MODUL PERKULIAHAN PSIKOLOGI KOMUNIKASI PSIKOLOGI PESAN Fakultas Program Studi FIKOM MARCOM & ADVERTISING Tatap Muka 11 Kode MK Disusun Oleh Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Abstract Kompetensi Modul ini berisi materi mengenai Psikologi pesan dikaji dalam beberapa bagian, antara lain: pesan linguistik, pesan non verbal, organisasi, struktur, dan imbauan pesan. Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan tentang proses pemahaman pesan. PSIKOLOGI PESAN Ada seorang psikolog fisiologis (psikolog yang mempelajari pengaruh tubuh terhadap perilaku manusia) yang menemukan hal yang aneh. Pada waktu dirangsang amygdala-nya – bagian otak pada sistem limbik – dengan arus listrik 5 miliamper, seorang pasien yang loyo tiba-tiba menjadi agresif. Suaranya berubah dan tubuhnya bergetar marah. Ketika stimulasi listrik diturunkan menjadi 4 miliamper, sikap wanita itu berubah; ia tersenyum dan menyesali sikap kasar yang baru dilakukannya. H.E. King (1961), demikian nama psikolog ini, akhirnya mengetahui bahwa kita dapat menggerakkan orang lain dengan merangsang salah satu bagian otaknya. Jose Delgado (1969) kemudian menghabiskan bertahun-bertahun untuk mengembangkan alat-alat stimulasi yang dapat merangsang otak. Dengan menggunakan transdermal stimoceiver yang ditanamkan pada otak pasien, dari jauh Delgado dapat menggerakkan tingkah laku orang: mengubahnya dari agresif menjadi tenang atau sebaliknya, dari gembira menjadi sedih atau sebaliknya. Dengan yakin, Delgado berkata “Predictable behavioral and mental responses may be induced in direct manipulation of the brain.” (perilaku dan respons mental yang diramalkan dapat diinduksikan dengan manipulasi otak secara langsung). Delgado bekerja keras untuk mengidentifikasi daerah pada otak manusia, membuat peta otak, mengembangkan alat-alat elektronis halus; semua untuk mengendalikan dan menggerakkan manusia. padahal setiap manusia sudah dikaruniai kemampuan untuk menggerakkan orang lain dari jarak jauh – remote control – tanpa harus menggunakan jarum-jarum elektris atau “push button radio device.” Betulkah kita semua memiliki alat untuk mengendalikan orang lain? Betul, kata George A. Miller, professor psikolinguistik dari Rockefeller University. Ia menulis, “Kini ada seperangkat perilaku yang dapat menfendalikan pikiran dan tindakan orang lain secara perkasa. Teknik pengendalian ini dapat menyebabkan anda melakukan sesuatu yang tidak terbayangkan. Anda tidak dapat melakukannya tanpa adanya teknik itu. Teknik itu dapat mengubah pendapat dan keyakinan, dapat digunakan untuk menipu anda, dapat membuat anda gembira dan sedih, dapat memasukkan gagasan-gagasan baru ke dalam kepala anda, dapat membuat anda menginginkan sesuatu yang tidak anda miliki. Anda pun bahkan dapat menggunakannya untuk mengendalikan diri anda sendiri. Teknik ini adalah alat yang luar biasa perkasanya dan dapat digunakan untuk apa saja.” (Miller, 1974 : 4) Teknik ini tidak ditemukan oleh psikolog, tidak berasal dari pemberian makhluk halus, tidak juga diperoleh secara parapsikologis atau lewat ilmu teknik. Teknik ini telah dimiliki manusia sejak prasejarah. Teknik pengendalian perilaku orang lain ini lazim disebut bahasa. Dengan 2016 2 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id bahasa, yang merupakan kumpulan kata-kata, anda dapat mengatur perilaku orang lain. Ibu anda dari Amerika dapat anda gerakkan untuk datang ke rumah kontrak anda di Bandung dengan mengirimkan kata-kata lewat telepon atau surat. Dengan teriakan “Bapak!” seorang anak kecil dapat menggerakkan lelaki besar di seberang jalan untuk mendekatinya. Dengan aba-aba “maju, jalan”, seorang sersan dapat menggerakkan puluhan tentara menghentakkan kakinya dan berjalan dengan langkah-langkah tegap. Inilah kekuatan bahasa, kekuatan kata-kata, the power of words. Mungkin, inilah yang membedakan kita dari binatang. Kitab suci Al-quran menyebutkan penciptaan manusia dengan mengatakan, “Dia menciptakan manusia. mengajarnya pandai bicara.” (55:2 – 3) Dalam berbicara, seperti orang Arab, ada sihirnya. Dan berbicara menggubakan bahasa. Bahasa, pada gilirannya, adalah pesan dalam bentuk kata-kata dan kalimat; untuk gilirannya kita sebut sebagai pesan linguistik. Manusia mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan cara-cara tertentu. Setiap cara berkata memberikan maksud tersendiri. Cara-cara ini kita sebut pesan paralinguistik. Tetapi manusia juga menyampaikan pesan dengan cara-cara lain selain dengan bahasa, misalnya dengan isyarat, ini kita sebut pesan ekstralinguistik. Kita akan membicarakan pesan linguistik dengan menguraikan ihwal bahasa, hubungan bahasa dengan persepsi dan berpikir, makna dan teori general semantic dari Korzybski yang menganalisa proses penyandian (encoding). Pesan paralinguistik dan pesan ekstralinguistik akan kita uraikan dalam satu bagian yang kita sebut saja pesan nonverbal. Selanjutnya, kita juga akan membicarakan struktur dan imabuan pesan (message structure and appeals). Ini perlu untuk membantu kita menggunakan pesan secara efektif dalam mengatur, menggerakkan, dan mengendalikan perilaku orang lain. Pesan Linguistik Apakah bahasa itu? Ada dua cara untuk mendefinisikan bahasa: fungsional dan formal. Definisi fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebaga “alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan” (socially shared means for expressing ideas). Kita tekankan “socially shared”, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Kata-kata, seperti kita ketahui, diberi arti secara arbitrer (semaunya) oleh kelompok-kelompok sosial. Tidak ada alasan logis mengapa manusia betina yang baru tumbuh kita sebut “dara”, dan bagian 2016 3 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id pohon yang tajam kita sebut “duri”. Orang Perancis menyebut yang pertama “jeune fille” dan yang kedua “epine”. Definisi formal menyatakan bahasasebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa (all the conceivable sentences that could be generated according to the rules of its grammar). Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberikan arti. Kalimat dalam bahasa Indonesia yang berbunyi. “Di mana saya dapat menukar uang?” akan disusun dengan tata bahasa-bahasa yang lain sebagai berikut: Inggris : Dimana dapat saya Where can I change Menukar bebarapa uang? Perancis : Di mana dapat saya Ou ouits-je change De l’argent? Menukar dari itu uang? Jerman : Di mana dapat saya Wo kann ich etwasGeld Sesuatu uang menukar? Spanyol Some money? Wechseln? : Di mana dapat menukar Donde puedo Uang? Cambiar dinero? Tata bahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Menurut George A Miller (1974:8), untuk mampu menggunakan bahasa tertentu, kita harus menguasai ketiga tahap pengetahuan bahasa di atas, ditambah dua tahap lagi. Pada tahap pertama, kita harus memiliki informasi fonologis tentang bunyi-bunyi dalam bahasa itu. Misalnya, kita harus sanggup membedakan bunyi “th” dalam “the” dengan “th” dalam “think”. Pada tahap kedua, kita harus memiliki pengetahuan sintaksis tentang cara pembentukan kalimat. Misalnya dalam bahasa Inggris kita harus tahu menempatkan “to be” pada kalimat-kalimat nominal. Pada tahap ketiga, kita harus mengetahui secara leksikal arti kata atau gabungan kata-kata. Misalnya, kita harus tahu apa arti “take” dan “take into account”. Pada tahap keempat, kita harus memiliki pengetahuan konseptual tentang dunia tempat tinggal kita dan dunia yang kita bicarakan. Akhirnya, pada tahap kelima, kita harus mempunyai semacam sistem kepercayaan untuk menilai apa yang kita dengar. Tiga tahap yang pertama khusus dibicarakan oleh ahli-ahli bahasa. Pada tahap dua tahap terakhirlah psikolog menaruh perhatiannya. Psikolinguis menelaah peranan konsep dan kepercayaan dalam menggunakan dan memahami pesan. Misalnya ada orang yang berkata, saya menemukan buku kuno tentang raja-raja yang dimakan rayap. Kalimat ini mempunyai arti ganda. Kalimat ini dapat berarti, saya menemukan buku kuno yang dimakan rayap dan isinya berkenaan dengan raja-raja yang 2016 4 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dimakan rayap. Dengan fonologi, sintaksis, dan semantik kita tidak dapat menentukan mana arti yang benar. Tetapi kita dapat segera mengetahui arti yang benar. Tidak mungkin raja-raja dimakan rayap. Dari mana kita tahu? Dari susunan kata? Bukan. Dari arti kata-kata? Juga bukan. Kita mengetahuinya dari pengetahuan konseptual yang kita miliki. Walaupun kamus hanya menjelaskan raja sebagai penguasa kerajaan dan rayap sejenis serangga, kita dapat dengan pasti menyimupulkan raja tidak mungkin dimakan rayap. Dalam pikran kita ada kerangka konseptual yang menolak kejadian itu. Dalam dunia yang pernah kita ketahui tidak ada cerita tentang raja dimakan rayap. Raja makan rayap. Masih mungkin. Mungkin saja, kata kawan anda. Ia meyakinkan anda bahwa ada raja-raja yang mati dimakan rayap. Anda mungkin akan menilai ucapan sahabat anda dengan merujuk pada sistem kepercayaan anda. Anda berteriak, “Aku tidak percaya!” Jadi, kerangka konseptual dan sistem kepercayaan menentukan komunikasi linguistik. Anda boleh jadi menguasai tata bahasa Inggris, mengerti lebih dari 30.000 kata, dan mampu membedakan berbagai bunyi dalam bahasa Inggris dengan cermat. Anehnya, anda tidak dapat tertawa enak, ketika dosen anda di eklas sebuah universitas di Amerika membuat humor. Tidak ada yang lucu. Rekan-rekan mahasiswa Amerika terbahak-bahak. Anda mungkin meragukan kemampuan bahasa Inggris anda.s etelah sekian tahun di Amerika, anda teringat lagi humor profesor itu. Heran, sekarang anda tertawa. Pada diri anda sekarang sudah terbentuk kerangka konseptual dan sistem kepercayaan yang baru. Dalam hubungan inilah kita dapat memahami betapa pentingnya kita menyamakan kerangka konseptual dan sistem kepercayaan dengan komunikate sebelum kita menyampaikan gagasan kita. Bagaimana kita dapat Berbahasa? Pertanyaan ini telah mengusik manusia selama berabad-abad. Pada abak ke 13, seorang kaisar Kerajaan Romawi yang suci, Federick II, mengadakan eksperimen yang menarik. Ia ingin mengetahui apakah bahasa yang akan digunakan oleh anak-anak, bila kepada mereka tidak diajarkan bahasa apa pun pada tahun-tahun pertama kehidupan mereka. Ia memilih beberapa orang bayi dan merawatnya dalam suatu tempat yang khusus. Bayi-bayi itu dipelihara sebagaimana layaknya – dimandikan, dirawat, dan disusui. Tetapi tidak seorang pun diperbolehkan berbicara, bersenandung, atau menyanyikan lagu penghantar tidu buat mereka. Penelitian ini tidak membuahkan hasil, karena semua anak meninggal secara misterius, dan eksperimen ini tidak pernah diulangi lagi. 2016 5 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pada permulaan abak ke-19, dari hutan Averyron ditemukan seorang anak liar yang bertahun-tahun dipelihara serigala. Ketika ia ditangkap, ia merangkak dan mengeluarkan suara lolongan seperti anak