7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Aljabar Max

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Aljabar Max-Plus
1. Pengertian Aljabar Max-Plus
Aljabar Max-Plus adalah himpunan  {} dengan 
himpunan semua bilangan real yang dilengkapi dengan operasi
maksimum, dinotasikan dengan  dan operasi penjumlahan yang
dinotasikan dengan  . Selanjutnya (   , , ) dinotasikan
dengan  max dan  dinotasikan dengan ε. Elemen ε merupakan
elemen netral terhadap operasi  dan 0 merupakan elemen identitas
terhadap operasi  .
Banyak peranan Aljabar Max-Plus dalam menyelesaikan
persoalan di beberapa bidang seperti teori graf, kombinatorik, teori
sistem, teori antrian, dan proses stokastik. Hal ini telah dibahas dalam
beberapa buku dan jurnal seperti B. De Schutter, et.al (1998),
Heidergott (1999), Bacelli,et.al (2001), dan Kasie G. Farlow, (2009).
2. Matriks dan Vektor pada Aljabar Max-Plus
Masalah-masalah optimalisasi nonlinear dapat menjadi linear
pada  max , maka dalam hal ini akan dibahas mengenai matriks dan
vektor pada  max (Kasie G. Farlow, 2009:11).
7
8
a. Matriks
Himpunan matriks n x m untuk n, m  pada  max
dinotasikan dengan  nxm
max . Dalam matriks, n menunjukkan jumlah
baris dan m menunjukkan jumlah kolom. Secara khusus dalam
Aljabar, matriks A  nxm
max ditulis sebagai berikut:
 a11 a21

a
a22
A   21
 

 an1 an 2

a1m 

 a2 m 
  

 anm 
Matriks A untuk nilai masukkan ke-i baris dan ke-j kolom
dinotasikan dengan Aij . Penjumlahan dan maksimum pada matriks
dan vektor Aljabar Max-Plus didefinisikan dengan cara yang berbeda
yakni maksimum  dan penjumlahan  .
Definisi 2.1 (Kasie G. Farlow, 2009: 12)
a. Untuk A, B  nxn
max maksimumnya didefinisikan A  B dengan:
 A  Bij  Aij  Aij  max( Aij , Bij )
b. Transpose dari matriks dinotasikan dengan AT dan secara khusus
dalam Aljabar Max-Plus didefinisikan [ AT ]ij   A ji
c. Matriks identitas Aljabar Max-Plus nxn, En didefinisikan sebagai
berikut:
0 jika i  j
 En ij  

 jika i  j
9
d. Untuk matriks persegi dan k bilangan bulat positip, pangkat ke-k
pada A dinotasikan dengan A k didefinisikan:
Ak  
A  A  ......  A untuk k = 0 , A0  En
sampai ke  k
e. Untuk
sebarang
matriks
A  nxm
max
dan
sebarang
skalar
a   max , a  A didefinisikan sebagai berikut:
 a  Aij  a   Aij
Contoh 2.1:
 2 3
 3 5
Diberikan A  
 dan B  
 , maka
 e 4
 1 4 
 2 3  3
A B  

 e 4   1
 3 5 2
B A

 1 4   e
Jadi A  B  B  A
5   max(2,3)

4   max(e, 1)
3   max(3, 2)

4   max(1, e)
max(3,5)   3

max(4, 4)   e
max(5,3)   3

max(4, 4)   e
 2 3  3 5
A B  


 e 4   1 4 
 max(2  3,3  (1)) max(2  5,3  4) 


 max(e  3, 4  (1)) max(e  5, 4  4) 
5 7


3 8
 3 5  2 3
B A


 1 4   e 4 
max(3  3,5  4) 
 max(3  2,5  e)


 max((1)  2, 4  e) max((1)  3, 4  4) 
 5 9


 4 8
5

4
5

4
10
Jadi A  B  B  A
Operasi  pada matriks A dan B bersifat komutatif untuk
matriks karena A  B  B  A , tetapi  tidak. Matriks identitas
merupakan identitas pada  , A  En  A untuk semua A  mxn
max dan
Em  A  A untuk semua A  nxm
max .
b. Vektor
Anggota dari x   nmax disebut vektor Max-Plus. Komponen
ke-j dari vektor x dinotasikan dengan x j atau  x  j . Kolom ke-j dari
matriks identitas En diketahui sebagai vektor basis ke-j pada  nmax .
Vektor ini dinotasikan dengan e j  ( ,  ,  ,....,  ,  ,  ,  ,... ) . Dengan
kata lain, e merupakan masukkan ke-j pada vektor.
B. Matriks Atas Aljabar Max-Plus
Operasi  dan  pada  max dapat diperluas untuk operasioperasi matriks  mxn
max seperti dalam definisi berikut:
Definisi 2.2 (Rudhito, 2004: 4)
Diberikan mxn
max  { A  ( Aij ) | Aij   max untuk i  1, 2,...., m
dan j  1, 2,..., n}
mxn
1. Diketahui   max , A, B  max
. Didefinisikan   A adalah matriks
yang unsur ke-ij-nya:
11
(  A)ij    Aij untuk i = 1,2, .. ,m dan j = 1,2, …., n dan A  B
adalah matriks yang unsur ke-ij-nya:
( A  B)ij  Aij  Bij untuk i = 1,2, .. ,m dan j = 1,2, …., n
pxn
2. Diketahui A  mxp
max , B   max . Didefinisikan A  B adalah matriks yang
unsur ke-ij-nya:
p
( A  B)ij   Aik  Bkj untuk i = 1,2, .. ,m dan j = 1,2, …., n
k 1
Contoh 2.2:
1 5   3  1 3  5 
3   2    3  2 3   
 4 3 3  4 3  3
 3 1 3  5
 3  2 3   
3  4 3  3 
4 8 
  5  
7 0 
1 5  1 5   1  1 5  5 
2    3 6   2  3   6 

 
 

 4 3  4 4   4  4 3  4 
 max(1,1) max(5,5) 
  max(2,3) max( , 6) 
 max(4, 4) max( 3, 4) 
1 5 
  3 6 
 4 4 
12
 1 
 7 3 5 
   7    3  6  5  3 7 1  3  0  5  4 

6
0
 2 8 
     2  6  8  3   1  2  0  8  4 

 

 
3
4

 max( ,9,8) max(8,3,9) 


 max( ,8,11) max( , 2,12) 
9 9 


11 12 
Definisi 2.3 (Rudhito, 2004: 4)
Matriks A, B  mxn
max dikatakan sama jika Aij  Bij untuk setiap i dan j.
Operasi  dan  untuk matriks tersebut memiliki sifat-sifat berikut:
Teorema 2.1 (Subiono, 2010: 14)
Beberapa sifat berikut berlaku untuk sebarang matriks A, B, dan C
dengan ukuran yang bersesuaian dan operasi matriks terdefinisi.
(i) (A  B)  C = A  ( B  C)
(ii) (A  B)  C = A  (B  C)
(iii) A  (B  C) = (A  B)  (A  C)
(iv) (A  B)  C =(A  C)  (B  C)
(v) A  A = A
Bukti:
Akan dibuktikan untuk (ii) dan (iii), sedangkan bukti yang lainnya
mengikuti dari definisi operasi dan sifat-sifat operasi pada  max. Bukti (ii),
p
p q
m
ambil sebarang matriks A   nmax
, B   max
, dan C   qmax
.
13
Elemen baris ke-i kolom ke-j matriks (A  B)  C adalah sebagai berikut:
q
p

 A  B   C  ij     Ai ,l  Bl ,k   Ck , j
k 1 l 1


q
p
   Ai ,l  Bl ,k  Ck , j
k 1 l 1
p
 q

  Ai ,l    Bl ,k  Ck , j 
l 1
k 1


  A   B  C   i , j
p
untuk i  n dan j  m. Bukti (iii) ambil sebarang matriks A   nmax
dan B, C
m
  qmax
.
Elemen Baris ke-i kolom ke-j matriks A  (B  C) adalah sebagai berikut:
 A   B  C      Ai ,k   Bk , j  Ck , j 

 ij k 1
p
   Ai ,k  Bk , j  Ai ,k  Ck , j 
p
k 1
 p
  p

   Ai ,k  Bk , j     Ai ,k  Ck , j 
k 1
k 1

 

