Modul Psikologi Komunikasi [TM12]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
PSIKOLOGI
KOMUNIKASI
PSIKOLOGI PESAN
Fakultas
Program Studi
FIKOM
MARCOM &
ADVERTISING
Tatap Muka
11
Kode MK
Disusun Oleh
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Abstract
Kompetensi
Modul ini berisi materi mengenai
Psikologi pesan dikaji dalam beberapa
bagian, antara lain: pesan linguistik,
pesan non verbal, organisasi, struktur,
dan imbauan pesan.
Setelah mempelajari modul ini,
mahasiswa diharapkan dapat
memahami dan menjelaskan tentang
proses pemahaman pesan.
PSIKOLOGI PESAN
Ada seorang psikolog fisiologis (psikolog yang mempelajari pengaruh tubuh terhadap
perilaku manusia) yang menemukan hal yang aneh. Pada waktu dirangsang amygdala-nya
– bagian otak pada sistem limbik – dengan arus listrik 5 miliamper, seorang pasien yang
loyo tiba-tiba menjadi agresif. Suaranya berubah dan tubuhnya bergetar marah. Ketika
stimulasi listrik diturunkan menjadi 4 miliamper, sikap wanita itu berubah; ia tersenyum dan
menyesali sikap kasar yang baru dilakukannya. H.E. King (1961), demikian nama psikolog
ini, akhirnya mengetahui bahwa kita dapat menggerakkan orang lain dengan merangsang
salah satu bagian otaknya.
Jose Delgado (1969) kemudian menghabiskan bertahun-bertahun untuk mengembangkan
alat-alat stimulasi yang dapat merangsang otak. Dengan menggunakan transdermal
stimoceiver yang ditanamkan pada otak pasien, dari jauh Delgado dapat menggerakkan
tingkah laku orang: mengubahnya dari agresif menjadi tenang atau sebaliknya, dari gembira
menjadi sedih atau sebaliknya. Dengan yakin, Delgado berkata “Predictable behavioral and
mental responses may be induced in direct manipulation of the brain.” (perilaku dan respons
mental yang diramalkan dapat diinduksikan dengan manipulasi otak secara langsung).
Delgado bekerja keras untuk mengidentifikasi daerah pada otak manusia, membuat peta
otak, mengembangkan alat-alat elektronis halus; semua untuk mengendalikan dan
menggerakkan manusia. padahal setiap manusia sudah dikaruniai kemampuan untuk
menggerakkan orang lain dari jarak jauh – remote control – tanpa harus menggunakan
jarum-jarum elektris atau “push button radio device.” Betulkah kita semua memiliki alat untuk
mengendalikan orang lain?
Betul, kata George A. Miller, professor psikolinguistik dari Rockefeller University. Ia menulis,
“Kini ada seperangkat perilaku yang dapat menfendalikan pikiran dan tindakan orang lain
secara perkasa. Teknik pengendalian ini dapat menyebabkan anda melakukan sesuatu
yang tidak terbayangkan. Anda tidak dapat melakukannya tanpa adanya teknik itu. Teknik
itu dapat mengubah pendapat dan keyakinan, dapat digunakan untuk menipu anda, dapat
membuat anda gembira dan sedih, dapat memasukkan gagasan-gagasan baru ke dalam
kepala anda, dapat membuat anda menginginkan sesuatu yang tidak anda miliki. Anda pun
bahkan dapat menggunakannya untuk mengendalikan diri anda sendiri. Teknik ini adalah
alat yang luar biasa perkasanya dan dapat digunakan untuk apa saja.” (Miller, 1974 : 4)
Teknik ini tidak ditemukan oleh psikolog, tidak berasal dari pemberian makhluk halus, tidak
juga diperoleh secara parapsikologis atau lewat ilmu teknik. Teknik ini telah dimiliki manusia
sejak prasejarah. Teknik pengendalian perilaku orang lain ini lazim disebut bahasa. Dengan
2016
2
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
bahasa, yang merupakan kumpulan kata-kata, anda dapat mengatur perilaku orang lain. Ibu
anda dari Amerika dapat anda gerakkan untuk datang ke rumah kontrak anda di Bandung
dengan mengirimkan kata-kata lewat telepon atau surat. Dengan teriakan “Bapak!” seorang
anak kecil dapat menggerakkan lelaki besar di seberang jalan untuk mendekatinya. Dengan
aba-aba
“maju,
jalan”,
seorang
sersan
dapat
menggerakkan
puluhan
tentara
menghentakkan kakinya dan berjalan dengan langkah-langkah tegap.
Inilah kekuatan bahasa, kekuatan kata-kata, the power of words. Mungkin, inilah yang
membedakan kita dari binatang. Kitab suci Al-quran menyebutkan penciptaan manusia
dengan mengatakan, “Dia menciptakan manusia. mengajarnya pandai bicara.” (55:2 – 3)
Dalam berbicara, seperti orang Arab, ada sihirnya. Dan berbicara menggubakan bahasa.
Bahasa, pada gilirannya, adalah pesan dalam bentuk kata-kata dan kalimat; untuk gilirannya
kita sebut sebagai pesan linguistik.
Manusia mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan cara-cara tertentu. Setiap cara
berkata memberikan maksud tersendiri. Cara-cara ini kita sebut pesan paralinguistik. Tetapi
manusia juga menyampaikan pesan dengan cara-cara lain selain dengan bahasa, misalnya
dengan isyarat, ini kita sebut pesan ekstralinguistik. Kita akan membicarakan pesan
linguistik dengan menguraikan ihwal bahasa, hubungan bahasa dengan persepsi dan
berpikir, makna dan teori general semantic dari Korzybski yang menganalisa proses
penyandian (encoding). Pesan paralinguistik dan pesan ekstralinguistik akan kita uraikan
dalam satu bagian yang kita sebut saja pesan nonverbal. Selanjutnya, kita juga akan
membicarakan struktur dan imabuan pesan (message structure and appeals). Ini perlu untuk
membantu kita menggunakan pesan secara efektif dalam mengatur, menggerakkan, dan
mengendalikan perilaku orang lain.
Pesan Linguistik
Apakah bahasa itu?
Ada dua cara untuk mendefinisikan bahasa: fungsional dan formal. Definisi fungsional
melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebaga “alat yang dimiliki
bersama untuk mengungkapkan gagasan” (socially shared means for expressing ideas).