serigala. Itard, seorang dokter, berusaha mengajarkan bahasa manusia kepadanya pada saat ia berusia 12 tahun. Ia tidak berhasil. Victor, demikian nama anak liar dari Averron itu, hanya sanggup mengucapkan beberapa patah kata saja. Eksperimen Frederick tidak dapat menjelaskan bagaimana kita bisa berbahasa. Penemuan Victor menunjukkan bahwa bila dipisahkan dari lingkungan manusia, seorang anak tidak memiliki kemampuan bicara. Sebaliknya, kita melihat anak yang dibesarkan pada masyarakat manusia, pada usia 4 tahun sudah dapat berdialog dengan kawan-kawannya dalam bahasa ibunya. Bagaimana anak kita dapat menggunakan bahasa Indonesia, dengan tata bahasaIndonesia, padahal ia lahir ke dunia sebelum dikursus bahasa Indonesia? Bagaimana ia dapat menangkap arti kata-kata tanpa kamus? Untuk menjawab pertanyaan ini, psikologi menyajikan dua teori: teori belajar dari behaviorisme dan teori nativisme dari Noam Chomsky. Menurut teori belajar, anak-anak memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga proses: asosiasi, imitasi, dan peneguhan. Asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi dengan objek tertentu. Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya. Peneguhan dimaksudkan sebagai ungkapkan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak mengucapkan kata-kata dengan benar. Psikolog dari Harvard, B.F. Skinner, menerapkan ketiga prinsip ini ketika ia menjelaskan tiga macam respons yang terjadi pana anak-anak kecil, yang disebutnya sebagai respons mand, tact, dan echoic. Respons mand dimulai ketika anak-anak mengeluarkan bunyi secara sembarangan. Tiba-tiba sebagian bunyi itu menyebabkan ibu memberinya ganjaran. Misalnya, anak mengeluarkan bunyi “u-u”, dan orang tuanya menganggapnya sebagai permintaan (command atau demand) agar diberi air. Si bayi segera menyaksikan orangtua memberinya minuman yang segar. Sejak saat itu, kalau ia menginginkan minuman segar ia mengucapkan “u-u”. Respons tact terjadi bila anak menyentuh objek, kemudian secara sembarang ia mengucapkan bunyi. Orangtuanya mengira ia menyebutkan satu kata dan memberikan ganjaran. Misalnya, anak menyentuh gelas yang berisi air, lalu secara sembarang ia mengucapkan “u-u”. Orang tuanya beranggapan bahwa anak itu mengatakan “minum”. Dan anak itu dipeluk dengan ucapan, ‘oh, mau minum? Kau pintar, ya”. Ejak saat itu, anak menggunakan “u-u” dalam arti “minuman”. Respons echoic terjadi ketika anak menirukan ucapan orangtuanya dalam hubungan dengan stimuli tertentu. Misalnya, setiap kali ibu memberikan air segar, ia mengatakan “minum”. Anak mencoba menirunya dan mengucapkan “u-u”. Ibu gembira mendengar 2016 6 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id ucapan itu, lalu memangkunya, memeluknya, mengucapkan kata-kata yang lembut. Ini lah yang disebut sebagai peneguhan terhadap upaya imitasi yang dilakukan anak. Menurut Noam Chomsky, bila anak harus belajar seperti itu, paling tidak diperlukan waktu tiga puluh tahun untuk mampu menguasai 1000 kata saja. Menurut ahli bahasa dari Massachuset Institute of Technology ini, teori belajar hanyalah “play-acting at sicience”, suatu penjelasan yang sama sekali tidak tepat tetapi dibungkus dengan istilah-istilah yang bernada ilmiah. Pada tahun 1959, pada usia 31 tahun, Chomsky membabat buku skinner, menimbulkan guncangan baru dalam psikologi dan melahirkan disiplin baru dalam psikologi, yakni psikolinguistik. Teori behaviorisme, kata Chomsky, tidak dapat menjelaskan fenomena belajar bahasa. Teori ini tidak dapat menjelaskan fenomena belajar bahasa. Teori ini tidak menjelaskan mengapa anak berhasil membuat kalimat-kalimat yang tidak pernah mereka dengar, atau melhirkan kata-kata baru atau susunan kalimat baru yang tidak pernah diucapkan oleh orangtuanya. Menurut Chomsky, setiap anak mampu menggunakan suatu bahasa karena adanya pengetahuan bawaan (preexistent knowledge) yang telah diprogram secara genetik dalam otak kita. Ia menyebut pengetahuan ini sebagai L.A.D. – Language Acquisition Device. L.A.D. tidak mengandung kata, arti, atau gagasan, tetapi hanyalah satu sistem yang memungkinkan manusia menggabungkan komponen-komponen bahasa. Walaupun bentuk lur bahasa di dunia ini (surface structure), berbeda-beda, bahasa-bahasa itu mempunyai kesamaan dalam struktur pokok yang mendasarinya. Chomsky menyebutnya linguistik universal. “Karena anak-anak diperlengkapi dengan kemampuan ini, mereka segera mengenal hubungan di antara bentuk-bentuk bahasa ibunya dengan bentuk-bentuk yang terdapat dalam tata bahasa struktur dalam yang sudah terdapat pada kepalanya. Hubunganhubungan tersebut – peraturan “transformational grammar” – menyebabkan anak secara alamiah mengucapkan kalimat-kalimat yang sesuai dengan peraturan bahasa mereka. Teori Nativisme menggambarkan anak memperoleh pengetahuan tentang bahasa tertentu, ketika bahasa yang didengar membangkitkan respons bawaan dari kemampuan berbahasa.” (Hunt, 1982). Adanya dasar fisiologis dari kemampuan dasar berbahasa dibuktikan dengan penemuan daerah Broca dan daerah Wernicke pada otak manusia. daerah yang pertama mengatur sintaksis, sehingga gangguan atau kerusakan pada daerah ini menyebabkan orang berbicara terpatah-patah dengan sususnan kata yang tidak teratur. Kerusakan di daerah Wernicke menyebabkan orang berbicara lancar tetapi tidak mempunyai arti. 2016 7 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Bahasa dan Proses Berpikir Orang Amerika mengatakan “a clock runs” (jam berlari), orang