 [( A  B)]ij  [( A  C )]ij , untuk i  n dan j  m.
Didefinisikan matriks ɛ ∈  mmaxx n dengan (ɛ)ij : = ɛ untuk setiap i dan j.
C. Semimodul Atas Aljabar Max-Plus
Aljabar Max-Plus memiliki beberapa sifat khusus yang selanjutnya
akan dibuktikan bahwa sifat-sifat tersebut terpenuhi. Perluasan operasi pada
 max untuk matriks dalam  mmaxx n , semimodul  nmax dan relasi urutan berada
di dalamnya.
14
Definisi 2.4 (Rudhito, 2004: 132)
Suatu semiring (S, +, ×) adalah suatu himpunan tak kosong S
disertai dengan dua operasi biner + dan ×, yang memenuhi aksioma
berikut:
1. (S, +) merupakan semigrup komutatif dengan elemen netral 0, yaitu ∀ a,
b, c ∈ S memenuhi
a) a + b = b + a
b) (a + b) + c = a + (b + c)
c) a + 0 = 0 + a = a,
2. (S, ×) adalah semigrup dengan elemen satuan 1, yaitu ∀a, b, c ∈ S
memenuhi
a) (a × b) × c = a × (b × c)
b) a × 1 = 1 × a = a,
3. Sifat penyerapan elemen netral 0 terhadap operasi ×, yaitu ∀a ∈ S
memenuhi a × 0 = 0 × a = 0.
4. Operasi × distributif terhadap +, yaitu ∀a, b, c ∈ S berlaku
a) (a + b) × c = (a × c) + (b × c)
b) a × (b + c) = (a × b) + (a × c)
Suatu semiring (S, +, ×) dikatakan komutatif jika operasi × bersifat
komutatif, yaitu ∀a, b ∈ S : a × b = b × a.
15
Contoh 2.4:
Diberikan
  :=   { } dengan
 adalah himpunan semua
bilangan real dan  :  .   didefinisikan operasi berikut: a, b    ,
a  b : = max{a, b} dan a  b : = a + b.
Misalkan 9  -3 = max{9, -3} = 9 dan -3  12 = -3 +12 = 9. Selanjutnya
ditunjukkan (  , , ) merupakan semiring dengan elemen netral  = -∞
dan elemen satuan e = 0, karena untuk setiap a, b, c ∈   berlaku :
(i) a ⊕ b = max{a, b} = max{b, a} = b ⊕ a, (a ⊕ b) ⊕ c = max{max{a,
b}, c} = max{a, b, c} = max{a, max{b,c}} = a ⊕ (b ⊕ c), a ⊕  =
max{a, -∞} = max{-∞, a} =  ⊕ a = a.
(ii) (a ⊗ b) ⊗ c = (a + b) + c = a + (b + c) = a ⊗ (b ⊗ c),
a ⊗ e = a + 0 = 0 + a = e ⊗ a = a,
(iii) a ⊗  = a + (-∞) = -∞= -∞ + a =  ⊗ a,
(a ⊕ b) ⊗ c = max{a, b} + c = max{a + c, b + c} = (a ⊗ c)⊕(b⊗c),
a ⊗ (b ⊕ c) = a + max{b, c} = max{a + b, a + c} = (a ⊗ b)⊕(a⊗b)
Selanjutnya untuk lebih ringkasnya, penulisan semiring (  , , ) ditulis
sebagai  max .
Definisi 2.5 (Rudhito, 2004: 133)
Suatu semiring (S, +, ×) mempunyai sifat idempoten terhadap operasi +
berlaku a + a = a, ∀a ∈ S.
16
Contoh 2.5:
 max merupakan semiring komutatif yang sekaligus idempoten, sebab
untuk setiap a, b ∈   berlaku a ⊗ b = a + b = b + a = b ⊗ a dan a ⊕ a =
max{a, a} = a
Definisi 2.6 (Rudhito, 2004: 133)
Suatu semiring komutatif (S, +, ×) dinamakan semifield bila setiap elemen x
di S - {0} mempunyai invers terhadap operasi ×, yaitu untuk setiap x di S {0} ada a-1 sehingga a × a-1= a-1 × a = 1.
Struktur aljabar dari  max adalah semifield (Bacelli, et.al, 1992: 102),
yaitu:
1. (   , ) merupakan semigrup komutatif dengan elemen
netral  .
2. (   , ) merupakan grup komutatif dengan elemen identitas 0.
3. Operasi  dan  bersifat distributif.
4. Elemen netral bersifat menyerap terhadap operasi  , yaitu
a  max ,   a  a    
Contoh 2.6:
Semiring komutatif (  , , ) merupakan semifield karena untuk
setiap a   terdapat a sehingga berlaku a  (a) = a + (a) = 0.
Contoh berikut terlihat bahwa  max merupakan semifield idempoten.
 max disebut dengan Aljabar Max-Plus dan elemen-elemen  max akan
17
disebut juga dengan skalar. Dalam hal urutan pengoperasian (jika tanda
kurung tidak dituliskan), operasi  mempunyai prioritas yang lebih tinggi
dari pada operasi .
Pangkat dalam Aljabar Max-Plus secara biasa diperkenalkan
dengan menggunakan sifat assosiatif. Himpunan bilangan asli digabung
dengan bilangan nol dinotasikan oleh  dan didefinisikan untuk
x   max dan untuk semua n ∈  dengan n ≠ 0
xn : 
x 
x 
 ... x
n
untuk n = 0 didefenisikan xn : e( 0) . Perhatikan bahwa untuk setiap n
∈  , x  n dalam aljabar biasa dibaca sebagai
xn : 
x 
x 
 ... x  
x  x  ...  x  nx
n
n
Pangkat Aljabar Max-Plus mempunyai prioritas tertinggi dibandingkan
operasi ⊕ dan ⊗ dalam hal urutan pengoperasian.
Definisi 2.7 (Subiono, 2010: 15)
(S,+,x) adalah semiring komutatif dengan elemen netral 0 dan 1.
Semimodul M atas S adalah semigrup komutatif (M,+) bersama operasi
perkalian skalar ● : S x M → M, dituliskan sebagai (α, x) → α.x yang
memenuhi aksioma berikut: α,β  S dan  x,y  M berlaku:
1. α ● ( x + y ) = α ● x + α ● y
2. ( α + β ) ● x = α ● x + β ● x
3. α ● ( β ● x ) = ( α x β ) ● x
18
4. 1 ● x = x
5. 0 ● x = 0
Suatu elemen dari suatu semimodul dinamakan vektor. Suatu
1
n1
contoh,  n
max adalah semimodul atas  max . Dalam hal ini  max cukup
ditulis  nmax . Elemen ke-j dari suatu vektor x   nmax dinotasikan oleh xj
dan ditulis sebagai [x]j. Vektor di  nmax dengan semua elemennya sama
dengan e dinamakan vektor satuan dinotasikan oleh u ditulis sebagai [u]j
= e untuk semua j  n. Untuk setiap α   max vektor α  u adalah vektor
yang semua elemennya sama dengan α. Untuk setiap j  n kolom ke-j
dari matriks satuan E(n,n) dinamakan vektor basis ke-j dari  nmax dan
dinotasikan oleh ej. Jadi, elemen ke-j dari vektor ej
sama dengan e
sedangkan elemen lainnya sama dengan e. Berikut ini diberikan suatu
relasi pada ahimpunan yang berkaitan dengan urutan dalam himpunan
tersebut. Pengertian dari relasi ini dan beberapa sifat akan berguna dalam
kajian Aljabar Max-Plus  max .
Contoh 2.7:
xn
Diberikan  nmax
:= { x = [ x1, x2, …, xn]T | xi ∈  max , i = {1, 2,..,
n}. Untuk setiap x, y   nmax dan untuk setiap    max didefinisikan
operasi  dengan x  y = [x1  y1, x2  y2, …, xn  yn]T dan operasi
perkalian skalar  dengan   x =   x = [x1, x2, …, xn]T
19
x1
. Dengan memperhatikan Teorema 1
 nmax dapat dipandang sebagai  nmax
1) dan 2) terlihat bahwa (nmax , ) merupakan semigrup komutatif
dengan elemen netral  = [, , ...,  ]T. Kemudian dengan memperhatikan
Teorema 1 10), 9), dan 8),  nmax merupakan semimodul atas  max .
Definisi 2.8 (Jek Siang, 2002: 323)
Relasi  pada suatu himpunan P dinamakan urutan parsial pada P jika
untuk semua x, y, z  P memenuhi,
1. a  a, sifat refleksi
2. bila a  b dan b  a, maka a = b, sifat antisimetri
3. bila a  b dan b  c, maka a  c, sifat transitif
Selanjutnya, bila berlaku a  b atau b  a, maka a dan b dikatakan
komparabel. Penulisan a  b juga bisa ditulis b  a. Bila a  b dan a ≠
b, maka ditulis dengan a  b. Apabila dua elemen dari P dapat
dibandingkan, maka urutan parsial  dinamakan urutan total
Berikut ini diberikan suatu teorema yang berkaitan dengan
pengertian urutan parsial pada suatu semigrup komutatif idempotent.
Contoh 2.8.1:
Himpunan  + adalah himpunan bilangan bulat positif. Relasi  (kurang
atau sama dengan) adalah sebuah parsial order pada  + .
Jawab : Bila (a,b) ada didalam R jika a  b.
 Karena setiap bilangan bulat = dirinya sendiri  refleksi
 Karena a  b dan b  a kecuali a = b  antisimetri
20
 Jika a  b dan b  c maka a  c  transitif
Jadi terbukti bahwa (  +,) merupakan urutan parsial
Contoh 2.8.2:
Relasi R yang didefinisikan himpunan bilangan bulat positif oleh (x, y) 
R jika x membagi y (tanpa sisa). Akan ditunjukkan bahwa relasi R ini
adalah refleksif, antisimetris, dan transitif.
 Karena jika x membagi habis y berarti y tidak membagi habis x
kecuali x = y, R adalah sebuah relasi antisimetri
 Karena setiap bilangan bulat membagi habis dirinya sendiri, R
merupakan suatu relasi refleksi
 Karena jika x membagi habis y, dan y membagi habis z, maka x
membagi habis z, R adalah sebuah relasi transitif.
Dengan demikian R adalah sebuah relasi pengurutan parsial.
Contoh 2.8.3:
 didefinisikan himpunan bilangan bulat
(  ,≤) merupakan poset yang terurut total
Relasi kurang dari atau sama dengan pada bilangan bulat adalah urutan
total karena jika x dan y bilangan bulat, maka x  y atau y  x.
Teorema 2.2 (Subiono, 2010: 21)
Jika (  , +) semigrup komutatif idempotent, maka relasi yang
didefiniskan pada  dengan a  b  a + b = b, maka relasi  adalah
urutan parsial pada  .
21
Bukti :
Diberikan sebarang elemen a , b dan c di  , maka :
(i) karena  idempotent, maka a + a = a  a  a
(ii) jika a  b dan b  a , maka a + b = b dan b + a = a dan karena 
komutatif, maka a + b = b + a = a , jadi a = b,
(iii) jika a  b dan b  c, maka a + b = b dan b + c = c dan karena 
mempunyai sifat assosiatif, maka a + b = a + ( b + c ) = ( a + b ) +
c = b + c = c, jadi a  c.
Akibat 2.1 (Subiono, 2010: 21)
Relasi
“ m ”
yang
didefinisikan
pada
 max
dengan
a  b  a  b  b merupakan urutan parsial pada  max . Relasi ini
merupakan urutan total pada  max .
Bukti :
Karena ( , ) merupakan semigrup idempotent, maka menurut Teorema
2 relasi “  m ” yang didefinisikan pada  max di atas merupakan urutan
parsial
pada
 max .
Jika
diambil
a, b  max ,
maka
berlaku
 mxn
max
dengan
a  b  max(a, b)  a atau a  b  max(a, b)  a
Akibat 2.2 (Subiono, 2010: 22) :
Relasi
“ m ”
yang
didefinisikan
pada
A m B  A  B  B  Aij  Bij  Aij m Bij untuk setiap i dan j
merupakan urutan parsial pada  mxn
max .
22
Bukti:
Dengan menggunakan Teorema 2 (i) dan (ii) dan (iii) terlihat bahwa
(mxn
max , ) merupakan semigrup komutatif idempotent. Sehingga menurut
Teorema 2 relasi “  m ” yang didefinisikan pada  mxn
max di atas merupakan
urutan parsial.
Akibat 2.3 (Subiono, 2010: 21):
Relasi
“ m ”
yang
didefinisikan
pada
 nmax
dengan
x m y  x  y  y  xi m yi untuk setiap i dan j merupakan urutan
parsial pada  nmax .
Bukti:
(nmax , ) merupakan semigrup komutatif idempotent, maka relasi “  m ”
yang didefinisikan pada  nmax merupakan urutan parsial pada  nmax .
Relasi “  m ” yang didefinisikan pada  mxn
max diatas bukan merupakan
urutan total, karena untuk dua matriks A dan B masing-masing berukuran
2 x 2 sebagai mana berikut ini:
0 1
 2 1
2 1
A
 dan B  
 dengan A  B  
.
1 2
1 0
 1 2
Sehingga A  B  B dan A  B  A . Demikian juga relasi “  m ” yang
didefinisikan pada  nmax diatas bukan merupakan urutan total, karena
terdapat vektor A  1, 2,3 dan B   2, 0, 1 dengan A  B  1, 2,3
T
T
T
23
  2,0, 1   2, 2,3 maka A  B  B dan A  B  A .
T
T
Teorema 2.3 (Subiono, 2010: 23):
n
n
Diberikan matriks A   mmax
. Bila vektor x, y   mmax
dengan x
 m y, maka (A  x)  m A  y.
Bukti :
n
Untuk sebarang x, y   mmax
dengan x  m y, maka
x y=y A(xy)=Ay
 (A  x )  ( A  y ) = A  y
 A  x m A  y
Contoh 2.9:
Diberikan matriks
3 2 
4
6 
dan vektor x    , y   
A