Kita tekankan “socially shared”, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan
di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Kata-kata, seperti kita
ketahui, diberi arti secara arbitrer (semaunya) oleh kelompok-kelompok sosial. Tidak ada
alasan logis mengapa manusia betina yang baru tumbuh kita sebut “dara”, dan bagian
2016
3
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pohon yang tajam kita sebut “duri”. Orang Perancis menyebut yang pertama “jeune fille”
dan yang kedua “epine”.
Definisi formal menyatakan bahasasebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat
dibuat menurut peraturan tata bahasa (all the conceivable sentences that could be
generated according to the rules of its grammar). Setiap bahasa mempunyai peraturan
bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberikan arti. Kalimat
dalam bahasa Indonesia yang berbunyi. “Di mana saya dapat menukar uang?” akan disusun
dengan tata bahasa-bahasa yang lain sebagai berikut:
Inggris
: Dimana dapat saya
Where can I change
Menukar bebarapa uang?
Perancis
: Di mana dapat saya
Ou ouits-je change
De l’argent?
Menukar dari itu uang?
Jerman
: Di mana dapat saya
Wo kann ich etwasGeld
Sesuatu uang menukar?
Spanyol
Some money?
Wechseln?
: Di mana dapat menukar
Donde puedo
Uang?
Cambiar dinero?
Tata bahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Menurut George A Miller
(1974:8), untuk mampu menggunakan bahasa tertentu, kita harus menguasai ketiga tahap
pengetahuan bahasa di atas, ditambah dua tahap lagi. Pada tahap pertama, kita harus
memiliki informasi fonologis tentang bunyi-bunyi dalam bahasa itu. Misalnya, kita harus
sanggup membedakan bunyi “th” dalam “the” dengan “th” dalam “think”. Pada tahap kedua,
kita harus memiliki pengetahuan sintaksis tentang cara pembentukan kalimat. Misalnya
dalam bahasa Inggris kita harus tahu menempatkan “to be” pada kalimat-kalimat nominal.
Pada tahap ketiga, kita harus mengetahui secara leksikal arti kata atau gabungan kata-kata.
Misalnya, kita harus tahu apa arti “take” dan “take into account”. Pada tahap keempat, kita
harus memiliki pengetahuan konseptual tentang dunia tempat tinggal kita dan dunia yang
kita bicarakan. Akhirnya, pada tahap kelima, kita harus mempunyai semacam sistem
kepercayaan untuk menilai apa yang kita dengar.
Tiga tahap yang pertama khusus dibicarakan oleh ahli-ahli bahasa. Pada tahap dua tahap
terakhirlah psikolog menaruh perhatiannya. Psikolinguis menelaah peranan konsep dan
kepercayaan dalam menggunakan dan memahami pesan.
Misalnya ada orang yang berkata, saya menemukan buku kuno tentang raja-raja yang
dimakan rayap. Kalimat ini mempunyai arti ganda. Kalimat ini dapat berarti, saya
menemukan buku kuno yang dimakan rayap dan isinya berkenaan dengan raja-raja yang
2016
4
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dimakan rayap. Dengan fonologi, sintaksis, dan semantik kita tidak dapat menentukan mana
arti yang benar.
Tetapi kita dapat segera mengetahui arti yang benar. Tidak mungkin raja-raja dimakan
rayap. Dari mana kita tahu? Dari susunan kata? Bukan. Dari arti kata-kata? Juga bukan. Kita
mengetahuinya dari pengetahuan konseptual yang kita miliki. Walaupun kamus hanya
menjelaskan raja sebagai penguasa kerajaan dan rayap sejenis serangga, kita dapat
dengan pasti menyimupulkan raja tidak mungkin dimakan rayap. Dalam pikran kita ada
kerangka konseptual yang menolak kejadian itu. Dalam dunia yang pernah kita ketahui tidak
ada cerita tentang raja dimakan rayap. Raja makan rayap. Masih mungkin.
Mungkin saja, kata kawan anda. Ia meyakinkan anda bahwa ada raja-raja yang mati
dimakan rayap. Anda mungkin akan menilai ucapan sahabat anda dengan merujuk pada
sistem kepercayaan anda. Anda berteriak, “Aku tidak percaya!” Jadi, kerangka konseptual
dan sistem kepercayaan menentukan komunikasi linguistik.
Anda boleh jadi menguasai tata bahasa Inggris, mengerti lebih dari 30.000 kata, dan mampu
membedakan berbagai bunyi dalam bahasa Inggris dengan cermat. Anehnya, anda tidak
dapat tertawa enak, ketika dosen anda di eklas sebuah universitas di Amerika membuat
humor. Tidak ada yang lucu. Rekan-rekan mahasiswa Amerika terbahak-bahak. Anda
mungkin meragukan kemampuan bahasa Inggris anda.s etelah sekian tahun di Amerika,
anda teringat lagi humor profesor itu. Heran, sekarang anda tertawa. Pada diri anda
sekarang sudah terbentuk kerangka konseptual dan sistem kepercayaan yang baru.
Dalam hubungan inilah kita dapat memahami betapa pentingnya kita menyamakan
kerangka konseptual dan sistem kepercayaan dengan komunikate
sebelum kita
menyampaikan gagasan kita.
Bagaimana kita dapat Berbahasa?
Pertanyaan ini telah mengusik manusia selama berabad-abad. Pada abak ke 13, seorang
kaisar Kerajaan Romawi yang suci, Federick II, mengadakan eksperimen yang menarik. Ia
ingin mengetahui apakah bahasa yang akan digunakan oleh anak-anak, bila kepada mereka
tidak diajarkan bahasa apa pun pada tahun-tahun pertama kehidupan mereka. Ia memilih
beberapa orang bayi dan merawatnya dalam suatu tempat yang khusus. Bayi-bayi itu
dipelihara sebagaimana layaknya – dimandikan, dirawat, dan disusui. Tetapi tidak seorang
pun diperbolehkan berbicara, bersenandung, atau menyanyikan lagu penghantar tidu buat
mereka. Penelitian ini tidak membuahkan hasil, karena semua anak meninggal secara
misterius, dan eksperimen ini tidak pernah diulangi lagi.