Indonesia menyebutkan “waktu berjalan”, orang Spanyol juga mengatakan “el reloj anda” (jam berjalan). Apakah ini berarti ada perbedaan persepsi tentang waktu? Apakah ini menyebabkan orang-orang Amerika selalu bergegas-gegas dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sebelum keburu hilang, sedangkan kita – dan kawan-kawan kita dari Amerika Latin – memandang hidup lebih santai, sering menangguhkan pekerjaan, karena toh jam hanya berjalan dan tidak berlari? Untuk mengatakan bahwa waktu yang ditentukan tidak terasa hampir lewat, kita masih berkata, “waktu berjalan cepat” (walaupun cepat, waktu tetap berjalan); orang Amerika mengatakannya, “we’re running out of time”. Perhatikan kalimat-kalimat Inggris di bawah ini dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia: I broke my legs kaki saya patah O, I burned my finger Oh, jariku terbakar I missed the bus Saya ketinggalan bis I lost may money Uang saya hilang Kita melihat dalam kalimat-kalimat Inggris, pelaku adalah diriku sendiri. Kita mengatakan kaki yang patah, mereka menyebutkan mereka yang mematahkan kakinya. Kita tertawa kalau menerjemahkan “I burned my finger” menjadi “Saya membakar jariku”. Tetapi begitulah caranya mereka mengungkapkan maksud bahwa jari mereka terbakar. Tidakkah ini berarti bahwa kita cenderung menyalahkan hal-hal di luar kita? Kalau kita terlambat, itu salah bis. Kalau kita tidak hati-hati, bukan kita yang menghilangkan uang, tapi uang itu hilang dari kita. Apakah ini menunjukkan bahwa kita adalah orang-orang yang tidak bertanggung jawab? Betulkah tidak adanya “tenses” dalam bahasa Indonesia menunjukkan kita tidak mempersepsi faktor waktu seperti persepsi orang-orang Amerika atau Prancis. Bila kita mencoba menjawab pertanyaan di atas, kita sedang menghubungkan bahasa dan berpikir – atau lebih khusus, bahasa dan persepsi kita tentang realitas sosial. Menurut salah satu teori – principle of linguistic relativity – bahasa menyebabkan kita memandang realitas sosial dengan cara tertentu. Teori ini dikembangkan oleh von Humboldt, Sapir, Whorf, dan Cassier. Daris ekian nama itu, Whorf yang tampaknya paling merebut perhatian. Whorf sendiri sebetulnya “tersandung” mempelajari linguistik, padahal ia seorang insinyur dan pengusaha. Kini umumnya orang menyebut teori yang menjelaskan hubungan bahasa dengan berpikir ini sebagai teori Whorf (Whorfian Hyphotesis). Edaward Sapir, guru Benjamin L. Whorf, menulis, 2016 8 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Bahasa adalah pandu realitas sosial. Walaupun bahasa biasanya tidak dianggap sebagai hal yang sangat diminati ilmuwan sosial, bahasa secara kuat mengkondisikan fikiran kita tentang masalah dan proses sosial. Manusia tidak hanya hidup dalam dunia objektif, tidak hanya dalam dunia kegiatan sosialseperti yang bisa dipahaminya, tetapi ia sangat ditentukan oleh bahasa tertentu yang menjadi medium pernyataan bagi masyarakatnya. . . . Tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk dianggap mewakili kenyataan sosial yang sama. Dunia tempat tinggal berbagai masyarakat, bukan semata-mata dunia yang sama dengan merek yang berbeda.) Secara singkat teori ini dapat disimpulkan bahwa pandangan kita tentang dunia dibentuk oleh bahasa; dan karena bahasa berbeda, pandangan kita tentang duniapun berbeda pula. Secara selektif, kita menyaring data sensori yang masuk seperti yang telah diprogram oleh bahasa yang kita pakai. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda hidup dalam dunia sensori yang berbeda pula. Kata-kata dan Makna Mungkin anda pernah mendengar pertengkaran antara sopir sunda dan kernet Jawa. Truk mereka berhenti di tengah jalan, klarena ban roda belakang pecah. Sopir berkata dalam bahasa sunda, “ Cokot dongkrak.” Kernet tidak mengikuti perintah sopir. Ia tersenyum, “Atos, pak.” Pak sopir merasa dipermainkan. Sekali lagi ia berteriak. “Cokot dongkrak.” Ini dijawab dengan sikap serius juga, “Atos, pak!” . keduanya bertengkar dan hanya mpir saling memukul. Untunglah mereka kemudian menyadari _ telah terjadi kesalahpahaman. “Cokot” dalam bahasa sunda artinya “Ambil”, dalam bahasa jawa artinya “gigit”. Begitu pula “Atos” berarti “Sudah” menurut sopir, dan “keras” menurut karenet. Pertengkaran terjadi karena setiap orang memberi makna yang berlaianan pada suatu kata. Marilah saya ingatkan lagi: kata-kata tidak bermakna; oranglah yang memberi makna. Lalu apa yang disebut makna? Konsep makna telah menarik perhatian komunikasi, psikologi, sosiologi, antropologi, dan linguistik. Selama lebih dari 2000 tahun, kata fisher (1978; 250), konsep makna telah memukau para filusuf dan sarjana-sarjana soaial. Begitu banyaknya orang mengulas makna, sehingga makna hampir kehilangan maknanya. Banyak di antara penjelasan tentang makna “too vague and speculative” (terlalu kabur dan spekulatif) kata Jerold Katz (1973: 42). Ada beberapa buku yang secara khusus mengulas makna seperti the meaning of meaning dan Understanding Understanding, tetapi isinya mnurut fisher, lebih sedikit dari apa yang ditawarkan judulnya. Ulasan yang agak mendalam biasanya ditawarkan filsafat. Sejak Plato, John Locke, Wittgenstein, sampai Brodbeck (1963), makna dimaknakan dengan uraian yang 2016 9 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id lebih sering membingungkan daripada menjelaskan. Mungkin brodbeck merupakan kekecualian. Ia menjernihkan pembicaraan dengan membagi makna pada tiga corak. Perdebatan tidak