5 4 
6 
8 
Jelas bahwa x  m y.
3 2   4   8 
3 2 6 10
A x  
      dan A  y  

    
5 4 6  10
5 4 8  12
Terlihat bahwa A ⊗ x  m A ⊗ y.
D. Sistem Persamaan Linear Max-Plus A  x  b
Sub penyelesaian terbesar pada sistem persamaan linier max-plus
A  x  b akan dibahas pada sub bab ini. Kekurangan dari aljabar max-plus
adalah tidak adanya invers additive. Hal ini yang menyulitkan untuk
24
menyelesaikan sistem persamaan linear
A  x  b . Dalam aljabar
penyelesaian persamaan A  x  b tidak selalu ada, bila ada hal ini belum
tentu tunggal.
Contoh 2.10:
Matriks A tidak harus matriks bujur sangkar, untuk matriks A ini
selalu didapat sub penyelesaian terbesar dari A  x  b . Subpenyelesaian
terbesar adalah vektor terbesar x yang memenuhi A  x  b . Penyelesaian
ini dinotasikan oleh x*(A, b). Sub-penyelesaian terbesar tidak harus
merupakan suatu penyelesaian dari A  x  b (Subiono, 2010: 38).
 3    x1  3
Diberikan sistem persamaan linear 
    
7 9   x2  5
Persamaan A  x  b tidak punya penyelesaian, sebab bila punya
 x1 
 3    x1  3
penyelesaian berarti ada x    sehingga 
     .
7 9   x2  5
 x2 
Didapat x1 = 0 dan max{7, 9 + x2} = 5, terlihat bahwa tidak akan ada x2 ∈
 max sehingga max{7, 9 + x2}= 5. Jadi A ⊗ x = b tidak punya
penyelesaian. Untuk itulah, masalah penyelesaian A  x = b dapat
diperlemah dengan mendefinisikan konsep subpenyelesaian berikut.
Definisi 2.8 (Rudhito, 2005: 160)
m
n
Diberikan A   mxn
max dan b   max . Vektor x’   max disebut
suatu sub penyelesaian sistem persamaan linear A  x = b jika vektor x
tersebut memenuhi A  x ’  m b .
25
Subpenyelesaian A  x = b selalu ada, karena untuk  = [  ,  , … ,  ] T
selalu berlaku A   =   m b .
Definisi 2.9 (Rudhito, 2005: 160)
Suatu subpenyelesaian
x̂
dari sistem A  x = b disebut
subpenyelesaian terbesar sistem A  x = b jika x ’  m xˆ untuk setia
subpenyelesaian x ’ dari sistem A  x = b.
Teorema 2.4 (Baccelli, et.al., 2001: 110)
Diberikan A   mxn
max dengan unsur-unsur setiap kolomnya tidak
semuanya sama dengan 
dan b   m . Subpenyelesaian terbesar
A  x = b ada dan diberikan oleh x̂ dengan - xˆ j  max(bi  Aij ) untuk
setiap i = 1, 2, 3, …. ,m dan j = 1, 2, …. , n
Bukti :
 A11  x1  A12  x2  ...  A1n  xn  m b1
 A  x  A  x  ...  A  x  b
 21
1
22
2
2n
n
m 2
( A  x  b)  
:

 A  x  A  x  ...  A  x  b
1
m2
2
mn
n
m m
 m1

 ( Aij  x j )  bi , i
j

 ( Aij  x j )  m bi , i , j
 ( Aij  x j )  bi , i , j
Unsur setiap kolom matriks A tidak semuanya sama dengan  ,
maka untuk setiap j selalu ada i sehingga Aij   yang berarti - Aij ada.
Mengingat setiap a  max berlaku a     dan a    a , maka
26
koefisien-koefisien Aij =  tidak akan berpengaruh pada nilai A  x .
Sehingga oleh karena itu, berlaku:
( Aij  x j )  bi , i , j
 ( Aij  x j  bi , i , j dengan Aij   )
 ( x j  bi  Aij , i , j dengan Aij   )
 ( x j  min(bi  Aij ),  j dengan Aij   )
i
 ( x j  max(bi  Aij ),  j )
i
Jadi, subpenyelesaian sistem A  x = b adalah setiap vektor x ’
yang komponen-komponennya memenuhi  x'j  max(bi  Aij ),  j . Jika
i
vektor xˆ  [ xˆ1 , xˆ2, ......., xˆn ]T didefinisikan dengan  xˆ j  max(bi  Aij ) untuk
i
setiap j = 1, 2, 3, …, n, maka diperoleh
( xˆ j  max(bi  Aij ),  j )
i
 ( xˆ j  min(bi  Aij ),  j dengan Aij   )
i
 ( xˆ j  bi  Aij ,  j dengan Aij   )

 ( Aij  xˆ j  m bi , i
j
  A  xˆ  m b


Vektor x̂ tersebut merupakan subpenyelesaian sistem A  x = b karena
 xˆ j  max(bi  Aij )   xˆ j ,  j , maka x'j   xˆ j ,  j . Akibatnya x' m xˆ
i
sehingga vektor x̂ tersebut merupakan subpenyelesaian terbesar sistem
A  x = b.
Terkait
hal
tersebut,
maka
dapat
diketahui
cara
untuk
menyelesaikan sistem persamaan A  x  b . Langkah pertama, dihitung
27
terlebih dahulu subpenyelesaian terbesarnya. Kemudian diperiksa
subpenyelesaian terbesarnya itu memenuhi sistem persamaan atau tidak.
Untuk mempermudah menghitung subpenyelesaian terbesar A  x  b ,
diperhatikan bahwa:
  xˆ1 
  xˆ 
2
ˆ
x  
  


  xˆn 
 max(bi  Ai1 ) 
 i

bi  Ai 2 ) 
 max(
 i




 max(b  A ) 
i
im 
 i

 max( Ai1  bi ) 
 i

Ai 2  bi ) 
 max(
 i




 max( A  b ) 
im
i 
 i

 A11   b1   A21   b2   ... Am1   bm  


 A12   b1   A22   b2   ... Am 2   bm  





 A1n   b1   A2 n   b2   ... Amn   bm  


T
 A  (b)
Subpenyelesaian terbesar A  x  b dapat ditentukan dengan langkah
pertama menghitung  xˆ  AT  (b) .
Dalam Teorema 4 tersebut, karena diasumsikan bahwa komponen
setiap kolom matriks A tidak semuanya sama dengan  , maka
subpenyelesaian terbesar xˆ  n .
28
Contoh 2.11:
Sebelum mencari penyelesaian terbesar sistem persamaan berikut,
terlebih dahulu menentukan subpenyelesaian terbesarnya.
 3 3
14 
 5     x1    8 

 x   
 2 6   2  13
Hitung nilai AT  (b)
 14
 3 5 2  
   11
A  (b)  


8
 
  7 
 3  6  

 

13

T
Sehingga didapatkan subpenyelesaian terbesar sistem persamaan di atas
11
adalah  
7
 3 3
14 
11  
11


Karena  5       8 maka  
 
7
7
 2 6    13
merupakan penyelesaian
sistem di atas.
Contoh 2.12:
Sebelum mencari penyelesaian terbesar sistem persamaan berikut,
terlebih dulu menentukan subpenyelesaian terbesarnya.
 3 3
14 
 5     x1   12 

 x   
 2 6   2  13
Hitung nilai AT  (b) terlebih dahulu
29
 14
 3 5 2  
 11
A  (b)  
  12   

7 
 3  6  

 13
T
Sehingga didapatkan subpenyelesaian terbesar sistem persamaan di atas
11
adalah  
7
 3 3
14 
 5    11  12 

 7  
 2 6    13
Karena
maka
11
7
 
bukan
merupakan
penyelesaian sistem di atas.
Persamaan
linear
Max-Plus
A x  b
mempunyai
subpenyelesaian terbesar yang bukan merupakan penyelesaian, maka
Sistem
Persamaan
Linear
Max-Plus
tersebut
tidak
mempunyai
penyelesaian. Ini dapat ditunjukkan sebagai berikut, andaikan x adalah
penyelesaian Sistem Persamaan Linear Max-Plus A  x  b yang berarti
( A  x )i  bi untuk setiap i = 1, 2, …., m. Misalkan Sistem Persamaan
Linear Max-Plus A  x  b mempunyai subpenyelesaian terbesar x̂ yang
bukan merupakan penyelesaian yang berarti terdapat i  {1, 2, ….., m},
sehingga ( A  xˆ )i  bi . Untuk itu, x merupakan subpenyelesaian, maka
x m xˆ .
Akibatnya
berlaku
( A  x ) m ( A  xˆ)
yang
berarti
( A  x )i  ( A  xˆ), untuk setiap i = 1, 2, …., m. Hal ini berakibat terdapat
i  {1, 2, …. m}, sehingga ( A  x )i  ( A  xˆ)  bi , yang kontadiksi
dengan pengandaian di atas.
30
Akibat 2.4 (Schutter and Boom, 2000: 3)
Diberikan A   mxn
max dengan unsur-unsur setiap kolomnya tidak
semuanya sama dengan  dan b   m . Jika x̂ adalah subpenyelesaian
terbesar sistem persamaan linear Max-Plus A  x  b maka untuk setiap
indeks j  {1, 2, …. m} terdapat suatu indeks i(j)  {1, 2, …. m}
sedemikian sehingga Ai ( j ), j  xˆ j  bi ( j ) .
Bukti :
Karena x̂ subpenyelesaian
terbesar sistem A  x  b , maka
menurut Teorema 4 xˆ j  min(bi  Aij ) untuk j = 1, 2, …., n dengan
i
Aij   . Hal ini berarti untuk setiap indeks j  {1, 2, …..n) terdapat suatu
indeks i(j)  {1, 2, ….., m} sedemikian sehingga xˆ j  bi ( j )  Ai ( j ), j atau
Ai ( j ), j  xˆ j  bi ( j )
Definisi 2.10 (Rudhito, 2005 :162)
Diberikan x  [ x1 , x2 ,....., xn ]T  n . Didefinisikan x

 maks xi
i
untuk i = 1, 2, ….,n. Diberikan masalah optimisasi yang berkaitan
dengan sistem persamaan linear max-plus A  x  b berikut :
Diberikan A   mxn
max dengan setiap kolom matriks A tidak
semuanya sama dengan  , dan
x   m , maka A  x  b   m .
Akibatnya b - A  x merupakan hasil operasi pengurangan vektor dalam
m .
31
Berikut teorema yang memberikan penyelesaian masalah optimisasi
tersebut.
Teorema 2.5 (Schutter, 1996 : 37)
Diberikan A   mxn
setiap kolomnya tidak
max dengan komponen
semuanya sama dengan  , dan b   m . Vektor x #  x 

2
dengan x̂
subpenyelesaian terbesar sistem A  x = b dan   b  A  xˆ  ,
b  A  xˆ  . Selanjutnya
merupakan vektor yang meminimalkan
b  A  xˆ



