Nopa | Systemic Lupus Erythematosus Lupus Eritematosus Sistemik Nopa Septia Anggraini Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Abstrak Lupus eritematosus sistemik (LES) atau systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun multisistem yang berat karena tubuh membentuk berbagai jenis antibodi. Faktor genetik, imunologik, hormonal, serta lingkungan berperan dalam patofisiologinya. Prevalensi SLE di Indonesia tahun 2010 mencapai 10.314 kasus. Survival rate SLE berkisar antara 85% dalam 10 tahun pertama dan 65% setelah 20 tahun menderita SLE. Dalam kasus ini, seorang pasien perempuan berusia 27 tahun datang dengan keluhan nyeri pada seluruh sendi sejak 4 hari yang lalu. Pasien memiliki riwayat penyakit lupus sejak 1 tahun yang lalu dan mengonsumsi metil prednisolon secara teratur. Keluhan saat ini muncul setelah pasien tidak mengonsumsi obat karena kehabisan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis. Tanda vital: o tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 90x/menit, RR 22x/menit, suhu 37,0 C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan malar rash. Pemeriksaan imunologis anti nuclear antibody (ANA) positif. Pasien ini didiagnosis lupus eritematosus sistemik . Terapi yang diberikan pada pasien adalah kortikosteroid metil prednisolon. Kata kunci: ANA, lupus eritematosus sistemik, metil prednisolon Systemic Lupus Erythematosus Abstract Systemic lupus erythematosus (SLE) is a severe multisystem autoimmune disease which the body produces various types of antibodies. Genetic, immunologic, hormonal and environmental role in the pathophysiological process. The prevalence of SLE in Indonesia is 10.314. Survival rate SLE ranged from 85% in the first 10 years and 65% after 20 years of suffering from SLE. In this case, a 27-year-old female patient, with complaints of advanced pain in all joints since four days ago. Patient had lupus since one year ago and taking medication methyl prednisolone regularly. The complaints currently appear after the patient ran out of medication a few days ago. On physical examination found awareness of compostmentis. Vital signs: o blood pressure 150/100 mmHg, pulse 90x/min, respiratory rate 22x/min, body temperature 37,0 C. On physical examination found malar rash. Immunology test showed positive ANA. This patient was diagnosed systemic lupus erythematosus. Therapy given to patients is a corticosteroid methyl prednisolone. Keywords: ANA, systemic lupus erythematosus, methyl prednisolone Korespondensi: Nopa Septya Anggraini, S.Ked., alamat Jl. Angkasa Raya (Angkasa 1) Komplek Perumahan Labuhan Alam Residence No. A11, Untung Suraphati, Labuhan Dalam, Bandar Lampung, HP 081366521820, e-mail [email protected] Pendahuluan Lupus eritematosus sistemik atau systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun multisistem yang berat. Pada keadaan ini tubuh membentuk berbagai jenis antibodi, termasuk antibodi terhadap antigen nuklear (ANAs) sehingga menyebabkan kerusakan berbagai organ. Penyakit ini ditandai dengan adanya periode remisi dan episode serangan akut dengan gambaran klinis yang beragam berkaitan dengan berbagai organ yang terlibat. SLE terutama menyerang wanita usia reproduksi. Faktor genetik, imunologik, hormonal serta lingkungan berperan dalam proses patofisiologi. 1-4 Penderita SLE diperkirakan mencapai 5 juta orang di seluruh dunia. Prevalensi SLE di India 3 kasus per 100.000 populasi yang dilaporkan. Kejadian SLE di United Kingdom dilaporkan sekitar 49,6 kasus per 100.000 populasi.5 Prevalensi SLE di Amerika adalah 1 kasus per 1000 populasi dengan rasio wanita:laki-laki antara 9-14:1.2 Belum terdapat data epidemiologi SLE yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun 2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1,4% kasus SLE dari total kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 Pasien SLE atau 10.5% dari total pasien yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010.6-8 Survival rate SLE berkisar antara 70-85% dalam 5-10 tahun pertama dan 53-64% setelah 20 tahun menderita SLE. Mortalitas akibat penyakit SLE ini 3-5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum.8-10 Di RSCM J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 124 Nopa | Systemic Lupus Erythematosus survival rate 5 tahun pasien SLE adalah 88% dari pengamatan terhadap 108 orang pasien SLE yang berobat dari tahun 1990-2002.6 Pada beberapa tahun pertama mortalitas SLE berkaitan dengan aktivitas penyakit dan infeksi seperti infeksi M. tuberculosis, virus, jamur dan protozoa, sedangkan dalam jangka panjang berkaitan dengan penyakit vaskular aterosklerosis.8 Kasus Seorang pasien perempuan berusia 27 tahun datang dengan keluhan nyeri pada seluruh sendi yang memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Sejak 1 tahun yang lalu pasien mengeluh sering merasa lemas pada seluruh badan, nyeri sendi, demam yang hilang timbul, sering sariawan dan muncul ruam-ruam kemerahan pada wajah dan dada pasien, serta badan akan kemerahan jika terkena sinar matahari. Keluhan awalnya dirasakan ringan, membaik dengan beristirahat dan pasien masih bisa beraktivitas seperti biasa. Akan tetapi, keluhan dirasakan memberat, lalu pasien berobat ke dokter dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ANA test. Pada 11 bulan yang lalu, pasien melakukan pemeriksaan dan hasil pemeriksaan tersebut positif. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pasien didiagnosis menderita SLE, kemudian dilakukan terapi dengan pemberian beberapa macam obat. Salah satu obat yang diberikan adalah metil prednisolon yang dikonsumsi secara rutin 2 kali per hari dengan dosis 16 mg. Sejak mengkonsumsi obat tersebut, keluhan pasien semakin dirasakan membaik. Empat hari yang lalu pasien tidak mengonsumsi obat karena kehabisan dan timbul keluhan nyeri pada seluruh sendi yang semakin berat, kepala terasa pusing terutama bila melihat cahaya terang yang sangat silau. Keluhan disertai mata memerah, badan terasa lemas, demam yang hilang timbul serta muncul ruam kemerahan yang menyerupai kupu-kupu. Pasien juga merasa mual dan muntah sebanyak ±2x dalam sehari, kulit yang kemerahan jika terkena sinar matahari. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama seperti pasien disangkal, rambut sering rontok (+), riwayat hipertensi (+), riwayat DM (+), sejak sakit nafsu makan menurun. Pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, GCS E4V5M6 = 15. Tanda vital: tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 90x/menit, RR 22x/menit, suhu 37,0oC. Indeks Massa Tubuh 23,3. Status generalis: alopesia (+), malar rash (+), leher, toraks, abdomen, dan ekstremitas dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologis tidak terdapat kelainan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb: 10,6 gr/dl, LED: 45 mm/jam, Hematokrit: 31%, Leukosit: 3900/ul, Trombosit 320.000/ul, dan Imuno Serologi Anti-dsDNA : >3200, C3 komplemen # : 38, C4 komplemen # : 9, Ana (IF)# : Positif. Pasien didiagnosis mengalami sistemik lupus eritomatosa. Pasien diberikan terapi metil prednisolon injeksi 3x125 mg (hari ke 1,2,3), 2x125 mg (hari ke 4), 1x125 mg (hari ke 5) secara intravena. Prognosis pasien ini adalah dubia ad bonam. Pembahasan Lupus eritematosus sistemik merupakan penyakit autoimun multisistem yang berat. Pada SLE, tubuh membentuk berbagai jenis antibodi, termasuk antibodi terhadap antigen nuklear (ANAs) sehingga menyebabkan kerusakan berbagai organ. Manifestasi klinisnya tergantung organ mana yang terkena.11,12 Tampilan klinis SLE sangat bervariasi sehingga sulit untuk mendiagnosis penyakit ini secara dini. Jika pasien terdiagnosis dalam keadaan sudah jelas semua tanda dan gejalanya, biasanya derajat penyakitnya sudah berat, penatalaksaannya lebih sulit, membutuhkan obat-obatan yang lebih mahal dan prognosisnya pun lebih buruk. Penyakit