selesai, seringakali karena orang mengacukan makna ketiga corak makna tersebut. Makna yang pertama adalah makna inferensial, yakni makna suatu kata (lambang) adalah objek, pemikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut. dalam uraian Ogden dan Richards (1946), proses pemberian makna (reference process) terjadi kita menghubungakan lambang yang ditunjukan lambang ( disebut rujukan atau referent). Suatu lambang dapat menunjukan banyak rujukan. “jari-jari” dapat menunjukkan setengah diameter, bagian dari roda sepedah, atau bagian tangan. Atau satu rujukan diwakili oleh berbagai lambang. Kain yang menutup tubuh anda disebut baju, pakaian, sandang,atau busana. Jalan disebut thariq (Arab), Street (Inggris), la rue (Prancis), die strasse (Jerman), de staat (Belanda), la calle (Spanyol), la strada (Italia), gairo (Jepang),. Perasaan terimakasih kita pada orang lain diungkapkan dengan hatur nuhun (sunda), syukran jazilla (Arab), thank you very much (inggris), merci beaucoup (Prancis), vielen dank (Jerman), dank U wel (Belanda), muchas gracias (Spanyol), molte grazie (italia), domo arigato (Jepang). Makna yang kedua menunjukkan arti (significance) suatu istilah sejauh dihubungkan dengan konsep-konsep yang lain. Fisher memberi contoh dengan kata phologiston. kata ini dahulu dipakai untuk menjelaskan proses pembakaran. Benda bernyala karena ada phologiston. kini, setelah ditemukan oksigen, phologiston tidak berarti lagi. Begitu pula instinct dalam psikologi, atau group mind dalam sosiologi. kata itu jadi tidak berarti kerena penemuanpenemuan baru yang menunjukkan kesalahan konsep yang lama. Makna yang ketiga adalah makna internasiaonal, yakni makna yang dimaksud oleh seorang pemakai lambang. Makna ini tidak dapat divalidasi secara empiris atau dicairkan rujukannya. Makna ini terdapat pada pikiran orang, hanya dimiliki dirinya saja. Dua makna internasioanal boleh jadi serupa tetapi tidak sama. Kita akan menceritakan makna ketiga ini ketika kita mengulas makna konotatif atau makna perorangan (Preventive meaning). Teori General Semantics Ketika kita berkomunikasi, seperti telah kita ketahui, kita menerjemahkan gagasan kita ke dalam bentuk lambang_ verbal atau non verbal. Proses ini lazim disebut penyandian (encoding). Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik, kata pengikut general semantics. General semantics tidak menjelaskan proses penyandian, tetapi ia menunjukkan karakteristik bahasa yang mempersulit proses ini. Ia menguraikan kesalahan penggunaan bahasa (Severin dan Tankard, 1979: 51). Ia menelaah bagaimana berbicara cermat, 2016 10 bagaimana mencocokkan kata PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. dengan keadaan Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sebenarnya, bagaimana menghilangkan kebiasaan berbahasa yang menyebabkan kerancuan dan kesalahpahaman (Capp dan Capp, 1976: 257). Peletak dasar teori ini adalah Alfred Korzybski, pemain pedang, insinyur, spion, pelarian, ahli matematika, psikiater, dan akhirnya. . . . ahli bahasa. Keragaman latar belakangnya menyebabkan kita agak sukar menunjuk Korzybski dengan satu gelar atau label. Bila kita menyebutnya ahli bahasa, kita mengesampingkan keterampilannya yang lain. Bila kita ditanya apa pekerjaan Korzybski, kita harus menjawab dengan pertanyaan lagi: Korzybski tahun berapa? Sebelum perang dunia ke I dia ahli mesin dan ahli pedang; selama perang dunia I dia ahli intelijens di angkatan bersenjata Rusia, tahun 1920-an oa ahli psikiatri di Washington D.C.; tahun 1970-an dia ahli bahasa yang memberikan seminar di luar kampus (off campus seminar) di dekat Universitas Chichago; dan kini . . . . ia ahli kubur (mungkin ini keahliannya yang terakhir). Korzybski melambangkan asumsi dasar teori general semantics: bahasa sering kali tidak lengkap mewakili pernyataan; kata-kata tidak han ya menunjukkan Korzybski secara lengkap. Kerena kemampuan bahasa sangat terbatas untuk mengungkapkan kenyataan, kita seribg menyalahgunakan bahasa. Menurut Korzybski, dalam bukunya yang kontoversial dan sukar dibaca science and sanity, penyakit jiwa disebabkan karena kerancuan menggunakan bahasa. Jika jiwa anda ingin sehat, gunakanlah bahasa dengan cermat. Ternyata anjuran “pakailah bahaa indonesia yang baik dan benar” bukan hanya berasal dari lembaga bahasa saja, tetapi juga dari psikiater. Seorang dokter psikologi klinis, yang merasa penyakit gagapnya disebabkan gangguaan jiwa, melahap buku science and sanity, ketika ia mulai tidak dipercaya pada sains dan sedang tidak sehat. Wendell Johnson, demiakian dokter dari Universitas Lowa ini, kemudian menjadi penerjemah gagasan Korzybski. Bersama Hayakawa, mereka mempopulerkan general semantics. Dalam bagian ini, kita akan menguraikan secara singkat pokok-pokok penting dari gagasan-gagasan mereka. Karena singkat, tentu banyak hal dari general simantics yang tidak kita sebut (sehingga melakukan kesalahan yang tidak dihendaki general semantics). Uraian ilmiahnya yang “berat” kita abaikan saja. Marilah kita simak empat nasihatnya: dua perintah dan dua larangan. 1) Berhati-hati dengan Abstraksi Bahasa menggunakan abstraksi. Abstraksi adalah proses memilih unsur-unsur realitas untuk membedakannya dari hal-hal yang lain (Taylor et al., 1977: 48). Ketika kita melakuakan kategorisasi, kita menempatkan realitas dalam kategori tertentu. Untuk membuat kategori, kita harus memperhatikkan hanya sebagian sifat-sifat objek. 