2
Bukti :
Misalkan x̂ subpenyelesaian terbesar sistem A  x  b
(i) Jika x̂ adalah penyelesaian sistem A  x  b , maka
(ii) b  A  xˆ

 maks bi  ( A  xˆ )i  0 .
i
Akibatnya x̂ meminimalkan b  A  xˆ

(iii) Jika x̂ bukan merupakan penyelesaian sistem A  x  b , maka
b  A  xˆ

 maks bi  ( A  xˆ )i    0 . Karena A  xˆ m b , maka
i
maks bi  ( A  xˆ )i  maks bi  ( A  xˆ )i . Himpunan indeks i yaitu {1,
i
i
2, ….., m} dapat dipartisi menjadi tiga himpunan bagian I , J , K
sedemikian sehingga:
b  A  xˆ

 0 untuk semua i  I
32
b  A  xˆ
b  A  xˆ

  untuk semua i  J

  ,  untuk semua i  K , dengan 0  i  1
x̂ merupakan subpenyelesaian terbesar sistem A  x = b, maka
menurut Akibat 2.4 untuk setiap indeks j {1, 2,....., n} terdapat suatu
indeks
i( j ) {1, 2,....., m}
sedemikian
sehingga
Ai ( j ), j  xˆ j  bi ( j ) .
Akibatnya I tidak kosong, karena x̂ bukan merupakan penyelesaian
sistem
A x  b ,
maka
terdapat
suatu
indeks
i,
sehingga
maks bi  ( A  xˆ )i   . Akibatnya himpunan J juga tidak kosong.
i
Sementara himpunan K dapat kosong atau tidak kosong.
Teorema 2.6 (Rudhito, 2005 :163)
Setiap x yang memenuhi x m xˆ berlaku ( A  x)m ( A  xˆ) , yang
berakibat maks bi  ( A  xˆ )i
 maks bi  ( A  xˆ )i untuk setiap x m xˆ .
i
i
Dengan memperhatikan Teorema 2.5 diperoleh bahwa untuk sebarang
a  max berlaku ( A  xˆ)  a  A  ( xˆ  a) . Jika a  0 , maka x̂  m
( xˆ  a) yang berakibat maks bi  ( A  xˆ )i
i
 maks bi  ( A  xˆ )i untuk
i
suatu skalar positif a0  max .
Didefinisikan b x(a) : xˆ  a dengan a  max, a  0 ,
bi  ( A  x(a))i  bi  (( A  xˆ)  a) , maka diperoleh:
33
a, jika i  I

bi  ( A  x(a))i    a, jika i  J
   a, jika i  K
 i
tidak kosong dan
I dan J
b  A  x(a )

yang
b  A  x#

a 0
i


b  A  x



. Diperoleh x #  x( )  xˆ 
merupakan
2
2
2
meminimumkan
b  A x
dan

diperoleh
   
 
 max  ,       .
 2 2
 2
Ditunjukkan bahwa tidak ada vektor
b  A x
i  K , maka
 max bi  ( A  x(a))i  max( a , a   ) yang mempunyai
nilai minimum untuk a 
vektor
0  i  1 untuk semua



2

2
x
yang memenuhi
. Misalkan terdapat vektor x  n sedemikian sehingga
……………
(1)
Didefinisikan   x  xˆ maka A  x  A  ( xˆ   ) . x̂ merupakan
subpenyelesaian terbesar sistem A  x  b maka menurut Akibat 2.4
untuk setiap j {1, 2,...., n} maka terdapat suatu indeks i(j) sedemikian
sehingga Ai ( j ), j  xˆ j  bi ( j ) .
( A  x )i ( j )  max( Ai ( j ), j  xˆ j   j )  Ai ( j ), j  xˆ j   j , maka diperoleh
j
( A  x )i ( j )  b j   j . Karena ketaksamaan (1) maka  j 
setiap j {1, 2,...., n} .

2
(2) untuk
34
x̂ merupakan subpenyelesaian terbesar sistem A  x  b maka
terdapat
suatu
i {1, 2,...., m}
indeks
sedemikian
sehingga
bi  ( A  xˆ )i   atau bi    ( A  xˆ )i . ( A  xˆ )i  Ai1  xˆ1  Ai 2  xˆ2  .....
 Am  xˆm  max( Ai1  xˆ1 , Ai 2 xˆ2 ,....., Am  xˆm ), maka Aij  xˆ j  bi  
untuk setiap j {1, 2,...., n} .
Akibatnya ( A  x )i  max( Aij  xˆ j   j )  max(bi     j ) 
j
j
bi    max  j . Ketaksamaan (2), maka bi    max  j  bi   
j
 bi 

2
j

2
. Jadi, terdapat suatu indeks i {1, 2,...., m} sedemikian, sehingga
( A  x )i  bi 
b  ( A  x )


2

atau bi  ( A  x )i 

2

2
.
Hal
ini
berakibat
, yang bertentangan dengan bahwa b  ( A  x )
bahwa



2
.
E. Sistem Event Diskret (SED) dan Aljabar Max-Plus
Menurut Necoara et.al. (2008: 1), SED merupakan suatu keadaan
sistem pasti bergantung dengan waktu yakni setiap waktu bertambah,
maka keadaan sistem dipastikan berubah pula. Sistem yang demikian ini
disebut dengan sistem terkendali waktu (time-driven system). Selain
sistem tersebut, sering dijumpai pula suatu sistem yang berkembang
berdasarkan kemunculan kejadiannya. Transisi keadaan merupakan hasil
dari kejadian lain yang selaras (kejadian-kejadian yang bertindak sebagai
kejadian input bagi transisi keadaan yang bersangkutan). Dengan kata
35
lain, perubahan keadaan merupakan hasil dari kejadian sebelumnya.
Sistem seperti ini disebut dengan sistem terkendali kejadian (event-driven
system).
Aljabar Max-Plus dapat digunakan untuk menggambarkan secara
linear dinamika waktu dari suatu sistem nonlinear dalam aljabar
konvensional, sehingga pembahasan menjadi lebih mudah. Pendekatan
Aljabar Max-Plus berguna untuk menentukan dan menganalisa berbagai
sifat sistem, tetapi pendekatan hanya bisa diterapkan pada sebagian klas
SED. Sub klas ini adalah sub klas dari waktu invarian SED deterministik.
Tujuan utama dari jenis sistem event diskret dapat dijabarkan
menggunakan model Sistem linear Max-Plus waktu invariant sebagai
berikut:
x(k  1)  A  x(k )  B  u(k ) ……….(1)
y(k )  C  x(k ) ……………………….(2)
Diperhatikan suatu sistem produksi sederhana yang disajikan dalam
Gambar 1 berikut:
d1 = 5
u(k)
t1 = 2
P1
t3 = 1
d3 = 3
P3
t5 = 0
d2 = 6
t2 = 0
P2
t4 = 0
Gambar 1. Contoh Sistem Produksi Sederhana (Schutter, 1996 : 5)
y(k)
36
Sistem ini terdiri dari 3 unit pemrosesan P1, P2, P3 . Bahan baku
dimasukkan ke P1 dan P2, diproses dan dikirimkan ke P3. Waktu
pemrosesan untuk P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah d1 = 5, d2 = 6 dan
d3 = 3 satuan waktu. Diasumsikan bahwa bahan baku memerlukan t1 = 2
satuan waktu untuk dapat masuk dari input ke P1 dan memerlukan t3 = 1
satuan waktu dari produk yang telah diselesaikan di P1 untuk sampai di
P3, sedangkan waktu transportasi yang lain diabaikan. Pada input sistem
dan antara unit pemrosesan terdapat penyangga (buffer), yang berturutturut disebut buffer input dan buffer internal, dengan kapasitas yang
cukup besar untuk menjamin tidak ada penyangga yang meluap
(overflow). Suatu unit pemrosesan hanya dapat mulai bekerja untuk suatu
produk baru jika ia telah menyelesaikan pemrosesan produk sebelumnya.
Diasumsikan bahwa setiap unit pemrosesan mulai bekerja segera
setelah bahan tersedia. Didefinisikan (Rudhito, 2003):
i)
u(k+1) : waktu saat bahan baku dimasukkan ke sistem untuk
pemrosesan ke-(k+1),
ii) xi(k)
: waktu saat unit pemrosesan ke-i mulai bekerja untuk
pemrosesan ke-k,
iii) y(k)
: waktu saat produk ke-k yang diselesaikan meninggalkan
sistem.
Waktu saat P1 mulai bekerja untuk pemrosesan ke-(k+1) dapat
ditentukan sebagai berikut. Jika bahan mentah dimasukkan ke sistem
untuk pemrosesan ke-(k+1), maka bahan mentah ini tersedia pada input
37
unit pemrosesan P1 pada waktu t = u(k+1) + 2. P1 hanya dapat mulai
bekerja pada sejumlah bahan baku baru segera setelah menyelesaikan
pemrosesan sebelumnya, yaitu sejumlah bahan baku untuk pemrosesan
ke-k. Waktu pemrosesan pada P1 adalah d1 = 5 satuan waktu, maka
produk setengah jadi ke-k akan meninggalkan P1 pada saat t = x1(k) + 5.
Hal ini dapat dituliskan dengan:
x1(k+1) = max (u(k+1) + 2, x1(k) + 5) untuk k = 1, 2, 3, ... .
Dengan alasan yang sama untuk P2, P3 dan waktu saat produk ke-k yang
diselesaikan meninggalkan sistem, diperoleh:
x2(k+1) = max (u(k+1) + 0, x2(k) + 6)
x3(k+1) = max (x1(k+1) + 5 + 1, x2(k+1) + 6 + 0, x3(k) + 3)
= max (max (u(k+1) + 2, x1(k) + 5) + 6, max (u(k+1) + 0, x2(k)
+ 6) + 6, x3(k) + 3)
= max (u(k+1) + 2 + 6, x1(k+1) + 5 + 6, u(k+1) + 0 + 6, x2(k)
+ 6 + 6, x3(k) + 3)
= max ( x1(k) + 11, x2(k) + 12, x3(k) + 3, u(k+1) + 8)
y(k) = x3(k) + 3 + 0 untuk k = 1, 2, 3, ... .
Menggunakan operasi Aljabar Max-Plus, persamaan-persamaan
dalam model sistem produksi sederhana di atas dapat dituliskan sebagai
berikut:
x1(k+1) = 5  x1(k)  2  u(k+1)
x2(k+1) = 6  x2(k)  u(k+1)
38
x3(k+1) = 11  x1(k)  12  x2(k)  3  x3(k)  8  u(k+1)
y(k) = 3  x3(k) .
Jika dituliskan dalam persamaan matriks dalam Aljabar Max-Plus,
persamaan-persamaan di atas menjadi
5  
x(k+1) =   6    x(k) 
11 12 3
y(k) =  
3
2
0   u(k+1)
 