2016
5
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pada permulaan abak ke-19, dari hutan Averyron ditemukan seorang anak liar yang
bertahun-tahun dipelihara serigala. Ketika ia ditangkap, ia merangkak dan mengeluarkan
suara lolongan seperti anak serigala. Itard, seorang dokter, berusaha mengajarkan bahasa
manusia kepadanya pada saat ia berusia 12 tahun. Ia tidak berhasil. Victor, demikian nama
anak liar dari Averron itu, hanya sanggup mengucapkan beberapa patah kata saja.
Eksperimen Frederick tidak dapat menjelaskan bagaimana kita bisa berbahasa. Penemuan
Victor menunjukkan bahwa bila dipisahkan dari lingkungan manusia, seorang anak tidak
memiliki kemampuan bicara. Sebaliknya, kita melihat anak yang dibesarkan pada
masyarakat manusia, pada usia 4 tahun sudah dapat berdialog dengan kawan-kawannya
dalam bahasa ibunya. Bagaimana anak kita dapat menggunakan bahasa Indonesia, dengan
tata bahasaIndonesia, padahal ia lahir ke dunia sebelum dikursus bahasa Indonesia?
Bagaimana ia dapat menangkap arti kata-kata tanpa kamus? Untuk menjawab pertanyaan
ini, psikologi menyajikan dua teori: teori belajar dari behaviorisme dan teori nativisme dari
Noam Chomsky.
Menurut teori belajar, anak-anak memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga proses:
asosiasi, imitasi, dan peneguhan. Asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi dengan objek
tertentu. Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya.
Peneguhan dimaksudkan sebagai ungkapkan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak
mengucapkan kata-kata dengan benar. Psikolog dari Harvard, B.F. Skinner, menerapkan
ketiga prinsip ini ketika ia menjelaskan tiga macam respons yang terjadi pana anak-anak
kecil, yang disebutnya sebagai respons mand, tact, dan echoic. Respons mand dimulai
ketika anak-anak mengeluarkan bunyi secara sembarangan. Tiba-tiba sebagian bunyi itu
menyebabkan ibu memberinya ganjaran. Misalnya, anak mengeluarkan bunyi “u-u”, dan
orang tuanya menganggapnya sebagai permintaan (command atau demand) agar diberi air.
Si bayi segera menyaksikan orangtua memberinya minuman yang segar. Sejak saat itu,
kalau ia menginginkan minuman segar ia mengucapkan “u-u”.
Respons tact terjadi bila anak menyentuh objek, kemudian secara sembarang ia
mengucapkan bunyi. Orangtuanya mengira ia menyebutkan satu kata dan memberikan
ganjaran. Misalnya, anak menyentuh gelas yang berisi air, lalu secara sembarang ia
mengucapkan “u-u”. Orang tuanya beranggapan bahwa anak itu mengatakan “minum”. Dan
anak itu dipeluk dengan ucapan, ‘oh, mau minum? Kau pintar, ya”. Ejak saat itu, anak
menggunakan “u-u” dalam arti “minuman”.
Respons echoic terjadi ketika anak menirukan ucapan orangtuanya dalam hubungan
dengan stimuli tertentu. Misalnya, setiap kali ibu memberikan air segar, ia mengatakan
“minum”. Anak mencoba menirunya dan mengucapkan “u-u”. Ibu gembira mendengar
2016
6
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ucapan itu, lalu memangkunya, memeluknya, mengucapkan kata-kata yang lembut. Ini lah
yang disebut sebagai peneguhan terhadap upaya imitasi yang dilakukan anak.
Menurut Noam Chomsky, bila anak harus belajar seperti itu, paling tidak diperlukan waktu
tiga puluh tahun untuk mampu menguasai 1000 kata saja. Menurut ahli bahasa dari
Massachuset Institute of Technology ini, teori belajar hanyalah “play-acting at sicience”,
suatu penjelasan yang sama sekali tidak tepat tetapi dibungkus dengan istilah-istilah yang
bernada ilmiah. Pada tahun 1959, pada usia 31 tahun, Chomsky membabat buku skinner,
menimbulkan guncangan baru dalam psikologi dan melahirkan disiplin baru dalam psikologi,
yakni psikolinguistik. Teori behaviorisme, kata Chomsky, tidak dapat menjelaskan fenomena
belajar bahasa. Teori ini tidak dapat menjelaskan fenomena belajar bahasa. Teori ini tidak
menjelaskan mengapa anak berhasil membuat kalimat-kalimat yang tidak pernah mereka
dengar, atau melhirkan kata-kata baru atau susunan kalimat baru yang tidak pernah
diucapkan oleh orangtuanya.
Menurut Chomsky, setiap anak mampu menggunakan suatu bahasa karena adanya
pengetahuan bawaan (preexistent knowledge) yang telah diprogram secara genetik dalam
otak kita. Ia menyebut pengetahuan ini sebagai L.A.D. – Language Acquisition Device.
L.A.D. tidak mengandung kata, arti, atau gagasan, tetapi hanyalah satu sistem yang
memungkinkan manusia menggabungkan komponen-komponen bahasa. Walaupun bentuk
lur bahasa di dunia ini (surface structure), berbeda-beda, bahasa-bahasa itu mempunyai
kesamaan dalam struktur pokok yang mendasarinya. Chomsky menyebutnya linguistik
universal. “Karena anak-anak diperlengkapi dengan kemampuan ini, mereka segera
mengenal hubungan di antara bentuk-bentuk bahasa ibunya dengan bentuk-bentuk yang
terdapat dalam tata bahasa struktur dalam yang sudah terdapat pada kepalanya. Hubunganhubungan tersebut – peraturan “transformational grammar” – menyebabkan anak secara
alamiah mengucapkan kalimat-kalimat yang sesuai dengan peraturan bahasa mereka. Teori
Nativisme menggambarkan anak memperoleh pengetahuan tentang bahasa tertentu, ketika
bahasa yang didengar membangkitkan respons bawaan dari kemampuan berbahasa.”
(Hunt, 1982). Adanya dasar fisiologis dari kemampuan dasar berbahasa dibuktikan dengan
penemuan daerah Broca dan daerah Wernicke pada otak manusia. daerah yang pertama
mengatur sintaksis, sehingga gangguan atau kerusakan pada daerah ini menyebabkan
orang berbicara terpatah-patah dengan sususnan kata yang tidak teratur. Kerusakan di
daerah Wernicke menyebabkan orang berbicara lancar tetapi tidak mempunyai arti.