2016 11 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Apa yang sedang anda pegang sekarang? Buku. Buku adalah kategori yang didasarkan pada kenyataan bahwa ini adalah kumpulan kertas yang dijilid. Jadi, buku yang anda pegang ini satu kategori dengan buku induk di kantor, buku catatan anak sekolah, buku bacaan di perpustakaan. Anda mengabstraksikan dengan melihat bahan materialnya. Tetapi, dengan melihat fungsi informasinya, anda menyebut buku-buku ini median cetak. Jadi buku ini satu kategori dengan surat kabar, majalah, pamflet, bulletin, dan sebagainya. Kata-kata yang kita pergunakan berada pada tingkat abstraksi yang bermacammacam. Hayakawa menyebutnya “the ladder of abstraction”. Makin tinggi tingkat abstraksi kata, makin sungkar kata itu diverifikasi dalam kenyataan, dan makin ambigu makna kata itu. Misalkan anda bejumpa dengan seorang pemuda. Namanya Ilman. Bila anda ditanya siapa ilman, anda menjawab dengan menunjuk pemuda itu. Ilman adalah kata pada tingkat abstraksi yang paling rendah. Anda ditanya apa pekerjaannya ? anda menjawab “mahasiswa FIKOM (Fakultas Ilmu Komunikasi).” abstraksi anda lebih tinggi. Mahasiswa FIKOM menunjukkan rujukan yang lebih banyak. Mahasiswa Unpad lebih abstrak lagi. Mahasiswa indonesia _ kelompok berpendidikan _ pencari ilmu _ pria _ manusia. makin meluas tingkat abstraksi, makin besar liputannya. Abstraksi menyebabkan cara-cara penggunaan bahasa yang tidak cermat. Tiga buah diantaranya adalah: dead level abstracting, undue indentification, dan two valued evaluation. 2) Berhati-hati dengan dimensi waktu Bahasa itu statis, sedangkan realitas dinamis. Ketika anda bereaksi pada suatu kata, anda sering menganggap makna kata itu masih sama. Sepuluh tahun yang lalu anda berjumpa dengan iqbal. Sekarang anda membicarakan dia, seakan-akan anda membicarakan iqbal yang lalu. Iqbal telah banyak berubah. Tujuh belas tahun yang lalu, ami adalah anak ingusan. Kini ia gadis yang menawan. Dua puluh tahun lagi ia menjadi wanita menjelang “menopause”. Tiga puluh tahun lagi ia nenek yang batukbatuk. Kita tetap saja menyebut namanya ami. Untuk mengatasi ini, general semantics merekomendasikan dating (penganggalan): iqbal1960, iqbal1980, iqbal1984. “dating memaksa individu untuk mengakui faktor perubahan, untuk menilai lingkungan, untuk membuat ujaran verbal yang cocok dengan fakta kehidupan yang ada dewasa ini” ujar William Arnold dan James McCroskey (1964). 2016 12 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 3) Jangan mengacaukan kata dengan rujukkannya Sebelum ini kita telah menjelaskan bahwa hubungan antara kata dengan rujukkannya (objek, gagasan, situasi) bersifat tidak semena-mena. Kata itu bukan rujukkan. “kita hidup dalam dua macam dunia yang tidak boleh dikacaubalaukan” kata Irving j. Lee (1941: 16), “dunia kata dan dunia bukan kata-kata”. Dunia kata hanya kumpulan lambang-lambang yang mengungkapkan reaksi kita pada realitas dan bukan realitas sendiri. Kita menyalah gunakan bahasa bila kita memandang seakan-akan pernyataan kita adalah lukisan objektif dari realitas, seakan-akan kata yang diucapkan adalah realitas itu sendiri. Kita menyebut “jeruk ini manis,” “ruangan ini panas,” “pembicara membosankan,” “mobil ini mewah,” menurut Wendell Johnson (1972: 304), dengan kata kata seperti itu kita mengasumsikan jeruk itulah yang manis, padahal sebetulnya perasaan kitalah yang menilai manis; orang lain mungkin merasakannya kecut. Bukan ruangan yang panas tapi kita yang merasakan panas. Kata-kata atau pernyataan sering merupakan proyeksi tidak sadar dari diri kita sendiri. Untuk mengatasi kesalahan ini, para pendukung general semantics menyarankan penambahan “. . . menurut saya” di ujung kalimat. “Fakultas ini Brengsek,” teriak anda. Tidak, fakultas ini tidak brengsek. Fakultas ini brengsek menurut anda. Karena kita sering mengacaukan kata dengan rujukan, kita juga cenderung menganggap orang lain mempunyai rujukan yang sama untuk kata-kata yang kita ucapkan. Kita menganggap lambang mempunyai makna, padahal kitalah yang memberi makna (Ah, kita kembali menyebut pemeo ini). 4) Jangan mengacaukan pengamatan dengan kesimpulan Ketika melihat fakta, kita membuat pernyataan untuk melukiskan fakta itu. Pernyataan itu kita sebut pengaamatan. Kita menarik kesimpulan bila menghubungkan hal-hal yang diamati dengan suatu yang tidak teramati. Dalam pengamatan, kita menghubungkan lambang dengan rujukan. Dalam kesimpulan, kita menggunakan pemikiran. Pengamatan dapat diuji, deverivikasi; kerena itu, menggunakan kata-kata berabstraksi rendah. Sebaliknya, penyimpulan tidak dapat diuji secara empiris (dengan alat indra); karena itu, menggunakan kata-kata berabstraksi tinggi. Kekacauan terjadi bila anda menganggap kesimpulan anda sebagai pengamatan. Anda berkata “ baju syafri sudah kehilangan warna, sebaian rambutnya sudah memutih. Ia berbicara dalam bahasa indonesia.” Anda sedang membuatnya pengamatan. Anda mungkin berkata lagi,” syafri kurang begitu memperhatikan 2016 13 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id pakaiannya. Ia sudah tua. Gaya berbicaranya tajam dan menyinggung perasaan.” Ini bukan pengamatan. Ini kesimpulan anda. Boleh jadi syafri baru pulang dari tempat jauh dan tidak sempat berganti pakaian. Orang bisa beruban pada usia muda. Hanya karena anda terbiasa dengan gaya bicara sunda yang halus. Kita sudah salah ketika menganggap kesimpulan sebagai pengamatan. Tetapi kita salah besar kalau mengambil keputusan berdasarkan