak jenuh yang
mengandung sel-sel lemak yang besar, dan mempunyai resiko lebih tinggi
terhadap penyakit degeneratif.
b. Kegemukan tipe buah pir ( tipe ginoid)
Gemuk tipe ginoid ditandai dengan penimbunan lemak pada bagian bawah
tubuh, yaitu sekitar perut, pinggul, paha, dan pantat. Kegemukan tipe ini banyak
diderita oleh wanita. Jenis timbunan lemaknya merupakan lemak tidak jenuh,
ukuran sel lemaknya kecil dan lembek, namun tipe ini lebih sulit dalam
menurunkan berat badan.
2. Kegemukan berdasarkan usia
Kegemuka dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu kegemukan pada
masa bayi (infancy-onset obesity) kegemukan pada masa anak-anak (childhoodonset obesity) kegemukan pada saat dewasa (adult-onset obesity).
a. Kegemukan pada masa bayi disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu
dalam memberi makanan kepada bayinya.
Universitas Sumatera Utara
20
b. Kegemukan pada masa anak-anak disebabkan karena perilaku makan yang
salah dan kurangnya anak melakukan aktivitas fisik. Di sisi lain, maraknya
iklan makanan pada media elektronik dan media cetak membuat anak-anak
cenderung konsumtif. Terlebih lagi jika orangtua tidak memberikan arahan
kepada anaknya, bukan mustahil makanan jajanan yang dipilih anak akan
mengandung gizi yang tidak seimbang. Keadaan ini akan membuat anak
menjadi gemuk bila didukung anak tersebut malah berolahraga dan bergerak
(Ade, 2012).
c. Kegemukan saat dewasa sekarang ini banyak terjadi, terlebih menjelang usia
30 tahun. Hal ini disebabkan pada usia ini karir seseorang sudah semakin
mantab sehingga terlalu disibukkan dengan pekerjaan, dan kebanyakan mereka
tidak memiliki waktu untuk berolahraga. Oleh karena itu, jika kurang hati-hati
mengontrol makanan dan kurang untuk melakukan aktivitas fisik lambat laun
tubuh akan menderita kegemukan. Padahal jika kegemukan dibiarkan
berlarut,pada usia 45-60 tahun akan terkena berbagai penyakit degeneratif
(Proverawati, 2010).
2.3.2 Faktor – Faktor Penyebab Obesitas pada Remaja
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas, diantaranya adalah
(Ade, 2012) :
1. Faktor Genetik
Faktor genetik memegang peranan penting bagi terjadinya obesitas, bukan
hal yang mengherankan jika pada orang tua yang mengalami obesitas , maka
anak-anak mereka pada generasi berikutnya akan menjumpai masalah yang sama.
Universitas Sumatera Utara
21
American Journal of Clinical Nutrition pernah melakukan penelitian terhadap
5000 pasang anak kembar. Penelitian yang dipublikasikan di awal Februari 2008
di Ingris melaporkan bahwa faktor genetik berpengaruh sekitar 75 % pada
perbedaan garis pinggang dan berat badan seorang anak.
2. Pola makan yang berlebih
Pola makan yang berlebih juga menjadi factor terjadinya obesitas.
Obesitas terjadi jika seseorang mengonsumsi kalori melebihi jumlah kalori yang
dibakar. Pada hakikatnya, tubuh memerlukan asupan kalori untuk kelangsungan
hidup dan aktivitas fisik. Namun, untuk menjaga berat badan perlu adanya
keseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar.
Ketidakseimbangan energi yang terjadi dapat mengarah pada kelebihan berat
badan dan obesitas (Aji, 2013).
3. Aktivitas Fisik
Menurut Dietary Guidelines for Americans(2005), untuk orang dewasa
yang berusia 19-50 tahun, laki-laki dengan aktivitas santai membutuhkan 22002600 kal/hari; laki-laki dengan aktivitas sedang membutuhkan 2400-2800
kal/hari; laki-laki yang aktif sebesar 2800-3000 kal/hari. Perempuan dengan
aktivitas santai pada usia ini memrlukan 1800-2000 kal/hari; perempuan dengan
aktivitas sedang memerlukan 200-2200 kal/hari; dan perempuan dengan aktivitas
aktif sebesar 2200-2400 kal/hari.
Berdasarkan penelitian Aminuddin (2013) di SD Negeri Sudirman I
Makassar ditemukan 40,5% siswa yang sering mengkonsumsi fast food tetapi
tidak mengalami gizi lebih. Hal ini diduga disebabkan karena siswa tersebut
Universitas Sumatera Utara
22
mengimbangi dengan aktivitas fisik yang tinggi. Aktivitas yang dapat dilakukan
anak usia sekolah adalah dengan rutin berolahraga sehingga pengeluaran energi
dapat seimbang. Selain itu dapat pula meningkatkan aktivitas fisiknya dengan
mengikuti kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di sekolah maupun di luar sekolah.