8 
 x(k) untuk k = 1, 2, 3, ... , dengan x(k) = [x1(k),
x2(k), x3(k)] T. Hasil di atas dapat juga dituliskan dengan:
x(k+1) = A  x(k)  B  u(k+1)
y(k) = C  x(k)
untuk k = 1, 2, 3, ... , dengan x(k) = [x1(k), x2(k), x3(k)] T  3max , keadaan
5  
2


33
1
awal x(0) = x0 , A =   6     max , B = 0   3max
11 12 3
8 
dan C =  
3
.
3  1max
Sistem Event Diskret (SED) yang dibahas mempunyai waktu
aktifitas dan barisan kejadian yang deterministik telah dilustrasikan pada
contoh diatas. Matriks dalam persamaan sistemnya merupakan matriks
konstan, yaitu tidak tergantung pada parameter k, sehingga sistemnya
merupakan sistem waktu invariant. Sistem seperti dalam contoh di atas
merupakan suatu contoh Sistem Linear Max-Plus Waktu Invariant seperti
yang diberikan dalam definisi berikut.
39
Sistem
Event
Diskret
waktu
invariant
dapat
dianalisis
menggunakan beberapa teknik Aljabar Max-Plus yang diilustrasikan
antara lain pada sistem produksi. Ada 5 jenis Sistem Event Diskret (SED)
pada sistem produksi , diasumsikan bahwa ui(k), xi(k) dan yi(k) diketahui
(Schutter, 1996: 8-11 ) yakni sebagai berikut:
Jenis 1: Seri
Ada 2 unit pemroses P1 dan P2 yang dihubungkan secara seri. Di
antara P1 dan P2 ada penyangga dengan kapasitas terbatas N1.
d1
u(k)
x1(k)
P1
d2
N1
x2(k)
P2
y(k)
Gambar 2. Sistem Produksi Seri
Output penyangga dari pemroses unit P1 mempunyai kapasitas
dari sebagian N1, P1 hanya dapat memulai proses ke-(k + 1) jika proses
(k-N1) telah meninggalkan output penyangga dari P1, kemudian unit P2
memulai proses ke-(k-N1).
Maka dari itu diperoleh:
x1 (k  1)  max(u (k ), x1 (k )  d1 , x2 (k  N1 ))
x1 (k  1)  max( x2 (k )  d 2 , x1 (k  1)  d1 )
y (k )  x2 (k )  d 2
Jenis 2: Assembly
Berikut merupakan keadaan dimana satu unit pemroses (Pn+1)
assembles yang berhubungan yang berasal dari unit-unit proses lainnya
(P1, P2,…….. Pn ).
40
xi (k  1)  max( xi (k )  di , ui (k ), xn1 (k  Ni )) untuk i = 1, 2, 3, …. n
d1
x1(k)
u1(k)
P1
d2
x2(k)
u2(k)
x3(k)
u3(k)
N1
dn+1
N2
xn+1(k)
P2