kesimpulan, tetapi kita beranggaplah kita melakukannya berdasarkan pengamatan. Setelah kawan anda tidak menegur anda di jalan, anda sakit hati. Alasannya? “aku yakin ia sudah merasa hina bergaul denganku, sejak diangkat menjadi direktur,” ujar anda. Perhatikan: itu kesimpulan, dan bukan pengamatan. Pesan Nonverbal Nikita Krushchev pernah berpidato dihadapan Kongres Amerika. Setelah usai, orang bertepuk tangan. Dan Krushchev pun bertepuk tangan juga seperti pendengarannya. Penonton televisi yang menyaksikan kejadian itu memandang Krushchev sombong dan takabur. Orang rusia justru bertepuk tangan untuk menghargai penghargaab pendengarannya. Orang mengungkapkan penghormatan kepada orang lain dengan cara yang bermacammacam. Orang arab menghormati orang asing dengan memeluknya,. Orang-orang polinesia menyalami orang lain dengan saling memeluk dan mengusap punggungnya. Seorang Ainu, di jepang, bila berjumpa dengan saudaranya, memegang tangannya, kemudian dengan cepak melepaskan genggamannya dan memegan kedua telinga saudaranya. Setelah itu masing-masing saling mengusap wajah dan bahu. Orang jawa menyalami orang yang dihormatinya dengan “sungkem”. Tepuk tangan, pelukan, usapan, duduk dan berdiri adalah pesan nonverbal yang menerjemahkan gagasan, keinginan, atau maksud yang terkandung dalam hati kita. Pada bab 4 kita sudah membahas petunjuk nonverbal sebagai sumber informasi untuk membentuk persepsi kita tentang orang lain. Pada bagian ini kita akan mengulas bagaimana orang menggunakan pesan nonverbal dalam komunikasi. kita akan mengulas fungsi pesan nonverbal, klasifikasi pesan nonverbal, dan perincian jenis-jenis pesan nonverbal. Klasifikasi pesan nonverbal Belum ada kesepakatan di antara para ahli komunikasi nonverbal tentang pesan nonverbal. Duncang menyebutkan enam jenis pesan nonverbal: (1) kinestik atau gerak tubuh; (2) paralinguistik atau suara, (3) proksemik atau penggunaan ruangan ruangan personal dan 2016 14 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sosial; (4) olfaksi atau penciuman, (5) sensitivitas kulit; dan (6) faktor artifaktual seperti pakaian dan kosmetik. Scheflen menyebutnya dengan istilah lain: kinestik, sentuhan (tactile). Bau-bauan (odorific), teritorial, proksemik, dan artifaktual. Dalam buku ini, sambil mengikuti klasifikasi leathers dengan sedikit perubahan, kita akan membagi pesan nonverbalpada tiga kelompok besar; pesan nonverbal visual yang meliputi kinestetik, roksemik, dan artifaktual; pesan nonverbal yang disini hyanya terdiri dari satu macam saja, yaitu pesan paralinguistik; dan pesan nonverbal nonvisual nonauditif, artinya tidak berupa kata-kata, tidak terlihat, dan tidak terdengar, dan meliputi sentuhan dan penciuman. Pesan kinesik_ yang mengguanakan gerakan tubuh yang berarti terdiri dari tiga bagian komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural. Pesan fasial menggunakan air untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna: kebahagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban dan tekad. Leathers (1976: 33) memyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai berikut: (1) wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan tak senang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau jelek; (2) wajah mengkomunikasikan berminat atau tidak berminat pada orang lain atau lingkungan, (3) wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam suatu situasi, (4) wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan tersendiri: dan (5) wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurangnya pengertian. Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan. Postur ABRI ketika berdiri tegak berbeda dengan postur murid berdiri di hadapan gurunya, atau postur santri di hadapan kiyai. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positif. Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan orang yang tinggi hati di hadapan anda dan postur orang yang merendah. Individu mengkomunikasikan responsiveness bila ia beraksi secara emosional pada lingkungan, secara positif dan negatif. Bila postur anda tidak berubah anda menunjukkan sikap yang tidak responsif. Organisasi, Struktur, dan Imbauan Pesan. Organisasi pesan Aristoteles, dalam buku klasik tentang komunikasi de arte rhetirica menerangkan peranan taxis dalam memperkuat effek pesan persuatif. Yang dimaksud dengan taxis ialah 2016 15 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id pembagian atau rangkaian penyusunan pesan. ia menyarankan agar setiap pembicaraan disusun menurut urutan. Beberapa penelitian eksperimental menelaah efek organisasi pesan pada peringatan dan perubahan sikap. Thompson (1960) melaporkan bahwa orang lebih mudah mengingat pesan yang tersusun, walaupun organisasi pesan kelihatan tidak mempengaruhi kadar perubahan sikap. Walaupun penelitian-penelitian ini membuktikan hal-hal yang bertentangan, para peneliti sepakat bahwa penyajian pesan tersusun lebih efektif daripada penyajian pesan yang tidak tersusun; dengan kata lain, tidak ada satu penelitianpun yang membuktikan bahwa pesan yang tidak tersusun baik mempunyai pengaruh yang lebih efektif daripada pesan yang tersusun baik. Karena itu, sudah sejak lama retorika menunjukkan cara-cara menyusun pesan_ mengikuti pola yang disarankan aristoteles. Retorika mengenal enam macam organisasi pesan: deduktif, induktif, kronologis, logis, spacial, dan topikal. Urutan deduktif dimulai dengan menyatakan dulu gagasan utama, kemudian