4. Faktor Emosi
Orang dengan obesitas akan makan lebih banyak pada saat yang
mencekam atau kondisistress (McKena, 1999). Dalam suatu studi yang dilakukan
White (1977) membandingkan selera makan pada kelompok orang dengan berat
badan berlebih dan berat badan normal dengan cara menyajikan makanan ringan
(keripik). Kedua kelompok tersebut diminta untuk menonton 4 film yang
mengandung emosi yang berbeda, yaitu film tegang, ceria, merangsang gairah
seksual, dan ceramah yang membosankan. Dari penelitian tersebut didapatkan
hasil dimana kelompok orang gemuk lebih banyak menghabiskan keripik setelah
menyaksikan film yang tegang daripada setelah menonton film yang
membosankan. Sedangkan pada orang dengan berat badan normal, didapatkan
selera makan keripik yang relative sama setelah menonton film yang tegang atau
ceramah yang membosankan.
5. Faktor lingkungan
Selain faktor diatas, ternyata remaja yang hidup dilingkungan yang
menganggap gemuk adalah symbol dari kemakmuran dan cenderung menjadi
obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh International Obesitas Task Force (ITF)
World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa 99% anak mengalami
Universitas Sumatera Utara
23
obesitas karena factor lingkungan. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh aktivitas dan
pola makan orang tua yang relatif sama dengan anak.
2.3.3 Indeks Massa Tubuh
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks
antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih
pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah satu
contoh dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau yang
disebut dengan Body Mass Index (Supariasa, 2001).
Dua parameter yang berkaitan dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh, terdiri
dari :
1. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu parameter massa tubuh yang paling sering
digunakan yang dapat mencerminkan jumlah dari beberapa zat gizi seperti protein,
lemak, air dan mineral. Untuk mengukur Indeks Massa Tubuh, berat badan
dihubungkan dengan tinggi badan (Gibson, 2005). Pengukuran berat badan
diperoleh dengan menggunakan timbangan seca dengan kapasitas 150 kg dengan
ketelitian 0,1 kg.
2. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan dapat merefleksikan
pertumbuhan skeletal (Hartriyanti dan Triyanti, 2007). Dan tinggi badan diperoleh
dengan mengukur tinggi badan menggunakan microtoise.
Universitas Sumatera Utara
24
3. Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan
penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil
penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti
bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
Untuk mengetahui status gizi seseorang maka ada kategori ambang batas
IMT/U dengan menggunakan soft wareWHOAnthroplus. Ukuran ini dihitung
dengan umur, mengukur tinggi badan (dalam cm) dan menimbang berat badan
(dalam kilogram). klasifikasi IMT/U berdasarkan WHO 2007 adalah sebagai
berikut :
1. Sangat kurus : <-3 SD
2. Kurus
: ≥-3 SD s/d <-2
3. Normal
: ≥-2 SD s/d ≥+1 SD
4. Gemuk
: >+1 SD s/d ≥ 2 SD
5. Obesitas : ≥+2 SD
2.3.4 Dampak Obesitas
Obesitas dapat menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri
punggung bagian bawah, dan memperburuk osteoarthritis (terutama di daerah
pinggul, lutut, dan pergelangan kaki). Seseorang yang menderita obesitas
memiliki permukaan tubuh yang relative lebih sempit dibandingkan dengan berat
badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat secara efisien dan mengeluarkan
keringat yang lebih banyak. Sering juga ditemukan oedema (pembengkakan
akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan kaki.
Universitas Sumatera Utara
25
Obesitas meningkatkan resiko terjadinya sejumlah penyakit kronik antara lain
sebagai berikut(Proverawati, 2010):
a. Diabetes tipe 2 (timbul pada masa remaja)
b. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
c. Stroke
d. Serangan jantung (infark miokardium)
e. Gagal jantung
f. Kanker (jenis kanker tertentu, misalnya: kanker prostat dan kanker usus
besar)
g. Batu kandung empedu dan batu kandung kemih
2.3.5 Pencegahan Obesitas
Pencegahan dan program penurunan kegemukan dan obesitas adalah
dengan mengurangi asupan energi serta menigkatkan pengeluaran energi dengan
cara pengaturan pola makanan, peningkatan aktifitas fisik,diet, modifikasi gaya
hidup serta dukungan secara mental dan sosial (Hasdianah, dkk. 2014).