SLE menyerang hampir pada 90% wanita pada rentang usia reproduksi antara usia 15-40 tahun dengan rasio wanita dan laki-laki adalah 5:1.13 J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 125 Nopa | Systemic Lupus Erythematosus Penegakkan diagnosis SLE berdasarkan minimal 4 dari kriteria (minimal satu kriteria klinis dan 1 kriteria laboratorium) atau hasil biopsi menunjukkan nefritis lupus dengan ANA atau Anti-DNA positif.14,15 Kriteria klinis tersebut meliputi lupus kutaneus akut, lupus kutaneus kronik, ulkus oral atau nasal, alopesia non-scarring, arthritis, serositis, renal, neurologis, anemia hemolitik, leukopenia, dan trombositopenia (<100.000/mm3). Kriteria laboratorium meliputi temuan terhadap ANA, anti-DNA, anti-Sm, antibodi antifosfolipid, komplemen rendah (C3, C4, CH50), dan tes coombs direk (tidak dihitung pada anemia hemolitik). Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien ini memiliki kriteria SLE antara lain kriteria klinis yaitu lupus kutaneus akut (malar rash), alopesia, sinovitis, leukopenia (< 4.000/mm3) dan kriteria imunologis yaitu peningkatan kadar AntidsDNA dan ANA (+). Karena telah memenuhi kriteria diagnosis, maka pasien ini didiagnosis SLE. Tabel 1. Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik11 Kriteria Klinis Acute cutaneus lupus Meliputi ruam malar lupus (jangan dimasukkan bila diskoid malar); lupus bula; varian nekrolisis epidermal toksik dari SLE; ruam lupus makulopapular; ruam lupus fotosensitif tanpa deramtomiositis; atau lupus kutan subakut (nonindurated psoriaform dan/atau lesi polisklik anular yang sembuh tanpa jaringan parut, walaupun kadang-kadang disertai depigmentasi atau telengiektasis postinflamasi) Chronic cutaneus Meliputi ruam diskoid klasik; terlokalisir (di atas leher); generalisata (di atas dan di bawah leher); lupus hipertrofik (verukous); lupus lupus panniculitis (profundus); lupus mukosa; lupus eritematous tumidus; lupus chilblains; lupus discoid/overlap dari liken planus Ulkus palatum, bukal, lidah atau nasal tanpa penyebab lain seperti Ulkus mulut vaskulitis, infeksi Behcet (herpes), inflammatory bowel disease, arthritis reaktif dan makanan asam Alopesia tanpa Penipisan atau kerapuhan rambut difus dengan rambut patah yang nyata tanpa penyebab lain seperti alopesia areata, obat-obatan, jaringan parut defisiensi besi dan alopesia androgenik Meliputi dua sendi atau lebih, yang dikarakeristikkan dengan bengkak, Sinovitis efusi dan nyeri, serta kaku di pagi hari selama 30 menit atau lebih Pleuritis tipikal selama lebih dari 1 hari atau efusi pleura atau pleural Serositis rub; nyeri perikardial tipikal (nyeri yang diperberat dengan duduk membungkuk) selama lebih dari 1 hari atau efusi perikard atau pericardial rub atau perikarditis oleh gambaran elektrokardiografi tanpa penyebab lain seperti infeksi, uremia dan perikarditis Dressler Protein urin/kreatinin (atau protein urin 24 jam) menunjukkan 500mg Ginjal protein/24 jam atau adanya endapan eritrosit Kejang; psikosis; mononeuritis multipel tanapa penyeba lain yang Neurologis dikteahui seperti vaskulitis primer; mielitis; neuropati cranial atau perifer tanpa penyebab lain yang diketahui seperti vaskulitis primer, infeksi dan diabetes mellitus; keadaan acute confusional tanpa penyebab lain seperti toksik metabolik, uremia, obat-obatan Anemia Hemolitik <4.000/mm3 minimal sekali (tanpa penyebab lain seperti Felty, obatLeukopenia obatan dan hipertensi porta); atau limfopenia (<1.000/mm3 minimal sekali) tanpa penyebab lain seperti kortikosteroid, obat-obatan dan J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 126 Nopa | Systemic Lupus Erythematosus Trombositopenia Kriteria imunologis ANA Anti-dsDNA Anti-Sm Antibodi antifosfolipid Komplemen rendah Tes Coomb direk infeksi (<100.000/mm3) minimal sekali (tanpa penyebab lain seperti obatobatan, hipertensi porta dan TP) Melebiihi rentang rujukan laboratorium Melebiihi rentang rujukan