memperjelasnya dengan keterangan penunjang, penyimpulan, dan bukti, sebaiknya, dalam urutan induktif kita mengemukakan perincian-perincian dan kemudian menarik kesimpulan. Struktur pesan Bayangkan anda harus menyampaikan informasi dihadapan khalayak yang tidak sepaham dengan anda. Anda harus menentukan bagian penting dari argumentasi anda yang harus didahulukan atau bagian yang kurang penting. apakah kita harus membiarkan hanya argumen-argumen yang menunjang kita saja atau harus membicarakan yang pro dan kontra sekaligus. Untuk menjawab pertanyaan yang pertama banyak penelitian telah dilakukan di sekitar konsep primacy-recency. Koehler et al. (1978: 170-171), dengan mengutip cohen, menyebutkan kesimpulan penelitian tersebut sebagai berikut: 1) Bila pembicaraan menyajikan dua sisi persoalan (yang pro dan kontra), tidak ada keuntungan untuk membicarakan yang pertama, karena berbagai kondisi. 2) Bila pendengar secara terbuka memihak satu sisi argumen, sisi yang lain tidak mungkin mengubah posisi mereka. 3) Jika pembicara melakukan dua sisi persoalan, kita biasanya lebih mudah dipengaruhi oleh sisi yang disajikan terlebih dahulu. 4) Perubahan sikap lebih sering terjadi jika gagasan yang dikehendaki atau yang diterima disajikan sebelum gagasan yang kurang dikehendaki. 2016 16 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 5) Urutan pro-kon lebih efektif daripada urutan kon-pro bila digunakan oleh sumber yang memiliki orientasi dan dihormati oleh khalayak. 6) Argumen yang terakhir didengar akan lebih efektif bila ada jangka waktu cukup lama di antara dua pesan dan pengujian akan segera terjadi setelah pesan kedua. Imbauan Pesan (Message Appeals) Bila pesan-pesan kita dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain maka kita harus menyentuh motif yang menggerakkan atau mendorong prilaku komunikate. Dengan perkataan lain, kita secara psikologis mengimbau khalayak untuk menerima dan melaksanakan gagasan kita. Para peneliti psikologi komunikasi telah meneliti efektifitas imbauan pesan: apakah komunikate lebih tergerak oleh imbauan emosional atau imbauan rasioanal? Apakah komunikate lebih tergerak oleh imbauan ganjaran daripada imbauan takut? Motif-motif apakah yang dapat kita sentuh dalam pesan kita supaya kita berhasil mengubah sikap dan prilaku komunikate? Dalam uraian kita yang terakhir ini, kita akan membicarakan imbauan rasioanal, imbauan emosional, imbauan takut, imbauan ganjaran dan imbauan motivasioanal. Imbauan rasional biasanya menggunakan silogisme, yakni rangkaian pengambilan kesimpulan yang menggunakan siloghisme klasik tidak memperkuat anggapan bahwa manusia itu rasional. Penelitian lain yang menggunakan imbauan rasional menggunakan pembuktian (evidence) sebagai indikator. Sayang sekali, seperti dinyatakan Burgoon dan betinghaus, sedikit sekali penelitian dilakukan dalam menelaah pembuktian dan yang tidak mengguanakan pembuktian. Burgoon dan Betinghaus kemudian menyarankan hal-hal berikut: 1) Penggunaan pembuktian sangat bergantung pada topik pesan. 2) Khalayak berbeda-beda mungkin dalam banyak faktor, misalnya usia, seks, pendidikan, dan lain-lain. 3) Sistem klasifikasi dalam pembuktian yang ada sekarang ini berasal dari sistem hukum. Secara keseluruhan, imbauan rassioanal belum dapat ditentukan efektifitasnya. Imbauan emosional menggunakan pernyataan-pernyataan atau bahasa yang menyentuh emosi komunikate. Sudah lama diduga bahwa kebanyakan tindakan lebih didasarkan kepada emosi daripada sebagai hasil pemikiran. Imbauan takut menggunakan pesan yang mencemaskan, mengancam, atau meresahkan. Penelitian pertama yang menelaah imbauan takut dilakukan oleh Janis dan Feshbech 2016 17 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id (1953). Mereka menyampaikan topik kerusakan gigi pada siswa-siwa sekolah menengah. Sebagian menerima pesan yang sangat menakutkan, dan sebagian lagi menerima pesan yang kurang menakutkan. Mereka menemukan bahwa imbauan takut yang rendah lebih efektif dalam mengubah sikap anak-anak terhadap kesehatan gigi. Imbauan ganjaran menghgunakan ganjaran yang menjanjikan komunikate sesuatu yang mereka perlukan atau yang mereka inginkan. Bila saya menjanjikan kenaikan pangkat untuk anda kalau anda bekerja baik, saya menggunakan imbauan ganjaran (reward appeals). Sangat sedikit penelitian yang membuktikan dampak penggunaan ganjaran dalam situasi komunikasi yang persuatif. Memang ada penelitiannya yang membuktikan bahwa orang yang dijanjikan mendapat 20 dollar mengubah sikapnya lebih banyak daripada individu yang dijanjikan dengan 1 dollar. Rogers (1971) menunjukan imbalan pengaruh uang terhadap sdopsi vasektomi di negara-negara asia. Rasanya kondisi macam ini tidak masuk akal sehingga tidak perlu dibuktikan lagi. Imbauan motivasional menggunakan imbauan motif (motive appeals) yang menyentuh kondisi intern dalam diri manusia. dengan menggunakan bergabai mahzab psikologi, kita dapat menghasilkan motif pada dua kelompok besar; motif biologis dan motif psikologis. Manusia bergerak bukan saja didorong oleh kebutuhan biologis seperti lapar dan dahaga, tetapi juga karena dorongan psikologis seperti rasa ingin tahu, kebutuhan akan kasih sayang, dan keinginan untuk memuja. DAFTAR PUSTAKA Rakhmat, Jalaludin. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Benson, C Negel. (2005). Mengenal Psikologi For Beginners.Bandung: Mizan. 2016 18 PSIKOLOGI KOMUNIKASI Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id