- Pengaturan nutrisi dan pola makan
Tujuan utama pengaturan nutrisi pada individu dengan kegemukan dan obesitas
tidak hanya sekedar menurunkan berat badan, namun juga mempertahankan berat
badan agar tetap stabil dan mencegah peningkatan kembali berat badan yang telah
di dapat. Makanan yang mengandung banyak lemak dan tinggi karbohidrat harus
dikurangi, dan konsumsi makanan serat diperbanyak.Memilih makanan dan
minuman harus diperhatikan agar dapat mengontrol kalori, lemak, gula, dan
garam yang di konsumsi. Konsumsi makanan harus tetap dapat memenuhi
Universitas Sumatera Utara
26
kebutuhan gizi. Ini berarti vitamin dan mineral harus terdapat dalam jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan (Hasdianah, dkk. 2014).
- Perbanyak aktivitas fisik
Olahraga dan aktivitas fisik sangat bermanfaat dalam menurunkan kegemukan dan
obesitas. Olahraga memberikan perubahan baik fisik maupun psikologis yang
bermanfaat dalam mengendalikan berat badan. Contohnya, jika kita melakukan
aktifitas dengan lariselama satu jam penuh akan membakar 600 kalori setara
dengan kalori yang dihasilkan jika kita mengkonsumsi satu buah hamburger.
Olahraga yang dilakukan secara konsisten dan teratur tidak hanya membakar
kalori, namun juga mengurangi lemak, dan memberi manfaat yang cukup baik
secara psikologis (Hasdianah, dkk. 2014).
- Modifikasi prilaku
Perubahan pola hidup dan prilaku diperlukan untuk mengatur dan memodifikasi
pola makan dan aktifitas fisik pada individu yang obesitas. Dengan demikian
upaya ini diharapkan dapat mengatasi hambatan – hambatan terhadap kepatuhan
individu pada pola makan sehat dan olahraga. Strategi yang dapat dilakukan
adalah pengawasan sendiri terhadap berat badan, asupan makanan dan aktifitas
fisik, mengontrol keinginan untuk makan, mengubah prilaku makan dengan
mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi, dan dukungan sosial dari
keluarga dan lingkungan (Hasdianah, dkk. 2014).
2.4
Perilaku Makan Siap Saji dan Kejadian Obesitas
Pengetahuan mengenai makanan adalah kepandaian memilih makanan
yang merupakan sumber zat-zat gizi dan kepandaian dalam memilih makanan
Universitas Sumatera Utara
27
jajanan yang sehat. Pengetahuan sangat berpengaruh dalam mengkonsumsi
makanan siap saji.Semakin tinggi pengetahuan konsumsi makan seseorang akan
semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makan yang dipilih untuk
dikonsumsi. Sebagian siswa sudah mengetahui apa itu makanan siap saji, jenisjenisnya, tetapi tidak mengetahui dampak dari makanan siap sajidan kandungan
gizi yang berlebih yang terdapat dalam makanan siap sajitersebut. Sehingga
membuat remaja tetap mengkonsumsi makanan siap sajidan dapat mengalami
obesitas (Ade, 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2010) pada siswa
SMAN 2 Jember sebagian besar memiliki sikap yang positif yakni sebanyak 71
orang (84,6%) yang obesitas sebanyak 15 orang (17,9%) dan tidak obesitas
sebanyak 56 orang (66,7%). Sedangkan yang memiliki sikap negatif sebanyak 13
orang (15,4%) yang obesitas sebanyak 8 orang (9,5%) dan tidak obesitas sebanyak
5 orang (5,9%). Selama melakukan penelitian diketahui bahwa remaja tidak
mengakui dampak dari makanan siap saji, karena masih belum mengalaminya
baik dari bentuk tubuh maupun gangguan kesehatan lainnya yang disebabkan oleh
makanan siap saji. Sebaiknya siswa harus lebih banyak membaca buku mengenai
dampak dari makanan siap saji atau mengenai status gizi.Dalam jawaban yang
telah diberikan siswa, banyak yang memilih bahwa makanan siap saji tidak baik
untuk kesehatan tetapi tidak mempengaruhi siswa dalam mengkonsumsi makanan
siap saji. Meskipun sikap siswa positif tetapi sebagian tidak setuju jika frekuensi
mengkonsumsi makanan siap saji dikurangi. Sehingga membuat siswa tetap
mengkonsumsi makanan siap saji dan dapat mengalami obesitas.
Universitas Sumatera Utara
28
2.5
Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian
sebagai berikut :
Variabel independen
Pengetahuan
variabel dependen
Sikap
Polamakan:
- Jenis
- Frekuensi
- Kontribusi (KH, P, L, S)
Status Gizi
.
Kejadian obesitas dapat disebabkan oleh pola makan (jenis, frekuensi dan
kontribusi).Pola makan juga didasarkan dari pengetahuan dan sikap seseorang
terhadap makanan.
Universitas Sumatera Utara
Download