laboratorium, kecuali ELISA; dua kali di atas rentang Setiap RPR antikoagulan lupus yang positif-salah dengan titer antikardiolipin yang sedang atau tinggi (IgA, IgG atau IgM) glikoprotein I anti-β2 (IgA, IgG atau IgM) C3 yang rendah, C4 yang rendah, CH50 yang rendah Tanpa adanya anemia hemolitik Singkatan: SLE, Systemic lupus erythematous; ANA, Antinuclear antibody; ELISA, Enzyme linked immunosorbent assay; RPR, Rapid plasma reagin. Pengelolaan SLE diberikan sesuai dengan tingkat penyakit. Penyakit SLE dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu ringan, sedang, berat sampai mengancam nyawa.16,17 Contoh SLE ringan berupa arthritis dan SLE yang bermanifestasi pada kulit. Kriteria untuk dikatakan SLE ringan diantaranya adalah pasien secara klinis tenang, tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa, dan fungsi organ seperti ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit, normal atau stabil. Kriteria penyakit SLE dengan tingkat keparahan sedang diantaranya meliputi nefritis ringan sampai sedang (lupus nefritis kelas I dan II), trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3), dan serositis mayor.8,16,18 Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa apabila ditemukan keadaan sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu:8,16,18 a. J antung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis, tamponade jantung, hipertensi maligna. b. P aru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru, infark paru, fibrosis interstisial, shrinking lung. c. G astrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika. d. G injal: nefritis proliferatif dan atau membranous. e. K ulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister). f. N eurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati transversa, mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma demielinasi. g. H ematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1.000/mm3), trombositopenia <20.000/mm3, purpura trombotik trombositopenia, thrombosis vena atau arteri. Kortikosteroid (KS) digunakan sebagai terapi utama pada pasien SLE.19 Meski dihubungkan dengan munculnya banyak laporan efek samping, KS tetap merupakan obat yang banyak dipakai sebagai antiinflamasi dan imunosupresi.20 Dosis KS yang digunakan juga bervariasi. Untuk meminimalkan masalah interpretasi dari pembagian ini maka dilakukanlah J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 127 Nopa | Systemic Lupus Erythematosus standarisasi berdasarkan patofisiologi dan farmakokinetiknya. Tabel 2. Dosis Kortikosteroid yang dianjurkan 19 Kategori Dosis rendah Definisi < 7.5 mg prednison atau setara perhari Dosis sedang >7.5 mg, tetapi < 30 mg prednison atau setara perhari Dosis tinggi >30 mg, tetapi < 100 mg prednison atau setara perhari Dosis sangat > 100 mg prednison tinggi atau setara perhari Terapi pulse >250 mg prednison atau setara perhari untuk 1 hari atau beberapa hari Pembagian dosis KS membantu kita dalam menatalaksana kasus rematik. Dosis rendah sampai sedang digunakan pada SLE yang relatif tenang. Dosis sedang sampai tinggi berguna untuk SLE yang aktif. Dosis sangat tinggi dan terapi pulse diberikan untuk krisis akut yang berat seperti pada vaskulitis luas, nefritis lupus, lupus cerebral. Pulse terapi KS digunakan untuk penyakit rematik yang mengancam nyawa, induksi atau pada kekambuhan.19 Tapering tergantung dari penyakit dan aktivitas penyakit, dosis dan lama terapi, serta respon klinis.22 Sebagai panduan, untuk tapering dosis prednison lebih dari 40 mg sehari maka dapat dilakukan penurunan 510 mg setiap 1-2 minggu. Diikuti dengan penurunan 5 mg setiap 1-2 minggu pada dosis antara 40-20 mg/hari. Selanjutnya diturunkan 1-2,5 mg/hari setiap 2-3 minggu bila dosis prednison <20 mg/hari. Selanjutnya dipertahankan dalam dosis rendah untuk mengontrol aktivitas penyakit.8,19-22 Pada pasien ini pemberian kortikosteroid berupa metil prednisolon injeksi 3x125 