Paradigma Positivistik & Konstruktivistik Ciri – ciri karakteristik paradigma positivistik, dalam dimensi : • Epistemologi, bagi positivisme memandang bahwa ada realitas obyektif yang merupakan realitas di luar diri para peneliti. • Peneliti dalam paradigma ini ditempatkan sebagai ‘disinterested scientist’ yaitu informan, pengambil keputusan dan perantara perubahan, dari sini antara peneliti dan obyeknya ‘berjarak’ (Salim dalam Narwaya, 2006 : 148) • Positivisme diidentikkan dengan teori ‘korespondensi’ (sepadan) tentang kebenaran. Menekankan kebenaran dalam bingkai fakta empiris-visual. Sesuatu dianggap benar bila ditemukan dalam fakta yang bisa ditangkap pancaindera. • Kebenaran dicari lewat hubungan kausal – linier (sebab – akibat) dengan memakai hukum teori kebenaran korespondensi (kesesuaian) • Positivisme menyusun bangunan ilmu yang nomothetic yaitu ilmu yang selalu berupaya membuat hukum generalisasi. • Tujuan utama setiap penelitian ilmiah adalah usaha verifikasi atas hipotesa. Kelompok positivisme, menempatkan hipotesa sebagai fakta sekaligus hukum. • Realitas obyektif, tidak boleh diintervensi oleh nilai subyektif (value). Ilmu / penelitian haruslah netral dari kepentingan nilai yang ada • Ontologi, asumsi mengenai objek atau realitas sosial yang diteliti. Ontologi melihat tentang ‘ada’, eksistensi, esensi sebuah realitas. • Paradigma positivisme mempunyai keyakinan bahwa hakikat kenyataan adalah tunggal. Realitas pada kenyataannya taat pada hukum yang universal. • Realitas adalah sesuatu yang berdiri di luar sana (out there), peneliti berdiri dalam batas ‘jarak’ yang sudah ditentukan • Metodologi, merupakan prosedur atau cara kerja yang digunakan dalam ilmu pengetahuan. • Dalam paradigma positivisme, banyak menekankan pada metodologi kuantitatif, pengujian hipotesis dan hukum – hukum kausal linier serta metode survei eksplanatif yang menguji sebuah hipotesis. • Desain penelitian harus disusun secara pasti sebelum fakta – fakta dikumpulkan. • Aksiologi, dimensi epistemologis cukup berpengaruh terhadap sikap nilai. Positivisme menuntut penelitian yang bebas nilai baik kepentingan, etika ataupun pilihan moral pada subyek peneliti. • Kebebasan nilai tersebut dipakai untuk menjaga wujud obyektifitas ilmu atau hasil penelitian • Nilai (value) yang dimaksud bisa berupa ideologi, interest, keyakinan, politik, budaya, dsb. • Konsekuensinya, sebuah penelitian hanya pada eksplanasi (menguji hipotesis, melakukan sebuah kontrol, sekaligus prediksi) Ciri – ciri karakteristik paradigma konstruktivistik, dalam dimensi : • Epistemologi, cara pandang terhadap realitas kebenaran diyakini merupakan hasil konstruksi manusia. • Hubungan peneliti dan obyek penelitian bersifat interaktif dan hasil perumusan ilmu pengetahuan sangat bersifat interpretatif subyektif. • Konstruktivisme, meletakkan peneliti sebagai fasilitator yang memberi alternatif dan kemampuan merekonstruksi setiap pemikiran. • Ilmu pengetahuan merupakan rekonstruksi individu yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah konsensus masyarakat. • Interpretasi atau pemahaman melalui pendekatan penafsiran merupakan kekuatan untuk membangun bangunan pengetahuan, sebab menurut aliran ini akumulasi pengetahuan terletak pada kemampuan merekonstruksi dunia pengalaman seperti yang dialaminya sendiri (Narwaya, 2006 : 205). • Ontologi, konstruktivisme meyakini “relativitas kebenaran” yang dirumuskan secara sosial. • Karena kebenaran itu relatif, maka sifat kebenaran pun relatif ditentukan oleh konteks masyarakat yang ada. • Konstruktivisme menyatakan pengertian bahwa realitas ada bermacam – macam ; konstruksi mental, berdasarkan pengalaman sosial, bersifat plural, spesifik dan lokal tergantung pada orang yang memerlukannya. • Hubungan subyek dan obyek lebih bersifat dialektis antara keduanya. Subyek seakan – akan menjadi penafsir dari dunia pengalaman • Paradigma konstruktvisme berusaha memberikan tafsir dengan rinci terhadap setting kehidupan keseharian. • Maka pendekatan yang biasa dilakukan lebih bersifat hermeneutic (tafsiran / memahami). Contoh teori ; cultural constructivism, political economy, fenomenologi, interaksi simbolik, dan etnometodologi • Aksiologi, tujuan etis dalam konstruktivisme adalah mengupayakan bentuk “rekonstruksi realitas” sosial secara dialektis, antara peneliti dan pelaku sosial yang diteliti. • Konstruktivisme menempatkan nilai, etika, dan pilihan moral sebagai landasan pokok yang tidak terpisahkan dalam penelitian. • Nilai dibentuk bersama antara peneliti dengan pelaku yang menjadi obyek penelitiannya dalam satu interaksi sosial yang dibangun. • Metodologi, dalam konstruktivisme metodologi yang dibangun adalah reflektif / dialektik. Pencarian pemahaman bersama tentang realitas diusahakan melalui proses interaksi seluruh pelaku sosial yang terlibat. • Prosesnya tidak mekanis dan bisa saja berubah sesuai dengan proses konstruksi pengalaman yang terjadi. • Menggunakan metode penelitian kualitatif dalam proses kerjanya. • Metode pengumpulan data dilakukan dengan ‘hermeneutik’ dan ‘dialektik’ yang difokuskan pada konstruksi, rekonstruksi dn elaborasi suatu proses sosial. • Konstruktivisme berupaya melakukan perubahan terhadap ‘cara pikir’ tentang pemaknaan realitas. • Menjadi titik penting adalah sejauh mana proses interaksi yang terjadi sudah dilakukan untuk menyusun kembali konstruksi sosial melalui pemahaman bersama.