d
n
y(k)
Pn+1

Nn
Pn
Gambar 3. Sistem Produksi Assembly
xn 1 (k  1)  max( x1 (k  1)  d1 , x2 (k  1)  d 2 ....., xn (k  1)  d n , xn 1 (k  1)  d n 1 )
y(k )  xn 1 (k )  d n 1
Jenis 3: Splitting
Sistem ini salah satu unit pemroses (P0) yang didistribusikan ke
unit pemroses lainnya (P1, P2,…., Pn). Keadaan tersebut ditunjukkan
sebagai berikut:
x0 (k  1)  max( x0 (k )  d 0 , x1 (k  N1 ), x2 (k  N 2 )....., xn (k  N n ))
xi (k  1)  max( xi (k )  di , x0 (k  1)  d 0 ) untuk i  1, 2,..., n
y (k )  xi (k )  di untuk i  1, 2,..., n
d1
N1
d0
u(k)
x0(k)
P0
x1(k)
N2
N
n
Gambar 4. Sistem Produksi Splitting
x2(k)
P1
d2
P2
y1(k)
y2(k)
dn
xn(k)
Pn
yn(k)
41
Jenis 4: Paralel
Diasumsikan bahwa terdapat suatu sistem dengan 3 unit pemroses
(P0, P1 dan P2) dengan mengikuti aturan
(i)
Bagian yang diberi angka ganjil meninggalkan unit pemroses P0
kemudian melanjutkan ke unit pemroses P1
(ii)
Bagian yang diberi angka genap meninggalkan unit pemroses P0
kemudian melanjutkan ke unit pemroses P2
Diketahui sistem yang digambarkan berikut ini:
(i)
uo(k): waktu dimana bagian 2k-1 telah masuk ke dalam sistem
(ii)
ue(k): waktu dimana bagian 2k telah masuk ke dalam sistem
(iii)
x0o (k): waktu dimana bagian 2k–1 masuk ke unit pemroses P0
(iv)
x0e (k): waktu dimana bagian 2k masuk ke unit pemroses P0
N1
d0
0
u (k)
ue(k)
x00 (k )
x0e (k )
P0
x1(k)
d1
P1
y1(k)
Bagian 1, 3,5,….
Bagian 2,4,6,…. N2
Gambar 5. Sistem Produksi Paralel
Sistem tersebut dapat dideskripsikan dengan
d2
x2(k)
P2
y2(k)
42
x0o (k  1)  max( x0e (k )  d 0 , u o (k  1), x1 (k  N1 ))
x0e (k  1)  max( x00 (k  1)  d 0 , u e (k  1), x2 (k  N 2 ))
x1 (k  1)  max( x1 (k )  d1 , x00 (k  1)  d 0 )
x1 (k  1)  max(( x2 (k )  d 2 , x0e (k  1)  d 0 )
y1 (k )  x1 (k )  d1
y2 (k )  x2 (k )  d 2
Dengan catatan bahwa
u0o (k )  u(2k  2) dan u0e (k )  u(2k 1) untuk semua k  0
Jenis 5: Produksi Fleksibel dengan beberapa aktivitas
Diketahui bahwa sebuah sistem dengan 3 unit pemroses (P1, P3,
P4) pada dua jenis bagian (T1 dan T2) yang akan di produksi. Terdapat 4
aktivitas yang berbeda. T1 bagian yang pertama diproses pada unit P1
(aktivitas 1) dan kemudian dilakukan proses unit T3 (aktivitas 3). T2
pertama kali bagian yang diproses pada unit P1 (aktivitas 2) dan kemudian
dilakukan proses pada P4 (aktivitas 4). Sederetan proses pada P1 adalah P1,
P2, P1, P2……Waktu proses untuk aktivitas ke i adalah di.
Jika diketahui:
N3
T1 u1(k)
x1(k)
d1
d3
x3(k)
P3
y1(k)
T1
P1
x2(k)
T2
u2(k)
d2
T2
N4
d4
x4(k)
P4
y2(k)
Gambar 6. Sistem Produksi Fleksibel dengan beberapa aktivitas
43
(i)
ui(k): waktu dimana material untuk T, dimasukkan ke sistem sampai
ke (k+1)
(ii)
xi(k): waktu dimana aktivitas ke-i dimulai sampai ke-k
(iii)
yi(k):
waktu
dimana
produk
diselesaikan
untuk
T,
dan
meninggalkan sistem.
Sehingga diperoleh:
x1 (k  1)  max( x2 (k )  d 2 , u1 (k ), x3 (k  N 3 ))
x2 (k  1)  max( x1 (k  1)  d1 , u2 (k ), x4 (k  N 4 ))
x3 (k  1)  max( x3 (k )  d3 , x1 (k  1)  d1 )
x4 (k  1)  max( x4 (k )  d 4 , x2 (k  1)  d 2 )
y1 (k )  x3 (k )  d3
y2 (k )  x4 (k )  d 4
Jika diketahui sistem yang terdiri dari sebuah kombinasi atas
subsistem dari jenis 1 sampai dengan 5 dan dengan aktivitas yang
ditentukan. Kemudian dari sistem tersebut dapat dideskripsikan secara
umum dengan bentuk model:
x(k  1)  A0  x(k  1)  A1  x(k )  .....  Aq  x(k  q)  B  u (k ) ...........(5.1)
y (k )  C  x(k ) .............................................................................................(5.2)
Setelah itu subtitusi x(k+1) pada ruas kanan (1) dan mengembalikan
x(k+1) yang tidak muncul (yang selalu terjadi jika sistem tidak memuat
loop).
44
F. Sistem Linear Max-Plus Waktu Invariant
Definisi 2.11 (Schutter, 1996 : 156)
Sistem Linear Max-Plus Waktu Invariant adalah SED (Sistem
Event Diskret) yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:
x(k+1) = A  x(k)  B  u(k+1)……..(2.11.1)
y(k) = C  x(k)……….………………...(2.11.2)
n
untuk k = 1, 2, 3, ... , dengan kondisi awal x(0) = x0, A   nmax
, B
m
n
  nmax
, dan C  lmax
. Vektor x(k)   nmax menyatakan keadaan (state),
u(k)   mmax adalah vektor input, dan y(k)  lmax adalah vektor output
sistem saat waktu ke-k.
SLMI seperti dalam definisi di atas secara singkat akan dituliskan
dengan SLMI (A, B, C) dan dituliskan dengan SLMI (A, B, C, x0), jika
kondisi awal x(0) = x0 diberikan. SLMI dengan satu input dan satu output
akan disebut SLMI satu input satu output (SISO). Sedangkan SLMI
dengan lebih dari satu input dan lebih dari satu output akan disebut SLMI
multi input multi output (MIMO).
Analisis Input-Output Sistem Linear Max-Plus Waktu-Invariant
Subbab ini akan membahas analisis dan beberapa masalah inputoutput SLMI. Jika kondisi awal dan suatu barisan input diberikan untuk
suatu SLMI (A, B, C, x0 ), maka secara rekursif dapat ditentukan suatu
barisan vektor keadaan sistem dan barisan output sistem.
45
Diperhatikan sistem produksi sederhana (gambar 1), misalkan
kondisi awal sistem x(0) = [0, 1, ]T yang berarti unit pemrosesan P1 dan
P2 berturut-turut memulai aktifitasnya saat waktu 0 dan 1 sementara unit
pemrosesan P3 masih kosong dan harus menunggu datangnya input dari
P1 dan P2 . Bahan mentah dimasukkan sistem saat waktu 0, 9, 12, 24 dan
seterusnya yang berarti diberikan barisan input u(1) = 0, u(2) = 9, u(3) =
12, u(4) = 24, dan seterusnya, dengan u(k)  u(k+1) untuk setiap k = 1, 2,
3, .... Secara rekursif dapat ditentukan barisan vektor keadaan berikut
5  
0 
2




x(1) = A  x(0)  B  u(1) =   6    1   0   0
11 12 3
 
8 
5
=  7  
13
2  5 
0  =  7 
   
8  13
10
x(2) = A  x(1)  B  u(2) = 13 
19
11 11
 9  = 13 ,
   
17  19
16 
x(3) = A  x(2)  B  u(3) = 19  
 25
14  16 
12  = 19  ,
   
 20  25
 21
x(4) = A  x(3)  B  u(4) =  25 
 31
 26  26
 24 =  25 , dan seterusnya .
   
32  32 
Kemudian diperoleh barisan output sistem sebagai berikut dengan
menggunakan y(k) = x3(k) + 3 :
46
y(1) = 16, y(2) = 22, y(3) = 28, y(4) = 35, dan seterusnya yang berarti
produk akan dapat diambil saat waktu 16, 22, 28, 35 dan seterusnya..
Teorema 2.7 (Input-Output SLMI (A, B, C, x0 )) (Schutter, 1996 : 161)
Diberikan suatu bilangan bulat positip p. Jika vektor output y =
[y(1), y(2), ... , y(p)] T dan vektor input u = [u(1), u(2), ... , u(p)] T pada
SLMI (A, B, C, x0 ) , maka
y = K  x0  H  u
dengan
CB

 CA 

2
C  A 

CB
 dan H   C  A  B
K= 






p




 p 1
 B C  A p  2  B
C  A
C  A 




.

 

 C  B


Bukti:
Jika diberikan kondisi awal x(0) = x0 dan barisan input u (k )k 0 ,
k
dengan induksi matematik akan dibuktikan berlaku x(k) = ( A   x(0) )
(
k
(

i 1
A
k i
 B  u(i) ) untuk k = 1, 2, 3, .......(2.7.1)
0
Diperhatikan bahwa x(1) = A x(0)B u(1) = A  x(0) A  Bu(1)
1
= ( A   x(0) )  (
Jadi, (2.7.1) benar untuk k = 1.
n
x(n)=( A   x(0))(  ( A
n
i 1
n i
1
(

i 1
1i
A
 B  u(i) ).
Misalkan benar untuk k = n yaitu
Bu(i))
47
maka x(n +1) = A  x(n)  B  u(n +1)
n
= A  (( A   x(0))  (  ( A
n
n i
 B u(i)))B u(n+1)
i 1
= (( A
n 1
n
 x(0))(  ( A
( n 1) i
 B  u(i)))B u(n +1)
i 1
= (( A
n 1
n 1
 x(0))(  ( A
( n 1) i
 B  u(i)))Bu(n+1).
i 1
Jadi, (2.7.1) benar untuk k = n +1.
Akibatnya diperoleh
k
y(k) = (C A   x(0))  (  C A
k
k i
 B  u(i)…………….(2.7.2)
i 1
untuk k = 1, 2, 3, ... .
Diberikan suatu bilangan bulat positip p. Jika didefinisikan y =
[y(1), y(2), ... ,
y(p)]T dan u = [u(1), u(2), ... ,
y(p)]T maka dari
persamaan (2.7.2) diperoleh:
y(1) = C  A  x(0)  C  B  u(1)
2
y(2) = C  A   x(0)  C  A B  u(1)  C  B  u(2)

p
y(p) = C  A   x(0)  C  A
p 1
B  u(1)  C  A
 …  C  B  u(p).
atau dalam persamaan matriks dapat dituliskan sebagai
p 2
B  u(2)
48

 y (1)   C  A 
 CB
 y (2)   C  A  2 
 C  A B
CB

 =
 x(0) 
     




 

p
 p 1
 p 2
B
 y ( p )  C  A 
C  A  B C  A
   u (1) 
   u (2) 

     
 

 C  B u ( p )


atau y = K  x(0)  H  u ………………….(2.7.3) dengan
CB

 CA 

C  A 2 
 C  A B
CB
 dan H = 
K= 








p
 p 1
 p 2
B CA
B
C  A 
C  A
 
 

 