mg (hari ke 1,2,3), 2x125 mg (hari ke 4), 1x125 mg (hari ke 5). Pemberian ini termasuk kategori pulse therapy dimana pemberian kortikosteroid berupa prednisone >250 mg per hari atau yang setara selama beberapa hari, namun dosis diberikan kurang tepat, pemberian metil prednisolon diberikan intravena dengan dosis 0,5-1 gram per hari selama 3 hari.8 Indikasi pemberian ini adalah kekambuhan penyakit rematik yang dialami pada pasien ini. Obat-obatan lain yang dapat digunakan pada terapi SLE antara lain obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) dan imunosupresan atau sitotoksik. Selain diberikan obat, pada pasien juga perlu diberikan edukasi mengenai penyakit pasien untuk menjaga kepatuhan terhadap konsumsi obat, dan juga terapi rehabilitasi.23,24 Pada keadaan tertentu seperti lupus nefritis, lupus serebritis, perdarahan paru atau sitopenia, seringkali diberikan gabungan antara kortikosteroid dan imunosupresan/sitotoksik karena memberikan hasil pengobatan yang lebih baik. Algoritma penatalaksanaan SLE dapat dilihat pada bagan 1. Prognosis pasien dengan lupus semakin membaik dengan gejala ringan dalam beberapa tahun terakhir. Wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan aman sampai melahirkan bayi yang normal, tidak ditemukan penyakit ginjal ataupun jantung yang berat dan gejala penyakitnya dapat dikendalikan. Angka harapan hidup 10 tahun meningkat sampai 85%. Prognosis yang paling buruk ditemukan pada penderita yang mengalami kelainan otak, paru-paru, jantung dan ginjal yang berat. 19,20,25 Simpulan Lupus eritematosus sistemik atau systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun multisistem dimana tubuh membentuk antibodi yang menyebabkan kerusakan multipel organ. Diagnosis ditegakkan sesuai kriteria diagnosis SLE, yaitu minimal 4 dari kriteria (minimal 1 kriteria klinis dan minimal 1 kriteria laboratorium). Terapi utama dengan menggunakan kortikosteroid yang J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 128 Nopa | Systemic Lupus Erythematosus disesuaikan dengan derajat keparahan. Prognosis baik dengan pengendalian gejala. Derajat beratnya SLE Ringan - Manifestasi kulit - Artritis Terapi Hidroksiklorokuin/klor okuin atau MTX ± KS (dosis rendah) OAINS Sedang - Nefritis ringan sampai berat - Trombositopenia (trombosit 20-50 x 103/mm3) - Serositis mayor Terapi Induksi MP iv 0,5-1gr/hari selama 3 hari diikuti oleh AZA (mg/kg/hari) atau MMF (2-3 gr/hari) + KS (0,5-0,6 mg/kg/hari selama 4-6 minggu lalu diturunkan bertahap) TR Terapi Pemeliharaan AZA (1-2 mg/kg/hari) atau MMF (1-2 gr/hari) + KS (diturunkan sampai dosis 0,125 mg/kg/hari selang sehari) Berat - Nefritis berat (kelas IV, III+V, IV+V atau III-V dengan gangguan fungsi ginjal - Trombositopenia refrakter 3 3 berat (trombosit < 20x10 /mm ) - Anemia hemolitik refrakter berat - Ketrelibatan paru-paru (hemoragik) - NPSLE (serebritis, mielitis) - Vaskulitis abdomen Terapi Induksi MP iv 0,5-1gr/hari selama 3 hari + 2 CYC (0,5-0,75 gr/m /bulan x 7 dosis) RP Terapi Pemeliharaan 2 CYC iv (0,5-0,75 gr/m /3 bulan selama satu tahun) RS TR Tambahkan Rituximab Inhibitor calcineurin (siklosporin) IVig (immunoglobulin intravena) J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 129 Nopa | Systemic Lupus Erythematosus Singkatan: TR, tidak respon; RS, respon sebagian; RP, respon penuh; KS, kortikosteroid setara prednisone; MP, metilprednisolon; AZA, azatioprin; OAINS, obat anti-inflamasi nonsteroid; CYC, siklofosfamid; NPSLE, neuropsikiatri SLE. Bagan 1. Algoritma Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik. Terapi SLE sesuai dengan 8,19 keparahan manifestasinya. Daftar Pustaka 1. ahman A, Isenberg DA. Systemic lupus erythematosus. N Engl J Med. 2008; 358(9):929-39. 2. raunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrisson’s Principle of Internal Medicine. Edisi ke-18. USA: McGrawHill Professional Publishing; 2012. 