FILSAFAT HUKUM POSITIF Dr. Zen Zanibar M.Z.,S.H.,M.H. Filsafat Hukum Positif Hukum adalah perintah yang mengalir dari sumber tertentu. Ekspektasi pembuat perintah: pihak yang diperintah berbuat sesuatu atau menahan diri. Jika perintah diabaikan, maka pemberi perintah akan menjatuhkan sanksi. Hukum dibuat oleh negara. Sumber hukum adalah kemauan yang berdaulat (The source of a law is the will of the sovereign). Negara adalah pembentuk hukum, sebagai kekuatan dan kekuasaan moral di belakang hukum, sebagai ‘tuhan’ dunia hukum (the god of the world of law). Bagi positivisme hukum, satu-satunya hukum yang diterima sebagai hukum adalah tata hukum. Hukum hanya berlaku karena bentuk positifnya ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Hukum hanya ada hubungan dengan bentuk formalnya. Positivis pd dasarnya mengimplikasikan wwsan skeptis dg merujuk pada filsafat Mnrt positivis yg mnjdi soal adalah analisis yg sistemtis dan andal secara empiris atas materi hukum positif sbgmn yg disajikan dlm perUU dan praktek pemerintahan, karena bgt sulit menata materinya. Bg positivis pndktn scr formal murni bdsrkn penilaian kritis ats batas2 pemhaman manusia, atau kembali ke akal sehat atau nurani, communis opinio doctorandum dlm konsepsi2 serupa. Bagi positivis kebenaran dlm arti obyektif, keadilan memerlukan kesesuaian dgn kebenaran. Kebenaran dalam arti subyektif menutut kesesuaian dgn apa yg dianggap benar. Salah seorang panganut positivisme, Rudolf von Jhering, mengatakan bahwa hukum adalah alat untuk mencapai tujuan. Artinya hukum tergantung dari paksaan, dan hak untuk memaksa adalah monopoli mutlak negara. Hukum bagi Jhering: Adalah aturan hidup bersama, yang dianggap sesuai dengan kepentingan negara. Hukum, adalah pernyataan egoisme nasional. Hukum dikembangkan secara sistematis dan rasional, sesuai dengan kebutuhan hidup bernegara. Positivisme lahir didorong oleh perkembangan ilmu-ilmu alam sejak tahun 1600. Filsafat ini menemukan bentuknya yang jelas dalam karya August Comte “Cours de Philosophie Positive” (1830-1842). Tesis-tesis pokok positivisme: hanya ilmu yang dapat memberikan pengetahuan yang sah; hanya fakta yang dapat menjadi obyek pengetahuan; metode filsafat tidak berbeda dengan metode ilmu; tugas filsafat adalah menemukan asas umum yang berlaku bagi semua ilmu dan menggunakannya sebagai pedoman bagi prilaku manusia dan menjadi landasan bagi organsasi sosial; semua iinterpretasi tentang dunia harus didasarkan se-mata2 atas pengalaman (empiris-vefikatif); bertitik tolak pada ilmu-ilmu alam; berusaha memperoleh suatu pandangan tunggal tentang dunia fenomena, baik dunia fisik maupun dunia manusia, melalui aplikasi metode-metode dan perluasan jangkauan hasil-hasil ilmu alam. PERLU DICATAT Positivisme aliran yg berasal dari pemikiran Auguste Comte. Comte sebgai sosiolog ingin menerapkan metode ilmu alam (Naturwissenscahft) yang sifat utamanya experimental-empiris (experimenteel empirisch), shg ilmu hukumpun, menurut Comte, dalam pengkajiannya melakukan penelitian empiris atau hasil pengamatan pancaindra. Bagi Comte hanya hasil pengamatan pancaindra yg berharga sebagai bahan ilmu pengetahuan. Mengapa Comte berpendapat demikian? Teori terkenal yang dikembangkan Comte: “de drie stadien leer” atau tiga tingkat (stadium) perkembangan pikiran manusia (de drie phasen van ontwikkeling van het menselijk denken). Tiga perkembangan pikiran manusia: Theologisch phase: manusia belum belajar berpikir sendiri, semua kejadian disandarkan kepada kemauan Tuhan yg tercermin dalam kitab-kitab suci; Metaphysische phase: manusia mulai berpikir sendiri, membuat pengertian dan penjelasan sendiri, abstrak, spekulatif (trancendent) yg belum diuji dengan kenyataan atau belum didasarkan pengalaman atau observasi dg pancaindra; Positieve Phase: manusia lebih mengedepankan kenyataan. Kenyataan adalah hasil observasi pancaindra. Aksioma, dalil, hukum, proposisi dan segala bentuk statement dianggap benar jika sudah teruji secara empiris. Pandangan Positivisme Semua pengetahuan berkenaan dengan fakta materi didasarkan kepada data “positif” dari pengalaman Di luar dunia fakta terdapat logika murni dan matematika murni Menolak pengetahuan yang tidak dapat diverifikasi melalui metoda ilmiah empirik Penjelasan dikemukan dalam bentuk hipotesis atau hukum empirik lainnya berkenaan dengan hubungan tetap di antara gejala yang teramati Hubungan kosal (sebab akibat) diverifikasi melalui hubungan di antara gejala yang teramati Kesahihan hipotesis ditentukan melalui pengujian empirik (observasi dan eksperimentasi) Perkembangan Empirisisme Positivisme Perkembangan Empirisisme Dari empirisisme muncul aliran positivisme Positivisme kemudian berkembang menjadi positivisme logika Positivisme logika berkembang menjadi empirisisme logika Positivisme Berkembang pada abad ke-19, terutama oleh Auguste Comte Aliran ini dikenal juga sebagai filsafat ilmu Positivisme hanya membahas bagian filsafat yang dapat diuji secara positif (empiris) Ada kalanya metodologi penelitian kita dikenal sebagai metodologi penelitian positif karena berdasarkan aliran positivisme ini