2016
7
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Bahasa dan Proses Berpikir
Orang Amerika mengatakan “a clock runs” (jam berlari), orang Indonesia menyebutkan
“waktu berjalan”, orang Spanyol juga mengatakan “el reloj anda” (jam berjalan). Apakah ini
berarti ada perbedaan persepsi tentang waktu? Apakah ini menyebabkan orang-orang
Amerika selalu bergegas-gegas dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sebelum keburu
hilang, sedangkan kita – dan kawan-kawan kita dari Amerika Latin – memandang hidup
lebih santai, sering menangguhkan pekerjaan, karena toh jam hanya berjalan dan tidak
berlari? Untuk mengatakan bahwa waktu yang ditentukan tidak terasa hampir lewat, kita
masih berkata, “waktu berjalan cepat” (walaupun cepat, waktu tetap berjalan); orang
Amerika mengatakannya, “we’re running out of time”. Perhatikan kalimat-kalimat Inggris di
bawah ini dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia:
I broke my legs
kaki saya patah
O, I burned my finger
Oh, jariku terbakar
I missed the bus
Saya ketinggalan bis
I lost may money
Uang saya hilang
Kita melihat dalam kalimat-kalimat Inggris, pelaku adalah diriku sendiri. Kita mengatakan
kaki yang patah, mereka menyebutkan mereka yang mematahkan kakinya. Kita tertawa
kalau menerjemahkan “I burned my finger” menjadi “Saya membakar jariku”. Tetapi
begitulah caranya mereka mengungkapkan maksud bahwa jari mereka terbakar. Tidakkah
ini berarti bahwa kita cenderung menyalahkan hal-hal di luar kita? Kalau kita terlambat, itu
salah bis. Kalau kita tidak hati-hati, bukan kita yang menghilangkan uang, tapi uang itu
hilang dari kita. Apakah ini menunjukkan bahwa kita adalah orang-orang yang tidak
bertanggung jawab? Betulkah tidak adanya “tenses” dalam bahasa Indonesia menunjukkan
kita tidak mempersepsi faktor waktu seperti persepsi orang-orang Amerika atau Prancis.
Bila kita mencoba menjawab pertanyaan di atas, kita sedang menghubungkan bahasa dan
berpikir – atau lebih khusus, bahasa dan persepsi kita tentang realitas sosial. Menurut salah
satu teori – principle of linguistic relativity – bahasa menyebabkan kita memandang realitas
sosial dengan cara tertentu. Teori ini dikembangkan oleh von Humboldt, Sapir, Whorf, dan
Cassier. Daris ekian nama itu, Whorf yang tampaknya paling merebut perhatian. Whorf
sendiri sebetulnya “tersandung” mempelajari linguistik, padahal ia seorang insinyur dan
pengusaha. Kini umumnya orang menyebut teori yang menjelaskan hubungan bahasa
dengan berpikir ini sebagai teori Whorf (Whorfian Hyphotesis). Edaward Sapir, guru
Benjamin L. Whorf, menulis,
2016
8
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Bahasa adalah pandu realitas sosial. Walaupun bahasa biasanya tidak dianggap sebagai
hal yang sangat diminati ilmuwan sosial, bahasa secara kuat mengkondisikan fikiran kita
tentang masalah dan proses sosial. Manusia tidak hanya hidup dalam dunia objektif, tidak
hanya dalam dunia kegiatan sosialseperti yang bisa dipahaminya, tetapi ia sangat
ditentukan oleh bahasa tertentu yang menjadi medium pernyataan bagi masyarakatnya. . . .
Tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk dianggap mewakili kenyataan sosial yang
sama. Dunia tempat tinggal berbagai masyarakat, bukan semata-mata dunia yang sama
dengan merek yang berbeda.)
Secara singkat teori ini dapat disimpulkan bahwa pandangan kita tentang dunia dibentuk
oleh bahasa; dan karena bahasa berbeda, pandangan kita tentang duniapun berbeda pula.
Secara selektif, kita menyaring data sensori yang masuk seperti yang telah diprogram oleh
bahasa yang kita pakai. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang
berbeda hidup dalam dunia sensori yang berbeda pula.
Kata-kata dan Makna
Mungkin anda pernah mendengar pertengkaran antara sopir sunda dan kernet Jawa. Truk
mereka berhenti di tengah jalan, klarena ban roda belakang pecah. Sopir berkata dalam
bahasa sunda, “ Cokot dongkrak.” Kernet tidak mengikuti perintah sopir. Ia tersenyum,
“Atos, pak.” Pak sopir merasa dipermainkan. Sekali lagi ia berteriak. “Cokot dongkrak.” Ini
dijawab dengan sikap serius juga, “Atos, pak!” . keduanya bertengkar dan hanya mpir saling
memukul. Untunglah mereka kemudian menyadari _ telah terjadi kesalahpahaman. “Cokot”
dalam bahasa sunda artinya “Ambil”, dalam bahasa jawa artinya “gigit”. Begitu pula “Atos”
berarti “Sudah” menurut sopir, dan “keras” menurut karenet. Pertengkaran terjadi karena
setiap orang memberi makna yang berlaianan pada suatu kata. Marilah saya ingatkan lagi:
kata-kata tidak bermakna; oranglah yang memberi makna.
Lalu apa yang disebut makna? Konsep makna telah menarik perhatian komunikasi,
psikologi, sosiologi, antropologi, dan linguistik. Selama lebih dari 2000 tahun, kata fisher
(1978; 250), konsep makna telah memukau para filusuf dan sarjana-sarjana soaial. Begitu
banyaknya orang mengulas makna, sehingga makna hampir kehilangan maknanya. Banyak
di antara penjelasan tentang makna “too vague and speculative” (terlalu kabur dan
spekulatif) kata Jerold Katz (1973: 42).
Ada beberapa buku yang secara khusus mengulas makna seperti the meaning of meaning
dan Understanding Understanding, tetapi isinya mnurut fisher, lebih sedikit dari apa yang
ditawarkan judulnya. Ulasan yang agak mendalam biasanya ditawarkan filsafat. Sejak Plato,
John Locke, Wittgenstein, sampai Brodbeck (1963), makna dimaknakan dengan uraian yang
2016
9
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
lebih sering membingungkan daripada menjelaskan. Mungkin brodbeck merupakan
kekecualian. Ia menjernihkan pembicaraan dengan membagi makna pada tiga corak.