 C  B


Dalam sistem produksi, Teorema 2.7 berarti bahwa jika diketahui
kondisi awal sistem dan barisan waktu saat bahan mentah dimasukkan ke
sistem, maka dapat ditentukan barisan waktu saat produk selesai diproses
dan meninggalkan sistem.
Contoh 2.13:
Diperhatikan sistem produksi sederhana dalam Gambar 1. Didefinisikan y
= [y(1), y(2), y(3), y(4)]T. Jika diberikan x(0) = [0, 1, ]T dan u = [0, 9, 12,
24 ]T, maka diperoleh y = K  x(0)  H  u dengan
14
19
K= 
24

29
6
9 
dan H =
27 12

33 15
15
21
11    
16 11   

.
 21 16 11  


27 21 16 11
Diperhatikan bahwa
16 
11  16 
 22
 20  22
y = K  x(0)  H  u =      =   .
 28
 25  28
 
   
 33
35  35 
49
Hal ini mengartikan bahwa kondisi awal x(0) = [0, 1, ]T dan
bahan baku dimasukkan ke dalam sistem pada saat waktu u(1) = 0, u(2) =
9, u(3) = 12, u(4) = 15, maka produk selesai dan akan meninggalkan
sistem pada saat waktu y(1) = 16, y(2) = 22, y(3) = 28, y(4) = 34. Hasil
pada contoh ini sesuai dengan perhitungan sebelumnya.
Akibat 2.6 Input-Output SLMI (A, B, C,  )(Schutter, 1996: 86)
Diberikan suatu bilangan bulat positip p. Jika vektor output y =
[y(1), y(2), ... , y(p)] T dan vektor input u = [u(1), u(2), ... , u(p)] T pada
SLMI (A, B, C,  ) , maka
y = H  u dengan
CB


 C  A B
CB
H =




 p 1
 p 2
B CA
B
C  A




.

 

 C  B


Bukti: Seperti bukti Teorema 2.7, dengan mengambil x0 = .
Dalam sistem produksi, SLMI (A, B, C, ) merupakan keadaan
awal sistem. Semua penyangga dalam keadaan kosong dan tidak ada unit
pemrosesan yang memuat bahan mentah atau produk setengah jadi.
50
Contoh 2.14:
Diperhatikan sistem produksi sederhana dalam Gambar 1. Didefinisikan y
= [y(1), y(2), y(3), y(4)]T. Jika diberikan x(0) = , dan u = [0, 9, 12,
15 ]T, maka diperoleh y = H  u dengan
11    
16 11   
.
H= 
 21 16 11  


27 21 16 11
11    
0
16 11   
 
  9=
Diperhatikan bahwa y = H  u = 
 21 16 11  
12


 
27 21 16 11
15
11 
 20
 .
 25
 
30 
Hal ini mengartikan bahwa keadaan awal sistem semua penyangga
dalam keadaan kosong dan tidak ada unit pemrosesan yang memuat
bahan mentah atau produk setengah jadi. Selanjutnya bahan baku
dimasukkan ke dalam sistem pada saat waktu u(1) = 0, u(2) = 9, u(3) =
12, u(4) = 15, maka produk selesai dan akan meninggalkan sistem pada
saat waktu y(1) = 11, y(2) = 20, y(3) = 25, y(4) = 30. Berikut dibahas
masalah input paling lambat pada SLMI (A, B, C, x0). Masalah input
paling lambat pada SLMI (A, B, C, x0) adalah sebagai berikut :
Teorema 2.8 (Rudhito, 2003: 62)
Penyelesaian masalah input paling lambat pada SLMI(A, B, C, ɛ)
dengan C  B ≠ ɛ diberikan oleh uˆ  [uˆ (1), uˆ (2),..., uˆ ( p)]T dengan
uˆ (k )  max( y(i)  H i ,k ) , untuk k = 1, 2, …, p.
1i  p
51
Bukti:
K  ɛ = ɛ, maka K  ɛ  H  u = H  u. Hal ini mengakibatkan
masalah input paling lambat pada SLMI (A, B, C, ɛ) menjadi masalah
menentukan vektor input u terbesar (waktu paling lambat) yang
memenuhi H  u  m y. Masalah ini merupakan masalah menentukan sub
penyelesaian terbesar sistem persamaan linear max-plus H  u = y.
C  B ≠ ɛ maka komponen setiap kolom matriks H tidak semuanya sama
dengan ɛ. Menurut Teorema 8, apabila H  u = y diberikan oleh
uˆ  [uˆ (1), uˆ (2),..., uˆ( p)]T dengan uˆ (k )  max( y(i)  H i ,k ) , untuk k = 1,
1i  p
2, …, p.
Teorema 2.9 (Rudhito, 2003: 64)
Diberikan SLMI (A, B, C, x0) dengan C  B ≠ ɛ. Jika K  x0  m y,
maka penyelesaian masalah input paling lambat pada SLMI (A, B, C, x0)
diberikan oleh uˆ  [uˆ (1), uˆ (2),..., uˆ ( p)]T dengan
uˆ (k )  max( y(i)  H i ,k ) , untuk k = 1, 2, …, p.
1i  p
Bukti:
K  x0  m y, maka K  x0  H  u = y  H  u = y. Selanjutnya bukti
seperti pada Teorema 8 di atas. Berikut dibahas mengenai masalah
minimisasi simpangan maksimum output pada SLMI (A, B, C, x0).
Masalah minimisasi simpangan maksimum output pada SLMI (A, B, C,
x0) adalah sebagai berikut.
Teorema 3.0 (Rudhito, 2003: 65)
Penyelesaian masalah minimasi simpangan maksimum output
pada SLMI(A, B, C, ɛ) dengan C  B ≠ ɛ diberikan oleh u  uˆ 

2
52
dengan û merupakan subpeyelesaian terbesar sistem H  u = y dan
  max ( y  H  uˆ)i .
i
Bukti:
K  ɛ = ɛ, maka K  ɛ  H  u = H  u. Hal ini mengakibatkan
masalah minimasi simpangan maksimum output ini jadi menentukan
vektor input u sedemikian sehingga max ( y  H  U )i . Masalah ini
i
merupakan masalah optimisasi yang berkaitan dengan sistem persamaan
linear max-plus H  u = y. Karena C  B ≠ ɛ maka komponen setiap
kolom matriks H tidak semuanya sama dengan ɛ. Menurut Teorema 2.5,
suatu
penyelesaian
u
untuk
u  uˆ 
masalah

2
,
dengan
=
max ( y  H  uˆ) i dan û merupakan subpenyelesaian terbesar sistem H 
i
u = y.
Pembahasan
penyelesaian
masalah
minimasi
simpangan
maksimum output pada SLMI (A, B, C, ɛ) di atas juga dapat diperluas
untuk SLMI (A, B, C, x0) dengan x0 ≠ ɛ, seperti diberikan dalam teorema
berikut.
Teorema 3.1 (Rudhito, 2003: 67)
Diberikan SLMI (A, B, C, x0) dengan C  B ≠ ɛ. Jika K  x0  m y,
maka penyelesaian masalah minimasi simpangan maksimum output pada
SLMI (A, B, C, x0) diberikan oleh u  uˆ 

2
dengan û merupakan
subpenyelesaian terbesar sistem H  u = y dan  = max ( y  H  uˆ )i .
i
53
Bukti:
K  x0  m y, maka maka K  x0  H  u = y  H  u = y. Selanjutnya
bukti seperti pada Teorema 9 di atas.
Contoh 2.15 (Schutter, 1996: 51):
Misal dari Sistem pada Gambar 1 produk akan diambil oleh pemesan
pada
waktu
17,
11

T
uˆ  H  ( y )  



19,
24
dan
27,
16 21 27 
17   0 

19   6 
11 16 21
    ,
 24  11
 11 16 

   
  11 
 27  16
maka
didapatkan
sehingga
waktu
paling lambat untuk memasukkan bahan ke dalam sistem adalah û = [0, 6,
11, 16]T.
 11      0   11 
16 11     6  17 
     ,
ˆy  H  uˆ  
 21 16 11   11  22 

    
 27 21 16 11 16   27 
sehingga waktu penyelesaian paling lambat dalam proses pengerjaan
produk berturut-turut ŷ = [11, 17, 22, 27]T.
0
3
14 
6
9
 20 
  



ˆ


  6 , maka u  u  
3 
dan y  H  u   
14
 25
2 11
 
 
 
16 
19
30 
Download