3. estak AL, Fürnrohr BG, Harley JB, Merrill JT, Namjou B. The genetics of systemic lupus erythematosus and implications for targeted therapy. Ann Rheum Dis. 2011; 70 (S1):i37-43. 4. osch X. Systemic lupus erythematosus and the neutrophil. N Engl J Med. 2011; 365(8):758-60. 5. oy JS, Das PP, Datta A. SLE in Pregnancy. BSMMU J. 2010; 3(1):54-9. 6. SCM. Data poli penyakit dalam RS Ciptomangunkusumo 2010. Dalam: Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Jakarta: Perhimpunan Reumatologi Indonesia; 2011. 7. SHS. Data poliklinik reumatologi RS Hasan Sadikin Bandung tahun 2010. Dalam: Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Jakarta: Perhimpunan Reumatologi Indonesia; 2011. 8. erhimpunan Reumatologi Indonesia. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Jakarta: R B S B R R R P Perhimpunan Reumatologi Indonesia; 2011. 9. Sanchez E1, Nadig A, Richardson BC, Freedman BI, Kaufman KM, Kelly JA, et al. Phenotypic associations of genetic susceptibility loci in systemic lupus erythematosus. Ann Rheum Dis. 2011; 70(10):1752-7. 10. Blank M, Shoenfeld Y, Perl A. Crosstalk of the environment with the host genome and the immune system through endogenous retroviruses in systemic lupus erythematosus. Lupus. 2009; 18(13):1136-43. 11. Petri M1, Orbai AM, Alarcón GS, Gordon C, Merrill JT, Fortin PR, et al. Derivation and validation of the Systemic Lupus International Collaborating Clinics classification criteria for systemic lupus erythematosus. Arthritis Rheum. 2012; 64(8):2677-86. 12. uyon J P. Systemic lupus erythematosus a clinical and laboratory features Dalam: Klippel JH, editor. Primer Primer on the rheumatic diseases. Edisi ke-13. Atlanta: Arthritis Foundation; 2008. hlm. 303-18. 13. usuma AANJ. Lupus Eritematosus Sistemik Pada Kehamilan. J Peny Dalam. 2007; 8(2):170-5. 14. ervera R, Espinosa G, D’Cruz D. Eular Compendium on Rheumatic Diseases. Edisi ke-1. United Kingdom: BMJ Publishing; 2009. 15. ooley M A. Clinical and laboratory features of lupus nephritis. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2007. J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 130 B K C D Nopa | Systemic Lupus Erythematosus 16. J acobs JWG, Bijlsma JWJ. Glucocorticoid therapy. Dalam: Firestein GS, Budd RC, Harris ED, McInnes IB, Ruddy S, Sergent JS, editor. Kelley’s Textbook of rheumatology. Edisi ke-8. Philadelphia: WB Saunders Elsevier; 2009. hlm.863-81. 17. 20. araprasad IR, Agrawal S, Prabu VN, Rajasekhar L, Kanikannan MA, Narsimulu G. Posterior reversible encephalopathy syndrome in systemic lupus erythematosus. J Rheumatol. 2011; 38(8):1607-11. 21. 22. N 23. K yttaris VC, Tsokos GC. New Treatments in Systemic Lupus Erythematosus. Philadelphia: Mosby, Inc.; 2007. B ertsias GK, Ioannidis JPA, Boletis J, Bombardieri S, Cervera R, Dostal C, et al. EULAR recommendations for the management of systemic lupus erythematosus (SLE). Report of a Task Force of the European Standing Committee for International Clinical Studies Including Therapeutics (ESCISIT). Ann Rheum Dis. 2008; 67:195–205. H ariadi, Hoediyanto. Lupus dan Penatalaksanaannya Edisi ke-3. Surabaya: Fakultas Kedokteran UNAIR; 2007. tali S, Tzabakakis M, Bertsias G, Boumpas DT. What’s new in clinical trials in lupus. Int J Clin Rheum. 2009; 4(4):473-85. 19. K rishnan S, Chowdhury B, Juang Y-T, Tsokos GC. Overview of the Pathogenesis of Systemic Lupus Erythematosus. Philadelphia: Mosby, Inc.; 2007. H oes JN, Jacobs JWG, Boers M, Boumpas D, Buttgereit F, Caeyers N, et all. EULAR evidence based recommendations on the management of systemic glucocorticoid therapy in rheumatic diseases. Ann Rheum Dis. 2007; 66: 1560-7. 18. V 24. P ostal M, Costallat LT, Appenzeller S. Biological therapy in systemic lupus erythematosus. Int J Rheumatol. 2012; 2012:578-641. 25. P risilia NKD, Kurniari PK, Kambayana G. Target Terapi Imunosupresan pada Lupus Eritematosus Sistemik. CDK. 2014; 41(1):73-74. J Medula Unila | Volume 4| Nomor 4| Januari 2016 | 131