Perdebatan tidak selesai, seringakali karena orang mengacukan makna ketiga corak makna
tersebut.
Makna yang pertama adalah makna inferensial, yakni makna suatu kata (lambang) adalah
objek, pemikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut. dalam uraian Ogden dan
Richards (1946), proses pemberian makna (reference process) terjadi kita menghubungakan
lambang yang ditunjukan lambang ( disebut rujukan atau referent). Suatu lambang dapat
menunjukan banyak rujukan. “jari-jari” dapat menunjukkan setengah diameter, bagian dari
roda sepedah, atau bagian tangan. Atau satu rujukan diwakili oleh berbagai lambang. Kain
yang menutup tubuh anda disebut baju, pakaian, sandang,atau busana. Jalan disebut thariq
(Arab), Street (Inggris), la rue (Prancis), die strasse (Jerman), de staat (Belanda), la calle
(Spanyol), la strada (Italia), gairo (Jepang),. Perasaan terimakasih kita pada orang lain
diungkapkan dengan hatur nuhun (sunda), syukran jazilla (Arab), thank you very much
(inggris), merci beaucoup (Prancis), vielen dank (Jerman), dank U wel (Belanda), muchas
gracias (Spanyol), molte grazie (italia), domo arigato (Jepang).
Makna yang kedua menunjukkan arti (significance) suatu istilah sejauh dihubungkan dengan
konsep-konsep yang lain. Fisher memberi contoh dengan kata phologiston. kata ini dahulu
dipakai untuk menjelaskan proses pembakaran. Benda bernyala karena ada phologiston.
kini, setelah ditemukan oksigen, phologiston tidak berarti lagi. Begitu pula instinct dalam
psikologi, atau group mind dalam sosiologi. kata itu jadi tidak berarti kerena penemuanpenemuan baru yang menunjukkan kesalahan konsep yang lama.
Makna yang ketiga adalah makna internasiaonal, yakni makna yang dimaksud oleh seorang
pemakai lambang. Makna ini tidak dapat divalidasi secara empiris atau dicairkan rujukannya.
Makna ini terdapat pada pikiran orang, hanya dimiliki dirinya saja. Dua makna internasioanal
boleh jadi serupa tetapi tidak sama. Kita akan menceritakan makna ketiga ini ketika kita
mengulas makna konotatif atau makna perorangan (Preventive meaning).
Teori General Semantics
Ketika kita berkomunikasi, seperti telah kita ketahui, kita menerjemahkan gagasan kita ke
dalam bentuk lambang_ verbal atau non verbal. Proses ini lazim disebut penyandian
(encoding). Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik, kata pengikut
general semantics. General semantics tidak menjelaskan proses penyandian, tetapi ia
menunjukkan karakteristik bahasa yang mempersulit proses ini. Ia menguraikan kesalahan
penggunaan bahasa (Severin dan Tankard, 1979: 51). Ia menelaah bagaimana berbicara
cermat,
2016
10
bagaimana mencocokkan kata
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
dengan keadaan
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sebenarnya,
bagaimana
menghilangkan kebiasaan berbahasa yang menyebabkan kerancuan dan kesalahpahaman
(Capp dan Capp, 1976: 257).
Peletak dasar teori ini adalah Alfred Korzybski, pemain pedang, insinyur, spion, pelarian, ahli
matematika, psikiater, dan akhirnya. . . . ahli bahasa. Keragaman latar belakangnya
menyebabkan kita agak sukar menunjuk Korzybski dengan satu gelar atau label. Bila kita
menyebutnya ahli bahasa, kita mengesampingkan keterampilannya yang lain. Bila kita
ditanya apa pekerjaan Korzybski, kita harus menjawab dengan pertanyaan lagi: Korzybski
tahun berapa? Sebelum perang dunia ke I dia ahli mesin dan ahli pedang; selama perang
dunia I dia ahli intelijens di angkatan bersenjata Rusia, tahun 1920-an oa ahli psikiatri di
Washington D.C.; tahun 1970-an dia ahli bahasa yang memberikan seminar di luar kampus
(off campus seminar) di dekat Universitas Chichago; dan kini . . . . ia ahli kubur (mungkin ini
keahliannya yang terakhir).
Korzybski melambangkan asumsi dasar teori general semantics: bahasa sering kali tidak
lengkap mewakili pernyataan; kata-kata tidak han ya menunjukkan Korzybski secara
lengkap. Kerena kemampuan bahasa sangat terbatas untuk mengungkapkan kenyataan,
kita seribg menyalahgunakan bahasa. Menurut Korzybski, dalam bukunya yang kontoversial
dan sukar dibaca science and sanity, penyakit jiwa disebabkan karena kerancuan
menggunakan bahasa. Jika jiwa anda ingin sehat, gunakanlah bahasa dengan cermat.
Ternyata anjuran “pakailah bahaa indonesia yang baik dan benar” bukan hanya berasal dari
lembaga bahasa saja, tetapi juga dari psikiater.
Seorang dokter psikologi klinis, yang merasa penyakit gagapnya disebabkan gangguaan
jiwa, melahap buku science and sanity, ketika ia mulai tidak dipercaya pada sains dan
sedang tidak sehat. Wendell Johnson, demiakian dokter dari Universitas Lowa ini, kemudian
menjadi penerjemah gagasan Korzybski. Bersama Hayakawa, mereka mempopulerkan
general semantics. Dalam bagian ini, kita akan menguraikan secara singkat pokok-pokok
penting dari gagasan-gagasan mereka. Karena singkat, tentu banyak hal dari general
simantics yang tidak kita sebut (sehingga melakukan kesalahan yang tidak dihendaki
general semantics). Uraian ilmiahnya yang “berat” kita abaikan saja. Marilah kita simak
empat nasihatnya: dua perintah dan dua larangan.
1) Berhati-hati dengan Abstraksi
Bahasa menggunakan abstraksi. Abstraksi adalah proses memilih unsur-unsur
realitas untuk membedakannya dari hal-hal yang lain (Taylor et al., 1977: 48). Ketika
kita melakuakan kategorisasi, kita menempatkan realitas dalam kategori tertentu.
