Obesitas Ganggu Kecerdasan Sebagai mantan Putri Indonesia yang memiliki segudang aktivitas, Melanie Putria Dewita Sari (26) dituntut tampil prima. Timbunan lemak sedikit saja bisa mengganggu penampilan. Demi memiliki tubuh ramping, ia pun melakukan diet ketat dan berolahraga secara intensif. Hampir tiap hari ia berolahraga di pusat kebugaran selama 2-3 jam. Ia juga mengurangi porsi makan secara drastis, pantang makanan dengan karbohidrat dan lemak tinggi. Namun, hal itu membuatnya lemas, uring-uringan, dan menderita tipus. Kini ia kembali bugar setelah diet gizi seimbang dan olahraga secara teratur. Memiliki tubuh ideal merupakan idaman banyak orang. Namun, gara-gara ingin langsing secara “instan” sejumlah penderita obesitas sakit akibat diet terlalu ketat dan konsumsi obat pelangsing berlebihan. Ada beberapa penilaian untuk mengukur kelebihan berat badan; salah satunya lingkar pinggang. “Cara mudah menentukan kegemukan adalah indeks massa tubuh (BMI),” kata Dr. Fiastuti Witjaksono, pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia. Penghitungan BMI berdasarkan berat badan (kilogram) dibagi tinggi badan (meter) yang dikuadratkan. Untuk Asia, orang dengan BMI di atas 23 termasuk kelebihan berat badan. Adapun BMI 25-29,9 termasuk obesitas tipe satu, BMI 30 atau lebih adalah obesitas tipe dua. Preobesitas jika BMI 23-24,9. Mengutip Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kini lebih dari 300 juta orang di dunia mengalami obesitas, miliaran orang lain kelebihan berat badan. Penyebab utamanya adalah pola makan buruk dan kurang aktivitas fisik. Di Indonesia penderita obesitas terus bertambah. Sensus Kesehatan Nasional tahun 1989 menyebutkan, prevalensi obesitas di perkotaan 1,1 persen dan di pedesaan 0,7 persen. Sepuluh tahun kemudian, angka itu meningkat jadi 5,3 persen di kota dan 4,3 persen di desa. Himpunan Studi Obesitas Indonesia tahun 2004 menemukan, prevalensi obesitas 9,16 persen pada pria dan 11,02 persen perempuan. Obesitas ada pada 41,2 persen pria-lingkar pinggang melebihi 89 cm-dan 53,3 persen wanita, dengan lingkar pinggang lebih dari 79 cm. Penyakit berdatangan Obesitas dikaitkan dengan faktor keturunan dan kelebihan asupan makanan. Kini obesitas diidentifikasi sebagai masalah kesehatan yang memengaruhi terjadinya beragam penyakit, penuaan dini, bahkan menurunkan kemampuan kognitif. “Kelebihan lemak pada perut meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular antara lain stroke dan penyakit jantung koroner,” kata Fiastuti. Obesitas juga meningkatkan risiko diabetes melitus, kolesterol tinggi, batu empedu, kanker, infertilitas, dan radang sendi. “Pada pria, obesitas meningkatkan risiko terjadi kanker kolon dan prostat. Pada perempuan akan meningkatkan risiko kanker empedu, endometrium, dan payudara,” ujarnya. Studi terbaru yang dimuat di jurnal Human Brain Mapping menyebutkan, orang dengan obesitas memiliki jaringan otak 8 persen lebih sedikit dibandingkan dengan yang berat badannya normal. Otak mereka terlihat 16 tahun lebih tua daripada orang kurus. Mereka yang kelebihan berat badan memiliki jaringan otak 4 persen lebih sedikit daripada orang dengan berat badan normal. Otak mereka juga tampak lebih tua 8 tahun. Hasil studi berdasarkan pemindaian otak 94 orang berusia 70 tahun itu menggambarkan degenerasi otak berat. “Kehilangan jaringan yang besar mengakibatkan penurunan kemampuan kognitif secara drastis dan meningkatkan risiko alzheimer serta penyakit lain pada otak,” ujar Paul Thompson, ketua peneliti dan profesor neurologi dari UCLA, AS, dalam situs LiveScience. Penderita obesitas kehilangan jaringan otak di wilayah penting otak yang berfungsi merencanakan, mengingat, mengambil keputusan dan penguasaan emosi, menjaga memori jangka panjang, serta mengatur gerakan. Gizi seimbang Atas dasar itu, obesitas dianggap “penyakit berbahaya”. Menurut Prof. Walujo Soerjodibroto dari Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, masalah kesehatan ini sulit diatasi. Pencegahan dini lebih mudah berhasil, yaitu saat pasien masih kelebihan berat badan. “Penurunan berat badan yang aman adalah 2-5 kg per bulan dengan mengurangi asupan lemak,” kata Fiastuti. Komposisi diet yang baik adalah 55 persen karbohidrat, 30 persen lemak, dan 15 persen protein. Kandungan lemak antara lain ada dalam susu, keju, es krim, mentega, kue, daging merah, dan ayam. Makanan berkalori tinggi adalah makanan dengan daging berlemak dan santan kental. Untuk menurunkan berat badan, penderita obesitas dianjurkan diet rendah kalori bergizi seimbang. “Perlu disertai olahraga teratur dan tidur cukup,” kata Susana, Kepala Divisi Riset Nutrifood. “Perilaku makan yang diharapkan harus dipaksakan demi memperbaiki pola pikir hingga mengubah perilaku makan,” kata Walujo. Pasien juga perlu bantuan obat, konsultasi gizi, modifikasi perilaku, akupunktur, hipnoterapi, dan segala cara meningkatkan kemauan terapi tanpa rugikan kesehatan. Dengan pola makan sehat dan mengontrol berat badan, terjadi perubahan positif fungsi kardiovaskular, metabolisme, dan mencegah penurunan drastis kemampuan kognitif. Selain bentuk tubuh jadi ideal, kualitas hidup pun meningkat.