Untuk membuat kategori, kita harus memperhatikkan hanya sebagian sifat-sifat
objek.
2016
11
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Apa yang sedang anda pegang sekarang? Buku. Buku adalah kategori yang
didasarkan pada kenyataan bahwa ini adalah kumpulan kertas yang dijilid. Jadi, buku
yang anda pegang ini satu kategori dengan buku induk di kantor, buku catatan anak
sekolah, buku bacaan di perpustakaan. Anda mengabstraksikan dengan melihat
bahan materialnya. Tetapi, dengan melihat fungsi informasinya, anda menyebut
buku-buku ini median cetak. Jadi buku ini satu kategori dengan surat kabar, majalah,
pamflet, bulletin, dan sebagainya.
Kata-kata yang kita pergunakan berada pada tingkat abstraksi yang bermacammacam. Hayakawa menyebutnya “the ladder of abstraction”. Makin tinggi tingkat
abstraksi kata, makin sungkar kata itu diverifikasi dalam kenyataan, dan makin
ambigu makna kata itu. Misalkan anda bejumpa dengan seorang pemuda. Namanya
Ilman. Bila anda ditanya siapa ilman, anda menjawab dengan menunjuk pemuda itu.
Ilman adalah kata pada tingkat abstraksi yang paling rendah. Anda ditanya apa
pekerjaannya ? anda menjawab “mahasiswa FIKOM (Fakultas Ilmu Komunikasi).”
abstraksi anda lebih tinggi. Mahasiswa FIKOM menunjukkan rujukan yang lebih
banyak. Mahasiswa Unpad lebih abstrak lagi. Mahasiswa indonesia _ kelompok
berpendidikan _ pencari ilmu _ pria _ manusia. makin meluas tingkat abstraksi,
makin besar liputannya.
Abstraksi menyebabkan cara-cara penggunaan bahasa yang tidak cermat. Tiga buah
diantaranya adalah: dead level abstracting, undue indentification, dan two valued
evaluation.
2) Berhati-hati dengan dimensi waktu
Bahasa itu statis, sedangkan realitas dinamis. Ketika anda bereaksi pada suatu kata,
anda sering menganggap makna kata itu masih sama. Sepuluh tahun yang lalu anda
berjumpa dengan iqbal. Sekarang anda membicarakan dia, seakan-akan anda
membicarakan iqbal yang lalu. Iqbal telah banyak berubah. Tujuh belas tahun yang
lalu, ami adalah anak ingusan. Kini ia gadis yang menawan. Dua puluh tahun lagi ia
menjadi wanita menjelang “menopause”. Tiga puluh tahun lagi ia nenek yang batukbatuk. Kita tetap saja menyebut namanya ami. Untuk mengatasi
ini, general
semantics merekomendasikan dating (penganggalan): iqbal1960, iqbal1980, iqbal1984.
“dating memaksa individu untuk mengakui faktor perubahan, untuk menilai
lingkungan, untuk membuat ujaran verbal yang cocok dengan fakta kehidupan yang
ada dewasa ini” ujar William Arnold dan James McCroskey (1964).
2016
12
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3) Jangan mengacaukan kata dengan rujukkannya
Sebelum ini kita telah menjelaskan bahwa hubungan antara kata dengan
rujukkannya (objek, gagasan, situasi) bersifat tidak semena-mena. Kata itu bukan
rujukkan. “kita hidup dalam dua macam dunia yang tidak boleh dikacaubalaukan”
kata Irving j. Lee (1941: 16), “dunia kata dan dunia bukan kata-kata”. Dunia kata
hanya kumpulan lambang-lambang yang mengungkapkan reaksi kita pada realitas
dan bukan realitas sendiri. Kita menyalah gunakan bahasa bila kita memandang
seakan-akan pernyataan kita adalah lukisan objektif dari realitas, seakan-akan kata
yang diucapkan adalah realitas itu sendiri.
Kita menyebut “jeruk ini manis,” “ruangan ini panas,” “pembicara membosankan,”
“mobil ini mewah,” menurut Wendell Johnson (1972: 304), dengan kata kata seperti
itu kita mengasumsikan jeruk itulah yang manis, padahal sebetulnya perasaan
kitalah yang menilai manis; orang lain mungkin merasakannya kecut. Bukan ruangan
yang panas tapi kita yang merasakan panas. Kata-kata atau pernyataan sering
merupakan proyeksi tidak sadar dari diri kita sendiri. Untuk mengatasi kesalahan ini,
para pendukung general semantics menyarankan penambahan “. . . menurut saya”
di ujung kalimat. “Fakultas ini Brengsek,” teriak anda. Tidak, fakultas ini tidak
brengsek. Fakultas ini brengsek menurut anda.
Karena kita sering mengacaukan kata dengan rujukan, kita juga cenderung
menganggap orang lain mempunyai rujukan yang sama untuk kata-kata yang kita
ucapkan. Kita menganggap lambang mempunyai makna, padahal kitalah yang
memberi makna (Ah, kita kembali menyebut pemeo ini).
4) Jangan mengacaukan pengamatan dengan kesimpulan
Ketika melihat fakta, kita membuat pernyataan untuk melukiskan fakta itu.
Pernyataan
itu
kita
sebut
pengaamatan.
Kita
menarik
kesimpulan
bila
menghubungkan hal-hal yang diamati dengan suatu yang tidak teramati. Dalam
pengamatan, kita menghubungkan lambang dengan rujukan. Dalam kesimpulan, kita
menggunakan pemikiran. Pengamatan dapat diuji, deverivikasi; kerena itu,
menggunakan kata-kata berabstraksi rendah. Sebaliknya, penyimpulan tidak dapat
diuji secara empiris (dengan alat indra); karena itu, menggunakan kata-kata
berabstraksi tinggi.
Kekacauan terjadi bila anda menganggap kesimpulan anda sebagai pengamatan.
Anda berkata “ baju syafri sudah kehilangan warna, sebaian rambutnya sudah
memutih. Ia berbicara dalam bahasa indonesia.” Anda sedang membuatnya
pengamatan. Anda mungkin berkata lagi,” syafri kurang begitu memperhatikan
2016
13
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pakaiannya. Ia sudah tua. Gaya berbicaranya tajam dan menyinggung perasaan.” Ini
bukan pengamatan. Ini kesimpulan anda. Boleh jadi syafri baru pulang dari tempat
jauh dan tidak sempat berganti pakaian. Orang bisa beruban pada usia muda. Hanya
karena anda terbiasa dengan gaya bicara sunda yang halus.
Kita sudah salah ketika menganggap kesimpulan sebagai pengamatan. Tetapi kita
salah besar kalau mengambil keputusan berdasarkan kesimpulan, tetapi kita
beranggaplah kita melakukannya berdasarkan pengamatan. Setelah kawan anda
tidak menegur anda di jalan, anda sakit hati. Alasannya? “aku yakin ia sudah merasa
hina bergaul denganku, sejak diangkat menjadi direktur,” ujar anda. Perhatikan: itu
kesimpulan, dan bukan pengamatan.
Pesan Nonverbal
Nikita Krushchev pernah berpidato dihadapan Kongres Amerika. Setelah usai, orang
bertepuk tangan. Dan Krushchev pun bertepuk tangan juga seperti pendengarannya.
Penonton televisi yang menyaksikan kejadian itu memandang Krushchev sombong dan
takabur.
Orang
rusia
justru
bertepuk
tangan
untuk
menghargai
penghargaab
pendengarannya.
Orang mengungkapkan penghormatan kepada orang lain dengan cara yang bermacammacam. Orang arab menghormati orang asing dengan memeluknya,. Orang-orang polinesia
menyalami orang lain dengan saling memeluk dan mengusap punggungnya. Seorang Ainu,
di jepang, bila berjumpa dengan saudaranya, memegang tangannya, kemudian dengan
cepak melepaskan genggamannya dan memegan kedua telinga saudaranya. Setelah itu
masing-masing saling mengusap wajah dan bahu. Orang jawa menyalami orang yang
dihormatinya dengan “sungkem”.
Tepuk tangan, pelukan, usapan, duduk dan berdiri adalah pesan nonverbal yang
menerjemahkan gagasan, keinginan, atau maksud yang terkandung dalam hati kita. Pada
bab 4 kita sudah membahas petunjuk nonverbal sebagai sumber informasi untuk
membentuk persepsi kita tentang orang lain. Pada bagian ini kita akan mengulas bagaimana
orang menggunakan pesan nonverbal dalam komunikasi. kita akan mengulas fungsi pesan
nonverbal, klasifikasi pesan nonverbal, dan perincian jenis-jenis pesan nonverbal.
Klasifikasi pesan nonverbal
Belum ada kesepakatan di antara para ahli komunikasi nonverbal tentang pesan nonverbal.
Duncang menyebutkan enam jenis pesan nonverbal: (1) kinestik atau gerak tubuh; (2)
paralinguistik atau suara, (3) proksemik atau penggunaan ruangan ruangan personal dan
2016
14
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sosial; (4) olfaksi atau penciuman, (5) sensitivitas kulit; dan (6) faktor artifaktual seperti
pakaian dan kosmetik. Scheflen menyebutnya dengan istilah lain: kinestik, sentuhan
(tactile). Bau-bauan (odorific), teritorial, proksemik, dan artifaktual. Dalam buku ini, sambil
mengikuti klasifikasi leathers dengan sedikit perubahan, kita akan membagi pesan
nonverbalpada tiga kelompok besar; pesan nonverbal visual yang meliputi kinestetik,
roksemik, dan artifaktual; pesan nonverbal yang disini hyanya terdiri dari satu macam saja,
yaitu pesan paralinguistik; dan pesan nonverbal nonvisual nonauditif, artinya tidak berupa
kata-kata, tidak terlihat, dan tidak terdengar, dan meliputi sentuhan dan penciuman.
Pesan kinesik_ yang mengguanakan gerakan tubuh yang berarti terdiri dari tiga bagian
komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.
Pesan fasial menggunakan air untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna:
kebahagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman,
minat, ketakjuban dan tekad. Leathers (1976: 33) memyimpulkan penelitian-penelitian
tentang wajah sebagai berikut: (1) wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi
senang dan tak senang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek
penelitiannya baik atau jelek; (2) wajah mengkomunikasikan berminat atau tidak berminat
pada orang lain atau lingkungan, (3) wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan
dalam suatu situasi, (4) wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap
pernyataan tersendiri: dan (5) wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurangnya
pengertian.
Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan. Postur ABRI ketika berdiri
tegak berbeda dengan postur murid berdiri di hadapan gurunya,
atau postur santri di
hadapan kiyai. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan
penilaian positif. Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda
dapat membayangkan orang yang tinggi hati di hadapan anda dan postur orang yang
merendah. Individu mengkomunikasikan responsiveness bila ia beraksi secara emosional
pada lingkungan, secara positif dan negatif. Bila postur anda tidak berubah anda
menunjukkan sikap yang tidak responsif.
Organisasi, Struktur, dan Imbauan Pesan.
Organisasi pesan
Aristoteles, dalam buku klasik tentang komunikasi de arte rhetirica menerangkan peranan
taxis dalam memperkuat effek pesan persuatif. Yang dimaksud dengan taxis ialah
2016
15
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pembagian atau rangkaian penyusunan pesan. ia menyarankan agar setiap pembicaraan
disusun menurut urutan.
Beberapa penelitian eksperimental menelaah efek organisasi pesan pada peringatan dan
perubahan sikap. Thompson (1960) melaporkan bahwa orang lebih mudah mengingat
pesan yang tersusun, walaupun organisasi pesan kelihatan tidak mempengaruhi kadar
perubahan
sikap.
Walaupun
penelitian-penelitian
ini
membuktikan
hal-hal
yang
bertentangan, para peneliti sepakat bahwa penyajian pesan tersusun lebih efektif daripada
penyajian pesan yang tidak tersusun; dengan kata lain, tidak ada satu penelitianpun yang
membuktikan bahwa pesan yang tidak tersusun
baik mempunyai pengaruh yang lebih
efektif daripada pesan yang tersusun baik.
Karena itu, sudah sejak lama retorika menunjukkan cara-cara menyusun pesan_ mengikuti
pola yang disarankan aristoteles. Retorika mengenal enam macam organisasi pesan:
deduktif, induktif, kronologis, logis, spacial, dan topikal. Urutan deduktif dimulai dengan
menyatakan dulu gagasan utama, kemudian memperjelasnya dengan keterangan
penunjang, penyimpulan, dan bukti, sebaiknya, dalam urutan induktif kita mengemukakan
perincian-perincian dan kemudian menarik kesimpulan.
Struktur pesan
Bayangkan anda harus menyampaikan informasi dihadapan khalayak yang tidak sepaham
dengan anda. Anda harus menentukan bagian penting dari argumentasi anda yang harus
didahulukan atau bagian yang kurang penting. apakah kita harus membiarkan hanya
argumen-argumen yang menunjang kita saja atau harus membicarakan yang pro dan kontra
sekaligus. Untuk menjawab pertanyaan yang pertama banyak penelitian telah dilakukan di
sekitar konsep primacy-recency. Koehler et al. (1978: 170-171), dengan mengutip cohen,
menyebutkan kesimpulan penelitian tersebut sebagai berikut:
1)
Bila pembicaraan menyajikan dua sisi persoalan (yang pro dan kontra), tidak ada
keuntungan untuk membicarakan yang pertama, karena berbagai kondisi.
2)
Bila pendengar secara terbuka memihak satu sisi argumen, sisi yang lain tidak mungkin
mengubah posisi mereka.
3) Jika pembicara melakukan dua sisi persoalan, kita biasanya lebih mudah dipengaruhi
oleh sisi yang disajikan terlebih dahulu.
4) Perubahan sikap lebih sering terjadi jika gagasan yang dikehendaki atau yang diterima
disajikan sebelum gagasan yang kurang dikehendaki.
2016
16
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
5) Urutan pro-kon lebih efektif daripada urutan kon-pro bila digunakan oleh sumber yang
memiliki orientasi dan dihormati oleh khalayak.
6) Argumen yang terakhir didengar akan lebih efektif bila ada jangka waktu cukup lama di
antara dua pesan dan pengujian akan segera terjadi setelah pesan kedua.
Imbauan Pesan (Message Appeals)
Bila pesan-pesan kita dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain maka kita harus
menyentuh motif yang menggerakkan atau mendorong prilaku komunikate. Dengan
perkataan lain, kita secara psikologis mengimbau khalayak untuk menerima dan
melaksanakan gagasan kita. Para peneliti psikologi komunikasi telah meneliti efektifitas
imbauan pesan: apakah komunikate lebih tergerak oleh imbauan emosional atau imbauan
rasioanal? Apakah komunikate lebih tergerak oleh imbauan ganjaran daripada imbauan
takut? Motif-motif apakah yang dapat kita sentuh dalam pesan kita supaya kita berhasil
mengubah sikap dan prilaku komunikate? Dalam uraian kita yang terakhir ini, kita akan
membicarakan imbauan rasioanal, imbauan emosional, imbauan takut, imbauan ganjaran
dan imbauan motivasioanal.
Imbauan rasional biasanya menggunakan silogisme, yakni rangkaian pengambilan
kesimpulan yang menggunakan siloghisme klasik tidak memperkuat anggapan bahwa
manusia itu rasional. Penelitian lain yang menggunakan imbauan rasional menggunakan
pembuktian (evidence) sebagai indikator. Sayang sekali, seperti dinyatakan Burgoon dan
betinghaus, sedikit sekali penelitian dilakukan dalam menelaah pembuktian dan yang tidak
mengguanakan pembuktian. Burgoon dan Betinghaus kemudian menyarankan hal-hal
berikut:
1)
Penggunaan pembuktian sangat bergantung pada topik pesan.
2) Khalayak berbeda-beda mungkin dalam banyak faktor, misalnya usia, seks, pendidikan,
dan lain-lain.
3) Sistem klasifikasi dalam pembuktian yang ada sekarang ini berasal dari sistem hukum.
Secara keseluruhan, imbauan rassioanal belum dapat ditentukan efektifitasnya.
Imbauan emosional menggunakan pernyataan-pernyataan atau bahasa yang menyentuh
emosi komunikate. Sudah lama diduga bahwa kebanyakan tindakan
lebih didasarkan
kepada emosi daripada sebagai hasil pemikiran.
Imbauan takut menggunakan pesan yang mencemaskan, mengancam, atau meresahkan.
Penelitian pertama yang menelaah imbauan takut dilakukan oleh Janis dan Feshbech
2016
17
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
(1953). Mereka menyampaikan topik kerusakan gigi pada siswa-siwa sekolah menengah.
Sebagian menerima pesan yang sangat menakutkan, dan sebagian lagi menerima pesan
yang kurang menakutkan. Mereka menemukan bahwa imbauan takut yang rendah lebih
efektif dalam mengubah sikap anak-anak terhadap kesehatan gigi.
Imbauan ganjaran menghgunakan ganjaran yang menjanjikan komunikate sesuatu yang
mereka perlukan atau yang mereka inginkan. Bila saya menjanjikan kenaikan pangkat untuk
anda kalau anda bekerja baik, saya menggunakan imbauan ganjaran (reward appeals).
Sangat sedikit penelitian yang membuktikan dampak penggunaan ganjaran dalam situasi
komunikasi yang persuatif. Memang ada penelitiannya yang membuktikan bahwa orang
yang dijanjikan mendapat 20 dollar mengubah sikapnya lebih banyak daripada individu yang
dijanjikan dengan 1 dollar. Rogers (1971) menunjukan imbalan pengaruh uang terhadap
sdopsi vasektomi di negara-negara asia. Rasanya kondisi macam ini tidak masuk akal
sehingga tidak perlu dibuktikan lagi.
Imbauan motivasional menggunakan imbauan motif (motive appeals) yang menyentuh
kondisi intern dalam diri manusia. dengan menggunakan bergabai mahzab psikologi, kita
dapat menghasilkan motif pada dua kelompok besar; motif biologis dan motif psikologis.
Manusia bergerak bukan saja didorong oleh kebutuhan biologis seperti lapar dan dahaga,
tetapi juga karena dorongan psikologis seperti rasa ingin tahu, kebutuhan akan kasih
sayang, dan keinginan untuk memuja.
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat, Jalaludin. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Benson, C Negel. (2005). Mengenal Psikologi For Beginners.Bandung: Mizan.
2016
18
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download